Anda di halaman 1dari 7

TENTANG KESABARAN

Sabar ,Syukur dan Kebahagian adalah sebagian dari sifat-sifat yang terpuji yang di sukai oleh
Allah SWT. Ketiga sifat di atas adalah sifat yang bisa semakin menumbuhkan rasa keimanan dan
cinta kepada sang pencipta dan juga dengan tiga sifat tersebut dapat menetramkan hidup kita
tanpa adanya kekurangan-kekurangan yang berarti. Karena ihklas dapat menumbuhkan rasa
sabar dan dengan kesabaran sendiri akan terucap rasa syukur kepada sang pencipta.
I. Pengertian Sabar
Sabar Ialah tahan menderita untuk menghadapi yang tidak disenangi dengan penuh ridha dan
menyerahkan diri kepada Allah. Sabar adalah kemampuan menahan diri, ada godaan untuk tidak
marah atau tidak pasrah. Sikap sabar merupakan sikap yang penting dalam kehidupan, karena
dalam hidup ini banyak ditemui godaan, cobaan. Seperti ketika berhadapan dengan
kemungkaran, kemaksiatan, kejahatan dan sebagainya. Sedangkan orang, yang sedang mendapat
cobaan biasanya pikirannya kacau, marah dan akhirnya putus asa, karena itu orang harus terus
berlatih untuk meningkatkan kemampuan bersikap sabar. Orang yang sabar dalam berbagai
keadaan akan tetap tenang, selalu ingat Allah dan berserah diri kapada-Nya.
Keuntungan yang dijanjikan Allah kepada orang yang sabar diantaranya dikemukakan Allah
dalam surat Az-Zumar ayat 10 yaitu :
‫ُقْل ٰي ِع َباِد اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنوا اَّتُقْو ا َر َّبُك ْم ۗ ِلَّلِذ ْيَن َاْح َس ُنْو ا ِفْي ٰه ِذِه الُّد ْنَيا َحَس َنٌةۗ َو َاْر ُض ِهّٰللا َو اِسَع ٌةۗ ِاَّنَم ا ُيَو َّفى الّٰص ِبُرْو َن َاْج َر ُهْم ِبَغْيِر ِح َس اٍب‬

Artinya:
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada
Tuhanmu.” Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Bumi Allah
itu luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya
tanpa perhitungan.
Secara tersurat kedua ayat tersebut menjelaskan tentang larangan mengubah ciptaan allah,
sebagaimana dilakukan oleh orang musyrik pada zaman jahiliah yang mengubah ciptaan Nya
karena ajaran sesat demi ketaatan kepada setan.

II. Hakikat Sabar


Kata “sabar” secara etimologi sudah cukup jelas diterangkan diatas. Hakikat sabar adalah suatu
sikap utama dari perangai kejiwaan yang dapat menahan perilaku yang tidak baik dan tidak
simpati. Sabar merupakan kekuatan jiwa untuk stabilitas dan baiknya orang dalam bertindak.
Al-junaidi Ibn Muhammad Al-Baghdadi (seorang ulama’ yang zuhud, wafat th. 297 H)
mengatakan, “sabar adalah menelan kepahitan tanpa bermuka masam.” Dzunnun Al-Mishri,
(seorang yang terkenal zuhud dan gemar beribadah, wafat th. 245 H) berkata, “sabar ialah
menjauhi larangan, bersikap tenang disaat meneguk duri cobaan, dan menampakkan sikap tidak
membutuhkan padahal kemelaratan menimpa ditengah pelataran kehidupan.”
Ada definisi lain bahwa sabar adalah konsisten menghadapi cobaan dengan berbaik sikap. Ada
pula yang mengatakan bahwa sabar adalah sikap tidak membutuhkan sesuatu ketika dicoba,
tanpa menampakkan pengaduan. Abu utsman berkata, “penyabar adalah orang yang
membiasakan jiwanya menyerang atau menghadapi berbagai kesulitan.” Juga ada yang
berpendapat, “sabar ialah konsisten menghadapi cobaan dengan sikap yang baik sebagaimana
konsisten bersama dalam keadaan selamat (sehat).”
Seorang hamba wajib memenuhi pengabdian kepada Allah disaat sehat atau selamat dan saat
diuji. Dia wajib menyikapi sehat dan selamat dengan bersyukur dan menyikapi ujian dengan
bersabar. Amribn Utsman Al-Makki (seorang sufi dan ulama’ ilmu ushul, wafat th. 297 H)
berkata, “sabar ialah berteguh bersama Allah dan menerima ujian-Nya dengan lapang dada dan
sikap tenang.” Yakni diterimanya ujian Allah dengan jiwa lapang, yang tidak mengenal
kesempitan, kedengkian dan pengaduan.
Al-Khawwash (Abu Ishaq Al-Khawwash, seorang sufi, wafat th. 291 H) berkata, “sabar adalah
konsistensi terhadap peraturan dan ketentuan Al-qur’an dan Al-hadits.” Ruwain (seorang sufi
terkenal di Bagdad, wafat th. 330 H) menyatakan, “kesabaran adalah berkomitmen meninggalkan
pengaduan.”
Ulama’ lain mengatakan, “kesabaran adalah sikap memohon pertolongan kepada Allah.” Abu
Ali menyatakan, “sabar ialah seperti kata itu sendiri (pahit rasanya).” Ali ibn Abu Thalib ra.
menyatakan, ‘sabar itu kendaraan yang tidak akan terperosot.”Abu Muhammad Al-Jarir
mengatakan, “sabar itu tidak membedakan antara mendapatkan kenikmatan dengan mendapatkan
ujian, dengan sikap ketenangan jiwa.”
Aku katakan, (tidak membedakan sikap antara ketika mendapat kankenikmatan dengan ketika
mendapatkan ujian) itu tidak dalam ukuran kemampuan dan tidak diperintahkan, karena Allah
menciptakan tabi'at manusia tersusun untuk membedakan antara dua keadaan tersebut. Adapun
kemampuan manusia menahan jiwa dari berkeluh kesah, tidaklah menyetarakan dua keadaan
tersebut.
Cakupan keselamatan (sehat, keadaan normal) adalah lebih luas daripada kesabaran,
sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW dalam do’a beliau:

‫ِاْن َلْم َيُك ْن ِبَك َغ َض ٌب َع َلَّي َفَال ُأَباِلى َغ ْيَر َاَّن َعاِفَيَتَك َأْو َسُع ِلى‬
“... jika pada-Mu tidak ada kemurkaan kepadaku, maka aku tidak peduli (tidak masalah). Tetapi
keselamatan (dari)-Mu lebih luas bagiku.” (Khanz al-Ummal 3613, Majma’ al-Zawaid 96: 35).

Hadits ini tidak bertentangan dengan sabda Rasulullah SAW.:


‫َو َم ا ُاْع ِط َي َأَح ٌد َع َطاًء َخ ْيًر ا َو َاْو َسَع ِم َن الَّصْبِر‬
“Tidaklah seseorang diberi suatu pemberian yang lebih baik dan lebih lapang daripada
kesabaran.”(HR. Al-Bukhari 1469, Muslim 1053).
Abu Ali al-Daqqaq berkata, “Batasan minimal kesabaran adalah tidak menentang takdir. Adapun
menampakkan cobaan, tanpa ada unsur pengaduan, tidaklah menafikan kesabaran. Allah SWT
berfirman dalam mengisahkan Nabi Ayyub:
‫ِاّناَو َج ْد َنُه َص اِبًرا‬
“Sungguh kami (Allah) mendapati Ayyub sebagai orang yang sabar.” (QS. Shad: 44)
“Aku (Ayyub) terkena sakit.” (QS. Al-Anbiya’:83) [2]

C. Pembagian sabar
Kesabaran terbagi dua, kesabaran secara fisik oleh anggota badan (badany) dan kesabaran oleh
iwa (nafsany), dan masing-masing ada yang merasa sukarela(atas pilihan sendiri) atau terpaksa.
Dengan demikian maka kesabaran pada manusia terbagi empat:
Pertam: kesabaran anggota badan secara sukarela (badany ikhtiyary), yaitu seperti menggeluti
aktifitas fisik yangdan kemauan sendiri.
Kedua: kesabaran anggota badan secara terpaksa (badany dharury), seperti bersabar merasakan
sakitnya dihantam, sakit, penderitaan, kepanasan, kedinginan, dan lain-lain.
Ketiga: kesabaran jiwa secara sukarela (nafsany ikhtiyary), seperti kesabaran jiwa tidak
melakukan perilaku yang tidak baik di mata syariat dan akal sehat.
Keempat: kesabaran jiwa secara terpksa (nafsany dharury), seperti kesabaran jiwa ketika dipaksa
untuk berpisah dengan kekasih oleh suatu sebab.
Kita mengetahui bahwa pembagian empat tersebut adalah untuk manusia, tidak-lah untuk hewan.
Kesabaran untuk hewan adalah dua bagian dari empat bagian tersebut: yaitu kesabaran badan
dan kesabaran jiwa secara terpaksa. Akan tetapi, kesabaran hewan kadang lebih kuat daripada
manusia. Sedangkan keistimewaan manusia dibandingkan dengan hewan adalah pada dua bagian
kesabaran yang sukarela. Namun banyak manusia kwesabarannya menguat pada bagian
kesabaran yang juga dimiliki hewan (kesbaran terbaksa)-tidak pada bagian kesabaran yang
istimewa pada manusia-maka dalam hal ini dia masukl dalam kategori oranmg yang bersabar
tetapi tidak termasuk golongan orang-orang yang sobirin yakni bersabar karena ketulusab hati
tanpa merasa terpaksa untuk bersabar.
Mungkin ada yang bertanya, “apakah jin sama seperti manusia dalam hal sabar?” ya, sabar
adalah konsekuensi logis dari taklif (beban / tugas dari Allah), yang terdiri dari perintah dan
larangan. Maka jin juga dibebani bersabarterhadap pelaksanaan perintah dan pencegahan
larangan, sebagaimana kita dibebani demikian.
Apabila ditanyakan lagi, “apakah taklif kepada jin itu dengan bentukya sama ataukah berbeda
dengan bentuk taklif kepada kita?” sikap kejiwaan-seperti cinta, benci, iman, membenarkan,
menjalin kasih sayang dan bermusuhan pada jin sama dengan kita dalamhal ini.adapun tu tutan
tuntutan yang bersifat badany-seperti mandi besar, membasuh anggota badan dalam berwudlu,
cebok, klhitan, mandi selesai haid dan lain-lain. Tidaklah hjarus sama dengan kita dalam ukuran
pembebanan, karena taklif berstandar dengan ruipa penciptaan dan cara kehidupan mereka.
Pertanaan lagi,”apakah malaikat sama seperti kitadalam pembagian sabar tersebut? “ malaikat
tidak diuji dengan hawa nafsu yang memerangi akal dan pengetahuan mereka, bahkan bagi
mereka ibadah dan ketaata bagi nafas bagi kita. Maka tidak bisa dibayangkan pada mereka
bentuk kesabaran, yang notabene ketabahan yang membangkitkan agama dan akal pikiran untuk
mengahadapi dorongan keinginan dan awa nafsu. Meski demikian mereka berkesabara yang
sesuai bagi mereka, yaitu ketabha dan konsisitensi mereka terhadap habitat mereka, tanpa
perlawanan dengan hawa nfsu, keinginan atau perwatakan.
Maka manusia yang kesabaranya mengalahkan pendorong hawa nafsu dan keinginan,dia sekelas
malaikat; tetapi sebaliknya, jika pendorong hawa nafsu dan keibginannya mengalahkan
kesabarannya, maka dia seklas setan. Apabila pendorong abiat makan-minum dan bersetubuh
mengalahkan kesabarannya maka dia sekelas hewan. [3]
D. Jenis-jenis sabar
1. Sabar dilihat dari variabelnya, terbagi tiga bagian:
a. Kesabaran terhadap perintah dan ketaatan, hingga itu terlaksana
b. Kesabaran dari larangan dan penyimpangan, hingga ia tidak terjatuh ke dalamnya.
c. Kesabaran menghadapi takdir dan penentun, hingga dia tidak marah.
Tiga bentuk kesabaran inilah yang dikatakan Abd al-Qodir (seorang sufi yang zuhud, pendiri
toriqoh qodiriah, wafat th. 561 H) di dfalam futuh al-ghaib,”keharuan bagi hjamba terhadap
perintah adalah melaksanakan, terhadap larangan adalah menghindar, dan terhadap takdir adalah
bersabar. [4]
2. Sabar berdasarkan hukum lima
a. Kesabaran yang wajib
Sabar yang wajib ada tiga:
Pertama, kesabaran dalam menjauhi keharaman
Kedua, kesabaran dalam melaksanakan kewajiban,
Ketiga, kesabaran dalam mengajhadapi musibah yang tidak dibuat hamaba, seperti kefakiran ,
sakit, dan lain-lain.
b. kesabaran yang sunnah
sabar yang sunnah ada;lah kesabaran tidak melakukan hal-hal yang makruh, kesabaran
melaksanakan hal-hal yang sunnah, dan kesabaran tidak membalas setimpal pada pelaku
kejahatan.
c. Kesabaran yang haram
Adapun bentuk kesabaran yang dilarang (haram), jumlahnya cukup banmyak, seperti kesabaran
tidak makan minum hingga meninggal. Bersabar tidak memakan bangkai, darah, atau daging
babi, ketika kel;aparan (dan tidak ada makanan halal) adalah haram, apabila dikhawatirkan akan
menimbulkan kematian.
Imam Tawus (seorang tabi’in, ulama Fiqh dan Hadits yang zuhud, wafat th. 106 H) kemudian
didukung oleh Imam Ahmad Ibnu Hambal m,engatakan, orang yang dalam keadaan darurat
harus memakan ulat atau darah, tetapi jika dia tidak makan dan akhirnya dia meninggal, maka
dia masuk neraka.
d. Kesabaran yang Makruh
Kesabaran yang makru, contohnya: bersabar tuidak makan-minum-bersetubuh yang
menyebabkan jasamni terganggu; bersabar tidak menyetubuhi istri, ketika istri membutuhkan
dan tidak mengganggunya; bersabar terhadap hal-hal yang tidak mengenakan; dan bersabar tidak
melakukan kesunnahan.
e. Kesabaran yang boleh
Kesabaran yang boleh adalah kesabaran terhadap segala perilaku, yang kedua sisinya sama-sama
baik. Yakni dia berhak memilih antara melakukan, tidak melakukan dan bersabar terhadap hal
ini.

Jadi, kesabaran terhadap yang wajib adalah wajib dan bersabar tidak melaksanakan yang wajib
adalah haram. Bersabar untuk tidak melakukan yang haram adalah wajib dan bersabar
melakukan yang haram adalah haram. Bersabar terhadap yang sunnah adal;ah sunnah, dan
bersabar tidak melakuka yang sunnah adalah makruh. Bersabar tidak melakukan yang makruh
adalah sunnah, dan bersabar terhadap makruh adalah makruh. Bersabar tidak melaksanakan yang
mubah adalah mubah (boleh)
DAFTAR PUSTAKA

Seligman, M. (2002). Authentic Happiness: Using The New Positive Psychology to Realize
Your Potential for Lasting Fulfi llment. New York: Free Press.

Carr, A. (2004). Positive Psychology : The Science of Happiness and Human

Seligman, M. (2005). Authentic Happiness: Using The New Positive Psychology to Realize
Your Potential for Lasting Fulfi llment (Eva Yulia Nukman, Penerjemah). Bandung: PT. Mizan
Pustaka.
http://chillinaris.blogspot.com/2015/04/tentang-bersyukur-kapan-dan-mengapa.html
http://pancarancahayailahi.blogspot.com/p/sabar-dan-ikhlas.html
http://paper-makalah.blogspot.com/2010/06/pengertian-ikhlas-sabar-dan-syukur.html
https://senyumanpagi.wordpress.com/2010/08/28/sabar-syukur/
Al-Jauziyah, Ibnu al-qayyim, Sabar dan Syukur, Semarang: Pustaka Nun, 2010.
Hartati , Netty, dkk, Islam dan Psikologi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.
Iman, Fauzul, Lensa Hati, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005.
Al-Hafidz, Ahsin W., kamus Ilmu Al-Quran, Jakarta: Amzah, 2012.
________________________________________
[1] Ibnu al-qayyim al-Jauziyah, Sabar dan Syukur, (Semarang: Pustaka Nun, 2010), hlm. 11-13.
[2] Ibnu al-qayyim al-Jauziyah, Sabar dan Syukur, (...), hlm. 15-17
[3] Ibnu al-qayyim al-Jauziyah, Sabar dan Syukur, (...), hlm. 27-29
[4] Ibnu al-qayyim al-Jauziyah, Sabar dan Syukur, (...), hlm. 37.
[5] Ibnu al-qayyim al-Jauziyah, Sabar dan Syukur, (...), hlm.43-46.
[6] Ahsin W. Al-Hafidz, kamus Ilmu Al-Quran, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 278.
[7] Ibnu al-qayyim al-Jauziyah, Sabar dan Syukur, (...), hlm. 187-188.
[8] Ibnu al-qayyim al-Jauziyah, Sabar dan Syukur, (...), hlm. 195-196.
[9] Netty hartati, dkk, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.161-
163.
[10] Fauzul iman, Lensa Hati, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), hlm.95-97

Anda mungkin juga menyukai