BAB I
KONSTRUKSI DAN PRINSIP KERJA
MOTOR INDUKSI FASA-TIGA
Motor induksi fasa-tiga mempunyai kapasitas di atas 5 Hp sampai dengan puluhan ribu
Hp. Sedangkan untuk motor-motor yang berkapasitas di bawah 5 Hp pada umumnya
dibuat secara fasa tunggal. Motor induksi fasa-tiga dalam operasinya membutuhkan
sistem catu daya fasa-tiga, sedangkan motor-motor induksi yang kecil biasanya cukup
beroperasi dengan sistem fasa-tunggal.
Motor induksi mempunyai kecepatan mendekati konstan. Perbedaan kecepatan putaran
motor dalam keadaan tanpa beban dan berbeban penuh (nominal) hanya beberapa
persen saja penurunannya, yaitu < 5%) sehingga motor ini mempunyai kecepatan yang
mendekati konstan. Walaupun begitu, motor ini mempunyai kerugian-kerugian antara
lain adalah:
sulit mengatur kecepatan putaran motor,
pada beban rendah, motor beroperasi tidak efisien
arus asut (starting current)nya sangat tinggi (tipikal: 5-7 kali arus beban penuh).
Bentuk tipikal motor induksi fasa-tiga ditunjukkan pada Gambar 1. Dari gambar
tersebut terlihat jelas betapa kompak dan sederhananya konstruksi motor ini. Karena
kekompakan dan kesederhanaannya inilah motor induksi fasa-tiga ini menjadi jenis
motor yang paling populer pemakaiannya di dunia industri.
Gambar 1.2
Penggunaan motor induksi pada sistem water treatment
Gambar 1.3
Penggunaan motor pada Boiler Feed Water
Gambar 1.4
Pemakaian motor pada Booster Pump Tambang Fosfat
Ilustrasi di atas memberikan gambaran kepada kita betapa luas pemakaian motor
induksi ini. Tidak terbatas pada itu saja, bila kita perhatikan lingkungan di sekitar kita
terdapat banyak motor induksi dipakai untuk pompa air, fan, kompresor, dan lain
sebagainya.
Rotor motor ini tersusun demikian kompak dan tidak mempunyai saluran atau hubungan
ke luar. Dalam gambar ditunjukkan bangunan rotor yang lengkap dengan intinya.
Batang-batang penghantar dimasukkan pada slot-slot yang dibuat pada inti rotor
sehingga membuat bangunan rotor kompak dan kuat. Pada rotor inilah daya listrik dari
belitan stator diinduksikan untuk kemudian diubah menjadi tenaga mekanik. Pada kedua
ujung penghantar rotor dipasang cincin untuk mengubungsingkat semua penghantar
rotor. Karena fungsinya itu, maka cincin-cincin ini disebut cincin penghubung singkat.
Kedua ujung poros motor ditopang dengan bantalan (bearing) sehingga motor bisa bisa
berputar bebas. Daya mekanik dikeluarkan dari motor melalui poros, karena itu pula
daya keluaran motor disebut dengan daya poros. Kipas angin yang dipasang seporos
dengan poros rotor yang berfungsi untuk pendinginan belitan stator motor. Karena
dipasang seporos, maka daya yang digunakan untuk meniupkan angin ini adalah
termasuk daya listrik motornya.
Dari sini sudah jelas bahwa perbedaan utama motor ini dari motor rotor sangkar adalah
rotornya terdiri dari belitan, bukan konduktor-konduktor telanjang. Perbedaan mencolok
lainnya adalah adanya cincin geser (slip ring), yaitu komponen yang menghubungkan
lilitan rotor yang selalu berputar ketika motor beroperasi, dengan terminal yang
stasioner (tetap). Karena itu pulalah, motor ini juga disebut sebagai motor induksi slip-
ring. Mengapa ada terminal tambahan seperti ini? Hal itu akan dibahas ketika kita
sampai membahas karakteristik motor ini. Bagian-bagian yang lain seperti poros, kipas
angin dan bantalannya tidak ada perbedaan. Oleh karena adanya cincin-geser atau slip
ring membuat motor jenis ini lebih panjang dari motor rotor sangkar.
Gambar 1.9
Pemasangan isolasi pada slot-slot inti stator
Slot-slot inti stator merupakan tempat bagi belitan stator. Pada slot-slot ini dilapisi
dengan lembaran isolator untuk memisahkan antara belitan dan inti. Jenis dan kualitas
bahan isolator ini yang kemudian akan menentukan suhu kerja dari mesin. Gambar 1.9
menunjukkan bangunan inti rotor lengkap dengan slot-slot dan pemasangan isolatornya.
Sedangkan bangunan stator yang lengkap ditunjukkan pada Gambar 1.10.
Gambar 1.10
Konstruksi Belitan Stator Motor induksi fasa-tiga
Seperti yang telah disebutkan di atas, belitan stator terdiri atas 3 belitan, yaitu belitan
fasa 1, belitan fasa 2 dan belitan fasa 3. Nomenklatur ujung belitan fasa 1: U1-U2, fasa
2: V1-V2, dan fasa 3: W1-W2. Bagaimana belitan-belitan stator ini dihubungkan,
Gambar 1.11 adalah contoh belitan stator yang dihubung secara bintang (Y), di mana
Ujung belitan U2, V2, dan W2 dihubung menjadi satu (titik bintang). Sedangkan ujung-
ujung yang lain: U1, U2, dan U3 tetap berdiri sendiri untuk disambungkan dengan
sumber fasa-tiga. Dengan penghubungan semacam ini akan membentuk konfigurasi
kutub seperti yang ditunjukkan pada gambar. Untuk hubungan segitiga (∆) sudah tentu
berbeda dan pembahasannya akan dilakukan pada bagian yang akan datang.
Rotor Sangkar
Ada bermacam-macam desain konduktor/belitan rotor sangkar tergantung pada torsi
atau kendali kecepatan yang diinginkan. Beberapa di antaranya seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 1.12. Konduktor rotor pada umumnya terdiri atas batang-batang tembaga
atau aluminium yang dimasukkan di dalam slot-slot rotor. Ujung-ujung batang
penghantar ini dihubung singkat dengan cincin seperti yang diilustrasikan secara
skematik pada gambar tersebut. Pada motor-motor yang berdaya kecil, batang-batang
penghantar, cincin-cincin ujung, dan bingkainya (frame) dicetak. Sedangkan pada
motor-motor yang berkapasitas besar, konduktor-konduktor dibentuk dari batang-batang
hantaran yang biasanya dari tembaga, dimasukkan ke dalam slot-slot inti rotor. Tidak
ada cincin geser atau sikat-sikat karbon membuat motor jenis ini tidak memerlukan
banyak pemeliharaan.
Konduktor rotor hampir sejajar dengan sumbu mesin atau dimiringkan. Hal ini untuk
memberikan torsi yang lebih merata dan untuk menurunkan derau (noise) ketika motor
dioperasikan. Di samping itu, hal ini untuk menghindari kemungkinan gigi-gigi rotor
dan stator pada posisi segaris berhadapan antara satu dan lainnya yang bisa membuat
rotor terkunci pada tempatnya akibat torsi reluktans.
Rotor sangkar-tupai dibuat dengan celah udara yang sangat sempit dan dilengkapi
dengan bantalan bola (close fitting ball bearing), bukan bantalan sleeve yang harus
mempunyai jarak.
Banyak jenis konstruksi rotor ini (beberapa di antaranya disajikan dalam Gambar 1.12)
tergantung dari karakteristik torsi vs putaran yang dikehendaki. Perbedaan
konstruksinya terutama pada profil hantaran rotornya. Dengan perbedaan profil rotornya
akan membedakan tahanan atau resistansi rotor dan resistansi rotor yang berbeda akan
memberikan perbedaan pada karakteristik torsi vs putarannya.
Ketika batang-batang konduktor rotor dipotong oleh fluks medan putar stator, sesuai
hukum Faraday, maka pada batang-batang konduktor ini akan timbul tegangan induksi.
Karena batang-batang konduktor tersebut dihubung singkat, maka arus akan mengalir
dan kemudian akan membangkitkan torsi yang membuat motor berputar. Perlu
diketahui bahwa belitan sangkar-tupai mengatur sendiri jumlah kutubnya sesuai dengan
jumlah kutub belitan stator yang dibuat sehingga tidak memerlukan konstruksi yang
khusus.
Rotor Lilit
Jenis konstruksi rotor berikutnya adalah rotor lilit. Rotor jenis ini mempunyai belitan
fasa-tiga, mirip dengan stator dan untuk jumlah kutub yang sama dengan belitan stator.
Belitan rotor-lilit berakhir pada cincin geser yang dipasang pada poros rotor seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 1.14. Sikat-sikat menempel di atas cincin-cincin geser
ini, dan dari rumah-rumah sikat dihubung ke terminal seperti yang diilustrasikan pada
Gambar 1.8. Dengan adanya fasilitas terminal rotor ini memungkinkan menghubungkan
belitan rotor dengan resistor fasa-tiga dari luar. Karena konstruksi seperti itu, motor ini
juga disebut sebagai motor induksi slip-ring (cincin geser).
Salah satu kelebihan dari motor dengan rotor lilit ini adalah arus asut (starting
current)nya bisa diturunkan dengan torsi asut (starting torque) tinggi dengan cara
menghubungkan belitan rotornya dengan resistor eksternal (luar).
Bagaimana rotor motor lilit ini dihubungkan dengan resistor luar, secara skematik
ditunjukkan pada Gambar 1.15. Sangat jelas terlihat bahwa belitan rotor yang telah
dihubung bintang mempunyai 3 (tiga) terminal keluaran, yakni K, L, dan M. Dari ketiga
terminal inilah 3 (tiga) resistor luar dihubungkan.
Tanpa memperhatikan konstruksi rotor yang digunakan, arus rotor pada motor induksi
diinduksikan oleh perubahan medan putar stator. Untuk mengetahui prinsip kerja motor
ini secara mendalam, marilah kita alihkan perhatian kita pada bagian berikut ini.
1) Menghubungkan belitan stator secara bintang (Y) atau segitiga (Δ), sesuai dengan
sistem tegangan jaringan yang dimiliki dan penghantar/belitan rotor dalam keadaan
dihubung singkat. Untuk motor rotor sangkar tidak perlu menghubungkan lagi
karena secara konstruksi sudah terhubung, sedangkan untuk motor slip ring (rotor
lilit), ketiga terminal rotor harus dihubung singkat (closed circuit). Hubungan
belitan stator secara bintang dan segitiga ditunjukkan pada Gambar 1.16.
Gambar 1.16 Belitan stator yang dihubung secara bintang (Y) dan delta (Δ)
Gambar kotak yang dihitamkan di dalamnya merupakan simbol dari belitan. Belitan
stator terdiri dari 3 (tiga) belitan, yang ujung-ujungnya diberi nomenklatur sebagai
berikut:
Belitan Fasa 1: U1-U2
Belitan Fasa 2: V1-V2
Belitan Fasa 3: W1-W2
Pada hubungan Y, salah satu ujung dari ketiga belitan disambung menjadi satu dan
sumber fasa tiga (R, S, T atau L1, L2, L3) dihubungkan ke terminal U1, V1, W1
secara berturut-turut. Sedangkan untuk hubungan Δ, U1 dihubungkan dengan V2,
V1 dihubungkan ke W2 dan yang terakhir, W1dihubungkan dengan U2 sehingga
membuat rangkaian tertututp dari ketiga belitan tersebut. Kemudian sumber fasa tiga
dihubungkan ke U1, V1, dan W1 seperti pada hubungan bintang.
2) Jika stator dihubungkan ke sumber tegangan fasa-tiga, maka arus fasa-tiga akan
mengalir ke belitan stator seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1.17. Karena
tegangan fasa tiga berbeda fase antara satu dan lainnya sebesar sudut 120°, maka
arus-arus stator ini juga berbeda fasa 120°.
Gambar 1.17 Arus fasa tiga yang mengalir di dalam belitan stator
3) Dengan adanya arus fasa tiga yang mengalir pada belitan stator, maka akan timbul
medan putar stator, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1.18.
Perhatikan pada saat I(0°), pada Gambar 1.18. Pada saat itu arus I1adalah positif,
sedangkan I2 dan I3 adalah negatif. Arah arus dalam belitan-belitan fasa pada saat
tersebut ditunjukkan pada gambar. Arus I1 masuk melalui U1 dan keluar di U2, I2
keluar dari V1 dan masuk ke V2, demikian pula dengan I3 keluar dari W1 dan
masuk ke W2. Dengan menggunakan kaidah tangan kanan, pengaruh komulatif
arus-arus yang mengalir pada belitan-belitan ini akan menghasilkan medan magnet
(Φ) yang arahnya mendatar dari kanan ke kiri (kutub Utara ke Selatan). Kemudian
kalau kita perhatikan pada posisi II(120°), I2 positif sementara I1 dan I3 negatif. Arus
I2 mengalir masuk melalui V1 dan keluar melalui V2, I3 tetap keluar melalui W2
dan masuk melalui W1, sedangkan I1 berubah arah, keluar melalui U1 dan masuk
ke U2. Kutub yang terbentuk seperti yang terlihat pada gambar, yaitu kutub Utara
bergeser 120° searah jarum jam. Demikian juga ketika pada posisi III (240°), arah
kutub juga bergeser 120° searah dengan jarum jam dan demikian seterusnya
sehingga pada stator terbentuk medan yang berputar sesuai dengan arah jarum jam.
Inilah yang kemudian dikatakan sebagai medan putar stator.
Oleh karena itu, medan magnet akan mengitari suatu jarak yang dilingkupi oleh dua
kutub untuk setiap siklus frekuensi sumber. Ini secara tidak langsung menyatakan
bahwa kecepatan medan magnet putar adalah berbanding terbalik terhadap jumlah
pasang kutub dan berbanding lurus terhadap frekuensi. Dalam bentuk persamaan
memberikan apa yang dinamakan dengan kecepatan sinkron medan magnet putar ns,
yaitu:
𝑓 120𝑓
ns = 𝑃/2 putaran/detik = putaran/menit (1.1)
𝑃
Yang sangat menarik adalah apa yang terjadi bila salah satu saluran fasanya ditukar
posisinya ke sumber, seperti U1 yang tadinya mendapat sumber dari saluran R atau
L1 diubah ke S atau L2, dan V1 yang tadinya dapat sambungan ke S atau L2 diubah
ke R atau L1. Dengan menukar salah satu dari dua arus pada Gambar 1.18, maka
medan magnet akan berputar berlawanan arah dengan jarum jam atau berlawanan
arah dengan arah semula. Dalam praktek, ini merupakan prosedur yang diikuti untuk
membalik arah putaran motor induksi yaitu dengan menukar sambungan dua saluran
pada terminal motor, kemudahan cara membalik arah putaran motor merupakan
salah satu keuntungan dari mesin-mesin fasa-tiga.
Jadi, kalau arus fasa-tiga yang masuk ke belitan stator seperti yang terlihat pada
gambar, di mana antara satu fasa dan fasa lainnya mempunyai sudut beda fasa 120°,
dan sesuai dengan kaidah kemagnetan, maka pada stator akan timbul kutub magnet
virtual yang dari sudut 0 sampai dengan 360° arah kutub magnetnya berputar searah
dengan jarum jam. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bila arus fasa-tiga yang
mengalir pada belitan stator seperti yang ditunjukkan oleh gambar, maka akan
dibangkitkan medan magnet putar stator yang arahnya searah dengan jarum jam.
4) Medan putar stator memotong penghantar rotor, maka sesuai dengan hukum
Faraday, maka pada penghantar tersebut akan timbul ggl induksi (e~dΦ/dt). Inilah
yang mendasari adanya sebutan bahwa motor ini adalah motor induksi.
5) Karena penghantar rotor dihubung singkat (dalam rangkaian tertutup), maka pada
penghantar rotor akan timbul arus yang besarnya ditentukan oleh besar tegangan
induksi yang dibangkitkan dan impedansi rotor.
6) Sesuai dengan hukum kemagnetan, apabila ada penghantar yang berarus ada di
dalam medan magnet maka pada penghantar tersebut akan mengalami gaya dan
membangkitkan kopel putar (torsi) sehingga motor berputar.
7) Arah putaran rotor sesuai dengan arah medan putar stator atau putaran sinkron.
8) Putaran rotor selalu sedikit lebih rendah dari putaran medan stator atau putaran
sinkron. Karena bila putaran rotornya mencapai putaran sinkron, maka tidak terjadi
ggl, yang berarti tidak ada arus pada rotor dan bila pada belitan rotornya tidak ada
arus, maka rotor tidak mempunyai kopel putar yang akhirnya putarannya turun dan
dengan proses yang sama kemudian timbul kopel putar. Sedemikian seterusnya
sehingga motor induksi ini kecepatan rotornya selalu sedikit lebih rendah dari
putarannya. Oleh karena itu pula, motor induksi juga disebut sebagai motor
asinkron.
Gambar 1.19
Pembangkitan torsi dalam motor induksi untuk rotor tunggal a-a'
Jadi, ketika rotor dalam keadaan diam atau s = 1, maka tegangan induksi pada rotor per
fasa adalah:
EBR = a ES (1.4)
di mana EBR = tegangan rotor/fasa ketika rotor diam [V]
ES = tegangan sumber stator [V]
a = perbandingan transformasi = Nr/Ns
Nr = jumlah liltan rotor
Ns = jumlah lilitan stator
Tegangan EBR ini merupakan tegangan maksimum yang terjadi pada penghantar rotor,
maka ketika putaran rotor meningkat maka tegangan pada rotor akan menurun sesuai
dengan peningkatan putaran rotor. Atau dengan perkataan lain, ketika slip menurun
(putaran naik), maka jumlah fluks magnet yang memotong konduktor menurun juga
sehingga tegangan rotor pada slip s menjadi:
ER = s EBR (1.5)
dan frekuensi rotor:
fR = s fS (1.6)
di mana:
ER = tegangan rotor/fasa ketika slip pada s [V]
fR = frekuensi tegangan induksi pada rotor pada slip s [Hz]
fS = frekuensi tegangan stator [Hz]
Contoh 1.1:
Motor induksi rotor lilit, 220 V, berkutub-empat, 50 Hz, fasa-tiga, belitan stator
dihubung Δ dan belitan rotor dihubung Y. Jumlah lilitan rotor adalah 30% dari jumlah
lilitan stator. Untuk putaran rotor 1440 rpm, hitung:
a. slip (s)
b. EBR (tegangan induksi rotor perfasa ketika rotor ditahan)
c. ER pada s
d. Tegangan terminal rotor ketika rotor ditahan (s=1)
e. frekuensi tegangan induksi rotor fR
Jawaban:
a. Slip s:
n n n n
s s r atau s s r x 100%
ns ns
nS = 120 fS/p; fS=50 Hz dan p = 4
nS = 120. 50/4 = 1500 rpm
s = (1500-1440)/1500 = 0,04 atau 4 %
b. EBR = 30% dari VS/fasa= 0,3 x 220 V = 66 V/fasa
c. ER = s EBR = 0,04 x 66 = 2,64 V
d. VBR = √3 x 66 = 114,18 V
e. fR = s fS = 0,04 x 50 =2 Hz
Seperti, pada bagian stator terdapat sejumlah lilitan stator. Lilitan stator menggunakan
kawat tembaga dengan luas penampang dan panjang tertentu. Dalam rangkaian
ekivalen, belitan stator ini kemudian digambarkan dengan simbol sebuah resistor R
yang besarnya sama dengan resistansi spesifik tembaga kali panjang dibagi luas
penapangnya atau dapat dituliskan:
𝑙
𝑅 = 𝜌𝐴 Ω (1.7)
Masih pada belitan stator. Ketika mesin dioperasikan, mesin akan dipasang pada sistem
tegangan ac. Induktor yang dialiri arus ac sudah tentu akan mempunyai habatan ac yang
di sebut reaktansi induktif. Adanya reaktansi induktif itu akibat dari induktansi lilitan
dan frekuensi seperti:
𝑋𝐿 = 𝜔𝐿 = 2𝜋𝑓𝐿 Ω (1.8)
Demikian seterusnya sehingga dari semua bagian mesin dapat dinyatakan dalam bentuk
komponen-komponen listrik seperti yang dijelaskan pada bagian berikut ini.
(a)
(b)
(c)
Gambar 1.20
Rangkaian ekivalen stator dengan model simplifikasinya
Telah ditunjukkan pada bagian sebelumnya, bahwa tegangan induksi rotor per fasa
ketika motor berputar adalah ER = sEBR sehingga arus rotor IR hanya akan dibatasi oleh
impedansi rotor, yaitu:
IR= ER/ZR = s EBR/ZR (1.9)
Impedansi rotor ZR terdiri atas resistansi rotor (RR) dan reaktansi bocor sXBR sehingga:
ZR = RR + j sXBR atau ZR = √ (RR2 + (sXBR)2 (1.10)
Bila pembilang dan penyebut persamaan di atas dibagi dengan slip s, maka:
EBR
IR (1.12)
( RR / s) 2 X BR
2
Persamaan ini sepertinya persamaan aljabar biasa, namun mempunyai pengertian yang
sangat penting. Seperti yang ditunjukkan pada Pers. 1.12, arus rotor IR, dapat dikatakan,
ditimbulkan oleh tegangan EBR dari frekuensi saluran, sedangkan arus yang ditentukan
pada Pers. 1.11 adalah dari frekuensi slip. Dengan perkataan lain, pembagian dengan s
(Pers. 1.12) telah mengubah titik frekuensi dari rangkaian rotor ke rangkaian stator.
EBR
IR
( RR / s) 2 X BR
2
(a)
RR RR 1 s
RR RR RR RR
s s s
1 s
I R2 RR
s I R2 RR I R2 RR
s
(b)
Protor
Dengan menerjemahkan Pers. 1.12 diagram rangkaian listrik ekivalen ini menjadi
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.21a.
Komponen RR/s sepertinya menggambarkan adanya kerugian daya pada rotor secara
keseluruhan bila dikalikan dengan IR2 padahal pada rotor ini tidak hanya rugi-rugi saja
yag terjadi tapi juga daya mekanik yang dibangkitkannya.
Jadi, komponen RR/s harus dipecah menjadi dua komponen, yang salah satunya adalah
resistansi rotor. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemisahan RR/s ini seperti yang
dilakukan pada Pers. 1.13.
𝑅𝑅 𝑅𝑅 1−𝑠
= + 𝑅𝑅 − 𝑅𝑅 = 𝑅𝑅 + 𝑅𝑅 (1.13)
𝑠 𝑠 𝑠
Sehingga diagram rangkaian berubah seperti Gambar 1.21b. Jika Pers. 1.13 dikalikan
dengan 12, kita peroleh persamaan yang menyatakan daya:
𝑅𝑅 1−𝑠
𝐼2 = 𝐼 2 𝑅𝑅 + 𝐼 2 𝑅𝑅 (1.14)
𝑠 𝑠
Sebelah kiri persamaan menunjukkan daya masukan total ke rangkaian rotor Pinr, yang
terdiri atas dua komponen: (1) daya yang didisipasikan sebagai rugi tembaga pada
rangkaian rotor IR2.RR dan (2) daya listrik yang diubah menjadi daya mekanik, yaitu:
IR2.RR [(1 -s)/s]. Jadi, dengan dasar perfasa, daya masukan rotor (PinR) = rugi tembaga
rotor (PCUR) + daya rotor (PR), di mana:
𝑅𝑅
𝑃𝑖𝑛𝑅 = 𝐼 2 (1.15)
𝑠
Menarik untuk dicatat di sini bahwa daya keluaran mekanik rotor PR dinyatakan dalam
rangkaian listrik dengan sebuah resistansi yang harganya RR (1-s)/s. PR ini adalah daya
mekanik yang dibangkitkan oleh rotor secara total, termasuk pula rugi-rugi mekanik
yang dialami oleh motor tersebut.
1−𝑠
𝑃𝑅 = 𝑃𝐶𝑈𝑅 𝑠
𝑠
𝑃𝐶𝑈𝑅 = 𝑃𝑅 (1.18)
1−𝑠
𝑠
𝑃𝐶𝑈𝑅 = 𝑃𝑅 = 𝑠𝑃𝑖𝑛𝑅 (1.19)
1−𝑠
di mana Prot adalah rugi rotasional atau rugi mekanik total motor.
Pout juga merupakan hasil kali torsi dan kecepatan sudut rotornya. Oleh karena itu,
daya mekanik tersebut dapat dituliskan:
𝑃𝑜𝑢𝑡 = 𝑇. 𝜔 (1.21)
Pout 60 P
T 9,55 out Nm (1.23)
2nr nr
di mana nr = putaran rotor per menit (rpm). Kemudian untuk memperoleh torsi
keluaran, rugi-rugi rotasional harus diperhitungkan.
Contoh 1.2:
Motor induksi fasa-tiga, 380 V, 60 Hz mempunyai parameter rangkaian perfasa dari sisi
stator sebagai berikut:
127
𝐼𝑅′ = 0,344+5,25+𝑗 0,722 = 22,52 < −7,4° = 22,33 − 𝑗2,88 𝐴
127
𝐼𝑚 = 𝑗 12,6 = −𝑗10,08 𝐴
Arus saluran
I L = 22,33- j(2,88+ 10,08) = 25,82 < - 30° A
dan faktor dayanya adalah:
FD = cos (-30,1°) = 0,86
120 𝑥 60
𝑛𝑠 = = 1200 𝑟𝑝𝑚
6
3𝐼𝑅′2 𝑅𝑅′
𝑃𝑖𝑛𝑅 = = 3 𝑥 22,522 𝑥 5,25 = 7988 𝑊
𝑠
7502
𝑇 = 122,1 = 61,4 𝑁𝑚
7502
𝐻𝑃 = = 10,1.
746
c. Rugi-rugi:
rugi rotasional (Prot) = 262 W
rugi tembaga rotor (PcuR) = 229 W
rugi tembaga stator (PcuS) = 523 W
Ingat bahwa daya-daya yang dihitung per fasa dikalikan 3 untuk memperoleh harga
daya fasa-tiga. Juga daya input dapat diperoleh dari:
sehingga dengan menghitung efisiensi dari Pout / Pin menghasilkan efisiensi yang
sama, yaitu:
7502
𝜂 = 8510 ,5 𝑥 100 % = 88,1 %
Selanjutnya, pembaca bisa melihat bahwa resistans stator RS mengalirkan arus I' R
sebagai pengganti arus stator I L . Ini merupakan konsekuensi dari
pemindahan reaktansi magnetisasi ke terminal input. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, ini mempermudah perhitungan kinerja dengan tingkat
kesalahan kecil dan dapat diabaikan.
Dengan memperhatikan Contoh 1.2, perhitungan bisa diulang untuk sembarang harga
slip guna mendapatkan karakteristik kinerja lengkap sebagai fungsi kecepatan.
Sampai saat ini, kita memiliki rangkaian ekivalen stator dan rotor secara terpisah.
Belitan fasa stator, yang mempunyai resistansi RS dan reaktansi bocor XS, juga
mempunyai cabang rangkaian megnetisasi. Cabang magnetisasi ini tidak dapat
diabaikan sebagaimana pada transformator karena adanya celah udara pada motor.
Walaupun demikian, dalam hal ini kita akan mengambil asumsi tertentu yang akan
sangat membantu dalam perhitungan karakteristik motor tanpa mengurangi
ketelitiannya sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Rangkaian rotor menunjukkan
bahwa daya yang ditransformasikan melalui celah udara mempresentasikan rugi-rugi
rotor dan daya mekanik yang dibangkitkan oleh motor.
Walaupun seperti yang telah dibahas secara rinci asumsi-asumsi yang diambil serta
perubahannya dalam angkaian ekivalen, pada buku ini akan menggunakan rangkaian
ekivalen lengkap seperti ditunjukkan pada Gambar 22. Rangkaian ekivalen ini
merupakan rangkaian ekivalen motor induksi yang ditinjau dari sisi stator. Besaran-
besaran yang ada pada rotor ditinjau dari stator melibatkan perbandingan transformasi
belitan stator dan belitan rotor ”a”. Sebagai contoh tegangan pada rotor dalam keadaan
stasioner adalah EBR, parameter ini bila dipindah ke stator menjadi EBR’. EBR’ ini sama
dengan aEBR. Demikian pula dengan parameter-parameter lainnya setelah dipindah ke
sisi stator ditambah dengan tanda asterik [’].
yang memungkinkan perhitungan 𝑃𝑖𝑛𝑅 , 𝑃𝐶𝑈𝑅 , 𝑃𝑅 berdasarkan Pers. 1.15, 1.16 dan 1.17
Arus magnetisasi Im adalah:
𝑉
𝐼𝑚 = 𝑗 𝑋𝑖𝑛 (1.25)
𝑚
I S I m I R' (1.26)
Contoh 1.3:
Sebuah motor induksi fasa-tiga mempunyai data hasil pengukuran sebagai berikut:
PinS = 100 kW
PcuS+Pfe = 8 kW
ns = 1500 rpm
nR = 1450 rpm
Prmek = 2 kW
Hitunglah efisiensi motor dan torsi poros
Jawaban:
► Daya aktif yang ditransfer ke rotor (PinR)
PinR = PinS – PCUS – Pfe
= 100 kW – 8 kW = 92 kW
Rugi tembaga pada rotor (PCUR)
PCUR = PinR – Pm
► PCUR = s PinR s = 50/1500 = 0,033
= 0,033 x 92 kW = 3,07 kW
► Daya Mekanik yang dibangkitkan pada rotor:
PR = PinR – PCUR = 92 – 3,07 = 88,93 kW
► Daya keluaran (daya poros):
Pout = PR – Pm = 88,93 – 2 = 86,93 kW
► Efisiensi: η = Pout/PinS = 87 %
► Torsi poros: T=9,55 ( Pout/nr) = 9,55 x 86930/1450
= 572,5 Nm
SOAL-SOAL LATIHAN:
1. Berapakah kecepatan motor induksi berkutub 12, 50 Hz jika slipnya adalah 0,03 ?
2. Motor induksi 50 Hz beroperasi pada kecepatan 2940 rpm pada keadaan beban
penuh. Tentukan: (a). Kecepatan sinkron, (b). frekuensi arus rotor, dan (c). slip.
3. Motor induksi fasa-tiga beroperasi pada kecepatan 1480 rpm dalam keadaan tanpa
beban dan 1450 rpm pada keadaan berbeban penuh. Motor tersebut dicatu daya
listrik dengan frekuensi 50 Hz. Tentukan:
a. jumlah kutub motor tersebut.
b. slip (%) pada saat beban penuh.
c. frekuensi tegangan rotor.
4. Jika tegangan dalam stator motor induksi kutub-enam mempunyai frekuensi 60 Hz
dan GGL dalam rotor 2 Hz pada kecepatan berapa motor beroperasi dan berapa
slipnya?
5. Demonstrasikan secara grafis bagaimana penukaran 2 saluran menyebabkan putaran
motor berbalik.
6. Motor induksi rotor-lilit 220 V, kutub-enam, 60 Hz, fasa tiga statornya dihubung-∆
dan rotornya-Y. Rotor mempunyai lilitan sebanyak setengah jumlah lilitan stator.
Hitung tegangan induksi rotor dan frekuensinya jika tegangan normal dihubungkan
ke stator dan
a. rotor dalam keadaan diam
b. slip rotor adalah 0,04
BAB II
KARAKTERISTIK DAN PENGENDALIAN
MOTOR INDUKSI FASA-TIGA
Berdasarkan karakteristik ini dapat diketahui bagaimana daya dan arus masukan
motor, dan bagaimana pula faktor daya dan slipnya terhadap perubahan tegangan
sampai dengan nominal. Sebagai contoh, daya P0 dan arus I0 meningkat dengan
meningkatnya tegangan masukan V0. Sebaliknya faktor daya dan slip, menurun
dengan semakin meningkatnya tegangan masukan.
Dari karakteristik tanpa beban juga bisa diketahui rugi rotasional (mekanik) dan rugi
inti (besi) dengan teknik tertentu, yaitu dengan membuat kurva P0 vs V0 seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Ini merupakan metode pemisahan antara rugi rotasional (mekanik) dengan rugi inti.
Berdasarkan konsep dasarnya rugi rotasional (Pm) akan konstan bila putaran konstan
dan tidak ada hubungannya dengan tegangan motor. Sedangkan rugi inti P fe atau PC
mempunyai funsi kuadratik terhadap tegangannya. Oleh karena itu, dalam teknik
pengujiannya, pengambilan data dilakukan pada tegangan 50 % sampai nominalnya.
Hal ini dimaksudkan agar putaran rotor dianggap sudah mencapai atau mendekati
putaran nominal dan relatif konstan. Dari grafik karakteristik ini bisa diketahui rugi
intinya pada tegangan nominalnya. Masih banyak lagi informasi yang bisa digali dari
karakteristik tanpa beban.
Mesin Listrik II - 2011 28
Konstruksi dan Prinsip Kerja Motor Induksi Fasa-Tiga
Perhatikan Gambar 2.3. Sumbu vertikal menunjukkan putaran relatif dari kecepatan
medan putar stator, arus relatif terhadap arus nominal, cos φ, dan efisiensi. Sumbu
horizontal menunjukkan harga torsi beban relatif terhadap harga nominalnya. Dari
gambar tipikal ini terlihat jelas bahwa putaran rotor menurun dengan semakin
meningkatnya torsi beban. Sementara itu efisiensi, faktor daya dan arusnya meningkat
dengan meningkatnya torsi beban walaupun dengan trend yang berbeda-beda. Sebagai
contoh bagaimana karakteristik efisiensi, torsi naik tajam sampai 0,8 ketika beban
mencapai 50%. Efisiensi masih menaik terus secara logaritmek sampai dengan beban
100%, dan setelah itu efisiensi tidak berubah walau beban terus dinaikkan. Demikian
pula dengan faktor dayanya, meningkat dengan semakin tingginya torsi beban hingga
beban mencapai 110% kemudian tidak berubah. Walaupun arus juga naik dengan
semakin tingginya beban akan tetapi kenaikannya secara eksponensial dan arus akan
naik terus jika torsi beban dinaikkan terus.
Apabila diperlukan daya relatif konstan, tidak sering dilakukan pengasutan, dan hanya
diperlukan torsi asut rata-rata (seperti untuk menjalankan pompa, blower, dan fan),
biasa digunakan motor rotor-sangkar yang jauh lebih sederhana dan murah. Karena
motor rotor sangkar dirancang dengan karakteristik tunggal seperti yang disebutkan
tadi, maka untuk jenis beban yang mempunyai karakter yang berbeda perlu dipilih
motor yang sesuai dengan beban tersebut. Karena itulah kemudian dirancang
bermacam-macam motor induksi rotor sangkar dengan karakter yang disesuaikan
dengan jenis bebannya.
Motor kelas A. Motor-motor dalam jenis ini mempunyai resistansii rotor yang rendah,
dan oleh karena itu motor beroperasi pada slip yang sangat rendah (s < 0,01) pada
beban penuh. Mesin-mesin dalam kelas ini mempunyai arus asut tinggi dan torsi asut
normal, karena resistansii rotornya yang rendah.
Motor kelas B. Motor kelas ini merupakan motor untuk keperluan umum dengan torsi
asut dan arus asut normal. Regulasi kecepatan pada beban penuh adalah rendah
(biasanya di bawah 5%) dan torsi asut sekitar 150% dari torsi nominalnya. Torsi asut
menjadi lebih rendah untuk kecepatan semakin rendah dan semakin besar motor. Perlu
diketahui bahwa meskipun arus asutnya normal, arus ini biasanya 6 x arus beban penuh.
Motor kelas C. Dibandingkan dengan motor kelas B, motor kelas C mempunyai torsi
asut yang lebih tinggi, arus asut normal, dan bekerja pada slip kurang dari 0,05 dalam
keadaan beban penuh. Torsi asut kira-kira 2 x torsi nominal, dan motor tersebut
biasanya dirancang untuk start pada beban penuh. Penerapan tipikal motor pada kelas
ini adalah konveyor, pompa reciprocaty dan kompresor.
Motor kelas D. Motor-motor di kelas ini adalah motor slip tinggi dengan torsi asut
tinggi dan arus asut relatif rendah. Akibat dari slip tinggi pada saat beban penuh,
efisiensinya, biasanya lebih rendah dibanding efisiensi motor-motor dari kelas lain.
Bagaimana motor rotor sangkar bisa dibuat berkelas-kelas seperti ini? Kuncinya terletak
pada perancangan bentuk batang konduktor rotornya. Gambar 2.6 mengilustrasikan
bermacam-macam konfigurasi slot (lubang) rotor untuk mendapatkan karakteristik torsi
- kecepatan motor yang diinginkan. Batang rotor pada Gambar 2.6a mempunyai
resistansii yang tinggi.
Konstruksi rotor yang ditunjukkan pada Gambar 2.6b, mempunyai dua belitan sangkar-
bajing. Batang rotor yang dipasang di bagian bawah mempunyai reaktansii tinggi,
sedangkan yang di atasnya lebih dominan resistansiinya dari pada reaktansiinya. Pada
saat tarting atau pada kecepatan rendah, frekuensi arus pada batang-batang rotor adalah
tinggi dan arus cenderung mengalir pada batang konduktor yang lebih atas, yaitu pada
belitan dengan reaktansii rendah namun resistansii tinggi. Ketika kecepatan motor naik
membuat frekuensi rotor menurun sehingga arus rotor cenderung mengalir pada
konduktor yang lebih di dalam (bawah) dan yang resistansiinya rendah. Gambar 2.6c, d,
dan e dimaksudkan untuk mendapatkan impedansi yang rendah. Gambar 2.7
menunjukkan pengaruh bermacam-macam parameter pada karakteristik motor induksi.
a b c d e
Gambar 2.6
Contoh konstruksi batang rotor (a) resistansi tinggi ; (b) konstruksi
sangkar ganda; (c) rotor impedansi rendah
Bagaimana pengaruh desain batang rotor yang berbeda-beda ini. Gambar 2.7
menggambarkan pengaruh jenis-jenis rotor pada karakteristik torsi asutnya.
Gambar 2.7
Karakteristik torsi-kecepatan motor induksi rotor-sangkar dengan
bermacam-macam konstruksi rotor
Torsi Asut
Berapakah torsi asut? Untuk mengetahui berapa besar torsi asut yang terjadi pada motor
kita perlu mengingat kembali rangkaian ekivalen motor. Ketika rotor dalam keadaan
diam (s=1), arus tarting rotor adalah:
𝑉𝑖𝑛
𝐼′𝑅(𝑠𝑡) = (2.1)
𝑅𝑆 +𝑅′ 𝑅 2 + 𝑋 𝑆 +𝑋′ 𝑅
Dengan demikian dapat ditentukan daya input rotor PinR = 3 I2R(st) R'R, yang merupakan
daya input rotor pada saat pengasutan. Dari sinilah torsi asut dapat dihitung.
Contoh 2.1:
Hitung torsi asut motor yang mempunyai rangkaian ekivalen di bawah ini. Putaran rotor
= 1450 rpm.
IL I’R XS+X’R=0,722 Ω
Im RS=0,344 Ω
127 V
Xm=12,6 Ω R’R/s=4,45 Ω
Jawaban:
′ 127
𝐼𝑅(𝑠𝑡) = = 145,45 𝐴
0,344+0,147 2 + 0,498+0,224 2
Torsi maksimum
Ketika beban motor dinaikkan, slip akan naik sesuai kenaikan beban. Peningkatan
pembebanan ini biasanya sudah diperhitungkan dalam desain motor yang terkait dengan
terjadinya panas lebih. Andaikan beban dinaikkan terus, sampai pada suatu titik di mana
motor tidak mampu memberikan torsi tambahan lagi, dan motor akan berhenti. Titik
yang dimaksud merupakan titik torsi maksimumnya. Ini dapat ditunjukkan dengan
prinsip penyesuaian- impedansi (impedance matching) dalam rangkaian yang terjadi
ketika impedansi R'R /s sama dengan impedansi dalam sumber. Dengan demikian:
𝑅𝑅′
𝑠𝑡𝑚 = (2.2)
2
𝑅𝑆2 + 𝑋 𝑆 +𝑋𝑅′
𝑅𝑅′
𝑠𝑡𝑚 = (2.3)
𝑋𝑒
di mana stm adalah slip torsi maksimum. Dengan menggunakan nilai slip ini, arus rotor
dapat dicari dari Pers. 1.24 yang telah dibahas pada Bab I, ini memungkinkan
penghitungan daya input rotor pada saat torsi maksimum, yaitu:
′ 𝑉𝑖𝑛 𝑉𝑖𝑛
𝐼𝑅𝑡𝑚 = ≈ (2.4)
2𝑋𝑒
𝑅𝑆 +𝑋𝑒 2 𝑋𝑒2
2
𝑅𝑅′ 3𝑉𝑖𝑛
𝑃𝑖𝑛𝑅𝑡𝑚 = 3𝐼′2𝑅𝑡𝑚 = (2.5)
𝑠𝑡𝑚 2𝑋𝑒
Perlu dicatat bahwa torsi output maksimum tidak tergantung pada resistansi rotor tapi
pada tegangan masukan kwadrat (Vin2). Penambahan resistansi rangkaian rotor dengan
menambahkan resistansi eksternal (seperti yang dapat dilakukan pada mesin induksi
rotor lilit), akan meningkatkan slip (atau menurunkan kecepatan) pada saat torsi
maksimum sesuai dengan Pers. 2.6, namun besar torsi maksimumnya tidak berubah.
Contoh 2.2:
Hitung torsi maksimum yang dapat dicapai oleh motor pada Contoh 2.1 dan hitung
kecepatannya pada saat tersebut?
Jawaban:
Karena RS cukup besar dibandingkan dengan Xe, maka resistansi ini harus dimasukkan
dalam perhitungan ini dengan menggunakan Pers. 2.2, maka slip pada saat torsi
maksimum:
𝑅𝑅′ 0,147
𝑠𝑡𝑚 = = = 0,184
2 0,344 2 +0,722 2
𝑅𝑆2 + 𝑋 𝑆 +𝑋𝑅′
′ 127
𝐼𝑅(𝑡𝑚 ) = = 94 𝐴
0,344 + 0,799 2 + 0,498 + 0,224 2
Gambar 2.8
Contoh pengaruh resitansi rotor terhadap karakteristik T-n tipikal untuk R: (1) 0,088Ω; (2)
RR+ R = 0,188 Ω; (3) RR + R = XBR Ω; 4. RR+R= 0,888 Ω
Karena motor dalam keadaan tanpa beban beroperasi pada harga slip yang sangat
rendah, maka rugi tembaga rotor tanpa beban akan sangat kecil sehingga dapat
diabaikan. Oleh karena itu, daya input terdiri atas rugi inti Pfe, rugi gesekan dan gesekan
angin Pm, dan rugi tembaga stator PCUS. Dengan demikian dapat ditulis:
2
𝑃𝑇0 = 𝑃𝑓𝑒 + 𝑃𝑟𝑜𝑡 + 3𝐼𝐿0 𝑅𝑆 (2.7)
Resistansi stator per fasa Rs diperoleh dari pengukuran resistansi pada terminal stator.
Pengukuran resistansi stator ini dilakukan dengan menggunakan metode V-A dc seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.10.
Faktor daya dalam keadaan tanpa beban adalah rendah, sehingga rangkaian bersifat
reaktif. Arus input motor minimal 30% dari arus nominal, tergantung pada ukuran
motor. Hal ini memberikan gambaran bahwa besar Rs adalah kecil dibanding dengan
Xm. Untuk mesin-mesin induksi konvensional, Xm jauh lebih besar dari Xs. Ini
merupakan alasan mengapa rangkaian ekivalen inti dipindah ke depan sebagaimana
yang telah dibahas di bagian rangkaian ekivalen. Ini secara tidak langsung menyatakan
bahwa di bawah asumsi yang disebutkan, impedansi input dalam keadaan tanpa beban
mendekati:
𝑉𝑁𝐿
𝑋𝑚 = (2.8)
3𝐼𝑁𝐿
𝑃
𝑅𝑒 = 3𝐼𝐵𝑅
2 (2.10)
𝐵𝑅
Gambar 2.12
Tes motor induksi rotor-ditahan
Dan
2 2
𝑋𝑒𝑘 = 𝑍𝑒𝑘 − 𝑅𝑒𝑘 = 𝑋𝑠 + 𝑋𝑅′ (2.11)
Dimana Zek, Rek, dan Xek adalah harga impedansi, resistansi, dan reaktansi motor
ekivalen hubung sibgkat per fasa, secara berturut-turut ditinjau dari sisi stator. Karena
Rs diukur secara terpisah, resistansi rotor ditinjau dari sisi stator adalah:
Pembagian antara XS dan X’R relatif tidak penting pada motor rotor sangkar. Untuk
motor induksi rotor belit biasanya dinyatakan dengan menganggap:
Apabila motor induksi rotor-belit digunakan, motor tersebut biasanya digunakan dengan
resistansi eksternal yang ditambahkan pada rangkaian rotornya untuk untuk keperluan
pengasutan dan kendali kecepatan. Untuk aplikasi ini, penting untuk menetapkan
perbandingan lilitan efektif antara rotor dan stator, guna memperoleh resistansi rotor
yang sebenarnya. Resistansi motor RR, sudah tentu, diukur dengan resistansi stator RS
yang diukur pada sisi stator.
di mana NS adalah jumlah lilitan stator per fasa dan Nr adalah jumlah lilitan rotor per
fasa. Dalam persamaan ini dianggap bahwa rotor juga dihubung-Y (seperti biasanya),
sehingga perbandingan tegangan saluran terhadap tegangan yang diukur antar cincin-
cincin geser adalah identik dengan perbandingan tegangan-tegangan fasanya, maka
reaktansi rotor aktual adalah:
𝑋𝑅;
𝑋𝑅 = (2.15)
𝑎2
Dengan jalan yang sama, resistansi rotor aktual berdasarkan Pers. 39 adalah:
𝑅𝑅′
𝑅𝑅 = (2.16)
𝑎2
Resistansi ini harus sesuai dengan yang terukur dari pengukuran resistansi dc yang
dikoreksi guna mendapatkan resistansi ac efektif.
Contoh 2.3:
Motor induksi fasa-tiga, kutub-empat, shp, 220V, 60 Hz telah dites dan diperoleh data
sebagai berikut:
Tes tanpa beban : VNL = 220 V, PNL = 340 W, INL = 6,2 A
Tes rotor-ditahan : VBR = 49,4 V, PBR = 360 W, IBR =13.9 A
Pengukuran resistansi dc pada belitan stator memberikan jatuh tegangan antara terminal
4,0 V, apabila arus dc yang mengalir sama dengan arus nominalnya yaitu (13,9A),
hitung efisiensi motor apabila beroperasi pada slip 0,04.
Jawaban:
Dari tes resistansi dc ( metode V-A) dan belitan stator terhubung Y:
4
𝑅𝑑𝑐 = = 0,144Ω
2𝑥13,9
Bila resistansi ac efektif diambil 1,25 kali harga resistansi dc, maka:
360
𝑅𝑒 = = 0,62Ω
3𝑥13,92
49,4
𝑍𝑒 = = 2,05 Ω
3𝑥13,9
Rangkaian ekivalen yang dihasilkan ditinjau dari sisi stator menjadi rangkaian yang
diilustrasikan pada Gambar 2.13. Kinerja untuk s = 0,04 sekarang dapat dihitung dengan
mengikuti prosedur seperti yang ditunjukkan dalam Contoh di atas. Hanya parameter-
parameter yang sangat penting saja dihitung di sini untuk mendapatkan efisiensi η.
𝑅𝑅′ 0,44
= = 1,0 Ω
𝑠 0,44
Arus saluran:
127
𝐼𝑅′ = = 11,2 ∠ − 9,9𝑜 = 11 − 𝑗1,93 𝐴
0,18+11,0+𝑗 1,96
127
𝐼𝑚 = = −𝑗6,2𝐴
𝑗 20,5
Seperti yang ditunjukkan pada contoh di atas, data kinerja mesin dapat ditentukan
dengan melakukan pengujian-pengujian yang relatif mudah untuk menentukan
parameter-parameter rangkaian ekivalen. Berkaitan dengan efisiensi, seperti yang
dijelaskan sebelumnya, efisiensi dapat ditentukan dengan mengukur secara langsung
daya input dan daya output. Dalam pengujian mesin-mesin besar, tidak dimungkinkan
mensimulasikan beban aktual, dan oleh karena itu, lebih mudah mengukur rugi-rugi
seperti yang telah dicontohkan untuk mencari efisiensi motor.
Contoh 2.4:
Hitung torsi asut motor pada contoh 8.6 apabila diasut pada tegangan penuh.
Jawaban:
Dari contoh 8.6 rugi rotasional = 319 W, arus saluran pada 220 V, dengan rotor ditahan
adalah
220
𝑥 13,9 = 61,9 𝐴
49,4
220
𝑥 360 = 7140 𝑊
49,4
Rugi tembaga stator adalah:
Seumpama motor ini digunakan untuk memutar beban yang membutuhkan torsi asut
yang tinggi, tapi torsi operasi relatif kecil, seperti sabuk konveyor yang dibebani, motor
tersebut mungkin tidak mampu mengasut sabuk tersebut seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.14. Kemudian apa yang harus dilakukan, memilih motor yang lebih besar?
Mungkin tidak ekonomis. Untuk permasalahan ini disarankan memilih motor yang
mempunyai torsi asut yang lebih tinggi, yaitu motor induksi kelas C. Bagaimana kalau
dengan motor kelas D? Motor ini juga dapat memberikan torsi asut yang lebih tinggi
seperti yang diperlukan, namun bukanlah pilihan yang tepat karena motor tersebut
beroperasi pada slip yang lebih tinggi dan oleh karenanya efisiensi akan lebih rendah.
Meskipun motor kelas C adalah pilihan yang cocok di sini, namun masih harus dicek
lagi untuk meyakinkan bahwa motor mampu mencapai torsi asut yang dibutuhkan jika
sering terjadi jatuh tegangan pada sistem sumbernya. Ini penting karena torsi bersih
yang dibangkitkan oleh motor induksi berbanding lurus dengan kuadrat tegangan yang
diterapkan, seperti yang terlihat dari Gambar 2.15. Alasannya adalah sebagai berikut:
Torsi yang dibangkitkan adalah proporsional dengan fluks dan arus, tapi fluks itu
sendiri proporsional dengan tegangan. Oleh karena itu, T α V2. Untuk mengilustrasikan
ketergantungan ini, torsi asut motor dalam Contoh 2.3 akan ditentukan untuk
pengasutan tegangan penuh, dengan memperhatikan asumsi berikut.
Pada saat pengasutan, rotor tidak berputar, dan friksi serta rugi angin adalah nol.
Walaupun demikian, rugi besi ketika pengasutan lebih besar dibanding pada kondisi
normal, karena frekuensi rotor sama dengan frekuensi stator. Oleh karena itu, ini
kelihatan cukup beralasan untuk mengasumsikan bahwa kenaikan rugi besi yang
disebabkan oleh rotor merupakan kompensasi dari menurunnya rugi rotasional. Dalam
kondisi ini, rugi rotasional bisa dianggap konstan selama di daerah operasi normal
mesin.
Contoh 2.4:
Hitung torsi asut motor pada Contoh 2.3 apabila diasut pada tegangan penuh.
Jawaban:
Dari Contoh 2.3 rugi rotasional = 319 W, arus saluran pada 220 V, dengan rotor ditahan
adalah:
220
𝑥 13,9 = 61,9 𝐴
49,4
220
𝑥 360 = 7140 𝑊
49,4
Rugi tembaga stator adalah:
Untuk membatasi pengaruh-pengaruh yang tidak diizinkan akibat dari pengasutan ini,
ada bermacam-macam metoda pengasutan, di antaranya adalah: Direct On Line (DOL),
penurunan aru (Y-∆), penurunan tegangan (voltage reduction), dan menggunakan
resistor eksternal (untuk rotor belit) serta sistem softstart.
kecil di bawah 10 Hp. Untuk motor-motor yang berkapasitas lebih tinggi harus
menggunakan metode lain yang mampu mengurangi arus pengasutan ini.
Suatu pengasut otomatis sistem DOL (tegangan-penuh) sederhana untuk motor induksi
ditunjukkan pada Gambar 2.17.
Motor induksi diasut dengan
menekan tombol start (asut) S1
(kontak-sesaat). Apabila tombol start
S1 ditekan, rangkaian kendali
diaktifkan dan menyebabkan relai
pengasut utama K1 menjadi aktif dan
mengasut motor M1 karena kontak
utama (1-2, 3-4, 5-6) menutup juga
mengikuti relai K1. Pada saat yang
sama kontak bantunya (13-14) yang
normally on (NO) juga ikut menutup
sehingga lampu indikator H1
Gambar 2.17 Starter DOL Otomatik menyala. Apabila tombol start dilepas
maka kontaknya akan membuka, dan
kontak bantu pengasut K1 yang dirangkai paralel dengan tombol start, akan tetap dalam
keadaan tertutup sehingga motor tetap memperoleh catu daya dari sumber dan lampu
tanda operasi H1 tetap menyala. Rangkaian parallel ini disebut rangkaian-pemegang
(holding circuit). Motor akan terputus dari jaringan (sumber) dengan menekan tombol
stop yang dipasang seri dengan tombol start S1, karena koil K1 dimatikan.
Satu karakteristik dasar dari motor rotor induksi fasa-tiga adalah bahwa arah putarannya
dapat diubah dengan membalik dua penghantar (sembarang) saluran tegangan
masuknya. Pembalikan arah putaran rotor dapat dilakukan dengan kontaktor magnet
standar dengan interlocking secara kelistrikan dan mekanik dengan tepat.
Apabila tombol arah kanan (S1) ditekan pada Gambar 2.18, kontaktor K1 diaktifkan
melalui tombol stop, kontak-kontak atas dari tombol arah-kiri, dan kontak NC (normally
closed) kontaktor arah-kiri, serta kontak beban lebih OL NC. Tiga kontak utama
kotaktor arah-kanan menutup untuk menjalankan motor. Kumparan K1 dipertahankan
tetap aktif oleh kontak pemegang ketika tombol start S1 dilepaskan.
Metode Y-∆
Untuk metode pengasutan ini, ujung akhir saluran masing-masing belitan fasa harus
dikeluarkan pada kontak terminal (U1, V1, W1dan U2, V2, W2) seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.20. Tegangan yang diturunkan untuk pengasutan diperoleh
dengan menghubungkan belitan tersebut secara bintang. Ini berarti bahwa tegangan
belitan fasa hanya 1/√3 atau 58% dari tegangan nominalnya. Apabila motor mencapai
kecepatan 75-80% kecepatan nominalnya, tegangan penuh disambungkan ke belitan-
belitan tersebut dengan menghubungkannya secara ∆. Torsi asutnya turun menjadi 1/3
dari harga nominalnya (karena T α V2, TST = 1/(√3)2 = 0,333 x harga nominal)
demikian pula dengan arus asutnya juga menurun menjadi 0,333 dari arus ketika motor
mendapat tegangan penuh. Jika torsi asut ini mencukupi untuk beban, metode ini sangat
cocok untuk digunakan atas dasar pertimbangan kesederhanaan dan kelebih-murahan
harganya.
Secara sederhana kerja metode ini seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.20, yaitu
cukup dengan saklar 0-Y-∆. Pada saat awal kontaktor diletakkkan pada posisi 0. Pada
posisi ini motor belum tersambung ke jaringan (L1, L2, L3). Ketika kontaktor Q1
dipindah ke posisi Y, maka terminal W2, U2, V2 dihubung singkat (titik bintang) dan
U1 terhubung dengan L1, V1 dengan L2, dan W1 dengan L3 yang berarti bahwa
terminal belitan U1-V1 mendapat tegangan saluran L1-L2, terminal belitan V1-W1
mendapat tegangan L2-L3 dan W1-U1 mendapat tegangan L3-L1. Dengan demikian
motor mendapat pangasutan dan berputar. Ketika putaran mencapai nominal atau
mendekati nominal kontaktor Q1 kemudian dipindah ke posisi ∆. Pada posisi ini,
terminal U1 dan W2 terhubung dengan L1, V1 dan U2 tersambung ke L2 dan W1 dan
V2 tersambung dengan L3. Dengan demikian belitan stator sudah terhubung secara ∆.
Ketika pada posisi ini, motor mendapat tegangan secara penuh dan siap beroperasi
secara normal.
Apabila tombol start ditekan, kontaktor utama K1M H aktif, dengan menutup kontak-
kontaknya, dengan demikian menyambungkan terminal belitan: U1, V1, dan W1 ke
jaringan. Selain itu K3M Y akan aktif melalui kontak banyu K1M H. Dengan aktifnya
K3M Y maka terminal belitan U2, V2, dan W2 akan terhubung singkat. Dengan
demikian motor terhubung secara bintang dan terhubung ke jaringan sehingga motor
mulai berputar. Kontaktor K3M Y ini terhubung seri dengan sebuah relay timer dan
timer ini mulai aktif sejak kontaktor tersebut aktif. Waktu timer ini diset sesuai dengan
karakter motor dan beban sehingga ketika putaran sudah mencapai 75% putaran
nominal, maka timer ini memutuskan K3M Y dari sumber dan membuat kontaktor ini
mati. Ketika kontaktor ini mati, kontaktor K2M ∆ menjadi aktif karena mendapat aliran
listrik dari jaringan melalui kontak bantu K1M H dan K3T Y yang telah menutup.
Ketika K2M ∆ terminal V2 terhubung ke L1 bersama dengan U1, W2 terhubung ke L2
bersama dengan V1 dan U2 terhubung ke L3 bersama U1. Dengan demikian motor
sudah terhubung secara segitiga dan mendapat tegangan secara penuh dan siap untu
beroperai secara normal. Jadi, sudah sangat jelas, metode pengasutan ini hanya berlaku
untuk motor yang secara normal beroperai secara segitiga. Motor akan mati bila tombol
stop S0 ditekan, sehingga semua relay kontaktor off atau bila terjadi overload sehingga
OL relay bekerja dan memutuskan motor dari jaringan.
menjadi 64% dari harga nominalnya. Metode starting ini pada umumnya menggunakan
autotrafo seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.22.
Terminal belitan dihubung ke jaringan melalui kontaktor dan autotrafo. Tengangan
startnya biasanya sudah ditetapkan pada suatu harga tertentu yang cukup bagi motor
untuk melakukan pengasutan. Ketika motor berakselerasi pada arus yang tidak
berlebihan, autotrafo diatur secara bertahap sampai dengan tegangan nominalnya atau
motor tersambung langsung dengan jaringan dan tegangan penuh. Demikian sehingga
motor siap dioperasikan secara nominal.
Pada metode pengasutan ini, belitan rotor dihubung dengan resistor eksternal melalui
cincin-cincin geser dan sikat. Q1 merupakan kontaktor utama yang menghubungkan
motor ke sumber sedangkan Q2, Q3, dan Q4 merupakan kontaktor-kontaktor
penghubung rabgkaian belitan rotor dengan resistor luar secara bertingkat. Sebagaimana
yang telah dibahas pada karakteristik motor rotor belit bahwa dengan menyisipkan
resistansi tertentu ke belitan rotor akan meningkatkan torsi asut dan menurunkan arus
asutnya.
Prinsip kerja dari metode pengasutan ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Sebelum kita
menghubungkan motor ke jaringan terlebih dahulu kita hubungkan rotor belit melalui
terminalnya K, L, M dengan resistor luar R1, R2, dan R3 sebagaimana dalam gambar.
Masing-masing fasa belitan rotor dihubung seri dengan tiga resistor seperti dalam
gambar. Pada saat awal Q2, Q3 dan Q4 dalam keadaan off (terbuka) dan resistansi total
rotor sama dengan resistansi belitan rotor plus resistansi 3 resistor. Jika Q1 di aktifkan,
maka resistansi yang besar ini akan meningkatkan torsi asut dan menurunkan arus asut,
sehingga sistem kelistrikan terhindar dari arus kejut dan motor akan mampu mengasut
beban yang besar. Setelah motor berputar dan meningkat putarannya, Q2 dimasukkan.
Pada kondisi ini arus rotor total berkurang dengan R1. Motor akan berputar lebih cepat.
Kemudian Q3 dimasukkan dan dengan cara yang sama setelah kecepatan motor
meningkat, yang terakhir Q4 dimasukkan. Ketika Q4 dimasukkan, motor tersambung
langsung ke belitan rotor saja. Resistor luar sudah tidak difungsikan lagi. dalam keadaan
seperti ini motor siap untuk beroperasi normal. Q2 dan Q3 harus dalam posisi terbuka.
Jadi resistor eksternal hanya digunakan sesaat ketika berlangsung proses starting saja
setelah itu tidak difungsikan lagi. Hanya perlu diingat adalah ketika mau start, Q2, Q3
dan Q4 harus dalam keadaan off (terbuka). Model pegasutan otomatiknya dilakukan
seperti diagram rangkaian pada Gambar 2.24.
pemilihan resistor pengasutan yang tepat, semua torsi yang diperlukan dapat diperoleh
di dalam batas-batas kemampuan motor.
Gambar 2.25
Pengasutan rotor lilit dengan 3 resistansi eksternal
Gambar 2.26
Kendali kecepatan dengan variasi tegangan motor
Metode kendali kecepatan yang lain adalah dengan mengubah frekuensi sumber motor.
Dengan perkembangan komponen-komponen elektronika daya banyak sistem kendali
ini semakin popular. Gambar 2.27 mengilustrasikan kerja sistem kendali kecepatan
yang menggunakan converter frekuensi ini ditinjau dari kurva torsi-kecepatannya. Torsi
maksimum dijaga konstan dengan mempertahankan rasio tegangan/frekuensi sama
sehingga fluks celah udara juga konstan.
Gambar 2.27
Kendali kecepatan motor induksi dengan mengubah frekuensi sumber
Seperti yang ditunjukkan, jenis kendali ini cocok untuk pengendalian suatu beban torsi
tetap. Jika frekuensi diubah sementara tegangan stator tetap, maka fluks celah udara dan
torsi maksimumnya akan turun dengan frekuensi, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.28. Kendali kecepatan jenis ini akan lebih cocok untuk aplikasi traksi di mana
diperlukan torsi yang lebih besar pada saat pengasutan, namun lebih rendah pada
kecepatan operasi (normal). Suatu sistem kendali elektronik yang bisa memenuhi ini
akan dijelaskan secara prinsip pada bagian berikut ini.
Gambar 2.28
Kendali kecepatan motor induksi dengan mengubah frekuensi sumber dan tegangan terminal.
Dengan kemajuan teknologi elektronika, pada saat ini sudah banyak sistem kendali
motor induksi ini, seperti: frekuensi variabel, Voltage Frequency Drive, dll.
dan kompleks. Yang akan dibahas dalam bagian ini hanya dibatasi pada metode titik-
tengah saja. Metode yang kedua, mudah-mudahan akan disajikan pada edisi berikutnya.
Untuk menggambarkan diagram lingkaran ini diperlukan 2 (dua) data hasil pengujian,
yaitu: pengujian tanpa beban pada saat tegangan masukan dan pengujian hubung singkat
(blocked rotor) pada saat arus hubung singkat mencapai arus beban nominal motor.
Berikut ini akan didemonstrasikan penggambaran diagram lingkaran ini. Perhatikan
gambar diagram lingkaran seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.29.
2. Berdasarkan data hasil pengujian tanpa beban tentukan arus beban nol I0 dan
sudut fasanya, misalnya: φ0. Seperti yang didemonstrasikan berikut ini.
Misalkan dari percobaan tanpa beban (pada tegangan nominal) diperoleh data:
V0 = 380 V, I0 = 6 A, P0 = 780 W
maka:
cos φ0 = P0/(√3 . V0. I0)
= 0,1975
Sehingga:
φ0 = 79°
3. Untuk uji hubung singkat berdasarkan data, tentukan sudut fasanya dan arus
hubung singkat Isc seandainya ketika motor mendapat tegangan nominal,
sementara arus hubung singkat yang diperoleh dari percobaan hanya sebatas
arus beban nominal motor.
Dari uji hubung singkat diperoleh data:
ISC = 12 A, VSC = 55 V, PSC = 690 W
maka cos φSC = PSC/(√3 . VSC. ISC)
= 0,6 dan φSC = 53°
15. Setelah itu perlu membuat skala slip pada garis lingkaran. Dari titik B tarik garis
sembarang hingga memotong garis lingkaran di bawah sumbu imajiner,
misalnya di X;
16. Dari titik X tarik garis ke A;
17. Tegak lurus garis XA tarik garis dari titik B hingga memotong XA di D;
18. Bagilah garis EB menjadi 10 bagian yang sama panjang, dan berinal notasi
mulai dari angka 0, lalu 0,1; 0,2; dan seterusnya sampai dengan 1 tepat di B
(s=1);
19. Dari titik X tarik garis melalui titik-titik: 0,1; 0,2; dst sampai memotong garis
lingkaran, itulah skala slipnya. Sebagai contoh dari X ditarik garis melalui 0,1
dan memotong garis lingkaran di F. Titik F ini adalah titik di mana s=0,1;
20. Menentukan torsi dan daya motor berdasarkan diagran. Untuk torsi: buatlah
garis singgung pada garis lingkaran sejajar dengan Garis Torsi. Misalkan pada
titik G. Dari titik G tarik garis sejajar sumbu Real sampai memotong Garis
Torsi. Panjang garis tersebut adalah Torsi maksimum motor; Dengan cara yang
sama untuk daya, buat garis singgung sejajar dengan Garis Daya, misalnya di
titik H. Kemudian tarik garis dari titik tersebut sejajar dengan sumbu Real
sampai memotong Garis Daya. Garis tersebut adalah ukuran daya maksimum
motor. Demikian untuk titik-titik slip yang lain sehingga dapat diperoleh harga
torsi dan daya mulai dari s=0 sampai dengan s=1;
21. Untuk menentukan arus motor, dapat dilakukan dengan pertama-tama
menghitung slipnya. Buat titik slip pada skala slip dan dari titik 0 ke titik slip
yang dimaksud itulah besar arus motor.
Dengan demikian, banyak informasi yang bisa diperoleh dari diagram lingkaran motor
ini. Walaupun kelihatannya rumit tapi akan sangat memudahkan dalam analisisnya.
SOAL-SOAL LATIHAN:
1. Motor induksi sangkar-bajing 220 V, 60 Hz, kutub-enam, 20 hp, fasa-tiga dihubung
bintang, mempunyai parameter-parameter per fasa ditinjau dari sisi stator sebagai
berikut : Rs = 0,126Ω, R’R= 0,094 Ω, X’e = 0,46 Ω, Xm = 9,8 Ω. Rugi-rugi
rotasional adalah 560 W. Untuk slip = 3%, carilah:
a. arus saluran dan faktor daya
b. daya output dan torsi poros
c. efisiensinya.
2. Motor induksi mempunyai efisiensi 0,88 apabila bebannya adalah 25 hp. Pada beban
ini, rugi tembaga stator dan rugi tembaga rotor, masing-masing sama dengan rugi
besi. Rugi-rugi mekanik adalah 1/3 dari rugi-rugi beban, hitunglah slipnya.
3. Tes dc dilakukan pada sebuah motor induksi 440 V, 60 Hz, dihubung-∆, jika Vdc =
20 V dan Idc = 28,8 A, berapakah resistans efektif stator Rs/fasa? Anggap faktor
1,20 diperhitungkan untuk efek kulit dan lain-lain.
4. Motor induksi kutub-delapan, 60 Hz, 440 V, 125 hp, fasa tiga, dihubung-Y,
mempunyai parameter-parameter rangkaian listrik per fasa ditinjau dari sisi stator
sebagai berikut :
Rs = 0,068 Ω; Xs = X’R = 0,224 Ω
R’R = 0,052 Ω; Xm = 7,68 Ω
Rugi rotasionalnya adalah 2400 W, tentukan untuk slip 3%
BAB III
KONSTRUKSI DAN PRINSIP KERJA
GENERATOR SINKRON
3.1 Pendahuluan
Apakah generator sinkron?
Generator adalah mesin listrik yang mengubah daya mekanik menjadi daya listrik. Lalu
apakah generator sinkron? Generator sinkron adalah generator ac yang frekuensi
tegangan yang dibangkitkan sinkron dengan kecepatan putar rotornya (frekuensi
berbanding lurus terhadap putaran).
Gambar 3.1
Generator sebagai pengubah daya mekanik menjadi daya listrik
Generator menerima daya mekanik dalam bentuk putaran pada porosnya dari penggerak
mula (prime mover) seperti turbin air pada PLTA, turbin uap pada PLTU, motor diesel
pada PLTD, dan turbin gas pada PLTG. Daya mekanik ini kemudian diubah menjadi
tenaga listrik melalui proses induksi magnet. Daya listrik dari generator ini kemudian
dinaikkan tegangannya menjadi tegangan transmisi untuk dikirim ke pusat-pusat beban
yang jaraknya bisa ratusan atau bahkan ribuan kilometer, seperti jaringan Jawa – Bali.
Generator sinkron fasa-tiga adalah jenis generator yang digunakan pada pembangkit-
pembangkit tenaga listrik untuk membangkitkan daya listrik tinggi. Hampir semua
pembangkit tenaga listrik berkapasitas tinggi menggunakan generator ini.
Ini tidak lepas dari keandalannya dalam membangkitkan tenaga listrik dibandingkan
generator jenis lain, seperti generator dc. Tingkat tegangan yang digunakan pada
pembangkitan daya tinggi, mulai dari 6,3 kV sampai dengan 33 kV. Tegangan nominal
generator dibatasi oleh kemampuan isolasi dan jumlah konduktor yang dapat diletakkan
di dalam slot-slot stator. Luas penampang konduktor harus cukup untuk membawa arus
agar rugi-rugi ohmik dapat sekecil mungkin. Kapasitas generator sinkron mulai dari
puluhan kilowatt sampai dengan gigawatt.
Dengan generator inilah sebagian besar daya listrik di dunia ini di bangkitkan sehingga
membuat generator sinkron ini sangat popular di industri tenaga litrik.
Seperti yang telah disinggung di atas bahwa tenaga listrik hasil bangkitan generator
sebenarnya bisa langsung digunakan. Akan tetapi untuk jarak jauh hal ini tidaklah
menguntungkan. Oleh karena itu, sebelum mencapai ke konsumen, ada sejumlah
langkah yang dilalui sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 3.2. Gambar 1
menggambarkan suatu sistem daya, di mana daya listrik dibangkitkan dari satu
generator atau lebih kemudian disalurkan ke konsumen yang berjarak ratusan bahkan
ribuan kilometer dari pusat beban ini. Penaikan tegangan pada saluran transmisi ini
dimaksudkan untuk menekan agar rugi-rugi daya dan jatuh tegangan tetap rendah,
walaupun listrik harus ditransmisikan pada jarak yang jauh. Oleh sebab itu, dalam
mengirim daya, tegangan akan dinaikkan setinggi mungkin sesuai dengan kemampuan.
Tegangan transmisi di Indonesia mulai dari puluhan sampai dengan 500 kV pada
SUTET (Saluran Udara Telanjang Ekstra Tinggi). Penaikan tegangan ini dilakukan
dengan menggunakan transformator daya, dari tegangan pembangkitan menjadi
tegangan transmisi yang layak untuk jarak sampai ratusan kilometer. Pada ujung
penerimaan, tegangan tinggi ini diturunkankan kembali ke tegangan menengah,
kemudian didistribusikan kepada konsumen atau pemakai lokal.
Generator
Generator
Generat
or
Melibatkan tegangan dan arus yang tinggi, lebih besar dan kompleks,
Lebih mudah pendinginannya.
Kumparan medan membawa arus lebih kecil sehingga permasalahan lebih
ringan walaupun ada pada bagian yang berputar (rotor).
Pada generator ac tidak perlu aksi komutasi.
Contoh:
Generator sinkron 430 MVA, 18,2 kV, fasa-tiga, 1800 rpm, 60 Hz, dan arus
jangkar 13.640 A. Diperlukan arus eksitasi (medan) 1.780 A dengan tegangan dc
500 V.
Sangatlah tidak praktis menghubungkan arus 13.640 A dan teg 18,2 kV melalui
sikat-sikat dan cincin-cincin geser.
Generator di atas 200 MVA memerlukan pendinginan paksa dg media cair pada
konduktor jangkarnya sehingga tidak mungkin diletakkan pada bagian yang
berputar.
3.3.1 Stator
Stator generator terdiri dari inti baja yang mempunyai kualitas listrik yang baik, dibuat
berlapis-lapis guna memperkecil rugi arus Eddy. Dengan baja yang mempunyai kualitas
listrik yang baik berarti permeabilitas dan resistivitas bahan tinggi. Baja silikon
memenuhi kriteria ini. Gambar 3.8 memperlihatkan bangunan stator lengkap dengan
slot dan belitan jangkar sama seperti yang pada motor asinkron.
Pada generator yang berdiameter besar, kecepatan rendah, berkutub banyak seperti
generator yang digunakan pada pembangkit listrik tenaga air (PLTA), mempunyai inti
stator relatif pendek. Sebaliknya generator berkecepatan tinggi, seperti generator yang
digerakkan dengan turbin uap, yang mempunyai kutub dua atau empat, bentuk mesin
memanjang sekian kali diameternya. Mengapa demikian? Inti yang panjang ini
berkaitan dengan ruang yang diperlukan oleh kutub-kutub. Semakin banyak kutub
yang harus dipasang semakin besar diameter inti. Sebagai contoh, generator PLTA 50
Hz, 187,5 putaran per menit mempunyai 32 kutub. Tapi mengapa lebih pendek. Ini
dapat dijelaskan karena tegangan yang dibangkitkan tergantung pada jari-jari R (v = ω
R) armatur dan panjang konduktor L yang berada di dalam medan. Panjang konduktor
menentukan panjang aksial mesin. Oleh karena itu, kita melihat bahwa parameter R
dan L menentukan volume mesin. Untuk suatu daya keluaran tertentu, ukuran mesin
tidak banyak berubah. Ini berarti bahwa pada suatu kapasitas (volume) tertentu
membuat diameter lebih besar (agar semua kutub bisa masuk) namun mesin menjadi
lebih pendek.
Lebih banyak kumparan berarti lebih banyak jumlah slotnya. Sebaliknya lebih sedikit
tapi lebih lebar slot berarti lebih sedikit lilitan dengan konduktor yang lebih besar luas
penampangnya. Yang pertama mempunyai tegangan lebih tinggi tapi dengan arus
nominal yang lebih rendah. Yang kedua, kita inginkan arus nominal lebih tinggi namun
tegangan lebih rendah. Ini menentukan kapasitas nominal mesin.
Melampaui nilai ini berarti mesin akan menjadi terlalu panas dan akan mengakibatkan
penurunan isolasi secara lebih cepat. Daya nominal menentukan ukuran secara
keseluruhan dan berhubungan dengan: ukuran mesin, jenis desain, cara pendinginan,
dan lain-lain. Dalam prakteknya, setiap mesin mempunyai daya nominal yang
dituliskan pada pelat nama (name plate) yang ditempelkan pada mesin, yang
menyatakan daya keluaran yang bisa diberikan. Di samping itu, nama (pabrik)
pembuatnya, juga arus dan tegangan nominalnya. Pada kondisi operasi nominal, daya
keluaran mesin dikatakan sebagai daya beban penuh, daya nominal, atau daya pelat
nama.
3.3.2 Rotor
Bagian yang berputar dari generator sinkron adalah kutub-kutub magnet. Ada dua
macam kutub yang digunakan pada generator sinkron, yaitu: kutub menonjol
(salient poles) dan silindris (cylindrical poles). Gambar 3.9 menunjukkan jenis-jenis
rotor tersebut.
Kutub menonjol (salient poles) mempunyai arus dc yang mengalir dalam kumparan
medan rotor yang memberikan gaya gerak magnet (GGM) guna membangkitkan
medan magnet dengan kutub-kutub seperti yang ditunjukkan. Sedangkan kutub
silindris mempunyai kumparan medan yang diletakkan di dalam slot-slot rotor
terdistribusi sedemikian rupa sehingga diperoleh pola medan magnet seperti yang
diharapkan.
Sepatu kutub-menonjol dibuat lonjong dengan celah udara yang tidak sama rata dan
kutub silindris kumparannya terdistribusi sedemikian rupa dan celah udaranya sama
rata dimaksudkan untuk membentuk resultan densitas (kerapatan) fluks di dalam celah
udara menjadi sinusoidal (Gambar 3.10). Resultan densitas fluks yang sinusoidal ini bila
diterapkan pada generator akan membangkitkan tegangan dengan bentuk gelombang
sinusoidal, sebagaimana yang diharapkan. Memang ini bukanlah hal yang mudah, tapi
para perancang mesin terus berupaya sampai diperoleh kualitas tegangan sinusoidal
seperti yang kita miliki saat ini. Ketidak sinusoidalan tegangan hasil pembangkitan akan
menimbulkan harmonisa tegangan yang menurunkan kualitas daya hasil pembangkit-
annya.
Kutub jenis menonjol umumnya diterapkan untuk generator kecepatan rendah seperti
pada generator-generator yang digerakkan oleh turbin-turbin air pada PLTA.
Sedangkan rotor jenis kutub silindris diaplikasikan pada generator-generator dengan
kecepatan tinggi, seperti pada PLTU.
Generator akan membangkitkan tegangan apabila rotornya diputar dan diberi arus
eksitasi pada belitan-belitan kutubnya. Pemutaran rotor dilakukan oleh penggerak
mula (prime mover) dan arus eksitasi kutub-kutubnya diberikan oleh eksaiter.
Anggap rotor diputar berlawanan jarum jam. Ini berarti bahwa fluks medan rotor
bergerak terhadap kumparan armatur, yang merupakan syarat untuk pembangkitan
tegangan. Tegangan yang dibangkitkan sebagai fungsi posisi sudut rotor (atau waktu)
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.12. Jadi, dengan memutar rotor satu putaran
penuh, mulai dari posisi yang ditunjukkan, membangkitkan satu siklus bentuk
gelombang tegangan. Pemutaran rotor satu putaran dalam 1 detik memberikan satu
siklus per detik, atau 1 hertz (Hz), yang menjadi acuan frekuensi. Memutar rotor 2
putaran dalam 1 detik menghasilkan dua siklus, dan frekuensinya adalah 2 Hz. Jadi,
jumlah siklus per detik atau frekuensi, berbanding lurus pada kecepatan rotor. Jika
kecepatannya adalah 60 putaran per menit (rpm), frekuensi f sama dengan 1 Hz, atau f
= 1 Hz. Untuk frekuensi f = 60 Hz, rotor harus berputar pada 3600 putaran per menit,
untuk 50 Hz, 3000 putaran per menit.
Untuk kecepatan rotor n rotasi/menit, berarti rotor berputar pada kecepatan n/60
putaran per detik (r/s).
a a’
Kutub-kutub magnet selalu muncul dalam pasangan. Jika rotor mempunyai lebih dari
dua kutub, katakan P kutub, setiap putaran rotor menginduksikan P/2 siklus
tegangan dalam kumparan stator. Maka frekuensi tegangan yang diinduksikan sebagai
fungsi kecepatan adalah:
𝑛 𝑝𝑛
𝑓 = 𝑝 60 = 𝐻𝑧 (3.1)
60
Di mana:
f =frekuensi yang dibangkitkan, Hz
n =kecepatan rotor, rpm
p= jumlah pasang kutub pada rotor.
Contoh 3.1:
Generator ac kutub-empat beroperasi pada kecepatan 1500 rpm. Tentukan:
a. frekuensi yang dibangkitkan?
b. kecepatan rotor jika frekuensinya 60 Hz?
Jawaban:
a. f= pn/60= 2 x 1500/60 = 50 Hz.
b. n= 60.f/p=60x60/2= 1800 rpm
Untuk generator sinkron fasa-tiga, kita mempunyai 3 (tiga) kumparan semacam itu,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.12.
Dua kumparan tambahan lainnya harus diletakkan pada stator generator sedemikian
rupa sehingga ketiga kumparan berbeda 120° listrik. Karena itulah mesin ini kemudian
disebut generator sinkron fasa-tiga. Gambar 3.13 memperlihatkan mesin pada Gambar
3.12 dengan dua kumparan tambahannya. Masing-masing kumparan terpisah 120°
listrik dari dua kumparan lainnya. Gambar 3.14 menunjukkan tegangan yang
dibangkitkan. Kurva eA, eB, dan eC menunjukkan harga sesaat tegangan-tegangan fasa,
sedangkan harga rms atau harga efektif EA, EB, dan EC digunakan dalam penggambaran
diagram fasor. Subskrip A, B, dan C menunjukkan urutan fasa tegangan (yaitu, urutan
tegangan dibangkitkan). Prinsip-prinsip yang dijelaskan untuk generator ac sederhana
pada Gambar 3.12 juga dapat diterapkan untuk ketiga tegangan fasa yang diinduksikan
pada ketiga kumparan terpisah generator pada Gambar 3.13. Ketiga kumparan stator
ini biasanya dihubung bintang (Y) atau delta (∆), untuk membangkitkan tegangan
sumber fasa-tiga, seperti yang digambarkan pada Gambar 3.15. Tegangan induksi pada
masing-masing kumparan dikenal sebagai tegangan fasa E, dan tegangan antara dua
saluran konduktor disebut tegangan saluran VL, atau tegangan terminal. Masing-
masing tegangan fasa EA, EB, dan EC dinyatakan secara lengkap dengan besar,
frekuensi, dan sudut fasanya. Besar masing-masing tegangan fasa adalah:
di mana:
Bm = densitas fluks maksimum yang dihasilkan belitan medan rotor (T)
L = panjang kedua sisi kumparan yang ada di dalam medan magnet (m)
ω =kecepatan sudut rotor (rad/sec)
r = radius armatur (m)
Jika rotor digerakkan oleh penggerak mula pada kecepatan tetap, maka tegangan
dapat diatur dengan mengubah arus medan.
Contoh 3.2
Generator berkutub-dua yang ditunjukkan pada Gambar 3.13 membangkitkan
tegangan fasa-tiga dengan urutan fasa ABC seperti digambarkan pada
Gambar 3.14. Andaikan generator tersebut mempunyai data: Bm=1,2 T, panjang
armatur 0,5 m, rotor diputar pada 1500 putaran/menit, diameter-dalam inti stator
0,4 m.
a. Tentukan besar tegangan induksi per fasa.
b. Gambarkan tegangan yang dibangkitkan dalam skala waktu.
c. Gambarkan fasor dari tegangan-tegangan tersebut.
Jawaban:
a. Tegangan induksi perfasa yang dibangkitkan adalah:
𝐸𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝐵𝑚 𝑙𝜔𝑟 𝑉
2𝜋𝑥 1500 0,4
= 1,2𝑥 0,5 + 0,5 𝑥 𝑥 = 37,7 𝑉
60 2
2𝜋 2𝜋
𝑒𝐵 = 𝐸𝑚𝑎𝑘𝑠 sin(𝜔𝑡 − ) = 37,7 sin(157 𝑡 − ) 𝑉
3 3
dan
4𝜋 4𝜋
𝑒𝐶 = 𝐸𝑚𝑎𝑘𝑠 sin(𝜔𝑡 − ) = 37,7 sin(157 𝑡 − ) 𝑉
3 3
c. Dengan menggambarkan tegangan sebagai fasor, kita memerlukan harga rms-nya:
E
E rms maks 26,7 V
2
Maka
E A 26,70V , E B 26,7 120V , EC 26,7 240V
Contoh 3.3:
Untuk generator pada Contoh 3.2, hitung tegangan saluran (fasa-fasa) jika belitan
jangkar: (a) dihubung -Y, (b) dihubung-Δ.
Jawaban:
a. Untuk hubungan-Y. Berdasarkan hukum Kirchhoff untuk Gambar 3.15, kita
mempunyai:
VAB = EA - E B V BC = E B - E c VCA = Ec - EA
Kita dapat menyajikan ini secara grafis (lihat Gambar 3.16). Ingat bahwa fasor V A B ,
V B C , dan V C A membentuk set tegangan fasa -tiga. Besar tegangan saluran
lebih tinggi dari tegangan fasa dengan faktor √3.
Jadi,
Jadi:
𝑉𝐴𝐵 = 26,7 < 0° 𝑉
Untuk suatu mesin dengan kapasitas tertentu yang belitan armaturnya dihubung-Y
menghasilkan tegangan terminal yang lebih tinggi. Walaupun, arus saluran sama
dengan arus fasa. Untuk belitan armatur yang dihubung Δ, tegangan terminal sama
dengan tegangan fasa, namun arus saluran lebih besar dengan faktor √3.
Walaupun begitu daya total yang diberikan oleh generator adalah sama dalam
kedua keadaan tersebut.
Mesin Listrik II - 2011 73
Konstruksi dan Prinsip Kerja Motor Induksi Fasa-Tiga
Ada banyak cara dalam membelit armatur generator sinkron. Secara umum dapat
dibedakan menjadi dua: (1) belitan lapis-tunggal, dan (2) belitan lapisganda.
Gambar 5.12 mengilustrasikan generator sinkron kutub-empat fasa-tiga dengan
pandangan pada belitan armaturnya. Jika belitan-belitan tiga fasa mulai pada Sa, Sb,
dan Sc dan berakhir pada fa, fb, dan fc. Belitan-belitan ini bisa disambung dalam dua
cara, yaitu dihubung secara delta (Δ) atau bintang (Y), seperti yang diilustrasikan pada
Gambar 5.10. Untuk suatu jumlah belitan per fasa, hubungan-Y memberikan
tegangan terminal yang lebih tinggi dari tegangan pada hubungan Δ, namun
dengan arus keluaran yang lebih kecil.
Beda fasa antara belitan-belitan fasa adalah 120° listrik atau 60° mekanik. Ini karena
siklus penuh GGL akan dibangkitkan apabila rotor kutub-empat berputar 180° mekanik.
Satu siklus penuh dari GGL menyatakan 360° listrik.
Untuk generator dengan jumlah pasang kutub p, hubungan antara sudut mekanik rotor
αme dan sudut listrik αel dapat dituliskan sebagai:
el p me (3.3)
Contoh 3.4:
Generator sinkron fasa-tiga mempunyai 12 kutub. Berapa besar sudut
mekanik untuk 180 derajat listrik?
Jawaban:
Sudut mekanik antara kutub utara dan selatan adalah
360mekanik
me 30
12kutub
Ini sama dengan 180 derajat listrik. Dengan menggunakan Pers. 3.3 sebagai
pengecekan menghasilkan:
P 12
el me x30 180 listrik terbukti sama dengan sebelumnya.
2 2
GGL yang dibangkitkan pada sisi-sisi kumparan saling menambah antara satu dengan
yang lain pada masing-masing fasa untuk menghasilkan tegangan fasa total.
Ini sudah dibuktikan dengan menggunakan aturan tangan kanan terhadap sisi-
sisi kumparan yang menghasilkan belitan fasa pada Gambar 3.17.
Untuk arah putaran rotor seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.17 (searah
jarum jam), urutan fasa yang dihasilkan dari sumber fasa-tiga adalah ABC.
Ini berarti bahwa tegangan maksimum dibangkitkan pada Fasa A, diikuti oleh
Fasa B dan kemudian Fasa C. Dengan membalik arah putaran akan menghasilkan
urutan ACB, atau urutan fasa negatif. Urutan fasa yang pertama (ABC) sering dikatakan
urutan fasa positif.
Sebagai kesimpulan, kita telah memperoleh satu set GGL yang dibangkitkan fasa-tiga
simetris:
𝑉𝐴𝐵 = 26,7 < 0° 𝑉
Fasa A diambil sebagai referensi. Huruf cetak tebal untuk GGL: EA, EB, Ec, menyatakan
besaran fasor; EA, EB, Ec, dalam italik (cetak miring) adalah besar fasor yang
membuat sudut dengan sumbu referensi seperti yang ditunjukkan.
Jika belitan fasa-tiga Sa-fa, Sb-fb,dan Sc-fc dihubung seperti ditunjukkan pada Gambar
3.18, telah dibuktikan bahwa untuk GGL fasa-tiga berlaku hubungan berikut:
EA + EB + EC = 0 (3.5)
Sistem eksitasi tanpa sikat dapat dibuat sampai 700 kW untuk mengendalikan
generator turbin 1000 MVA. Tidak adanya sikat-sikat dan komutator membuat unit
tersebut menjadi lebih andal. Tingkat tegangan dc tipikal untuk rangkaian medan
adalah kelipatan 125 V sampai dengan 500 V. Untuk mengetahui lebih jauh tentang
sistem eksitasi kita perlu cermati bagian berikut ini.
Eksaiter statik
Dalam mengalirkan arus dc-nya ke belitan medan generator yang berputar dilakukan
melalui sikat-sikat dan cincin-cincin geser seperti yang diilustrasikan pada Gambar
3.20.
Jenis eksaiter static lainnya adalah yang ditunjukkan pada Gambar 3.21. Daya listrik dc
untuk eksitasi diperoleh dari output generator melalui tranformator daya penurun
tegangan. Trafo yang digunakan adalah trafo penurun tegangan karena tegangan
eksaiter adalah rendah (500 V) dibandingkan tegangan keluaran generator. Tinggi
tegangan yang masuk ke eksaiter disesuaikan dengan keperluan daya ke eksaiternya.
Listrik dari keluaran generator yang ac diturunkan tegangannya melalui trafo dan
tegangan ac ini kemudian disearahkan dengan menggunakan penyearah terkendali.
Dengan adanya penyearah terkendali ini daya keluaran dc diatur oleh sinyal kontrol
yang dikeluarkan oleh pengatur tegangan otomatik AVR (Automatic Voltage
Regulator). AVR dalam mengatur penyearah ini terlebih dahulu melihat tegangan
keluaran generator dan dibandingkan dengan tegangan yang diinginkan (setpoint). Bila
tegangan keluaran generator lebih rendah dari setpoint, maka AVR akan
menambahkan arus yang masuk ke belitan medan generator sehingga tegangan
generator akan meningkat hingga tercapai tegangan seperti yang diinginkan. Demikian
sebaliknya. Eksaiter jenis ini juga disebut sebagai shunt exciter karena daya diambil
langsung dari keluaran generator secara paralel.
Eksaiter jenis ini banyak diterapkan pada PLTA-PLTA seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 3.22. Pada gambar ini terlihat dengan jelas cincin-cincin geser dan sikat-sikat
yang digunakan untuk menghubungkan daya listrik dari eksaiter ke belitan medan
generator.
Eksaiter dinamik
Salah satu jenis eksaiter dinamik adalah eksaiter yang memanfaatkan tenaga poros
generator. Arus yang diperlukan pada belitan medan generator relatif besar. Agar
dapat mengendalikan tegangan generator dengan leluasa dan dengan sumber dc yang
sekecil-kecilnya, model inilah yang tepat. Dari regulator tegangan, arus dc dicatu dari
AVR dialirkan ke belitan medan generator eksaiter yang tidak bergerak. Dengan adanya
arus eksitasi ini membuat generator eksaiter mampu membangkitkan tegangan
dengan daya yang relatif lebih besar dari sumber. Daya keluaran generator dc
kemudian melalui sikat dan cincin-cincin geser dialirkan belitan medan generator dan
mencukupi untuk keperluan operasional generator. Sistem eksitasi ini juga disebut
eksaiter pilot (Pilot exciter). Untuk lebih jelas lagi, perhatikan Gambar 23 dan 24.
Gambar 3.24 menjelaskan kepada kita bahwa arus eksitasi berasal dari pilot exciter. Arus ini
digunakan untuk mengaliri belitan medan penguat utama (main exciter). Penguat utama ini
berupa sebuah generator dc seporos dengan generator sinkron (alternator 3 fasa). Dengan
berputarnyanya belitan jangkar dan adanya arus eksitasi, generator penguat utama, setelah
melalui komutator, akan mengeluarkan daya dc. Daya dc tersebut kemudian dihubungkan ke
belitan penguat generator sinkron dari sikat-sikat yang stasioner melalui cincin-cincin geser.
Dengan adanya mekanisme ini setiap perubahan yang terjadi pada pilot exciter akan
berpengaruh pada generator sinkron dan daya dc yang kecil pada pilot mampu digunakan
untuk mengatur eksitasi belitan generator utama
Kelemahan eksaiter ini adalah pada cincin geser (slip ring) dan sikat-sikatnya yang memerlukan
pemeliharaan yang tidak mudah. Untuk mengatasi permasalahan ini kemudian diciptakan
brushless exciter atau eksaiter tanpa sikat (Gambar 3.25). Secara prinsip kedua eksaiter yang
telah dibahas adalah sama, bedanya bahwa jenis terakhir tidak menggunakan cincin geser dan
sikat lagi. Penyearahan yang tadinya menggunakan komutator, pada sistem yang baru
menggunakan rotating rectifier (diode) untuk menggantikan komutator, slip ring dan sikat.
Bangunan fisik ditunjukkan dengan sangat jelasnya pada Gambar 3.26.
Untuk mendapatkan gambaran lebih konkrit lagi tentang sistem eksaiter ini pada
Gambar 3.27 ditunjukkan sistem eksaiter static yang lengkap dan komersiil. Kalau kita
perhatikan dari sistem eksaiter ini terdapat bagian-bagian penting yang harus kita
ketahui fungsinya dalam sistem agar kita bisa memahami sistem ini dengan baik.
Banyak fungsi yang dikembangkan dalam sistem ini, yang tidak sekedar pengendalian
tegangan atau daya reaktif generator saja, namun dalam kotak kontrolnya terdapat
demikian banyak fungsi kontrol. Di antaranya adalah fungsi kontrol sendiri untuk
mengendalikan arus eksitasi ke belitan medan generator, proteksi sistem dan
monitoringnya.
Daya sistem eksitasi mengambil dari keluaran generator melalui trafo daya penurun
tegangan. Untuk keperluan kontrol operasi sinkron sistem eksaiter ini dilengkapi
dengan PT (potential transformer) dan CT (current transformer). Dari kotak kontrol
AVR, terlihat AVR membaca keluaran generator PT dan CT dan AVR mengeluarkan
sinyal kontrol ke unit SCR Gate Drive. Daya masukan penyearah terkendali diambil
melalui 3 phase power PPT dan hasil penyearahan akan dikendalikan oleh sinyal
kontrol trigger SCR dan keluaran penyearah ini dihubungkan ke medan exciter dan dari
generator exciter daya dc diberikan ke belitan medan generator utama (pembangkit).
Untuk mendalami masalah ini, mahasiswa perlu pengetahuan tentang sistem kontrol
dan elektronika daya, khususnya yang terkait dengan penyearah terkendali lengkap
dengan sistem proteksi.
SOAL-SOAL LATIHAN:
1. Pada kecepatan berapa suatu generator sinkron kutub 32 agar dapat
membangkitkan tegangan dengan frekuensi 50 Hz?
2. Sebuah motor dc digunakan sebagai penggerak mula suatu generator sinkron guna
mendapatkan tegangan sumber dengan frekuensi variabel. Jika batas kecepatan
motor tersebut adalah 820 sampai 1960 rpm dan generator mempunyai
empat kutub, berapakah batas frekuensi tegangan yang dibangkitkan oleh
generator tersebut?
3. Generator sinkron fasa tiga, 2200 V, 50 Hz, 1000 kVA dihubung-Y. Hitung
arus saluran pada beban penuh!
4. Jika generator pada Soal 3 mencatu beban 800 kW pada faktor daya 0,80,
hitung arus salurannya!
5. Beban fasa tiga 10Ω/fasa dihubung melalui sebuah sakelar secara Y atau Δ.
Jika dihubungkan dengan generator sinkron fasa tiga 220 V, hitunglah
a. daya yang didisipasikan pada hubungan-Y, dan
b. daya yang didisipasikan pada hubungan-Δ.
6. Sebuah generator sinkron dihubung-Y, 250 kVA, 1260 V, hubungan belitan
armaturnya diubah dari Y ke Δ. Tentukan kapasitas mesin apabila dihubung
Δ (yaitu, kVA, IL, dan VL).
7. Tegangan fasa generator sinkron 50 Hz adalah 4600 V pada arus medan 8
A. Tentukan tegangan tanpa beban (rangkaian terbuka) pada frekuensi 50 Hz jika
arus medannya 6 A. Dianggap tidak terjadi saturasi magnet.
8. Jika generator pada Soal 7 digunakan untuk membangkitkan tegangan 60 Hz,
berapa tegangan salurannya apabila armatur dihubung-Y dan jika dihubung-Δ?
9. Generator sinkron kutub-empat diputar pada kecepatan 1800 rpm dan
membangkitkan tegangan fasa tiga dengan urutan ACB. Andaikan mesin
tersebut mempunyai B m = 1,2 T, panjang armatur 0,5 m, diameter dalam inti
stator 0,4 m.
a. Tentukan besar (magnitude) tegangan induksi per fasa.
b. Gambarkan tegangan yang dibangkitkan dalam Skala waktu.
c. Gambarkan tegangan-tegangan tersebut dalam bentuk fasor.
10. Untuk generator pada Soal 9, hitung tegangan saluran jika belitan armatur
dihubung-Y.
BAB IV
KARAKTERISTIK DAN OPERASI
GENERATOR SINKRON
4.1 Pendahuluan
Generator sinkron merupakan bagian esensial dari pembangkit tenaga listrik. Agar
dapat mengoperasikan mesin secara baik dan efisien perlu memahami prinsip kerja,
karakteristik dan proses energi yang terjadi di dalam mesin itu sendiri. Bab ini akan
membahas banyak hal-hal yang terkait dengan apa yang dimaksud, yaitu mulai dari
perhitungan besar tegangan yang dibangkitkan, menginterpretasikan karakteristik,
menghitung regulasi tegangan, baik dengan bantuan rangkaian ekivalen maupun tidak.
Untuk dapat menentukan parameter-parameter dalam rangkaian ekivalen dapat
dilakukan secara eksperimen. Di samping itu, pembuatan segitiga Potier yang sangat
terkenal juga akan diintroduksi dalam bab ini. Suatu pekerjaan yang tak kalah penting
untuk dipahami bagi setiap pelaksana power house adalah bagaimana memaralelkan
dua generator atau lebih guna menyokong kebutuhan beban.
E rata2 N (4.1)
t
di mana: Erata= tegangan rata-rata yang dibangkitkan pada belitan (V)
∆ = perubahan fluks pada suatu waktu tertentu (Wb)
Gambar 4.1 mengilustrasikan kumparan belitan jangkar yang diam sementara kutub
medan bergerak melaluinya. Gerakan ini adalah gerakan relatif antara
medan dan kumparan sehingga jika kumparan bergerak dari kiri ke kanan
dengan kutub-kutub stasioner akan diperoleh hasil yang sama dengan jika yang
bergerak adalah kutub-kutubnya.
Dalam Gambar 4.1, perubahan fluks antara dua posisi yang ditunjukkan adalah
Φm, dalam weber. Ini secara tidak langsung menyatakan bahwa satu gerakan kutub
sama dengan setengah langkah-kutub di mana dibangkitkan seperempat siklus
tegangan. Karena satu siklus terjadi dalam 1/f detik, maka waktu untuk bagian
bentuk gelombang ini akan 1/(4f) detik. Oleh karena itu, dengan substitusi harga
waktu ini dalam Persamaan 4.1 memberikan:
𝑚∅
𝐸𝑟𝑎𝑡𝑎 2 = 𝑁 1/4𝑓 = 4𝑓𝑁∅𝑚 𝑉 (4.2)
Persamaan 4.2 merupakan persamaan umum yang dapat diterapkan untuk semua
generator tanpa memperhatikan distribusi fluks-kutub. Secara alamiah, jika
distribusi fluks sinusoidal maka tegangan yang dibangkitkan akan sinusoidal juga.
Jika demikian, kita tahu dari teori rangkaian bahwa harga efektif atau rms
tegangan adalah 1,11 kali harga rata-ratanya. Jadi:
𝐸 = 4,44𝑓𝑁∅𝑚 (4.3)
di mana:
E = tegangan efektif yang dibangkitkan pada masing-masing belitan, V
f = frekuensi tegangan yang dibangkitkan, Hz
Φm = fluks maksimum per kutub, Wb.
Dalam praktek, distribusi fluks mungkin tidak sinusoidal secara sempurna dan
akibatnya harga tegangan efektif akan berubah sedikit. Ingat bahwa faktor 1,11
(faktor bentuk) adalah perbandingan antara tegangan efektif dan tegangan
rata-rata dan ini hanya berlaku untuk gelombang sinusoidal saja.
Contoh 4.1:
Tentukan tegangan efektif yang dibangkitkan pada salah satu fasa generator sinkron
yang mempunyai data sebagai berikut: f = 60 Hz, N = 230 lilit, dan Φm = 0,04 Wb.
Jawaban:
𝐸 = 4,44 𝑓 𝑁 ∅𝑚 𝑉
= 4,44 𝑥 50 𝑥 230 𝑥 0,004 = 2450 𝑉/𝑓𝑎𝑠𝑎
𝑉𝐿 = 2450 𝑥 3 = 4244 𝑉
Sebagai contoh: untuk sistem tegangan rendah di Indonesia adalah 220/380 V dan 50
Hz.
Jatuh tegangan pada resistansi jangkar dan perubahan fluks akibat reaksi jangkar
seperti yang ada pada mesin dc akan terjadi juga pada generator ac, ditambah
pengaruh ketiga: jatuh tegangan reaktansi jangkar. Jatuh tegangan ini
disebabkan oleh induktansi jangkar L A yang cukup besar. Induktansi ini menjelma
menjadi reaktansi XA, di mana:
𝑋𝐴 = 2𝜋𝑓𝐿𝐴 (4.4)
LA merupakan induktansi belitan jangkar per fasa, dalam Henry, dan ω = 2πf adalah
frekuensi radial, dalam radian per detik. Reaktansi jangkar akan meningkatkan jatuh
tegangan. Ini harus diperhitungkan guna mendapatkan tegangan yang dibangkitkan.
Seperti yang akan ditunjukkan kemudian, perubahan fluks akibat reaksi jangkar,
biasanya diperlakukan sebagai jatuh tegangan. Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada
bagian berikut ini.
𝑉𝑁𝐿 −𝑉𝐹𝐿
𝑅𝑉 = 𝑥 100% (4.5)
𝑉𝐹𝐿
di mana VNL. adalah tegangan terminal tanpa-beban, yang sama dengan GGL yang
dibangkitkan dalam belitan jangkar, dan VFL adalah tegangan terminal pada beban-
penuh.
Pengurangan dalam Persamaan 4.5 dilakukan secara aljabar, bukan secara vektor.
Gambar 4.2 memnunjukkan bahwa persentase regulasi berubah tergantung pada
faktor daya beban. Untuk faktor daya beban mendahului (kapasitif), regulasi bahkan
menjadi negatif. Ini menjelaskan kepada kita bahwa tegangan terminal naik dengan
naiknya beban.
Pada umumnya, perubahan tegangan ini cukup besar ketika beban dilepas. Atas dasar
alasan ini, regulator tegangan otomatis (AVR) digunakan dalam generator-generator
sinkron. Perubahan tegangan inheren ini tidak dapat diatasi dengan menggunakan
belitan kompon (seperti pada generator dc).
Perubahan tegangan, khususnya pada faktor daya rendah tertinggal (induktif), yang
diakibatkan reaksi jangkar dan reaktansi jangkar, jauh lebih besar dibandingkan
dengan yang terjadi pada mesin-mesin dc. Begitu juga, generator-generator ac
biasanya mencatu saluran transmisi yang panjang yang terdiri atas hantaran dan
transformator, yang impedansinya juga mengakibatkan jatuh tegangan tambahan.
Faktor-faktor campuran ini beraksi secara bersama-sama menyebabkan fluktuasi
tegangan yang besar akibat perubahan beban melampaui batas maksimum yang
diperbolehkan dalam sistem distribusi daya. Oleh karena itu, digunakan suatu
regulator yang dirancang secara khusus pada eksitasi medan dc sehingga jatuh
tegangan yang terjadi diikuti dengan dengan kenaikan fluks sehingga tegangan dapat
dipertahankan.
Gambar 4.2 Tegangan terminal vs arus jangkar untuk faktor daya yang berbeda
di mana I A adalah arus fasa dalam amper dan R A resistansi belitan dalam
ohm/fasa. Jika ketiga fasa generator betul-betul simetris, maka jatuh tegangan pada
ketiga fasa tersebut juga akan sama. Ini berlaku juga untuk arus. Atas dasar itulah,
harga-harga yang digunakan adalah harga-harga fasa, dengan pengertian bahwa
semua fasa berkelakuan sama sehingga perhitungan dilakukan dengan menggunakan
dasar per fasa.
𝑉𝑋 = 𝐼𝐴 𝑋𝐴 𝑉 (4.7)
Dengan hanya mengetahui besar tegangan-tegangan jatuh ini belumlah cukup untuk
menentukan tegangan yang dibangkitkan. Tegangan-tegangan ini harus dijumlahkan
secara vektor dengan tegangan terminal; jadi, sangat penting untuk mengetahui faktor
daya pada suatu arus beban tertentu. Gambar 4.3 mendemonstrasikan
ketergantungan EG terhadap faktor daya. Untuk faktor daya satu dan tertinggal
(lagging), EG lebih besar dari Vt. Untuk faktor daya mendahului (leading), terjadi
keadaan sebaliknya, yaitu, Vt lebih tinggi dari EG. Meskipun begitu perlu diingat bahwa
fasa EG mendahului Vt untuk semua faktor daya.
Reaksi Jangkar
Jika medan rotor dalam generator dieksitasi dan tidak ada arus yang mengalir dalam
belitan jangkar (keadaan tanpa-beban), lintasan fluks untuk mesin berkutub-dua
ditunjukkan pada Gambar 4.6. Apabila belitan jangkar membawa arus (keadaan
berbeban), maka jangkar tersebut akan membangkitkan medannya sendiri. Jika kedua
medan muncul secara bersamaan, seperti ketika dalam keadaan berbeban, mereka
akan saling bereaksi antara satu dengan lainnya sehingga akan membentuk pola fluks
resultan tunggal.
Ini sama seperti pengaruh reaksi jangkar pada mesin-mesin dc. Tegangan yang
dibangkitkan dalam generator sinkron juga dipengaruhi oleh reaksi jangkar, namun
sifat medan resultan dalam generator sinkron akan tergantung pada faktor daya beban
dan akan berkontribusi dalam pembentukan pola medan resultan.
Gambar 4.4 menunjukkan suatu bagian struktur medan yang berputar searah jarum
jam. Ketika pusat-pusat kutub yang bersebelahan berhadapan dengan sisi-sisi
kumparan seperti ditunjukkan pada Gambar 4.4a, tegangan yang diinduksikan dalam
kumparan adalah maksimum. Arah tegangan yang diinduksikan telah ditegaskan
dengan aturan tangan kanan. Jika arus dalam kumparan sefasa dengan tegangan yang
diinduksikan (yaitu, faktor daya satu), fluks dibangkitkan di sekitar kumparan seperti
yang ditunjukkan dengan tanda panah-tanda panah.
Arah fluks kumparan jangkar ini memperkuat fluks kutub utara dan melawan fluks
kutub selatan di daerah bentangan kumparan. Jumlah penambahan dan pengurangan
akan seimbang, kecuali jika tingkat saturasi ujung-ujung sepatu kutub berbeda. Hal ini
diakibatkan oleh sifat ketidaklinieran baja magnet dan hasil akhirnya adalah suatu
penurunan jumlah fluks yang memotong kumparan jangkar.
Untuk arus faktor daya nol tertinggal (yaitu, arus tertinggal tegangan induksi sebesar
90°), arus dalam kumparan jangkar akan mencapai maksimumnya ketika rotor
bergerak melintasi 90 derajat listrik seperti posisi yang ditunjukkan pada Gambar 4.4a.
Ini menunjukkan bahwa kutub selatan akan mengambil tempat di tengah-tengah tepat
pada sumbu kumparan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4b. Fluks kumparan
jangkar, pada keadaan ini, berhadapan langsung dengan fluks medan utama dan
mendemagnetisasi kutub-kutub tersebut.
Untuk arus faktor daya-nol mendahului, arus kumparan jangkar akan mencapai titik
maksimumnya pada sudut 90 derajat listrik mendahului posisi seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 4.4a. Dalam situasi ini kumparan jangkar akan berada pada posisi di
tengah tepat pada sumbu kutub utara, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.4c. Di sini,
seperti dapat kita lihat, fluks jangkar memperkuat fluks kutub utama dan
memagnetisasi kutub-kutub. Dalam situasi praktis, arus jangkar tidak pernah betul-
betul sefase, mendahului atau tertinggal persis 90° listrik, namun di daerah antara.
Pada umumnya, medan jangkar menimbulkan perubahan pada besar dan distribusi
medan kutub utama. Ini berarti fluks pada celah udara berubah, yang mengakibatkan
menurunnya atau meningkatnya tegangan yang dibangkitkan E G, begitu juga dengan
Vt. Sekarang dapat diperhatikan karakteristik generator yang diilustrasikan pada
Gambar 4.2. Secara keseluruhan, ada tiga faktor yang mempengaruhi tegangan yang
dibangkitkan:
jatuh tegangan resistansi jangkar,
jatuh tegangan induktansi jangkar, dan
efek reaksi jangkar.
Kita akan melihat bahwa reaksi jangkar menimbulkan pengaruh yang sama dengan
yang diperoleh dengan menambahkan reaktansi tambahan ke dalam rangkaian
jangkar. Reaktansi tambahan ini dapat juga diperlakukan sebagai jatuh tegangan
reaktif tambahan.
Huruf yang dicetak tebal menunjukkan besaran vektor, yang menyatakan bahwa
mereka mempunyai magnitude dan arah. Hal yang sama dikembangkan untuk
tegangan yang dibangkitkan. Pengaruh reaksi jangkar sebagai penyebab timbulnya VAR.
Tegangan ini ditambahkan dengan EG secara vektor untuk mendapatkan tegangan
terminal. Jadi:
Gambar 4.5 Diagram fasor untuk arus beban faktor daya nol: (a)
tertinggal; (b) mendahului
Seperti yang ditunjukkan, dua tegangan E G dan V AR mempunyai beda fasa 180°
listrik, sehingga penjumlahan vektor sama dengan mengurangi EG dengan V AR
untuk menjadi V t . Pada umumnya mereka tidak berbeda fasa 180° listrik.
Sekarang, menjadi suatu hal yang mudah untuk mengembangkan diskusi ini untuk arus
beban faktor daya-nol-mendahului (beban kapasitif murni, faktor daya = 0). Ini
menghasilkan diagram fasor seperti pada Gambar 4.5b. Dengan menerapkan
Pers. 4.8 terhadap medan menghasilkan medan celah udara yang lebih besar dari pada
medan kutub utama, karena medan reaksi jangkar memperkuat medan kutub utama.
Begitu juga, tegangan terminal yang dihasilkan, Vt lebih besar dari pada tegangan yang
dibangkitkan sebesar V AR. Pers. 4.9 menegaskan hal ini. Magnitude ΦAR dan V AR
tergantung pada arus beban, dan sudut beda fasa akan ditentukan oleh faktor
daya beban. Hal inilah yang akan dibahas pada bagian yang akan datang.
Suatu hal yang menarik sehubungan dengan Gambar 4.6 adalah sudut δ, yaitu sudut
antara EG dan Vt , yang disebut sudut daya atau sudut torsi mesin. Sudut ini akan
berubah dengan (berubahnya) beban dan merupakan ukuran daya celah udara yang
dibangkitkan di dalam mesin. Kita bisa memperhatikan bahwa pada Gambar 4.5
sudut dayanya adalah nol, karena beban induktif dan kapasitif murni tidak menyerap
daya (aktif).
Pembaca boleh mengingat kembali teori rangkaian bahwa diagram fasor pada
Gambar 4.7a dapat diterapkan untuk rangkaian ekivalen yang ditunjukkan
pada Gambar 4.7b. Gambar ini menyatakan bahwa generator sinkron per fasa
dapat dinyatakan dengan rangkaian R-L. Resistansi menyatakan resistansi
𝑃𝐿 = 𝑉𝑡 𝐼𝐴 𝑐𝑜𝑠 𝜃 𝑊 (4.12)
Biasanya kita menyatakan daya dalam bentuk besaran saluran, yaitu, arus saluran I L ,
dan tegangan saluran (antara terminal mesin) V L . Untuk mengubah Pers. 4.3
ke dalam bentuk besaran-besaran tersebut, kita harus tahu bagaimana belitan-belitan
generator dihubungkan. Untuk belitan jangkar dihubung-Y, seperti yang biasanya
dilakukan untuk membuat netral.
𝑉𝐿
𝐼𝐴 = 𝐼𝐿 𝑑𝑎𝑛 𝑉𝑡 = 3
𝑉𝐿
𝑃𝐿 = 3 𝐼 𝑐𝑜𝑠𝜃 = 3𝑉𝐿 𝐼𝐿 𝑐𝑜𝑠𝜃 (4.14)
3 𝐿
yang merupakan rumusan umum untuk daya fasa-tiga. Pers. 4.14 menyatakan
daya yang diterima atau diserahkan dalam sistem fasa-tiga dan tidak tergantung
pada hubungan belitan jangkar atau beban.
𝑰𝑨 = 𝐼𝐴 < −𝜃 (4.15)
dan
𝒁𝑺 = 𝑅𝐴 + 𝑗𝑋𝑆 = 𝑍𝑆 < 𝛽 (4.16)
Jadi untuk beban induktif, yang dinyatakan dengan faktor daya tertinggal, dengan
mensubstitusikan Pers. 4.15 ke dalam Pers. 4.11, kita dapatkan:
Sepertiyang kita ketahui, diagram fasor merupakan alat yang sangat penting untuk
memecahkan permasalahan-permasalahan mesin. Diagram tersebut memberi
bantuan visual tentang bagaimana parameter-parameter yang berbeda saling
berhubungan antara satu dan lainnya. Pengaruh dari besaran tertentu terhadap
lainnya dapat dilihat dengan jelas.
Untuk melengkapi diskusi, anggap suatu beban kapasitor dipasang pada generator.
Beban ini menyebabkan arus jangkar mendahului tegangan terminal (lihat
Gambar 4.8). Dengan mengambil tegangan terminal sebagai referensi. maka:
Jika beban adalah resistif murni, faktor daya adalah satu, dan θ=0, maka rumusan
menjadi:
𝑬𝐺 = 𝑉𝑡 < 0 + 𝐼𝐴 𝑍𝑆 < 𝛽 (4.19)
Contoh 4.3:
Generator sinkron fasa-tiga, 250 kVA, 660 V, 60 Hz, dihubung-Y seperti ditunjukkan
pada Gambar 4.9. Resistansi jangkar adalah 0,10 ohm/fasa dan reaktansi sinkron
1,40 ohm/fasa. Tentukan regulasi tegangan untuk suatu beban yang mempunyai
faktor daya 0,866 tertinggal.
Jawaban:
Dalam hal ini, semua perhitungan dibuat secara per fasa. Pada beban nominal, arus
fasa jangkar adalah:
Gambar 4.9 (a) Diagram rangkaian ekivalen untuk Contoh 4.3 dan (b)
diagram fasornya, semua besaran adalah per fasa
Guna menentukan regulasi tegangan pada suatu mesin yang berkapasitas tinggi
melalui percobaan tidaklah dimungkinkan. Percobaan ini memerlukan beban penuh
yang sebenarnya ketika mempertahankan tegangan terminal, frekuensi, dan faktor
daya beban yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam prakteknya, regulasi dihitung
berdasarkan data yang diperoleh dari sejumlah pengujian sederhana hingga diperoleh
parameter-parameter rangkaian ekivalen. Parameter-parameter yang ditentukan
adalah: (1) reaktansi sinkron XS dan (2) resistansi jangkar RA, keduanya adalah per fasa.
Ada beberapa metode guna menentukan reaktansi sinkron, hanya satu yang akan
dibahas, yaitu yang dikenal dengan metode impedansi sinkron. Guna memperoleh
data yang dibutuhkan diperlukan tiga pengujian sederhana:
Tes rangkaian terbuka (tanpa beban).
Tes hubung singkat.
Tes resistansi jangkar.
Uji Hubung-Singkat
Berdasarkan Gambar 4.10b, terminal-terminal generator dihubung-singkat dengan
sebuah ampermeter pada salah satu salurannya. Arus medan diturunkan ke nol dan
generator dioperasikan pada kecepatan nominal. Arus medan kemudian dinaikkan
secara bertahap sampai diperoleh arus jangkar maksimum yang aman (nominal),
mungkin 10-20% dari arus nominal tapi dalam waktu yang singkat.
Selama pengujian ini berlangsung, harga If dan arus hubung-singkat Isc dicatat.
Penggambaran Isc sebagai fungsi If memberikan karakteristik hubung-singkat yang juga
diilustrasikan pada Gambar 4.11.
Sekarang, dengan mengacu pada Gambar 4.10b, kita melihat bahwa dengan terminal-
terminal beban dihubung-singkat, tegangan yang dibangkitkan sama dengan jatuh
tegangan impedansi sinkron. Dengan mempertahankan arus medan konstan
(tetap) dan membuka hubung-singkat, maka tegangan rangkaian-terbuka akan sama
dengan EGOC. Jadi dengan If diketahui, karakteristik rangkaian-terbuka seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.11 dapat digunakan untuk mendapatkan EGOC.
Dengan jalan yang sama, pada harga arus medan ini arus hubung singkat yang
dihasilkan dapat dicari. Impedansi sinkron merupakan perbandingan dua besaran
ini, yaitu:
𝐸𝐺𝑂𝐶
𝑍𝑆 = Ω; 𝐼𝑓 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 (4.20)
𝐼𝑆𝐶
Jadi jelas sekali bahwa harga impedansi tergantung pada harga If yang dipilih. Oleh
karena itu, kita akan memilih harga If yang menghasilkan arus jangkar nominal, yang
mengakibatkan impedansi sinkron:
𝐸𝐺𝑂𝐶
𝑍𝑆 = (4.21)
𝐼𝐴𝑆𝐶
di mana IASC adalah arus jangkar nominal dari karakteristik hubung singkat, pada arus
medan If yang sama membangkitkan tegangan terminal rangkaian terbuka mesin pada
karakteristik rangkaian terbuka.
Pengukuran Resistansi
Dengan diketahuinya impedansi sinkron dan jika resistansi jangkar diketahui, maka
reaktansi sinkron XS dapat dihitung. Resistansi dapat ditentukan berdasarkan pegujian
yang mudah sama seperti yang dilakukan pada motor induksi. Untuk itu anggap bahwa
generator dihubung-Y. Anggapan ini tidak mempengaruhi hasil akhir karena akan
diperoleh regulasi tegangan yang sama jika dianggap terhubung ∆. Dengan rangkaian
medan terbuka, resistansi dc diukur antara dua ujung terminal. Karena dalam
pengujian ini dua fasa diseri, maka resistansi jangkar per fasa adalah setengah dari
yang terukur. Dalam praktek, harga resistansi ini dikalikan dengan suatu faktor guna
memperoleh resistansi ac efektif, RAeff.
Faktor ini tergantung pada ukuran dan bentuk slot, ukuran konduktor jangkar, dan
terutama konstruksi belitan. Dalam mesin-mesin praktis, faktor ini mempunyai harga
antara 1,2 - 1,5 tergantung pada ukuran mesin. Suatu harga tipikal untuk digunakan
dalam perhitungan ini adalah 1,25.
Dengan demikian:
𝑋𝑆 = 𝑍𝑆2 − 𝑅𝐴𝑒𝑓𝑓
2
(4.28)
Contoh 4.4:
Generator sinkron fasa-tiga, 500 kVA, 2300 V ditunjukkan pada Gambar 4.12 telah diuji
berdasarkan prosedur pengujian seperti yang telah disebutkan di atas guna
menentukan regulasi tegangan pada beban penuh, faktor daya 0,866 tertinggal. Data
yang diperoleh adalah:
Uji resistansi dc : VL = 8 V, IL = 10 A.
Uji rangkaian terbuka : If = 25 A, VL =1408 V
Uji hubung-singkat : If =25 A,ISC =126A = arus beban nominal.
Anggap bahwa genarator terhubung-Y
Jawaban:
𝑉𝐿 1408
𝑉𝑂𝐶 = = = 812,9 𝑉/𝑓𝑎𝑠𝑎
3 3
𝑉𝑂𝐶 812,9
𝑍𝑆 = = = 6,45 Ω
𝐼𝐴𝑆𝐶 126
8
𝑅𝐴𝑒𝑓𝑓 = 1,25 𝑥 = 0,50 Ω
2 𝑥 10
Di sini digunakan faktor koreksi 1,25 untuk mengubah dari resistansi dc menjadi
resistansi ac efektif. Karena dalam pengukuran resistansi, 2 fasa secara seri, maka
harga terukur harus dibagi dengan 2. Dengan diketemukannya resistansi, reaktansi
sinkron generator juga dapat dihitung:
𝑋𝑆 = 𝑍𝑆2 − 𝑅𝐴𝑒𝑓𝑓
2
= 6,452 − 0,52 = 6,43 Ω
𝑉𝐿
𝑉𝑡 = = 1328 𝑉
3
1909 − 1328
𝑅𝑉 = 𝑥 100% = 4,8 %
1328
𝑃𝑑 = 𝜔 𝑇 𝑊 (4.23)
Walaupun begitu, mempunyai persamaan yang menyatakan daya ini dalam bentuk
parameter-parameter mesin seperti tegangan dan sudut fasa akan sangat menolong
dalam memahami kinerja mesin. Untuk melakukan ini, marilah kita perhatikan Gambar
4.13. Gambar ini memperlihatkan mesin sinkron yang digambarkan dengan reaktansi
XS dan diagram fasornya. EG adalah tegangan yang dibangkitkan generator dan Vt
adalah tegangan terminal, keduanya dalam per fasa. Untuk analisis ini kita akan
abaikan resistansi jangkar. Hal ini dapat diterima, karena pengaruh resistansi jangkar
sangatlah kecil pada generator-generator pembangkit. Kita dapat menuliskan
persamaan untuk daya yang dibangkitkan melalui salah satu dari dua cara:
atau
𝑃𝑑 = 3𝐸𝐺 𝐼𝐴 𝑐𝑜𝑠𝜑 𝑊 (4.25)
di mana:
φ=(δ+θ)°
Pers. 4.25 mengikuti Persamaan 4.13b, yaitu, bahwa proyeksi EG pada fasor IA adalah
sama dengan proyeksi Vt pada IA. Dengan jalan yang sama, kita dapat melihat bahwa
besaran ab pada Gambar 4.13b dapat juga dinyatakan dalam dua cara, yaitu:
Gambar 4.13 Generator sinkron: (a) diagram rangkaian; (b) diagram fasor
(resistansi jangkar diabaikan)
𝐸
𝐼𝐴 𝑐𝑜𝑠 𝜃 = 𝑋𝐺 𝑠𝑖𝑛𝛿 (4.27)
𝑆
Jika kita mensubstitusikan hasil pada Pers. 4.27 ke dalam Pers. 4.24, maka diperoleh:
𝑉𝑡 𝐸𝐺
𝑃𝑑 = 3 𝑠𝑖𝑛𝛿 (4.28)
𝑋𝑆
Persamaan 4.28 hanya berlaku jika RA diabaikan. Faktor 3 menunjukkan 3 fasa. Karena
daya ini tergantung pada sudut daya atau sudut torsi δ. Jadi Persamaan 4.28
memberikan daya yang dibangkitkan pada generator sinkron di mana resistansi jangkar
diabaikan. Seperti yang ditunjukkan pada Persamaan 4.28, tidak dibangkitkan daya jika
sudut dayanya adalah nol. Lagi pula, persamaan tersebut menyatakan bahwa daya
yang dibangkitkan merupakan fungsi sinusoidal dari sudut daya. Daya maksimum akan
terjadi apabila sin δ = 1,0 atau δ = 90°. Gambar 4.14 menunjukkan secara grafis
perubahan Pd terhadap harga positif dan negatif δ. Sudut positif menunjukkan aksi
generator. Sudut negatif menunjukkan aksi motor.
Contoh 4.5:
Sebuah generator sinkron fasa-tiga memberikan daya ke sistem distribusi listrik
pada tegangan 13,8 kV. Reaktansi generator adalah 8 ohm/fasa. Resistansinya dapat
diabaikan. Besar GGL yang dibangkitkan adalah 20 % lebih tinggi dari tegangan
terminal mesin. Ketika mesin tersebut memberikan daya 12 MW ke sistem
distribusi tersebut, tentukan sudut daya δ di mana mesin bekerja.
Jawaban:
Tegangan terminal, Vt = 13800/√3 = 7967 V/fasa.
Karena GGL yang dibangkitkan adalah 20% lebih tinggi dari tegangan
terminal, maka:
Daya yang diberikan = 12/3 = 4 MW/fasa. Berdasarkan Pers. 4.28, kita peroleh:
7967 𝑥 9560
4= 𝑠𝑖𝑛𝛿
8
maka:
sin δ = 0,42 dan δ = 24,8°.
Rugi beban atau rugi-rugi lain akibat arus eddy dalam konduktor jangkar dan
meningkatnya rugi inti akibat distorsinya medan magnet. Meskipun ini bisa
dipisahkan melalui pengujian, dalam perhitungan efisiensi ini resistansi yang
diperhitungkan adalah resistansi jangkar efektif bukan resistansi dc-nya.
𝑘𝑉𝐴 𝑥𝐹𝐷
𝜂 = 𝑘𝑉𝐴𝑥𝐹𝐷 +𝑟𝑢𝑔𝑖 x100% (4.29)
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
di mana:
kVA x FD adalah daya aktif yang diberikan generator ke beban (dalam kW). Jadi
Persamaan 4.29 dapat dinyatakan sebagai:
𝑃𝑜𝑢𝑡 𝑃𝑜𝑢𝑡
𝜂= 𝑥100% = 𝑥 100%
𝑃𝑖𝑛 𝑃𝑜𝑢𝑡 + 𝑃𝑟𝑢𝑔𝑖 −𝑟𝑢𝑔𝑖
Daya input P in = P out + P rugi-rugi adalah daya yang dibutuhkan oleh penggerak
mula untuk memutar generator berbeban. Untuk menghitung daya beban Pou t ,
kita bisa juga menggunakan rumusan yang diberikan oleh Pers. 4.13 dan
4.14.
Perlu diketahui bahwa dalam menentukan efisiensi generator, daya yang dicatukan
ke rangkaian medan tidak selalu dimasukkan dalam perhitungan efisiensi. Seperti
yang kita tunjukkan sebelumnya, dalam mesin-msin besar, daya yang
dicatukan ke medan oleh sistem eksitasi adalah memang cukup besar.
Akan tetapi, bila kita bandingkan dengan daya yang diberikan oleh penggerak
mula, daya medan ini adalah kecil. Dalam kenyataannya daya ini kurang dari
satu persen.
Sekedar gambaran, generator sinkron 1000 MVA memerlukan daya untuk eksitasi
sebesar 6-7 MW atau sekitar 0,6- 0,7% dari daya penggerak mula.
Ini bukanlah tugas yang ringan. Menyadari bahwa tegangan yang
dibangkitkan adalah setinggi 24 kV, sumber medannya adalah 500 V, berarti
arusnya sangat besar. Sudah tentu, ini memerlukan pendinginan paksa pada
semua bagian mesin untuk mencegah agar panas yang ditimbulkan tidak
berlebih.
Keuntungan dengan pendinginan paksa, densitas arus yang diizinkan (arus per unit
luas) pada tembaga minimal bisa dua kali lipat. Ini membuat ukuran konduktor tidak
membesar yang membuat semakin kecilnya ukuran mesin. Karena itulah, rugi
Contoh 4.6:
Generator sinkron fasa-tiga, 2300 V, 2000 kVA mempunyai resistansi belitan jangkar
dc 0,032 Ω antar terminal. Medannya memerlukan arus 32 A dari sumber dc 250 V.
Rugi-rugi friksi dan angin adalah 12,8 kW, dan rugi inti termasuk rugi-rugi lain
sebesar 10,6 kW. Hitung efisiensi generator pada beban penuh dan faktor daya
0,80 tertinggal. Generator dihubung-Y. Resistansi jangkar efektif bisa diambil 1,25 kali
harga dc-nya.
Jawaban:
Arus jangkar generator:
Rugi-rugi:
Friksi dan angin = 12,8 kW
Inti dan lain-lain = 10,6 kW
Tembaga jangkar: PcuA = 3 x 5032 x 0,020 = 15,8 kW
Belitan medan: Pcuf = (250 x 32)/1000 = 8,0 kW
𝑃𝑜𝑢𝑡
𝜂=𝑃 𝑥 100%
𝑜𝑢 𝑡 +𝑃 𝑟𝑢𝑔𝑖 −𝑟𝑢𝑔𝑖
2000 𝑥 0,80
= 2000 𝑥0,80+46,58 = 97,17 %
Dapat dilihat bahwa efisiensi maksimum terjadi pada suatu beban di mana rugi-rugi
konstan sama dengan rugi-rugi variabel. Yang dimaksud dengan rugi-rugi konstan
meliputi rugi-rugi friksi, angin, inti, dan rugi tembaga medan. Rugi-rugi tembaga
jangkar adalah variabel karena rugi-rugi ini tergantung pada arus jangkar. Untuk
kebanyakan mesin listrik (dan tidak terkecuali generator sinkron), efisiensinya
bertambah baik, dari rendah sampai maksimum dengan bertambahnya beban. Titik di
mana dicapai efisiensi maksimum dapat ditentukan pada saat mesin dirancang.
Biasanya, efisiensi tertinggi tidak dipilih pada kondisi beban 100% tapi di bawahnya,
antara 80-90 % daya nominal.
Untuk menggambarkan segitiga Potier dibutuhkan dua data pengujian, yaitu pengujian
tanpa beban (open circuit saturation) dan kurva saturasi faktor daya nol tertinggal
pada putaran nominal dan konstan. Kurva tanpa beban merupakan kurva tegangan
terminal vs arus eksitasi dan kurva saturasi adalah kurva tegangan terminal vs arus
eksitasi pada arus nominal dan faktor daya nol induktif.
Perhatikan Gambar 4.15. Satuan yang digunakan adalah per unit (pu). Dari sini bisa
dihitung besaran-besaran penting.
a. Reaktansi Potier: XP
𝐼𝑎 𝑋𝑃 𝐷𝐸 𝐷𝐸
𝑋𝑃 = = =
𝑉𝐿 𝑉𝐿 𝑅𝐸
3
𝑅𝐷 = 𝑅𝐸 + 𝐷𝐸 𝑑𝑎𝑛 𝐷𝐸 = 3𝐼𝑎 𝑋𝑃
b. Tegangan pada reaktansi Potier adalah EP, yaitu tegangan tanpa beban ketika arus
eksitasi nominal (1,0 pu).
c. Eksitasi untuk mengatasi saturasi adalah IFS = MN
d. Eksitasi untuk garis celah udara (air gap line): IFG = GH
e. Eksitasi untuk arus beban penuh: pada saat Ia nominal adalah Et
f. Menghitung regulasi tegangan: % R = (Et-E)/E
Dari sini terlihat jelas betapa banyak informasi yang kita dapatkan dari segitiga ini.
Suatu jaringan terdiri atas dua ril (bus) atau lebih yang dihubung bersama oleh satu
saluran daya atau lebih yang impedansinya jika dibandingkan dengan kapasitas
jaringan pembangkitannya tidak dapat diabaikan. Lain halnya bila impedansinya sangat
rendah sehingga dapat diabaikan. Dengan tidak dapat diabaikannya impedansi jaringan
membuat analisis aliran arus dan jatuh tegangan menjadi kompleks. Dalam praktikum
yang akan dilakukan, perhatian kita tidak pada analisis aliran arus (daya) atau jatuh
tegangannya, namun lebih pada konsekwensi operasi paralel dari generator.
Dalam skema ini, bila salah satu generator mengalami perubahan arus aktif maupun
reaktif maka akan mempengaruhi tegangan dan frekuensi jaringan (Line 1). Demikian
pula bila terjadi perubahan daya pada beban.
Secara konsep, jaringan mempunyai kapasitas minimal 10 kali lebih besar dari
generator yang akan disambungkan. Dalam hal ini, tegangan dan frekuensi tidak
berubah walaupun terjadi perubahan arus aktif maupun reaktif pada titik interkoneksi
tersebut. Paralel generator dengan jaringan tak terbatas diilustrasikan pada Gambar
4.16.
Gambar 4.16 mengilustrasikan sebuah generator 100 kW pada jaringan industri (Bus A)
yang dayanya disuplai dari sebuah trafo 10 MVA dari jaringan yang dicatu generator
150 MVA (Bus B). Walaupun terjadi perubahan aliran daya pada generator 100 kW
tidak akan mempengaruhi pada sekunder trafo.
Kerja paralel dengan infinite grid, konsekwensi sepenuhnya ada pada pihak yang
lemah. Jaringan tidak akan terpengaruh oleh kerja pemaralelan yang tidak sempurna.
Sedangkan untuk kerja paralel dengan jaringan terisolasi (mini grid), konsekwensi
meliputi seluruh bagian yang terintegrasi dengan jala-jala tersebut.
Ditinjau dari proses sinkronisasi, tidak ada perbedaan secara prinsip antara kedua
sistem jaringan di atas, namun aspek operasinya sangatlah berbeda. Bagaimana
pengaturan daya aktif dan reaktif termasuk dampaknya terhadap jaringan, akan
berbeda. Bagaimana kerja parallel generator-generator dengan Droop Governors dan
dengan Isochronous Governors. Generator dengan droop governor, kecepatannya akan
menurun bila daya dinaikkan, sebaliknya yang dengan isochronous governor,
kecepatannya tidak berubah terhadap beban.
Oleh karena itu, untuk dapat mengendalikan pembangkitan dalam sistem interkoneksi,
baik pada sistem terisolasi maupun tak terbatas, perlu memahami konsep dan teknik
pemaralelan generator.
Jika tegangan terminal adalah V dan tegangan induksi yang dibangkitkan generator
adalah E maka ketika generator baru disinkron dengan jaringan PLN, tidak ada arus
yang mengalir karena tegangan pada reaktansi sinkron adalah nol. Meskipun
generator terhubung dengan sistem, namun tidak mengirim daya. Kondisi ini
disebut sebagai kondisi mengambang (floating) terhadap jaringan.
Jika arus eksitasi kemudian dinaikkan, tegangan E akan naik dan reaktansi sinkron
akan dialiri arus sebesar Ex/Xs = (E-V)/Xs. Arus bersirkulasi dalam rangkaian dan
karena rangkaian bersifat induktif murni maka arus akan tertinggal dari tegangan
Ex sebesar sudut 90 derajat. Begitu juga terhadap V. Dalam keadaan seperti ini
generator mencatu daya reaktif induktif ke jaringan. Semakin tinggi arus eksitasi
yang diberikan maka semakin tinggi pula daya reaktif yang dikirim ke sistem.
Jika arus eksitasi diturunkan dari kondisi mengambangnya, maka E akan lebih
rendah dari V, arus generator akan mengalir dan mendahului tegangan sistem
sehingga generator bersifat sebagai induktor yang menyerap daya induktif dari
sistem jaringan.
Pengiriman daya aktif
Kita kembali pada kondisi mengambang, dimana E dan V adalah sama dan sefase.
Apa yang terjadi jika kita buka katup masukan uap lebih lebar untuk menambah
uap ke turbin, maka akan menaikkan daya mekanik pada poros turbin. Karena
tegangan terminal dan frekuensi dijaga tetap oleh sistem maka E akan tetap namun
fasanya bergeser mendahului dari V. Pergeseran ini akan menimbulkan adanya
beda potensial Ex antara E dan V. Arus akan mengalir dan berbeda fasa dengan Ex
sebesar 90 derajat dan generator mengirim daya aktif ke sistem. Untuk lebih
jelasnya perhatikan gambar-gambar contoh.
Jadi, untuk mengirim daya reaktif cukup dilakukan dengan menambahkan arus
eksitasi dan untuk dapat mengirim daya aktif harus dilakukan melalui penambahan
daya mekanik pada poros generator.
Kurva V
Kurva V merupakan sebuah karakteristik generator sinkron yang menggambarkan
Arus beban sebagai fungsi eksitasi dengan parameter daya.
Gambar 4.19
Kurva V Generator Sinkron parallel dengan Jaringan Infinite
Sekali generator bekerja sinkron, maka kedua generator akan mempunyai satu
sistem kemagnetan yang sama, memaksanya bekerja pada kecepatan atau
frekuensi yang sama. Yang harus dilakukan kemudian adalah bagaimana
mengendalikan pembagian daya dari generator-generator dalam mencatu beban.
Dengan penggerak mula yang dilengkapi dengan droop governor, maka perlu
mengeset droop kedua generator pada nilai yang sama bila dikehendaki untuk
menanggung beban yang sama. Ini berarti kedua generator harus diset pada
kecepatan yang sama. Droop kedua generator harus diset pada persentase yang
sama. Dengan demikian, penggerak-penggerak mula akan membagi beban yang
sama.
SOAL-SOAL LATIHAN:
1. Generator sinkron fasa-tiga, 250 kVA, 660 V, 50 Hz, dihubung-Y.
Resistansi efektif jangkarnya adalah 0,2 ohm/fasa dan reaktansi sinkron 1,4
ohm/fasa. Pada beban penuh dan faktor daya satu, hitung regulasi
tegangannya.
2. Hitunglah regulasi tegangan generator pada Soal 1 pada beban penuh
dan:
faktor daya 0,866 tertinggal (lagging),
faktor daya 0,70 mendahului (leading).
DAFTAR PUSTAKA
1. Beaty, H. Wayne, Handbook of Electric Power Calculation, McGraw Hill, USA, 2001.
2. Marshal, Sanley V., etal., Electromagnet Concepts & Application, 2nd Ed., Prentice
Hall, 1987.
3. Mashar Ali, Pengaruh fluktuasi dan keseimbangan tegangan terhadap performa
dan umur motor induksi fasa tiga 5,5 kW, Polban, 2008.
4. Mashar, Ali, Pengaruh Perubahan Tegangan terhadap Performa dan Motor Induksi
Fasa Tiga, 5,5 kW, RASE-Polban, 2009
5. Mulyaseputra P.S., Sofian Yahya, Ali Mashar, Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik,
Diknas, Jakarta, 2008.
6. Pansini, Anthony J., Guide to Electric Power Generation, -3rd ed., The Fairmont
Press., USA, 2006.
7. Ryff, Peter F., Electric Machinery, Second Edition, Prentice Hall International, Inc,
New Jersey, 1994
8. Robertson, Christopher R, Fundamental Electrical and Electronic Principles, Third
Edition, Elseviere, Sydney, 2008
9. Wildi, Theodore , Electrical Power Technology, John Wiley and Sons, New York,
1981.
10. Tkotz Klaus, Fachkunde Elektrotechnik, Verlag Europa-Lehrmittel, 2006.
11. Zein, Hermagasantos, Penggunaan Mesin-mesin Listrik, CV Arimco - Bandung,
2007.