Anda di halaman 1dari 9

MASALAH UANG HARAM DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Oleh : Rachmad Risqy K,


Ph.D Khairun Nisa Azka
Sujatmiko

Abstrac

In Islam, halal and haram is a very sensitive matter, because the clarity of halal and haram
something will greatly affect the validity of daily worship, both obligatory and sunnah worship.
That is why it is imperative for Muslims to understand the halal and haram of everything in detail.
Islam has given all related lessons about halal and haram both in muamalah and in clothing and
food. In bermuamalah Islam has explained in ushul fiqh in detail about bermuamalah in
accordance with Islamic law. Basically money is a means of payment for an item related to the
desired needs, but the realization will be wrong in the value of its legal content. Money will be a
tool not only for business transactions, but also money will be a noble goal, therefore money must
be guided by Islamic law, of course with the perspective of ushul fiqh.

In Islam, usury is something that Allah hates and Allah is very angry with, so it is strictly
forbidden for all Muslims to do usury, both in small and large matters. Everything that is done and
done with that money will be worth a sin in the sight of Allah SWT, there is no blessing and
reward with Allah SWT, whether it is to donate to orphans or to feed the poor, not in the least
worth worship, even the sin of usury. just as a boy fucks his own mother.

keywords : halal, haram, usury

Abstrak

Dalam islam halal dan haram adalah sebuah hal yang sangat sensitif, karna kejelasan halal
dan haramnya sesuatu akan sangat berpengaruh terhadap sahnya ibadah sehari-hari baik itu ibadah
wajib maupun sunnah. Itu sebabnya bagi umat muslim sangat wajib memahami tentang halal dan
haramnya segala sesuatu secara detil. Islam telah memberikan segala pelajaran terkait tentang
halal dan haram baik dalam bermuamalah maupun dalam sandang dan pangan. Dalam
bermuamalah islam telah menerangkan dalam ushul fiqh dengan detail tentang bermuamalah
sesuai dengan syariat islam. Pada dasarnya uang adalah alat pembayaran untuk suatu barang yang
berkaitan dengan kebutuhan yang diinginkan, tetapi akan keliru realisasinya dalam nilai
kandungan hukumnya. Uang akan menjadi alat tidak hanya untuk transaksi bisnis, tetapi juga
uang akan menjadi tujuan yang mulia oleh karena itu uang harus berpedoman pada syariat islam
tentunya dengan perspektif ushul fiqh
1|ManajemenBisnisSyariah
SekolahTinggiEkonomiIslamSEBI2021
Dalam islam riba adalah sesuatu perbuatan yang sangat Allah benci dan sangat Allah
murkai, maka sangat dilarang bagi seluruh umat muslim melakukan riba, baik dalam hal kecil
maupun besar. Segala sesuatu yang dikerjakan dan dilakukan dengan uang itu maka akan bernilai
dosa disisi Allah SWT, tidak ada keberkahan dan pahala disisi Allah SWT, baik itu untuk
berdonasi pada anak yatim maupun memberi makan orang tidak mampu, tidak sedikitpun bernilai
ibadah, bahkan dosa dari perbuatan riba sama seperti seorang anak laki-laki menyetubuhi ibu
kandungnya sendiri.

Kata Kunci : Halal, Haram, Riba

Pendahuluan
Dalam kaidah ini islam menegaskan bahwa yang haram maka wasilah, dan cara apapun
akan bernilai haram disisi Allah SWT, oleh karena itu islam telah menerangkan dengan sangat
jelas tentang haram dan halal, baik dalam bermuamalah maupun sandang dan pangan. Karena
keharaman dan kehalalan akan berdampak pada segala aktifitas peribadatan baik itu ibada wajib
ataupun sunnah, menjadi penghalang terkabulnya doa dan diterimanya amal kebaikan.

Banyak sekali hal-hal yang masih menjadi kebimbangan pada masyarakat terkait halal dan
haram, hingga banyak sekali perdebatan tentang halal atau haram terkhusus dalam bermuamalah.
Karena halal dan haram menjadi salah satu hal yang sangat berdampak besar pada segala aktifitas
ibadah, bagaimana cara bermuamalah yang baik dan benar, apa sandang pangan yang halal dan
haram, apa saja yang menjadikan makanan halal menjadi haram, dan masih banyak lagi. Banyak
sekali yang masih belum memahami tentang halal dan haram. Bahkan banyak ibadah yang
seharusnya menjadi lading pahala namun menjadi ladang dosa.

‫ما حرم أخذه حرم إ ععطاؤه‬


“Apa yang haram diambil, maka haram pula yang diberikan” As Suyuthi, t.t :
102

Kaidah ini dirumuskan oleh para ahli ilmu ushul fiqh dari beberapa dalil, baik berupa ayat
maupun hadits. Umpamanya firman Allah dalam surat Al Maidah yang artinya “Janganlah kamu
bertolong-tolongan atas perbuatan dosa dan permusuhan” kemudian sebuah hadits yang artinya
“Sesungguhnya Allah adalah baik, dan dia hanya akan menerima sesuatu yang baik”. selanjutnya,
sabda rasul “Barang siapa yang mengumpulkan harta dari jalan yang haram, kemudian dia
menyerahkan harta itu, maka sama sekali dia tidak akan mendapat pahala, bahkan dosa akan
menimpanya” (H.R Ibnu Huzaimah, Ibnu Hibban, dab Al Hakim).

Ayat dan hadits tersebut mengandung makna larangan melakukan perbuatan dosa,
perbuatan yang akan mendatangkan permusuhan sesama manusia. Selanjutnya, peringatan bahwa
yang diterima oleh Allah adalah harta yang baik. Melakukan perbuatan yang diharamkan,
kemudian dilanjutkan dengan melibatkan orang lain, dilarang sepanjang aturan hukum Allah.
Sebab itu apapun yang diambil oleh seseorang melalui jalur yang haram itu haram juga untuk
diberikan kepada orang lain.

Ada pandangan yang mengatakan bahwa memberikan harta hasil korupsi atau merampok
umpamanya kepada fakir miskin atau disumbangkan kepada lembaga-lembaga
pendidikan/ibadah, dengan alasan untuk kemaslahatan.

Rumusan Masalah
Apakah sebenarnya hakikat uang haram itu serta bagaimana cara penyelesaiannya apabila
seseorang memperoleh uang haram tersebut?

Tujuan Penelitian
Mengetahui pengertian halal dan haram, Memahami tentang penjelasan halal dan haram,
Mengetahui dasar hokum halal dan haram.

Pembahasan
Pengertian

D‫ه ععطاؤ إ حرم أخذه ماحرم‬


“Apa yang haram diambil, maka haram pula yang diberikan” As Suyuthi, t.t : 102

Kaidah ini memberikan pengertian kepada kita bahwa mengambil sesuatu yang haram dan
memberikannya kepada orang lain juga hukumnya haram. Atas dasar kaidah ini, maka :

 Memberikan harta yang didapatkan dengan cara riba kepada orang lain hukum nya
haram, sebagaimana haram mendapatkan harta melalui riba tersebut untuk dirinya
sendiri.
 Mendapatkan harta dengan cara korupsi adalah haram, demikian juga memberikan harta
hasil korupsi kepada orang lain juga haram.
 Mendapatkan uang dari hasil menjual kehormatan adalah haram, sebagaimana juga
haram mensedekahkannya kepada orang lain atau badan - badan sosial.
 Mengambil uang suap adalah haram, demikian juga halnya memberikan uang suap itu
kepada orang lain.
Persoalan halal dan haram tidak ada bedanya dengan persoalan-persoalan lain yang pernah
menyesatkan bangsa arab jahiliyah, masalah uang haram mendapat perhatian yang cukup besar
dalam kajian fiqh islam.

Haram adalah salah satu Al Hakam yang harus dihindari oleh setiap mukallaf. Islam
merupakan ancaman bagi mereka yang melanggar nya. Manusia dalam mengejar kehidupan
terkadang mengabaikan aturan halal dan haram, bahkan ada beberapa yang sangat ekstrim. Ada
juga sebagian umat islam yang rajin bersedekah, namun ternyata bersumber dari harta haram ,
hasil korupsi misalnya. Ada juga organisasi islam yang meminta sumbangan atau diberi bantuan
dari harta yang haram.

Apakah sebenarnya hakikat uang haram itu? Bagaimana cara penyelesaian apabila
seseorang memperoleh uang? Apakah sah beribadah atau beramal dengan mempergunakan uang
haram? Makalah yang sederhana ini ingin mencoba mencari pemecahnya.

Klarifikasi Hukum Islam

Hukum Islam dapat diklarifikasikan menjadi dua. Pertama, hokum Islam yang secara jelas
dan tegas ditunjukan oleh Al Quran atau Assunnah yang tidak mengandung interpretasi dan
representasi (nash sharih). Kedua, hokum islam yang tidak ada dan ditanyakan secara jelas dari
nash Al Quran atau assunnah yang baru diketahui setelah ditelusuri melalui ijtihad.

Kategori pertama hokum islam adalah Qath’iy1, kebenarannya itu mutlak dan pasti.
Sedangkan kategori kedua hokum islam berstatus Dhanny, kebenarannya itu tidak mutlak tetapi
relative. Ia bisa benar mungkin salah, atau kebalikannya, ia salah, mungkin benar. Hanya saja sisi
dominannya adalah kebenaran.

Demikian pula hokum haram, ada yang berstatus Qath’iy da nada yang berstatus Dhanny.
Haram yang berstatus Qath’iy adalah larangan terhadap sesuatu yang ditanyakan secara jelas dan
tegas oleh nash – nash Al Quran dan sunnah, sedangkan haram yang berstatus Dhanny adalah
larangan terhadap sesuatu yang tidak secara langsung ditegaskan oleh nash Al Quran dan sunnah.
Misalnya masalah Greensand. Jika dalam pandangan ini kita mengikuti pandangan hanafi tentang
minum keras, maka kita bisa memanfaatkannya.2

Pengertian Uang Haram

Uang haram adalah uang yang didapat dengan cara yang dilarang oleh islam, seperti
pencurian, perampokan, penyuapan, dan lain lain. Uang adalah objek haram yang bisa

1Abidin, Ibn, Radd al-Mukhta, juz 11, Ttp : Dar al Fikr, t.t.

2
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, Dar al-Fikr, ju1, 345
disandingkan dengan perbuatan. Hal ini dapat kita ketahui dengan jelas dari pengertian hokum
menurut Ushuliyyin :
Artinya: “Firman Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang dewasa (mukallaf),
baik berupa tuntutan, pilihan maupun bersifat wadl'iy.”

Yang perlu kita garis bawahi dalam ta'rif ini ialah ungkapan al-muta'alliq bi-af`al al-
mukallafin, yang artinya "yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang dewasa".

Oleh karena itu, objek hokum adalah perbuatan orang dewasa. Perbuatan ini dianggap
haram, halal dan sebagainya, sehingga jika dalam pergaulan kita sehari hari kita mengucapkan
“uang haram atau halal”, itu berarti uang diperoleh melalui haram atau halal

Jadi perkataan itu adalah majazi (metaforis) bahwa hokum hanyalah atribut
perbuatan sesuai dengan definisi hokum diatas telah menjadi consensus fuquha’, ushuliyyin dan
mufassirin

Artinya : “Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan
(daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa
terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,
maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” QS. Al
Baqarah : 1734

Maksudnya..

memakan bangkai dan memanfaatkannya. Allah Swt menyandarkan hukum haram kepada
benda/zat, padahal haram adalah hukum agama yang merupakan salah satu sifat dari perbuatan
orang dewasa, tidak merupakan sifat yang berhubungan dengan benda, itu sebagai isyarat
terhadap keharaman tasharruf pada bangkai.”

contohnya seperti uang hasil eksport babi. Haramnya babi diperselisihkan dan dalil yang
menunjukkan bahwa babi itu haram - menurut pandangan ulama yang berpendirian demikian -
adalah dhanny. Dengan demikian haramnya babi tidak bersifat qath'iy. Oleh karena hukum
babinya sendiri tidak qath'iy/dhanny, maka uang hasil eksportnya pun hanya berstatus dhanny.
Demikian juga status keharaman sesuatu baik makanan atau minuman yang ditetapkan

3
Abu Zahra, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyyah, Juz 2, Ttp : Darss

4
Al-Razi, Tafsir al-Kabir, Dar al-Fikr, juz 7, 4.
berdasarkan ijtihad. Dari sini jelas bahwa hukum keharaman sesuatu itu perlu diklasifikasi, yakni
ada kalanya qath'iy dan ada pula yang dhanny.

Kembali ke masalah yang pertama, yaitu sifat uang haram. Maka menurut definisi ushul
fiqh, menurut pendapat fuqaha’ dan mufassirin kita dapat melihat bahwa secara substansi tidak
ada uang haram. Jika dalam percakapan sehari hari kita mengatakan “ini adalah uang haram”
maka harus ditafsirkan secara majazi dalam arti diperboleh dengan cara yang haram, yaitu
dengan cara yang tidak dibenarkan oleh islam.

Penyelesaian Uang Haram

Bagaimana seseorang mempeoleh uang haram kemudian ingin membersihkan dirinya


‫ ه‬dan tidak
dari dosa yang telah dilakukan? Jelas, ia harus bertaubat, menyesali perbuatannya,
melakukannya kembali. Allah berfirman 5:

“Hai orang – orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni –
murninya.. QS. At Tahrim : 8

Uang haram yang diperoleh hanyalah berurusan dengan Allah SWT da nada pula yang
berhubungan dengan hak manusia. Uang haram yang diperoleh merupakan hak Allah seperti hasil
penjualan bangkai, babi, pencurian, dan lain – lain. Maka orang tersebut wajib menyerahkan uang
tersebut untuk kepentingan umum, tetap yang bersangkutan tidak boleh memakan dan
menggunakan uang haram yang diperolehnya. Demikian pula tidak diserahkan kepada
perorangan, dalam arti perorang tidak boleh menerima untuk keperluan pribadi.

Mengenai uang undian, Syekh Muhammad Abduh mengatakan bahwa pemenang tidak
dapat menggunakan uang itu. Demikian juga orang lain dilarang menerima uang tersebut. Uang
tersebut dapat digunakan untuk kepentingan umum seperti organisasi, lembaga pendidikan, panti
asuhan, membangun rumah sakit, dan sebagainya. Karena uang tersebut termasuk dalam kategori
uang batil yang diharamkan oleh Allah SWT untuk dimakan dan digunakan sendiri.

“Janganlah sebagian diantara kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan batil.. QS. Al
Baqarah : 188

5
Abduh, Tafsir al-Manar, Dar al-Fikr, juz 2, 329-330.
Mengenai uang hasil pembayaran pelacur, Imam Ibnu Al Qayyim mengatakan bahwa
uang itu wajib di amalkan/sedekahkan6. Sementara itu uang haram yang diesedekahkan atau
dipergunakan untuk kepentingan umum itu jelas tidak akan memperoleh pahala.

Kemudian, jika uang haram itu diperolehnya dengan cara mencuri, korupsi, menipu dan
sebagainya maka uang tersebut wajib dikembalikan kepada pemiliknya karena itu termasuk hak
manusia. Apabila hal tersebut tidak dapat dilakukan maka uang tersebut maka serahkan untuk
kepentingan umum. Contoh, jika seseorang ingin menyerahkan uang hasil korupsi kepada panitia
pembangun masjid, pesantren, madrasah dan sebagainya maka harus diterima kemudian bisa
disalurkan untuk dimanfaatkan bagi kepentingan kemajuan agama. Tetapi menerima sumbangan
uang haram untuk kepentingan pribadi tidak dibolehkan, kecuali dalam keadaan mendesak.
“..Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakannya.. Qs. An-Nur :
33

Nah, jika ada pertanyaan, bolehkah seorang korupsi untuk tabungan haji dia atau ingin
membangun pesantren? Tidak boleh. Karena yang haram tetaplah haram, sesuatu yang haram
tidak akan halal walaupun tujuannya berniat baik. Niat baik tidak bisa mengubah haram menjadi
halal.

Ulama kemudian memiliki pandangan yang berbeda tentang ibadah yang dilakukan
dengan uang haram. Juhrum menyatakan bahwa ibadahnya sah, tetapi orang yang bersangkutan
berdosa. Sedangkan imam ahmad menyatakan tetap tidak sah. Hal tersebut terjadi dikarenakan
perbedaan apandangan tentang definisi sah dan perbedaan mengartikan hadits “Inna Allah
thayyibun la yaqbalu illa thayyiban.”7

Kesimpulan
Tidak ada uang haram, sebab haram adalah hokum dimana objek hokum adalah perbuatan.
Jadi, benda tidak dapat diberi atribut haram, yang dapat diberi atribut haram adalah perbuatan.
Dengan demikian “uang haram” adalah majazi, artinya uang yang diperoleh lewat jalan haram.
Sebagai halnya hokum islam, ada yang bersifat Qth’iy dan yang ditentukan dengan dalil Dhanny

Uang haram hasil penjualan barang haram , cara penyelesaiannya dengan cara digunakan
untuk kepentingan umum. Sedangkan uang haram hasil korupsi dan sebagainya, cara
penyelesaiannya harus dikembalikan kepada yang memiliki hak atau kepada lembaga darimana

6
Al-Shan’ani, Subul al-Salam, Dar al-Fikr, juz 3, 7; Ibnu al-Qayyim, Zadd al-Ma’ad, Dar al-Fikr, juz4, 481-491
7
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Dar al-Fikr, jilid 1, 538. Lihat buku ushul fiqh tentang tariff Shihhah.
uang itu diperoleh. Apabila tidak memungkinkan untuk dikembalikan maka kembalikan kepada
Allah dengan cara diserahkan untuk kepentingan umum atau kepentingan agama.

Daftar Pustaka
Abidin, Ibn, Radd al-Mukhta, juz 11, Ttp : Dar al Fikr, t.t.

Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, Dar al-Fikr, ju1, 345

Abu Zahra, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyyah, Juz 2, Ttp : Darss

Al-Razi, Tafsir al-Kabir, Dar al-Fikr, juz 7, 4. Abduh,

Tafsir al-Manar, Dar al-Fikr, juz 2, 329-330.

Al-Shan’ani, Subul al-Salam, Dar al-Fikr, juz 3, 7; Ibnu al-Qayyim, Zadd al-Ma’ad, Dar al-Fikr,
juz4, 481-491

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Dar al-Fikr, jilid 1, 538. Lihat buku ushul fiqh tentang tariff
Shihhah.

Anda mungkin juga menyukai