Anda di halaman 1dari 5

ADITYA ELMIR SATRIA

050418043

TUGAS 1
Berikut adalah soal Tugas ke-1 yang wajib Anda kerjakan. Bacalah pertanyaan dengan
cermat kemudian jawablah pertanyaan-pertanyaan tersebut.

1. Ibadah dibagi menjadi dua bentuk yaitu ibadah mahdlah dan ibadah ghairu mahdlah.
Coba jelaskan kedua pengertian berikut, serta berikan contoh masing-masing dari
jenis ibadah tersebut.
2. Tuliskan ayat dan tafsir yang menjelaskan tentang proses penciptaan manusia, serta
jelaskan tahapan penciptaan manusia menurut Al-Qur’an!
3. Al-Quran menyebutkan beberapa istilah untuk menyebut manusia. Jelaskan istilah-
istilah yang digunakan tersebut!
4. Manusia juga disebut sebagai khalifah. Jelaskan langkah-langkah yang dilakukan
manusia untuk merealisasikan peran sebagai khalifah!
5. Islam berjuang untuk tegaknya masyarakat yang beradab dan sejahtera. Jelaskan
prinsip-prinsip untuk menegakkan masyarakat yang beradab dan sejahtera!

Jawab:
1. Ibadah mahdhah atau ibadah khusus ialah ibadah yang apa saja yang telah
ditetapkan Allah akan tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya (Sahriansyah,
2014). Ibadah mahdhah juga disebut dengan muamalah ma’a al-khaliq (ibadah dalam
arti hubungan hamba dengan Allah) atau ibadah ghairu ma’qulati al-ma’na (ibadah
yang tidak dapat dipahami maknanya). Ibadah dalam arti khusus (ibadah mahdhah)
adalah termasuk bidang kajian fiqih al-nabawi , yang meliputi: bersuci/berwudhu;
shalat, termasuk doa, zikir, dan tilawatil Al Qur’an; puasa (termasuk ibadah
badaniyyah atau ibadah dzatiyyah; zakat (termasuk ibadah maliyyah); haji (termasuk
ibadah ijtimaiyyah); pengurusan jenazah (termasuk ibadah badaniyyah);
penyembelihan hewan; sumpah dan nazar; makanan dan minuman (termasuk ibadah
maliyyah) (Saleh, 2008).

Sedangkan ibadah ghairu mahdhah atau muamalah adalah ibadah dalam bentuk
sikap, ucapan, dan tindakan seseorang yang dilakukan atas dasar: (1) niat yang ikhlas;
(2) dalam rangka mencapai ‘mardhatillah’ rida Allah; dan (3) dalam bentuk amal
saleh, yang pelaksanaannya diserahkan kepada pelakunya sesuai dengan situasi dan
kondisi. Muamalah adalah segala hal yang menyangkut segala urusan duniawi (umur
al-dunyawiyyah) dengan segala bentuk kemaslahatannya (ma’qulati al-ma’na),
seperti: sistem keluarga (perkawinan dan warisan), sistem perekonomian, sistem
hukum (perdata dan pidana), sistem politik pemerintahan (Saleh, 2008).

2. Di dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menjelaskan asal mula penciptaan


manusia. Di antaranya disebutkan bahwa Allah SWT. menciptakan manusia dari air
(Q.S al-Furqon (25): 54), dalam ayat lain disebutkan pula bahwa manusia diciptakan
dari tanah liat (Q.S al-An’am (6): 2), dengan beragam tanah seperti tin (Q.S al-
Mu’minun (23): 12), tanah liat kering dari lumpur hitam (Q.S al-Hijr (15): 26), dan
tanah kering seperti tembikar (Q.S ar-Rahman (55): 14) (Lajnah Pentashihan Mushaf
AlQur’an, 2016). Kemudian generasi setelah Nabi Adam proses penciptaannya
melalui reproduksi sebagaimana terdapat dalam (Q.S alHajj (22): 5) dan (Q.S al-
Mu’minun (23): 13-14), kemudian disempurnakan dengan peniupan ruh (Q.S Shad
(38): 72) dan pada akhirnya menjadi manusia terbaik dengan penciptaan yang
sempurna (Q.S at-Tin (95): 4).

Pada ayat-ayat tentang embriologi yaitu (Q.S al-Hajj (22): 5) dan (Q.S al-Mu’minun
(23): 14, dipaparkan bahwa manusia itu tercipta melalui beberapa tahapan. Pertama,
saripati tanah. Pada (Q.S al-Hajj (22): 5) Wahbah az-Zuhaili memberikan penafsiran
bahwa Allah SWT. menciptakan manusia dari tanah. Karena asupan nutrisi dan
makanan yang dikonsumsi oleh manusia itu berasal dari tumbuhan yang lahir dari air
dan tanah, kemudian membentuk menjadi sperma (Az-Zuhaili, 2013b). Kedua, nuṭfah.
Dalam tafsir al-Qurthubi kata nutfah yang memiliki makna tetesan, sehingga nuṭfah
ini memiliki makna setetes mani (Al Qurthubi, 2007) dalam (Q.S al-Hajj (22): 5)
ditafsirkan oleh az-Zuhaili sebagai proses reproduksi melalui sperma yang telah
terbentuk dari nutrisi dan makanan yang dikonsumsi oleh manusia berasal dari tanah.
Dalam penafsiran (Q.S al-Mu’minun (23): 13), nuṭfah ini kemudian disemprotkan
oleh Allah SWT. ke dalam rahim yang kokoh, kuat, tenang, dan terjamin
penjagaannya dari sejak masa kehamilan hingga proses persalinan (Q.S al-Mursalah
(77): 20-23) (Az-Zuhaili, 2013b).
Proses penciptaan manusia setelah Nabi Adam melalui reproduksi, di antara fase-
fasenya adalah nuṭfah, ‘alaqah, muḍgah, pembuatan tulang, pembentukan otot,
kemudian disempurnakan dengan ditiupkannya ruh, hingga menjadi bentuk yang
terbaik (Fitriani, 2021).

3. Secara terminologis, ungkapan Alquran untuk meunjukkan konsep manusia terdiri


atas tiga kategori, yaitu: a) al-insan, al-in’s, unas, al-nas, anasiy dan insiy; b) albasyar;
dan c) bani adam “anak adam” dan surriyyat adam “keturunan adam”(Shihab, 2006).

Kata al-Nas disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 240 kali yang tersebar dalam 53
surat sebagai nama jenis keturunan Adam, yaitu satu spesies di alam semesta
(Abdurahman, 1997). Kata al-Nas menunjukkan pada hakekat; manusia sebagai
makhluk sosial secara keseluruhan, baik beriman atau-pun kafir.

Kata al-Insan disebutkan dalam Alquran sebanyak 73 kali yang disebut dalam 43
surat( I-Baqi, 1998). Kata al-Insan dapat menunjukkan pada proses kejadian manusia,
baik proses penciptaan Adam maupun proses manusia yang bertahap secara dinamis
dan sempurna di dalam rahim. Kata al-Insan tidak hanya merujuk pada dimensi metal
tetapi juga dimensi fisik. Jika itu ditinjau lebih jauh dan dianalisis secara mendalam,
maka penggunaan kata al-Insan megandung dua dimensi yaitu dimensi tubuh (dengan
berbagai unsurnya) dan dimensi spiritual (ditiupkan roh-Nya kepada manusia).

Kata basyar ditunjukkan kepada seluruh manusia tanpa terkecuali. Hal ini
megisyaratkan bahwanabi dan rasul pun memiliki dimensi al-basyar. Di sisi lain,
banyak ayat al Qur’an yang menggunakan kata basyar yang megisyaratkan proses
kejadian manusia melalui tahap-tahap sehingga mencapai tahap kedewasaan (Baiquni,
2005). Kata al-Basyar di dalam al-Qur’an sebanyak 36 kali dalam 26 surat.
Sedangkan penggunaan kata Bani Adam karena manusia merupakan turunan Nabi
Adam as. Manusia dan nabi pertama yang diciptakan Allah SWT, Adam as dijuluki
sebagai Abu Basyar (nenek moyang manusia). Menurut Thabathaba’i sebagaimana
dikutip oelh Ramayulis, penggunaan kata Bani Adam menunjuk pada arti manusia
secara umum. Dalam hal ini, setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, yaitu pertama,
anjuran untuk berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, diantaranya berpakaian guna
menutup aurat. Kedua, mengingatkan pada keturunan adam agar jangan terjerumus
pada bujuk rayu syaitan yang mengajak padakeingkaran. Ketiga, memanfaatkan
semua yang ada di alam semesta dalam rangka ibadah dan mentauhidkan-Nya
(Ramayulis,2009).

4. Dalam konsep Islam, manusia adalah khalifah yakni sebagai wakil, pengganti atau
duta tuhan di muka bumi.dengan kedudukannya sebagai khalifah Allah swt dimuka
bumi, manusia akan dimintai tanggungjawab dihadapannya. Tentang bagaimana ia
melaksanakan tugas suci kekhalifahannya. Oleh sebab itu dalam melaksanakan
tanggungjawab itu manusia dilengkapi dengan berbagai potensi seperti akal pikiran
yang memberikan kemampuan bagi manusia berbuat demikian (Dewan Redaksi,
2003).

Untuk merealisasikan peran sebagai khalifah dalam Islam, manusia perlu memiliki
pemahaman mendalam tentang tanggung jawab mereka sebagai pengelola dan
penjaga bumi. Ini melibatkan kesadaran terhadap isu-isu lingkungan dan
keberlanjutan serta komitmen untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai agama dan
etika. Langkah-langkah nyata termasuk pendidikan dan kesadaran tentang isu-isu
lingkungan, tindakan konkret untuk mengurangi dampak negatif terhadap alam, serta
advokasi untuk perlindungan lingkungan. Selain itu, manusia dapat berperan sebagai
pemimpin dalam menjalankan peran sebagai khalifah dengan contoh tindakan dan
partisipasi dalam pengambilan kebijakan yang mendukung keberlanjutan. Dalam
konteks Islam, tindakan ini merupakan bentuk ibadah dan ketaatan kepada Tuhan
serta menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan bersama.

5. Dalam Islam, terdapat sejumlah prinsip yang mendorong tegaknya masyarakat yang
beradab dan sejahtera. Pertama, prinsip keadilan sosial menggarisbawahi perlunya
distribusi kekayaan dan sumber daya yang merata dan adil. Selain itu, amal,
solidaritas, dan kepedulian terhadap sesama adalah nilai-nilai penting dalam Islam
yang membantu membangun masyarakat yang sejahtera. Prinsip syariah, yang
mencakup aspek-aspek ekonomi dan sosial, memainkan peran penting dalam
mengatur perilaku ekonomi dan sosial dalam masyarakat Islam. Akhirnya, pendidikan
dan pengetahuan dihargai tinggi dalam Islam, karena keyakinan bahwa pengetahuan
adalah kunci untuk kemajuan dan peradaban (Qardhawi, 1999).
Sumber:
Abdurrahman, Aisyah, Manusia Sensitivitas dan Henneneutika al-Qur’an, terj. M. Adib al-
Arief (Jakarta: LKPSM, 1997)
Al-Qaradawi, Y. (1999). "Fiqh of Zakah." International Islamic Publishing House.
Baiquni, dkk, Ensiklopedi Al-Qur’an Dunia Islam Modern (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Prima Vasa, 2005),
Fitriani, dkk., Proses Penciptaan Manusia Perspektif Al-Qur’an dan Kontekstualitasnya
dengan Ilmu Pengetahuan Sains: Kajian Kesehatan Reproduksi, Jurnal Riset Agama Volume
1, Nomor 3 (Desember 2021): 716-730 DOI: 10.15575/jra.v1i3.15120
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/jra
Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Press, 2008)
l-Baqi, Muhammad Fu’ad Abdul, al-Mu’jam al-Mufahras li al-Affah al-Qur’an al-Karim
(Qahirah: Dar al-hadits, 1998)
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran Para Tokohnya (Jakarta: Kalam Mulia, 2009
Sahriansyah, Ibadah dan Akhlak, (Banjarmasin: IAIN Antasari Press, 2014)
Shihab, M. Quraish, Wawasan al-Qur’an Tafsir Maudhu’I atas Perbagai Persoalan Umat
(Bandung: Mizan Ustaka, 2006)

Anda mungkin juga menyukai