Anda di halaman 1dari 14

BAB V

PEMBAHASAN

A. Pengaruh Antar Konstruk Penelitian

Pada penelitian ini terdapat satu (1) hipotesis mayor dan lima (5) hipotesis

minor. Hipotesis mayor yakni model teoritik prestasi akademik siswa SMPN se-

Kota Malang dapat dibuktikan secara empiris, sedangkan hipotesis minor

dijelaskan sebagai berikut.

1. Pengaruh Konsep diri Akademik terhadap Prestasi Akademik

Hasil analisa data terhadap analisis jalur menunjukkan bahwa konsep diri

akademik signifikan dan positif mempengaruhi prestasi akademik yakni sebesar

0,153 (p = 0,022), sehingga pengaruh variabel independen diterima secara

empiris. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Greene

& Zirkel dalam (Waschull, 2005), Fink dalam Burns (1993), John & Grieneeks

dalam Burns (1993), Shavelson et al dalam Skoe & Lippe (2005), Tan & Yates

(2007).

Analisis ini menerangkan bahwa konsep diri yang baik maka pencapaian

akademis juga akan tinggi (Fink dalam Burns, 1993). Konsep diri antara siswa

laki-laki dan perempuan tidak banyak berbeda. Dengan kata lain jenis kelamin

tidak turut membentuk sebuah konsep diri (John & Grieneeks dalam Burns,

1993).

Hasil penelitian Bloom, Byrne, Hansford & Hattie, Marsh & Wilie dalam

Hamachek (1995) menyatakan bahwa konsep diri siswa sebagai salah satu faktor

yang mempengaruhi prestasi akademik. Siswa yang memiliki pandangan positif


mengenai diri akan dapat membangkitkan kepercayaan diri, motivasi diri untuk

lebih bersosialisasi dan mencapai prestasi yang lebih baik (Dayakisni & Yuniardi,

2008).

2. Pengaruh Motivasi Berprestasi terhadap Prestasi Akademik

Hasil analisa data terhadap analisis jalur menunjukkan bahwa motivasi

berprestasi signifikan dan positif mempengaruhi prestasi akademik yakni sebesar

0,180 (p = 0,010), sehingga pengaruh variabel independen diterima secara

empiris. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rozhkova (2011) dalam

disertasinya yang berjudul “Measurement of the Implicit and Explicit

Achievement Motive: New Perspectives” menunjukkan bahwa motivasi (eksplisit)

untuk berprestasi merupakan prediktor keberhasilan akademik.

Hasil penelitian (d”Ailly, 2003) menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil

prestasi akademik dari motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik walaupun

perbedaan itu tidak jauh berbeda, dari hasil tersebut diperoleh kontribusi motivasi

eksternal dengan prestasi akademik adalah 0,66, sedangkan sumbangan motivasi

intrinsik terhadap hasil belajar adalah 0,89. Motivasi berprestasi merupakan faktor

pribadi yang sangat berpengaruh terhadap prestasi akademik. Banyak penelitian

yang telah membuktikan adanya pengaruh motivasi berprestasi terhadap prestasi

akademik, sehingga disimpulkan bahwa tinggi rendahnya motivasi berprestasi

akan berpengaruh terhadap tingkat prestasi akademik yang akan dicapai oleh

siswa. Artinya, apabila motivasi berprestasi siswa tinggi, maka prestasi akademik

siswa akan tinggi pula, dalam pemahaman bahwa terdapat pengaruh motivasi

berprestasi terhadap prestasi akademik secara signifikan (Eliot, et.al. 2000;

Pintrich dalam Pokay & Blumfeld, 1990).


Hasil penelitian Ringness dilaporkan oleh Anderman & Young (1994),

bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi juga memperoleh

prestasi akademik yang baik, dibandingkan dengan prestasi akademik yang diraih

oleh siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah. Motivasi berprestasi yang

tinggi berhubungan secara positif dengan prestasi akademik. Menurut Glover &

Burning (1990), siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan selalu

ingin bekerja keras agar berhasil tanpa mengharapkan mendapat imbalan atau

pujian. Siswa seperti ini memiliki kecenderungan yang kuat untuk melakukan

sesuatu atas kepuasan intrinsik dari keberhasilan itu sendiri.

Motivasi berprestasi dapat menunjang kesuksesan dalam belajar. Motivasi

berprestasi dalam diri seseorang melibatkan proses yang memberikan energi,

mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Perilaku yang termotivasi adalah

perilaku yang mengandung energi memiliki arah dan dapat dipertahankan.

Motivasi sebagai faktor yang berpengaruh dan menjadi dorongan langsung pada

faktor-faktor tingkah laku lain seperti: minat, kebutuhan nilai, sikap, aspirasi dan

insentif. Motivasi sebagai faktor pendorong untuk melakukan suatu kegiatan

sangat penting dalam kegiatan belajar siswa.


3. Pengaruh Kemampuan Mengambil Perspektif Orang Lain terhadap

Prestasi Akademik

Hasil analisa data terhadap analisis jalur menunjukkan bahwa

kemampuan mengambil perspektif dari orang lain signifikan dan positif

mempengaruhi prestasi akademik yakni sebesar 0,194 (p = 0,001),

sehingga pengaruh variabel independen diterima secara empiris. Hal ini

sejalan dengan hasil penelitian Wu dan Chen (2014); O’Farrel (2010)

bahwa kemampuan mengambil perspektif dari orang lain sebagai salah

satu aspek kecerdasan emosional penting untuk mengelola konflik yang

muncul dalam suatu kelompok, sehingga mampu mendorong pencapai

prestasi akademik. Kemampuan mengambil perspektif orang lain sebagai

suatu proses psikologis meminta individu untuk secara tepat

mengekspresikan emosi dan memahami perspektif yang dimiliki oleh

siswa lain dalam suatu kelompok atau hubungan teman sebaya.

Mello dan Rentsch (2014) menambahkan keragaman dalam

berpikir diantara individu untuk menyelesaikan tugas kelompok, tidak

jarang mampu memicu konflik, sehingga dibutuhkan kemampuan

mengambil perspektif dari orang lain untuk meningkatkan proses

kelompok secara positif dan meredakan konflik. Semakin baik

keterampilan memproses informasi sosial maka akan semakin mudah bagi

anak untuk membentuk hubungan suportif dengan orang lain, yang berarti

akan menambah luas jaringan sosial sebagai media pengembangan

keterampilan sosialnya. Keterampilan sosial anak dipengaruhi oleh

kemampuan sosial kognitif yaitu keterampilan memproses semua


informasi yang ada dalam proses sosial yaitu kemampuan mengenali

isyarat sosial, menginterpretasi isyarat sosial dengan cara yang tepat dan

bermakna (Robinson & Garber, 1995).

Hasil penelitian tentang pentingnya kemampuan mengambil

perspektif dari orang lain yang dilakukan oleh Weil (2011) terbukti

penting dalam berbagai interaksi sosial dan interpersonal. Pemahaman

yang lebih baik dari proses yang terlibat dalam membangun hubungan

dapat bermanfaat dalam berbagai bahasa dan keterampilan sosial.

Thompson dalam Galinsky (2010) bahwa pentingnya kemampuan

mengambil perspektif dari orang lain bagi anak untuk membantu anak

membentuk perspektif tentang diri dan orang lain berdasarkan

pengalaman, anak-anak yang belajar tentang kemampuan mengambil

perspektif dari orang lain mempunyai penyesuaian diri yang lebih baik,

membantu anak memahami apa yang diinginkan dan diharapkan oleh guru

di sekolah.
4. Pengaruh Kemampuan Berpikir Lateral terhadap Prestasi Akademik

Hasil analisa data terhadap analisis jalur menunjukkan bahwa

kemampuan berpikir lateral signifikan dan positif mempengaruhi prestasi

akademik yakni sebesar 0,156 (p = 0,001), sehingga pengaruh variabel

independen diterima secara empiris. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Anwar dkk (2012) yang menunjukkan bahwa siswa berprestasi tinggi

dapat berpikir kreatif dalam pembelajaran di kelas ataupun menyelesaikan

persoalan yang dialami oleh siswa. Lebih lanjut, siswa yang berprestasi

tinggi mampu menciptakan ide yang berbeda atau tidak biasa dan mampu

menjelaskan ide yang dihasilkan secara fasih dengan cara elaborasi,

dibandingkan dengan siswa yang berprestasi rendah.

Hasil penelitian Anwar, dkk dapat dinyatakan bahwa bukan

berpikir lateral yang mempengaruhi prestasi akademik, tetapi prestasi

akademiklah yang mempengaruhi tingkat berpikir kreatif siswa. Jika siswa

memiliki prestasi akademik tinggi, maka keterampilan berpikir juga akan

tinggi. Sebaliknya, jika siswa memiliki prestasi akademik rendah, maka

keterampilan berpikir kreatifnya juga akan rendah.

5. Pengaruh Tidak Langsung Konsep Diri Akademik terhadap Prestasi

Akademik melalui Motivasi Berprestasi

Hasil analisa data terhadap analisis jalur menunjukkan bahwa

konsep diri akademik berpengaruh tidak langsung secara signifikan dan

positif terhadap prestasi akademik melalui motivasi berprestasi yakni

sebesar 0, 725 (p = 0,000), sehingga pengaruh variabel independen


diterima secara empiris. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh (Schunk, 1991), (Nilsen, 2009), (Damrongpanit,

Reungtragul & Pittayanon, 2010).

Konsep diri tidak hanya berdiri sendiri, tetapi terkait dengan

dimensi lain seperti aspek akademik dan aspek sosial. Banyak sekali

konsep-konsep kepribadian salah satunya konsep diri. Siswa yang

memiliki konsep diri positif akan memacu timbulnya otivasi berprestasi

yang besar dalam diri mereka. Konsep diri siswa sebagai salah faktor yang

mempengaruhi motivasi berprestasi. Sebaiknya siswa memiliki pandangan

positif mengenai diri akan membangkitkan keyakinan diri, kepercayaan

diri, dan motivasi diri untuk lebih bersosialisasi dan mencapai prestasi

akademik yang lebih tinggi (Dayakisni & Yuniardi, 2008).

Konsep diri akademik yang kuat pada diri siswa memungkinkan

untuk berpengaruh langsung akan meningkatkan prestasi akademik atau

akan menumbuhkan motivasi berprestasi yang lebih baik. Penelitian ini

sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Schunk, 1991),

Nilsen, 2009), (Damrongpanit, Reungtragul & Pittayanon, 2010), (Elliot &

Dweek, 2005), (Shavelson & Bolus dalam Marsh & Hau, 2004), (Schunk

dalam Long, 2007), (Pietsch, Walker & Chapman, 2003).

Konsep diri akademik merupakan variabel penting yang

menggambarkan studi empirik dan identifikasi yang menentukan realisasi

potensi intelektual individu cerdas. Tingkat kepercayaan diri siswa dan

kelebihan apa saja yang ada dalam dirinya akan lebih terkelola dengan

baik terutama apabila siswa tersebut memiliki konsep diri yang lebih baik.
Siswa yang memiliki konsep diri positif akan memandang diri mereka

dapat berprestasi dengan baik. Motivasi berprestasi dapat menunjang

kesuksesan dalam belajar. Motivasi berprestasi dalam diri seseorang

melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan dan

mempertahankan perilaku. Perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang

mengandung energi memiliki arah dan dapat dipertahankan. Motivasi

sebagai faktor yang berpengaruh dan menjadi dorongan langsung pada

faktor-faktor tingkah laku lain seperti: minat, kebutuhan nilai, sikap,

aspirasi dan insentif. Motivasi sebagai faktor pendorong untuk melakukan

suatu kegiatan sangat penting dalam kegiatan belajar siswa.

B. Deskripsi Konstruk Hasil Penelitian

1. Konsep Diri Akademik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 387 (98,5% ) siswa memiliki

konsep diri akademik tinggi dan 6 (1,5%) siswa memiliki konsep diri

akademik rendah. Siswa dengan konsep diri akademik tinggi ditunjukkan

dengan percaya diri dalam bidang akademik yang tinggi serta usaha

akademik yang tinggi. Konsep diri akademik merupakan bagian dari

konsep diri mayor, yang di dalamnya terdapat berbagai macam konsep diri

spesifik. Konsep diri yang spesifik yang menjadi titik perhatian dalam

penelitian ini adalah konsep diri spesifik yang berkaitan dengan

kemampuan akademik itu sendiri, kemampuan untuk menghasilkan

pekerjaan yang baik, dan konsep diri spesifik yang berkaitan dengan
kemampuan untuk memperoleh nilai yang lebih baik (Brookover, dalam

Cohen, 1976).

2. Kemampuan Mengambil Perspektif Orang Lain

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 366 (93,1%) siswa memiliki

kemampuan mengambil perspektif dari orang lain tinggi dan 27 (6,9%)

siswa memiliki kemampuan mengambil perspektif dari orang lain rendah.

Siswa dengan kemampuan mengambil perspektif dari orang lain tinggi

ditunjukkan dengan mengakui setiap individu memiliki sudut pandang

yang berbeda-beda sesuai dengan kepentingan yang dimiliki oleh diri

sendiri, merenungkan perilaku yang ditunjukkan oleh diri sendiri akan

berdampak terhadap perilaku yang ditunjukkan oleh orang lain, kemudian

mengamati dan menggeneralisasikan bahwa perilaku yang ditunjukkan

oleh orang lain dapat berpengaruh terhadap perilaku individu, individu

mendeteksi tindakan tertentu dapat berakibat pada prilaku yang

ditunjukkan orang lain, selanjutnya, menginterpretasikan peristiwa yang

terjadi sebagai wujud interaksi antara perilaku dan sistem sosial yang

bergantung pada kerangka dan orientasi pengamat, dan pemahaman baru

mengenai konflik, yang mudah dipahami oleh masing-masing individu.


Mengakui setiap individu memiliki sudut pandang yang berbeda

sesuai dengan kepentingan yang dimiliki oleh diri sendiri, artinya mampu

menyederhanakan sesuatu yang rumit atau menjadi sesuatu yang

sederhana dan mampu memahami sudut pandang yang dimiliki oleh orang

lain, mencerminkan perilaku yang ditunjukkan oleh individu (yang terlibat

konflik). Merenungkan perilaku dan mampu memahami perilaku yang

ditunjukkan oleh orang lain serta mampu menafsirkan konflik yang terjadi

dan kaitannya dengan hubungan sosial diantara individu. Kemudian aspek

mengamati dan menggeneralisasikan bahwa perilaku yang ditunjukkan

oleh orang lain dapat berpengaruh terhadap perilaku individu dengan cara

mampu menyesuaikan perilaku dan keputusan yang telah disepakati

bersama dan mampu menentukan tindakan yang sesuai untuk menyikapi

konflik yang terjadi.

Individu mendeteksi tindakan tertentu dapat berakibat pada

perilaku yang ditunjukkan orang lain, ditunjukkan dengan cara dapat

menyadari sudut pandang yang positif dari konflik dan dapat

mengintropeksi diri mengenai alasan orang lain memandang konflik (baik,

berkaitan dengan tugas maupun antar individu) dari sudut pandang yang

berbeda. Menginterpretasikan peristiwa yang terjadi sebagai wujud

interaksi antara perilaku dan sistem sosial yang bergantung pada kerangka

dan orientasi pengamat, ditunjukkan dengan cara mampu melihat konflik

dari dua sisi, sebelum membuat keputusan dan mampu menampilkan

perilaku yang sesuai dengan tuntutan lingkungan sosial. Terakhir, aspek

pemahaman baru mengenai konflik, yang mudah dipahami oleh masing-


masing individu, ditunjukkan dengan cara mampu menempatkan diri

diposisi orang lain.

3. Motivasi Berprestasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 346 (88%) siswa memiliki

motivasi berprestasi tinggi dan 47 (12%) siswa memiliki motivasi

berprestasi rendah. Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi ditunjukkan

dengan kemampuan untuk melakukan tugas akademik yang menantang

untuk diselesaikan, kemampuan untuk bertanggungjawab terhadap kinerja,

kemampuan mencoba cara-cara baru dalam melakukan sesuatu,

kemampuan mencari umpan balik pada setiap hasil kinerja yang

dilakukan. Motivasi berprestasi merupakan aspek penting berkaitan

dengan performansi akademik siswa. Oleh karena itu, variabel ini

dipertimbangkan sebagai salah satu faktor yang berasal dari diri siswa

berkaitan dengan proses belajar dan hasil belajar di sekolah.

4. Kemampuan Berpikir Lateral

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 378 (96,2% ) siswa memiliki

kemampuan berpikir lateral tinggi dan 15 (3,8%) siswa memiliki

kemampuan berpikir lateral rendah. Siswa dengan kemampuan berpikir

lateral tinggi ditunjukkan dengan proses berpikir melihat hal-hal dengan

cara yang berbeda. Pemecahan masalah dengan cara membantu

menciptakan ide-ide baru, produk baru, proses baru, dan layanan baru

secara kreatif. Proses kegiatan berpikir siswa berarti siswa siswa berpikir

untuk membentuk konsep, bernalar, berpikir secara kritis, membuat


keputusan, berpikir secara kreatif, dan memecahkan masalah. Berpikir

lateral merupakan pola berpikir yang tetap menggunakan fakta-fakta yang

ada untuk menentukan hasil akhir yang diinginkan dan secara kreatif

(seringkali berpikir tanpa mengikuti tahap demi tahap) dan mencari

alternatif pemecahan masalah dari berbagai sudut pandang yang paling

mungkin mendukung hasil akhir tersebut.

Berpikir lateral merupakan bentuk berpikir seseorang dalam

memproses informasi untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut

pandang yang berbeda dengan mencari alternatif penyelesaian yang

berbeda-beda. Berpikir lateral ditunjukkan siswa dengan mampu mencari

berbagai alternatif penyelesaian masalah. Hal ini berarti, ketika siswa

diberikan pertanyaan-pertanyaan yang menuntut mereka menggunakan

imajinasi untuk menemukan sesuatu yang baru dan inovatif , maka

berpikir lateral dari siswa tersebut dapat dilihat dari cara siswa menjawab

serta menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Siswa yang terbiasa

berpikir lateral, akan memiliki pola pandang yang luas dalam menyikapi

pertanyaan yang diberikan.

C. Pembahasan Temuan Penelitian

Hasil penelitian menemukan adanya lima (5) hipotesis diterima.

Berikut rincian dari lima hipotesis tersebut:

1. Koefisien jalur dari motivasi berprestasi terhadap prestasi akademik sebesar

0,01 < 0,05, sehingga hipotesis Ha1 diterima.


2. Koefisien jalur dari kemampuan berpikir lateral terhadap prestasi akademik

sebesar 0,001 < 0,05, sehingga hipotesis Ha2 diterima

3. Koefisien jalur dari konsep diri akademik terhadap prestasi akademik sebesar

0,022 < 0,05, sehingga hipotesis Ha3 diterima.

4. Koefisien jalur dari kemampuan mengambil perspektif orang lain terhadap

prestasi akademik sebesar 0,001 < 0,05, sehingga hipotesis Ha4 diterima.

5. Koefisien jalur dari konsep diri kademik terhadap prestasi akademik melalui

motivasi berprestasi sebesar 0,000 < 0,05, sehingga hipotesis Ha5 diterima.

D. Implikasi Temuan Bagi Bimbingan dan Konseling

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan sangat

perlu diperhatikan, karena jika pendidikan berjalan dengan baik maka

kehidupan seseorang akan berjalan dengan baik. Sekolah sebagai lembaga

pendidikan formal mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan

aspek kognitif maupun aspek non-kognitif siswa. Aspek non-kognitif

diantaranya motivasi berprestasi, konsep diri akademik, kemampuan

mengambil perspektif orang lain, dan keterampilan berpikir lateral

merupakan bidang garapan konselor. Upaya pengembangan aspek non-

kognitif siswa dilaksanakan melalui kegiatan layanan Bimbingan dan

Konseling yang memandirikan oleh konselor sekolah. Konselor dapat

mengembangkan program-program yang berfokus pada peningkatan

prestasi akademik siswa. Hal ini dikarenakan prestasi akademik menjadi

tolok ukur keberhasilan atau kegagalan siswa di bidang akademik dan juga

penentu kelulusan siswa dari jenjang pendidikan.


Dimensi konsep diri akademik perlu mendapatkan prioritas utama

karena dimensi ini merupakan dimensi yang paling berkontribusi besar

terhadap prestasi akademik siswa. Indikator konsep diri akademik yang

menjadi prioritas utama untuk ditingkatkan adalah percaya diri akademik

dan usaha akademik. oleh karena itu, konselor diharapkan dapat

melakukan pelatihan untuk meningkatkan konsep diri akademik siswa

terkait layanan pribadi-sosial. Konselor dapat melakukan need-assesment

dengan memberikan angket yang telah disediakan, untuk mengetahui

sejauh mana konsep diri akademik siswa yang akan diberikan layanan.

Temuan mengenai konsep diri akademik, motivasi berprestasi,

kemampuan mengambil perspektif orang lain, dan keterampilan berpikir

lateral sangat berkaitan dengan layanan bimbingan dan konseling ,

khususnya terkait layanan pribadi-sosial. Dengan demikian siswa dapat

dibantu dalam meraih prestasi akademik melalui layanan perencanaan

individual. Pengembangan layanan ini dapat dilakukan dengan

memprogramkan kegiatan yang didasarkan pada hasil penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai