Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ISLAM PERADABAN MELAYU

DINAMIKA ISLAM DI MYANMAR ( KASUS ROHINGYA )

Disusun Oleh Kelompok 4 :

Dzikirullah Al Rahmad 701220205

Fajar Firmansyah 701220010

Hidayah Herliyani 701220105

Rahmat Dwi Cahyo 701220025

Rizki Haris Ariza 701220214

Dosen Pengampu : Mina Zahara, M.A.

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini
disusun sebagai tugas mata kuliah Islam Peradaban Melayu yang diampu oleh Dosen kami,
dan bertujuan untuk memahami dinamika islam.

Dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang dinamika islam di Myanmar.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang
dinamika islam dan memberikan masukan yang berharga bagi pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen kami yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada keluarga dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dan motivasi
selama penulisan makalah ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis terbuka untuk menerima kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jambi, 24 November 2023

Kelompok 4

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 3
C. Tujuan ..................................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 4
A. Awal Kedatangan Islam di Burma (Myanmar) ....................................................... 4
B. Rohingnya dan Problem Minoritas ......................................................................... 4
C. Upaya Penyelesaian Konflik ................................................................................... 7
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 10
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 10
B. Saran ..................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Myanmar (Burma) yang terletak diwilayah kawasan Asia Tenggara,


berhimpitan langsung dengan beberapa negara antaralain, sebelah Barat Laut
berhimpitan dengan negara India, sebelah Utara berhimpitan dengan China,
sebelah Timur berhimpitan dengan Laos, sebelah Barat berhimpitan Bangladesh,
dan dengan India di sebelah Barat Laut. Memiliki populasi dengan jumlah 50 juta
jiwa, dalam pekembangannya Myanmar masih termasuk negara berkembang,
kebanyakan penduduk berketurunan dari ras Mongol , ada juga berdarah India dan
Pakistan. Negara ini juga dikenal sebagai negara yang letak geografisnya sangat
strategis karena memiliki daerah bervariasi. Terdapat banyak aliran sungai dan
gunung berapi yang dapat memberikan kesuburan untuk tanah di Myanmar.
Dengan demikian membuat Myanmar dikenal sebagai negara yang pendapatan
nasionalnya diperoleh dari kekayaan sumber daya alam tepatnya dalam sektor
pertanian.

Sebelumnya negara Myanmar dikenal dengan sebutan Burma atau Birma,


dulunya negara ini menganut sistem pemerintahan dinasti. Salah satu dinasti yang
menonjol di Burma adalah dinasti Mrauk U terletak di provinsi Arakan. Dinasti ini
berdiri sejak 1430-1785 yang dipimpin oleh Raja Narameikhla, Narameikhla
merupakan seorang Buddhis. Selain itu, untuk memperkokoh kepemerintahannya
Narameikhla meminta sokongan kepada Kerajaan Bengal (Bangladesh) yang
merupakan kerajaan bercorak Islam, bantuan tersebut berupa kemiliteran, politik,
dan pembelajaran ilmu pengetahuan. Hingga akhirnya kedua kerajaan ini saling
bekerja sama tidak memandang suku dan agama.

Pada saat kepemimpinan Thamada pada tahun 1782-1785, terjadi konflik


internal yang membuat kerajaan ini runtuh, ditambah lagi dengan adanya pasukan
yang dipimpin oleh Raja Bodawphaya dari Kerajaan Burma menyerang Arakan
melalui darat dan laut sehingga meluluh lantakkan peradaban yang ada di kerajan
Arakan. Hal ini menandakan berakhirnya pemerintahan kerajaan Mrauk U.

Pada saat masa pemerintahan Kerajaan Mrauk U Islam hidup


berdampingan dengan agama lain tanpa adanya diskriminatif. Namun, setelah
runtuhnya kerajaan Mrauk U yang diserang oleh Raja Bodawphaya dari kerajaan
Burma, mulai timbul ketidakharmonisan beragama, ditandai dengan adanya
penghancuran-penghacuran sarana ibadah. Wilayah Arakan yang dikuasai oleh
Kerajaan Burma mendapatkan perlakuan diskriminatif selama kurang lebih 42
tahun.

Kemudian keadaan ini mereda pada tahun 1824 ketika terjadinya invansi
yang dilakukan Inggris ke wilayah tersebut. Dua tahun kemudian yaitu pada tahun
1826 wilayah Burma, termasuk Arakan masuk ke dalam wilayah British-India,
yang berarti bahwa negara Burma masuk kedalam kekuasaan Inggris.

1
Tahun 1826-1942 Burma menjadi negara jajahan Inggris, selanjutnya
dijajah oleh Jepang pada tahun 1942, meskipun saaat itu Burma masih dikuasai
oleh Inggris. Jepang memasuki wilayah Burma dan berhasil menguasai wilayah
jajahan Inggris di Burma atas prakarsa seorang pejuang bernama Aung San yang
meminta bantuan kepada Jepang untuk mengusir Inggris untuk mendapatkan
kemerdekaan bagi negaranya (meskipun janji Jepang itu tidak pernah terlaksana,
untuk memberikan kemerdekaan kepada Burma (Myanmar)).

Selanjutnya Inggris memanfaatkan Burma untuk membantunya mengusir


Jepang pada tahun 1945, sehingga secara otomatis Burma kembali dikuasai oleh
Inggris. Pada tahun 1947 tepatnya pada bulan Januari antara Burma dan Inggris
menandatangani perjanjian yang berisikan adanya jaminan pemberian
kemerdekaan dalam jangka waktu satu tahun mendatang. Sehingga, kemudian
Burma memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tanggal 4 Januari 1948.7

Selama masa kekuasaan Inggris di Burma, Inggris membuka pintu


perbatasan yang membuat banyak imigran Bangladesh masuk ke wilayah Arakan
dengan tujuan meningkatkan perekonomian dengan memanfaatkan sumber daya
alam, sehingga dengan adanya para imigran tersebut, wilayah Burma terkenal
sebagai negara yang multietnik, memiliki hampir 1538 etnis dengan budaya yang
berbeda, baik dalam bahasa, agama, maupun mobilitas sosialnya. Kelompok etnis
Bamar (etnis asli Burma) menggunakan bahasa sehari-harinya yakni bahasa
Burmese. Bahasa Etnis Shan memiliki kemiripan dengan bahasa Negara Laos dan
Thailand.

Tidak hanya dalam bidang bahasa yang berbeda, agama yang dianut
masyarakatnya juga berbeda-beda. Masyarakat Burma kebanyakan beragama
Budha Theravada, sisanya beragama Kristen, Hindu, Islam, ataupun Animisme.

Keragaman etnis tidak hanya menumbuhkan kemajuan dalam bidang


ekonomi, bahasa dan agama yang berbeda-beda, tetapi juga sarat dengan
munculnya konflik atas beragam etnis tersebut, salah satunya perselisihan antara
etnis Rakhine (Buddha) dengan Rohingya (Muslim) yang mendiami wilayah
Arakan. Sebenarnya, kedua etnis ini sama-sama telah sejak lama mendiami
wilayah Arakan tersebut. Namun kekhawatiran yang terlalu berlebihan dimiliki
oleh oleh etnis Rakhine akan berkurangnya lahan pertanian mereka di wilayah ini
selain juga karena jumlah populasi muslim di wilayah ini semakin meningkat.

Berangkat dari pemaparan di atas, terkait dengan pembahasan mengenai


konflik minoritas Muslim di Rohingya membuat kita tertarik dan ingin
mengetahuinya secara lebih dalam. Karena dengan terjadinya konflik di Myanmar
sebenarnya memberikan pengaruh besar tidak hanya bagi negaranya sendiri
terhadap negaranya sendiri tetapi kemudian beberapa negara mendapatkan
imbasnya seperti negara-negara ASEAN yang menjadi tempat pelarian muslim
Rohingya.

2
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Muslim di Myanmar?


2. Bagaimana Pola Interaksi minoritas Muslim Rohingya dengan suku lain?

C. Tujuan

Adapun tujuan pembuatan makalah ini yaitu:


1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam Peradaban Melayu
2. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang dinamika islam di
Myanmar (kasus Rohingya)
3. Apa faktor yang melatar belakangi konflik antara Pemerintah Myanmar
dengan Etnis Rohingya?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Awal Kedatangan Islam di Burma (Myanmar)

Islam sampai ke Burma melalui beberapa jalur. Para pedagang Arab


menetap di garis pantai negeri ini selama abad I tahun Hijriah (abad VII Masehi),
atau sesudahnya. Pada awalnya mereka menempati kawasan di sekitar pantai
Arakan, dan kemudian ke selatan. Lebih belakangan, para pedagang India dan
Melayu telah efektif dalam menyebarkan Islam. Akhirnya, para pengungsi dari
Yunan pada abad XIX menetap di bagian utara negeri itu.
Perdagangan kaum muslim di Asia Tenggara mencapai puncaknya hingga
abad ke tujuh belas. Akibatnya, kota-kota di pesisir Burma masuk ke dalam
jaringan dagang kaum muslim yang lebih luas. Bahkan, ketika dominasi kaum
muslim di bidang perdagangan mulai surut sebelum akhirnya hancur akibat
perubahan konstelasi politik internasional yang muncul dari rivalnya Eropa, kaum
muslim tetap memainkan peran penting di kawasan ini. Mereka tidak hanya aktif
di bidang perdagangan, melainkan juga dalam pembuatan dan perawatan kapal.

B. Rohingnya dan Problem Minoritas

Etnis Rohingya adalah penduduk asli negara bagian Arakan. Arakan


sendiri merupakan sebuah negara bagian yang terletak di Barat Myanmar dan
berbatasan langsung dengan India di Utara, negara bagian China di timur laut, dan
Bangladesh di Barat Laut. Arakan dulu dikenal dengan sebutan Rohang dan saat
ini lebih dikenal dengan Arakan/Rakhine. Itu sebabnya orang-orang Muslim yang
mendiami wilayah Rohang disebut dengan Rohingya. Etnis Rohingya sudah
tinggal di Arakan sejak abad ke 7 Masehi. Saat ini Arakan dihuni oleh sekitar 5
juta penduduk yang terdiri dari dua etnis utama, Rohingya yang Muslim dan
Rakhine/Maghs yang beragama Buddha.

Secara fisik etnis Rohingya memiliki kesamaan fisik dengan orang


Bangladesh. Merupakan keturunan dari campuran orang Bengali, Persia, Mongol,
Turki, Melayu dan Arab menyebabkan kebudayaan Rohingya sedikit berbeda dari
kebanyakan orang Myanmar. Termasuk dari segi bahasa yang banyak dipengaruhi
oleh bahasa Arab, Parsi, Urdu dan Bengali.

4
Arakan dulunya merupakan sebuah negara independen yang pernah dikuasai
secara bergantian oleh orang Hindu, Buddha dan Muslim. Pada 1203 M Bengal
menjadi sebuah negara Islam, dan sejak saat itu pula pengaruh Islam mulai
merambah masuk ke wilayah Arakan.

Pada 1824-1826 perang Anglo-Burma pertama pecah. Ketika perang ini


berakhir yang ditandai dengan diratifikasinya perjanjian Yandabo menyebabkan
Burma, Arakan dan Tenasserim dimasukkan ke wilayah British- India. Lalu
dengan Government of India Act. tahun 1935 diputuskan bahwa Burma terpisah
dari British-India tepatnya mulai tanggal 1 April 1937. Melalui keputusan ini pula
di gabungkanlah Arakan menjadi bagian British- Burma, bertentangan dengan
keinginan mayoritas penduduknya yang beragama Islam dan ingin bergabung
dengan India. hingga pada akhirnya Arakan menjadi bagian Burma merdeka pada
tahun 1948 Sejak kemerdekaan negara Myanmar pada 1948, Rohingya menjadi
etnis paling tertindas di Myanmar. Selain teraniaya, Rohingya juga tidak diakui
sebagai bagian dari bangsa Myanmar, padahal Rohingya berada di Arakan sejak
Abad 7 M. Berbicara mengenai kekerasan dan diskriminasi oleh pemerintah
Myanmar, tidak hanya dilakukan terhadap etnis Rohingya, tapi juga kepada umat
Kristiani dan etnis non mayoritas lain seperti Shan, Kachin, Karen, Chin, dan lain-
lain.

Pada saat bangsa Burma lainnya merayakan kemerdekaan pada tahun 1948,
Umat Islam Rohingya justru seakan dikucilkan dari kegembiraan itu. Hal ini
ditandai dengan tidak diundangnya satupun perwakilan Umat Islam Rohingya saat
perjanjian penyatuan Burma di tanda tangani pada 12 September 1947 di Pinlong,
negara bagian Shan Pada saat bangsa Burma lainnya merayakan kemerdekaan pada
tahun 1948, Umat Islam Rohingya justru seakan dikucilkan dari kegembiraan itu.
Hal ini ditandai dengan tidak diundangnya satupun perwakilan Umat Islam
Rohingya saat perjanjian penyatuan Burma di tanda tangani pada 12 September
1947 di Pinlong, negara bagian Shan

Berbeda dengan etnis lain yang berhak mendirikan negara bagian sendiri,
etnis Rohingya kehilangan haknya, bahkan wilayahnya (Arakan) diserahkan
kepada etnis Rakhin yang beragama Buddha, walaupun populasinya kurang dari
10% penduduk Arakan. Sejak saat itulah hak- hak etnis Rohingya berusaha
dihilangkan oleh para politisi Buddha Burma.

5
Bahkan semenjak junta militer menguasai Burma keadaan semakin
memburuk, bukan saja hak-hak politis yang dikekang, tetapi juga dalam bidang
sosial-budaya, hal ini ditandai dengan ditutupnya tempat-tempat belajar bahasa
Rohingya pada tahun 1965 oleh junta.

Sejak puluhan tahun dahulu, ratusan ribu Muslim Rohingya melarikan diri
ke Bangladesh disebabkan kekejaman pemerintahan Burma dan penganut Buddha
terhadap mereka. Selain Bangladesh, mereka juga melarikan diri ke Pakistan, Arab
Saudi, Thailand dan Malaysia untuk berlindung dan sebahagian besar dari mereka
masih berstatus pelarian hingga kini. Penolakan Bangladesh dan negara Muslim
lainnya termasuk Malaysia membuat kaum Muslim Rohingya dipaksa kembali ke
Myanmar.

Menurut data yang diperoleh MINA, pemerintah Myanmar secara tegas


membentuk UU Imigrasi Darurat Menurut data yang diperoleh MINA, pemerintah
Myanmar secara tegas membentuk UU Imigrasi Darurat. Selain itu, sejak
ditetapkannya _Burma Citizenship Law _ ini, anak-anak Muslim Arakan tidak
dibenarkan belajar di luar dari Arakan. Sementara semua institusi pendidikan
profesional terletak di luar Arakan. Undang-undang zalim ini telah menyebabkan
bukan saja mereka tidak dapat melanjutkan pendidikan, malah ada yang langsung
tidak dapat sekolah (karena tekanan ekonomi, penangkapan, penyiksaan dan lain-
lain). Hal ini menyebabkan sebagian mereka buta huruf.

Tidah hanya itu, pihak junta juga menyebarkan propaganda jahat dan
informasi yang salah untuk memberikan citra buruk tentang Muslim Rohingya
untuk mendapatkan simpati penganut Budha.

Muslimah juga tidak dibenarkan memakai hijab dan banyak yang dipaksa
bekerja di barak-barak. Mereka juga sering diperkosa tanpa belas kasihan.
Pemerintah junta sering merobohkan sekolah-sekolah dan masjid-masjid
Muslimah juga tidak dibenarkan memakai hijab dan banyak yang dipaksa bekerja
di barak-barak. Mereka juga sering diperkosa tanpa belas kasihan. Pemerintah
junta sering merobohkan sekolah-sekolah dan masjid-masjid

Umat Islam juga tidak dibenarkan terlibat dalam politik. Lembaga-lembaga


sosial dilarang memberi bantuan kepada mereka. Tidak cukup dengan ini, Muslim
juga tidak dibenarkan menunaikan haji ataupun menyembelih kurban saat Idul

6
Adha. Mereka juga sering dipaksa untuk meninggalkan nama Muslim dan diganti
dengan nama Budha. Labih jauh, pembantaian terhadap Muslim Rohingya terjadi
sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Paling tragis berlangsung pada 1942, sekitar
100.000 orang Rohingya dibantai serta disempitkan ruang gerak dan tempat tinggal
mereka hanya berada di negeri Arakan bagian utara saja.

Konflik kembali memuncak pada Juni 2012, penduduk mayoritas Rakhine


merupakan kelompok ekstrimis Buddha yang didukung pemerintah Myanmar
menyerang bus dan membunuh 10 orang Muslim. Konflik meluas dan
menyebabkan ratusan orang tewas, ratusan luka-luka, puluhan ribu rumah dibakar,
dan ratusan orang ditangkap dan ditahan secara paksa. Konflik tersebut
menyebabkan Muslim Rohingya terpaksa terusir dari tanah airnya dan mengungsi
ke beberapa negara terdekat dengan menggunakan perahu.

Operasi pemusnahan sistematis yang dijalankan pemerintah Myanmar untuk


menghapus etnis Muslim Rohingya dengan melibatkan kelompok ekstrimis
buddha telah mengancam dan melanggar hak asasi manusia.

Mencermati persoalan Muslim Myanmar, Direktur Pusat Informasi


Advokasi Rohingya-Arakan (PIARA), Heri Aryanto mengatakan: “Kekerasan
yang terjadi meru⌡akan bagian dari perencanaan dan serangan yang sistematis
yang didesain untuk memusnakan populasi Rohingya yang tersisa di Arakan dan
menjadikan Arakan sebagai daerah bebas Muslim (muslim-free region) ”.

Menurut laporan PIARA yang berbasis di Indonesia, hingga kini populasi


Muslim Rohingya yang berada di Arakan, Myanmar berjumlah lebih kurang satu
juta jiwa. Ratusan ribu lainnya hidup dalam pengungsian di berbagai negara antara
lain di perbatasan Bangladesh, Pakistan, Jazirah Arab, Malaysia, Thailand, dan
Indonesia, serta juga ada beberapa yang tinggal dan mengungsi ke negara Inggris,
Amerika dan Jepang.

C. Upaya Penyelesaian Konflik

Konflik di Myanmar, khususnya yang melibatkan etnis Rohingya,


merupakan masalah kompleks yang memiliki akar sejarah, etnis, dan agama.
Dinamika Islam di Myanmar, khususnya seputar kasus Rohingya, melibatkan
berbagai elemen yang memperumit penyelesaiannya.

7
1. Diplomasi Internasional:

• Melibatkan Negara-Negara Tetangga: Melibatkan negara-negara


tetangga, seperti Bangladesh, India, dan negara-negara ASEAN,
dalam upaya diplomasi untuk menyelesaikan konflik.
• Peran Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB): Memperkuat peran
PBB dalam menangani konflik dan memberikan dukungan
kemanusiaan kepada pengungsi Rohingya.
• Tekanan Internasional: Meningkatkan tekanan internasional
terhadap pemerintah Myanmar untuk menghentikan pelanggaran
hak asasi manusia dan memberikan hak-hak kewarganegaraan
kepada etnis Rohingya.

2. Dialog Antaragama dan Etnis:

• Mendorong Dialog Antaragama: Mendorong dialog dan


pemahaman antara komunitas Muslim Rohingya dan mayoritas
Buddhis di Myanmar untuk mengatasi ketidaksetaraan dan
membangun rasa saling pengertian.
• Partisipasi Masyarakat Sipil: Melibatkan organisasi masyarakat
sipil, termasuk organisasi agama, dalam memfasilitasi dialog dan
membangun jembatan antara kelompok-kelompok yang berselisih.

3. Pemberdayaan Ekonomi dan Sosial:

• Pemberdayaan Ekonomi: Memberikan peluang ekonomi kepada


masyarakat Rohingya untuk mengurangi ketidaksetaraan ekonomi
dan meningkatkan stabilitas sosial.
• Pendidikan dan Kesadaran: Meningkatkan akses pendidikan bagi
masyarakat Rohingya dan meningkatkan kesadaran akan hak asasi
manusia serta nilai-nilai pluralisme.

4. Pengawasan dan Pengadilan Internasional:

8
• Pengawasan Hak Asasi Manusia: Mendorong lembaga-lembaga
internasional untuk memantau dan melaporkan pelanggaran hak
asasi manusia di Myanmar, dengan harapan dapat menekan
pemerintah untuk bertindak.
• Pengadilan Internasional: Menyelidiki opsi pengadilan
internasional untuk memproses individu-individu yang terlibat
dalam pelanggaran hak asasi manusia.

5. Bantuan Kemanusiaan:

• Bantuan Internasional: Meningkatkan bantuan kemanusiaan


untuk membantu pengungsi Rohingya dan mendukung upaya
pemulihan di wilayah yang terkena dampak konflik.
• Pendekatan Holistik: Mengambil pendekatan holistik yang tidak
hanya menangani konsekuensi langsung konflik, tetapi juga
mencoba mengatasi akar penyebabnya.

6. Reformasi Hukum:

• Reformasi Hukum: Mendorong pemerintah Myanmar untuk


melakukan reformasi hukum yang mendukung perlindungan hak
asasi manusia dan pemberian kewarganegaraan kepada etnis
Rohingya.
• Keterlibatan Komunitas Internasional: Memastikan bahwa
komunitas internasional mendukung dan memberikan dorongan
untuk reformasi hukum di Myanmar.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyelesaian dengan komitmen akan pemenuhan keadilan ini tentu sangat


diharapkan, namun anggapan pemerintah Myanmar yang tidak melakukan
pelanggaran HAM seperti genosida secara berencana terhadap etnis Rohingya
menjadikan Pemerintah Myanmar abai dalam tuntutan penyelesaian dan
penegakan keadilan. Tidak diakuinya etnis Rohingya ke dalam bagian daftar etnis
yang berada di negeri Myanmar tersebut menjadi upaya peniadaan terhadap etnis
yang sudah berada dari abad ke 7 di wilayah tersebut. Diskriminasi itu bahkan
ditindaklanjuti dengan pencabutan status kewarganegaraan bagi etnis Rohingya.

Upaya yang dilakukan pemerintah Myanmar dapat dikategorikan sebagai


upaya yang sistematis untuk menghilangkan identitas etnis tertentu. Yang lebih
mengkawatirkan ialah adanya dugaan konfrontasi fisik berupa operasi militer yang
diduga menewaskan ratusan masyarakat sipil tak berdosa. Tindakan konfrontasi
fisik yang terjadi menjadi pemicu terjadinya gelombang pengungsi etnis Rohingya
ke beberapa negara. Sebagai bagian dari warga bangsa bangsa, Myanmar tentu
memiliki kewajiban internasional yang harus dipenuhi. Negara tersebut tidak dapat
menafikkan hukum Internasional yang telah diakui, diadopsi, dan dipraktikkan di
berbagai negara. Sebagai sebuah negara berdaulat, Myanmar memang memiliki
hak untuk menyelesaikan persoalan dalam negerinya melalui mekanisme hukum
yang dimiliki. Namun, alih-alih memberikan perlindungan, Myanmar justru abai
atas genosida dan pelanggaran HAM lainnya. Myanmar terus mendapat kecaman
dari dunia internasional untuk segera menyelesaikan pelanggaran yang terjadi.
Hingga pada akhirnya PBB berupaya untuk melakukan intevensi kemanusiaan.

B. Saran

Dewan Keamanan PBB diharapkan dapat segera bertindak dengan tegas


untuk menyelesaikan kasus yang terjadi terhadap etnis rohingya. Dewan
Keamanan PBB dapat menetapkan Commission of Inquiry untuk menyelidiki dan
mengumpulkan bukti lebih lanjut tentang pelanggaran Kejahatan Terhadap
Kemanusiaan di negara bagian Arakan Utara yang selanjutnya membentuk Komite
Internasional untuk mengawasi dan memastikan Kaum Rohingya aman kembali ke
Myanmar. Selain itu dapat melalui SPDC yang menyediakan kembali rumah bagi

10
orang-orang rohingya dan memastikan bahwa Kaum Rohingya terbebas dari segala
bentuk hambatan hukum dan tindakan yang membahayakan sesuai jaminan
perlindungan oleh HAM internasional. Selain itu, perlu adanya dukungan dari
masyarakat internasional terkhusus negara-negara yang menjadi anggota ASEAN
terhadap proses reformasi Negara Myanmar menjadi negara demokrasi. Sehingga
pemajuan HAM bisa terus berkembang di Myanmar.

11
DAFTAR PUSTAKA

Andrey Sujatmoko, 2004, Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Negara Atas


Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Menurut Hukum Internasional,
Tesis, Universitas Padjajaran.

Arianta, K., Mangku, D. G. S., & Yuliartini, N. P. R. (2020). Perlindungan


Hukum Bagi Kaum Etnis Rohingya Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia
Internasional. Jurnal Komunitas Yustisia, 3(2), 166-176.

Arianta, K., Mangku, D. G. S., & Yuliartini, N. P. R. (2020). Perlindungan


Hukum Bagi Kaum Etnis Rohingya Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia
Internasional. Jurnal Komunitas Yustisia, 3(2), 166-176.

Arifin, R., & Lestari, L. E. (2019). Penegakan dan Perlindungan Hak Asasi
Manusia di Indonesia dalam Konteks Implementasi Sila Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 5(2), 12-25.

Badescu, C.G. 2011. Humanitarian Intervention and the Responsibility to


protect: Security and human rights (Global Politics and the Responsibility
to Protect), Routledge, Taylo

Christian Lumban G, D. (2017). Penyelesaian Sengketa Pelanggaran Hak


Asasi Manusia Terhadap Etnis Rohingya di Myanmar Ditinjau Dari Hukum
Internasional. JURNAL NOVUM, 4(3), 22-35.

12

Anda mungkin juga menyukai