Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu tujuan kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia adalah untuk mengambil hasil bumi
yang laku di pasaran internasional.Untuk menjamin kebutuhan ekonomi itu, para penguasa
kolonial di Indonesia membuat berbagai kebijakan ekonomi yang menguntungkan pihak
mereka.Pada tahun 1870 di Indonesia mulai dilaksanakan politik kolonial liberal yang sering
disebut ”Politik Pintu Terbuka (open door policy)”. Sejak saat itu pemerintah Hindia Belanda
membuka Indonesia bagi para pengusaha asing untuk menanamkan modalnya, khususnya di
bidang perkebunan.Periode antara tahun 1870 -1900 disebut zaman liberalisme.

Pada waktu itu pemerintahan Belanda dipegang oleh kaum liberal yang kebanyakan terdiri dari
pengusaha swasta mendapat kesempatan untuk menanam modalnya di Indonesia dengan cara
besar-besaran. Mereka mengusahakan perkebunan besar seperti perkebunan kopi, teh, tebu, kina,
kelapa, cokelat, tembakau, kelapa sawit dan sebagainya. Mereka juga mendirikan pabrik seperti
pabrik gula, pabrik cokelat, teh,rokok, dan lain-lain.Pelaksanaan politik kolonial liberal ditandai
dengan keluarnya undang-undang agraria dan undang-undang gula.

Politik kolonial liberal di Eropa pada awalnya merupakan cerminan antara perbedaan dalam
bidang politik yang berhaluan totalitarisme (fasisme dan komunisme) dan liberalisme (sosialisme
dan kapitalisme).Hubungan timbal balik antara ekonomi pasar dengan liberalisasi politik yang
relatif bisa dilihat pada studi perbandingan mengenai negara-negara fasis maupun komunis
(Fogelman, 1985: 150).

Selain itu, konsep hukum dibalik turunnya pandangan koseptual negara dan masyarakat dalam
liberalisme klasik. Masyarakat dipahami sebagai himpunan bermacam-macam perkumpulan
sukarela, dan negara itu juga pada intinya dianggap sebagai badan yang diorganisasikan secara
sukarela, karena otoritasnya diperoleh atas dasar persetujuan mereka yang diperintah.
Liberalisme selalu menganut pemikiran bahwa hubungan antara Negara dan masyarakat atau
antara pemerintah dan individu pada akhirnya ditentukan oleh hukum yang kedudukannya lebih
tinggi dari pada hukum negara (Fogelman, 1985: 191).

Paham kebebasan liberalisme mulai tumbuh subur di Eropa dan dianggap sebagai paham yang
paling sesuai untuk diterapkan oleh negara-negara yang menjunjung tinggi kebebasan.
Liberalisme muncul sebagai sikap pendobrakan terhadap kekuasaan absolut dan didasarkan atas
teori rasionalistis yang umum dikenal sebagai Social Contract. Sejak tahun 1900-an, politik dan
ekonomi liberal memiliki hubungan yang sangat erat.

Menurut Ramadhan (2006) gagasan ekonomi liberal didasarkan pada sebuah pandangan; setiap
individu harus diberi akses seluas mungkin untuk melakukan kegiatan-kegiatan ekonominya,
tanpa ada intervensi dan campur tangan dari negara. Atas dasar itu, campur tangan negara tidak
diperlukan lagi. Bila liberalisme awal (early liberalism) lebih menekankan pada hak-hak politik,
maka sejak tahun 1900-an, liberalisme telah mencakup hampir seluruh dimensi kehidupan,
termasuk di dalamnya liberalisasi di bidang ekonomi.

Pelaksanaan politik kolonial liberal di Indonesia tidak terlepas dari perubahan politik Belanda.
Pada tahun 1850, golongan liberal di negeri Belanda mulai memperoleh kemenangan dalam
pemerintahan. Kemenangan itu diperoleh secara mutlak pada tahun 1870, sehingga tanam paksa
dapat dihapuskan. Mereka berpendapat bahwa kegiatan ekonomi di Indonesia harus ditangani
oleh pihak swasta. Pemerintah hanya mengawasi saja, yaitu hanya sebagai polisi penjaga malam
yang tidak boleh campur tangan dalam bidang ekonomi. Sistem ini akan menumbuhkan
persaingan dalam rangka meningkatkan produksi perkebunan di Indonesia. Dengan demikian
pendapatan negara juga akan bertambah banyak.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam membuat makalah ini, penulis menentukan rumusan masalah yang akan dibahas yaitu:

Apakah pengertian dari perekonomian kolonial liberal dan politik pintu terbuka (open door
politic)?

Latar belakang apa yang mendasari terjadinya politik pintu terbuka di Indonesia?

Bagaimana perkembanganperdagangan masa perekonomian politik pintu terbuka?

Bagaimana pelaksanaan sistem politik pintu terbuka?

Dampakapa yang dialami oleh bangsa Indonesia dengan adanya perekonomian politik pintu
terbuka?

1.3 Tujuan Penulisan

Bedasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang ajan dicapai ialah sebagai berikut:

Mendefinisikan pengertian perekonomian politik kolonial liberal dan politik pintu terbuka(open
door politic).

Mengetahui latar belakang yang mendasari terjadinya perekonomian politik pintu terbuka di
Indonesia.

Menjelaskan bagaimana perkembangan perdagangan masa perekonomian politik pintu terbuka.

Mengetahui sistem politik pintu terbuka masa Hindia Belanda.


Mengetahui apa saja akibat yang dialami bangsa Indonesia dengan adanya perekonomian politik
pintu terbuka.

1.4 Metode Penulisan

Penulis menentukan topikmakalah ini berdasarkan permasalahan perekonomian era Hindia


Belanda khususnya pada penerapan ekonomi liberal di indonesia. Penulis sendiri memakai
metode sejarah diantaranya: Heuristik, Kritik, Interpretasi dan juga Historiografi.Pemilihan topik
di era politik pintu terbuka 1870-1900 karena di era tersebutterjadi perbedaan yang cukup
signifikan antara sebelum diterapkannya ekonomi liberal ini dengan sesudahnya.Diantaranya
banyak muncul perkebunan-perkebunan baru serta pabrik-pabrik dari pihak swasta.Selain itu
politik pintu terbuka sendiri adalah yang mengawali masuknya pengusaha-pengusaha swasta
untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Dalam pencarian data atau heuristik sendiri penulis berfokus mencari rujukan dari berbagai buku
yang membahas mengenai ekonomi liberal.Khususnya ekonomi liberal era 1870 yang berkaitan
dengan politik pintu terbuka.

Selain pengumpulan data atau heuristik, penulis juga memandang dari pandangan beberapa karya
literature yang ada dengan melakukan kritik sumber satu dengan yang lain. Dalam pemenuhan
makalah yang bersifat obyektif, penulis memilah data yang dianggap paling relevan dengan
perspektif temporal yang terjadi.Oleh karena itu penulis melakukan kritik sumber agar
memperoleh data yang luas dalam penjelasan.Selanjutnya, penulis melakukan interpretasi
terhadap data-data yang diperoleh dengan menyimpulkan suatu peristiwa secara sistematis dari
peristiwa satu dengan peristiwa lainnya.

Dalam tahap historiografi setelah melakukan interpretasi penulis akan menuliskan yang menjadi
interpretasi dalam beberapa sumber yang telah diperoleh. Menjelaskan bagaimana kondisi
masyarakat pada sat itu, keadaan perkebunan, serta pabrik-pabrik yang didirikan. Serta
membahas secara rinci undang-undang apa saja yang berlaku di era politik pintu terbuka.
Berbagai sumber data sebagai rujukan juga telah dituliskan sebagai bukti dalam penulisan
makalah ini.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Paham Liberal di Eropa

Paham liberal atau liberalisme mulai berkembang pesat sejak berkobarnya Revolusi Perancis
pada tahun 1789.Tujuannya menumbangkan kekuasaan raja yang sangat mutlak. Dengan kata
lain rakyat Perancis mengobarkan revolusi untuk melawan rajanya yang bertindak sewenang-
wenang. Rakyat Perancis menuntut kebebasan.Revolusi yang bertujuan menuntut kebebasan
rakyat dari tindakan raja yang sewenang-wenang itu dinamakan revolusi liberal. Orang-orang
yang menghendaki agar rakyat memperoleh kebebasan,disebut kaum liberal.

Menurut Siswanto (2004: 262) bahwa salah satu asas dari gagasan kontrak sosial ini adalah
bahwa dunia dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam (nature), yang mengandung prisip-
prinsip keadilan universal; artinya berlaku untuk semua waktu serta semua manusia (Natural
Law).Teori-teori kontrak sosial merupakan usaha mendobrak dasar dari pemerintahan absolut,
dan berusaha menetapkan hak-hak politik rakyat. Bagi John Locke, hak-hak politik mencakup
hak atas hidup, hak atas kebebasan dan hak untuk mempunyai milik (life, liberty and property).

Sedangkan menurut Ramadhan (2006) bahwa gagasan ekonomi liberal didasarkan pada sebuah
pandangan; setiap individu harus diberi akses seluas mungkin untuk melakukan kegiatan-
kegiatan ekonominya, tanpa ada intervensi dan campur tangan dari negara.Atas dasar itu, campur
tangan negara tidak diperlukan lagi.

Revolusi Perancis berpengaruh besar terhadap perkembangan sejarah, terutama sejarah


Eropa.Ketika Revolusi Perancis meletus, semua kerajaan di daratan Eropa diperintah oleh raja-
raja yang berkuasa mutlak. Karena pengaruh Revolusi Perancis,di negara-negara daratan Eropa
pun timbul gerakan liberal. Dengan demikian cita-cita kaum liberal, yakni menuntut kebebasan
rakyat,berkembang di Eropa. Antara lain berkembang di negeri Belanda.

2.2 Pelaksanaan Politik Liberal di Belanda

Gerakan liberal di negeri Belanda dipelopori oleh para pengusaha swasta.Oleh karena itu,
kebebasan yang mereka perjuangkan terutama kebebasan di bidang ekonomi.Kaum liberal di
negeri Belanda berpendapat, bahwa seharusnya pemerintah jangan ikut campur tangan dalam
kegiatan ekonomi.Mereka menghendaki agar kegiatan ekonomi ditangani oleh pihak
swasta.Sedangkan pemerintah bertindak sebagai pelindung warga negara, menyediakan
prasarana, menegakkan hukum, dan menjamin keamanan serta ketertiban.

Dengan berkedok memperjuangkan kebebasan dan kemanusiaan,kaum liberal di negeri Belanda


menuntut agar Pemerintah Belanda menghapuskan Tanam Paksa. Tetapi tujuan yang
sebernarnya bukanlah demikian.Tujuan kaum liberal menuntut penghapusan Tanam Paksa, ialah
agar para pengusaha swasta dapat menggantikan pemerintah menanamkan modalnya di
Indonesia.Makin lama pengaruh kaum liberal di negeri Belanda makin besar.Posisi mereka
semakin kuat.Sejak tahun 1850, kaum liberal berpengaruh besar dalam pemerintahan di negeri
Belanda.Bahkan kemudian dapat memegang pemerintahan.

2.3 Latar Belakang Terjadinya Politik Pintu Terbuka

Politik ekonomi liberal kolonial dilatarbelakangi oleh hal-hal sebagai berikut:


Pelaksanaan sistem tanam paksa telah menimbulkan penderitaan rakyat pribumi, tetapi
memberikan keuntungan besar bagi Pemerintah Hindia Belanda.

Berkembangnya paham liberalisme sebagai akibat dari Revolusi Perancis dan Revolusi Industri
sehingga sistem tanam paksa tidak sesuai lagi untuk diteruskan.

Kemenangan Partai Liberal dalam Parlemen Belanda yang mendesak Pemerintah Belanda
menerapkan sistem ekonomi liberal di negeri jajahannya (Indonesia). Hal itu dimaksudkan agar
para pengusaha Belanda sebagai pendukung Partai Liberal dapat menanamkan modalnya di
Indonesia.

Adanya Traktat Sumatera pada tahun 1871 yang memberikan kebebasan bagi Belanda untuk
meluaskan wilayahnya ke Aceh. Sebagai imbalannya Inggris meminta Belanda menerapkan
sistem ekonomi liberal di Indonesia agar pengusaha Inggris dapat mananamkan modalnya di
Indonesia.

Seiring dengan pelaksanaan politik ekonomi liberal,Belanda melaksanakan Pax Netherlandika,


yaitu usaha pembulatan negeri jajahannya di Nusantara.Hal itu dimaksudkan agar wilayah
tersebut tidak diduduki oleh bangsa Barat lainnya.Lebih-lebih setelah dibukanya Terusan Suez
(1868) yang mempersingkat jalur pelayaran antara Eropa da Asia.

Pelaksanaan politik ekonomi liberal itu dilandasi dengan beberapa peraturan, antara lain sebagai
berikut:

Reglement op het belied der regeriag in Nederlandsch-Indie (RR) (1854)

Berisi tentang tatacara pemerintahan di Indonesia.Perundangan baru ini menunjukkan kekuatan


kaum liberal-borjuis terus berkembang. Pada tahun 1926, RR diganti dengan Wet op de
Staatsinrichting van Nederlandsch Indie yang biasa disingkat IS.

Indische Comptaviliteit Wet (1867)

Berisi tentang perbendaharaan negara Hindia-Belanda yang menyebutkan bahwa dalam


menentukan anggaran belanja Hindia-Belanda harus ditetapkan dengan undang-undang yang
disetujui oleh Parlement Belanda.

Suiker Wet
Undang-undang gula yang ditetapkan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan yang lebih
luas kepada para pengusaha swasta dalam perkebunan gula. Dalam undang-undang ini,ditetapkan
sebagai berikut :

a. Perusahaan-perusahaan gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap.

b. Pada tahun 1891 semua perusaan gula milik pemerintah harus sudah diambil alih oleh
swasta.

Dalam Undang-Undang Gula (Suiker Wet) ditetapkan, bahwa tebu tidak tidak boleh diuangkut
ke luar Indonesia tetapi harus diproses didalam negeri. Pabrik gula milik pemerintah akan
dihapus secara bertahap dan diambil alih oleh pihak swasta. Pihak swasta juga diberi kesempatan
yang luas untuk mendirikan pabrik gula baru (Suwanto dkk, 1997:29).

Sejak itu Hindia Belanda menjadi negara produsen hasil perkebunan yang penting.Apalagi
sesudah Terusan Suez dibuka, perkebunan tebu menjadi bertambah luas, dan produksi gula juga
meningkat.

Terbukanya Indonesia bagi swasta asing berakibat munculnya perkebunan- perkebunan swasta
asing di Indonesia seperti perkebunan teh dan kina di Jawa Barat, perkebunan tembakau di Deli,
Sumatera Timur, perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan perkebunan karet di
Serdang. Selain di bidang perkebunan, juga terjadi penanaman modal di bidang pertambangan,
seperti tambang timah di Bangka dan tambang batu bara di Umbilin.

Khusus perkebunan di Sumatera Timur yaitu Deli dan Serdang, tenaga kerjanya didatangkan dari
Cina di bawah sistem kontrak. Dengan hapusnya sistem perbudakan, maka sistem kerja kontrak
kelihatan sebagai jalan yang paling logis bagi perkebunan-perkebunan Sumatera Timur, untuk
memperoleh jaminan bahwa mereka dapat memperoleh dan menahan pekerja-pekerja untuk
beberapa tahun.

AgrarischeWet ( Undang-undang Agraria 1870)

Merupakan undang-undang agraria yang berlaku di Indonesia dari tahun 1870 sampai 1960 yang
lahir akibat desakan dari pemodal besar swastadi negeri Belanda. Peraturan ini dihapus dengan
dikeluarkannya UUPA ( undang-undang pokok agraria ) tahun 1960 oleh pemerintah Republik
Indonesia. Agrarische Wet tercantum dalam pasal 51 dari Indische Staatsregeling (IS) yang
merupakan UUD Pemerintah Hindia-Belanda. Menteri jajahan Belanda yang berjasa
menciptakan Agrarische Wet tersebut adalah de Waal. Isi pokok dari Agrarische Wet adalah
sebagai berikut :

Tanah di Indonesia dibedakan menjadi tanah rakyat dan tanah pemerintah.


Tanah rakyat dibedakan atas tanah milik yang bersifat bebas dan tanah desa yang bersifat tidak
bebas. Tanah tidak bebas adalah tanah yang dapat disewakan kepada pengusaha swasta.

Tanah rakyat tidak dapat dijual kepada orang lain.

Tanah pemerintah dapat disewakan kepada pengusaha swasta sampai jangka waktu 75tahun.

Gubernur Jenderal menjaga jangan sampai ada pembelian tanah yang melanggar hak-hak rakyat
Indonesia asli.

Undang-undang agraria pada intinya menjelaskan bahwa semua tanah milik penduduk Indonesia
adalah milik pemerintah kerajaan Belanda.Maka pemerintah Belanda memberi mereka
kesempatan untuk menyewa tanah milik penduduk dalam jangka waktu yang panjang.Sewa-
menyewa tanah itu diatur dalam Undang-Undang Agraria tahun 1870.Undang-undang itu juga
dimaksudkan untuk melindungi petani, agar tanahnya tidak lepas dari tangan mereka dan jatuh
ke tangan para pengusaha.Tetapi seringkali hal itu tidak diperhatikan oleh pembesar-pembesar
pemerintah.

Dengan dibukanya perkebunan di daerah pedalaman, maka rakyat di desa- desa langsung
berhubungan dengan dunia modern.Mereka mulai benar-benar mengenal artinya uang.Mereka
juga mengenal hasil bumi yang diekspor dan barang luar negeri yang diimpor, seperti tekstil.Hal
ini tentu membawa kemajuan bagi petani.Sebaliknya usaha bangsa sendiri banyak yang terdesak,
misalnya usaha kerajinan, seperti pertenunan menjadi mati.Di antara pekerja-pekerjanya banyak
yang pindah bekerja di perkebunan dan pabrik-pabrik.Karena adanya perkebunan- perkebunan
itu, Hindia Belanda menjadi negeri pengekspor hasil perkebunan.

Agrarische Besluit (1870)

Jika Agrarische Wet ditetapkan dengan persetujuan parlemen, Agrarische Besluit ditetapkan oleh
raja Belanda.Agrarische Wet hanya mampu mengatur hal-hal yang bersifat umum tentang
agraria, sedangkan Agrarische Besluit mengatur hal-hal yang lebih rinci, khususnya tentang hak-
hak kepemilikan tanah dan jenis-jenis hak penyewaan tanah oleh pihak swasta.

2.4 Pelaksanaan Sistem Politik Ekonomi Liberal

Atas dikeluarkannya Undang-undang Agraria tahun 1870, Indonesia memasuki zaman


penjajahan baru.Sebelum tahun 1870 Indonesia dijajah dengan model imperialisme kuno, yaitu
hanya dikeruk saja kekayaannya.Setelah 1870 di Indonesia ditetapkan Imperialisme Modern.
Sejak tahun 1870 di Indonesia telah di tetapkan opendeur politiek atau politik pintu terbuka,
yaitu politik yang dijalankan pemerintah untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada pengusaha swasta asing guna menanamkan modalnya di Indonesia. Hal itu berarti
Indonesia dijadikan tempat untuk berbagai kepentingan antara lain berikut ini:

Mendapatkan barang mentah atau bahan baku industri di Eropa.


Mendapatkan tenaga kerja yang murah.

Menjadi tempat pemasaran barang-barang produksi Eropa.

Menjadi tempat penanaman modal asing.

Disamping modal swasta Belanda sendiri, modal swasta asing lain juga masuk ke Indonesia,
misalnya modal dari Inggris, Amerika, Jepang dan Belgia. Modal-modal swasta asing tersebut
tertanam pada sektor-sektor pertanian dan pertambangan, antara lain karet, teh, kopi, tembakau,
tebu, timah, dan minyak.Akibatnya perkebunan-perkebunan dibangun secara luas dan meningkat
pesat.Misalnya, perkebunan tebu sejak tahun 1870 mengalami perluasan dan kenaikan produksi
yang pesat, khususnya di Jawa.Demikian pula perkebunan teh dan tembakau mengalami
perkembangan yang pesat.Sejak semula tembakau telah ditanam didaerah Yogyakarta dan
Surakarta.Sejak tahun 1870 perkebunan itu diperluas sampai kedaerah Besuki (Jawa Timur) dan
ke daerah Deli (Sumatera).

Perkebunan-perkebunan swasta asing di Indonesia antara lain:

Perkebunan tembakau di Deli (Sumatera Timur)

Perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur

Perkebunan karet di daerah Serdang (Sumatera Timur)

Perkebunan kina di Jawa Barat

Perkebunan teh di Jawa Barat

Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara

Pembukaan perkebunan-perkebunan swasta di daerah luar Jawa, khususnya Sumatera Timur


menemukan masalah kekurangan tenaga kerja.Pemerintah banyak mendatangkan pekerja dari
Jawa yang dilakukan secara kontrak sehingga disebut kuli kontrak.Untuk menjamin para kuli
tidak melarikan diri sebelum habis masa kontraknya, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan
peraturan yang disebut Koeli Ordonnantie.Peraturan tersebut berisi antara lain ancaman
hukuman bagi para pekerja perkebunan yang melanggar ketentuan-ketentuan kontrak yang
disebut Poenale Sanctie. Peraturan tersebut pada mulanya hanya diterapkan hanya di Deli,
kemudian juga diterapkan di Jawa.

Kecuali di bidang perkebunan,para pengusaha swasta Eropa juga menanamkan modal di bidang
pertambangan dan perindustrian,antara lain :

Pertambangan batu bara di Ombilin (Sumatera Barat)

Pertambangan timah di Bangka,Belitung,dan Singkep


Pertambangan minyak di Plaju dan Sungai Gerong (Sumatera Selatan) serta pulau Bunyu dan
Tarakan ( Kalimantan Timur)

Pabrik-pabrik gula,cokelat,teh di berbagai tempat di Jawa.

2.5 Perkembangan Perdagangan

Penerapan sistem ekonomi liberal di Indonesia pada tahun 1870 hampir bersamaan waktunya
dengan pembentukan terusan Suez, pada tahun 1869.Pembukaan terusan Suez turut
memperlancar hubungan perdagangan Asia-Eropa.

Guna menunjang perkebunan-perkebunan swasta di tanah jajahan di Nusantara, pemerintah


kolonial melakukan impor mesin-mesin dan perlengkapan modern sehingga produksi
perkebunan dan pabrik gula meningkat.Di samping itu juga dilakukan impor barang-barang jadi
untuk keperluan sehari-hari dari industri-industri yang sedang berkembang di negeri Belanda
misalnya impor bahan-bahan tekstil yang mengakibatkan matinya usaha-usaha tenun penduduk
Jawa.

Perluasan produksi tanaman ekspor dan impor barang-barang konsumsi dari negeri Eropa
mengakibatkan perdagangan Internasional semakin ramai di Nusantara.Perkembangan
perdagangan Internasional juga mendorong perkembangan perdagangan perantara di daerah
pedalaman pulau Jawa.Perdagangan perantara itu pada umumnya terdiri dari perdagangan
distribusi dan koleksi.Perdagangan distribusi berperan dalam menyebarkan barang-barang
konsumsi yang diimpor dari luar negeri kepada penduduk di daerah pedesaan.Sementara itu,
perdagangan koleksi berperan dalam mengumpulkan tanaman-tanaman dagang dari petani dan
meneruskannya kepada pedagang-pedagang besar.

Kesempatan-kesempatan ekonomi yang baru terbuka itu pada umumnya tidak dimanfaatkan oleh
penduduk pribumi.Akan tetapi, kesempatan tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh penduduk
timur asing, khususnya China.Sebagai pendatang, golongan ini tidak begitu terikat oleh tradisi-
tradisi yang dianut penduduk pribumi sehingga mereka berada dalam posisi yang lebih baik
dalam menjalankan fungsinya sebagai pedagang perantara.

Pada umumnya penduduk pribumi bersifat pasif terhadap meluasnya ekonomi uang.Mereka tidak
secara aktif memanfaatkan kesempatan ekonomi baru untu memperoleh keuntungan dan
meningkatkan taraf hidup.Mereka hanya berusaha memperoleh sekedar tambahan pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan hidup minimalnya.

2.6 DampakPerekonomian Sistem Politik Pintu Terbuka Kolonial

Pelaksanaan politik liberal membawa akibat sebagai berikut:


Bagi Belanda

Memberikan keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintah
kolonial Belanda.

Hasil-hasil produksi perkebunan dan pertambangan mengalir ke negeri Belanda.

Negeri Belanda menjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajahan.

Bagi Rakyat Indonesia

Sistem tanam paksa di Indonesia dihapuskan.

Modal swasta asing mulai masuk dan ditanam di Indonesia.

Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk. Pendapatan penduduk Jawa pada awal abad ke-20
untuk setiap keluarga dalam satu tahun sebesar 80 gulden. Dari jumlah tersebut masih dikurangi
untuk membayar pajak kepada pemerintah sebesar 16 gulden. Oleh karena itu, penduduk hidup
dalam kemiskinan.

Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 karena jatuhnya harga kopi dan gula berakibat buruk
bagi penduduk.

Menurunnya konsumsi bahan makanan, terutama beras, sementara pertumbuhan penduduk Jawa
meningkat cukup pesat.

Menurunnya usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan banyaknya barang-barang
impor dari Eropa.

Pengangkutan dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya angkutan dengan
kereta api.

Rakyat menderita karena masih diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman yang berat bagi
yang melanggar peraturan Poenate Sanctie.

Rakyat pedesaan mulai mengenal arti pentingnya uang.

Hindia Belanda menjadi negara produsen hasil-hasil perkebunan yang penting.

Pemerintah Hindia Belanda mulai membangun proyek-proyek prasarana untuk mendukung dan
memperlancar ekspor hasil-hasil perkebunan dari Indonesia.
Terjadi perubahan kepemilikan tanah dan tenaga kerja.

Penduduk semakin bertambah,sedangkan lahan pertanian semakin berkurang karena disewa


untuk perkebunan. Akibatnya timbul kelaparan dimana-mana.

Politik pintu terbuka ternyata tidak membawa kemakmuran bagi rakyat Indonesia.Van Deventer
mengecam pemerintah Belanda yang tidak memisahkan keuangan negeri induk dan negeri
jajahan. Kaum liberal dianggap hanya mementingkan prinsip kebebasan untuk mencari
keuntungan tanpa memerhatikan nasib rakyat. Contohnya perkebunan tebu yang
mengeksploitasi tenaga rakyat secara besar-besaran.

Pada masa tanam paksa rakyat diperas oleh pemerintah Hindia Belanda, sedangkan pada masa
politik pintu terbuka rakyat diperas baik pengusaha swasta maupun oleh pemerintah.Walaupun
pemerintah melakukannya secara tidak langsung.Kekuatan liberal mendesak pemerintahan
kolonial melindungi modal swasta dalam mendapatkan tanah, buruh, dan kesempatan
menjalankan usaha atau perkebunan.Negara menjadi pelayan modal lewat dukungan
infrastruktur dan birokrasi, dengan menelantarkan pelayanan masyarakat.Dengan demikian
politik kolonial liberal yang semula menghendaki liberalisasi tanah jajahan lalu berkembang
menjadi bagaimana mengatur tanah jajahan untuk memperoleh uang (Wiharyanto, 2006 :128).

Dampak ekonomi hasil dari politik pintu terbuka bagi Belanda sangat besar. Negeri Belanda
mencapai kemakmuran yang sangat pesat.Sementara rakyat di negeri jajahan sangat miskin dan
menderita.Oleh karena itu, van Deventer mengajukan politik yang diperjuangkan untuk
kesejahteraan rakyat.Politik ini dikenal dengan politik etis atau politik balas budi karena Belanda
dianggap mempunyai hutang budi kepada rakyat Indonesia yang dianggap telah membantu
meningkatkan kemakmuran negeri Belanda. Politik etis yang diusulkan van Deventer ada tiga
hal, sehingga sering disebut Trilogi van Deventer. Isi Trilogi van Deventer dan penyimpangan-
penyimpangannya.

Berikut ini Isi Trilogi van Deventer antara lain:

1) Irigasi (pengairan), yaitu diusahakan pembangunan irigasi untuk mengairi sawah-sawah milik
penduduk untuk membantu peningkatan kesejahteraan penduduk,

2) Edukasi (pendidikan), yaitu penyelenggaraan pendidikan bagi masyarakat pribumi agar


mampu menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang lebih baik,

3) Migrasi (perpindahan penduduk), yaitu perpindahan penduduk dari daerah yang


padatpenduduknya (khususnya Pulau Jawa) ke daerah lain yang jarang penduduknya agar lebih
merata.

Pada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik.Akan tetapi
dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai
Belanda. Berikut ini penyimpangan-penyimpangan tersebut:

Irigasi
Pengairan (irigasi) hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta
Belanda.Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.

Edukasi

Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan


tenaga administrasi yang cakap dan murah Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat,
hanya diperuntukkan kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu.
Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai
negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II kepada anak-anak pribumi dan
pada umumnya.

Migrasi

Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-
perkebunan milik Belanda.Mereka dijadikan kuli kontrak. Untuk mencegah agar pekerja tidak
melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie, yaitu peraturan yang
menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi, kemudian
dikembalikan kepada mandor atau pengawasnya.

Walaupun pemikiran liberalisme di Hindia-Belanda diawali dengan harapan-harapan besar


mengenai keunggulan sistem liberal dalam meningkatkan perkembangan ekonomi koloni
sehingga menguntungkan kesejahteraan rakyat Belanda maupun rakyat Indonesia, namun pada
akhir abad 19 terlihat jelas bahwa rakyat Indonesia sendiri tidak mengalami tingkat kemakmuran
yang lebih baik dari sebelumnya. Meskipun produksi untuk ekspor meningkat dengan pesat
antara tahun 1870-1900, namun pada akhir abad 19 mulai nampak bahwa orang-orang Indonesia
di pulau Jawa telah mengalami kemerosotan dalam taraf hidup mereka. Hal ini menimbulkan
kritik-kritik yang tajam di negeri Belanda (Poesponegorodkk, 1993: 123-124).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penerapan ekonomi liberal di Indonesia tidak terlepas dari perubahan politik Belanda. Pada
tahun 1850, golongan liberal di negeri Belanda mulai memperoleh kemenangan dalam
pemerintahan. Kemenangan itu diperoleh secara mutlak pada tahun 1870, sehingga tanam paksa
dapat dihapuskan. Mereka berpendapat bahwa kegiatan ekonomi di Indonesia harus ditangani
oleh pihak swasta. Pemerintah hanya mengawasi saja. Dengan demikian pendapatan negara juga
akan bertambah. Untuk mewujudkan sistem tersebut, pada tahun 1870 di Indonesia dilaksanakan
politik kolonial liberal atau sering disebut “politik pintu terbuka” (open door policy). Sejak saat
itu pemerintahan Hindia Belanda membuka Indonesia bagi para pengusaha swasta asing untuk
menanamkan modalnya, khususnya di bidang perkebunan. Pelaksanaan sistem liberal ini ditandai
dengan keluarnya Undang-Undang De Waal, yaitu Undang-undang Agraria dan Undang-Undang
Gula.

Penghapusan tanam paksa dan diganti dengan Politik Pintu Terbuka tidak mengubah kehidupan
rakyat.Rakyat tetap diperas.Yang berbeda hanyalah pelaku pemerasnya. Pada zaman tanam
paksa,rakyat diperas oleh pemerintah Hindia Belanda. Sedangkan pada zaman Liberalisme yang
melahirkan Politik Pintu terbuka,rakyat diperas oleh para pengusaha swasta Eropa. Maka pada
akhir abad ke-19, munculah kritik-kritik tajam yang di tujukan kepada pemerintah Hindia
Belanda dan praktek liberalisme yang gagal memperbaiki nasib kehidupan rakyat Indonesia dan
menganjurkan untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat Indonesia melalui Sistem politik yang
baru atas anjuran Mr.C.Th. Van Deventer yang dikenal dengan nama Politik Balas Budi. Inilah
akhir dari sistem politik pintu terbuka yang ternyata dalam prakteknya tidak banyak mengubah
taraf kehidupan masyarakat menjadi lebih baik dan manusiawi.

3.2 Saran

Hasil penulisan ini diharapkan dapat memperkaya khasanah pembaca tentang keadaan Indonesia,
khususnya masa perekonomian politik pintu terbuka (open door politic), dapat meningkatkan
rasa cinta generasi muda terhadap bangsa Indonesia dengan mempelajari sejarah serta
menjadikan peristiwa di masa lalu untuk dijadikan pijakan dalam kehidupan masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Ebenstein A.O, Ebenstein. W, Fogelman. E. 1985. Today’s Isms: Communism, Fascism,


Capitalism, Socialism. -: Pretince Hall.

Poesponegoro, Djoned Marwati, dan Notosusanto, Nugroho. 1993. Sejarah Nasional


Indonesia IV. Jakarta: Balai Pustaka.

Ramadhan, Syamsudin. 2006. Liberalisme. Dalam http://www.syariahpublications.com


(Diunduh 01/05/13).

Anda mungkin juga menyukai