Anda di halaman 1dari 25

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP PARTAI

POLITIK DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH


DI KABUPATEN GORONTALO UTARA

PROPOSAL

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
(S.H) pada Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
Universitas Ichsan Gorontalo Utara

Oleh :

ABDULRAHMAN A. SALIM

NIM : 2021H11015

PROGRAM STRATA SATU (S-1)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ICHSAN GORONTALO UTARA

2024
PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP PARTAI
POLITIK DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH
DI KABUPATEN GORONTALO UTARA

PROPOSAL

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
(S.H) pada Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
Universitas Ichsan Gorontalo Utara

Oleh :

ABDULRAHMAN A. SALIM

NIM : 2021H11015

PROGRAM STRATA SATU (S-1)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ICHSAN GORONTALO UTARA

2024
LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

1. Proposal ini hasil karya asli Saya yang diajukan sebagai Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Program Studi Hukum

Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo Utara.

2. Sumber-sumber yang Saya gunakan pada penulisan ini telah Saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Ichsan Gorontalo Utara

Kwandang, 11 Maret 2024

Abdul Rahman A. Salim


NIM: 2021H11015
ABSTRAK

Abdul Rahman A. Salim, NIM 2021H11015, “PANDANGAN MASYARAKAT


TERHADAP PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH
DI KABUPATEN GORONTALO UTARA’’, Program Studi Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum Universitas Universitas Ichsan Gorontalo Utara Kwandang,
1445H/2024M.
Proposal ini bertujuan untuk menjelaskan Perdebatan Partai Politik di
Parlemen terhadap Penyelenggara Pilkada Serentak Tahun 2024. Dalam penelitian
ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang menggunakan sumber berupa
narasi, penuturan informan, dokumen-dokumen dan bukan menggunakan data
berupa angka-angka, sehingga dalam penyelesaiannya harus dilakukan berupa
pengumpulan data dengan teori-teori, dalil dan lain sebagainya supaya hasil
kesimpulan sejalan dengan permasalahan yang penulis teliti. Pendekatan
penelitian kualitatif ini juga menggunakan yang menelusuri berbagai literatur,
baik dalam Undang-Undang, buku-buku, jurnal ataupun artikel, serta website
yang bersangkutan dengan tema yang diangkat penulis. Hasil penelitian ini
menunjukan adanya suatu alasan Partai Oposisi dalam hal ini Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat menolak adanya pilkada serentak 2024.
Menurut PKS karena secara filosofis pelaksanaan Pilkada 2024 itu
menghilangkan kesempatan rakyat untuk berfikir secara proporsional, kerena
waktunya barengan dengan pillpres, sehingga boleh jadi adanya bias ketika
memilih pemimpin. Dan satu Fraksi yang menolak adanya penyelenggaraan
pilkada serentak 2024, yakni Partai Demokrat. Perbandingan pandangan antara
kedua partai tersebut ialah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) lebih memperhatikan
bagaimana persiapan para penyelenggera pemilu dan menghadapi tantangan
dalam pelaksanaan pilkada serentak 2024 agar berjalan dengan optimal
dibandingkan terhadap pandangan Partai Demokrat, yang lebih condong kepada
pelaksanaan pilkada yang dilaksanakan pada akhir masa jabatan kepala daerah
sesuai Undang-Undang yang berlaku. Namun terhadap Fraksi Partai Politik
pendukung pemerintah seperti PDIP, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai
Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Nasional
Demokrat (Nasdem), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tetap mendukung
opsi Pemerintah melaksanakan Pilkada Serentak di tahun 2024

Kata Kunci : Pilkada Serentak 2024, Partai Politik, Partai Keadilan


Sejahtera, Partai Demokrat.
Pembimbing : Dr. KH. Mujar Ibnu Syarif, S.H., M.Ag Daftar Pustaka : Dari
tahun 1983 sampai 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberi

hidayah, kesehatan, nikmat, dan petunjuk kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan Proposal tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tak lupa

penulis limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarganya, para

sahabatnya, dan para pengikutnya. Dalam penyelesaian Proposal ini, tak lepas

pula penulis ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang senantiasa

mendoakan, membimbing, serta membantu penulis dalam mengerjakan Proposal

ini. Sehingga dengan segala rasa hormat, penulis ingin mengucapkan terima kasih

terutama kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Hj., M.A., Rektor Universitas Ichsan Gorontalo Utara;

2. Bapak Dr. H., S.H., M.H., M.A., Dekan Fakultas Hukum Universitas Ichsan

Gorontalo Utara;

3. Ibu, M.Ag., Ketua Program Studi Hukum Tata Negara;

4. Ibu, S.Ag., M.Si. Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara ;

5. Bapak Assoc. Prof. Dr. KH., S.H., M.Ag., Dosen Penasihat Akademik

sekaligus juga pembimbing Proposal, yang begitu sabar dan meluangkan

waktunya di tengah kesibukannya telah berkenan meluangkan waktu untuk

membimbing penulis dalam menyelesaikan Proposal ini. Penulis ucapkan

terima kasih banyak untuk waktu dan tenaga yang bapak luangkan selama

bimbingan;
6. Seluruh Dosen Fakultas Hukum, khususnya kepada Dosen Program Studi

Hukum Tata Negara yang telah memberi ilmu yang bermanfaat bagi penulis

selama perkuliahan berlangsung dengan sabar dan ikhlas. Dan mohon maaf

sedalam-dalamnya atas segala kekurangan dari penulis selama perkuliahan

berlangsung;

7. Pimpinan dan segenap staf Perpustakaan Universitas Ichsan Gorontalo Utara

serta Fakultas Hukum telah banyak memberi kontribusi berupa literatur dan

pustaka guna menyelesaikan Proposal ini;

8. Kedua orang tua penulis tercinta, Ayahanda dan Ibunda, yang begitu sabar

dalam memberi motivasi, moral, dan senantiasa mendoakan penulis agar

sukses dalam menyelesaikan studi strata satu (S1) ini. Tak lupa juga kepada

adik penulis, M. Haikal Machpudz, M. Djati Millawati Yusuf dan Tiara

Milata Putri yang juga senantiasa mendoakan dan menemani penulis. Terima

kasih banyak kepada kalian, Proposal ini penulis persembahkan untuk

Ayahanda, Ibunda, Adik, dan juga untuk para pembaca;

9. Keluarga Besar Yayasan Lembaga Islam Tiara Aksara, Himpunan Mahasiswa

Islam (HMI) Komisariat Fakultas Hukum Cabang Ciputat, Perhimpunan

Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) DPC Kwandang Raya, Ikatan

Keluarga Alumni Santri (IKAS) Daar el-Qolam Kwandang Raya, Angkatan

Muda Pembaharu Indonesia (AMPI) Provinsi Gorontalo, Komite Nasional

Pemuda Indonesia (KNPI) Kec. Kwandang, Angkatan Milenial Golkar

(AMIGO) Kec. Kwandang, Korda II Pendekar Gorontalo Kec. Kwandang


dan Golkar PK Kecamatan Periuk yang selalu memberikan dukungan dan doa

kepada penulis agar dapat menyelesaikan Proposal tepat waktu;

10. Keluarga besar Hukum Tata Negara 2021 Universitas Ichsan Gorontalo

Utara, khususnya: Miftahurrohmah, S.H., Nur Kholifah, S.H., Husniyah,

S.H., Fadhilatu Rosyidah, S.H., Fahmi Aziz, S.H., Bayu Prasetya, S.H.,

Fakhri Muhammad Khatiri, S.H., Adin Nugroho, S.H., Fahriza Hafiz, S.H.,

dan Noer Fadhilah Rais As-Soevel, S.H., yang masing-masing telah banyak

memberi memotivasi, kenangan, pengalaman, ilmu yang bermanfaat serta

menghibur penulis dalam menyelesaikan studi strata satu (S1) dan Proposal

ini. Pengalaman yang luar biasa bersama kalian akan jadi momen yang tidak

terlupakan dan sangat dirindukan oleh penulis. Semoga kalian semua sukses

selalu;

11. Adi Dhiwa Ramadhan, Adi Imron Rosyadi, Fajar Maulana, Nashrul Khairul

Abdillah Martinda, Jordi Candiansyah, Gilang Ramadhan, Adam Zaelani,

sudah menjadi sahabat terbaik selama menempuh perkuliahan ini dan

mengajarkan banyak hal. Semoga persahabatan kita akan terus berlanjut;

12. Dan seluruh pihak lain yang tak bisa disebut satu-persatu yang senantiasa

mendoakan, memotivasi dan memberi semangat kepada penulis agar dapat

menyelesaikan Proposal ini. Penulis ucapkan terima kasih banyak yang

sebesar-besarnya. Penulis menyadari bahwa Proposal ini masih jauh dari kata

sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang

dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran

serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Semoga
Proposal ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca khususnya pada

konsen yang luas dalam bidang Hukum Tata Negara.

Kwandang, 11 Maret 2024

Abdul Rahman A. Salim


NIM: 2021H11015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

“Indonesia adalah Negara hukum” demikian bunyi Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat 3. Sebagai Negara

hokum (Rechtsstaat) yang menjunjung tinggi nilai-nilai norma hukum

berdasarkan Undang-undang dan bukan merupakan Negara berdasarkan

kekuasaan semata (Machtsstaat) Indonesia memiliki norma hukum tertinggi yakni

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai

induk peraturanperaturan perundang-undangan. Untuk itu adanya kebijakan yang

tertuang dalam bentuk perundang-undangan tidak boleh menyalahi norma hukum

tersebut.1

Pada saat ini, paham demokrasi dalam penyelenggaraan negara menjadi

“primadona” dalam setiap perbincangan mengenai paham kenegaraan. Sehingga

tidak aneh apabila setiap bangsa berlomba-lomba guna mendapatkan pengakuan

sebagai negara demokrasi oleh negara lainnya. Pada prinsipnya paham demokrasi

menghendaki adanya keikutsertaan rakyat atau warga negara dalam aktivitas

penyelenggaraan kehidupan kenegaraan. Hal ini sudah terjadi sejak zaman Yunani

Kuno (abad VI s/d XIII SM). Pada waktu itu paham demokrasi dilaksanakan

secara langsung, dimana rakyat menentukan keputusan-keputusan politik secara

langsung.2

Indonesia adalah Negara yang menganut sistem pemerintahan Demokrasi.

Demokrasi dipahami sebagai suatu sistem pemerintahan yang menjunjung tinggi

1. Firdaus Ayu Palestina, “Analisis Penataan Kewenangan Antar Penyelenggara Pemilihan Umum Ditinjau Dari
Fiqh Siyasah Dusturiyah dan Sadd Al-Dzari’ah,” (Tesis Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel,
Surabaya, 2019), h. 1.
2. Handoyo Hestu Cipto, Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Penerbit
Universitas Atmajaya, 2003), Cet. Ke-1, h. 99.
kesejahteraan rakyat. Dalam arti lain, demokrasi sering disebut sebagai

pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sebagai suatu

sistempolitik, demokrasi telah menempati posisi teratas yang diterima oleh banyak

Negara, karena dianggap mampu mengatur dan menyelesaikan hubungan sosial

dan politik dalam sebuah Negara.

Demokrasi memiliki makna yang luas dan kompleks, salah satunya Warga

Negara yang di beri kesempatan untuk memilih salah satu diantara pemimpin-

pemimpin politik yang bersaing meraih suara. Kemampuan rakyat untuk memilih

di antara pemimpin-pemimpin politik pada masa pemilihan inilah yang disebut

demokrasi. 3 Di berbagai negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang,

sekaligus tolok ukur, dari demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang

diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan

kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan agak akurat partisipasi

serta aspirasi masyarakat. Sekalipun demikian, disadari bahwa pemilihan umum

tidak merupakan satu-satunya tolok ukur dan perlu dilengkapi dengan pengukuran

beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat kesinambungan, seperti partisipasi

dalam kegiatan partai, lobbying, dan sebagainya.4

Ketika lahir Putusan MK No. 48/PUU-XVII/2019 yang didalamnya MK

mengadopsi UU No. 7 Tahun 2017 ke dalam UU Pilkada,secara tidak langsung

menimbulkan benturan pemahaman. Bagaimana mungkin Putusan MK No.

48/PUU-XVII/2019 mengaitkan UU No. 7 Tahun 2017 yang mengatur mengenai

Pemilu kedalam pengaturan Pilkada? Padahal Putusan Mahkamah Konstitusi No.

97/PUU-XI/2013 secara tegas MK menyatakan bahwa Pilkada bukanlah rezim

3 Heru Nugroho, “Demokrasi Dan Demokratisasi: sebuah kerangka konseptual untuk


memahami dinamika sosial-politik di Indonesia”, Jurnal Pemikiran Sosiologi, Vol.1 No.1, (2012),
h.2
4 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Cet ke-4 (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2010), h.461.
Pemilu. Pemisahan rezim tersebutlah yang kemudian menjadi pijakan bagi

pembentuk undang-undang yang pada akhirnya menerbitkan undang-undang yang

berbeda.

Ketika MK mengeluarkan Putusan MK No. 48/PUUXVII/2019, maka

pertanyaanya kemudian apakah Pilkada kembali dianggap sebagai rezim Pemilu?

Demikian pula ketika kita melihat Putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019, MK

justru memberikan sejumlah alternatif model keserentakan Pemilu yang baru yang

memasukkan Pilkada dalam alur keserentakan tersebut. Apakah dengan Putusan

MK No. 55/PUU-XVII/2019 maka sudah pasti Pilkada masuk rezim Pemilu? Hal

ini terlihat dari Putusan MK No. 48/PUUXVII/2019 dan Putusan MK No.

55/PUUXVII/2019 dimana MK tidak menanggapi teori pemilahan rezim yang

dimulai oleh MK dalam Putusan MK No. 97/PUUXI/2013.

Dalam Putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019, menurut penulis, MK sendiri

tidak ingin tejebak dengan alur pemikiran pemisahan rezim lagi dan justu

menawarkan pemikiran baru yakni keserentakan Pemilu yakni Pemilu Nasional

dan Pemilu Lokal (yang ada Pilkada didalamnya). Jadi apakah Pilkada bisa

bergabung ke dalam keserentakan Pemilu? bisa jika dalam format Pemilu lokal

Putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019 yang digabung dengan Pemilu DPRD,

namun bila tanpa digabung dengan DPRD menurut Penulis hal tersebut masih

Pilkada dan bukan Pemilu sesuai Putusan MK No. 97/PUU-XI/2013 dan UU

Pilkada.5

Pemilu adalah kenduri demokrasi yang menjadi landasan politik, bangsa,

dan Negara dalam membangun masa depan yang lebih baik. Pemilu sebagai pilar

5 Achmadudin Rajab, “Apakah Pasca Putusan Mk Nomor 55/Puu-Xvii/2019 Pilkada Rezim


Pemilu?”, Jurnal RechtsVinding Online, (Mei, 2020), h.6
demokrasi mengantarkan bangsa dan negara dalam meraih demokrasi dan

membangun peradabannya. Selain itu, pemilu juga sebagai momentum evaluatif

yang sangat penting bagi sebuah rezim kekuasaan dalam mewujudkan cita- cita

negara kemerdekaan.6

Sejatinya, penyelenggaraan Pilkada sebagai mekanisme pemilihan

haruslah dilandasi semangat kedaulatan rakyat dan dilaksanakan secara

demokratis. Salah satu prasyarat utama untuk mewujudkan Pemilu yang

demokratis adalah adanya partisipasi politik. Keberadaan partispasi masyarakat

dalam Pilkada merupakan sesuatu yang krusial keberadaannya, sebab Pilkada

akan melahirkan pemimpin daerah yang kesuksesan Pilkada tersebut menjadi

cerminan dari kualitas demokrasi. Oleh karena itu, partisipasi warga negara ketika

memilih pemimpin harus ada meskipun keterlibatan warga negara lebih banyak

berhenti pada proses pemilihan.7 Dari sisi normatif penyelenggaraan pilkada telah

diatur melalui UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam pasal

56 ayat (1) menyebutkan, “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih

dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis, langsung,

umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”. Dengan adanya Undang-Undang tersebut,

wajib hukumnya bagi calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah untuk

mematuhi aturan tersebut sebagaimana mestinya guna menjadi acuan dalam

pelaksanaan Pilkada ditingkat Provinsi dan Kabupaten atau Kec.. Memang sangat

penting dibentuk dan dibuatnya berfungsi sebagai mata angin. Karena di semua

penyelenggaraan kegiatan apapun itu termasuk penyelenggaraan pemilu, tidak

6 Pangi Syarwi Chaniago, Dalam Jurnal “Evaluasi Pilkada Pelaksanaan Pilkada Serentak
Tahun 2015”, Indonesian Political Science Review, Vol.1 No.2, (2016), h.197.
7 Cucu Sutrisno, Partisipasi Warga Negara dalam Pilkada, (Universitas Muhammadiyah
Ponorogo: Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 2 No. 2, 2017), h.36.
adanya rule of game atau istilah peraturan dalam permainan maka sama seperti

berjalan tanpa adanya arah dan tujuan.

Membicarakan pilkada, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito

Karnavian, mengatakan bahwa pemerintah akan menggelar Pilkada Serentak

2024. Tito mengatakan jadwal itu sudah ditetapkan dalam Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2016. "Pilkada merupakan amanat Undang-Undang Nomor 10

Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kec. yang ditetapkan

1 Juli 2016, di mana nanti pilkada akan dilaksanakan serentak di November

2024," kata Tito dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR, di Kompleks

Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021).8

Mayoritas fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat 'balik badan' dari rencana

revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu atau revisi UU

Pemilu. Kini, mayoritas fraksi di parlemen sepakat menolak untuk melanjutkan

pembahasan RUU Pemilu yang sudah disepakati masuk dalam Program Legislasi

Nasional 2021 itu. Hanya tersisa Partai Demokrat dan PKS yang tetap ingin revisi.

Salah satu isu krusial yang menjadi perdebatan dalam revisi UU Pemilu ini adalah

normalisasi pemilihan kepala daerah pada 2022 dan 2023. Awalnya hanya PDI

Perjuangan yang menyatakan menolak normalisasi Pilkada pada 2022 dan 2023.

Belakangan, mayoritas fraksi partai pendukung pemerintah menyusul sikap PDIP.

Dengan demikian, hampir dipastikan Pilkada Serentak tetap digelar pada 2024

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala

Daerah (Pilkada).9 Awalnya, yang setuju dengan dilanjutkannya pembahasan

RUU Pemilu adalah Partai NasDem, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai

8 https://news.detik.com/berita/d-5494081/mendagri-di-2016-tak-ada-fraksi-tolak-pilkadadigelarserentak-2024,
diakses Pada Tanggal 1 Maret 2024 Pukul 12.08 WIB
9 https://nasional.tempo.co/read/1431092/peta-dukungan-fraksi-di-dpr-soal-pilkada-2024-dankelanjutan-revisi-
uu-pemilu, diakses pada tanggal 5 Maret pukul 21.03 WIB
Keadilan Sejahtera, dan Partai Kebangkitan Bangsa. Yang tidak setuju adalah

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Persatuan pembangunan, Partai

Amanat Nasional, dan Partai Gerindra. Dengan adanya RUU Pemilu yang

menggabungkan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU No. 10 Tahun

2016 tentang Pilkada, bisa jadi Pilkada serentak beralih menjadi tahun 2022 dan

2023. Jika tanpa aturan baru, maka seluruh pemilu, baik pemilu legislatif DPR,

DPRD, DPD, pemilihan presiden, dan pemilu kepala daerah akan berlangsung

serentak pada 2024.10 Berbeda dengan suara mayoritas, Ketua Fraksi Partai

Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini, menilai bahwa revisi Undang-Undang

Pemilu harus terus jalan untuk memperbaiki kualitas demokrasi melalui

penyelenggaraan pemilu.

"Kami melihat ada kebutuhan dan kepentingan revisi UU Pemilu, yaitu untuk

perbaikan kualitas demokrasi hasil evaluasi kita atas penyelenggaraan pemilu

lalu," ujar Jazuli dalam keterangannya di Jakarta. Fraksi PKS juga menginginkan

agar pilkada serentak dinormalisasi pada tahun 2022/2023 agar kepemimpinan

daerah di masa pandemi oleh pejabat definitif. 11 Menurutnya, jika digelar pada

2024 beban dan ongkos ekonomi, sosial, dan politik menjadi sangat berat.

Adapun jadwal pelaksanaan Pilkada hingga saat ini masih jadi perdebatan

seiring dengan rencana revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang

Pemilu. Sembilan fraksi di DPR terbelah. Sebagian fraksi ingin Pilkada

dilaksanakan sesuai amanat Pasal 201 Ayat (8) UU Pilkada Nomor 10 Tahun

2016, yakni November 2024, berbarengan dengan Pilpres dan Pileg. Sementara,

sebagian fraksi lainnya mendorong agar pelaksanaan Pilkada sesuai ketentuan

10 https://tirto.id/standar-ganda-kontradiksi-pemerintah–soal–pilkada-serentak-2024-
gar2.diakses pada Tanggal 5 Maret 2024 Pukul 12.48 WIB
11 Pejabat Definitif adalah pegawai yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi, dan
Administrasi yang telah secara resmi dilantik dan diambil sumpah jabatan untuk menduduki
jabatan negeri.
dalam draf revisi UU Pemilu Pasal 731 Ayat (2) dan (3), yaitu pada 2022 dan
12
2023. Oleh karena itu, kajian ini membahas mengenai polemik pelaksanaan

pilkada secara serentak pada tahun 2024 yang banyak menuai pro dan kontra di

masyarakat dari berbagai aspek, mulai dari masa jabatan para pemimpin daerah

maupun keefektivan pelaksanaan pemilu secara serentak di Indonesia. Dari latar

belakang diatas,maka penulis berkeinginan melakukan penelitian yang berjudul

“Politik Hukum Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024 (Potret

Perdebatan Partai Politik di parlemen)”. Hal ini menarik untuk dikaji, untuk

mengetahui pandangan Partai Politik mengenai Pilkada Serentak 2024 khususnya

terhadap perspektifPartai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Pelaksanaan pilkada serentak tahun 2024 menjadi polemik. Pasalnya,

dalam draf revisi UU Pemilu yang baru, salah satu poinnya mengatur tentang

pilkada berikutnya pada 2022 dan 2023 mendatang, bukan 2024 seperti yang

diatur dalam UU 10/2016. Sejumlah fraksi di DPR terbelah mengenai ketentuan

tersebut. Fraksi yang mendukung agar pilkada serentak 2024 tetap digelar di
13
antaranya PDIP, PKB, dan Gerindra. Berdasarkan latar belakang yang sudah

penulis paparkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat beberapa

permasalahan terkaitdenganPolitik Hukum Penyelenggaraan Pilkada Serentak

Tahun 2024. . Adapun identifikasi masalah yang akan dijelaskan lebih lanjut

adalah sebagai berikut: a. Polemik mengenai pelaksanaan Pemilihan Kepala

12 https://nasional.kompas.com/read/2021/02/08/09194631/kpu-sebut-pemilu-borongan-2024-
munculkan-beban-anggaran-hingga-kpps?page=all#page2, diakses pada Tanggal 5 Maret 2024
Pukul 13.37 WIB.
13 https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210202034109-32-601100/kpu-tetap-berpatokuu-10-2016-pilkada-
digelar-serentak-2024, diakses pada Tanggal 1 Maret 2024 Pukul 14.26 WIB
Daerah (pilkada) yang digelar secara serentak pada Tahun 2024 b. Pendapat Partai

Kesejahteraan Sosial (PKS) dan Partai Demokrat mengenai Pilkada serentak 2024

c. Kelebihan dan kekurangan (keefektifan) pelaksanaan Pilkada serentak yang

digelar pada tahun 2024 d. Terjadinya salah satu kasus saat pemilu 2019, yakni

banyak memakan korban pada anggota KPPS sehingga menjadi evaluasi bagi

Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyelenggarakan pemilihan berikutnya.

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah

dipaparkan, banyak permasalahan-permasalahan penting yang perlu diteliti untuk

dapat menjawab Politik Hukum Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024

dalam Potret Perdebatan Partai Politik di parlemen. Akan tetapi, untuk

mempermudah pembahasan dan penelitian skripsi ini,penulis membatasi masalah

yang akan dibahas sehingga pembahasannya lebih jelas dan terarah sesuai dengan

yang diharapkan penulis, maka perlu kiranya penulis memberikan batasan agar

tidak melebar dan terarah. Maka penelitian ini difokuskan pembahasannya pada

pelaksanaan Pilkada serentak yang di gelar pada tahun 2024 dan perbandingan

pandangan Partai PKS dan Partai Demokrat.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat

ditarik beberapa substansi rumusan masalah sebagai berikut : a. Bagaimana

Perdebatan Partai Politik Di Parlemen terhadap Penyelenggara Pilkada Serentak

Tahun 2024? b. Bagaimana perbandingan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan

Partai Demokrat terhadap pelaksanaan pilkada serentak 2024?


C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan tambahan literatur bagi

ilmu pengetahuan khususnya hukum tata negara dalam penanganan

masalahPolitik Hukum Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024 (Potret

Perdebatan Partai Politik di Parlemen). Selain itu penelitian skripsi ini juga

bertujuan:

a. Untuk mengetahui mengenai pro kontra Politik Hukum Penyelenggaraan

Pilkada Serentak Tahun 2024 dalam Potret Perdebatan Partai Politik di

Parlemen..

b. Untuk mengetahui perbandingan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai

Demokrat terhadap pelaksanaan pilkada serentak 2024.

2. Manfaat Penelitian

Didalam setiap penelitian, disamping memiliki tujuan tentunya penulis

juga mengharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya

penulis pribadi, adapun manfaatnya adalah sebagai berikut:

a. Bagi Akademis Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan penelitian lebih

lanjut guna untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang Politik

Hukum Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024 (Potret Perdebatan

Partai Politik di Parlemen).

b. Bagi Peneliti Penelitian ini bermanfaat sebagai tolok ukur dari wacana

keilmuan yang selama ini penulis terima dan pelajari dari institusi pendidikan

tempat penulis belajar, khususnya mengenai pro kontra Politik Hukum


Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024 dalam Potret Perdebatan Partai

Politik di Parlemen.

D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu

Untuk membuktikan originalitas dari penelitian ini, penulis perlu untuk

melakukan tinjauan kajian studi terdahulu. Berikut ini beberapa penelitian dan

perbedaan dari penelitian sebelumnya.

1. Angga Natalia, dalamJurnal TAPIS dengan judul Peran Partai Politik

Dalam Mensukseskan Pilkada Serentak Di Indonesia Tahun 2015. Dalam

karyanya, penulis menjelaskan bahwamunculnya permasalahan kandidat

tunggal pada proses pilkada pada tahun 2015, menunjukkan bahwa partai

politik belum benar-benar serius menjalankan fungsinya terutama untuk

melahirkan calon-calon pemimpin muda yang kompeten dan mampu survive

dengan kondisi Indonesia saat ini. Ini disebabkan oleh mundurnya pengawalan

kaderisasi di partai politik sehingga partai-partai lebih banyak mengandalkan

kader-kader pragmatis untuk mempercepat image building dan perolehan suara

di grass root. Yan pada akhirnya, menenggelamkan mental calon-calon

pemimpin muda yang sebenarnya memiliki kompetensi yang baik tapi kurang

mendapat dukungan dari partai politik.14

2. Siti Witianti dan Hendra, dalam jurnal Wacana Politik dengan judul

Peran Ketua Umum Partai Politik Dalam Pencalonan Kepala Daerah

pada Pemilihan Kepala Daerah Serentak Di Indonesia.

Dalam karyanya, penulis menjelaskan bahwa dalam pilkada serentak di

Indonesia yang diselenggarakan sejak tahun 2015, terdapat kencenderungan

14 Angga Natalia, “Peran Partai Politik Dalam Mensukseskan Pilkada Serentak Di Indonesia
Tahun 2015”, Jurnal TAPIS, Vol.11, No.1, Januari-Juni 2015.
semakin menguatnya pengaruh ketua umum partai politik dalam pencalonan

kepala daerah. Pengambilan keputusan partai politik pada akhirnya ditentukan

oleh pertimbangan ketua umum partai politik,sudah menjadi tugas Parpol

seharusnya menjadi salah satu sumber utama kepemimpinan bangsa yang

dituntut dapat menyiapkan dan menghasilkan kader-kader bangsa yang

profesional, jujur, berintegritas tinggi dan berwawasan luas dan dilakukan

secara demokratis.15

3. Hendri Putra Faridana dengan judul skripsi Persepsi Mahasiswa

Fakultas Syariah Dan Ekonomi Islam UIN Antasari Terhadap

Pelaksanaan Pilkada Serentak. Dalam karyanya, menjelaskan bahwa para

mahsiswa menilai pelaksanaan pilkada tahun 2015 di Banjarmasin berhasil

menarik partisipasi warga sehingga peserta pemilih lebih banyak. Selain itu,

Persepsi mahasiswa Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam terhadap pilkada

serentak pun beragam, sebagian besar menilai pilkada serentak lebih efektif

karena selain dapat menghemat dana, juga dapat menghemat waktu bagi

pelaksanaan pilkada di Indonesia. Persepsi mahasiswa ini ternyata berbeda

dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pelaksanaan pilkada

serentak di Banjarmasin memiliki tingkat partisipasi pemilih cukup rendah.16

4. Egi Prayogi, dengan judul skripsi Sistem Pemilihan Kepala Daerah

Perspektif Fiqih Siyasah (Studi Pasal 24 Undang-Undnag No 32

Tahun 2004). Dalam karyanya, penulis menyimpulkan bahwa pemilihan

kepala daerah secara langsung dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004 dari

segi substansi sudah sesuai dengan fiqih siyasah dan tidak bertentangan

15 Siti Witianti dan Hendra, “Peran Ketua Umum Partai Politik Dalam Pencalonan Kepala
Daerah pada Pemilihan Kepala Daerah Serentak Di Indonesia”, Jurnal Wacana Politik, Vol. 4, No.
1, Maret 2019, h. 55.
16 Hendri Putra Faridana, “Persepsi Mahasiswa Fakultas Syariah Dan Ekonomi Islam Uin
Antasari Terhadap Pelaksanaan Pilkada Serentak”, (Skripsi UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
ANTASARI, Banjarmasin, 2017), h. v.
dengannya, dan telah memenuhi prinsip pemilihan dalam Islam yaitu syura

yang bertumpu pada persamaan, keadilan, kebebasan transparansi, dan

kebersamaan. Dan menurut penulis, perbedaannya terdapat pada tataran tekis,

kerena harus disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat demi tercapai

kemaslahatan umat.17

5. Firdaus Ayu Palestina, dengan judul tesis Analisis Penataan

Kewenangan Antar Penyelenggara Pemilihan Umum Ditinjau Dari

Fiqh Siyasah Dusturiyah Dan Sadd Al-Dzari’ah. Dalam karyanya, penulis

menjelaskan bahwa Penataan Kewenangan Antar Penyelenggara Pemilihan

Umum Ditinjau dari Fiqh Siyasah Dusturiyah (Konsep Wewenang Arkoun)

dan Sadd Al- Dzari’ah diketahui bahwa Penyelenggara Pemilu (sebagai

seorang “dusturi”, yang memiliki otoritas dalam artian pejabat publik) telah

melakukan wewenang, yakni “siyasah” dalam melaksanakan tugas dan

kewajibannya dengan patuh dan melaksanakan Undang-Undang, meskipun

dalam praktknya masih terjadi over lapping (tumpang tindih). Sedangkan

dalam konsep Saad AlDzari’ah, Penyelenggara Pemilu, yaitu KPU berusaha

untuk menutup kemungkunan-kemungkinan yang tidak baik guna terciptanya

regulasi yang revolusioner, sedangkan Bawaslu bertindak sebaliknya (Fath

AlDzari’ah) dengan mempertimbangkan persamaan hak, namun

mengesampingkan langkah kedepannya.18 Berdasarkan kajian terdahulu diatas,

penulis menemukan adanya kesamaan dalam materi penelitian pada judul yang

penulis angkat, namun dalam kajian yang penulis teliti berbeda subjek dan

konsepnya.

17 Egi Prayogi, “Sistem Pemilihan Kepala Daerah Perspektif Fiqih Siyasah (Studi Pasal 24
Undang-Undnag No 32 Tahun 2004”, (Skripsi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,
Yogyakarta, 2005), h. iv
18 Firdaus Ayu Palestina, “Analisis Penataan Kewenangan Antar Penyelenggara Pemilihan
Umum Ditinjau Dari Fiqh Siyasah Dusturiyah Dan Sadd Al-Dzari’ah”, (Tesis Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2019), h. v
Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan mengenai pro kontra Politik

Hukum Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024 dalam Potret Perdebatan

Partai Politik di Parlemen.

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian Metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-

prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam

melakukan penelitian.19 Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah berpijak dari realita

atas peristiwa yang berlangsung di lapangan. Apa yang dihadapi dalam

penelitian adalah sosial kehidupan sehari-hari. Penelitian seperti berupaya

memandang apa yang sedang terjadi dalam dunia tersebut dan meletakkan

temuan-temuan yang diperoleh di dalamnya. Oleh karena itu, apa yang

dilakukan oleh peneliti selama dilapangan termaksud dalam suatu posisi yang

berdasarkan kasus, yang mengarah perhatian dalam spesifikasi kasuskasus

tetentu.20

2. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang

menjadikan penulis harus mengumpulkan data dan informasi mengenai

pendapat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Demokrat yang

menolak adanya pelaksanaan pilkada serentak tahun 2024. Metode kualitatif

diartikan sebagai metode yang meneliti subjek penelitian atau informan dalam
21
lingkup kesehariannya. Metode kualitatif menggunakan sumber berupa

narasi, penuturan informan, dokumen-dokumen dan bukan menggunakan data

19 Soerjono Soekanto, 1994. Pengantar Penelitian Hukum, (Universitas Indonesia Press,


Jakarta), h.13.
20 Burhan Bugin, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Cet. III. (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2001), h. 82.
21 Usman dan Abdi, Metode Penelitian Sosial dan Ekonomi: Teori dan Aplikasi, (Bandung:
Alfabeta, 2008), h. 6
22 Usman dan Abdi, Metode Penelitian Sosial dan Ekonomi, h. 11.
berupa angka-angka seperti yang dilakukan dalam penelitian kuantitatif. 22

Penelitian Hukum Normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan


23
dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Penelitian hukum

normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Menurut Peter Mahmud

Marzuki, penelitian hukum normatif adalah suatu proses untuk menemukan

suatu aturan hukum, prinsipprinsiphukum, maupun doktrin-doktrin hukum

guna menjawab isu hokumyang dihadapi.24 Penyajian data dalam penelitian

ini dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan data yang berasal dari

buku yang berkaitan dengan tema dan masalah yang diangkat oleh penulis,

jurnal ilmiah, dan artikel serta berita yang berasal dari media internet. Hal

tersebut digunakan untuk memudahkan dalam memahami segala macam

konteks yang terkandung di dalamnya.25

3. Sumber Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data sekunder

sebagai data utama yang terdiri dari: a. Bahan Hukum Primer Sumber data

primer diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung di lapangan.

Sumber data primer merupakan data yang diambil langsung oleh peneliti

kepada sumbernya tanpa ada perantara dengan cara menggali sumber asli

secara langsung melalui responden. Sumber data primer dalam penelitian ini

adalah Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat, dan Anggota DPR RI Fraksi

Partai Keadilan Sejahtera. b. Bahan Hukum Sekunder Sumber Hukum

Sekunder dalam penelitian ini, penulis menggunakan buku-buku teks

(Teksbook) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh (deherseende

leer), jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum,

22 Usman dan Abdi, Metode Penelitian Sosial dan Ekonomi, h. 11.


23 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h.13
24 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta:Kencana Prenada, 2010), h.35.
25 Lisa Harrison, Metodologi Penelitian Politik, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 126.
yurisprudensi, dan bahan-bahan hukum lainnya yang erat kaitannya dengan

bahan hukum primer dan dapat membantu dalam memahami dan

menganalisis bahan hukum primer. c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum

tersier merupakan bahan hukum yang mendukung bahan yang mendukung

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan

pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum yang

digunakan oleh penulis adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus-kamus

Hukum dan Kamus Bahasa Inggris baik dalam bentuk cetak maupun

elektronik.

4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan

adalah sebagai berikut: a. Studi literatur dan dokumentasi, yaitu

mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah yang diangkat dalam

penelitian ini melalui literatur buku, surat kabar, jurnal ilmiah, serta artikel

dan berita yang berasal dari media internet. Teknik pengumpulan data yang

digunakan melalui dokumentasi, untuk memperoleh data sekunder, yaitu

bahan yang memberikan penjelasan dari bahan primer. b. Wawancara

dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi melalui tanya

jawab dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada pihak yang

berkompeten dengan masalah dalam penelitian ini.

5. Metode Analisis Data Data yang diperoleh kemudian diklasifikasikan

menurut pokok bahasan masing-masing, maka selanjutnya dilakukan analisis

data. Analisis data bertujuan untuk menginterpretasikan data yang sudah

disusun secara sistematis yaitu dengan memberikan penjelasan. Dalam


menyusun dan menganalisis data, penulis menggunakan penalaran deduktif.
26
Penalaran deduktif merupakan langkah berpikir dengan mengumpulkan

pernyataan yang bersifat umum untuk selanjutnya ditarik suatu kesimpulan

yang bersifat khusus.

6. Pedoman Penulisan Skripsi Dalam penulisan skripsi ini penulis berpedoman

pada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.

F. Sistematika Penulisan Dalam pembahasan Skripsi ini peneliti membuat

sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan. Pada bab ini menjelaskan tentang Latar Belakang

Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran,

Landasan Teori, Tinjauan Pustaka (Review) Kajian Terdahulu, Metodologi

Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II Kajian Teori yang membahas mengenai teori demokrasi, teori

kedaulata rakyat, dan teori umum mengenai partai politik.

BAB III Profil Komisi Pemilihan Umum (KPU), Profil Partai Demokrat Dan

Partai Keadilan Kesejahteraan Sosial (PKS); dalam bab ini akan menjelaskan

tentang Profil Komisi Pemilihan Umum (KPU), sejarah dan Perkembangan

pilkada di Indonesia, Profil dari Partai Demokrat dan Partai Kesejahteraan

Sosial (PKS) mengenai sejarah terbentuknya partai tersebut berikut dengan

visi dan misi Partai.

BAB IV Penolakan Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2024 Dari

Perspektif Partai PKS Dan Partai Demokrat; yang membahas tentang analisis

26 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2001), h.49.
dari pelaksanaan pilkada serentak tahun 2024 dan penolakan partai PKS dan

Partai Demokrat; Efektivitas dan Efisiensi pilkada serentak 2024 menurut

pendapat fraksi Partai Politik Indonesia.

BAB V Penutup. Pada bab disajikan kesimpulan dan saran penulis mengenai

pelaksanaan pilkada serentak tahun 2024 dan saran untuk peneliti berikutnya

yang mengkaji penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai