Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

ZEE ( zona ekonomi eksklusif )

Dosen Pengampu : Hafsah.,M.Pd

Nama Anggota Kelompok 4

1. Yudi Wijahya Putra


2. Agustina
3. Sahidah
4. Saliman
5. Juliana Sari
6. Marida Ullah

PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

TAHUN 2023/2024
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Pembelajaran

BAB II PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF


2.2 CAKUPAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
2.3 HAK DAN KEWAJIBAN NEGARA-NEGARA DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
2.4 FUNGSI ZEE BAGI NEGARA
2.5 UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA ZEE
2.6 MANFAAT ZEE UNTUK SUATU NEGARA
2.7 YANG DI PERBOLEHKAN DAN DILARANG DALAM ZEE SUATU NEGARA
2.8 DAMPAK EKONOMI DARI MEMILIKI ZEE YANG LUAS BAGI SEBUAH NEGARA
2.9 PERAN ZEE DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI LAUT.
2.10 HAK BERDAULAT DI ZONA EKONOMI EKSLUSIF.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat tuhan yang maha kuasa, karena atas berkat dan rahmatNya
kami bias menyelesaikan mkalah ini dengan tepat waktu dandalam tempo yang tidak terlalu
panjang.

Kedua kalinya sholawat dan slam senantiasa tercurah pada junjungan alam nabi besar
Muhammad saw, yang atas berkat karunia dan rahmatNya kita bias berada dalam zaman yang
begiitu maju pada era dan masa ini.

Selanjutnya dalam pembuatan makalah ini juga kami berterima kasih kepada seluruh
anggota kelompok yang sudah senantiasa membantu dan ikut serta meluangkan waktu dan
kesempatan dalam menyempurnakan materi yang ada didalam makalah ini, agar menjadi makalh
yang baku dan disukai para pembaca. Adapaun isi dalam makalah ini juga kami menuangkan
beberpa hal yang berkaitan dengan mata kuliah kami yakni “Wawasan Nusantara” yang mana
mata kuliah ini di ampu oleh Bunda kami Hafsah.,M.Pd, selaku dosen mata kuliah.

Harapan kami selaku penulis adalah supaya makalh ini bias menjadi sumber refrensi dan
acuan serta bacaan bagi teman teman sekalian yang penasaran dan ingin mengetahui bagian-
bagian dari yang dimaksud dengan wawasan nusantara sendiri. Kami juga selaku penulis
mengharpkan keritik dan saran yang dapatmembangun dari para pembaca agar kami bias lebih
baik lagi dalam menyusun makalah-makalah selanjutnya.

Mataram, 1 maret 2024

Kelompok IV
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keinginan negara-negara untuk mengendalikan sektor penangkapan ikan adalah pendorong


utama lahirnya ZEE. Sektor perikanan dunia berkembang pesat pada tahun 1950-an dan 1960-an.
Dari lima belas juta ton hasil tangkapan ikan pada tahun 1938, menjadi 86 juta ton pada tahun
1989. Perikanan tangkap bukan lagi sekedar usaha nelayan perorangan, tetapi sudah tumbuh
menjadi industri skala global, yang menggunakan armada perikanan besar, dilengkapi fasilitas
pemprosesan ikan di atas kapal, peralatan pelacak ikan, serta mampu berlayar selama berbulan-
bulan dan jauh dari tempat asalnya.

Armada kapal ikan besar yang berlayar jauh mencari ikan hingga ke perairan negara lain,
bertemu dan berkompetisi dengan aktivitas nelayan lokal. Kompetisi dan konflik perebutan
fishing ground tak terhindarkan. Antara tahun 1974 dan 1979 saja, terjadi sebanyak 20
perselisihan mengenai ikan kod, ikan teri, tuna dan jenis lainnya, yang melibatkan Inggris dan
Islandia, Maroko dan Spanyol, dan Amerika Serikat dan Peru.

Pada tahun 1945, Presiden Harry S Truman, mengumumkan perluasan yurisdiksi Amerika
Serikat atas semua sumber daya alam di landas kontinen negara tersebut. Pada Oktober 1946,
Argentina mengklaim laut di atas landas kontinentalnya. Chili dan Peru pada tahun 1947, dan
Ekuador pada tahun 1950, menegaskan hak berdaulat atas zona 200 mil, dengan tujuan
membatasi akses armada perikanan asing dan untuk mengendalikan menipisnya stok ikan di laut
lepas pantainya.

Setelah Perang Dunia Kedua, Mesir, Ethiopia, Arab Saudi, Libya, Venezuela, dan beberapa
negara Eropa Timur mengklaim laut teritorial sepanjang 12 mil, jauh melebihi batas sebelumnya
yang sepanjang 3 mil. Pada tahun 1959, negara kepulauan Indonesia menegaskan hak untuk
berkuasa atas laut yang diantara 13.000 pulau. Filipina juga melakukan hal yang sama. Pada
tahun 1970, Kanada menegaskan hak untuk mengatur navigasi di area yang membentang sejauh
100 mil dari pantainya untuk melindungi Kutub Utara dari polusi.
Pada akhir 1960-an, eksplorasi migas bergerak menjauhi daratan, semakin jauh dan semakin
dalam hingga batas dasar benua. Di Teluk Meksiko, produksi minyak lepas pantai pada tahun
1947 kurang dari satu juta ton. Tumbuh menjadi 400 juta ton pada tahun 1954. Teknologi
pengeboran minyak sudah mampu mencapai 4.000 meter di bawah permukaan laut. Minyak
lepas pantai adalah daya tarik Laut Utara. Inggris, Denmark, dan Jerman bersaing
memperebutkan landas kontinen yang kaya minyak.

Perundingan UNCLOS 1982 dimulai tak lama setelah perang Arab-Israel Oktober 1973.
Terjadinya embargo yang diikuti oleh meroketnya harga minyak dunia telah meningkatkan
kekhawatiran atas kontrol cadangan minyak di lepas pantai. Pada saat itu, sebagian besar minyak
berasal dari pengeboran lepas pantai: 376 juta dari 483 juta ton diproduksi di Timur Tengah
(1973); 431 juta barel per hari di Nigeria, 141 juta barel di Malaysia, 246 juta barel di Indonesia.
Dan seluruh produksi minyak tersebut hanya berasal dari eksplorasi terhadap 2 persen luas
landas kontinen. Artinya, potensi cadangan migas di ZEE masih sangat besar. Laut menjadi
penuh dengan klaim, counter klaim, dan sengketa kedaulatan.

Perundingan UNCLOS 1982 dimulai dengan harapan terciptanya tatanan dunia yang lebih
stabil, mendorong pemanfaatan yang lebih besar dan pengelolaan sumber daya laut yang lebih
baik, menghadirkan keharmonisan dan itikad baik penyelesaian konflik di antara negara-negara
yang saling bertentangan klaim. Dimulai pada tahun 1973, UNCLOS III berikut ZEE disepakati
pada 10 Desember 1982. Kemudian populer disebut UNCLOS 1982. Diberlakukan pada tahun
1994, setahun setelah Guyana menjadi negara ke 60 meratifikasinya. [RED]
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah kapal asing boleh melintas di ZEE?


2. Hak berdaulat apa yang berlaku di ZEE Indonesia?
3. Apa saja yang boleh dilakukan suatu negara pada batas ZEE?
4. Apa yang tidak boleh dilakukan negara asing di wilayah ZEE adalah?
5. Berapa batas zona ekonomi eksklusif?
6. Bagaimana menentukan ZEE suatu negara?
7. Apa pengaruh ZEE terhadap negara Indonesia?

1.3 Tujuan Pembelajaran

Agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana dan apa itu ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif ) di
wilayah Indonesia sendiri, serta bagaimana harusnyaa warga negara asing saat melintasi wilayah
zona ZEE itu sendiri. Dari sini juga mahasisswa dapat mendapatkan bahan bacaan utuh yang
akan menjadi bahan acuan untuk belajar serta bahan refrensi dalam membuat suatu tugas dana
atau jurnal ilmiah lainnya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF


Zona Ekonomi Eksklusif atau ZEE merupakan suatu batas wilayah yang ditetapkan sepanjang
200 mil dari pangkalan laut. Pada wilayah ZEE tersebut, negara memiliki hak atas kekayaan alam
yang ada di sekitarnya, negara juga berhak untuk memanfaatkan sekaligus memberlakukan kebijakan
hukum di wilayah tersebut dan memiliki kebebasan dalam menavigasi dan terbang di atas wilayah
ZEE.Beberapa wilayah yang tidak memiliki nilai kemerdekaan atau tidak bebas secara mandiri atau
tidak memiliki bentuk pemerintahan sendiri dan statusnya telah dikenal oleh PBB, maka akan ZEE
tidak dapat diberlakukan.Pada resolusi II, dinyatakan bahwa ada beberapa ketentuan hak dan
kewajiban yang dilihat berdasarkan konvensi dan harus diimplementasikan demi kepentingan dan
kemaslahatan masyarakat yang tinggal di area tersebut dengan tujuan untuk mempromosikan
perkembangan masyarakat sekaligus nilai keamanan.ZEE memiliki beberapa fungsi, yaitu seluruh
kekayaan alam yang berada dalam zona tersebut adalah milik negara pantai, sehingga nnegar tersebut
dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di wilayah tersebut.

Indonesia memiliki luas wilayah sebesar 5.455.675 km dan 3.544.744 km di antaranya


atau 2/3 wilayahnya adalah lautan. Karena mempunyai wilayah yang luas, Indonesia
berbatasan dengan banyak negara, walaupun mayoritas negaranya adalah negara anggota
ASEAN Menurut bentuknya Indonesia mempunyai 3 batas teritorial, di mana dalam batas
teritorial ini, Indonesia dan seluruh warganya bebas melakukan kegiatan selama tidak
melanggar hukum yang berlaku. Sedangkan untuk negara asing, mereka perlu membuat
laporan kepada dinas terkait jika ingin melewati, berkegiatan, dan memasuki wilayah
teritorial Indonesia. Wilayah teritorial Indonesia dibagi menjadi 3, yaitu: Batas Laut Batas
Darat Batas Udara. Batas Laut Dalam menentukan perbatasan laut biasanya memakai metode
penarikan garis dari bagian pantai yang paling rendah ketika surut hingga beberapa mil ke
depan. Dalam batas laut ini ada beberapa zona, diantaranya adalah:
Batas Laut Teritorial Adalah batas laut yang ditarik dari sebuah garis dasar dengan jarak
12 mil (19,3 km) ke luar ke arah laut lepas. Garis dasar yang dimaksud adalah garis yang
ditarik pada pantai waktu air laut surut. Laut yang terletak di sebelah dalam garis dasar
merupakan laut pedalaman. Di dalam batas laut teritorial ini, Indonesia mempunyai hak
kedaulatan sepenuhnya. Negara lain dapat berlayar di wilayah ini atas izin pemerintah
Indonesia. Luas laut teritorial Indonesia adalah 282.583 km²
Batas Landasan Kontinen Merupakan dasar laut yang jika dilihat dari segi geologi
maupun geomorfologinya. merupakan kelanjutan dari kontinen atau benua. Landas kontinen
memiliki kedalaman kurang dari 200 m. Oleh karena itu, wilayah laut dangkal dengan
kedalaman 200 m merupakan bagian dari wilayah negara yang berada di kawasan laut
tersebut. Batas landas
kontinen diukur mulai dari garis dasar pantai ke arah luar dengan jarak paling jauh adalah
200 mil. Luas landas kontinen Indonesia adalah 2.749.001 km². Zona Ekonomi Ekslusif Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah wilayah laut sejauh 200 mil dari pulau terluar saat air surut.
Luas ZEE Indonesia adalah 2.936.345 km. ZEE diumumkan pemerintah Indonesia pada
tanggal 21 Maret 1980. Mengenai kegiatan-kegiatan di ZEE Indonesia diatur dalam Undang-
Undang No. 5 tahun 1983 pasal 5 tentang ZEE.
Berlakunya konsep Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) merupakan pranata hukum laut
internasional yang masih baru. Di dalam Konferensi Hukum Laut yang diprakarasai oleh
PBB yang diselenggarakan mulai Tahun 1973 sampai dengan 1982 Zona Eksklusif ini
dibahas secara mendalam dan intensif sebagai salah satu agenda acara konferensi dan
disepakati serta dituangkan di dalam Bab V Pasal 55-75 Konvensi Hukum Laut Internasional
1982 (Irman dan Nugraha, 2014). Ketentuan hukum internasional dan Konvensi Hukum Laut
PBB tahun 1982 (Law of the Sea Convention/LOSC) membagi wilayah negara dalam dua
bagian yaitu laut/perairan wilayah suatu Negara dan laut yang bukan wilayah suatu negara.
Zona ekonomi eksklusif bagi negara berkembang seperti Indonesia adalah vital karena di
dalamnya terdapat kekayaan sumber daya alam hayati dan nonhayati, sehingga mempuyai
peranan sangat penting bagi pembangunan ekonomi bangsa dan Negara. Zona ekonomi
eksklusif adalah daerah di luar dan berdamping dengan laut territorial yang tunduk pada
rejim hukum khusus di mana terdapat hak-hak dan jurisdiksi Negara pantai, hak dan
kebebasan Negara lain yang diatur oleh Konvensi sedangkan dalam undang- undang No 5
Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif disebutkan bahwa Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana
ditetapkan berdasarkan undang undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang
meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus)
mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. Indonesia merupakan negara pantai
mempunyai hak-hak, jurisdiksi, dan kewajiban di zona ekonomi eksklusif karena sudah
terikat oleh Konvensi Hukum Laut 1985 dengan UU No. 17/1985.

2.2 CAKUPAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF


Zona ekonomi ekslusif adalah pengaturan baru yang ditetapkan oleh konvensi hukum
laut 1982. Sebelum perang dunia ke II dikenal beberapa perjanjian internasional yang
mengatur batas-batas perairan antara negara seperti perjanjian perbatasan Norwegia- swedia
tahun 1909 dan perjanjian perbatasan Inggris-Venezuela 1942 tentang perbatasan. di teluk
paria antara Trinidad dan Amerika Selatan. Kemudian proklamasi Presiden Truman tanggal
28 September 1945 membuka lembaran baru bagi negara-negara untuk melakukan klaim atas
laut territorial, landas kontinen, zona keamanan dan zona perikanan. Diantara negara-negara
tersebut tercatat negara-negara Latin Amerika yang mengadakan klaim 200 mil laut
territorial, yaitu negara-negara Peru, Equador, Chili, Panama dan Brazil. Negara-negara lain
ingin mengadakan zona ekonomi eksklusif atau zona sumber-sumber kekayaan alam seluas
200 mil, dimana pada zona tersebut negara-negara pantai mempunyai hak kedaulatan atas
sumber-sumber yang dapat diperbaharui dari dasar laut dan perairan di atasnya. Kelompok
negara-negara ini ialah Colombia, Mexico, Venezuela dan negara-negara Karibi lainya. Zona
ekonomi ini disebut juga sebagai Patrimonial sea kelompok negara-negara ini mengadakan
konperensi tentang masalah lautan di santo Domingo tahun 1972 dimana mereka
mengkoordinir kebijaksanaan tentang zona sumber-sumber kekayaan alam dan menghasilkan
Deklarasi Santo Domingo, yang kemudian diserahkan kepada Komite Dasar Laut PBB
(United Nations Seabed Committee). Di samping itu terdapat pula negara-negara yang
menginginkan tepian kontinennya memanjang diluar 200 mil. Dalam kelompok ini termasuk
India, Norwegia, Argentina, Australia, Canada, Brazil dan New Zealand. Disini terlihat
keinginan negara- negara pantai untuk secara unilateral mengadakan berbagai macam klaim
melalui perundang-undangan nasional atas laut teritorial dan zona maritim lainnya semakin
bertambah banyak. Sebelum tahun 1970 sebanyak 34 negara-negara pantai mengadakan
klaim 3 mil laut teritorial dan 47 lainnya melakukan klaim seluas 12 mil. Menjelang Juni
1974 sebanyak 54 negara mengadakan klaim 12 mil, dan 9 negara melakukan klaim atas 200
mil laut teritorial. Hal-hal tersebut diatas menunjukkan bahwa perubahan-perubahan di
bidang politik, ekonomi, dan teknologi dari negara-negara pantai dan maritim perwujudannya
tidak mungkin lagi ditampung oleh landasan Konvensi-konvensi Jenewa 1958.
Perkembangan zona ekonomi eksklusif (exclusive economic zone) mencerminkan kebiasaan
internasional (international customs) yang diterima menjadi hukum kebiasaan internasional
(customary international law) karena sudah terpenuhi dua syarat penting, yaitu praktik
negara-negara (state practice) dan opinio juris sive necessitatis. Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1983 Tentang ZEEI Indonesia yang memiliki lautan begitu luas terutama dengan
wawasan nusantara telah bertindak dengan sangat berhati-hati. Kita memaklumi bahwa
dengan prinsip ZEE maka berarti negara-negara dimaksud mempunyai dasar melaksanakan
hak-hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi dibagian atau zona tertentu
lautan tersebut. Dengan luasnya perairan pedalaman (yang tadinya merupakan laut bebas
yang memecah kesatuan wilayah negara), yang kita miliki dengan dasar hukum wawasan
nusantara itu, tampaknya sudah luas pola lokasi lautan yang akan kita garap. Masalah Zona
Ekonomi Eksklusif sangat penting artinya karena dengan diundangkannya Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1983 telah memberikan kekuatan hukum tentang persoalan-persoalan yang
menyangkut Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah
jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan
berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar
laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut
diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. (Pasal 2) Apabila Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif Negara-negara yang pantainya
saling berhadapan atau berdampingan dengan Indonesia. Pasal 3 ayat (1) Selama persetujuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum ada dan tidak terdapat keadaan-keadaan khusus
yang perlu dipertimbangkan, maka batas zona ekonomi eksklusif antara Indonesia dan negara
tersebut adalah garis tengah atau garis sama jarak antara garis-garis pangkal laut wilayah
Indonesia atau titik-titik terluar Indonesia dan garis-garis pangkal laut wilayah atau titik-titik
terluar negara tersebut, kecuali jika dengan negara tersebut telah dicapai persetujuan tentang
pengaturan sementara yang berkaitan dengan batas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
tersebut. Khusus tentang batas maritim terkait dengan ZEE dan landas kontinen banyak
negara mengisyaratkan bahwa penyelesaian batas ZEE dan landas kontinen adalah sama.
Akan tetapi untuk negara yang telah menyelesaikan batas landas kontinen sebelum ada
LOSC dan masih didasarkan pada Konvensi Jenewa 1958, maka ketika akan menyelesaikan
batas ZEE ada kemungkinan antara garis batas ZEE dan landas kontinen berbeda (tidak
berimpit). Kondisi ini tentu saja dapat dimaklumi disebabkan rezim landas kontinen yang
digunakan dalam Konvensi Jenewa 1958 berbeda dengan rezim landas kontinen yang diatur
dalam LOSC. Oleh karena itu dalam kasus Indonesia akan ditemukan beberapa garis batas
ZEE dan landas kontinen yang tidak berimpit, sebagai contohnya batas maritim antara
Indonesia dengan Australia. Pada perjanjian batas maritim tersebut. terdapat 2 (dua) garis
batas maritim yang tidak berimpit yaitu garis batas landas kontinen dengan Australia yang
telah ditetapkan pada tahun 1971 dengan batas maritim tertentu antara Indonesia dengan
Australia yang disepakati pada tahun 1997. Pada batas maritim tersebut terdapat wilayah
dimana landas kontinennya berada dalam jurisdiksi Australia, akan tetapi ZEE berada dalam
yurisdiksi Indonesia (Buntoro, 2013).
2.3 HAK DAN KEWAJIBAN NEGARA-NEGARA DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
Hak dan kewajiban negara lain di zona ekonomi eksklusif diatur oleh Pasal 58 Konvensi
Hukum Laut 1982, yaitu sebagai berikut:

1. Di zona ekonomi eksklusif, semua negara, baik negara berpantai atau tak berpantai,
menikmati, dengan tunduk pada ketentuan yang relevan konvensi ini, kebebasan- kebebasan
pelayaran dan penerbangan, serta kebebasan meletakkan kebel dan pipa bawah laut yang
disebutkan dalam pasal 87 dan penggunaan laut yang berkaitan dengan pengoperasian kapal,
pesawat udara, dan kebel serta pipa di bawah laut, dan sejalan dengan ketentuan-ketentuan
lain konvensi ini.

2. Pasal 88 sampai pasal 115 dan ketentuan hukum internasional lain yang berlaku diterapkan
bagi zona ekonomi eksklusif sepanjang tidak bertentangan dengan bab ini.

3. Dalam melaksanakan hak-hak memenuhi kewajiban berdasarkan konvensi ini dizona


ekonomi eksklusif, negara-negara harus memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak dan
kewajiban negara pantai dan harus mentaati peraturan perundang-undangan yang ditetapkan
oleh negara pantai sesuai dengan ketentuan konvensi ini dan peraturan hukum internasional
sepanjang ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan bab ini.
Hak-hak, jurisdiksi, dan kewajiban Indonesia pada Konvensi tersebut sudah ditentukan oleh
Pasal 56 yang berbunyi sebagai berikut:

1. Dalam zona ekonomi eksklusif, negara pantai mempunyai


a) Hak-hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan
sumber kekayayaan alam, baik hayati maupun non hayati, dari perairan di atas dasar
laut dan dari dasar laut dan tanah di bawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain
untuk keperluan eksplorasi ekonomi eksklusif zona tersebut, seperti produksi energy
dari air, arus dan angin
b) Yurisdiksi sebagaimana ditentukan dalam ketentuan yang relevan konvensi ini berkenaan
dengan:

 Pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi dan bangunan

 Riset ilmiah kelautan

 Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut

 Hak dan kewajiban lain sebagaimana ditentukan dalam konvensi ini

2. Didalam melaksanakan hak-hak dan memenuhi kewajiban berdasarkan konvensi ini dalam
zona ekonomi eksklusif, negara pantai harus memperhatikan sebagaimana mestinya hak-
hak dan kewajiban negara lain dan harus bertindak dengan suatu cara sesuai dengan
ketentuan konvensi ini.

3. Hak-hak yang tercantum dalam pasal ini berkenaan dengan dasar laut dan tanah
dibawahnya harus di laksanakan sesuai dengan ketentuan bab VI.

Di zona ekonomi eksklusif setiap Negara pantai seperti Indonesia ini


mempunyai hak berdaulat untuk tujuan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan
mengelola sumber daya.
2.4. FUNGSI ZEE BAGI NEGARA

Berdasarkan penjelasan tentang Zona Ekonomi Eksklusif di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
ZEE memiliki beberapa fungsi dan manfaat, sehingga masih diberlakukan hingga sekarang oleh beberapa
negara. Berikut adalah beberapa fungsi dan manfaat dari Zona Ekonomi Eksklusif.

1. Dengan diberlakukannya Zona Ekonomi Eksklusif, maka seluruh kekayaan alam yang ada dalam
zona laut tersebut adalah milik negara pantai yang mengklaim. Di dalamnya ada beberapa
peraturan serta seluruh bentuk kebijakan hukum yang membahas mengenai kebebasan dalam
bernavigasi serta terbang di atas di atas wilayah tersebut dan melaksanakan aktivitas penanaman
kabel maupun pipa yang ada di bawah laut.
2. Keberadaan Zona Ekonomi Eksklusif memberikan hak negara atas pembuatan serta penggunaan
dari pulau buatan, bangunan yang ada di dalamnya serta instalasi.
3. ZEE memperbolehkan negara untuk melakukan berbagai macam riset kelautan, melindungi
kelautan sekaligus melestarikan lingkungan laut yang sesuai dengan batasan yang telah
ditetapkan sesuai dengan Zona Ekonomi Eksklusif.
4. Seluruh anggota masyarakat yang berada dalam kawasan Zona Ekonomi Eksklusif tersebut
diberikan izin untuk melakukan kegiatan mata pencaharian serta memenuhi seluruh kebutuhan
potensi dari biota laut yang ada di dalamnya. Akan tetapi tetap harus tunduk pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku di dalam negara tersebut.
5. Zona Ekonomi Eksklusif memiliki fungsi sebagai media untuk mempertahankan keamanan
wilayah laut dari sektor pertahanan serta militer. Untuk Indonesia, tentunya Zona Ekonomi
Eksklusif memberikan fungsi khusus pada poin kelima, sebab Indonesia adalah negara kepulauan
yang besar dan memiliki kawasan perairan laut yang luas pula.
6. ZEE berfungsi sebagai batasan agar negara asing atau negara tetangga tidak memanfaatkan
maupun mengambil sumber daya alam di wilayah tersebut.
7. Negara pantai, biasanya akan memiliki 90 persen dari seluruh ikan yang dapat dijual, 84 persen
dari cadangan minyak dunia serta 1 persen dari cadangan pangan.

Dengan diterapkannya ZEE, maka negara dapat meningkatkan pemasukan, terutama apabila wilayah
tersebut dapat mengelola wilayahnya dengan baik. Contohnya dengan menjadikan wilayah pantai tersebut
sebagai destinasi wisata yang akan memberikan pemasukan devisa bagi negara.Zona Ekonomi Eksklusif
dapat memberikan tambahan luas wilayah laut yang dimiliki oleh suatu negara.Zona Ekonomi Eksklusif
membantu negara dalam merawat sekaligus mempertegas batas-batas wilayah dari suatu negara.

2.5 UPAYA PENYELESAIAN SANGKETA ZEE

Republik Rakyat Tiongkok mengklaim secara historis wilayah laut Natuna utara menjadi wilayahnya. Tak
heran jika sering sekali kapal Republik Rakyat Tiongkok melakukan kegiatan ilegal di wilayah tersebut,
padahal berdasarkan UNCLOS 1982 laut Natuna utara merupakan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia, persoalan tersebut menimbulkan sengketa yang tidak kunjung usai. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui upaya penyelesaian sengketa dan kebijakan yang dilakukan Pemerintah Indonesia atas klaim
dari Republik Rakyat Tiongkok. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini
adalah metode yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif merupakan penelitian hukum dengan melihat
hukum yang tertulis dalam perundang-undangan dan Penulis juga menggunakan teori dari ahli Hukum
Internasional untuk menganalisa rumusan masalah dalam skripsi ini. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah, upaya penyelesaian sengketa laut Natuna utara berdasarkan UNCLOS 1982 adalah dengan cara
win win solution (Negosiasi, Pencarian Fakta, Mediasi, Konsiliasi) jika win win solution solution tidak
tercapai maka dengan win lose solution (Arbitrase Internasional dan Pengadilan Internasional). Kebijakan
yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia adalah mengeluarkan UU No. 45 Tahun 2009 Tentang
Perikanan hingga melayangkan nota protes kepada Republik Rakyat Tiongkok pada tahun 2020. Salah
satu solusi dari ahli Hukum Internasional adalah memperbanyak nelayan dan petugas keamanan untuk
eksploitasi dan penjagaan wilayah laut Natuna utara. Adapun kendala dihadapi Indonesia adalah jika
reaksi Indonesia tidak tepat maka bisa merenggangkan hubungan diplomatik serta hubungan kerjasama
perekonomian dengan Republik Rakyat Tiongkok.Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaturan Zona Ekonomi Eksklusif menurut Hukum Laut Internasional, untuk
mengetahui penyelesaian konflik Illegal Fishing di wilayah sengketa ZEE antara Indonesia dengan
Vietnam. Jenis penelitian yang dipilih adalah dengan menggunakan penelitian hukum normatif yaitu
penelitian yang meletakkan hukum sebagai sistem norma. Cara pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah menggunakan Bahan Hukum Sekunder (Studi Pustaka) atau Dokumen yaitu dengan
menelusuri, memeriksa, mengkaji data-data sekunder seperti Undang-Undang, dan lain-lain. Hasil dalam
penelitian ini adalah UNCLOS (The United Nations Convention on the Law of The Sea) 1982 telah
mengatur kedaulatan dan hak berdaulat negara Indonesia di wilayah yuridiksi Republik Indonesia yang
berbatasan dengan negara-negara lain, termasuk hak berdaulat (sovereign right). Penyelesaian sengketa
dalam tinjauan hukum internasional ditekankan bahwa jika dikemudian hari kemungkinan akan terjadi
lagi penangkapan ikan secara ilegal oleh Vietnam di wilayah maritime ZEE Indonesia maka langkah yang
paling tepat diambil untuk pemerintahan negara Indonesia adalah langkah pertama yaitu tindakan menaiki
kapal, menginspeksi, menahan, dan melakukan penuntutan hukum sesuai kebutuhan untuk menegakkan
hukum.

2.6 MANFAAT ZEE UNTUK SUATU NEGARA

Ketiadaan perumusan peraturan hukum konkret dalam pemanfaatan sumber daya ikan di zona ekonomi
eksklusif (ZEE) Indonesia mengakibatkan terabaikannya kepentingan rakyat. Pasalnya, tidak sedikit
negara lain yang turut terlibat memanfaatkan sumber daya ikan di ZEE Indonesia. Terdapat
ketidakjelasan unsur hukum dalam pemanfaatan sumber daya ikan di ZEE Indonesia, terutama hak dan
kewajiban Indonesia yang dirumuskan dalam peraturan hukum konkret. Menurutnya, untuk menyatukan
dan mencapai keseimbangan antara berbagai kepentingan negara-negara yang terkait dengan pemanfaatan
sumber daya perikanan di ZEE Indonesia diperlukan sebuah pengaturan yang dituangkan dalam
perjanjian. Perlu ada model perjanjian internasional dalam pemanfaatan surplus sumber daya perikanan di
ZEE Indonesia yang dilandasi pelaksanaan perjanjian internasional yang pernah dilakukan Indonesia
dengan China, Filipina, dan Thailand. Namun, perjanjian tersebut hanya didasarkan pada potensi sumber
daya ikan dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB). Penentuan kapasitas usaha penangkapan ikan
nasional yang seharusnya dapat dibandingkan dengan JTB sumber daya ikan belum bisa ditentukan
sehingga belum bisa diketahui ada tidaknya surplus yang menjadi hak negara lain,Sementara itu, dasar
pengumpulan data dan informasi dalam statistik perikanan Indonesia yang telah disusun secara rinci
hanya menunjukkan jumlah dan jenis kapal yang dilengkapi dengan jumlah dan jenis alat tangkap. Data
tersebut hanya dapat digunakan sebatas sebagai alat untuk mengetahui pembangunan secara fisik,
sedangkan dalam perspektif hukum, pemanfaatan surplus perikanan di ZEE Indonesia belum ada aturan
yang jelas.perjanjian internasional yang harus dirumuskan adalah sesuai dengan elemen-elemen umum
yang diatur dalam UNCLOS 1982 serta elemen yang mengemas batas wilayah kelautan dan elemen data
dan informasi. Ketepatan pengaplikasian elemen tersebut dapat menjamin pembangunan perikanan yang
berkelanjutan dan tercukupinya kebutuhan rakyat Indonesia tanpa mengganggu hak akses atas surplus
sumber daya perikanan negara lain.

2.7 YANG DI PERBOLEHKAN DAN DILARANG DALAM ZEE SUATU NEGARA

ZEE merupakan rezim baru yang diatur dalam Law of the Sea Convention 1982 (LOSC
1982) yang memiliki pengaturan cukup banyak. Pasal 56 LOSC 1982 menyebutkan bahwa
ZEE negara pantai memiliki hak-hak berdaulat dan yuridiksi khusus yang terkait dengan
pemanfaatan sumber daya alam yang berada pada area tersebut, termasuk juga yang ada pada
dasar laut dibawahnya. Pasal 61 Konvensi hukum laut 1982, yakni:

1. pada zona ekonomi ekslusifnya negara pantai memiliki:


a. hak-hak berdaulat demi kepentingan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan juga
pengelolaan sumber daya alam, baik hayati maupun non hayati, baik perairan
diatas dasar laut dan dari dasar laut dan berkenaan dengan kegiatan lain untuk
kepentingan eksplorasi dan eksploitasi ekonomi zona tersebut, seperti produksi
energi berasal dari air, arus dan angin.
b. Yuridiksi sebagaimana yang ditentukan pada ketentuan yang relevan di dalam
konvensi ini berkenaan dengan:
 Pembuatan serta pemakaian pulau buatana, instalasi dan bangunan
 Riset ilmiah kelautan
 Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut
c. Hak dan kewajiban lainnya, sebagaimana yang ditentukan di dalam konvensi ini.
2. Jika ingin melaksanakan hak-hak dan memenuhi kewajibannya berdasarkan konvensi
ini dalam zona ekonomi eksklusif, negara pantai harus memperhatikan sebagaimana
mestinya hak-hak dan kewajiban negara lain dan harus bertindak dengan suatu cara
sesuai dengan ketentuan konvensi ini.
3. Hak-hak yang tercantum di dalam pasal ini berkenaan dengan dasar laut dan tanah di
bawahnya harus dilaksanakan sesuai dengan Bab VI.

Menurut pasal 58 LOSC 1982, di dalam ZEE semua negara menikmati hak Freedom of
Navigation and overlight di atas ZEE negara lain, menempatkan kabel pipa bawah laut dan
keperluan internasional lainnya yang dilindungi oleh hukum internasional di laut yang
berhubungan dengan kepada kebebasan seperti terkait dengan pengoperasian kapal, pesawat
terbang serta kabel dan pipa bawah laut. Hak freedom of navigation sering kali dijadikan alas an
kapal-kapal asing melakukan aktivitas militer di ZEEI, padahal aktivitas militer tersebut dapat
mengancam lingkungan dan sumber daya alam yang ada di ZEEI, baik dari segi keamanan
maupun kelestarian dari sumber daya alam tersebut.

Dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), negara pantai memiliki hak berdaulat untuk
keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam,
baik hayati maupun non-hayati, dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut dan
tanah di bawahnya. Hak-hak berdaulat yang dimiliki negara pantai dalam ZEE antara
lain:

a. Hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan


pengelolaan sumber kekayaan alam, baik hayati maupun non-hayati, dari perairan
di atas dasar laut dan dari dasar laut dan tanah di bawahnya.
b. Hak berdaulat untuk melakukan aktivitas ekonomi, seperti usaha, perdagangan,
dan pengangkutan.
c. Hak berdaulat untuk melakukan aktivitas militer, termasuk kapal perang negara
lain yang memasuki wilayah ZEE.

Dalam ZEE, negara pantai tidak memiliki hak berdaulat untuk menetapkan batas luas
yang melebihi 200 mil laut dari garis dasar dimana luas pantai teritorial telah ditentukan.
Namun, jika ada suatu negara pantai yang menginginkan wilayah ZEE-nya kurang dari
200 mil laut, negara itu dapat mengajukannya.

2.8 DAMPAK EKONOMI DARI MEMILIKI ZEE YANG LUAS BAGI SEBUAH NEGARA
Penegakan hukum dan peningkatan keamanan di laut Indonesia dengan panjang
garis pantai 104 ribu kilometer, luas wilayah laut berdasarkan UNCLOS 1982 mencapai
284.210,9 km2 laut territorial dan 2.981.211 km2 wilayah Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (ZEEI) yang mencapai 200 mil laut dari garis pantai memerlukan perhatian
yang besar karena besarnya potensi sumberdaya laut yang ada didalamnya, termasuk
penegakan hukum dan pengamanan di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Salah
satu perairan yang memiliki potensi hasil sumberdaya laut cukup besar adalah Laut
Natuna dengan luas lautan mencapai 99,24 persen dari total luas wilayahnya dimana
sumberdaya ikan laut Natuna berdasarkan studi identifikasi potensi sumberdaya kelautan
dan perikanan Provinsi Kepulauan Riau tahun 2011 adalah sebesar 504.212,85 ton per
tahun atau sekitar 50 persen dari potensi WPP 711 sebesar 1.059.000 ton per tahun
dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (80 persen dari potensi lestari) mencapai
403.370 ton. Komoditas perikanan tangkap potensial Kabupaten Natuna terbagi dalam
dua kategori, yaitu ikan pelagis dan ikan demersal (PusdatinKP, 2016).
Memiliki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang luas dapat memiliki dampak
positif dan negatif bagi sebuah negara. Berikut beberapa dampak ekonomi yang mungkin
terjadi:
 Potensi Ekonomi: ZEE memiliki potensi untuk meningkatkan pendapatan dan
ekspansi ekonomi sebuah negara. Negara dapat mengeksplorasi dan mengelola
sumber daya alam, seperti minyak dan gas alam, serta memanfaatkan sumber
daya laut untuk industri pesca, ekowisata, dan pengangkutan.
 Investasi: ZEE dapat menarik investasi internasional, karena negara memiliki hak
berdaulat untuk melakukan aktivitas ekonomi, seperti usaha, perdagangan, dan
pengangkutan.
 Pengelolaan Sumber Daya Alam: Negara dapat mengelola sumber daya alam
dengan cara yang efisien dan berkelanjutan, seperti melakukan konservasi
perairan, menanam mangrove, dan mengembangkan produk-produk kelautan
skala kecil yang ramah lingkungan.
 Pengembangan Infrastruktur: Memiliki ZEE yang luas dapat memungkinkan
negara untuk membangun infrastruktur laut, seperti pelabuhan, sarana dan
prasarana untuk energi laut terbarukan, hingga riset.
 Peluang Usaha Kecil dan Menengah: Negara dapat menggalakkan peluang usaha
kecil dan menengah di sektor kelautan, terutama di wilayah yang memiliki potensi
kelautan yang tinggi.
 Kerugian Ekonomi: Memiliki ZEE yang luas juga dapat menyebabkan kerugian
ekonomi, karena negara dapat menarik investasi internasional dan menggalakkan
usaha lokal, yang dapat mengurangi harga bahan baku dan produk yang
dibutuhkan oleh negara.
 Konflik dan Tentangan: Memiliki ZEE yang luas dapat menyebabkan konflik dan
tentangan dari negara lain, yang dapat mengurangi keamanan dan stabilitas
ekonomi sebuah negara.

Secara umum, memiliki ZEE yang luas dapat memberikan keuntungan untuk negara,
namun juga memerlukan pengelolaan yang efisien dan berpihak pada lingkungan.
2.9 PERAN ZEE DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI LAUT.

Melalui Deklarasi Djuanda, 13 Desember1957Indon, esia menyata-kan kepada


dunia bahwa laut Indonesia (laut sekitar, di antara, dan di dalam kepulauan Indonesia)
menjadi satu kesatuan wilayah NKRI..Dan Indonesia sebagai negara kepulauan, telah
diakui dunia internasional melalui konvensi hukum laut PBB ke tiga, United Nation
Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982), kemudian diratifikasi oleh
Indonesia dengan Undang-Undang No.17 Tahun 1985. Berdasar-kan UNCLOS 1982,
total luas wilayah laut Indonesia menjadi 5,9 juta km2, terdiri atas 3,2 juta km2perairan
teritorial dan 2,7 km2 perairan Zona Ekonomi Eksklusif, luas perairan ini belum termasuk
landas kontinen (continental shelf). Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara
kepulauan terbesar di dunia (the biggest Archipelago in the World).
Indonesia sebagai negara tropis, kaya akan sumber daya hayati yang dinyatakan dengan
tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Dari 7000 spesies ikan yang ada di dunia,
2000 jenis diantaranya terdapat di Indonesia. Potensi lestari sumber daya perikanan laut
Indonesia kurang lebih 6,4 juta ton per tahun, terdiri dari: ikan pelagis besar (1,16 juta
ton), pelagis kecil(3,6 juta ton), demersal (1,36 juta ton). Perairan indo-pasifik, yang
sebagian besar terletak di perairan Indonesia merupakan pusat keanekaragaman terumbu
karang dunia, dengan lebih dari 400 spesies. Juga berbagai jenis ganggang laut terbesar di
berbagai wilayah pantai. Sumber daya hayati laut kita selain memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi juga mempunyai luas habitat yang besar, yaitu: 2,4 juta ha Kawasan
hutan bakau dan 8,5 juta ha terumbu karang. Secara biologi Kawasan pesisir dan laut
Indonesia juga mempunyai nilai global, karena perairan Indonesia merupakan tempat
bertelur ikan-ikan yang bermigrasi (highly migratory species) seperti tuna, lumba-lumba,
dan berbagai jenis ikan paus serta penyu.
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dalam pengelolaan sumber daya alam di laut
memiliki peranan penting dalam mengatur dan mengelola sumber daya alam, seperti
minyak dan gas alam, ikan, biota laut, dan energi laut terbarukan. Negara pantai memiliki
hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, pengelolaan dan konservasi
sumber daya alam hayati dan non-hayati dari dasar laut dan tanah di bawahnya serta air
di atasnya. ZEE memiliki beberapa manfaat yang membantu negara dalam pengelolaan
sumber daya alam laut, seperti:
1. Membantu dalam merawat dan mempertegas batas wilayah suatu negara.
2. Menjadi batasan agar negara asing tidak memanfaatkan atau mengambil
sumber daya alam di wilayah tersebut.
3. Bertambahnya luas wilayah laut yang dimiliki negara pantai.
4. Negara pantai dapat menggunakan kebijakan hukum, kebebasan bernavigasi,
atau melakukan penanaman kabel dan pipa pada wilayah tersebut.
5. Meningkatkan pemasukan negara jika wilayah tersebut dapat mengelola
dengan baik.
Dalam pengelolaan sumber daya alam di laut, negara dapat memanfaatkan sumber
daya alam yang ada di dalam zona tersebut, serta mengelola dan mengembangkan seluruh
sumber daya di zona tersebut[1]. Dengan dimanfaatkannya sumber kekayaan alam di laut
tersebut, menyebabkan peranan hukum laut internasional menjadi penting untuk
mengatur dan mengelola sumber daya alam di laut.

2.10 HAK BERDAULAT DI ZONA EKONOMI EKSLUSIF.


Hak berdaulat menurut Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 merupakan hak
khusus yang diberikan hukum kepada setiap Negara berpantai. Sedangkan negara tidak
berpantai turut menikmati atau diberikan kepadanya dengan jalan Kerjasama dengan
negara-negara yang berpantai melalui Perjanjian Bilateral antara kedua Negara.
Proklamasi Truman Proclamation pada tanggal 28 Septrember 1945 merupakan
awal dipernalkannya konsep ZEE mengenai landas kontinen. Trauma Proclamation
menyebutkan "having concern for the urgency of conserving and prudently utilizing its
natural resources, the Government of the United States regard the natural resources of the
subsoil and sea-bed of the continental shelf beneath the high seas but contiguous to the
coasts of the United States as appertaining to the United States, subject to its jurisdiction
and control". Tanggal 18 Agustus 1952 dalam Santiago Declaration merupakan
perkembangan selanjutnya mengenai ZEE, yang ditandatangani oleh tiga Negara Amerika
Latin, yaitu Peru, Chili dan Ekuador yang menyatakan: "Owning to the geological and
biological factors affecting the existence, conservation and development of the marine
fauna and flora of the waters adjacent to the coasts of the declarant countries, the former
extent of the territorial sea and contiguous zone is insufficient to permit of the
consecvation, development and use of the those resources, to which the coastal countries
are entitled". Santiago Declaration dituangkan kembali dalam dua perjanjian Internasional,
yaitu Montevidio Declaration on the Law of the Sea dan Declaration of Latin American
States on the Law of the Sea. Ada dua prinsip umum yang dimuat dalam Santiago
Declaration memuat yaitu: a. Berhaknya negara pantai untuk memanfaatkan sumber daya
alam di sekitar wilayah laut. b. Berhaknya negra panttai untuk menentukan batas maritime
sesuai dengan kondisi geografis negara.
The Special Conference of the Caribbean Countries on Problems of the Sea yang
dihadiri 15 negara-negara Caribia. Konferensi ini menghasilkan Santo Dominggo
Declaration yang memperkenalkan konsep Patrimonial Sea, yaitu:
a. Negara pantai mempunyai hak berdaulat atas sumber daya alam yang dapat
diperbaharui dan tidak yang terkadung dalam perairan termasuk dasar laut dan tanah di
bawahnya pada perairan yang bersebelahan dengan laut teritorial yang disebut sebagai
Patrimonial Sea.
b. Negara pantai mempunyai tugas serta hak kewajiban untuk mengatur dan
melaksanakan penelitian ilmiah pada Patrimonila Sea.
C. Lebar Patrimonial Sea diatur dalam suatu perjanjian internasional dengan
mempertimbangkan aspek geografis dan tidak melebihi 200 mil laut. d. Pembagian zona ini
antara dua negara atau lebih harus dilaksanakan secara damai e. Kebebasan berlayar dan
penerbangan serta peletakan pipa dan kabel laut diakui. Perkembangan selanjutnya adalah
dengan diadopsinya the Yaounde Coclusions dalam suatu seminar regional tentang Hukum
Laut yang diadakan pada bulan Juni 1972 di Yaounde, Cameroon. Pada tanggal 2 Juli
tahun 1973, konsep ZEE kembali dituangkan dalam Declaration of the Organization of
African Unity setelah tidak dicapainya kesepakatan dalam Youndae Conclusions. Pada
akhirnya UNCLOS 1982 mengatur Zona Ekonomi Eksklusif dalam Pasal 55 tentang Rezim
hukum khusus Zona Ekonomi Eksklusif sebagai berikut: "Zona ekonomi eksklusif adalah
suatu daerah di luar dan berdampingan dengan laut territorial, yang tunduk pada rezim
hukum khusus yang ditetapkan dalam Bab ini berdasarkan mana hak-hak dan yurisdikis
negara pantai dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan Negara lain, di atur oleh ketentuan-
ketentuan yang relevan Konvensi ini".
Zona ekonomi eksklusif, masing-masing negara pantai mempunyai hak berdaulat
untuk keperluan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber daya alam,
baik hayati maupun non-hayati dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut untuk
keperluan eksplorasi dan eksploitasi zona ekonomi eksklusif tersebut, seperti produksi
energi dari air, arus dan angin." Berdasarkan Pasal 57 Konvensi Hukum Laut 1982, juga
menyatakan bahwa setiap negara pantai berhak untuk menetapkan Zona Ekonomi
Eksklusifnya, yang jaraknya tidak boleh melebihi 200 mil laut diukur dar garis pangkal
yang sama yang digunakan untuk mengukur laebar laut teritorialnya. Rezim hukum khusus
yang dimuat dalam Bab V ini mengatur hak-hak dan yurisdiksi negara pantai serta hak-hak
dan kebebasan-kebebasan yang dinikmati oleh negara-negara lain. Pemerintah Indonesia
merasakan pentingnya arti zona ekonomi eksklusif untuk mendukung perwujudan
Wawasan Nusantara dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia dengan
memanfaatkan segenap sumber daya alam baik hayati maupun non hayati yang terdapat di
zona ekonomi eksklusifnya. Rezim hukum internasional tentan zona ekonomi eksklusif
telah dikembangkan oleh masyarakat internasional melalui Konferensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang hukum laut ketiga dan praktek Negara (State practice)
dimaksudkan untuk melindungi kepentingan Negara pantai. Konvensi PBB memberikan
hak berdaulat dan yurisdiksi kepada Negara Indonesia untuk mengeksplorasi dan
mengeksploitasi sumber daya alam yang terkandung di dalam ZEE. Berdasarkan
pengumuman asas-asas dan dasar-dasar pokok kebijaksanaan, perlu ditetapkan dalam suatu
undang-undang agar terdapat dasar yang kokoh bagi pelaksanaan hak berdaulat, hak-hak-
lain, yurisdiksi dan kewajiban-kewajiban dalam zona ekonomi eksklusif untuk mencapai
sautu kepastian hukum. Berdasarkan hal tersebut, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983
tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang menetapkan hak berdaulat, hak-hak lain,
yurisdiksi dan kewajiban- kewajiban Republik Indonesia dalam zona ekonomi eksklusif.
Tahun 1980, Indonesia mengeluarkan deklarasi serupa melalui Pengumuman Pemerintah
Republik Indonesia 21 Maret 1980 yang menyatakan: "Zona ekonomi eksklusif Indonesia
yaitu jalur di luar laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan Undang-
Undang 4/Prp/1960 tentang Perairan Indonesia, yang lebarnya 200 mil laut diukur dari
garis-garis pangkal laut wilayah Indonesia." Hak berdaulat Indonesia tidak dapat
disamakan dengan kedaulatan penuh yang dimiliki oleh Indonesia mengenai perairan
nusantara, wilayah laut, serta perairan pedalaman Indonesia. Berdasarkan perbedaan
tersebut, maka sanksi- sanksi yang diancam antara zona ekonomi eksklusif Indonesia dan
di perairan yang berada di bawah kedaulatan Republik Indonesia juga berbeda. Hak
Republik Indonesia merupakan hak-hak lain dari hukum internasional yang berfungsi untuk
melaksanakan penegakan hukum dan hot persuit terhadap beberapa kapal asing yang
melakukan pelanggaran di zona ekonomi eksklusif Indonesia atas ketentuan-ketentuan
peraturan perundang-undangan Indonesia laut, termasuk mengatur hak-hak kapal ikan
asing di laut; Kedua, Konvensi Tentang Pendidikan, Pelatihan, Kompetensi Dan
Keselamatan Kapal (STCW 1978): Konvensi ini mengatur standar pendidikan, pelatihan,
kompetensi, dan keselamatan kapal ikan asing untuk memastikan bahwa kapal ikan
tersebut aman untuk digunakan dan memenuhi standar internasional yang telah ditetapkan;
Ketiga, Konvensi Tentang Perlindungan Lingkungan Laut (MARPOL 1973); Konvensi ini
mengatur pencegahan polusi laut yang disebabkan oleh aktivitas kapal ikan asing, termasuk
pencegahan polusi oleh minyak, bahan kimia, dan limbah lainnya; Dan keempat, Konvensi
Tentang Penangkapan Ikan (FAO 1995): Konvensi ini mengatur penangkapan ikan secara
sustainable agar tidak menyebabkan kepunahan spesies ikan dan tidak merusak ekosistem
laut. Di tingkat regional, beberapa organisasi regional seperti Organisasi Perikanan
Regional untuk Pesisir Pasifik Selatan (SPRFMO) dan Organisasi Perikanan Regional
untuk Samudera Atlantik Selatan (SRFC) juga mengeluarkan peraturan yang mengatur
perlindungan terhadap kapal ikan asing di wilayah mereka masing-masing. Di tingkat
nasional, setiap negara juga memiliki peraturan yang diberlakukan secara khusus guna
mengatur setiap ketentuan terkait dengan hak-hak dan kewajiban kapal ikan asing di
wilayah perairan mereka. Kapal ikan asing yang beroperasi di wilayah Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) suatu negara diatur oleh hukum internasional dan hukum nasional negara
yang memiliki yurisdiksi atas wilayah perairan tersebut. Setiap negara yang memiliki ZEE
memiliki hak untuk mengelola sumber daya alam di wilayah tersebut, termasuk sumber
daya perikanan. Negara-negara tersebut dapat menetapkan peraturan dan aturan terkait
penangkapan ikan di wilayah ZEE mereka. Umumnya aturan-aturan tersebut
mengharuskan bagi setiap kapal ikan baik lokal maupun asing yang ingin beroperasi di
wilayah ZEE negara lain untuk memperoleh izin atau lisensi terlebih dahulu dari negara
tersebut jika hendak melakukan setiap jenis kegiatan yang berhubungan dengan
penangkapan ikan di wilayah ZEE negara tersebut. Negara yang memiliki yurisdiksi atas
wilayah perairan.
Adanya izin yang dimiliki oleh kapal-kapal yang dibuktikan dengan bukti dokumen
resmi yang menjadikan status kapal tersebut diakui hak-hak nya dalam setiap kegiatan
perikanan di ZEE suatu negara. Setiap kapal yang melakukan penangkapan ikan tanpa
adanya izin yang dibuktikan dengan dokumen resmi dianggap sebagai kapal ilegal. Kapal
ilegal dapat ditangkap, disita, dan awak kapal serta pemiliknya dapat dijatuhi sanksi
administratif atau pidana sesuai dengan hukum yang diakui dan berlaku sesuai dengan
hukum laut internasional. Merujuk pada Pasal 9 Peraturan menteri Negara Republik
Indonesia Nomor 58 Tahun 2020 tentang Usaha Perikanan Tangkap, terdapat tiga dokumen
yang wajib ada di atas kapal saat melaut di WPPNRI. Tiga dokumen tersebut merupakan
syarat yang wajib dimiliki bagi setiap pemilik kapal untuk mendapatkan izin dalam
penangkapan ikan di WPPNRI dan laut lepas, izin tersebut berupa:

1. Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP)

Surat izin usaha perikanan "merupakan izin tertulis yang harus dimiliki perusahaan perikanan
untuk melakukan usaha perikanan dengan menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam
izin tersebut"." Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 26 Ayat 1 Undang-Undang No. 31
Tahun 2004 tentang Perikanan bahwasanya: "Setiap orang yang melakukan usaha perikanan di
bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran ikan di
wilayah pengelolaan perikanan.
Kebijakan Penenggelaman Kapal Ikan Asing Ditinjau Dari UNCLOS 1982 Pada hakikatnya,
Setiap kapal yang melakukan pelayaran di wilayah ZEE suatu negara diberi kebebasan untuk
melakukan pelayaran (dikenal dengan hak lintas damai) dengan ketentuan tidak melanggar
peraturan yang telah ditetapkan baik secara Internasional maupun yang telah ditetapkan oleh
negara pantai.
 UNCLOS dan Hukum Positif dalam Mengatasi Masalah Pelanggaran yang Ada di
Perairan Natuna.
Masalah kedaulatan wilayah merupakan masalah sensitif. Tidak ada negara yang rela
kehilangan sejengkal wilayahnya. Karena itu, masalah perbatasan tidak didiamkan. Masalah
perbatasan berpotensi besar menimbulkan konflik. Hal ini sebisa mungkin harus dihilangkan
dengan menyelesaikan sengketa perbatasan. Hilangnya sengketa perbatasan membuat kedaulatan
lebih terjamin. Dibutuhkan upaya terkoordinasi dengan mekanisme lebih sederhana dan bisa
diterima semua pihak. Tanpa ini, penyelesaian masalah perbatasan sering butuh waktu lama.
Dalam kasus Natuna yang diklaim secara sepihak oleh pemerintah Tiongkok mengindikasikan
bahwa kekuatan dan pertahanan nasional dalam hal kedaulatan Negara masih memiliki
kekurangan dan celah yang bisa dimanfaatkan oleh Negara lain. Disisi lain pemerintah Tiongkok
juga terlalu percaya diri dengan pengkklaiman yang dilakukannya atas wilayah Natuna.
Dimasukannya wilayah Natuna kedalam Zona Ekonomi Eksklusifnya Tiongkok memberikan
masalah baru kepada Indonesia meskipun kasus ini sudah lama bergulir. Kasus ini semakin
membuat pemerintah Indonesia geram yakni dengan adanya kapal Tiongkok yang berlabuh dan
memasuki wilayah laut Indonesia tanpa izin. Serta beberapa kasus pencurian ikan yang
dilakukan Negara ini diatas perairan wilayah Indonesia. 12 Dalam kasus ini, sebenarnya
Indonesia berada diposisi yang kuat daripada Tiongkok yang hanya mendasarkan pada aturan
nine dash line itu. Apalagi ditambah dengan polah Tiongkok yang selama ini kerap melanggar
zona eksklusif perairan Indonesia, selain itu juga dengan beberapa kali tersangkut masalah illegal
fishing yang dilakukan oleh masyarakat Tiongkok terhadap perairan Indonesia dan kapal China
yang masuk dalam wilayah perairan Indonesia dan tanpa seizin dari pihak Indoensia dan
tindakan ini jelas melanggar Undang-Undang ZEE Nomor 5 Tahun 1983 khususnya dalam Pasal
7. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa barang siapa melakukan kegiatan di perairan wilayah
Indonesia harus mendapat persetujuan dari pemerintah Indonesia. Dari insiden illegal fishing
oleh kapal China berbuntut protes resmi dari pemerintah Indonesia karena upaya penindakan
yang hendak dilakukan oleh tim KKP dihalang-halangi oleh kapal patroli milik badan keamanan
laut (coastguard) Tiongkok 40 Kapal penjaga pantai (coast guard) milik Angkatan Laut China
nekat menerobos perbatasan. Tak hanya itu, mereka juga menabrak dan menarik paksa kapal
yang baru saja ditangkap operasi gabungan Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama TNI
AL.. Akibat ulah dari kapal coast guard China yang menerabas wilayah perairan Natuna,
Indonesia ini belum usai. Hal ini membuat pemerintah Indonesia kini berencana meningkatkan
pengamanan wilayah perbatasan itu.
Dilihat dari segi ZEE Pasal 3 UU ZEE No. 5 tahun 1983 ayat (1) dijelaskan bahwa
Apabila Zona Ekonomi Eksklusif Indo nesia tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif
negara- negara yang antainya saling berhadapan atau berdampingan dengan Indonesia, maka
batas zona ekonomi eksklusif antara Indonesia dan negara tersebut. ditetapkan dengan
persetujuan antara Republik Indonesia dan negara yang bersangkutan. Dari segi ini maka sudah
jelas tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, yakni dengan tegas untuk
menyelesaikan kasus ini. Apalagi apabila dikaitkan dengan hak kedaulatan Negara. Dijelaskan
pula dalam Pasal (5) UU ini bahwa Dengan tidak mengurangi ketentuan ayat (1), eksplorasi
dan/atau eksploitasi sumber daya alam hayati harus mentaati ketentuan tentang pengelolaan dan
konservasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia
ratusan tahun. Namun, jika wilayah tradisional tersebut melampaui teritorial wilayah
negara lain, maka harus ada persetujuan bilateral lebih dahulu dari negara-negara tersebut agar
teritorialnya boleh digunakan oleh nelayan tradisional tersebut. Sepanjang tidak ada persetujuan
bilateral antar-negara maka hak nelayan tradisional untuk melaut di negara lain tetap
dikategorikan sebagai perbuatan illegal fishing, teritorial Dapat disimpulkan bahwa konsep
traditional fishing rights harus melalui mekanisme bilateral kedua negara yang berbatasan
perairan. Perlu diingat, bahwa konsep traditional fishing rights tidak sama dengan traditional
fishing area. Traditional fishing rights adalah mekanisme antamegara yang mengatur hak-hak
nelayan di perairan yang berbatasan/berdampingan. Sedangkan. traditional fishing area adalah
daerah penangkapan ikan yang diberikan kepada nelayan tradisional dalam batas-batas
konservasi laut diperairan nasional ataupun daerah. Perairan Natuna bagi Indonesia memiliki arti
sangat penting dan strategis, sebah perairan dan kepulauannya merupakan batas terluar dari
NKRI yang menjadi penentu keberdaulatan negara. Apabila kemudian wilayah ini menjadi objek
sengketa atau dilanggar batas wilayahnya maka kedaulatan NKRI kembali dipertaruhkan, dan
tentunya kita tidak ingin kembali mengulangi kesalahan beberapa tahun lalu ketika harus
kehilangan Sipadan dan Ligitan. Masuknya kapal-kapal Tiongkok ke wilayah perairan Indonesia
dan adanya perlindungan dari kapal patroli mereka, telah menunjukkan adanya upaya untuk
menentang hukum laut internasional, khususnya terkait dengan Zona Ekonomi Eksklusif milik
Indonesia. Atas dasar kondisi itu memang sudah sewajarnya. pemerintah Indonesia kemudian
memberikan teguran yang keras kepada pemerintah Tiongkok. Sensitivitas persoalan Laut China
Selatan kini dengan kata lain tidak lagi menyangkut persoalan Tiongkok dengan negara-negara
seperti Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Dalam upaya menciptakan
perdamaian dan keamanan internasional, Indonesia sebagai salah satu negara anggota PBB,
mengambil lebih dulu tindakan Preventive Diplomacy, yaitu suatu tindakan untuk mencegah
timbulnya suatu sengkta di antara para pihak, mencegah meluasnya suatu
sengketa, atau membatasi perluasan suatu sengketa. Cara ini dapat dilakukan. oleh Sekjen PBB,
Dewan Keamanan, Majelis Umum, atau oleh organisasi organisasi regional berkerjasama dengan
PBB. Misalnya upaya yang dilakukan. oleh Sekjen PBB sebelumnya Kofi Annan dalam
mencegah konflik Amerika. Serikat-Irak menjadi sengketa terbuka mengenai keenganan Irak
mengizinkan UNSCOM memeriksa dugaan adanya senjata pemusnah massal di wilayah Irak,
walaupun upaya tersebut akhirnya menemui jalan buntu. Akan tetapi diplomasi hanya ada
harapan berhasil kalau ASEAN bersatu kompak menyatakan sikapnya, sedangkan Kambodia dan
Laos tidak bersedia0/25 menunjukkan satu sikap terhadap Tiongkok. Selain itu Tiongkok selalu
berkehendak untuk menghadapi negara ASEAN secara bilateral dan tidak bersedia menghadapi
ASEAN sebagai gabungan negara Asia Tenggara, Selama China merasa kuat ia akan tetap
bersikap demikian. Dengan begitu diplomasi menghadapi cukup banyak hambatan. Untuk kaum
realis, agar bertahan di sistem internasional, negara membangun pertahanan guna mengamankan
negaranya agar tidak ada negara yang mungkin akan menginvasi. "Deterrence" bertujuan untuk
menunjukkan pada musuh untuk tidak melakukan suatu aksi, negara menentukan, berusaha
menunjukkan pada musuh konsekuensi jika mereka bertindak, dan menunggu jika musuh
"melewati batas" yang telah kita gambarkan, kita akan memberikan hukuman atas aksi yang
mereka lakukan. Deterrence dianggap sukses bila tidak ada satupun musuh yang memasuki batas
suatu negara. Deterrence sama seperti bertahan atau bisa dibilang menunggu, musuh harus
bergerak menjauh sebelum ada reaksi dari negara yang mempertahankan negaranya. Konsep
deterrence biasa diasosiasikan dengan kekuatan nuklir, tetapi penerapannya diperluas dalam
berbagai situasi dimana salah satu pihak mencoba untuk mencegah pihak. lain untuk melakukan
tindakan yang belum dilakukan. Peterrence dapat pula
Dengan menggunakan diplomasi ofensif tersebut maka negara dapat mengukur tingkat
deterrence mereka terhadap negara lain sekaligus melatih kemampuan negara untuk
mempertahankan konsistensi dalam menghadapi isu- isu internasional yang ada. Di zona
ekonomi eksklusif setiap Negara pantai seperti Indonesia mempunyai hak berdaulat untuk tujuan
eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan mengelola sumber daya alam baik hayati maupun
nonhayati di perairannya. dasar laut dan tanah di bawahnya serta untuk keperluan ekonomi di
zona tersebut seperti produksi energi dari air, arus, dan angin. Sedangkan jurisdiksi Indonesia di
zona itu adalah jurisdiksi membuat dan menggunakan pulau buatan, instalasi, dan bangunan,
riset ilmiah kelautan, perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Dalam melaksanakan hak
berdaulat dan jurisdiksinya di zona ekonomi eksklusif, Indonesia harus memperhatikan hak dan
kewajiban Negara lain pula. Indonesia sudah dilengkapi dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1983 dan PP Nomor 15 Tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumber Hayati Laut di ZEE
Indonesia. Sehubungan dengan zona tersebut banyak kegiatan tindak lanjut yang harus dilakukan
Indonesia seperti penetapan batas terluar ZEE Indonesia dan menyimpankan salinan peta-peta
atau daftar koordinat- koordinatnya kepada Sekretariat Jenderal PBB. Sesuai Pasal 62 Konvensi
1982. Indonesia harus memberitahukan mengenai pembangunan dan letak pulau- pulau buatan,
instalasi-instalasi dan bangunanbangunan lainnya di ZEE. Menurut Pasal 13 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang menyatakan bahwa
"dalam rangka melaksanakan hak berdaulat dan jurisdiksinya itu, aparatur penegak hukum. dapat
mengambil tindakan penegakan hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana". Oleh karena itu, untuk menjaga dan
memanfaatkan kekayaan sumber daya alam di ZEE Indonesia itu, Indonesia harus mempunyai
kekuatan armada laut yang dapat diandalkan, sehingga kekayaan di zona itu tidak diambil oleh
kapal-kapal asing.
1. Apa yang bisa dilakukan negara lain dalam ZEE suatu negara?
Negara lain dapat dilakukan berbagai hal dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) suatu
negara. Berdasarkan hukum internasional yang ditetapkan dalam Konvensi PBB tentang
Hukum Laut 1982, negara lain memiliki hak untuk mengakses sumber kekayaan alam di
dalam ZEE sebuah negara pantai. Namun, negara pantai memiliki hak berdaulat untuk
keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam, baik
hayati maupun non-hayati, dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut dan tanah di
bawahnya.
Selain itu, Pasal 61 angka 1 UNCLOS berbunyi: Negara pantai harus menentukan jumlah
tangkapan sumber kekayaan hayati yang dapat diperbolehkan dalam zona ekonomi
eksklusifnya. Berkaitan dengan pengawasan di wilayah ZEE, Pasal 73 angka 1 UNCLOS
mengatur yurisdiksi Negara pantai sebagai berikut: Negara pantai dapat, dalam melaksanakan
hak berdaulatnya untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan
sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif mengambil tindakan demikian, termasuk
menaiki kapal, memeriksa, menangkap dan melakukan proses peradilan, sebagaimana
diperlukan untuk menjamin ditaatinya peraturan perundang-undangan yang ditetapkannya
sesuai dengan ketentuan Konvensi ini.
Negara lain juga dapat melakukan navigasi dan penanaman kabel atau pipa di dasar laut
untuk keperluan tertentu sesuai dengan peraturan negara pantai. Sebagai contoh, negara lain
dapat melakukan penelitian dan pengembangan di ZEE, melalui usaha-usaha yang disetujui
oleh negara pantai. Namun, negara lain harus memiliki izin atau persetujuan dari negara
pantai terlebih dahulu . Tentang konflik yang terjadi antara negara lain dan negara pantai
mengenai wilayah ZEE, negara pantai memiliki hak berdaulat untuk melindungi wilayah
tersebut. Jika negara lain masuk ke ZEE tanpa izin, negara pantai dapat menghentikan
aktivitas tersebut dan mengeluarkan sanksi sesuai dengan peraturan hukum internasional

2. Bagaimana penyelesaian sengketa terkait ZEE antara negara?


Tahap penyelesaian kasus sengketa Internasional, terbagi menjadi 3 macam. yang masing
pengertiannya akan dibahas sebagai berikut:
a. Tahap Mediasi, merupakan alternatif penyelesaian yang dapat dilakukan melalui jalur
litigasi atau jalur non litigasi. yang mengaitkan pihak ketiga bersifat netral dalam
menyelesaikan masalah sengketa Internasional. yang bertugas dan berwenang dalam hal
tersebut ialah dari pihak mediator.
b. Tahap Negosisasi, merupakan penyelesaian alternative yang dilakukan dengan cara tawar
menawar dan bermusyawarah antara pihak satu dengan pihak yang lain hingga
menemukan titik terang kesepakatan. kesepakatan ini akan dilakukan secara tertulis dan
mengikat. sehingga apabila di kemudian hari menimbulkan sengketa baru maka salah satu
pihak akan mendapatkan hak untuk diselesaikan pada peradilan Internasional.
c. Tahap Arbitrase, merupakan jalan alternative yang pertanggung jawaban penyelesaian
sengketa dilakukan oleh lembaga arbitrase. yang masing masing pihak tersengketa dapat
mengajukan kuasa berupa arbiter.

Penyelesaian Sengketa Laut Natuna antara Indonesia dan China. Di dalam menyelesaikan suatu
sengketa yang dialami oleh suatu negara, ada upaya yang dapat ditempuh penyelesaiannya
diantaranya:
a. Upaya penyelesaiannya secara litigasi, dalam upaya penyelesaian ini dilakukan di dalam
pengadilan dengan menghadapkan secara langsung kedua belah pihak yang bersengketa.
Yang mana masing– masing memiliki kesempatan untuk mengajukan gugatan dan
bantahan.
b. Upaya non – litigasi, upaya secara non – litigasi adalah suatu upaya penyelesaian yang
sering disebut juga dengan alternatif penyelesaian sengketa yang bertujuan agar dalam
penyelesaian sengketa dapat diselesaikan secara damai.
3. Apakah ada contoh konkret pemanfaatan ZEE oleh suatu negara?
Contoh pemanfaatan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) oleh suatu negara adalah negara
Indonesia. Indonesia memiliki hak berdaulat di ZEE, yang merupakan bagian dari wilayah
yurisdiksi Indonesia
a. Indonesia memiliki hak untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan
pengelolaan sumber kekayaan alam, baik hayati maupun non-hayati, dari perairan di atas
dasar laut dan dari dasar laut dan tanah di bawahnya
b. Indonesia juga dapat mengembangkan dan mengelola seluruh sumber daya alam yang
ada di dalam wilayah laut tersebut, termasuk sumber daya perikanan, minyak dan gas
bumi, dan lain-lain
c. Negara lain tidak memiliki hak atas wilayah dalam ZEE Indonesia, dan Indonesia
memiliki kebebasan untuk mengelola wilayahnya sesuai dengan kebijakan yang berlaku
Indonesia telah melakukan tindakan implementasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut
1982 (UNCLOS 1982) melalui pengumuman Undang-undang No. 6 tahun 1996 tentang
Perairan Indonesia. Pada tahun 2013, sektor perikanan telah menyumbang 6,90 persen
terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional, yang menunjukkan bahwa sumber
penghasilan Indonesia dari sisi ekonomi cukup menjanjikan

d. Negara Pantai Memiliki Hak Memanfaatkan Sumber Dayanya

Dengan diberlakukannya ZEE di suatu negara, seluruh sumber daya alam yang ada di
dalam wilayah laut tersebut menjadi hak milik negara pantai. Untuk itu, Indonesia
memiliki hak penuh atas wilayahnya dan bebas melakukan aktivitas apa saja sesuai
dengan kebijakan yang berlaku.

e. Negara Boleh Melakukan Pengembangan dan Penelitian

Adanya pemberlakukan zona ekonomi eksklusif di negara Indonesia juga membawa


manfaat dengan diberikannya kebebasan melakukan pengembangan dan penelitian.
Riset kelautan tersebut biasanya bertujuan untuk melindungi sumberdaya yang ada di
dalamnya atau melestarikan lingkungan sekitarnya. Meskipun pengembangan dan
penelitian bebas dilakukan di kawasan ZEE, namun semuanya harus berdasarkan
perundang-perundangan yang ada. Jangan sampai kebebasan tersebut malah disalah
gunakan oleh pihak-pihak yang mencari keuntungan pribadi.
f. Dapat Membantu Memelihara Batas Wilayah Negara lain
Dengan pemberlakukan ZEE, setidaknya Indonesia juga ikut menjaga batas zona
ekonomi eksklusif negara lain. Kejadian yang terjadi beberapa waktu lalu antara
Indonesia dengan Cina tentu tidak ingin dialami pula oleh negara lainnya.
Oleh karena itu, antara negara satu dengan yang lainnya seharusnya saling menjaga
wilayahnya masing-masing. Dengan demikian, hubungan antar negara juga akan terjaga
keharmonisannya.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Zona Ekonomi Eksklusif adalah zona yang luasnya 200 mil laut dari garis dasar pantai,
yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di
dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di
atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa. Konsep dari ZEE muncul dari
kebutuhan yang mendesak. Sementara akar sejarahnya berdasarkan pada kebutuhan yang
berkembang semenjak tahun 1945 untuk memperluas batas jurisdiksi negara pantai atas lautnya,
sumbernya mengacu pada persiapan untuk UNCLOS III.

Konsep dari ZEE telah jauh diletakkan di depan untuk pertama kalinya oleh Kenya pada
Asian-African Legal Constitutive Committee pada Januari 1971, dan pada Sea Bed Committee
PBB pada tahun berikutnya. Proposal Kenya menerima dukungan aktif dari banyak negara Asia
dan Afrika. Dan di sekitar waktu yang sama banyak negara Amerika Latin mulai membangun
sebuah konsep serupa atas laut patrimonial. Dua hal tersebut telah muncul secara efektif pada
saat UNCLOS dimulai, dan sebuah konsep baru yang disebut ZEE telah dimulai.

Ketentuan utama dalam Konvensi Hukum Laut yang berkaitan dengan ZEE terdapat
dalam bagian ke-5 konvensi tersebut. Sekitar tahun 1976 ide dari ZEE diterima dengan antusias
oleh sebagian besar anggota UNCLOS, mereka telah secara universal mengakui adanya ZEE
tanpa perlu menunggu UNCLOS untuk mengakhiri atau memaksakan konvensi. Penetapan
universal wilayah ZEE seluas 200 mil laut akan memberikan setidaknya 36% dari seluruh total
area laut. Walaupun ini porsi yang relatif kecil, di dalam area 200 mil laut yang diberikan
menampilkan sekitar 90% dari seluruh simpanan ikan komersial, 87% dari simpanan minyak
dunia, dan 10% simpanan pangan.

Lebih jauhnya, sebuah porsi besar dari penelitian saintifik kelautan mengambil tempat di
jarak 200 mil laut dari pantai, dan hampir seluruh dari rute utama perkapalan di dunia melalui
ZEE negara pantai lain untuk mencapai tujuannya. Melihat begitu banyaknya aktivitas di zona
ZEE, keberadaan rezim legal dari ZEE dalam Konvensi Hukum Laut sangat penting adanya.

Batas luar: Batas dalam ZEE adalah batas luar dari laut teritorial. Zona batas luas tidak boleh
melebihi kelautan 200 mil laut dari garis dasar dimana luas pantai teritorial telah ditentukan.
Kata-kata dalam ketentuan ini menyarankan bahwa 200 mil laut adalah batas maksimum dari
ZEE, sehingga jika ada suatu negara pantai yang menginginkan wilayah ZEE-nya kurang dari
itu, negara itu dapat mengajukannya. Di banyak daerah tentu saja negara-negara pantai tidak
akan memilih mengurangi wilayah ZEE-nya kurang dari 200 mil laut, karena kehadiran wilayah
ZEE negara tetangga. Kemudian timbul pertanyaan mengapa luas 200 mil laut menjadi pilihan
maksimum untuk ZEE. Alasannya adalah berdasarkan sejarah dan politik: 200 mil laut tidak
memiliki geografis umum, ekologis, dan biologis nyata. Pada awal UNCLOS zona yang paling
banyak diklaim oleh negara pantai adalah 200 mil laut, diklaim negara-negara Amerika Latin dan
Afrika. Lalu untuk mempermudah persetujuan penentuan batas luar ZEE maka dipilihlah figur
yang paling banyak mewakili klaim yang telah ada. Tetapi tetap mengapa batas 200 mil laut
dipilih sebagai batas luar jadi pertanyaan. Menurut Prof. Hollick, figur 200 mil laut dipilih
karena suatu ketidaksengajaan, dimulai oleh negara Chili. Awalnya negara Chili mengaku
termotivasi pada keinginan untuk melindungi operasi paus lepas pantainya. Industri paus hanya
menginginkan zona seluas 50 mil laut, tapi disarankan bahwa sebuah contoh diperlukan. Dan
contoh yang paling menjanjikan muncul dalam perlindungan zona diadopsi dari Deklarasi
Panama 1939. Zona ini telah disalahpahami secara luas bahwa luasnya adalah 200 mil laut,
padahal faktanya luasnya beraneka ragam dan tidak lebih dari 300 mil laut.

Dalam banyak wilayah negara banyak yang tidak bisa mengklaim 200 mil laut penuh,
karena kehadiran negara tetangga, dan itu menjadikan perlu menetapkan batasan ZEE dari
negara-negara tetangga, pembatasan ini diatur dalam hukum laut internasional.

Pulau-pulau: Pada dasarnya semua teritori pulau bisa menjadi ZEE. Namun, ada 3 kualifikasi
yang harus dibuat untuk pernyataan ini. Pertama, walau pulau-pulau normalnya bisa menjadi
ZEE, artikel 121(3) dari Konvensi Hukum Laut mengatakan bahwa, “ batu-batu yang tidak dapat
membawa keuntungan dalam kehidupan manusia atau kehidupan ekonomi mereka, tidak boleh
menjadi ZEE.”

Wilayah yang tidak berdiri sendiri: Kualifikasi kedua berkaitan dengan wilayah yang tidak
meraih baik kemerdekaan sendiri atau pemerintahan mandiri lain yang statusnya dikenal PBB,
dan pada wilayah yang berada dalam dominasi kolonial. Resolusi III, diadopsi oleh UNCLOS III
pada saat yang sama pada teks Konvensi, menyatakan bahwa dalam kasus tersebut ketentuan
yang berkaitan dengan hak dan kewajiban berdasarkan Konvensi harus diimplementasikan untuk
keuntungan masyarakat wilayah tersebut, dengan pandangan untuk mempromosikan keamanan
dan perkembangan mereka.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/413524406/MAkalah-Zona-Ekonomi-Eksklusif

Zona Ekonomi Eksklusif Diarsipkan 2011-05-21 di Wayback Machine.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Zona_Ekonomi_Eksklusif

https://1drv.ms/w/c/70731c35b6c331a2/
EdBh0gcPszpOjWmT1dd3sN0BJ6KSeODtJHplubzYPvJimg

https://www.gramedia.com/literasi/zona-ekonomi-eksklusif/

https://bimawa.uad.ac.id/2020/12/17/categroy-prosiding-seminar-nasional-ucms-upaya-
penyelesaian-sengketa-zona-ekonomi-eksklusif-zee-di-laut-natuna-utara-studi-kasus-masuknya-
china-coast-guard-secara-ilegal-di-wilayah-perairan-indonesia/

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/106236

Mahabror, D., & Hidayat, J. J. (2018). ANALISIS KERUGIAN EKONOMI AKIBAT


ILLEGAL FISHING DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF PERAIRAN NATUNA.
Mahabror, D., & Hidayat, J. J. (2018). ANALISIS KERUGIAN EKONOMI AKIBAT
ILLEGAL FISHING DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF PERAIRAN NATUNA.

jurnalmaritim.com/zona-ekonomi-eksklusif-zee-dalam-unclos-1982/ April 2022, di akses pada 7


maret 2024

jurnalunpad.ac.id/2020/08/indonesia-bisa-sejahtera-dari-sektor-ekonomi-kelautan/ agustus 2020,


di akses pada 7 maret 2024

Akmaliya, Rifda Ayu, et al. "Implementasi Perjanjian Internasional dalam Penyelesaian


Sengketa Batas Laut Zona Ekonomi Eksklusif antara Indonesia dan Vietnam." Yustisia
Tirtayasa: Jurnal Tugas Akhir 3.1 (2023): 1-17.

Kartika Paramita, S.H., and Hukumonline. 2024. “Kenali ZEE Dan Hak-Hak
Berdaulatnya.” Pusat Produk & Jasa Hukum Terpercaya Di Indonesia. Accessed March
8. https://www.hukumonline.com/klinik/a/kenali-zee-dan-hak-hak-berdaulatnya-
lt5feab8757d883/.

Maatiri, Oktriyanto. "TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SENGKETA LAUT NATUNA


ANTARA INDONESIA DAN CINA." LEX ADMINISTRATUM 11.5 (2023).

Suzuki Indonesia. 2022. “Zona Ekonomi Eksklusif : Pengertian, Manfaat Dan Batasnya.” Suzuki
Indonesia. https://www.suzuki.co.id/tips-trik/zona-ekonomi-eksklusif-pengertian-
manfaat-dan-batasnya?pages=all.

https://www.gramedia.com/literasi/zona-ekonomi-eksklusif/

https://bimawa.uad.ac.id/2020/12/17/categroy-prosiding-seminar-nasional-ucms-upaya-
penyelesaian-sengketa-zona-ekonomi-eksklusif-zee-di-laut-natuna-utara-studi-kasus-masuknya-
china-coast-guard-secara-ilegal-di-wilayah-perairan-indonesia/

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/106236
Sumber buku: Agoes, Etty R. Konsepsi “Economic Zone” Di Dalam Hukum Laut Internasional.
Padjadjaran No. 4/1976 dan N0. 1/1977

Hasibuan, Rosmi.. Kaitan Permasalahan Rejim Hukum Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Dan
Lintas Kontinen Dalam Konvensi Hukum Laut, Jakarta:Raja

Grafindo Persada, 1982, Kahar, Joenil. Artikel Penyelesaian Batas Maritim


NKRI,Bandung,Gramedia

Pustaka Utama, 200

Anda mungkin juga menyukai