Anda di halaman 1dari 135

HUBUNGAN RIWAYAT HIPERTENSI DENGAN ANDROPAUSE

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS S.PARMAN


KOTA BANJARMASIN
TAHUN 2016

SKRIPSI

Oleh:
SARINAH
NPM. 12142011288

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN
BANJARMASIN,2016
HUBUNGAN RIWAYAT HIPERTENSI DENGAN ANDROPAUSE
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS S.PARMAN
KOTA BANJARMASIN
TAHUN 2016

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan


Pada Program Studi S.1 Keperawatan

Oleh:
SARINAH
NPM. 12142011288

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN
BANJARMASIN,2016

i
ii
iii
iv
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN

v
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KEPERAWATAN

Skripsi, Juni 2016

Sarinah
12142011288

Hubungan Riwayat Hipertensi Dengan Andropause di Wilayah Kerja


Puskesmas S.parman Kota Banjarmasin Tahun 2016

Abstrak

Latar Belakang : Hipertensi adalah penyakit peningkatan tekanan darah diatas


normal. Riwayat Hipertensi yang berlangsung lama menyebabkan pembuluh
darah menjadi kaku dan menyempit karena penebalan dinding pembuluh darah,
ini juga terjadi pada pembuluh darah bagian genital sehingga aliran darah
kegenital berkurang. Hipertensi adalah salah satu faktor penyebab terjadinya
andropause. Andropause adalah perubahan fisik dan fungsi seksual akibat
penurunan hormon testosterone pada pria.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara riwayat hipertensi dengan andropause di
wilayah kerja Puskesmas S.Parman Banjarmasin Tahun 2016
Metode: Rancangan penelitian analitik korelasi dengan pendekatan cross
sectional, pria usia 51-60 tahun yang berobat ke Puskesmas S.Parman
Banjarmasin dan memiliki riwayat penyakit hipertensi pada bulan April-Mei 2016
yaitu berjumlah 35 orang, yang diambil dengan metode purposive sampling. Data
dianalisis menggunakan uji Chi-square.
Hasil: Sebagian besar responden memiliki Riwayat Hipertensi kronis (63%) dan
mengalami andropause (79%). Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang
bermakna antara riwayat hipertensi dengan terjadinya andropause pada pria usia
51-60 tahun di Puskesmas S.Parman Banjarmasin Tahun 2016.

Kata Kunci : Riwayat Hipertensi, Andropause.

Daftar Rujukan : 46 (2006 – 2015)

vi
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu Wata’ala penulis haturkan atas
segala rahmat, taufiq, dan hidayah serta karunia-Nya yang tiada pernah terhenti
tercurahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Hubungan Riwayat Hipertensi Dengan Andropause di Wilayah Kerja Puskesmas
S.parman Kota Banjarmasin Tahun 2016”. Sholawat dan salam selalu tercurah
untuk junjungan kita Nabi Muhammad Shollallahu’alaihi wa’ala’alihiwassalam,
serta para pengikut beliau hingga akhir zaman.

Skripsi ini dapat terwujud dengan adanya bantuan, bimbingan, petunjuk serta
dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Ahmad Khairudin, M.Ag, sebagai Rektor Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin
2. Bapak M.Syafwani, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Jiwa., sebagai Dekan Fakultas
Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.
3. Ibu Hj.Ruslinawati, Ns., M.Kep, sebagai Ketua Program Studi S.1
Keperawatan Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin.
4. Ibu Nurhikmah, SST., MPH sebagai Pembimbing I yang telah dengan sabar
membimbing, memberikan banyak masukan serta meluangkan waktunya
untuk membimbing dalam hal materi.
5. Ibu Hapisah, S.Si.T., MPH, sebagai Pembimbing II yang telah dengan sabar
membimbing, memberikan banyak masukan serta meluangkan waktu, tenaga
dan sumbangan pikiran dalam membimbing penulis dalam hal metodologi
penelitian.

vii
6. Bapak Hiryadi, Ns., M.Kep., SP.Kom selaku penguji III dalam hal ini yang
telah memberikan masukan berupa wawasan dalam penelitian.
7. Bapak H.Rahmadi, SKM., MA selaku Kepala Puskesmas S.Parman
Banjarmasin yang telah memberikan izin untuk penulis melakukan penelitian
di puskesmas tersebut.
8. Seluruh Dosen Program Studi S.1 Keperawatan Fakultas Keperawatan dan
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin yang telah
mendidik dan memberikan motivasi kepada penulis.
9. Kedua Orang Tua Tercinta yaitu Bapak H. Sahbana dan Ibu Hj.Marniah yang
selalu dengan penuh keikhlasan mendoakan anaknya demi menggapai cita-
cita, selalu memberikan nasehat, motivasi, dukungan dan dorongan agar tetap
maju dan semangat sehingga skripsi ini selesai.
10. Sahabat tersayang yang sudah seperti keluarga sendiri yaitu Eka Mahdaliani,
Wirna Fuspina Amd.Far, Indria Fitri Ramadhan Amd.Keb, Ayu Wulandari
S.Ikom, & Regina Arisandi Spd, susah dan senang dilewati bersama serta
selalu memberikan arahan dan motivasi dalam mengerjakan skripsi.
11. Sahabat saat menuntut ilmu dikelas keluarga acikidut yaitu Khoiru
Rahmawati, Novie Maynitasari A, Winarti, Sri Suhartini, M.Rizal Firdaus,
Hariyo Sulistyo dan Apriyanto terimakasih telah memberikan momen
perkuliahan yang menyenangkan kita sama-sama saling memotivasi dalam
proses belajar dikelas hingga pengerjaan skripsi ini selesai.
12. Teman-teman mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Ners-A Fakultas
Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin
semester 8 yang telah membantu dalam bertukar pikiran maupun dalam proses
pengerjaan skripsi ini, memberikan saran dan inspirasi untuk kelancaran
penulisan skripsi ini terurtama kelas 8D.
13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu terimaksih atas bantuannya.

viii
Tidak ada satupun yang terlepas dari segala kesalahan dan kekurangan, begitu pula
dalam penyusunan skripsi ini, karena segala kelebihan dan kesempurnaan hanyalah
milik Allah ‘Azza wa zalla. Karenanya penulis mengharapkan kritik maupun saran
yang sifatnya membangun dalam menyempurnakan penulisan ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
pada umumnya dan penulis sendiri khususnya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Banjarmasin, 28 Juli 2016

Penulis

ix
DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI iii
PERNYATAAN ORISINALITAS PENELITIAN iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI v
ABSTRAK vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 7
1.3 Tujuan Penelitian 7
1.4 Manfaat Penelitian 8
1.5 Penelitian Terkait 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 11


2.1 Konsep Lansia 11
2.2 Konsep Andropause 24
2.3 Konsep Riwayat Hipertensi 38
2.4 Hubungan Riwayat Hipertensi dengan Andropause ................. 52
2.5 Kerangka Teori 55
2.6 Kerangka Konsep 56
2.7 Hipotesis 56

BAB 3 METODE PENELITIAN 57


3.1 Jenis Penelitian 57
3.2 Definisi Operasional 58
3.3 Populasi, Sampel dan Sampling 59
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian 60
3.5 Jenis dan Sumber Data 61
3.6 Teknik dan Instrumen Pengumpul Data 61
3.7 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data 64
3.8 Etika Penelitian..........................................................................
67

x
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 69
4.1 Hasil Penelitian 70
4.2 Analisis Univariat 76
4.3 Analisis Bivariat 78
4.4 Pembahasan 79
4.5 Keterbatasan Penelitian............................................................. 85
4.6 Implikasi Keperawatan.............................................................. 86

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 87


5.1 Kesimpulan 87
5.2 Saran 88

DAFTAR RUJUKAN 89
LAMPIRAN – LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi 41
Tabel 3.1 Definisi Operasional 58
Tabel 3.2 Interprestasi Terhadap Koefesien Korelasi 67
Tabel 4.1 Jumlah Tenaga Puskesmas S.Parman Banjarmasin Tahun 2016 72
Tabel 4.2 Jumlah Kunjungan Penyakit Terbanyak 73
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur 74
Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir 74
Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit 75
Tabel 4.6 Distribusi Riwayat Hipertensi 76
Tabel 4.7 Tabel Silang Riwayat Hipertensi Berdasarkan Umur Responden 76
Tabel 4.8 Distribusi Terjadinya Andropause.................................................. 77
Tabel 4.9 Tabulasi Silang Andropause Berdasarkan Umur Responden 77
Tabel 4.10 Hubungan Hipertensi Dengan Terjadinya Andropause 78

xii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 Kerangka Teori 55
Gambar 2.2 Kerangka Konsep 56

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Cover Depan Kuesioner


Lampiran 2 : Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 3 : Sambungan Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 4 : Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 5 : Lembar Kuesioner
Lampiran 6 : Kuesioner ADAM
Lampiran 7 : Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Lampiran 8 : Tabulasi Kuesioner ADAM
Lampiran 9 : Rekapitulasi Data
Lampiran 10 : Hasil Analisis SPSS
Lampiran 11 : Hasil Analisis SPSS
Lampiran 12 : Hasil Analisis SPSS
Lampiran 13 : Hasil Analisis SPSS
Lampiran 14 : Keterangan Kelayakan Etik Penelitian
Lampiran 15 : Surat Ijin Pelaksanaan Penelitian
Lampiran 16 : Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian
Lampiran 17: Dokumentasi Penelitian
Lampiran 18 : Lembar Konsultasi Pembimbing 1
Lampiran 19 : Lembar Konsultatasi Pembimbing 2

xiv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa adalah dilihat dari umur harapan
hidup penduduknya. Menurut proyeksi Bappenas jumlah penduduk lansia 60
tahun atau lebih akan meningkat menjadi dua kali lipat (36 juta) pada tahun
2025 (Menkokesra, 2013). Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan tahun 2014 jumlah lansia di Kalimantan Selatan sebanyak
24.1647 orang.

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), ada empat tahapan lanjut usia,
usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) usia
60-74 tahun, lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very
old) usia >90 tahun (Artinawati,2014). Menurut Depertement Kesehatan
Republik Indonesia (Depkes RI) membagi lanjut usia menjadi kelompok
menjelang usia lanjut (45-54 tahun), sebagai masa virilitas, kelompok usia
lanjut (55-64 tahun) sebagai masa presenium, dan kelompok usia lanjut (>65
tahun) sebagai masa senium (Aspiani 2014).

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-


lahan jaringan untuk melakukan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan
dalam hidup. Menua ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut yang
memutih, penurunan pendengaran, penglihatan yang menjadi semakin buruk
sensitivitas emosi. (Priyoto,2015). Sejak memasuki lanjut usia, secara alami
akan mengalami kemunduran dan perubahan. Kemunduran dan perubahan
organ dan sistem tubuh karena proses menua dipengaruhi oleh susunan gen,
gaya hidup yang dipilih, lingkungan hidup dan banyak faktor lain sehinggan
bisa saja perubahan organ dan sistem tubuh seseorang berbeda dengan lanjut
usia lainnya (Saryono dan Badrushshalih,2010).

1
2

Secara fisik semakin menua daya tahan tubuh akan semakin lemah. Beberapa
penyakit seperti kardiovaskuler, kanker, athritis,diabetes maupun perubahan
sistem tubuh akibat gangguan sistem reproduksi perubahan hormonal
seringkali menjadi gangguan (Widiyanto,2008).

Selama ini dimasyarakat lebih memperhatikan perubahan-perubahan


fisiologis wanita lanjut usia yang mengalami menopause, masyarakat
menganggap hanya wanita yang mengalami hal tersebut, padahal yang terjadi
sebenarnya seorang pria juga pasti akan mengalami perubahan-perubahan
fisiologis.Perubahan-perubahan fisiologis terhadap pria yang berusia lanjut
tidak sebanyak wanita yang mengalami menopause. Meskipun tidak sama
persis, dalam kehidupannya kaum lelaki juga dapat mengalami suatu gejala
yang mirip seperti menopause pada perempuan. Gejala tersebut disebut
dengan andropause, gejala ini dipengaruhi oleh proses menua
(Widiyanto,2008).

Andropause adalah suatu keadaan pria berumur diatas baya yang mempunyai
keluhan, gejala dan tanda yang menyerupai menopause pada wanita. Istilah
andropause berasal dari bahasa Yunani, Andro artinya pria sedangkan Pause
artinya penghentian. Berbeda dengan wanita yang mengalami menopause
secara mendadak, pada pria proses andropause ini terjadi secara perlahan-
lahan (Wahyunita dan Fitriah,2010).

Andropause adalah sindroma klinik yang ditandai dengan perubahan fisik dan
emosional yang dihubungkan dengan menurunnya kadar hormon, seperti
hormon pertumbuhan, dan khususnya hormon tostesteron dalam konsentrasi
yang bermakna. Dengan demikian, fungsi seksual maupun fertilitas
(kesuburan) tidak berhenti sama sekali pada laki-laki yang mengalami gejala
andropause namun terjadi penurunan secara bertahap (Widiyanto,2008).
Penurunan hormon tostesteron terjadi secara perlahan-lahan. Perubahan yang
3

terjadi pada andropause tidak hanya aspek fisik, tetapi juga aspek psikologis
(Asmaningrum,2014). Penurunan ini berdampak pada kenyamanan secara
umum, fungsi seksual, fungsi kognitif, volume sel darah merah, kekuatan
otot, masa tulang, sistem imun (Pangkhaila,2011).

Menurunnya tostesteron didalam tubuh mengakibatkan perubahan fisik,


hormon, psikis serta penurunan aktivitas seksual. Perubahan ini memberikan
gejala tubuh terasa panas, mudah lelah, insomnia, gelisah, rasa takut,
menurunnya aktivitas tubuh, dan berkurangnnya tenaga serta penurunan
motivasi (Wulandari,2012).

Di Indonesia belum ada data resmi mengenai jumlah andropause, sedangkan


di Amerika andropause dialami oleh 15% pria usia 40-60 tahun
(Wulandari,2012). Penelitian di negara-negara barat menunjukkan bahwa 10-
15% pria mulai mengalami andropause pada usia 60 tahun, sedangkan 54%
pria menunjukkan gejala andropause pada kelompok umur 60-90 tahun.
Semua pria pasti mengalami andropause dan gejalanya biasanya mulai terjadi
pada pria berusia diatas 40 tahun. Dengan bertambahnya angka harapan
hidup, maka jumlah penderita gejala andropause juga akan meningkat dengan
pesat. (Saryono,2010).

Pada pria, tostesterone mulai diproduksi sejak masa pubertas dan tetap stabil
produksinya hingga 40 tahun. Sejak saat itu, produksi tostesteron secara
berangsur menurun kira-kira 0,5-1,5% setiap tahun. Penurunan ini umumnya
disebabkan faktor usia yang semakin menua. Meskipun presentasinya kecil,
namun pada usia 60 tahun, penurunan hormon itu akan semakin besar.
Umumnya andropause dimulai pada umur 50-60 tahun (Saryono,2010).
4

Cepat atau lambatnya proses andropause dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal dapat berasal dari lingkungan,
polusi, kebisingan, stress, gaya hidup tidak sehat, merokok,pola tidur, dan
pola makan tidak seimbang. Faktor internal bisa dari dalam tubuhnya sendiri
atau faktor genetik, bisa juga disertai sindroma metabolik misalnya kolesterol
tinggi, obesitas, kencing manis (DM) dan darah tinggi (hipertensi)
(Hermawati,2009).

Menurut (Samizadeh et al,2014) dari penelitian dalam jurnalnya hipertensi


adalah salah satu faktor risiko yang memiliki dampak yang signifikan
terhadap pengembangan andropause.Menurut (Sudharma,2012) dari
penelitian dalam tesisnya bahwa responden yang hipertensi, lebih banyak
yang memiliki hormon tostesteron yang rendah dibandingkan dengan
responden yang tidak hipertensi.

Penyebab penyakit pada lansia pada umumnya berasal dari dalam tubuh
(endogen). Hal ini disebakan karena pada lansia telah terjadi penurunan
fungsi dari berbagai organ-organ tubuh akibat kerusakan sel-sel karena proses
menua, sehinggan produksi hormon, enzim dan zat-zat yang di perlukan
untuk kekebalan tubuh menjadi berkurang. Sering pula, penyakit lebih dari
satu jenis (multipatologi), dimana satu sama lain dapat berdiri sendiri maupun
saling berkaitan dan memperberat (Maryam et al,2008).

Seiring dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai


masalah kesehatan atau yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif
(Maryam et al.,2008).Penurunan fungsi sel juga dapat terjadi pada penyakit
degeneratif. Tetapi yang dimaksud penyakit degeneratif adalah penurunan
fungsi sel sebelum waktunya. Penyakit degeneratif dapat dicegah dengan cara
meminimalkan faktor-faktor risiko penyebabnya. Faktor-faktor risiko utama
penyakit degeneratif adalah pola makan yang tidak sehat, kurangngnya
5

aktivitas fisik, konsumsi rokok, serta meningkatnya stressor dan paparan


penyebab penyakit degeneratif (Suiraoka,2012).

Dengan meningkatnya usia harapan hidup, makin kompleks penyakit yang


diderita oleh orang-orang lanjut usia, termasuk diantaranya sering mengalami
kenaikan tekanan darah atau umumnya disebut hipertensi. Tekanan darah
adalah gaya atau dorongan darah kedinding arteri saat darah dipompa keluar
dari jantung keseluruh tubuh. Hasil pengukuran tekanan darah berupa dua
angka yang menunjukkan tekanan sistolik dan diastolik. Sistolik adalah
tekanan diarteri saat jantung berkontraksi untuk memompa darah melalui
pembuluh tersebut. Diastolik adalah tekanan diarteri saat jantung berelaksasi
dua denyutan kontraksi (Palmer dan Wiliam,2007).

Badan penelitian kesehatan dunia WHO tahun 2013 menunjukkan, diseluruh


dunia sekitar 982 juta orang atau 26,4% mengidap hipertensi dengan
perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan
meningkat menjadi 29,2% ditahun 2025 (WHO,2012). Di Asia diperkirakan
8-18%. Pada tahun (2013) prevalensi di Indonesia adalah 30 per 100
penduduk.

Di Indonesia, penderita hipertensi diperkirakan sebesar 15 juta tetapi hanya


4% yang hipertensi terkendali. Hipertensi terkendali adalah mereka yang
menderita hipertensi dan tahu bahwa mereka menderita hipertensi dan sedang
berobat untuk itu. Sebaliknya 50% penderita tidak menyadari diri sebagai
penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menderita hipertensi
yang lebih berat.

Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan (2014) kasus


tertinggi penyakit tidak menular di Kalimantan Selatan adalah penyakit
6

kardiovaskuler atau hipertensi dan pembuluh darah. Peningkatan ini


disebabkan oleh rendahnya kesadaran untuk memeriksakan tekanan darah
sejak dini tanpa adanya gejala yang muncul, pola makan tidak sehat dan
kurangnya olahraga juga memicu peningkatan tekanan darah.

Tekanan darah tinggi menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi kaku,


sehingga lama kelamaan lumen pembuluh akan menyempit. Kejadian ini
tidak hanya di bagian pembuluh jantung atau otak, melainkan juga dibagian
genital. Akibatnya, aliran darah kegenital berkurang. Gangguan ereksi sangat
mungkin terjadi (Saryono,2010). Penelitian ponholzer dkk menyebutkan,
terdapat korelasi terbalik antara hipertensi dengan kadar tostesteron, dimana
semakin tinggi tekanan darah seseorang semakin rendah kadar tostesteronnya
(andropause).

Data Kementrian RI Tahun 2011 hipertensi di Kalimantan Selatan 78805


kunjungan, kunjungan hipertensi yang tinggi terjadi di Puskesmas S.Parman
sebesar 4288 kunjungan. Pada bulan oktober 2015 penyakit terbanyak yang
diderita oleh pasien lansia laki-laki pada pelayanan kesehatan usia lanjut di
Puskesmas S.Parman adalah hipertensi, dengan pasien yang berusia 45-59
tahun laki-laki sebanyak 49 kunjungan, pasien rawat jalan yang berusia 60-69
tahun laki-laki sebanyak 65 kunjungan, dan pasien yang berusia >70 tahun 60
kunjungan.

Hasil studi pendahuluan dipuskesmas S.Parman pada tanggal 2 Desember


2015. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi terhadap 10 penderita
hipertensi lansia laki-laki sebagai responden menunjukkan bahwa 5 orang
merasa lemas atau kurang tenaga dan mengalami dorongan seksual yang
menurun seiring dengan bertambahnya usia mereka, 3 orang mengalami
masalah tidur dan ereksi yang kurang kuat , dan 2 orang tidak memiliki
7

keluhan. Hal ini menunjukkan bahwa 8 dari 10 responden yang hipertensi


mengalami keluhan dan tanda andropause.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian


tentang “Hubungan Riwayat Hipertensi Dengan Andropause Di Wilayah
Kerja Puskesmas S.Parman Banjarmasin Tahun 2016”

1.2 Rumusan Masalah


Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang memiliki dampak
signifikan terhadap pengembangan andropause pada lansia laki-laki.
Hipertensi menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi kaku
(aterosklerosis), sehingga lama kelamaan lumen pembuluh darah akan
menyempit. Kejadian ini tidak hanya di bagian pembuluh jantung atau otak,
melainkan juga dibagian genital. Akibatnya, aliran darah kegenital berkurang.
Penurunan fungsi dari sistem reproduksi pria seperti gangguan ereksi sangat
mungkin terjadi, yang selanjutnya menyebabkan penurunan kadar hormon
testosteron pada lansia laki-laki.

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitian ini adalah
apakah ada hubungan riwayat hipertensi dengan terjadinya andropause di
wilayah kerja Puskesmas S.Parman Banjarmasin Tahun 2016.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini mengetahui hubungan riwayat hipertensi
dengan terjadinya andropause di wilayah kerja Puskesmas S.Parman
Banjarmasin Tahun 2016.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini antara lain sebagai berikut:
8

1.3.2.1 Mengidentifikasi riwayat hipertensi pada lansia laki-laki


diwilayah kerja Puskesmas S.Parman Banjarmasin Tahun
2016.
1.3.2.2 Mengidentifikasi terjadinya andropause pada lansia laki-laki
diwilayah kerja Puskesmas S.Parman Banjarmasin Tahun
2016.
1.3.2.3 Menganalisis hubungan riwayat hipertensi dengan terjadinya
andropause di wilayah kerja Puskesmas S.Parman
Banjarmasin Tahun 2016.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Peneliti
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan sebagai acuan proses
belajar bagi peneliti dalam menerapkan ilmu yang sudah diberikan
selama masa perkuliahan melalui proses suatu hal yang awalnya tidak
tahu, dilanjutkan dengan melakukan pengumpulan data-data dan
informasi-informasi ilmiah untuk kemudian dikaji, diteliti, dianalisis,
dan disusun dalam sebuah karya tulis ilmiah yang menjadi sebuah
sumber pengetahuan baru yang bermanfaat.
1.4.2 Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi seluruh
mahasiswa Universitas Muhammadiyah Banjarmasin dan dapat
menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya.
1.4.3 Bidang Keperawatan
Penelitian ini memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang
keperawatan, untuk dimanfaatkan sebagai acuan atau pedoman bagi
mahasiswa keperawatan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
1.4.4 Puskesmas
Hasil penelitian ini dapat berfungsi bagi petugas kesehatan Puskesmas
sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan
9

keperawatan dalam hal melakukan pencegahan terhadap hipertensi


dan resiko andropause.

1.4.5 Masyarakat
Dengan penelitian ini diharapkan agar masyarakat mengetahui riwayat
hipertensi dapat menyebabkan terjadinya andropause pada lansia laki-
laki.

1.5 Penelitian Terkait


Penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumya yang terkait dengan
penelitian ini dan dijadikan literature dalam penelitian ini antara lain:
1.5.1 Wiwin Wardiati (2013) Hubungan Menopause Dengan Hipertensi Pada
Usia 45-55 Tahun Di Puskesmas Anjir Pasar Kabupaten Barito Kuala
Tahun 2013.
Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut terletak
pada variabel, sampel,tempat dan waktu penelitian.
a. Variabel bebas penelitian tersebut adalah menopause dan variabel
terikatnya hipertensi,sedangkan variabel bebas penelitian ini
hipertensi dan variabel terikatnya andropause.
b. Sampel penelitian tersebut adalah perempuan, sedangkan sampel
penelitian ini adalah laki-laki.
c. Penelitian tersebut dilakukan di Puskesmas Anjir Pasar Kabupaten
Barito Kuala,sedangkan penelitian ini dilakukan di Puskesmas
S.Parman Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan.
d. Waktu penelitian tersebut pada tahun 2013, sedangkan penelitian ini
pada tahun 2016.

1.5.2. Nuril Arianti (2015) Hubungan Hipertensi Dengan Terjadinya


Demensia Di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin
Tahun 2015.
10

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut terletak


pada variabel, sampel, tempat dan waktu penelitian.

a. Variabel bebas penelitian tersebut adalah Hipertensi dan variabel


terikatnya demensia, sedangkan variabel bebas penelitian ini
hipertensi dan variabel terikatnya andropause.
b. Penelitian tersebut dilakukan di Puskesmas Pekauman Banjarmasin,
sedangkan penelitian ini dilakukan di Puskesmas S.Parman Kota
Banjarmasin Kalimantan Selatan.
c. Sampel penelitian tersebut adalah lansia berjenis kelamin laki-laki
dan perempuan, sedangkan sampel penelitian ini lansia laki-laki.
d. Waktu penelitian tersebut pada tahun 2015, sedangkan penelitian ini
pada tahun 2016.
1.5.2 Wahyu Ati Rahman (2012) Hubungan Manajemen Stress Dengan Tingkat
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas S.Parman Kota Banjarmasin
Kalimantan Selatan.
Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut terletak pada
variabel,sampel dan waktu penelitian.
a. Variabel bebas penelitian tersebut adalah manajemen stress dan
variabel terikatnya hipertensi, sedangkan penelitian ini variabel
bebasnya hipertensi dan variabel terikatnya andropause.
b. Sampel penelitian tersebut adalah semua jenis umur yang
menderita hipertensi, sedangkan sampel penelitian ini lansia laki-
laki yang mengalami hipertensi.
c. Waktu penelitian tersebut pada tahun 2012, sedangkan penelitian
ini pada tahun 2016.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia (Lanjut Usia)

2.1.1 Definisi Lansia (Lanjut Usia)

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak
secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak,
dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan
fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua
orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis
tertentu. Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh
Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi
tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa
ini orang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara
bertahap (Azizah, 2011).

Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 seorang dapat dinyatakan


sebagai jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai
umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah
dari orang lain. UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas
(Azizah, 2011). Usia lanjut dikatan sebagai tahap akhir perkembangan
pada daur kehidupan Indonesia (Artinawati,2014).

2.1.2 Batasan Lansia (Lanjut Usia)

Menurut Aspiani (2014) sampai saat ini belum ada kesepakatan batas
umur lanjut usia secara pasti, karena seorang tokoh psikologis
membantah bahwa usia dapat secara tepat menunjukkan seseorang

11
12

individu tersebut lanjut usia atau belum. Terdapat beberapa pendapat


tentang batasan usia adalah sebagai berikut:

2.1.2.1 Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) dalam Artinawati


(2014) ada empat tahapan:

a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun.


b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) usia >90 tahun.

2.1.2.2 Menurut Depertemen Kesehatan Republik Indonesia


(DepKes RI) dalam Aspiani (2014) membagi lanjut usia
menjadi sebagai berikut:

a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun), keadaan


ini dikatakan sebagai masa virilitas.
b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai masa
presenium.
c. Kelompok usia lanjut (>65 tahun) yang dikatakan sebagai
masa senium.

2.1.3 Proses Menua

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara


perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk melakukan fungsinya dalam
memenuhi kebutuhan dalam hidup. Menua ditandai dengan kulit yang
mengendur, rambut yang memutih, penurunan pendengaran,
penglihatan yang menjadi semakin buruk, sensitivitas emosi.
(Priyoto,2015).

Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia


dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan otot, susunan
saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Pada
13

setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda, baik dalam
hal pencapaian puncak maupun saat menurunnya. Namun umumnya,
fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya umur antara 20-30 tahun.
Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi
tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai
bertambahnya umur (Aspiani,2014).

2.1.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua adalah:

a. Hereditas (keturunan/genetik), yang melibatkan: “jam gen”,


perbaikan DNA, respon terhadap stress dan pertahanan
terhadap antioksidan.
b. Lingkungan, yang melibatkan: pemasukan kalori, penyakit-
penyakit dan stress dari luar (misalnya:radiasi,bahan-bahan
kimia).

2.1.4 Perubahan-Perubahan Pada Lansia

Menurut Azizah (2011), semakin bertambahnya umur manusia, terjadi


proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada
perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik,
tetapi juga kognitif, perasaan, sosial, dan seksual.

Menurut Priyoto (2015) perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia


antara lain:

2.1.4.1 Perubahan Fisik

a. Sel
Lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya,
berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan
intraseluler dan menurunnya proporsi sel di otak, ginjal,
darah dan hati.
b. Sistem Persarafan
14

1) Berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak lansia


berkurang setiap hari).
2) Hubungan persarafan cepat menurun.
3) Lambat dalam respons dan waktu bereaksi,
khususnya dengan stres.
4) Mengecilnya saraf pancaindera, berkurangnya
penglihatan, hilangnya pendengaran.
5) Mengecilnya saraf pencium dan perasa, lebih
sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya
ketahanan terhadap dingin, serta kurang sensitif
terhadap sentuhan.
c. Sistem Pendengaran
1) Presbikusis (gangguan pada pendengaran)
2) Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada
telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau
nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas
umur 65 tahun.
3) Membran timpani menjadi atropi, menyebabkan
otosklerosis. Terjadinya pengumpulan serumen dan
dapat mengeras karena meningkatnya keratin.
Pendengaran semakin menurun pada lanjut usia
yang mengalami ketegangan jiwa/stress.
d. Sistem Penglihatan
1) Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar.
2) Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
3) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi
katarak, jelas menyebabkan gangguan penglihatan.
15

4) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya


adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah
melihat dalam cahaya gelap.
5) Hilangnya daya akomodasi, menurunya lapangan
pandang, berkurang luas pandangannya.
6) Menurunya kemampuan membedakan warna biru
atau hijau pada skala.
e. Sistem Kardiovaskuler
1) Elastisitas dinding aota menurun, katup jantung
menebal dan menjadi kaku.
2) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1%
setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini
menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya.
3) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenisasi.
4) Perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke
berdiri) biasanya menyebabkan tekanan darah
menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing
mendadak).
5) Tekanan darah naik, diakibatkan oleh meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer, sistolik normal
kurang lebih 170 mmHg dan diastolik normal
kurang lebih 90 mmHg.
f. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja
sebagai suatu thermostat, yaitu memetakan suatu suhu
tertentu, kemunduran terjadi karena beberapa faktor yang
mempengaruhi. Hal yang sering ditemui, antara lain
temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis
16

±35 C ini akibat metabolisme yang menurun serta


keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat
memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi
rendahnya aktifitas otot.
g. Sistem Respirasi
Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi
kaku, menurunnya aktifitas dari silia, paru-paru kehilangan
elastisitas, kapasitan residu meningkat, menarik napas lebih
berat, kapasitas pernafasan maksimun menurun dan
kedalaman bernapas menurun. Alveoli ukurannya melebar
dari biasa dan jumlahnya berkurangnya, O2 pada arteri
menurun menjadi 75 mmHg, CO2 pada arteri tidak
berganti, kemampuan untuk batuk berkurang, serta
kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot
pernapasan akan menurun seiring dengan pertambahan
usia.
h. Sistem Gastrointestinal
1) Kehilangan gigi, penyebab utama adanya
periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur
30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi
yang buruk dan gizi yang buruk.
2) Indra pengecap menurun, adanya iritasi yang kronis
dari selaput lendir, atropi indra pengecap (±80%),
hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap di lidah
terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensiitifias
dari saraf pengecapnya.
3) Esophagus melebar.
4) Lambung, rasa lapar menurun (sensitifitas lapar
menurun), asam lambung menurun, waktu
pengobatan menurun.
5) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
17

6) Fungsi absorbs melemah (daya absorbsi terganggu).


7) Liver (hati), makin mengecil dan menurunnya
fungsi sebagai tempat penyimpanan vitamin dan
mineral berkurangnya aliran darah.

i. Sistem Endokrin
1) Produksi dari hampir semua hormon menurun.
2) Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
3) Menurunnya aktifitas tiroid, menurunnya BMR
(Basal Metabolic Rate).
4) Menurunnya daya pertukaran gas, serta menurunnya
sekresi hormon kelamin, misalnya progesteron,
estrogen dan testosterone.
j. Sistem Integumen
1) Pada lansia, kulit akan mengeriput akibat
kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit kasar
dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi,
serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel
epidermis.
2) Mekanisme proteksi kulit menurun, ditandai dengan
produksi serum menurun dan gangguan pigmentasi
kulit.
3) Kulit kepala dan rambut pada lansia akan menipis
berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga
menebal.
4) Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan
dan vaskularisasi.
5) Pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi
keras dan rapuh serta kuku menjadi pudar dan tidak
bercahaya.
k. Sistem Muskuloskeletal
18

1) Pada lansia tulang akan kehilangan densitas


(kepadatan) dan makin rapuh.
2) Terjadi Kifosis.
3) Pergerakkan pinggang, lutut dan jari-jari
pergelangan terbatas.
4) Diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek
(tinggi menjadi berkurang).
5) Persendia membesar dan menjadi kaku, tendon
mengerut dan mengalami skelerosis. Terjadi atropi
serabut otot (otot-otot serabut mengecil) sehingga
pergerakan menjadi lambat otot-otot menjadi kram
dan tremor.
l. Sistem Urogenitalia
1) Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa
metabolisme tubuh, melalui urin darah yang masuk
ke ginjal, disaring oleh satuan (unit) terkecil dari
ginjal yang disebut nefron (tepatnya di glomerulus).
Nefron mengecil dan menjadi atropi, aliran darah ke
ginjal menurun sampai 50%, fungsi tubulus
berkurang akibatnya berkurangnya kemampuan
mengkonsentrasikan urin.
2) Otot vesika urinaria (kandung kemih) menjadi
lemak, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau
menyebabkan frekuensi urin meningkat, vesika
urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia
sehingga mengakibatkan meningkatnya retensi
urine. Pembesaran prostat +75% dialami oleh pria
usia diatas 65 tahun.
3) Terjadi atropi vulva serta vagina pada wanita yang
mengalami proses penuaan, tidak ada batasan umur
tertentu fungsi seksual seorang berhenti, frekuensi
19

sexual intercoource cenderung menurun secara


bertahap setiap tahun tetapi kapasitas untuk
melakukan dan menikmati berjalan terus sampai
tua.

m. Sistem Reproduksi dan Seksualitas


Perubahan sistem reproduksi wanita dan pria lansia dalam
Aspiani (2014) yaitu:
1) Terjadinya atropi payudara
2) Selaput Lendir vagina menurun, permukaan menjadi
halus, sekresi menjadi berkurang, reakasi sifatnya
menjadi alkali dan terjadi perubahan warna.
3) Involusi ovarium dan uterus.
4) Penipisan dinding vagina dan hilangnya elastisitas
5) Pada wanita lansia produksi estrogen dan
progesteron oleh ovarium menurun.
6) Pada pria, testis masih dapat memproduksi
spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara
berangsur-angsur.
7) Pada pria lansia penis dan testis menurun ukurannya
dan kadar androgen berkurang.
8) Dorongan seksual menetap sampai usia 70 tahun
(asal konsidi kesehatan baik).

Menurut Priyoto (2015) Hasil penelitian menyebutkan


bahwa 90% gangguan aktivitas seksual pada lansia
disebabkan oleh faktor psikologis (psikoseksual),
walaupun pengaruh psikologis cukup besar, ternyata
pengaruh fisik semakin tinggi pada lansia semakin tua
usia seseorang, penyebab fisik dapat lebih besar
20

daripada penyebab psikologis. Pengaruh umum penuaan


pada fungsi seksual pria pada lansia antara lain:

1) Ereksi penis memerlukan waktu lebih lama dan


mungkin tidak sekeras sebelumnya. Perangsangan
langsung pada penis sering kali diperlukan.
2) Ukuran testis tidak bertambah, elevasinya lambat
dan cenderung turun.
3) Terjadi penurunan sirkulasi testosteron.
4) Penurunan pada fungsi ejakulasi sulit untuk
disembuhkan.
5) Dorongan seksual jarang terjadi pada pria diatas 50
tahun.
6) Tingkat orgasme menurun dan hilang.
7) Kekuatan ejakulasi menurun sehingga organisme
kurang semangat.
8) Ejakulasi selama organisme terdiri satu atau dua
kontraksi pengeluaran, sedangkan pada orang yang
lebih muda dapat terjadi empat kontraksi besar dan
di ikuti kontraksi kecil sampai beberapa detik.
9) Ejakulasi semen di keluarkan tanpa kekuatan penuh
dan mengandung sedikit sel sperma. Meskipun
tingkat kesuburan menurun tidak berarti lansia
menjadi mandul.
10) Penurunan tonus otot menyebabkan spasme pada
organ genital eksterna yang tidak biasa. Frekuensi
kontraksi sfingter ani selama orgasme menurun.
11) Setelah ejakulasi, penurunan ereksi dan testis lebih
cepat terjadi.
12) Kemampuan ereksi kembali setelah ejakulasi
membutuhkan waktu yang semakin lama, pada
umumnya dua belas sampai empat puluh delapan
21

jam setelah ejakulasi. Ini berbeda pada orang muda


yang hanya membutuhkan beberapa menit saja.

Pengaruh penuaan pada fungsi seksual wanita lansia


antara lain:

1) Lubrikasi vagina memerlukan waktu yang lebih


lama.
2) Pengembangan dinding vagina berkurang.
3) Dinding vagina menjadi tipis dan mudah terjadi
iritasi.
4) Selama hubungan seksual, dapat terjadi iritasi
pada dinding uretra dan kandung kemih.
5) Sekresi vagina kurang keasamannya,
meningkatkan resiko terjadi infeksi.
6) Penurunan elevasi uretra.
7) Atrofi labia mayora dan ukuran klitoris menjadi
menyusut dan turun.
8) Fase orgasme menjadi lebih pendek.
9) Fase resolusi muncul lebih cepat.
10) Kemampuan multipel orgasme masih baik.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa orang lanjut


usia yang menikah ternyata lebih bahagia hidupnya dan
lebih sehat. Cinta, keromantisan, sensualtitas dan
seksualitas pada lansia pada dasarnya tidak mengalami
perubahan. Artinya kemampuan seksual para lansia
harus dijaga dengan tetap melakukan aktivitas seksual
sehinggan tidak menghilang. Hal ini tentunya
disesuaikan dengan kondisi kesehatan masing-masing
lansia. Sepanjang tidak membahayakan kesehatan,
22

maka aktivitas seksual masih dapat terus dilakukan


mesti telah memasuki masa usia lanjut (Indriana,2012).

Kemampuan seksual pada lansia memang mengalami


penurunan. Pada pria lansia mengalami perubahan
psikologis dalam respon seks, seperti mengalami
kelambatan dan kelemahan dalam berereksi, ada
penurunan kualitas dan kekuatan dalam berejakulasi ,
kurang bisa menikmati orgasme, memerlukan lebih
banyak stimulasi untuk berorgasme , dan perlu waktu
lama untuk berereksi. Pada wanita, hormon estrogen
menurun, servix dan uterus mengecil, dinding vagina
menipis sehingga bisa merasakan sakit dan panas saat
melakukan hubungan seksual.Pada pria, hormon
testosteron menurun, sperma sedikit dan ejakulasi
berkurang (Indriana,2012).

Aktivitas seksual mungkin terbatas karena


ketidakmampuan spesifik. Pengaruh psikososial dari
ketidakmampuan pada umumnya mempunyai pengaruh
yang lebih negatif pada fungsi seksual daripada
gangguan fisik akibat ketidakmampuan itu sendiri.
Beberapa penyakit dihubungkan dengan penurunan
daya tahan atau nyeri dapat menyebabkan ketakutan
dan menghalangi dorongan seksual. Ketakutan dan
persepsi negatif ini harus diatasi sehingga lansia dapat
menikmati kehidupan atau hubungan seksualnya
(Priyoto,2015).

2.1.4.2 Perubahan Psikologis


23

Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory,


frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut
menghadapi kematian,perubahan keinginan, depresi dan
kecemasan (Maryam et al,2008).

Masalah psikologis pertama yang dialami oleh golongan lansia


ini adalah mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses
menua yang mereka hadapi, antara lain kemunduran badaniah
atau dalam kebingungan dalam memikirkannya. Stereotipe
psikologis lansia biasanya sesuai dengan pembawaanya pada
waktu muda (Priyoto,2015).

2.1.4.3 Perubahan Psikososial

Lansia yang sehat secara psikososial dapat dilihat dari


kemampuan beradaptasi terhadap kehilangan fisik, sosial dan
emosional serta mencapai kebahagiaan, kedamaian dan
kepuasan hidup. Ketakutan mejadi tua dan tidak mampu
produktif lagi memunculkan gambaran yang negatif tentang
proses menua (Fatimah,2010).

2.1.4.4 Perubahan Mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental lansia


menurut Aspiani (2014) adalah :

a. Perubahan fisik terutama organ-organ perasa.


b. Kesehatan umum.
c. Tingkat pendidikan.
d. Keturunan (herediter)
e. Lingkungan.

Perubahan kepribadian yang drastis jarang terjadi, Lebih sering


berupa ungkapam yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan
mungkin karena faktor-faktor lain seperti penyakit.
24

2.2 Konsep Andropause

2.2.1 Definisi Andropause

Andropause adalah suatu keadaan pria yang berumur diatas tengah


baya yang mempunyai keluhan, gejala, tanda yang menyerupai
menopause pada wanita. Istilah andropause berasal dari bahasa
Yunani, Andro artinya pria sedangkan Pause artinya penghentian.
Berbeda dengan wanita yang mengalami menopause secara
mendadak, pada pria proses andropause ini terjadi secara perlahan-
lahan (Wahyunita dan Fitriah,2010).

Menurut Setiawan (2010) Banyak istilah yang dipakai para ahli untuk
keluhan yang mirip dengan menopause ini, antara lain :
a. Klimakterum pada pria,
b. Viropause
c. PADAM (Partial Androgen Deficiency in Aging Men),
d. PTDAM (Partial Testosteron Deficiency in Aging Men),
e. Andropause (untuk defisiennsi testosteron),
f. Adrenapouse (untuk defisiensi dehydroepiandrosteron (DHEA)
dan dehydroepiandrosteron sulphate (DHEAS)),
g. Somatopause (untuk defisiensi Growth Hormone (GH) dan Insulin
like Growth Factor-1 (IGF-1)),
h. Low Testosteron Syndrome .

Beberapa ahli masih memperdebatkan digunakannya istilah


andropause pada pria karena tidak ada proses fisiologi yang terhenti.
Pada kaum pria, sepanjang hayatnya hormon testosteron tetap
diproduksi meski kadarnya semakin menurun dengan bertambahnya
25

usia. Sejumlah ahli lebih sepakat untuk menggunakan istilah PADAM


(Partial Androgen Deficiency in Aging Male). Istilah ini lebih tepat
karena menjelaskan bahwa pengurangan kadar testosteron hanya
terjadi sebagian, bukan seluruhnya. Tetapi, penurunan kadar
testosteron pada pria sudah dikenal dengan istilah andropause
sehingga istilah ini tetap diterima sebagai istilah baku yang paling
sering digunakan, dan sudah diketahui umum (Hermawati,2009).

Secara medis,andropause ini dinyatakan sebagai hilangnya fungsi


testis, yang diasumsikan sebagai berkurangnya jumlah serum
testosteron pada pria yang disebabkan oleh semakin meningkatnya
umur pria tersebut (Saryono,2010).

Selama proses penuaan normal pada pria, terdapat penurunan 3 sistem


hormonal yaitu hormon tostesterone dehydroepiandrosteron (DHEA),
dehydroepiandrosteron sulphate (DHEAS), Insulin Growth Factor
(IGF), dan Growth Hormon (GH) (Indrayanto,2009). Diantara
hormon-hormon tersebut, pengaruh dari perubahan jumlah testosteron
dalam tubuh adalah yang paling banyak diteliti dan diketahui.

2.2.2 Fisiologi Andropause

Walaupun istilah andropause ditujukan pada pria usia lanjut, tetapi


gejala yang sama juga terjadi pada pria berusia lebih muda yang
mengalami kekurangan hormon androgen. Jadi masalahnya bukan
pada usia saja, melainkan pada menurunnya kadar hormon androgen
(Testosteron) (Pangkahila,2007).

Testis menghasilkan beberapa hormon seks pria yang bersama-sama


dinamakan androgen. Tiga androgen penting untuk reproduksi pria
26

adalah testosteron, dehidrostestosteron dan estradiol. Bila dipandang


dari jumlahnya, maka testosteron merupakan androgen yang paling
penting (Sudharma,2012). Salah satu diantaranya testosteron yang
lebih banyak dan lebih kuat dari yang lain, serta bertanggung jawab
pada efek hormon pria. Fungsi tostesteron pada organ seks pria antara
lain memproduksi sel sperma, bertanggung jawab untuk
perkembangan karakteristik sekunder, meningkatkan dorongan seks,
dan pada tulang meningkatkan lonjakan pertumbuhan masa pubertas
serta merangsang penutupan lempeng epifisis. Testosteron dibentuk
oleh sel interstisial Leydig yang terletak pada interstisial antara
tubulus seminalis (Syaifuddin,2011).

Produksi testosteron pada pria dimediasi oleh aksis hipotalamus,


hipofisis dan gonad. Sekresi gonadotropin releasing hormone (GnRH)
berasal dari hipotalamus yang menstimulasi kelenjar hipofisis anterior
untuk mengeluarkan luteinizing hormone (LH), yang mengaktivasi
sel-sel testikular leydig untuk memproduksi testosterone. Jika terjadi
peningkatan konsentrasi testosteron akan menghambat sekresi GnRH
melalui mekanisme umpan balik. GnRH juga menstimulasi
pengeluaran dari follicle stimulating hormone (FSH)
(Hermawati,2009). FSH juga disekresi oleh sel-sel kelenjar hipofisis
anterior dan berfungsi menstimulasi sel-sel sertoli. Tanpa stimulasi
ini, perubahan spermatid menjadi sperma (spermiasi) tidak akan
terjadi (Saryono,2010).

Menurut Guyton dan Hall (1997) dalam Umam (2010) nilai rujukan
normal testosteron totsl pada pria adalah 300-1000 ng/dl. Menurut
Molina (2006) dalam Sudharma (2012) 54% testosteron terikat pada
albumin, 44% terikat pada SHBG (Sex Hormone Binding Globulin)
dan sekitar 2% berada dalam bentuk bebas.
27

Bioavailabilitas testosteron mengacu pada bentuk ikatan non SHBG


termasuk tostesteron bebas dan tostesteron yang terikat lemah pada
albumin. Bioavailabilitas testoteron ini merupakan fraksi biologis
yang aktif. Antara umur 40-70 tahun, kadar testosteron bebas menurun
rata-rata 1% per tahun. Penurunan ini semakin diperjelas dengan
kenaikan konsentrasi SHBG kira-kira 1,2% per tahun. Oleh karena
jumlah dari testosteron-binding site pada SHBG meningkat, fraksi
hormon bebas turun. Sebagai akibat dari penurunan fungsi sel-sel
leydig, dan sensitivitas aksi hipotalamus, hipofisis, dan gonad, pria
yang menua cenderung tidak dapat mengkompensasi penurunan
sirkulasi dari testosterone ini (Hermawati,2009).

Proses fisiologis penurunan testosteron pada pria yang mengalami


penuaan berkaitan dengan perubahan terjadi pada:

2.2.2.1 Sentral (Hypothalamo-Pituitary Level)

Beberapa studi menyebutkan bahwa terjadi penuruan massa sel


neuron yang menghantarkan impuls untuk GnRH
(gonadotropin Releasing Hormone) seiring dengan
pertambahan usia. Sehingga sekresi GnRH menurun, hal ini
menyebabkan berkurangnya ritme sirkardian dan kadar
testosteron.
2.2.2.2 Perifer
Terjadi perubahan pada testis. Secara histologis (gambaran
mikroskopik) terbukti pada pria menua, jumlah sel ledyg
menurun. Hal ini juga berpengaruh pada perfusi testis dan
menurunnya respon steroid terhadap stimulasi dari beta HCG
(human chorionic gonadotropin) atau LH (luteinizing
hormone) sehingga produksi testosteron berkurang. Terjadi
perubahan juga pada blood-hormone binding protein. Sejalan
dengan pertambahan usia, jumlah protein carier pengikat
28

testosteron yang dikenal denga SHBG (Sex Hormone Binding


Globulin) meningkat pula. Hal ini menyebabkan jumlah
testosteron bebas berkurang (Verma et al,2006).

Mekanisme terjadinya andropause adalah karena penurunan fungsi


dari sistem reproduksi pria, yang selanjutnya menyebabkan penurunan
kadar hormon testosteron sampai dengan dibawah angka normal
(Saryono,2010).

2.2.3 Gejala Andropause

Menurut Tan (2001) dalam Setiawan (2010), gejala dan keluhan yang
timbul pada pria andropause bersifat kompleks. Gejala dan keluhan
tersebut meliputi:

2.2.3.1 Aspek Vasomotor


Gejala dan keluhan yang timbul antara lain gejolak panas,
berkeringat, susah tidur (insomnia) dan rasa gelisah dan takut.
2.2.3.2 Aspek Fungsi Kognitif dan Suasan Hati

Gejala dan keluhan yang timbul antara lain mudah lelah


menurunnya motivasi, berkurangnya ketajaman mental atau
intuisi, keluhan depresi, dan hilangnya rasa percaya diri.

2.2.3.3 Aspek Virilitas

Gejala dan keluhan yang timbul antara lain menurunnya


kekuatan dan berkurangnya tenaga dan masa otot, kehilangan
bulu-bulu seksual tubuh, penumpukan lemak pada daerah
abdominal serta osteoporosis.
2.2.3.4 Aspek Seksual

Gejala dan keluhan yang timbul antara lain menurunnya minat


terhadap seksual atau libido, perubahan tingkah laku dan
29

aktifitas seksual, kualitas orgasme menurun, berkurangnya


kemampuan ereksi, berkurangnya kemampuan ejakulasi dan
menurunnya volume ejakulasi.

2.2.4 Faktor-faktor yang Menyebabkan Andropause

Proses tejadinya andropause berlangsung sangat lambat sehingga


terkadang tidak menimbulkan gejala. Gejala dan keluhan baru timbul
jika ada faktor-faktor lain yang menmbuat penurunan hormon
(Wahyunita dan Fitrah,2010).

2.2.4.1 Faktor internal

Pengaruh internal bisa dari dalam tubuhnya sendiri atau faktor


genetik. Terjadi karena adanya perubahan hormon atau
organik, Juga bisa karena sudah mengidap penyakit tertentu
yang disebut sindroma metabolik seperti kolesterol tinggi,
obesitas, kencing manis, dan darah tingi (hipertensi)
(Hermawati,2009).
Menurut Setiawan (2010) faktor organik yang berperan dalam
terjadinya andropause yaitu adanya perubahan hormonal. Pada
pria yang telah mengalami penuaan, perubahan hormonal yang
terjadi antara lain:
a. Hormon Testosteron
Testosteron adalah zat androgen utama yang tidak hanya
diproduksi oleh testis, tapi juga oleh ovarium pada wanita
dan kelenjar adrenal.
Produksi testosteron di mulai di kelenjar hipotalamus yang
terletak di daerah otak. Karena rangsangan tertentu, tubuh
akan mengaktifkan hipotalamus untuk mengeluarkan suatu
zat yang di sebut Gonadotropin Releasing Hormon
(GnRH), setelah GnRH dirilis ke dalam aliran darah,
pembuluh darah membawa hormon tersebut ke kelenjar
30

pituitari, di kelenjar pituitari, GnRH mengaktifkan


kemampuan kelenjar pituitari untuk menghasilkan
gonadotropin yang di sebut folicle stimulating hormone dan
luteinizing hormon dan memasukkannya kedalam aliran
darah. Setelah dalam aliran darah folicle stimulating
hormone dan luteinizing hormone melakukan perjalanan
baik ke testis laki-laki atau indung telur wanita. Dalam
testis, hormon tersebut mengaktifkan sel-sel testis yang
disebut sel Leydig untuk mensintesis kolesterol sebagai
bahan dasar pembentuk hormon testosteron. Testosteron
kemudia dilepaskan ke dalam aliran darah untuk melakukan
tugas yang telah ditetapkan hipotalamus.
Dalam keadaan normal, kira-kira hanya 2% hormon
testosteron berada dalam bentuk bebas (tidak terikat),
sisanya terikat pada Sex Hormone Binding Globulin
(SHBG), dan hanya sedikit yang terikat pada albumin sert
cortisol-binding globulin. Sedangkan yang menunjukkan
bioavailabilitas testosteron ialah yang memiliki bentuk
bebas dan terikat pada albumin, bukan yang terikat pada
SHBG. Pada usia lanjut terdapat penurunan jumlah
testoteron bebas dan bioavailabilitasnya, seiring dengan
meningkatnya SHBG.
Menurut Richard (2002) dalam Umam (2010) Nilai rujukan
normal testosteron adalah 300-100 ng/dl ,
Kondisi yang dapat mepengaruhi penurunan kadar hormon
testosteron ialah penuaan, keturunan, peningkatan BMI,
stress fisik maupun psikis, dan atrofi testis akibat trauma,
orchitis, serta varikokel. Sedangkan kondisi yang
mepengaruhi peningkatan SHBG, sehingga dapat
mempengaruhi jumlah testosteron bebas adalah obat-
obatan, adapun obat yang dapat meningkatkan SHBG antara
31

lain estrogen, obat anti epilepsi, serta golongan barbiturate.


Selain itu SHBG dapat meningkat akibat penurunan Insulin
Growth Factor-1 (IGF-1) dan orang yang memiliki
kebiasaan merokok.

b. Hormon dehydroepiandrosteron (DHEA) dan


dehydroepiandrosteron sulphate (DHEAS)
Hormon DHEA dan DHEAS merupakan hormon yang
berbentuk steroid C-19 dan merupaka steroid terbesar dalam
tubuh manusia. Hormon ini terutama disekresi oleh zona
reticularis kelenjar adrenal. Dalam darah, hormon ini
terutama berbentuk ikatan dengan sulfat disebut sebagai
dehydroepiandrosteron sulfat (DHEAS). Konsentrasi
DHEAS dalam darah kira-kira 300-500 kali konsentrasi
DHEA. Sekresi DHEAS selain oleh kelenjar adrenal,
sebagain kecil dari konversi DHEA jaringan perifer.
Hormon DHEAS, terutama akan dimetabolisir menjadi
DHEA, kemudia berubah lagi menjadi androstenedion,
kemudia akhirnya menjadi testosteron. Sisanya sebagian
kecil akan dimetabolisir menjadi androstenediol sulfat tanpa
kehilangan gugus sulfatnya atau sebaliknya. DHEA dalam
sirkulasi kebanyakan berasal dari DHEAS dan sebagian
kecil berasal dari kelenjar adrenal. DHEA yang berasal dari
sirkulasi sebagian besar terikat albumin, sisanya pada
SHBG (Sex Hormone Binding Globulin) dan dalam bentuk
bebas. Puncak kadar DHEA atau DHEAS ialah pada umur
20-30 tahun. Berikutnya mulai terjadi penurunan secara
perlahan-lahan dengan kecepatan kira-kira 2% per tahun.
c. Faktor Psikogenik
Faktor psikogenik yang sering dianggap dapat mendorong
timbulmnya keluhan andropause antara lain pensiun,
32

penolakkan terhadap kemunduran dan stress tubuh atau


fisik. Untuk mekanisme pasti mengenai hubungan berbagai
gangguan psikologis dalam terjadinya berbagai keluhan pria
andropause, belum begitu jelas. Akan tetapi berbagai
gangguan psikologis tersebut dapat menurunkan kadar
testosteron dalam darah perifer.

2.2.4.2 Faktor Eksternal atau Lingkungan

Pengaruh eksternal bisa didapat dari faktor lingkungan yang


tidak lagi kondusif. Dapat bersifat fisik seperti kandungam
bahan kimia bersifat estrogenik yang sering digunakan dalam
bidang pertanian, pabrik dan rumah tangga (Hermawati,2009).
Faktor lingkungan yang berperan dalam terjadinya andropause
ialah adanya perncemaran lingkungan yang bersifat kimia,
psikis, dan faktor diet atau makanan. Faktor yang bersifat
kimia yaitu pengaruh bahan kimia yang bersifat estrogenic.
Bahan kimia tersebut antara lain asam sulfur, difocol,
peptisida, insektisida, herbisida dan pupuk kimia. Efek
estrogenik yang ditimbulkan dari bahan-bahan tersebut dapat
menyebabkan penurunan hormon testosteron Sedangkan faktor
psikis yang berperan yaitu kebisingan dan perasaan tidak
nyaman, sering terpapar sinar matahari dan polusi yang bisa
menyebabkan stres (Setiawan,2010). Gaya hidup tak sehat juga
ditengarai dapat mempengaruhi gejala andropause, misalnya
merokok, suka begadang, dan pola makan yang tak seimbang
(Isnawati,2008).

2.2.5 Perubahan Fungsi Tubuh Andropause

Menurut Setiawan (2010) Pada pria andropause, akibat adanya


penurunan hormon-hormon testosteron, DHEA atau DHEAS,
33

melatonin, GH, dan IGF-1, serta peningkatan prolaktin menyebabkan


tanda ataau perubahan fungsi tubuh yang dapat dibagi menjadi:

2.2.5.1 Terpengaruh sangat nyata dan lengkap


a. Kelenjar seks aksesoris
Epididimis, kelenjar prostat, dan kelenjar vesikula
seminalis akan menurunkan fungsi sekresi dan fungsi
imunologiknya dengan menurunnya hormon testosteron.
b. Otot levator ani
Pada penurunan hormon testosteron, otot ini akan
mengecil sehingga mengakibatkan kualitas ereksi akan
berkurang.
2.2.5.2 Terpengaruh secara parsial
a. Ginjal
Pengaruh langsung dari penurunan hormon testosteron
terhadap ginjal sampai saat ini belum jelas, tetapi eskresi
kalsium dan phospor tampak jelas meningkat sejalan
dengan menurunnya hormon androgen.
b. Hati
Pada penelitian lanjut, testosteron dapat menstimulasi
sintesa protein mikrosom hati melalui mekanisme reseptor
independen. Penelitian menunjukkan bahwa jaringan hati
secara gradual berkurang dan kehilangan kemampuan
responsive terhadap androgen seiring terjadinya proses
penuaan.
c. Jantung
Pada jantung hormon tostesteron dapat menyebabkan arteri
koronaria menjadi vasodilatasi. Pada keadaan dimana
hormon testosteron rendah, terjadi peningkatan
34

aterosklerosis. Kondisi hipotestosteron berkorelasi dengan


menurunnya aktivitas fibrinolisis dan penurunan HDL-C,
sehinggan penurunan testosteron mungkin merupakan
faktor resiko terjadinya infrak miokardium. Penurunan
hormon ini juga dapat meningkatkan resiko diabetes,
hiperglikemi, hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia,
hipertensi, dan peningkatan faktor VII sebagai faktor
thrombosis. Selain dipengaruhi oleh hormon testosteron,
jantung sangat terpengaruh oleh adanya penurunan hormon
DHEA yang sangat tinggi dapat bersifat protektif terhadap
Coronary Artery Disease (CAD).
d. Tulang
Efek penurunan hormon testosteron terhadap tulang dapat
menyebabkan terjadinya osteoporosis. Osteoporosis yang
terjadi, selain diakibatkan oleh penurunan hormon
testosteron, juga berhubungan nyata dengan peningkatan
hormon prolaktin pada usia lanjut.
Insidensi terjadinya osteoporosis pada pria lebih sedikit
dibandingkan pada wanita dan penelitian epidemiologi
osteoporosis pada pria masih sedikit dilakukan, namun
telah dibuktikan bahwa resiko osteoporosis fraktur
proksimal femur pada pria lanjut usia berhubungan dengan
rendahnya massa tulang pada pemeriksaan Bone Mineral
Density (BMD), kelemahan otot Quadriceps Femoris,
tubuh ramping, berat badan rendah, penurunan berat badan,
penurunan testosteron, merokok, dan mengkonsumsi
alkohol secar berlebihan.
e. Sumsum tulang
Penurunan androgen pada testis (testosteron) maupun
kelenjar adrenal (DHEAS) biasanya disertai penurunan
produksi sumsum tulang (hematopoesis).
35

f. Kelenjar ludah
Pada pria andropause dengan adanya penurunan hormon
testosteron, sekresi kelenjar ludah menjadi menurun,
sehingga dapat menimbulkan kesulitan menelan.

g. Kulit, kelenjar sebasea, dan deposisi lemak


Perubahan kulit yang tampak pada pria antara lain kulit
menjadi kering, timbulnya kerutan pada dahi dan muka,
pelupuk mata bawah berubah menjadi kantung atau lebah
menggantung, lemak menumpuk dan menggelembung
pada bawah dagu, sekitar leher dan perut, serta timbulnya
lipatan kulit antara pantat dan paha.
h. Otot
Oleh karena testosteron mempunyai aktifitas myotropik
(perkembangan otot) maka dengan penurunan testosteron,
semua perkembangan, pertumbuhan dan pergantian sel otot
menjadi berkurang. Akibatnya otot menjadi mengecil
(sarcopenia) dan kekuatannya juga berkurang. Perubahan
ini juga dipengaruhi oleh IGF-1 dan DHEAS.
i. Rambut
Sinyal awal dari penuaan ialah rambut menjadi tipis dan
beruban. Akan tetapi faktor keturunan cukup banyak
berperan dalam penipisan dan timbulnya uban.
j. Rambut seks skunder
Pada pria andropause terjadi perubahan pada rambut
genetalia dan ketiak. Dimana rambut genetalia dan ketiak
menjadi berkurang.

2.2.5.3 Terpengaruh Terbalik (Reverse Influence)


36

Organ seperti kelenjar thymus, lien, kelenjar adrenal dan


lymphomodi tidak mengalami atrofi, akan tetapi sebaliknya
mengalami proliferasi menjadi lebih besar.
2.2.5.4 Perubahan struktur dan fungsi sel spesifik

Penurunan hormon-hormon testosteron, DHEA dan DHEAS


akan dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi sel
yang sangat spesifik yaitu sel otak yang melibatkan system
limbic, system persyarafan, dan penis. Perubahan tersebut
menjurus pada penurunan fungsi fisiologis dari sel-sel spesifik.
Perubahan yang dapat terdeteksi dan dapat diamati yaitu:
a. Berkurangnya libido dan perubahan tingkah laku seksual,
b. Berkurangnya ketajaman mental dan ituisi,
c. Berkurangnya kemampuan ereksi.

2.2.6 Diagnosa Andropause


Dalam mendiagnosa andropause ada dua pendekatan yang dapat
dilakukan, yaitu aspek biokimia dan dari aspek klinis (Verma et
al,2006)
2.2.6.1 Dari aspek biokimia menurut Hermawati (2009) dalam
mendiagnosa andropauase antara lain:

a. Perubahan hormonal, dengan pemeriksaan laboraturium


mengukur kadar testosteron serum, total testosteron,
testosteron bebas, SHBG, DHEA, dan DHEAS. Dari
pemeriksaan biokimia dapat dilakukan pemeriksaan total
serum testosteron. Bila nilainya dibawah 300 nmg/dl
pasien dinyatakan hipogonad. Bila nilai total serum
testosteron normal, maka harus dilakukan pemeriksaan
lanjut terhadap kadar testosteron bebas atau bioavailable
testosteron (testosteron bebaas ditambah yang terikat pada
albumin), bila ada kecurigaan klinis andropause. Karena
37

kadar testosteron total dapat menjadi normal pada orang


tua bila kadar SHBG meningkat.

2.2.6.2 Dari pendekatan klinis telah digunakan beberapa tes dalam


penelitian maupun epidemiologi untuk membantu deskripsi
berbagai gejala yang berhubungan dengan penuaan pada pria
antara lain:

a. ADAM (Androgen Deficiency in Aging Men) Test


Untuk mempermudah diagnosa andropause, bagian geriatri
Universitas St.Louis Adam dari Canada membuat 10
pertanyaan berdasarkan yang sering dirasakan oleh
penderita (Saryono,2010). Di gunakan daftar pertanyaan
mengenai gejala-gejala hipoandrogen. ADAM test memuat
10 pertanyaan tentang gejala andropause, “ya/tidak” yang
dijawab oleh subjek penelitian. Bila menjawan “ya” untuk
pertanyaan 1 dan 7 atau ada 3 jawaban “ya” selain nomor
tersebut, maka kemungkinan besar pria tersebut mengalami
andropause. Sepuluh daftar pertanyaan ADAM dari
St.Louis ini terbukti mempunyai sensitivitas 88% dan
spesifitas 60% serta akan mengenal andropause
simptomatik pada sebagian besar kasus (Hermawati,2009).
b. AMS (Aging Male Symptoms) Test
terdapat pula AMS test yang dikembangkan oleh peneliti
dari Jerman. Jumlah pertanyaan 17 buah mencakup ranah
gangguan psikologis, somatik, dan seksual. AMS skala
awalnya dikembangkan & distandarisasi di Jerman sesuai
dengan aturan untuk tes psikometri. Skala ini pertama kali
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris (berlaku juga untuk
Amerika Utara). Setelah itu, AMS diterjemahkan ke dalam
berbagai bahasa termasuk Belanda, Perancis, Flemish,
38

Finlandia, Indonesia, Italia, Jepang, Korea, Thailand (dalam


proses), Portugis, Rusia, Spanyol, dan Swedia. Sebagian
besar dari mereka menggunakan dalam penelitian klinis.
Skala AMS adalah kuesioner yang berisi 17 pertanyaan,
terdapat jawaban dalam bentuk kategori dalam semua 17
pertanyaan yang diberikan yaitu tidak ada, ringan, sedang,
berat, dan sangat berat semua kategori itu mempunyai poin
tersendiri dalam penilaian (Hermawati,2009).
c. Dinilai dan dilihat dari keluhan yang dialami oleh pria
lansia
Disamping itu terdapat keluhan lain yang dapat
menyakinkan bahwa pria tersebut menderita andropause,
keluhan tambahan tersebut antara lain disphoria, anxietas
(kecemasan), ketakutan yang tidak beralasan dan merasakan
ketidakmampuan dan perasaan-perasaan lain yang negatif.
Selain itu berdasarkan alloanamnesa dengan keluarga atau
saudara terdapat pula perubahan tingkah laku dan mental
psikologik (Saryono,2010).

2.3 Konsep Riwayat Hipertensi


2.3.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi atau penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana
seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang
ditunjukkan oleh angka sistolik (bagian atas) dan angka diastolik
(bagian bawah) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat berupa
cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital
(Pudiastuti,2013). Batas normal tersebut 120/80 mmHg, yang berarti
tekanan sistolik 120 mmHg dan tekanan diastolik 80 mmHg. (Susilo
dan Wulandari,2011).
Hipertensi merupakan suatu peningkatan tekanan darah dalam arteri.
Hipertensi di definisikan sebagai tekanan darah persisten dengan
39

tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90


mmHg (Widyanto dan Triwibowo,2013).

Hipertensi sering disebut sebagai the silent disease. Umumnya


penderita tidak mengetahui dirinya terkena hipetensi sebelum
memeriksakan tekanan darahnya. Hipertensi adalah suatu peningkatan
tekanan darah di dalam arteri yang menyebabkan meningkatnya risiko
terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan
kerusakan ginjal. Penyakit yang diam-diam mematikan ini ternyata
sampai saat ini telah menyerang lebih dari 1 miliar orang diseluruh
dunia. Menurut beberapa sumber jumlah ini diperkirakan naik menjadi
1,5 miliar pada tahun 2025 (Saryono,2010).

2.3.2 Etiologi Hipertensi

Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi hipertensi primer


dan sekunder. Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk kedalam
kelompok ini, sedangkan prevalensi hipertensi sekunder hanya 5-8%
dari seluruh penderita hipertensi (Pudiastuti,2013).

Menurut Widyanto dan Triwibowo (2013) berdasarkan penyebabnya


hipertensi dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu:

2.3.2.1 Hipertensi esensial (hipertensi primer)


Sekitar 90-95% penderita hipertensi adalah hipertensi primer.
Hipertensi primer biasanya dimulai sebagai proses labil
(intermiten) pada individu pada akhir 30-an dan awal 50-an
yang secara bertahap akan menetap. Hipertensi primer secara
pasti belum diketahui penyebabnya. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa hipertensi primer dini didahului oleh
peningkatan curah jantung, kemudian menetap dan
40

menyebabkan peningkatan tahapan tepi pembuluh darah total.


Gangguan emosi,obesitas, konsumsi alkohol yang berlebih,
rangsang kopi yang berlebih, rangsang konsumsi tembakau,
obat-obatan, dan keturunan berpengaruh pada proses terjadinya
hipertensi primer.
2.3.2.2 Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan
karena gangguan pembuluh darah atau organ tertentu. Secara
sederhananya, hipertensi sekunder disebabkan karena adanya
penyakit lain. Berbeda dengan hipertensi primer, hipertensi
sekunder sudah diketahui penyebabnya seperti disebabkan oleh
penyakit ginjal, penyakit endokrin, obat dan lain sebagainya.
a. Parenkim ginjal
Permasalahan pada ginjal yang menyebabkan kerusakan
parenkim akan menyebabkan hipertensi. Kondisi
hipertensi yang ditimbulkan akan semakin memperparah
kondisi kerusakan ginjal. Sekitar 80% penderita hipertensi
pada anak-anak disebabkan oleh penyakit ginjal.
b. Hipertensi renovaskular
Hipertensi renovaskular menyebabkan gangguan dalam
vaskularisasi darah ke ginjal seperti arterosklerosis.
Penurunan pasokan ginjal akan menyebabkan produksi
renin pisilateral dan meningkatkan tekanan darah, sering
diatasi secara farmakologis dengan ACE inhibitor.
Hipertensi pada kehamilan termasuk dalam hipertensi
renovaskular ini.
c. Endokrin
Gangguan aldosteronisme primer akan berpengaruh
terhadap hipertensi. Tingginya kadar aldosteron dan
rendahnya kadar renin mengakibatkan kelebihan natrium
41

dan air sehingga berdampak pada meningkatnya tekanan


darah.
d. Obat
Obat-obatan yang dapat menyebabkan hipertensi adalah
alat kontrasepsi KB hormonal seperti pil atau suntik,
kortikosteroid, dan obat anti depresi trisiklik. Kebanyakan
alat kontrasepsi mengandung kombinasi estrogen dan
progesteron dalam proporsi yang bervariasi dan mungkin
bertentangan dengan sistem renin-angiotensin yang
menjaga keseimbangan regulasi cairan tubuh.

2.3.3 Patofisiologi Hipertensi

Tekanan darah merupakan salah satu tanda vital tubuh yang


menggambarkan dua variabel organ penting, yaitu jantung dan
pembuluh darah. Jantung berfungsi sebagai pompa yang mensupalai
makanan dan mengantarkan oksigen yang berada di dalam sel darah
merah yang berikatan dengan hemoglobin. Pembuluh darah berfungsi
sebagai saluran untuk mengantarkan cairan darah yang terdiri dari sel
darah, sumber nutrisi bagi sel. Darah terdiri dari sel darah, protein,
glukosa (gula darah), air dan mineral. Semakin banyak volume darah
yang dipompakan jantung, secara matematis dapat dilihat bahwa
tekanan darah berbanding lurus dengan volume darah. Semakin banyak
volume darah yang berada dijantung, semakin tinggi tekanan yang
dibutuhkan jantung untuk memompakan isinya (Saryono,2010).

Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer


(periphral resistance). Tekanan darah membutuhkan aliran darah
melalui pembuluh darah yang ditentukan oleh kekuatan pompa jantung
42

(cardiac output) dan tahanan perifer. Sedangkan cardiac output dan


tahanan perifer dipengaruhi oleh faktor- faktor yang sering berinteraksi
yaitu natrium, stress, obesitas, genetik, dan faktor hipertensi lainnya
(Widyanto dan Triwibowo, 2013).

Menurut Anies (2006) dalam Widyanto dan Triwibowo (2013)


peningkatan tekanan darah melalui mekanisme:

2.3.3.1 Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan darah lebih


banyak cairan setiap detiknya.
2.3.3.2 Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku
sehingga tidak dapat mengembang saat jantung memompa darah
melalui arteri tersebut. Karena itu, darah dipaksa untuk melalui
pembuluh darah yang sempit dan menyebabkan naiknya tekanan
darah. Penebalan dan kakunya dinding arteri terjadi karena
adanya arterosklerosis. Tekanan darah juga meningkat saat
terjadi vasokonstriksi yang disebabkan rangsangan saraf atau
hormon.
2.3.3.3 Bertambahnya cairan dalam sirkulasi dapat meningkatkan
tekanan darah. Hal ini dapat terjadi karena kelainan fungsi ginjal
sehingga tidak mampu membuang natrium dan air dalam tubuh
sehingga volume darah dalam tubuh meningkat yang
menyebabkan tekanan darah juga meningkat. Ginjal juga bisa
meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang
disebut renin, yang memicu pembentukkan hormone
angiotensin, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon
aldosteron.

2.3.4 Klasifikasi Hipertensi


Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut Journal Of Hypertension
Kategori Sistolik Diastolik
Normal 120-129 80-84
43

Normal Tinggi 130-139 85-89


Hipertensi Tingkat I 140-159 90-99
Hipertensi Tingkat II 160-179 100-109
Hipertensi Tingkat >180 >110
III
Klasifikasi hipertensi ini digunakan untuk setengah baya dan lanjut
usia.
2.3.5 Gejala Hipertensi
Menurut Jain (2011) dalam Widyanto dan Triwibowo (2013)
Hipertensi merupakan penyakit yang tidak menimbulkan gejala khas
sehingga sering tidak terdiagnosis dalam waktu lama, gejala akan terasa
tiba-tiba saat terjadi peningkatan tekanan darah.

Meskipun tidak sengaja, beberapa gejala terjadi bersamaan dan


dipercaya berhubungan dengan hipertensi (Susilo dan Wulandari,2011).
Gejala yang mengidentifikasikan terjadinya hipertensi yaitu pusing,
telinga berdengung, sulit tidur, sesak nafas, rasa berat (kaku) di
tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang dan perdarahan dari
hidung (mimisan) (Widyanto dan Triwibowo,2013).

Gejala-gejala tersebut bisa saja terjadi pada penderita hipertensi


maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika
hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan
menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak
(penurunan fungsi kognitif), jantung dan ginjal. Kadang-kadang
penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan
koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut
ensefalopati hipertensif yang memerlukan penanganan segera. Apabila
tidak ditangani keadaannya semakin parah dan dapat memicu kematian
(Arianti,2015).
44

2.3.6 Faktor Risiko Hipertensi


Menurut Widyanto dan Triwibowo (2013) faktor risiko hipertensi dapat
dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu faktor risiko yang dapat diubah
dan faktor risiko yang tidak dapat diubah.
2.3.6.1 Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a. Umur
Pada umumnya tekanan darah akan naik dengan
berteambahnya umur terutama setelah umur 40 tahun. Hal
itu disebabkan oleh kaku dan menebalnya arteri karena
arteriosclerosis sehingga tidak dapat mengembang pada
saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.
b. Jenis Kelamin
Pria cenderung mengalami tekanan darah yang tinggi
dibandingkan wanita. Rasio terjadinya hipertensi antara
pria dan perempuan sekitar 2,29 untuk kenaikan tekanan
darah sistol dan 3,6 untuk kenaikan tekanan darah diastol.
Laki-laki cenderung memiliki gaya hidup yang dapat
meningkatkan tekanan darah dibandingkan perempuan.
Tekanan darah pria mulai meningkat ketika usia berada
pada rentang 35-50 tahun. Kecenderungan seorang
perempuan terkena hipertensi pada saat menopause karena
faktor hormonal.
c. Keturunan
Sekitar 70-80% orang dengan hipertensi-hipertensi primer
ternyata memiliki riwayat hipertensi dalam keluarganya.
Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang
tua, maka risiko terjadinya hipertensi primer 2 kali lipat
dibanding dengan orang lain yang tidak mempunyai
riwayat hipertensi pada orang tuanya. Faktor genetik yang
diduga menyebabkan penurunan risiko terjadinya hipertensi
45

terkait pada kromoson 12p dengan fenotif postur tubuh


pendek disertai brachydactly dan efek neurovaskuler.
2.3.6.2 Faktor risiko yang dapat diubah
a. Obesitas
Faktor risiko penyebab hipertensi yang diketahui dengan
baik adalah obesitas. Secara fisiologis, obesitas
didefinisikan sebagai suatu keadaan akumulasi lemak
berlebih dijaringan adiposa. Kondisi obesitas berhubungan
dengan peningkatan volume intravaskuler dan curah
jantung. Daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah
penderita hipertensi dengan obesitas lebih tinggi
dibandingkan penderita hipertensi dengan berat badan
normal.
b. Stress
Stress terjadi karena ketidakmampuan mengatasi ancaman
yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual
seseorang. Kondisi tersebut pada suatu saat akan
mempengaruhi kesehatan fisik seseorang. Hubungan antara
stress dengan hipertensi, diduga terjadi melalui aktivitas
saraf simpatis. Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat
meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak
menentu).Apabila stress berkepanjangan, dapat
mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.
c. Merokok
Merokok dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut
jantung melalui mekanisme sebagai berikut:
1) Merangsang saraf simpatis untuk melepaskan
norepineprin melalui saraf arenergi dan meningkatkan
catecolamine yang dikeluarkan melalui medula adrenal.
46

2) Merangsang kemoreseptor di arteri karotis dan aorta


bodies dalam meningkatkan denyut jantung dan tekanan
darah.
3) Secara langsung melalui otot jantung yang mempunyai
efek inotropik (+) dan efek chonotropik.
d. Kurang Olahraga
Olahraga adalah suatu kebiasaan yang memberikan banyak
keuntungan seperti berkurangnya berat badan, tekanan
darah, kadar kolesterol serta penyakit jantung. Dalam
kaitannya kekakuan pembuluh darah dan meningkatkan
daya tahan jantung serta paru-paru sehingga dapat
menurunkan tekanan darah.
e. Alkohol
Penggunaan alkohol secara berlebihan juga dapat
meningkatkan tekanan darah. Mungkin dengan acra
meningkatkan katekolamin plasma.
f. Konsumsi Garam Berlebih
Pada beberapa klien hipertensi, konsumsi garam berlebih
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Garam
membantu menahan air dalam tubuh. Dengan begitu, akan
meningkatkan volume darah tanpa adanya penambahan
ruang. Peningkatan volume tersebut mengakibatkan
bertambahnya tekanan didalam arteri. Klien hipertensi
hendaknya mengkonsumsi garam tidak lebih dari 100
mmol/hari atau 2,4 gram natrium, 6 gram natrium klorida.
g. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia adalah kondisi kelebihan lemak dalam
tubuh. Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar
kolesterol darah tidak meningkat. Kadar kolesterol darah
yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan
kolesterol dalam dinding pembulu darah. Apabila endapan
47

ini semakin banyak dapat menyumbat pembuluh darah dan


menganggu peredaran darah.

2.3.7 Komplikasi Hipertensi


Menurut Suiraoka (2012) hipertensi harus dikendalikan, sebab semakin
lama tekanan yang berlebihan pada dinding arteri dapat merusak
banyak organ vital dalam tubuh. Tempat-tempat utama yang paling
dipengaruhi hipertensi adalah pembuluh arteri, jantung, otak, ginjal dan
mata.
2.3.7.1 Sistem Kardiovaskuler
a. Arterosklerosis
Hipertensi dapat mempercepat penumpukan lemak didalam
dan dibawah lapisan arteri. Ketika dinding dalam arteri rusak,
sel-sel darah yang disebut trombosit akan menggumpal pada
daerah yang rusak, timbunan lemak akan menjadi beparut dan
lemak menumpuk disana sehingga terjadi penyempitan
pembuluh darah arteri.
b. Aneurisma
Adanya penggelembungan pada arteria akibat dari pembuluh
darah yang tidak elastis lagi, sering terjadi pada arteri otak
atau aorta bagian bawah. Jika terjadi kebocoran atau pecah
sangat fatal. Gejalanya sakit kepala hebat.
c. Gagal Jantung
Jantung tidak kuat memompa darah kembali ke jantung
dengan cepat, akibatnya cairan terkumpul diparu-paru, kaki
dan jaringan lain sehingga odema. Akibatnya sesak nafas.
2.3.7.2 Otak
Hipertensi secara signifikan meningkatkan kemungkinan
terserang stroke. Stroke disebut juga serangan otak, merupakan
sejenis cidera otak yang disebabkan tersumbatnya atau pecahnya
48

pembuluh darah dalam otak sehingga pasokan darah keotak


terganggu.
2.3.7.2 Ginjal
Fungsi ginjal adalah membantu mengontrol tekanan darah
dengan mengatur jumlah natrium dan air di dalam darah.
Seperlima dari darah yang di pompa jantung akan melewati
ginjal. Ginjal mengatur keseimbangan mineral, derjat asam dan
air dalam darah. Ginjal juga menghasilkan zat kimia yang
mengontrol ukuran pembuluh darah dan fungsinya, hipertensi
dapat mempengaruhi proses ini. Jika pembuluh darah dalam
ginjal mengalami arterosklerosis karena tekanan darah yang
tinggi, maka aliran darah ke nefron akan menurun sehingga
ginjal tidak dapat membuang semua produk sisa akan
menumpuk dalam darah, ginjal akan mengecil dan berhenti
berfungsi.
2.3.7.3 Mata
Hipertensi mempercepat penuaan pembuluh darah halus dalam
mata, bahkan bisa menyebabkan kebutaan.

2.3.8 Penatalaksanaan Hipertensi


Prinsip penatalaksanaan hipertensi adalah menjadikan tekanan darah
seseorang mencapai nilai kurang dari 140/90 mmHg atau nilai kurang
dari 130/80 mmHg bagi pasien diabetes atau penyakit ginjal kronis.
Pasien hipertensi yang tergolong ringan boleh dikatakan tidak
memerlukan obat, tetapi dapat dikontrol melalui gaya hidup sehari-hari.
(Prasetyaningrum,2014).

Menurut Widyanti dan Triwibowo (2013) prinsip penatalaksanaan klien


dengan hipertensi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
2.3.8.1 Terapi Non Farmakologis
49

Terapi non farmakologis dalam mengatasi hipertensi ditekankan


pada berbagai upaya berikut:
a. Mengatasi obesitas dengan menurunkan berat badan berlebih.
b. Latihan fisik (olahraga) secara teratur.
c. Pemberian kalium dalam bentuk makanan dengan konsumsi
buah dan sayur.
d. Mengurangi asupan garam dan lemak jenuh.
e. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol.
f. Menciptakan keadaan rileks.
2.3.8.2 Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis dilakukan dengan menggunakan obat anti
hipertensi yang secara khusus diharapkan:
a. Mempunyai bioavailabilitas yang tinggi dan konsisten
sehingga efektivitasnya dapat diperkirakan (predict able).
b. Mempunyai waktu paruh (plasma elimination half-life) yang
panjang sehingga diharapkan mempunyai efek pengendalian
darah yang panjang pula.
c. Smooth onset of action dengan kadar puncak plasma setelah
6-12 jam untuk mengurangi kemungkinan efek mendadak
seperti takikardia.
d. Meningkatkan survival dengan menurunkan risiko gagal
jantung dan mengurangi reccurent (serangan balik) infark
miokard.
Jenis obat anti hipertensi yang biasa di gunakan adalah sebagai
berikut:
a. Diuretik thiazide
Diuretik thiaxide biasanya merupakan obat pertama yang
diberikan untuk mengobati hipertensi. Diuretik membantu
ginjal membuang garam dan air, yang akan mengurangi
volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan
50

tekanan darah. Diuretik juga menyebabkan pelebaran


pembuluh darah.
b. Penghambat andrenergik
Obat ini menghambat efek sistem saraf simpatis yang
merupakam sistem saraf yang dengan segera memberikan
respon terhadap stress, dengan cara meningkatkan tekanan
darah.
c. ACE-inhibitor (angiotensin-coverting enzyme)
ACE-inhibitor menyebabkan penurunan tekanan darah
dengan cara melebarkan arteri.
d. Angiotensin-II-bloker
Angiotensin-II-bloker menyebabkan penurunan tekanan
darah dengan suatu mekanisme yang mirip dengan ACE-
inhibitor.
e. Antagonis Kalsium
Penggunaan antagonis kalsium menyebabkan melebarnya
pembuluh darah dengan mekanisme yang berbeda
f. Vasodilator langsung
Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh
darah. Obat dari golongan ini hampir selalu digunakan
sebagai tambahan terhadap obat anti hipertensi lainnya.

2.3.9 Tipe Alat Pengukuran Tekanan Darah


Menurut Arianti (2015) Alat pengukuran tekanan darah di sebut
sphygmomanometer sesuai dengan namanya, “anometer” berarti
alat untuk mengukur tekanan cairan, dan “sphygmos” dalam bahasa
latin berarti pulsa atau denyut nadi. Tapi pada umumnya orang
menyebut alat ukur ini dengan istilah tensimeter saja. Ada tiga tipe
alat ini dengan variasi penggunaan air raksa (merkuri), aneroid dan
elektronik .
51

2.3.9.1 Tipe tensi meter air raksa merupakan tensi meter


konvensional yang sebenarnya sudah jarang dipakai diluar
negri, karena tensimeter ini masih menggunakan air raksa
yang berbahaya jika sampai alat pecah dan air raksa terkena
kulit atau saluran pernafasan. Tensimeter jenis ini
memerlukan stetoskop untuk mendengar munculnya bunyi
suara tekanan sistolik dan diastolik pada jantung.
2.3.9.2 Tipe tensimeter digital merupakan tensimeter yang lebih
modern dan akurat, langsung menunjukkan hasil dalam
bentuk angka. Berbeda dengan tensimeter air raksa yang
memerlukan stetoskop untuk mendengarkan suara sebagai
pertanda tekanan sistolik dan diastolik, maka tensimeter
digital menggunakan sensor sebagai alat pendeteksi
sehingga baik dipakai untuk mereka yang memiliki
gangguan pendengaran
2.3.9.3 Tipe tensimeter aneroid merupakan tensimeter yang lebih
aman karena tidak lagi menggunakan air raksa tetapi
menggunakan putaran berangka sebagai penggantinya.
Sama dengan tensimeter raksa, tensimeter aneroid masih
menggunakan stetoskop.

2.3.10 Prosedur Pengukuran Tekanan Darah


Menurut Sustrani et al (2006) dalam Arianti (2015) Cara terbaik
memastikan hipertensi adalah dengan melakukan pengukuran
tekanan darah. Tekanan darah adalah kekuatan darah mengalir di
dinding pembuluh darah yang keluar dari jantung (pembuluh arteri)
dan yang akan kembali kejantung (pembuluh balik). Pengukuran
tekanan darah yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan
tensimeter, yang dipasang atau dihubungkan pada lengan pasien
yang dalam keadaan duduk.
52

Menurut Smeltzer dan Bare (2001) dalam Suparapto (2015)


Adapun cara pengukuran tekanan darah dilakukan dengan
menggunakan sphygmomanometer dan stetoskkop, dimulai dengan
membalutkan manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas
dan dikembangkan dengan pompa. Tekanan dalam manset
dinaikkan sampai denyut radial atau brakial menghilang. Hilangnya
denyutan menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah telah
dilampaui dan arteri brakialis telah tertutup. Manset dikembangkan
lagi sebesar 20 sampai 30 mmHg diatas titik hilangnya denyutan
radial. Kemudian manset dikempiskan perlahan, dan dilakukan
pembacaan secara auskultasi maupun palpasi. Dengan palpasi kita
hanya dapat mengukur tekanan sistolik. Sedangkan dengan
auskultasi kita dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik
dengan lebih akurat . Untuk mengetahui tekanan darah, ujung
stetoskop yang berbentuk corong atau diafragma diletakkan pada
arteri brakialis, tepat dibawah lipatan siku (rongga antekubital),
yang merupakan titik dimana arteri brakialis muncul diantara kedua
kaput otot biseps. Manset dikempiskan dengan kecepatan 2 sampai
3 mmHg per detik, sementara kita mendengarkan awitan bunyi
berdetak, yang menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut
dikenal sebagai bunyi korotkoff yang terjadi bersamaan dengan
detak jantung, dan akan terus terdengar dari arteri brakialis sampai
tekanan dalam manset turun dibawah tekanan diastolik dan pada
titik tersebut bunyi akan menghilang Smeltzer dan Bare (2001)
dalam Suprapto (2015).

2.4 Hubungan Riwayat Hipertensi dengan Andropause


Tekanan darah tinggi menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi kaku,
sehingga lama kelamaan lumen pembuluh akan menyempit. Kejadian ini
53

tidak hanya di bagian pembuluh jantung atau otak, melainkan juga dibagian
genital. Akibatnya, aliran darah kegenital berkurang. Gangguan ereksi
sangat mungkin terjadi (Saryono,2010). Penelitian ponholzer dkk
menyebutkan, terdapat korelasi terbalik antara hipertensi dengan kadar
tostesteron, dimana semakin tinggi tekanan darah seseorang semakin
rendah kadar tostesteronnya (andropause).

Dalam penelitian Sudharma (2012) faktor eksternal yang berhubungan


dengan kadar hormon testosteron hipertensi termasuk salah satu faktornya.
Peningkatan tekanan darah berpengaruh negatif terhadap steroidogenesis
(kolesterol yang membentuk steroid), belakangan ini juga diketahui bahwa
gen dalam pengaturan tekanan darah juga terlibat dalam steroidogenesis.
Laki-laki dengan riwayat keluarga hipertensi mempunyai kecenderungan
hormon testosteronnya rendah.

Pada pria, tostesterone mulai diproduksi sejak masa pubertas dan tetap
stabil produksinya hingga 40 tahun. Sejak saat itu, produksi tostesteron
secara berangsur menurun kira-kira 0,5-1,5% setiap tahun. Penurunan ini
umumnya disebabkan faktor usia yang semakin menua. Meskipun
presentasinya kecil, namun pada usia 60 tahun, penurunan hormon itu akan
semakin besar. Umumnya andropause dimulai pada umur 50-60 tahun
(Saryono,2010).

Cepat atau lambatnya proses andropause dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal dapat berasal dari
lingkungan, polusi, kebisingan, stress, gaya hidup tidak sehat,
merokok,pola tidur, dan pola makan tidak seimbang. Faktor internal bisa
dari dalam tubuhnya sendiri atau faktor genetik, bisa juga disertai
sindroma metabolik misalnya kolesterol tinggi, obesitas, kencing manis
(DM) dan darah tinggi (hipertensi) (Hermawati,2009).
54

Andropause adalah sindroma klinik yang ditandai dengan perubahan fisik


dan emosional yang dihubungkan dengan menurunnya kadar hormon,
seperti hormon pertumbuhan, dan khususnya hormon tostesteron dalam
konsentrasi yang bermakna. Dengan demikian, fungsi seksual maupun
fertilitas (kesuburan) tidak berhenti sama sekali pada laki-laki yang
mengalami gejala andropause namun terjadi penurunan secara bertahap
(Widiyanto,2008). Penurunan hormon tostesteron terjadi secara perlahan-
lahan. Perubahan yang terjadi pada andropause tidak hanya aspek fisik,
tetapi juga aspek psikologis (Asmaningrum,2014). Penurunan ini
berdampak pada kenyamanan secara umum, fungsi seksual, fungsi
kognitif, volume sel darah merah, kekuatan otot, masa tulang, sistem imun
(Pangkhaila,2011).

Menurunnya tostesteron didalam tubuh mengakibatkan perubahan fisik,


hormon, psikis serta penurunan aktivitas seksual. Perubahan ini
memberikan gejala tubuh terasa panas, mudah lelah, insomnia, gelisah,
rasa takut, menurunnya aktivitas tubuh, dan berkurangnnya tenaga serta
penurunan motivasi (Wulandari,2012)

Menurut Prof Dr Djoko (2010) Pada pasien penderita hipertensi dan


kolesterol terutama yang tidak terkontrol, pembuluh darahnya akan
mengalami gangguan yaitu timbul penebalan di dinding pembuluh
darahnya. Penebalan dinding pembuluh darah tersebut mengakibatkan
aliran darah yang tidak lancar, padahal untuk mengalami ereksi yang baik
tubuh pria memerlukan aliran darah yang lancar terutama ke bagian organ
seksualnya.

Menurut dr Suharno Sp.PD (2015) Hipertensi kronis (berbulan-bulan


bahkan tahun) dapat menyebabkan disfungsi ereksi akibat tekanan darah
55

yang terlalu tinggi. Pada penderita hipertensi akut (antara 2-4 bulan) pada
bulan ke enam akan mulai terlihat bebrapa gejala-gejala andropause.
Hipertensi menyebabkan penyempitan pembuluh darah, termasuk
pembuluh darah yang mengalirkan darah ke penis juga ikut menyempit.
Dari waktu ke waktu, kerusakan pembuluh darah di dalam dan sekitar
penis (arterosklerosis) membuat semakin sedikit darah yang dapat masuk
ke dalam penis. Bagi beberapa laki-laki, kondisi ini membuat munculnya
disfungsi ereksi. Permasalahan ini menjadi sangat umum, terutama pada
laki-laki yang tidak mengobati tekanan darah tingginya secara teratur dan
berkelanjutan (Cahya,2013).

Menurut (Samizadeh et al,2014) dari penelitian dalam jurnalnya hipertensi


adalah salah satu faktor risiko yang memiliki dampak yang signifikan
terhadap pengembangan andropause. Menurut (Sudharma,2012) dari
penelitian dalam tesisnya bahwa responden yang hipertensi, lebih banyak
yang memiliki hormon testosteron yang rendah dibandingkan dengan
responden yang tidak hipertensi.

Disimpulkan bahwa hipertensi merupakan salah satu faktor pencetus


terjadinya andropause pada laki-laki.

2.5 Kerangka Teori


56

Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah salah satu penyakit kronis yang
termasuk dalam faktor-faktor yang berhubungan dengan penurunan
hormon testosteron sehingga menyebabkan andropause pada seorang
laki-laki.

Faktor Internal Faktor Eksternal

Perubahan Hormon/organik: Faktor Kimia estrogenik


a. Hormon Testosteron
b. Hormon DHEA & Faktor Psikis :
DHEAS
a. Stress
c. Psikogenik
b. Perasaan Tidak Nyaman

Gaya Hidup Tidak Sehat :


Penyakit Kronis :
a. Merokok
a. Hipertensi
b. Suka Begadang
(insomnia)
b. Diabetes Melitus c. Status Gizi

Andropause

Diteliti

Tidak Diteliti

2.6 Kerangka Konsep


57

Riwayat Hipertensi Andropause

2.7 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah atau
pertanyaan penelitian. Hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang
hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa
menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian (Nursalam,2014)
Dalam penelitian Sudharma (2012) didapatkan hasil laki-laki yang
mempunyai riwayat keluarga hipertensi mempunyai kecenderungan
hormon testosterone yang rendah.
Hipotesis dari penelitian ini adalah “Ada hubungan antara riwayat
hipertensi dengan andropause pada lansia laki-laki di Puskesmas
S.Parman Banjarmasin Tahun 2016”.
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik korelasi. Penelitian korelasi


bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hubungana antara variabel yang
diteliti (Arikunto,2006). Metode analitik korelasi pada penelitian ini
digunakan untuk mengukur hubungan riwayat hipertensi dengan terjadinya
andropause pada lansia laki-laki di wilayah kerja Puskesmas S.Parman
Banjarmasin.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional yaitu dinamika


korelasi antara faktor-faktor resiko dan efek, dengan cara pendekatan,
observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time
approach), artinya tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dengan
pengukuran dilakukan terhadap karakter atau variabel subjek pada saat
pemeriksaan (Notoadmojo,2010).

3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefenisikan variabel secara operasional


berdasarkan karakteristik yang diamati sehingga memungkinkan peneliti
untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu
objek atau fenomena (Hidayat,2011).

3.2.1 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini variabel bebas (independen) adalah status


hipertensi, sedangkan variabel terkait (dependen) adalah terjadinya
andropause.

57
58

No Variabel Definisi Parameter Alat ukur Skala Kategori


operasional

1 Bebas: Riwayat a. Kondisi tekanan Rekam Ordinal a.Hipertensi


Independen Hipertensi darah tinggi Medik Akut
Riwayat adalah riwayat (Hipertensi) yang b.Hipertensi
Hipertensi kenaikan dialami lansia < 6 Kronis
tekanan darah bulan.
lansia yang b. Kondisi tekanan
berlangsung darah tinggi
kurang dari 6 (Hipertensi) yang
bulan atau lebih dialami lansia > 6
dari 6 bulan bulan.
bahkan sampai
bertahun-tahun.

2 Terikat: Andropause a.Andropause Lembar Ordinal a.Andropause


Dependen adalah sindroma (jawaban 1 dan 7 Kuesioner b. Tidak
Andropause klinik pada pria dijawab Ya, atau ADAM Andropause
lansia ditandai ada 3 jawaban Ya
dengan selain no tersebut,
perubahan fisik kemungkinan besar
dan fungsi kadar testosteron
seksual akibat menurun)
penurunan b.Tidak Andropause
hormon (jawaban Ya diluar
testosterone. dari 1 dan 7 dan
tidak sampai 3
jawaban Ya di
nomor selain itu)

Tabel 3.1 Definisi Operasional


59

3.3 Populasi, Sampel dan Sampling

3.3.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian atau objek yang


diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh laki-laki yang berobat ke


Puskesmas S.Parman Banjarmasin yang berjumlah 50 orang .

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah
dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono,
2012). Sampel dalam penelitian ini adalah lansia laki-laki yang berobat
jalan ke Puskesmas S.Parman Banjarmasin dengan usia 51-60 tahun
dan sesuai kriteria inklusi pada bulan April-Mei 2016 yang berjumlah
35 orang.

3.3.2.1 Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari


suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti yaitu:

a. Lansia laki-laki yang mempunyai riwayat hipertensi dan


rutin kontrol.
b. Lansia laki-laki yang masih mempunyai istri dan masih
menikah.
60

3.3.2.2 Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan


subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena
berbagai sebab (Nursalam,2011). Yaitu:

a. Lansia laki-laki hipertensi yang tidak mengetahui riwayat


hipertensi dan jarang kontrol.
b. Lansia laki-laki yang memiliki riwayat penyakit Diabetes
Melitus
c. Lansia laki-laki yang merokok
d. Lansia laki-laki yang tidak bersedia menjadi responden.

3.3.3 Sampling

Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik


purposive sampling adalah suatu metode pemilihan sampel yang dilakukan
berdasarkan maksud atau tujuan yang ditentukan oleh peneliti, penetapan
sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai yang
dikehendaki peneliti (Notoadmojo,2010).

3.4 Tempat dan Waktu Penelitian

3.4.1 Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan di Puskesmas S.Parman Banjarmasin.

3.4.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai bulan November 2015.


61

3.5 Jenis dan Sumber Data

3.5.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan
pengukuran peniliti mengenai tekanan darah dan status andropause
yang dikumpulkan dengan menggunakan pengisian kuesioner ADAM.

3.5.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat dari laporan Puskesmas


S.Parman Banjarmasin yang berhubungan dengan penelitian.

3.6 Teknik dan Instrumen Pengumpul Data

3.6.1 Teknik Pengumpulan Data

3.6.1.1 Teknik pengumpulan data variabel riwayat hipertensi

a. Persiapan Peralatan
1) Buku Catatan
2) Pulpen
3) Rekam Medik
b. Prosedur Pelaksanaan
1) Peneliti datang ke Puskesmas S.Parman menunjukkan
surat ijin penelitian ke petugas Puskesmas.
2) Kebagian tata usaha dan meminta izin untuk
mengambil data yang diperlukan untuk penelitian.
3) Mencatat data responden yang sesuai dengan
kriterianinklusi seperti nama, jenis kelamin, umur,
alamat, penyakit di derita dan riwayat tekanan darah
selama reponden berobat di Puskesmas S.Parman.
62

3.6.6.2 Teknik Pengumpulan Data Andropause

a. Persiapan Peralatan
1) Kuesioner andropause
2) Inform Consent
3) Permohonan Menjadi Responden
4) Persetujuan Menjadi Responden
5) Data Pelengkap Responden
6) Pulpen
b. Prosedur Pelaksanaan
1) Peneliti menemui pasien yang sedang berobat di
Puskesmas S.Parman.
2) Menjelaskan tujuan penelitan, tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara riwayat hipertensi dengan andropause pada
lansia laki-laki di wilayah kerja Puskesmas
S.Parman Banjarmasin Tahun 2016, setelah itu
memberikan lembar permohonan menjadi
responden dan lembar inform Consent.
3) Bila pasien bersedia menjadi responden dia harus
menandatangani lembar inform Consent. Peneliti
akan menjelaskan cara menjawab kuesioner
ADAM yang merupakan kuesioner tertutup
berjumlah 10 pertanyaan tentang gejala-gejala
andropause, Data tentang andropause diperoleh
dari responden dengan menggunakan kuesioner
dibuat oleh bagian geriatri Universitas St.Louis
Adam dari Canada berupa 10 pertanyaan
berdasarkan keluhan yang sering dirasakan oleh
penderita. (Saryono,2010).
63

4) responden hanya menjawab dengan memberikan


ceklis di jawaban “Ya” atau “Tidak” di setiap
pertanyaan sesuai dengan gejala yang responden
rasakan.
5) Pada saat pengisian kuesioner responden di
dampingi langsung oleh peneliti sampai responden
selesai menjawab semua pertanyaan.
6) Setelah semua pertanyaan terjawab, peneliti akan
menjumlahkan skor, intrepretasinya adalah
andropause bila menjawab “Ya” pada pertanyaan
nomor 1 dan 7 serta bila ada tiga jawaban “Ya”
selain nomor tersebut (kemungkinan besar kadar
testosteron menurun). Tidak andropause bila
responden menjawab “Tidak” pada no 1 dan 7 dan
minimal 8 jawaban “Tidak” termasuk no tersebut.
Skoring 1-10 berdasarkan jawaban “Ya”, dengan
skala interval.

3.3.6.3 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Kuesioner ADAM (Androgen Deficiency in Aging Men) yang


digunakan dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dari
bagian geriatri Universitas St.Louis ini terbukti mempunyai
sensitivitas 88% dan spesifitas 60% serta akan mengenal
andropause simptomatik pada sebagian besar kasus
(Hermawati,2009).

3.6.2 Instrumen Pengumpul Data

Instrumen yang digunakan untuk variabel riwayat hipertensi adalah


rekam medik dan untuk variabel andropause adalah Kuesinoner ADAM
(Androgen Deficiency In Aging Men).
64

3.7 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data

3.7.1 Teknik pengolahan data

Dalam melakukan analisa data terlebih dahulu data harus diolah dengan
tujuan mengubah data menjadi informasi. Adapun langkah-langkah
dalam proses pengolahan data dalam dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut (Hidayat,2009).

3.7.1.1 Editing

Adalah upaya untuk memeriksa kembali jawaban yang telah


diberikan reponden apabila ada data yang kurang lengkap, untuk
selanjutnya dilengkapi dengan baik.

3.7.1.2 Coding

Yaitu memberika kode sesuai jawaban untuk mempermudah


dalam pengolahan data.

3.7.1.3 Entry Data

Adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke


dalam database komputer, kemudian membuat distribusi
frekuensi sederhana.

3.7.1.4 Cleaning

Yaitu data yang telah di entry di cek kembali untuk memastikan


bahwa data tersebut telah bersih dari kesalahan, baik kesalahan
dalam pengkodean maupun kesalahan dalam membaca kode,
dengan demikian diharapkan data benar-benar siap untuk
dianalisis.
65

3.7.2 Analisis Data

3.7.2.1 Analisis univariat

Analisis univariat adalah analisis yang digunakan untuk


menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian, bertujuan untuk
menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel
penelitian (Notoadmojo,2010). Penelitian melakukan analisis
univariat yaitu analisis deskriptif dengan menggambarkan
variabel riwayat hipertensi pada lansia di wilayah kerja
Puskemas S.Parman Banjarmasin. Penelitian ini juga melakukan
analisis univariat yaitu analisis deskriptif dengan
menggambarkan variabel andropause pada lansia di wilayah
kerja Puskesmas S.Parman Banjarmasin. Dalam bentuk
distribusi frekuensi, presentase dan narasi dari tiap variabel.

3.7.2.2 Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan dengan tujuan untuk menganilisis


variabel-variabel penelitian yaitu variabel bebas dan variabel
terikat. Hal ini digunakan untuk membuktikan hipotesis atau
membuktikan dua variabel yang diduga berhubungan atau
berkorelasi (Notoadmojo,2010).

Dalam analisis ini dapat dilakukan pengujian statistik,


menggunakan tabulasi silang yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara variabel bebas (Riwayat hipertensi) dengan
variabel terikat (terjadinya andropause) dengan menggunakan
uji statistik Chi-Square.
66

Uji Chi-Square adalah uji analisis yang digunakan untuk


mengukur hubungan atau pengaruh antar variabel yang terdapat
pada baris dan kolom dengan mencari nilai odds Ratio (OR)
(Topan,2015).

2
2 ∑ (O−E)
χ=
E

Keterangan:
χ2 = Statistik chi square
∑ = Jumlah
O = Nilai yang diamati
E = Nilai yang diharapkan

Menurut Dahlan (2011) hasil analisis uji chi square terdapat


beberapa syarat yaitu:
a. Sel yang mempunyai nilai frekuensi harapan (ecpected)
kurang dari 5, maksimal 20% dari jumlah sel.
b. Jika syarat uji Chi-Square tidak terpenuhi, maka untuk
membaca hasilnya digunakan hasil uji alternatif dari Chi-
Square untuk tabel 2x2 adalah uji FisherExact Test.

Pengambilan Keputusan:
a. Jika p < α= 0,05 maka hipotesis diterima yang berarti ada
hubungan yang bermakna antara variabel bebas dengan
variabel terikat.
b. Jika p > α= 0,05 maka hipotesis ditolak yang berarti tidak ada
hubungan yang bermakna antara variabel bebas dan variabel
terikat.
67

3.8 Etika Penelitian

Sebelum penelitian ini dilakukan, peneliti mengajukan surat permohonan


untuk mendapatkan rekomendasi dari Universitas Muhammadiyah
Banjarmasin dan meminta ijin kepada kepala Puskesmas S.Parman, setelah
mendapatkan izin maka peneliti melakukan wawancara kepada penderita
berdasarkan kriteria yang telah ada peneliti melaksanakan penelitian dengan
memperhatikan masalah etika, yaitu meliputi:

3.8.1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden (informed Concent)

Peneliti akan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada


responden yaitu untuk mengetahui apakah ada hubungan riwayat
hipertensi dengan andropause, peneliti juga akan menjelaskan resiko
minimal yang mungkin terjadi responden akan merasa sedikit malu saat
mengisi kuesioner, karena kuesioner ADAM berisi 10 pertanyaan
gejala-gejala andropause yang ada memuat tentang seksualitas. Jika
responden bersedia, maka mereka harus menandatangani surat
persetujuan penelitian. Jika responden menolak untuk diteliti, maka
peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-hak

3.8.2 Tanpa Nama (Anonimity)

Peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner


ADAM dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data
atau pada hasil penelitian yang akan disajikan. Misalnya pada
responden pertama diberi kode angka 1 dan seterusnya untuk respon
selanjutnya.

3.8.3 Kerahasiaan

Informasi dan keterangan yang diberikan responden untuk penelitian ini


dijamin kerahasiaannya dan hanya akan diketahui oleh peneliti dan
68

pihak-pihak yang berkompeten. Misalnya pembimbing 1 dan


pembimbing 2 yang ingin melihat langsung hasil data dari responden.

3.8.4 Prinsip Keadilan (Justice)

Prinsip ini bertujuan menjunjung tinggi keadilan manusia dan


menghargai hak-hak memberikan perawatan secara adil, memperoleh
perlakuan, keuntungan yang sama, tanpa membedakan agama,etnis, dan
hak untuk menjaga privacy manusia.

3.8.5 Prinsip Menghormati (Respect)

Etika penelitian ini menghormati hak-hak responden. Peneliti tidak


memaksa kepada lansia untuk terlibat dalam penelitian ini, responden
mempunyai hak untuk menolak atau mengundurkan diri. Misalnya
responden merasa terganggu dengan pertanyaan didalam kuesioner dan
tidak mau melanjutkan menjadi responden peneliti akan menghormati
keputusan responden tersebut tanpa memaksanya untuk ikut dalam
penelitian ini.

3.8.6 Prinsip Kemanfaatan (beneficence non malifecence)

Etika penelitian ini mempunyai manfaat dan resiko minimal. Manfaat


penelitian ini adalah untuk mengetahui terjadinya andropause pada
lansia laki-laki dan menganalisis hubungan nya dengan riwayat
hipertensi. Resiko yang terjadi sangat minimal karena penelitian ini
hanya menggunakan kuesioner dengan 10 pertanyaan. Responden
mungkin hanya akan merasa sedikit malu karena pertanyaan dalam
kuesioner berisi tentang seksualitas.
69
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1.1 Keadaan geografi

Puskesmas S.Parman merupakan salah satu puskesmas yang ada


di kecamatan Banjarmasin Tengah, terletak di Kelurahan
Antasan Kecil Barat No.27 RT.13 yang mempunyai dua wilayah
kerja yaitu kelurahan Pasar Lama dan Kelurahan Antasan Besar.
Batas wilayah masing-masing kelurahan di wilayah kerja
Puskesmas S.Parman sebagai berikut:

a. Kelurahan Pasar Lama


1) Sebelah Utara : Berbatasan dengan kelurahan Belitung
Utara.
2) Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kelurahn Seberang
Mesjid.
3) Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kelurahan Mawar dan
Kelurahan Antasan Besar.
4) Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kelurahan Antasan
Kecil Timur.
b. Kelurahan Antasan Besar
1) Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kelurahan Belitung
Selatan dan Pasar Lama.
2) Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kelurahan Teluk
Dalam dab Kelurahan Kertak Baru.
3) Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kelurahan Teluk
Dalam dan Kelurahan Belitung Selatan.
4) Sebelah Timur : Berbatasan dengan Sungai Martapura.

69
70

Luas wilayah Puskesmas S.Parman 2.70 hektar. Luas wilayah


Kelurahan Pasar Lama adalah 0,65 km2 dengan jumlah RT
sebanyak 22 buah. Luas wilayah Kelurahan Antasan Besar
adalah 2.05 km2 dengan jumlah RT sebanyak 22 buah.

Berdasarkan letak Puskesmas S.Parman, maka jarak tempuh dari


yang terjauh adalah kurang lebih 30 menit dengan menggunakan
kendaraan roda dua maupun roda empat. Kondisi jalan berupa
jalan beraspal, jalan berbatu, semen, batako, baik jalan lebar
maupun gang. Sarana transportasi sebagian besar menggunakan
jalan darat, hanya sebagian kecil yang menggunakan jalur air
berupa perahu kecil atau kelotok.
4.1.1.2 Keadaan demografi/ kependudukan

Kebijakan pembangunan kependudukan diarahkan pada


peningkatan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan
Provinsi Kalimantan Selatan berada pada urutan ke 26 dari 34
provinsi. Umur Harapan Hidup (UHH) sebagai salah satu
indikator IPM bidang kesehatan. UHH Puskesmas S.parman
tahun 2014 (66,72) dan tahun 2015 (66,83).

Laju pertumbuhan penduduk tahun 2014-2015 mencapai 1,3%.


Kepadatan Penduduk kelurahan Pasar lama pada tahun 2014
kepadatan mencapai 12.244 jiwa/Km2 dan tahun 2015 mencapai
11.972 jiwa/Km2. Kelurahan Antasan Besar tahun 2014
mencapai 3.401 jiwa/Km2 dan tahun 2015 mencapai 3.361
jiwa/Km2.
71

4.1.2 Visi dan Misi Puskesmas S.Parman

4.1.2.1 Visi Puskesmas S.parman


Terwujudnya Masyarakat Sehat Secara Mandiri di wilayah
Kerja Puskesmas S.Parman Sebagai Dukungan Terwujudnya
Kecamatan Banjarmasin Tengah Sehat Secara Mandiri.
4.1.2.2 Misi Puskesmas S.parman
a. Mewujudkan individu, keluarga dan mayarakat yang
memiliki perilaku sehat dan derajat kesehatan yang optimal
yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat.
b. Menyelenggarakan manajemen kesehatan berdaya dan
berhasil guna.
c. Memelihara dan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia kesehatan melalui peningkatan pengetahuan dan
keterampilan petugas.
d. Memelihara dan meningkatkan sarana dan prasarana
kesehatan sesuai dengan perkembangan IPTEK.
e. Meningkatkan pemerataan serta keterjangkauan pelayanan
kesehatan yang bermutu.

4.13 Fasilitas dan Sarana Puskesmas S.Parman Kota Banjarmasin


Fasilitas dan sarana fisik kesehatan yang ada di Wilayah Kerja
Puskesmas S.parman Kota Banjarmasin, meliputi 1 unit mobil
Puskesmas keliling, 3 unit sepeda motor roda dua, 1 unit Puskesmas
induk, 2 unit Puskesmas pembantu dan 11 unit posyandu balita.
72

4.1.4 Ketenagaan Puskesmas S.Parman Kota Banjarmasin

Ketenagaan Puskesmas S.Parman Banjarmasin akan di sajikan dalam


bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 4.1. Jumlah Tenaga Puskesmas S.Parman Banjarmasin Tahun 2016

No Tenaga Puskesmas Total


1. Kepala Puskesmas 1 orang
2. Dokter Umum 4 orang
3. Dokter Gigi 1 orang
4. Perawat Kesehatan 7 orang
5. Perawat Gigi 3 orang
6. Bidan 6 orang
7. Apoteker 1 orang
8. Asisten Apoteker 2 orang
9. Ahli Gizi 3 orang
10. Sanitarian 2 orang
11. Laboraturium 2 orang
12. Kasubag Tata Usaha 1 orang
13. Loket Askes dan Umum 2 orang
14. Verifikator Keuangan 1 orang
15. Cleaning Service 2 orang
16. Security 1 orang
Total 39 orang

Sumber: Data Puskesmas S.ParmanTahun 2016


73

4.1.5 Jumlah Kunjungan Penyakit Terbanyak

Jumlah kunjungan penyakit terbanyak yang datang di Puskesmas


S.parman disajikan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.2 Jumlah Kunjungan Penyakit Terbanyak

No Penyakit Total Kunjungan


1 Hipertensi 4288
2 ISPA 3657
3 Gastritis dan Duodenitis 2791
4 Arthritis 2322
5 Diabetes Mellitus 1848
6 Batuk 1818
7 Gangguan Gigi dan Jaringan Penunjang 1724
8 Lansia/Senitility 1008
9 Vertigo 947
10 Demam 763
Sumber: Data Laporan Tahunan Puskesmas S.Parman Tahun 2015

Dari 10 penyakit terbanyak yang ada di Puskesmas S.Parman, penyakit


tidak menular dengan jumlah kunjungan 4288 adalah penyakit
Hipertensi, sedangkan untuk penyakit menular dengan jumlah
kunjungan 3657 adalah penyakit ISPA.

4.1.6 Karakteristik Responden

4.1.6.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Hasil distribusi frekuensi berdasarkan hasil penelitian umur


responden yang dijadikan sampel di wilayah kerja Puskesmas
S.Parman Kota Banjarmasin adalah sebagai berikut:
74

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Umur Frekuensi
No Persentase
(Tahun) (Orang)
1. 51-55 15 43%
2. 56-60 20 57%
Total 35 100%

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa usia responden yang paling


banyak adalah 56-60 tahun yaitu 20 orang (57%).

4.1.6.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Hasil distribusi frekuensi menurut pendidikan terakhir


responden hipertensi yang dijadikan sampel di wilayah kerja
Puskesmas S.Parman Kota Banjarmasin dapat dilihat pada
tabel berikut.

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

No Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase


1 SD/Sederajat 3 9%
2 SMP/Sederajat 8 23%
3 SMA/Sederajat 13 37%
4 Perguruan Tinggi 11 31%
Total 35 100%

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pendidikan terakhir responden


yang paling banyak adalah SMA/Sederajat yaitu 13 orang
(37%).
75

4.1.6.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit

Hasil distribusi frekuensi menurut riwayat penyakit responden


yang dijadikan sampel di wilayah kerja Puskesmas S.Parman
Kota Banjarmasin dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat


Penyakit
No Riwayat Penyakit Jumlah Frekuensi
1 Gastritis 3 8%
2 Prostat 3 8%
3 Jantung Koroner 5 14%
4 Hernia 2 6%
5 TB Paru 3 9%
6 Ginjal 2 6%
7 Diabetes Melitus 4 11%
8 Ambien 1 3%
9 Stroke 5 17%
10 Asma 3 9%
11 Arthritis 4 11%
Total 35 100%
Menurut tabel 4.5 Riwayat Penyakit yang paling banyak yang
di miliki responden adalah Jantung koroner sebesar 14% dan
Stroke 17%.
76

4.2 Analisa Univariat

4.2.1 Riwayat Hipertensi

Distribusi responden yang memiliki riwayat hipertensi berdasarkan


pemeriksaan tekanan darah responden di buku rekam medik. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.6 Distribusi Riwayat Hipertensi


No Riwayat Hipertensi Frekuensi Presentasi
1. Hipertensi Akut 11 31%
2. Hipertensi Kronis 24 69%
Total 35 100%

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa jumlah riwayat hipertensi di wilayah


kerja Puskesmas S.Parman Kota Banjrmasin paling banyak adalah
responden dengan riwayat hipertensi kronis yaitu sebanyak 24 orang
(69%).

4.2.2 Riwayat Hipertensi Berdasarkan Umur

Hasil tabulasi silang riwayat hipertensi berdasarkan umur adalah


sebagai berikut:

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Riwayat Hipertensi Berdasarkan Umur Responden


Riwayat Hipertensi
Umur Responden Total
No Hipertensi Akut Hipertensi Kronis
(Tahun)
F % F % F %
1 51-55 4 11% 10 29% 14 40%
2 56-60 7 20% 14 40% 21 60%
Total 11 31% 24 69% 35 100 %
77

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa sebagian besar responden pada usia 56-
60 tahun memiliki riwayat hipertensi kronis sebanyak 14 orang (40%).

4.2.3 Andropause

Distribusi kejadian andropause pada lansia laki-laki yang menjadi


sampel berdasarkan pengisian kuesioner ADAM (Andropause
Deficiency in Aging Men). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:

Tabel 4.8 Distribusi Terjadinya Andropause

No Terjadinya Andropause Frekuensi Presentase


1 Andropause 25 71%
2 Tidak Andropause 10 29%
Total 35 100%

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa sebagaian besar responden lansia laki-


laki di wilayah kerja Puskesmas S.Parman mengalami andropause
adalah sebanyak 25 orang (71%).

4.2.4 Andropause Berdasarkan Umur Responden

Hasil tabulasi silang terjadinya andropause berdasarkan umur


responden adalah sebagai berikut:

Tabel 4.9 Tabulasi silang andropause berdasarkan umur responden


Umur Andropasue
No Responden Ya Tidak Total
(Tahun) F % F %
1 51-55 9 26% 6 17% 15 43%
2 56-60 16 46% 4 11% 20 57%
Total 25 71 % 10 29% 35 100%
78

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 56-60


tahun mengalami andropause sebanyak 16 orang (46%).

4.3 Analisis Bivariat

Hubungan Riwayat Hipertensi dengan Terjadinya Andropause pada laki-laki


usia 50-60 tahun dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.10 Hubungan Hipertensi dengan Terjadinya Andropause

Terjadinya Andropause
Tidak Jumlah
No Riwayat Hipertensi Andropause
Andropause
F % F % F %
1. Hipertensi Akut 3 8% 8 23% 11 100%
2. Hipertensi Kronis 22 63% 2 6% 24 100%
Total 25 79% 10 29% 35 100%
P=0.000 < ( α=0,05)

Berdasarkan tabel 4.10 diatas menunjukkan bahwa 11 responden yang


mempunyai riwayat hipertensi akut didapatkan 3 orang (8%) andropause dan
8 orang (23%) tidak andropause, sedangkan 24 responden yang mempunyai
riwayat hipertensi kronis didapatkan 22 orang (63%) andropause dan 2 orang
(6%) tidak andropause.

Menurut Sudharma (2012) dalam hasil penelitiannya laki-laki dengan


penyakit diabetes melitus, mempunyai resiko besar untuk memiliki hormon
testosteron yang rendah di bandingkan dengan laki-laki yang tidak diabetes
melitus. Pada responden yang hipertensi akut ada yang mengalami
andropause sebanyak 3 orang (8%) , ini di sebabkan oleh faktor lain yaitu
memiliki riwayat penyakit diabetes melitus.
79

Hail uji statistik dihitung menggunakan Uji statistik Chi-Square tetapi


hasilnya tidak memenuhi syarat menggunakan uji tersebut karena terdapat
lebih dari 20% nilai frekuensi harapan yang <5. Sehingga hasil nya dibaca
melalui hasil uji statistik Fisher Exact diperoleh nilai signifikasi P (0,000 <
0,05), yang menunjukkan bahwa secara statistik bermakna (P< 0,05) hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan antara riwayat hipertensi dengan kejadian
andropause pada lansia laki-laki umur 51-60 tahun di Puskesmas S.Parman
Kota Banjarmasin.

4.4 Pembahasan

4.4.1 Riwayat Hipertensi Pada Lansia Laki-laki usia 51-60 tahun di wilayah
kerja Puskesmas S.Parman Kota Banjarmasin

Berdasarkan tabel 4.6 responden berjumlah 24 orang (69%) memiliki


riwayat hipertensi kronis dan 11 orang (31%) responden yang memilki
riwayat hipertensi akut, dapat disimpulkan sebagian besar responden
mengalami riwayat hipertensi kronis.

Hipertensi merupakan suatu peningkatan tekanan darah dalam arteri.


Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dengan
tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90
mmHg (Wydianto dan Triwibowo,2013).

Hipertensi kronis merupakan riwayat hipertensi yang sudah


berlangsung lama ( >6 bulan) bahkan bertahun-tahun. Tidak bisa
dipungkiri faktor usia merupakan salah satu penyebab seseorang
terkena penyakit darah tinggi, semakin bertambahnya usia seseorang
akan mengurangi elastisitas pembuluh darah sehingga tekanan darah
didalam tubuh orang yang sudah lanjut usia akan mengalami kenaikan
80

dan melebihi batas normalnya. Para lansia menunjukkan kecenderungan


prevalensi yang mencolok dalam kaitan gangguan-gangguan yang
bersifat kronis. Contoh golongan penyakit yang sering terjadi adalah
hipertensi (Tamher & Noorkasiani,2010).

Menurut Lionakis et al, 2012 dalam Dwipayana (2015) Penuaan akan


menyebabkan perubahan pada arteri dalam tubuh menjadi lebih lebar
dan kaku yang mengakibatkan kapasitas darah yang diakomodasikan
melalui pembuluh darah menjadi berkurang. Pengurangan ini
menyebabkan tekanan sistol menjadi bertambah dan tekanan diastol
menurun. Kekakuan arteri juga dapat disebabkan oleh adanya mediator
vasoaktif yang bekerja di pembuluh darah.

Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi.


Menurut Wydianto,dkk (2013) faktor risiko terjadinya hipertensi
meliputi umur, jenis kelamin pria cenderung mengalami tekanan darah
yang tinggi dibandingkan wanita karena laki-laki cenderung memiliki
gaya hidup yang dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan
wanita, keturunan sekitar 70-80% orang dengan hipertensi ternyata
memiliki riwayat hipertensi dalam keluarganya, obesitas, stress
berkepanjangan dapat meningkatkan tekanan darah menetap tinggi,
merokok dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung, kurang
olahraga, alkohol, konsumsi garam berlebih, dan hiperlipidemia.

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi karakteristik umur responden


yang hipertensi didapatkan 4 orang (11%) mengalami hipertensi akut
sedangkan 10 orang (29%) mengalami hipertensi kronis usia 51- 55
tahun, sedangkan 7 orang (20%) riwayat hipertensi akut dan 24 orang
(69%) hipertensi kronis usia 56-60 tahun. Peneliti menyimpulkan
berarti semakin tua umur seseorang semakin beresiko terkena
hipertensi. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Pudiastuti (2013)
81

Sekitar 90% kasus hipertensi termasuk dalam hipertensi primer terjadi


pada awal 50 tahun yang secara bertahap akan menetap seiring dengan
bertambahnya usia resiko terkena penyakit hipertensi semakin tinggi.

Berdasarkan tabel 4.5 riwayat penyakit lain terbanyak yang dimilliki


responden adalah 5 orang (14%) jantung koroner dan 5 orang (14%)
stroke, hal ini disebabkan riwayat hipertensi merupakan faktor risiko
yang kemudian menyebabkan aterosklerosis pada pembuluh darah
sehingga akan berakibat menjadi jantung koroner bahkan sampai
mengalami stroke seperti yang di alami oleh responden pada penelitian
ini. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2016)
yang menyatakan bahwa jika riwayat hipertensi lama dan tidak segera
ditangani akan menyebabkan berbagai akibat pada organ ditubuh, pada
otak dapat menyebabkan stroke, dan pada organ jantung menyebabkan
jantung koroner.

Menurut Suiraoka (2012) hipertensi harus dikendalikan, sebab semakin


lama tekanan yang berlebihan pada dinding arteri dapat merusak
banyak organ vital dalam tubuh.Tekanan darah tinggi menyebabkan
dinding pembuluh darah menjadi kaku, sehingga lama kelamaan lumen
pembuluh darah akan menyempit. Kejadian ini tidak hanya dibagian
pembuluh jantung atau otak, melainkan juga dibagian genital akibatnya,
alirah darah kegenital berkurang. Gangguan ereksi sangat mungkin
terjadi (Saryono,2010).

4.4.2 Terjadinya Andropause Pada Lansia Laki-laki usia 51 - 60 tahun di


wilayah kerja Puskesmas S.Parman Kota Banjarmasin

Andropause adalah sindroma klinik yang ditandai dengan perubahan


fisik dan emosional yang di hubungkan dengan menurunnya kadar
hormon dan khususnya hormon tostesteron dalam konsentrasi yang
82

bermakna. Dengan demikian fungsi seksual maupun fertilitas


(kesuburan) tidak berhenti sama sekali pada laki-laki yang mengalami
gejala andropause namun terjadi penurunan secara bertahap
(Widiyanto,2008).

Proses terjadinya andropause berlangsung sangat lambat sehingga


terkadang tidak menimbulkan gejala yang terlihat pada laki-laki yang
mengalami andropause. Gejala dan keluhan baru timbul jika ada faktor-
faktor pencetus yang membuat penurunan hormon (Wahyunita dan
Fitrah,2010).

Faktor internal biasanya dari dalam tubuh sendiri atau faktor genetik.
Terjadi karena adanya perubahan hormon atau organik, Juga bisa
karena mengidap penyakit tertentu yang disebut sindroma metabolik
seperti kolesterol tinggi, obesitas, dan penyakit kronis seperti kencing
manis, dan hipertensi (darah tinggi) (Hermawati,2009).

Berdasarkan tabel 4.8 dari 15 orang responden berusia 51-55 tahun ada
9 orang (26%) andropause dan 6 orang (17%) tidak andropause,
sedangkan dari 20 responden berusia 56-60 tahun ada 16 orang (46%)
andropause dan 4 orang (11%) tidak andropause, dapat disimpulkan
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Saryono (2010) yang
mengatakan andropause umumnya dimulai pada umur 50-60 tahun,
namun pada usia 60 tahun penurunan hormon itu akan semakin besar.

Perubahan yang terjadi pada andropause tidak hanya aspek fisik, tetapi
juga aspek psikologis (Asmaningrum,2014). Penurunan ini berdampak
pada kenyamanan secara umum, fungsi seksual, fungsi kognitif, volume
sel darah merah, kekuatan otot, masa tulang dan sistem imun
(Pangkahila,2011). Menurunnya testosterone didalam tubuh
83

mengakibatkan perubahan fisik, hormon, psikis serta penurunan


aktivitas seksual. Perubahan ini memberikan gejala tubuh terasa panas,
mudah lelah, insomnia, gelisah, rasa takut, menurunnya aktivitas tubuh
dan berkurang nya tenaga serta penurunan motivasi (Wulandari,2012).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan


kuesioner ADAM (Androgen Deficiency in Aging Men) yang berisi 10
pertanyaan tentang tanda dan gejala andropause sesuai dengan kondisi
yang dirasakan oleh responden. Diantara sepuluh tanda dan gejala
tersebut, pada gejala andropause penurunan dorongan seksual
responden yang mengalami ada 22 orang (22%) dan pada gejala
andropause disfungsi ereksi responden yang mengalami ada 25 orang
(71%), ini berarti sebagian besar responden mengalami penurun
hormon dan penurunan aktivitas seksual. Responden yang mengalami
lemas dan kurang tenaga ada 21 orang (60%), responden yang
mengalami penurunan kekuatan fisik dan daya tahan otot ada 21 orang
(60%), dan penurunan kemampuan olahraga ada 20 orang (57%) ini
berarti responden mengalami berkurangnya tenaga dan kekuatan otot.

Cepat atau lambatnya proses andropause yang terjadi pada seorang pria
dipengaruhi oleh riwayat hipertensi. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Chih Yeh dkk (2012) di Universitas
Texas Austin yang melibatkan 108 responden laki-laki, didapatkan hasil
risiko terjadi nya andropause pada pria yang hipertensi 5,5 kali lebih
besar di bandingkan laki-laki yang tidak mempunyai penyakit
hipertensi.

4.4.3 Hubungan Riwayat Hipertensi dengan Andropause Pada Lansia Laki-


laki di wilayah kerja Puskesmas S.Parman Kota Banjarmasin
84

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa dari 35 orang responden,


yang memiliki riwayat hipertensi kronis sebagian besar mengalami
kejadian andropause yaitu 22 orang (63%) yang memiliki riwayat
hipertensi kronis mengalami andropause dan 3 orang (8%) yang
memiliki riwayat hipertensi akut yang mengalami andropause.

Riwayat Hipertensi yang sudah lama atau bertahun-tahun


mengakibatkan aterosklerosis pada pembuluh darah (Guyton,2008
dalam Naomi 2014). Pada penderita hipertensi terutama yang tidak
terkontrol, pembuluh darahnya akan mengalami gangguan yaitu timbul
penebalan di dinding pembuluh darahnya. Penebalan dinding pembuluh
darah tersebut mengakibatkan aliran darah yang tidak lancar, padahal
untuk mengalami ereksi yang baik tubuh pria memerlukan aliran darah
yang lancar terutama kebagian organ seksualnya (Djoko,2010).

Menurut Suharsono (2015) hipertensi kronis (berbulan-bulan bahkan


tahun) dapat menyebabkan disfungsi ereksi akibat tekanan darah yang
terlalu tinggi. Pada hipertensi akut (antara 2-4 bulan) pada bulan ke
enam akan mulai terlihat beberapa gejalanya. Hipertensi menyebabkan
penyempitan pembuluh darah yang mengalirkan darah kepenis. Dari
waktu ke waktu, kerusakan pembuluh darah didalam dan sekitar penis
(arterosklerosis) membuat semakin sedikit darah yang dapat masuk ke
dalam penis. Kondisi ini membuat munculnya disfungsi ereksi,
permasalahan ini terjadi terutama pada laki-laki yang tidak mengobati
tekanan darah tingginya secara teratur dan berkelanjutan (Cahya,2013).

Tekanan darah tinggi menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi


kaku, sehingga lama kelamaan lumen pembuluh darah akan menyempit.
Kejadian ini tidak hanya di bagian pembuluh jantung dan otak,
melainkan juga dibagian genital. Akibatnya aliran darah kegenital
85

berkurang. Gangguan ereksi sangat mungkin terjadi (Saryono,2010).


Penelitian ponholzer dkk menyebutkan, terdapat korelasi terbalik antara
hipertensi dengan kadar tostesteron, dimana semakin tinggi tekanan
darah seseorang semakin rendah kadar testosteronnya (andropause).

Hal ini sesuai dengan penelitian dalam tesis Sudharma (2012) di


Puskesmas Kecamatan Cilandak, faktor eksternal yang berhubungan
dengan kadar hormon testosteron hipertensi termasuk dalam salah satu
faktornya. Peningkatan tekanan darah berpengaruh negatif terhadap
steroidogenesis (kolestrerol yang membentuk steroid), belakangan ini
juga diketahui bahwa gen dalam pengaturan tekanan darah juga terlibat
dalam steroidogenesis. Laki-laki dengan riwayat keluarga hipertensi
mempunyai kecenderungan hormon testosteronnya rendah.

Menurut Hermawati (2009) cepat atau lambatnya proses andropause


dipengaruhi oleh dua faktor eksternal dan faktor internal. Faktor
internal berasal dari dalam tubuh sendiri atau faktor genetik, dan
disertai sindroma metabolik seperti kolesterol tinggi,obesitas serta
penyakit kronis diabetes melitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi).

4.5 Keterbatasan penelitian

Adapun hal-hal yang menjadi keterbatasan pada penelitian ini antara lain:

4.5.1 Dalam hal pengumpulan data peneliti mendapatkan responden sesuai


dengan yang dikehendaki tetapi ada responden yang tidak bersedia dan
tidak punya waktu karena kesibukan responden, sehingga responden
tersebut terlewati.

4.5.2 Kesulitan dalam mencari sampel karena ternyata jumlah kunjungan


yang berobat ke Puskesmas S.Parman ternyata yang berjenis kelamin
laki-laki lebih sedikit dibandingkan wanita, sedangkan untuk penelitian
86

ini responden yang dicari adalah laki-laki yang mempunyai riwayat


hipertensi dan berusia 51-60 tahun.

4.5.3 Dalam hal pencarian responden bila pasien yang tidak rutin berobat ke
puskesmas tidak bisa di jadikan responden karena riwayat hipertensinya
tidak diketahui.

4.5.4 Peneliti tidak mengkaji riwayat merokok pada responden padahal


merokok merupakan salah satu faktor yang juga menyebabkan
penurunan testosteron pada laki-laki, hal ini dapat mempengaruhi hasil
dari penelitian.

4.6 Implikasi Keperawatan

Hasil penelitian ini akan menambah informasi tentang salah satu dampak
yang dialami laki-laki yang memiliki riwayat hipertensi yaitu terjadinya
andropause, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam tindakan
keperawatan terutama dalam tindakan pencegahan pada lansia laki-laki yang
akan memasuki masa tua maupun tindakan perawatan pada lansia laki-laki
yang akan memasuki masa andropause, antara lain dengan memantau
perubahan tekanan darah lansia laki-laki setiap kali memeriksakan diri dan
memberikan konseling terkait dengan masalah andropause dan hipertensi,
sehingga dapat mencegah dan menurunkan angka kejadian hipertensi. Selama
ini yang terjadi dilapangan semakin bertambahanya usia yang mengalami
penurunan hormon adalah wanita atau yang sering disebut dengan menopause
saja yang diperhatikan padahal yang tejadi sesungguhnya laki-laki juga
mengalami hal serupa dengan wanita yaitu andropause.
87
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas S.Parman tentang


hubungan riwayat hipertensi dengan terjadinya andropause pada lansia laki-
laki usia 51-60 tahun di wilayah kerja Puskesmas S.Parman Kota
Banjarmasin tahun 2016, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

5.1.1 Responden yang memiliki penyakit hipertensi sebagian besar


dikategorikan mengalami riwayat hipertensi kronis yaitu 24 orang
(69%).

5.1.2 Jumlah responden yang mengalami andropause yaitu 25 orang (71 %).

5.1.3 Terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat hipertensi dengan


andropause di wilayah kerja Puskesmas S.Parman Banjarmasin Tahun
2016 (p= 0,000 < α=0,05)

5.2 Saran

Saran yang ingin peneliti sampaikan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:

5.2.1 Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat dilaksanakan penelitian lanjutan terhadap faktor-faktor yang


berhubungan dengan penurunan testosteron yang menyebabkan
andropause pada seorang laki-laki selain riwayat hipertensi antara lain
usia, gaya hidup seperti merokok aktivitas fisik, status gizi seperti
obesitas asupan makanan dan penyakit kronis diabetes melitus.

87
88

5.2.2 Bagi Puskesmas

Hasil penelitian dapat memberikan masukan bagi petugas puskesmas


S.parman Banjarmasin untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan dalam hal melakukan pencegahan hipertensi serta
melakukan pengobatan terhadap pasien yang sudah mengalami
hipertensi. Melakukan pengkajian terjadinya risiko andropause pada
penderita hipertensi, karena selama ini di puskesmas hanya
memperhatikan wanita yang menopause saja tanpa memperhatikan
bahwa laki-laki juga mengalami hal yang dialami oleh wanita hanya
saja tidak terlihat secara langsung tanpa pengkajian yang serius tentang
andropause.

5.2.3 Bagi Tenaga Kesehatan

Informasi ini dijadikan sebagai dasar dalam melakukan tindakan


keperawatan, dapat menjadi tambahan ilmu. Bahwa yang mengalami
penurunan hormon tidak hanya wanita (menopause) saja seiring dengan
bertambahnya usia laki-laki juga mengalami hal tersebut (andropause)
hanya saja terkadang karena kurangnya pengetahuan dan gejala-gejala
andropause yang dirasakan sering diabaikan oleh laki-laki sehingga
tenaga kesehatan juga tidak mengetahuinya.
DAFTAR RUJUKAN

Arikunto S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi


VI. Jakarta : PT Rineka Cipta

Artinawati,sri. (2014).Asuhan Keperawatan Gerontik. Bogor: In Media.

Asmaningrum,N. (2014). Dukungan Sosial Keluarga Sebagai Upaya Pencegahan


Stress Pada Lansia Dengan Andropause di Desa Gebang Wilayah Kerja
Puskesmas Patrang Kabupaten Jember (internet),tersedia dalam
<http://jurnal.unej.ac.id/index .php/IKESMA/artical/view/1682> (diakses
tanggal 16 November 2015)

Aspiani, R.Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: CV.
Trans Info Media.

Astuti,E., Wahyuningsih(2013). Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi Pada


Usia Lanjut(internet),tersedia dalam
<http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/JNK I/article/view/9/8> (diakses
tanggal 2 juni 2016)

Azizah, Lilik Ma’rifatul. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Badan Pusat Statistik Banjarmasin. (2014). Jumlah Penduduk Provinsi


Kalimantan Selatan dan Kota Banjarmasin (Internet), tersedia dalam
<http://banjarmasinkota.bps.go.id> (diakses tanggal 20 Mei 2015)

Cahya Legawa. (2013). Bahaya Tekanan Darah Tinggi. Tersedia dalam


http://catatan.legawa.com/2013/02/bahaya-tekanan-darah-tinggi/ (diakses
tanggal 7 Maret 2016)

Chih Yeh Hsin., Chii-Jye Wang., Yung-Chin Lee, Hsi-Lin Hsiao., Wen-Jeng Wu.,
Yi Her Chou., Chun Hsiung Huang. (2012) Association Among Metabolic
Syndrome, Testosterone level, and severity of erectile dysfunction.
Kaohsiung J Med Sci.May 2008 vol.24 n0.%.240-6

Dahlan, S.M. (2011).Statistik Untuk Kedokteran dan


Kesehatan:Deskriptif,Bivariat dan Multivariat. Jakartan:Salemba Medika.

Djoko Rahardjo, Sp.BU.(2010). DE (Disfungsi Ereksi) Gangguan Pembuluh


Darah,Sub-bagian Urologi, Bagian Bedah Fakultas Kedokteran UI/RSCM
Tersedia dalam <http://drboyke.yolasite.com/gejala-disfungsi-ereksi.php>
(diakses pada tanggal 5 Januari 2016)
90

Dwipayana Krisna. (2015). Hipertensi Pada Lanjut Usia (Lansia). Tersedia dalam
<https://krisnamed.wordpress.com/2015/03/12/hipertensi-pada-lanjut-usia-
lansia/> (diakses tanggal 19 Juni 2016)

Fatimah. (2010). Merawat Manusia Lanjut Usia Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan Gerontik. Jakarta: CV Trans Info Media

Fatmah. (2010). Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga.

Hermawati,D B. (2009). Hubungan Andropause Dengan Depresi Pada Guru dan


Karyawan SMA Negri 1 Sukoharjo (internet). Tersedia dalam
<https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/12512/MjcwNjg=/Hubungan-
andropause-dengan-depresi-pada-guru-dan-karyawan-SMA-Negeri-1-
Sukoharjo-abstrak.pdf.> (diakses pada tanggal 9 oktober 2015).

Hidayat,A. (2011). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.


Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat,A., Aziz A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa


Data. Jakarta:Salemba medika.

Indrayanto Yoseph. (2009). Andropause (internet). Tersedia dalam <


fk.uns.ac.id/static/resensibuku/ANDROPAUSE.pdf> (diakses tanggal 30
oktober 2015)

Journal Of Hypertension (2013). ESH/ESC Guidelines for the Management of


arterial hypertension 31:1281–1357.

Maryam, R S., Ekasari, M F., Rosidawati., Jubaedi A., Batubara I. (2008).


Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

Menkokesra. (2013). Lansia Perlu di Perhatikan (Internet), tersedia dalam


<http://www.menkokesra.go.id> (diakses tanggal 13 Mei 2015)

Naomi, D.,Anis. (2014). Hubungan Status Hipertensi dengan Kejadian Demensia


pada Lansia di Posyandu Lansia Puskesmas Kedaton Bandar Lampung
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Bandar Lampung. (diakses
tanggal 1 juni 2016)
91

Notoadmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi).


Jakarta:Rineka Cipta.

Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika.

Nursalam. (2014). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis


Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Palmer,A., Wiliam,B. (2007). Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Erlangga

Pangkahila,W. (2011). Anti aging, Tetap Muda dan Sehat. Jakarta:Kompas.

Pangkahila,wimpie. (2007). Anti Aging Medicine, Memperlambat Penuaan


Meningkatkan Kualitas Hidup. Jakarta:Kompas.

Priyoto. (2015). Nursing Intervention Classification (NIC) Dalam Keperawatan


Gerontik. Jakarta: Salemba Medika.

Pudiastuti,R,D. (2013). Penyakit-Penyakit Mematikan. Yogyakarta: Nuha


Mediaka.

Saryono., Badrushshalih Muhammad. (2010). Andropause (menopause pada laki-


laki) Plus Penyakit Pada Lansia. Jogjakarta: Nuha Medika.

Setiawan,A. (2010). Perbedaan angka kejadian andropause antara lansia


perokok dan lansia bukan perokok (internet), tersedia dalam
<core.ac.uk/download/pdf/12347057.pdf> (diakses tanggal 29 oktober
2015)

Sudharma,I,D. (2012). Faktor Eksternal Yang Berhubungan Dengan Kadar


Hormon Testosterone Pada Laki-laki Usia 40 Tahun Ke Atas di Kecamatan
Cilandak Jakarta Selatan. (internet) Tersedia dalam <http://Iib.ui.ac.id/file?
file=digital/20315941-T31502Faktor%20eksternal pdf > (diakses tanggal 11
November 2015)

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi


(Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.
92

Suharno.(2015). Artikel Kesehatan Hipertensi Bisa Sebabkan Disfungsi Ereksi.


Tersedia dalam <http://www.radarbanyumas.co.id/hipertensi-bisa-sebabkan-
disfungsi-ereksi/> (diakses tanggal 5 Januari 2016)

Suiraoka,IP. (2012). Penyakit Degeneratif Mengenal,Mencegah dan Mengurangi


Faktor Risiko 9 Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika.

Susilo,Y., Wulandari,A. (2011). Cara Jitu Mengatasi Hipertensi. Yogyakarta:


Andi Offset.

Suweino., Parwanto,E., Tjahjadi,D. (2012). Hubungan Kadar Sex Hormone


Binding Globulin (SHBG) Dengan Testosteron Pada Pria Dewasa di
Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan (internet). Tersedia dalam
http://www.kalbemed.com/Portals/6/07 199Hubungan%20Kadar%
20SHBG%20Testosteron%20Pria%Dewasa.pdf ( diakses pada tanggal 30
November 2015)

Syaifuddin. (2011). Anatomi Fisiologi Kurikulim Berbasis Kompetensi untuk


Keperawatan & Kebidanan. Jakarta:EGC.

Tamher,S., Noorkasiani. (2009). Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan


Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Topan,AR. (2015). Analisis Statistik Penelitian Kesehatan (Prosedur Pemilihan


Uji Hipotesis Penelitian Kesehatan). Bogor: In Media.

Verma,P., Mahajan,K,K., Mitral,S. (2006). Andropause- A Debatable


Physiological Process. JK science Vol.8 No.2 April-Juni Hal:68-72.

Vina W D., Fitrah. (2010). Memahami Kesehatan Pada Lansia. Jakarta: CV.
Trans Info Media.

Widiyanto,P. (2008). Andropause,Menopause Ala Pria,adakah? (internet),


tersedia
dalam<http://digilib.stikesmuhgombong.ac.id/files/disk1/28/jtstikesmuhgo-
gdl-puguhwidiy-1356-2-hal.48--5.pdf> (diakses tanggal 30 oktober 2015)

Widyanto,F,C., Triwibowo,C. (2013). Tren Disease Trend Penyakit Saat Ini.


Jakarta:Trans Info Media.
93

Worl Health Organization. (2013). Clinical Guidelines For The Managemenet of


Hypertension. Cairo: World Health Organization. Pharmacist Intercention
Program to Enhance Hypertension Control: A Randomised Controlled
Trial.
IntJclinPharm(internet).Tersediadalamhttp://whqlibdoc.Who.int/publication
s /2012/9789241564458 .pdf (diakses pada tanggal 20 Desember 2015).
LAMPIRAN-LAMPIRAN
KUESIONER
HUBUNGAN RIWAYAT HIPERTENSI DENGAN ANDROPAUSE DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS S.PARMAN BANJARMASIN 2016

OLEH : SARINAH

NPM : 12142011288

NO FORMULIR : ..................................

NO RESPONDEN : ...................................

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN
BANJARMASIN,2016
LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Responden yang saya hormati,


Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sarinah
NPM : 12142011288
Alamat : Jl. S.Parman Gg.Nusa Indah No.18 RT.04 RW.01 Kel. Belitung Utara
Kec.Banjarmasin Barat,Banjarmasin.
Telepon : 087879974858
Adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Banjarmasin, akan melakukan penelitian sebagai persyaratan tugas akhir tentang: “Hubungan
Riwayat Hipertensi Dengan Andropause di Wilayah Kerja Puskesmas S.Parman Banjarmasin
Tahun 2016”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara hipertensi dengan terjadinya
andropause pada pasien rawat jalan laki-laki di wilayah kerja Puskesmas S.Parman
Banjarmasin. Penelitian ini dilakukan dengan cara saat melakukan penelitian, peneliti akan
membagikan kuesioner yang berisi 10 pertanyaan dan pertanyaan-pertanyaan tersebut akan
dijawab dan di isi sendiri oleh reponden, responden boleh bertanya kepada peneliti apabila
saat mengisi kuesioner ada pertanyaan yang tidak dipahami. Penelitian ini mempunyai resiko
yang minimal dan tidak akan merugikan responden, resiko yang muncul adalah responden
mungkin merasa sedikit malu karena isi dari kuesioner gejala-gejala andropause tentang
seksualitas. Manfaat penelitian ini adalah hasil yang diperoleh dari penelitian ini akan sangat
bermanfaat bagi peneliti, dunia keperawatan, bagi institusi sebagai referensi untuk penelitian
selanjutnya dan Puskesmas S.Parman. Hasil penelitian ini akan mengetahui apakah ada
hubungan antara riwayat hipertensi dengan terjadinya andropause di Puskesmas S.Parman
Kota Banjarmasin Tahun 2016.Peneliti akan merahasiakan identitas dan jawaban responden
dalam penelitian ini hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

Bersama surat ini peneliti lampirkan lembar persetujuan menjadi responden. Saudara
dipersilahkan menandatangani lembar persetujuan apabila bersedia menjadi responden
penelitian(terlampir). Jika saudara tidak menyetujui permohonan ini saudara berhak menolak
atau mengundurkan diri. Atas bantuan dan kerjasamanya, saya ucapkan terimakasih.

Banjarmasin, 2016 Peneliti,

SARINAH
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini bersedia menjadi responden penelitian yang dilakukan
oleh:

Nama : Sarinah
NPM : 12142011288
Status : Mahasiswa Program Studi S.1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin

Saya telah mendapat penjelasan dari peneliti mengenai tujuan penelitian ini. Saya mengerti
bahwa data mengenai penelitian ini akan dirahasiakan. Semua berkas yang mencantumkan
identitas responden hanya digunakan untuk terkait penelitian.Saya mengerti bahwa tidak ada
risiko yang akan terjadi. Apabila ada pertanyaan dan respon emosional yang tidak nyaman atau
berakibat negatif pada saya, maka peneliti akan menghentikan pengumpulan data dan peneliti
memberikan hak kepada saya untuk mengundurkan diri menjadi responden dari penelitian ini
tanpa risiko apapun.

Demikian surat pernyataan ini saya tandatangani tanpa suatu paksaan. Saya bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini secara sukarela.

Banjarmasin, 2016

(.................................................)
LEMBAR KUESIONER

Judul penelitian : Hubungan Riwayat Hipertensi Dengan Andropause Di


Wilayah Kerja Puskesmas S.Parman Kota Banjarmasin
Tahun 2016.

Tanggal : …………….

Kode Responden : …………….

A. Petunjuk pengisian kuesioner, berikan tanda Checklist ( √ ) pada lembar jawaban


kuesioner sesuai dengan jawaban responden (Diisi oleh peneliti).

B. Identitas Responden
a. Inisial Nama : …………….

b. Tempat/Tanggal Lahir : …………….

c. Umur : …………….

d. Pendidikan Terakhir : …………….

e. Riwayat Penyakit : …………….


KUESIONER ADAM

(Androgen Deficiency in Aging Men)

No Pertanyaan Ya Tidak

1 Apakah anda merasa mengalami penurunan dorongan seksual?

2 Apakah anda merasa lemas dan kurang tenaga?

3 Apakah anda mengalami penurunan kekuatan fisik atau daya


tahan otot?

4 Apakah tinggi badan anda berkurang?

5 Apakah anda merasakan penurunan dalam merasakan


kesenangan hidup?

6 Apakah anda sering merasa kesal, sedih dan cepat marah?

7 Apakah ereksi anda kurang kuat?

8 Apakah anda merasakan penurunan kemampuan olahraga?

9 Apakah anda mudah tertidur setelah makan?

10 Apakah anda merasa adanya penurunan prestasi kerja?

Petunjuk: Berilah tanda (√) pada kolom jawaban (ya) bila anda merasa pertanyaan ini sesuai
dengan kondisi anda. Sebaliknya, berilah (√) pada kolom jawaban (tidak) bila anda merasa
pertanyaan ini tidak sesuai dengan kondisi anda.
JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN

No November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
Kegiatan
. 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Memilih dan mengajukan topik/judul
2. Studi pendahuluan
3. Menyusun proposal
4. Seminar proposal
5. Revisi proposal
6. Pelaksanaan penelitian
7. Penyusunan laporan
8. Seminar skripsi
9. Revisi skripsi
10. Pengumpulan naskah skripsi

Banjarmasin, 28 Juli 2016


Peneliti,

Sarinah
Tabulasi Kuesioner ADAM (Androgen Deficiency in Aging Men)

Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5 Soal 6 Soal 7 Soal 8 Soal 9 Soal 10
No Responden Skor Kategori Andropause
ya tidak ya tidak ya tidak ya tidak ya tidak ya tidak ya tidak ya tidak ya tidak ya tidak
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 6 Ya
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 Ya
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 7 Ya
4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 6 Ya
5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 Tidak
6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 Ya
7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Tidak
8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 Ya
9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 Ya
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 Ya
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 Tidak
12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 Ya
13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 Tidak
14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 Ya
15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 Tidak
16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 6 Ya
17 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 Ya
18 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Tidak
19 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 6 Ya
20 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 Tidak
21 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 Ya
22 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 Ya
23 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 6 Ya
24 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 Ya
25 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 Tidak
26 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 Tidak
27 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 Tidak
28 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 6 Ya
29 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 7 Ya
30 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 Ya
31 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 6 Ya
32 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 Ya
33 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 6 Ya
34 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 7 Ya
35 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 Ya
Jumlah 22 13 21 14 21 14 6 29 14 21 17 18 25 10 20 15 7 28 20 15
Total 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35
Persentase (%) 63% 37% 60% 34% 60% 34%% 17% 83% 34% 60% 49% 51% 71% 29% 57% 43% 20% 8% 57% 43%
Total Persentase (%) 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
REKAPITULASI DATA
No Umur Pendidikan Riwayat Riwayat Andropause
Resp Penyakit Hipertensi
1 60 SD Gastritis Kronis Ya
2 52 SMA Jantung koroner Kronis Ya
3 55 SMA Asma Kronis Ya
4 60 Perguruan Tinggi Prostat Kronis Ya
5 60 Perguruan Tinggi Arthritis Akut Tidak
6 60 SMP Jantung Koroner Kronis Ya
7 54 SMP Hernia Akut Tidak
8 51 Perguruan Tinggi Stroke Kronis Ya
9 60 SMA TB Paru Kronis Ya
10 60 SD Ginjal Kronis Ya
11 60 Perguruan Tinggi Jantung Koroner Kronis Tidak
12 59 Perguruan Tinggi Arthritis Akut Ya
13 51 SMA TB Paru Akut Tidak
14 60 SMP Diabetes Melitus Kronis Ya
15 60 SMA Hernia Akut Tidak
16 60 SMA Prostat Kronis Ya
17 50 SMA Diabetes Melitus Kronis Ya
18 58 Perguruan Tinggi Ambeien Akut Tidak
19 56 Perguruan Tinggi TB Paru Kronis Ya
20 51 Perguruan Tinggi Gastritis Akut Tidak
21 51 SMP Jantung Koroner Kronis Ya
22 51 Perguruan Tinggi Gastritis Kronis Ya
23 55 SMP Diabetes Melitus Kronis Ya
24 56 SMA Stroke Kronis Ya
25 51 SMA Diabetes Melitus Kronis Tidak
26 54 SD Ginjal Akut Tidak
27 54 SMP Stroke Akut Tidak
28 55 Perguruan Tinggi Prostat Kronis Ya
29 59 SMA Stroke Kronis Ya
30 60 SMA Arthritis Kronis Ya
31 60 SMA Asma Akut Ya
32 56 SMA Arthritis Kronis Ya
33 60 SMP Stroke Kronis Ya
34 60 Perguruan Tinggi Asma Akut Ya
35 51 SMA Jantung Koroner Kronis Ya
Frequencies
[DataSet0]

Statistics

Riwayat Terjadi
Hipertensi Andropause
N Valid 35 35
Missing 0 0

Frequency Table
Riwayat Hipertensi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Hipertensi akut 11 31,4 31,4 31,4
Hipertensi Kronis 24 68,6 68,6 100,0
Total 35 100,0 100,0

Terjadi Andropause

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 25 71,4 71,4 71,4
Tidak 10 28,6 28,6 100,0
Total 35 100,0 100,0

Correlations
[DataSet0]

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N


hipertensi 1.31 .471 35
andropause 1.71 .458 35

Correlations

hipertensi andropause
hipertensi Pearson Correlation 1 -.662**
Sig. (2-tailed) .000
Sum of Squares and
7.543 -4.857
Cross-products
Covariance .222 -.143
N 35 35
andropause Pearson Correlation -.662** 1
Sig. (2-tailed) .000
Sum of Squares and
-4.857 7.143
Cross-products
Covariance -.143 .210
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Crosstabs
[DataSet0]

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Riwayat Hipertensi *
Terjadi Andropause 35 100,0% 0 ,0% 35 100,0%

Riwayat Hipertensi * Terjadi Andropause Crosstabulation

Count
Terjadi Andropause
Ya Tidak Total
Riwayat Hipertensi Hipertensi akut 3 8 11
Hipertensi Kronis 22 2 24
Total 25 10 35

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 15.326b 1 .000
Continuity Correctiona 12.333 1 .000
Likelihood Ratio 15.220 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
14.888 1 .000
Association
N of Valid Cases 35
a. Computed only for a 2x2 table
b. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.
14.

Symmetric Measures(c)

Value Approx. Sig.


Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,552 ,000
N of Valid Cases 35
a Not assuming the null hypothesis.
b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c Correlation statistics are available for numeric data only.

Risk Estimate
95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Riwayat
Hipertensi (Hipertensi akut ,034 ,005 ,243
/ Hipertensi Kronis)
For cohort Terjadi
Andropause = Ya ,298 ,113 ,787
For cohort Terjadi
Andropause = Tidak 8,727 2,206 34,530
N of Valid Cases 35
Dokumentasi Penelitian

Tempat Penelitian
Peneliti Menjelaskan Tujuan Penelitian Kepada responden

Responden Sedang Berbicara dan Bertanya Kepada Peneliti Tentang Kuesioner

Responden Menandatangani Imform Consent dan Mengisi Kuesioner :

Anda mungkin juga menyukai