Anda di halaman 1dari 4

NO UNIT DATA HASIL DATA

CERITA TENTANG SITUS/TEMPAT KERAMAT

1 Nama Kecamatan Pare


2 Nama Desa/Dusun Gadungan
3 Nama Kepala Desa/Dusun Ibnu Malik
4 Nomor Kontak -
5 Nama Narasumber Bpk Sunarno
6 Nomor Kontak
7 Nama/Jenis Situs Makam/Petilasan/Prasasti/Tugu Peringatan /
Pesanggrahan/dlsb
8 Nama Situs Yang Terkenal Punden Soh Bango (Susoh Bango)
9 Lokasi Situs
9 Fungsi Sosial
10 Cerita singkat tentang Situs Bermula dari penemuan sebuah pohon Kepuh yang
mana pohon Kepuh tersebut dulu menjadi tempat
bersngkar burung bangau karena dibawah pohon kepuh
tersebut terdapat mata air.
Didekat pohon kepuh yang menjadi sarang burung
bangau tersebut terdapat sebuah punden yang diyakini
oleh masyarakat adalah peninggalan dari Dewi Siti
Rantimah pada jaman Majapahit (punden dari batu
bata).
11 Pandangan Masyarakat tentang Masyarakat meyakini bahwa Punden Suh Bango
Situs menjadi sebuah pertanda bahwa sebelum sesepuh desa
membabat desa Darungan, sebenarnya jauh sebelum
dibabat sudah ada yang menghuni tempat tersebut
(dukuh darungan). Terbukti dari penemuan Punden
yang dibangun dari batu bata yang biasanya digunakan
oleh orang pada jaman kerajaan.
12 Bentuk tradisi menghormat/ Upacara Bersih Desa, Peringatan Suro (selasa pahing)
mengenang keberadaan situs
13 Cerita Tambahan -
14 Tanggal Pengambilan Data 10 Agustus 2022
15 Nama Peneliti Elisa Sri W
Babad Desa Darungan dan Punden Soh Bango

Angin malam yang dingin berhembus menusuk hingga ke tulang. Suara hewan malam yang
bersahut-sahutan memecah keheningan malam. Diam-diam beberapa orang Mataram yang
anti Belanda berkumpul dan menyiapkan segala keperluan mereka.

“Apakah semua sudah datang? Jangan sampai ada yang tertinggal, atau dia akan mati disini”
ujar To Papiro, pemimpin rombongan itu.

To Papiro lalu menghampiri teman-temannya untuk memastikan lagi bahwa semuanya sudah
siap. Lalu beberapa saat kemudian…

“Baiklah, kurasa sudah cukup perbekalan kita ini. Sekarang mari kita berangkat sebelum
matahari terbit”, ujar To Papiro dengan suara pelan. Lalu rombongan prajurit dari Mataram
itu berangkat arah Timur (Jawa Timur).

“Sepertinya ini adalah daerah yang tepat untuk dapat kita jadikan permukiman penduduk
yang baru”, ujar To Papiro kepada teman-temannya.

“Benar, sepertinya disini akan aman dari serangan Belanda”, ujar prajurit 1.

Mereka akhirnya mulai membabad tempat tersebut untuk dijadikan permukiman penduduk.

Keesokan harinya, prajurit-prajurit tersebut melanjutkan kembali aktivitas mereka. Terlihat


beberapa penduduk sedang menebang pohon, juga membersihkan daun-daun atau rumput.
Mereka lebih tenang karena sekarang sudah jauh dari kekuasaan penjajah Belanda.

To Papiro sedang berjalan-jalan melihat daerah sekitar tempat mereka membangun


permukiman. Hingga To Papiro menemukan sesuatu yang tak biasa, ia terkejut karena
melihat sebuah petilasan. Petilasan itu dibangun dari batu bata merah. Di dekat petilasan itu
terdapat juga sebuah pohon Kepuh yang tinggi dan besar. Terlihat burung bangau bersarang
pada ranting-ranting pohon itu. Dibawah pohon itu juga terdapat sumber air.
Setelah beberapa saat melihat-lihat tempat itu, To Papiro lalu kembali menemui teman-
temannya untuk menceritakan apa yang baru saja ia temukan. Setelah mendengar cerita To
Papiro, lalu mereka sepakat untuk menamai tempat tersebut dengan nama “Punden Soh
Bango” (Soh Bango artinya Susuh Bango atau sarang burung bangau). Selain itu, mereka
juga mempercayai bahwa punden tersebut adalah makam dari seorang Pujangga wanita yang
bernama Dewi Siti Rantimah.

Malam selasa pahing, kumpulan prajurit dari Mataram (pimpinan To Papiro) berkumpul di
Tempura untuk membabad desa Darungan (sekarang) dengan berjalan kaki.

Juga ditemukan sebuah petilasan atau Punden yang diyakini adalah pesanggrahan dari
seorang pujangga perempuan bernama Dewi Rantimah.

Sebelum orang Mataram datang ke Darungan, petilasan/punden tersebut sudah ada disana.

Pembabad desa Darungan pertama kali adalah prajurit-prajurit dari Mataram yang anti
Belanda dan melarikan diri ke Jawa Timur. Rombongan dari Mataram tersebut dipimpin oleh
To Papiro. To Papiro sangat berjasa dalam memimpin hingga dapat berdirilah Desa Darungan
hingga saat ini.

Masyarakat desa Darungan sangat menghormati To Papiro atas jasanya membabad dan
memimpin masyarakat desa Darungan. Masyarakat menilai To Papiro sangat berjasa
sehingga akan membuatkan punden untuk mengenang jasa To Papiro, namun beliau tidak
berkenan.

To Papiro tidak berkenan untuk dibuatkan punden karena To Papiro merasa bahwa dirinya
hanyalah tamu disini. Ada yang seharusnya lebih dihormati daripada To Papiro. Yaitu dia
yang lebih dulu tinggal disini sebelum dirinya datang. To Papiro yakin bahwa jauh sebelum
kedatangan rombongan dari Mataram untuk membabad desa, pernah ada kehidupan di tempat
ini. Terbukti dari penemuan Punden yang sekarang bernama Punden Soh Bango.

To Papiro pernah berpesan kepada putranya, jika ingin kembali ke Mataram jangan menaiki
Kereta Api karena itu adalah kepalanya Belanda. Artinya To Papiro adalah seorang yang
sangat anti dengan Belanda.
Diketahui yang pernah membabad desa Darungan berasal dari 3 wilayah, yang pertama
Mataram. Kedua ponorogo. Ketiga Begelen.

Punden Soh Bangu dari kata Susuh Bangau.

Terdapat sebuah pohon Kepuh yang menjadi tempat bersangkar burung bangau. Di bawah
pohon Kepuh juga terdapat sumber air. Didekat itu terdapat juga sebuah punden yang
masyarakat setempat meyakini bahwa punden tersebut adalah Punden Dewi Siti Rantimah,
seorang Pujangga yang berasal dari Surakarta. Punden tersebut diyakini dibangun pada jaman
Majapahit, karena dibangun dengan menggunakan batu bata merah khas Kerajaan Majapahit.

Anda mungkin juga menyukai