2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini
disusun sebagai tugas mata kuliah Islam Peradaban Melayu yang diampu oleh Dosen kami,
dan bertujuan untuk memahami dinamika islam.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang dinamika islam di Myanmar.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang
dinamika islam dan memberikan masukan yang berharga bagi pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen kami yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada keluarga dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dan motivasi
selama penulisan makalah ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis terbuka untuk menerima kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Kelompok 4
i
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemudian keadaan ini mereda pada tahun 1824 ketika terjadinya invansi
yang dilakukan Inggris ke wilayah tersebut. Dua tahun kemudian yaitu pada tahun
1826 wilayah Burma, termasuk Arakan masuk ke dalam wilayah British-India,
yang berarti bahwa negara Burma masuk kedalam kekuasaan Inggris.
1
Tahun 1826-1942 Burma menjadi negara jajahan Inggris, selanjutnya
dijajah oleh Jepang pada tahun 1942, meskipun saaat itu Burma masih dikuasai
oleh Inggris. Jepang memasuki wilayah Burma dan berhasil menguasai wilayah
jajahan Inggris di Burma atas prakarsa seorang pejuang bernama Aung San yang
meminta bantuan kepada Jepang untuk mengusir Inggris untuk mendapatkan
kemerdekaan bagi negaranya (meskipun janji Jepang itu tidak pernah terlaksana,
untuk memberikan kemerdekaan kepada Burma (Myanmar)).
Tidak hanya dalam bidang bahasa yang berbeda, agama yang dianut
masyarakatnya juga berbeda-beda. Masyarakat Burma kebanyakan beragama
Budha Theravada, sisanya beragama Kristen, Hindu, Islam, ataupun Animisme.
2
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Arakan dulunya merupakan sebuah negara independen yang pernah dikuasai
secara bergantian oleh orang Hindu, Buddha dan Muslim. Pada 1203 M Bengal
menjadi sebuah negara Islam, dan sejak saat itu pula pengaruh Islam mulai
merambah masuk ke wilayah Arakan.
Pada saat bangsa Burma lainnya merayakan kemerdekaan pada tahun 1948,
Umat Islam Rohingya justru seakan dikucilkan dari kegembiraan itu. Hal ini
ditandai dengan tidak diundangnya satupun perwakilan Umat Islam Rohingya saat
perjanjian penyatuan Burma di tanda tangani pada 12 September 1947 di Pinlong,
negara bagian Shan Pada saat bangsa Burma lainnya merayakan kemerdekaan pada
tahun 1948, Umat Islam Rohingya justru seakan dikucilkan dari kegembiraan itu.
Hal ini ditandai dengan tidak diundangnya satupun perwakilan Umat Islam
Rohingya saat perjanjian penyatuan Burma di tanda tangani pada 12 September
1947 di Pinlong, negara bagian Shan
Berbeda dengan etnis lain yang berhak mendirikan negara bagian sendiri,
etnis Rohingya kehilangan haknya, bahkan wilayahnya (Arakan) diserahkan
kepada etnis Rakhin yang beragama Buddha, walaupun populasinya kurang dari
10% penduduk Arakan. Sejak saat itulah hak- hak etnis Rohingya berusaha
dihilangkan oleh para politisi Buddha Burma.
5
Bahkan semenjak junta militer menguasai Burma keadaan semakin
memburuk, bukan saja hak-hak politis yang dikekang, tetapi juga dalam bidang
sosial-budaya, hal ini ditandai dengan ditutupnya tempat-tempat belajar bahasa
Rohingya pada tahun 1965 oleh junta.
Sejak puluhan tahun dahulu, ratusan ribu Muslim Rohingya melarikan diri
ke Bangladesh disebabkan kekejaman pemerintahan Burma dan penganut Buddha
terhadap mereka. Selain Bangladesh, mereka juga melarikan diri ke Pakistan, Arab
Saudi, Thailand dan Malaysia untuk berlindung dan sebahagian besar dari mereka
masih berstatus pelarian hingga kini. Penolakan Bangladesh dan negara Muslim
lainnya termasuk Malaysia membuat kaum Muslim Rohingya dipaksa kembali ke
Myanmar.
Tidah hanya itu, pihak junta juga menyebarkan propaganda jahat dan
informasi yang salah untuk memberikan citra buruk tentang Muslim Rohingya
untuk mendapatkan simpati penganut Budha.
Muslimah juga tidak dibenarkan memakai hijab dan banyak yang dipaksa
bekerja di barak-barak. Mereka juga sering diperkosa tanpa belas kasihan.
Pemerintah junta sering merobohkan sekolah-sekolah dan masjid-masjid
Muslimah juga tidak dibenarkan memakai hijab dan banyak yang dipaksa bekerja
di barak-barak. Mereka juga sering diperkosa tanpa belas kasihan. Pemerintah
junta sering merobohkan sekolah-sekolah dan masjid-masjid
6
Adha. Mereka juga sering dipaksa untuk meninggalkan nama Muslim dan diganti
dengan nama Budha. Labih jauh, pembantaian terhadap Muslim Rohingya terjadi
sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Paling tragis berlangsung pada 1942, sekitar
100.000 orang Rohingya dibantai serta disempitkan ruang gerak dan tempat tinggal
mereka hanya berada di negeri Arakan bagian utara saja.
7
1. Diplomasi Internasional:
8
• Pengawasan Hak Asasi Manusia: Mendorong lembaga-lembaga
internasional untuk memantau dan melaporkan pelanggaran hak
asasi manusia di Myanmar, dengan harapan dapat menekan
pemerintah untuk bertindak.
• Pengadilan Internasional: Menyelidiki opsi pengadilan
internasional untuk memproses individu-individu yang terlibat
dalam pelanggaran hak asasi manusia.
5. Bantuan Kemanusiaan:
6. Reformasi Hukum:
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
10
orang-orang rohingya dan memastikan bahwa Kaum Rohingya terbebas dari segala
bentuk hambatan hukum dan tindakan yang membahayakan sesuai jaminan
perlindungan oleh HAM internasional. Selain itu, perlu adanya dukungan dari
masyarakat internasional terkhusus negara-negara yang menjadi anggota ASEAN
terhadap proses reformasi Negara Myanmar menjadi negara demokrasi. Sehingga
pemajuan HAM bisa terus berkembang di Myanmar.
11
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, R., & Lestari, L. E. (2019). Penegakan dan Perlindungan Hak Asasi
Manusia di Indonesia dalam Konteks Implementasi Sila Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 5(2), 12-25.
12