Anda di halaman 1dari 2

Nama : Nayla Mawaddah S.

Pane
NIM : 7213510060

Lembar Kerja 1 Manajemen Inovasi

Kasus: Kegagalan berinovasi TUPPERWARE brand sejuta umat ini tidak terdengar lagi

Persaingan bisnis di hampir segala bidang memang nggak ada habisnya. Perkembangan zaman
membuat konsumen senantiasa menginginkan sesuatu yang serba terbaru, sementara produsen
juga nggak berhenti berlomba-lomba berinovasi guna mengeluarkan produk paling anyar yang
diklaim bisa memenuhi semua kebutuhan target pasarnya. Inovasi memang memegang peranan
kunci dalam keberlanjutan bisnis. Kalau produsen nggak mau mengikuti perkembangan zaman
dan stuck di situ-situ aja, siap-siap dibalap pesaing yang sudah lebih dulu keluar dari zona
nyaman. Contoh brand Tupperware yang dulunya sempat merajai pasar dan disebut
sebagai brand sejuta umat, namun kegagalan dalam berinovasi bikin nama mereka kini nyaris
nggak terdengar lagi sekarang, keberadaan mereka di pasaran udah hampir nggak terdeteksi.

Merk wadah makanan plastik favorit ibu-ibu ini pernah mencapai masa jayanya di masa lalu.
Penjualannya terbilang eksklusif karena melalui reseller resmi, bukan dijual bebas di toko-toko.
Tiap reseller biasanya akan memiliki katalog lengkap produk untuk ditawarkan pada calon
pembeli. “Siap-siap dicoret dari KK kalau ngilangin Tupperware emak,” jokes ini pasti familiar
buat kalian. Maklum, harganya memang nggak bisa dibilang murah. Tapi, harga yang dipasang
berbanding lurus dengan kualitas dan jaminan garansi kerusakan seumur hidup yang ditawarkan
(https://www.froyonion.com)

Soal :

1. Coba identifikasi permasalahan yang ada kemudian analisis kenapa terjadinya


kegagalan dan berikan solusi menurut kelompok anda untuk mengatasi kegagalan
tersebut ?

Jawaban :

Permasalahan yang dihadapi Tupperware dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Kegagalan dalam Inovasi: Tupperware tidak mampu terus melakukan inovasi pada
produknya dan perusahaan tidak mampu mengimbangi perubahan tren dan tuntutan
pasar.
2. Kehilangan Relevansi: Tupperware kehilangan relevansi pasar karena tidak mampu
membangkitkan minat konsumen terhadap produk yang dianggap tidak lagi paling
inovatif atau paling sesuai dengan kebutuhan pasar.
3. Ketergantungan pada Model Bisnis Tradisional: Tupperware mengandalkan model bisnis
tradisional dengan penjualan melalui pengecer resmi seiring dengan pergerakan pasar
menuju model distribusi yang lebih fleksibel dan terbuka.
4. Kegagalan merespon perubahan perilaku konsumen: Tupperware tidak mampu merespon
perubahan perilaku konsumen yang menyukai produk ramah lingkungan, mudah didaur
ulang, atau menawarkan nilai tambah lainnya.

Solusi untuk mengatasi kegagalan tersebut adalah:

1. Inovasi Produk: Tupperware harus meningkatkan fokusnya pada inovasi produk dengan
mempelajari tren pasar dan kebutuhan konsumen baru. Hal ini dicapai melalui riset pasar
yang mendalam dan kolaborasi dengan desainer dan inovator produk.
2. Transformasi Digital: Tupperware perlu melakukan transformasi digital dengan
memperluas saluran penjualannya melalui platform online seperti situs resmi, toko
online, dan aplikasi seluler. Hal ini memungkinkan akses ke pasar yang lebih luas dan
meningkatkan keterlibatan konsumen.
3. Diversifikasi Produk dan Produk: Tupperware dapat mempertimbangkan untuk
mendiversifikasi produknya dengan memperkenalkan lini produk baru yang memenuhi
kebutuhan konsumen saat ini, seperti produk ramah lingkungan dan dapat didaur ulang.
4. Meningkatkan Strategi Pemasaran: Tupperware perlu meningkatkan strategi
pemasarannya dengan berfokus pada pendekatan yang lebih personal dan berpusat pada
konsumen. Hal ini dapat dilakukan melalui pemasaran langsung ke konsumen, kolaborasi
dengan influencer, atau kampanye pemasaran kreatif yang menonjolkan nilai merek
Anda.

Dengan menerapkan solusi ini, Tupperware diharapkan dapat meraih kembali kesuksesan
pasarnya dan mendapatkan kembali posisinya sebagai pemimpin dalam industri kemasan
makanan plastik.

Anda mungkin juga menyukai