Anda di halaman 1dari 35

PENGANTAR EPISTEMOLOGI

HOLISME
(System Thinking)
Materi Minggu Ke 3

Sumber Foto Cover: Harry Widianto (2010)


MENGAPA PERLU BERPIKIR
HOLISTIK?
MENGAPA PERLU BERPIKIR HOLISTIK?

DOMAIN ILMU-ILMU TEKNIK


NILAI2

MANUSIA
ALAM

KARYA PERILAKU
TEKNIK/ MANUSIA
TEKNOLOGI
Sumber: Modifikasi Koentjoro Ningrat, 1985
Suplemen-1
Bahwa domain ilmu keteknikan merupakan kesatuan utuh antara nilai-nilai dasar, karya
keteknikan/teknologi, dan perilaku manusia. Bahwa setiap karya keteknikan dan atau teknologi bukanlah
suatu karya yang berasal dari suatu kekosongan kemudian diletakkan di dalam ruang kosong, melainkan
suatu karya yang didasarkan pada nilai-nilai dasar yang kelak akan dipertanggungjawabkan terhadap
perilaku dan peradaban manusia yang menggunakan karya tersebut. Disinilah letak "kemuliaan ilmu-ilmu
teknik", karena ilmu teknik adalah ilmu peradaban, ilmu yang akan menuntun-memandu-mengarahkan
kehidupan manusia di masa depan. Ilmu teknik yang memuliakan manusia akan mendatangkan amal jariah,
sehingga ketika ilmuwannya sudah tiada di dunia maka "argo amal jariahnya" akan terus berputar dan akan
menolongnya di alam sana. Tetapi sebaliknya, apabila karya keteknikanya mendholimi serta
menyengsarakan manusia yang menggunakannya, maka "argo dosa jariahnya" juga akan terus berputar
dan akan menyulitkan kehidupannya di alam sana.

Nilai-nilai sebagai landasan karya mencakup nilai-


nilai dasar Universitas Gadjah Mada
Nilai-nilai (1) Ke-Tuhanan YME, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3)
Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, dan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia

Nilai-nilai keadaban, kemanfaatan, dan kemuliaan manusia

Nilai-nilai kebhinekaan, keragaman, kehidupan bersama yang selaras antar


manusia dan manusia dengan alam
MENGAPA PERLU BERPIKIR HOLISTIK?

Realitas
(Tunggal vs Jamak)
(Guba, 1985)

• Realitas = kesadaran atas obyek, atas peristiwa


• Realitas = self-created, bersifat persepsional
• Realitas adalah objek keilmuan yang harus
‘ditangkap’ oleh ilmuwan dalam praktek keilmuannya
• Realitas = konstruksi pikiran melalui alat
bantu/metode keilmuan (teropong bintang,
mikroskop elektron, pemahaman budaya,
pemahaman transendental, dsb)
MENGAPA PERLU BERPIKIR HOLISTIK?

4 Tipe Realitas
(Guba, 1985)

Objective Reality
Perceived Reality
Constructed Reality
Created Reality
Suplemen-2

Realitas selain jamak juga bertingkat. Misalnya lambang negara Indonesia Pancasila memiliki
tingkatan2 realitas:
1) Realitias inderawi (objective reality), bisa dirasakan kehadirannya melalui panca indera manusia
berupa gambar atau bentuk2 bintang, rantai, beringin, banteng, padi dan kapas
2) Realitas konsepsual/maksud/tujuan (perceived reality) berupa penjelasan2 maksud dari setiap
gambar atau bentuk2 tersebut
3) Realitas transendental (constructed reality) berupa makna tertitinggi nilai2 dasar yang menjadi
rujukan bagi realitas no 2 dan realitas no1

Contoh lain: Bendera merah putih


1) Realitas inderawi (objective reality) berupa susunan kain berwarna merah dan kain berwarna putih
2) Realitas konsepsual (perceived reality) berupa penjelasan maksud/arti/tujuan dari warna merah dan
putih dalam konteks sejarah Indonesia
3) Realitas transendental (constructed reality) berupa makna rujukan nilai dasar /simbol yang
terkandung di dalam kain berwarna merah dan putih tersebut

Contoh lain: Kain sarung


1) Realitas inderawi (objective reality) berupa selembar kain panjang ujungnya tersambung
2) Realitas konsepsual/tujuan/maksud (perceived reality) bagi masyarakat tertentu (Myanmar) sebagai
pakaian tradisional atau nasional
3) Realitas transendental (constructed reality) bagi masyarakat Pesisir Utara kain sarung memiliki
makna simbolik religius sama nilainya dengan kain sajadah (hadiah kain sarung dapat dimaknai religius)
MENGAPA PERLU BERPIKIR HOLISTIK?

Objective Reality
(Guba, 1985)

• Ada realitas yang nyata (tangible)


• Jika dialami, akan memberi pemahaman
penuh pada realitas tsb
• Contoh: realitas panas, realitas dingin,
realitas bencana nuklir/alam
MENGAPA PERLU BERPIKIR HOLISTIK?

Perceived Reality
(Guba, 1985)

• Realitas yang tidak dapat dipahami


sepenuhnya oleh seseorang
• Hanya dapat dipahami dari sudut pandang
tertentu/persepsi
• Persepsi adalah pandangan yang bersifat
parsial dari sebuah realitas (kisah orang buta
dan gajah, rel kereta api yang berimpit)
• Contoh: Atom bisa dipersepsi sebagai partikel
tetapi disisi lain bisa sebagai gelombang
MENGAPA PERLU BERPIKIR HOLISTIK?

Constructed Reality
(Guba, 1985)

• Realitas adalah hasil konstruksi dari pikiran individual


• Realitas tidak ada sebelum dikonstruksikan
• Setiap individu menghasilkan konstruksi realitas yang
berbeda (walaupun objeknya sama)
• Realitas dibangun atas realitas-realitas (multiple
realities) yang dikonstruksikan oleh banyak individu,
bukan realitas tunggal hasil konstruksi satu individu
• Contoh: bendera "merah putih", simbol2 dalam
burung garuda Pancasila, kurikulum, hukum positip,
iklan konsumsi (merokok itu gagah), humor Sumanto
MENGAPA PERLU BERPIKIR HOLISTIK?

Created Reality
(Guba, 1985)

• Realitas itu tidak ada


• Realitas akan ada setelah kita menciptakannya
(sebelumnya hanya berupa probabilitas)
• Ontologi baru melalui epistemologi baru
• Obyek keilmuan baru melalui teknologi baru
• Contoh: e-business, e-trading, e-banking,
"gojek", "taksi uber"
MENGAPA PERLU BERPIKIR HOLISTIK?

KEBENARAN
(Tunggal Jamak)

“And as we think, so do we act”


(Schwartz and Ogilvy, 1979, dalam Guba 1985)

Konsep kebenaran (Truth) Truth1


Truth1:
kebenaran empiris ilmu klaim benar jika konsisten dengan alam
pengetahuan

Truth2 : klaim benar jika secara logis konsisten dengan


kebenaran logis klaim lain yang diketahui/diyakini benar

Truth3 : klaim benar jika orang yang menegaskan itu bertindak


kebenaran etis sesuai dengan standar perilaku yang dapat diterima

klaim benar jika individu mengalami kesadaran kebenaran


Truth4: (kepercayaan, nilai2 dasar rujukan kehidupan bersama)
kebenaran metafisika

(mpkd, 2014)
Suplemen-3

Bahwa kebenaran dapat berupa kebenaran "bertingkat" dan kebenaran "jamak" (versi), sehingga
diperlukan cara berpikir holistik untuk dapat memahaminya.

Contoh kebenaran bertingkat sekaligus versi:


Kebenaran versi ilmuwan:
1) Berdasarkan data struktur, jenis dan usia batuan maka seorang ilmuwan menetapkan suatu kawasan
sebagai kawasan pertambangan (kebenaran empiris)
2) Penetapan kawasan pertambangan setelah dijustifikasi dengan teori2 yang tersedia sudah benar dan
sesuai (kebenaran logis)
3) Dalam penetapan kawasan pertambangan tersebut si ilmuwan melakukan proses dan prosedur
keilmuan yang benar dan baku (kebenaran etis)
4) Dalam penetapan kawasan pertambangan tersebut si ilmuwan mendasarkan diri pada nilai2 kejujuran
dan kebenaran tertinggi yang didasarkan pada ajaran agamanya, orang tuanya dan tradisi masyarakat
yang diluhurkannya (kebenaran metafisika)

Kebenaran versi masyarakat tradisional:


1) Kawasan perdesaan tempat mereka hidup merupakan kawasan subur, air berlimpah sepanjang tahun,
dan cocok sebagai ruang hidup yang mendasarkan diri pada kegiatan ekonomi pertanian, maka mereka
menolak desanya ditetapkan sebagai kawasan pertambangan (kebenaran empiris)
2) Desa2 tetangga lain yang memiliki kondisi fisik yang sama juga berkembang seperti desa mereka,
maka mereka menolak pertambangan (kebenaran logis)
3) Dalam membangun kehidupan bersama setiap warga desa memiliki sertifikat tanah, memilik organisasi
dan kembaga sosial yang legal, membayar pajak tanah dan bangunan (kebenaran etis)
4) Dalam membangun kehidupan bersama warga desa mendasarkan diri pada rujukan nilai2 adiluhung
yang diajarkan oleh para leluhur yang ditandai dengan tempat2 sakral, maka mereka menolak
pertambangan (kebenaran metafisika)
MENGAPA PERLU BERPIKIR HOLISTIK?

5 KEPUNAHAN MASAL DI BUMI


(Sumber: Cosmos Magazine Website, diakses 10 Juni 2016)

1. Kepunahan pertama (444 juta tahun yang lalu)


86 % species punah
Bumi terselimuti es
Permukaan air laut surut ekstrim
2. Kepunahan kedua (375 juta tahun yang lalu)
75 % species punah
Ledakan besar
Pertumbuhan alga yang ekstrim, shg O2 keluar semua dari laut
3. Kepunahan ketiga (251 juta tahun yang lalu)
96 % species punah
The great dying
Erupsi di Siberia, menyebarkan CO2 ke seluruh atmosfir, bakteri metanogen, peracunan
air di seluruh permukaan bumi
4. Kepunahan keempat (200 juta tahun yang lalu)
80 % species punah
End Triassic
Penyebab belum diketahui
5. Kepunahan kelima (66 juta tahun yang lalu)
76 % species punah
Akhir dari Dinosaurus
Asteroid impact, climate change
MENGAPA PERLU BERPIKIR HOLISTIK?

KEPUNAHAN KE ENAM
(dari Holocene ke Anthropocene)
"Manusia Baru"
(Brigitta Isworo Laksmi, Kompas 17 Februari 2016:14)

Akhir dari Holocene (akhir jaman es, muka air laut dimulai dari 11.700 tahun yang lalu), memasuki era
Anthropocene
Telah terjadi perubahan dramatis hanya dalam dua abad terakhir akibat aktivitas manusia
(Environmental Science and Technology)
Anthropocene diduga akan memicu kepunahan masal ke-enam
• Peningkatan emisi karbon
• Jumlah zat fosfor dan nitrogen menjadi dua kali lipat mempengaruhi siklus kimia
• Industri menciptakan jenis logam baru yang tak terdapat secara alamiah (campuran unsur keras dari
intan)
• Munculnya spesies baru tanaman yang dibuat manusia
• Persebaran newan dan tumbuhan secara global
Cara pandang (epistemologi) manusia terhadap alam harus dirubah

"The universe shivers with wonder in the depth of the human" (Semesta menjadi serpihan kecil
ajaib di kedalaman manusia) (Brian Swimme :"The Dream of Earth, Sierra Club Books, 1998, dalam
Brigitta Isworo Laksmi: "Manusia Baru", Kompas 17 Februari 2016:14).
LANDASAN BERPIKIR
"HOLISTIK"
Suplemen-4

Landasan berpikir holistik ada 3:


1) Monisme, dari kata mono= satu dan isme= pangkal berpikir, yaitu cara berpikir yang berpijak
bahwa semua perihal di dunia ini berasal dari "satu hal". Dengan demikian "semua perihal" berawal
dari "satu hal" dan akan terhubung menjadi "satu hal lagi".Pada awalnya, monisme muncul pada
masa Yunani kuno yang percaya bahwa "semua hal kehidupan di dunia berasal dari satu hal" (air,
udara, api) yang kemudian menjadi "monisme baru" pada abad pertengahan (abad 14) yang
percaya bahwa "asal dari semua asal adalah Tuhan" sehingga pada abad ini teologi menjadi
landasan berpikir manusia pada masa itu. Pada abad ke 20 (abad kontemporer) monisme ditandai
dengan cara berpikir "heuristik (kesadaran menyeluruh)". Topik-topik seperti globalisme,
sustainability, climate change, interdependency, one earth, environment, networking, dan
sebagainya, muncul sebagai bentuk kesadaran menyeluruh atas ke-saling kaitan antar semua
faktor kehidupan di dunia. Topik-topik tersebut selaras dengan paradigma baru yang berkembang
seperti strukturalisme (cara pandang yang melihat hubungan antar unsur-unsur di alam dan
hubungannya dengan totalitas dari semua unsur), fenomenologi (cara pandang menyeluruh yang
menghubungkan antara yang nampak atau fenomena dan yang tersembunyi atau noumena), neo-
postivisme (cara pandang baru yang meninggalkan cara pandang lama yang melihat obyek-obyek
secara parsial menjadi cara pandang baru yang melihat keterhubungan antar obyek).

2) Kategorisasi, adalah cara berpikir yang menghubungkan antar fenomena, menjelaskan konteks,
situasi, karakter, kualitas, serta nilai-nilai dibalik fenomena.

3) Induktif, adalah cara berpikir yang menghubungkan antar fenomena atau antar tema-tema di
alam untuk menuju pada pemahaman menyeluruh dan menemukan makna baru atau teori baru
dari kesaling terhubungan tersebut
LANDASAN BERPIKIR "HOLISTIK" (1)

MONISME
Sumber: Hadiwijono, H (1993), Wibisono, K (1997)

• Aliran yang menyatakan bahwa hanya ada “satu” kenyataan

• Kenyataan dapat berupa : jiwa, materi, Tuhan, atau substansi lainnya

• Tokoh-tokoh :

1. Thales (625-545 SM)


Kenyataan terdalam adalah “air”
2. Anaximander (610-547 SM)
Kenyataan terdalam adalah “apeiron”, sesuatu tanpa batas, tak
dapat ditentukan, tidak memiliki persamaan dengan salah satu
benda yang ada di dunia
3. Anaximenes (585-528 SM)
Kenyataan terdalam adalah “ udara”
4. Pythagoras (580-500 SM)
Kenyataan terdalam adalah “bilangan”
5. Heraklitos (535-475 SM)
Kenyataan terdalam adalah “api”
6. Demokritos (460-370 SM)
Kenyataan terdalam adalah “atom”
7. Baruch spinoza (filsuf modern, 1632-1677 SM)
Kenyataan terdalam adalah “Tuhan”
LAWAN BERPIKIR "MONISTIK" = BERPIKIR "DUALISTIK"

• Aliran yang menganggap adanya dua substansi yang masing-


masing berdiri sendiri

• Tokoh-tokoh :

1) Plato (428-348 SM)


Membedakan dua dunia : dunia intelek (idea) dan dunia
inderawi (kenyataan)

2) Rene Descartes (1596-1650 SM)


Membedakan substansi pikiran dan substansi kenyataan

3) Leibniz (1646-1716)
Membedakan dunia yang sesungguhnya dan dunia yang
mungkin

4) Immanuel Kant (1724-1804)


Membedakan antara dunia gejala (penomena) dan dunia
hakiki (noumena)
Perkembangan Filsafat dan Ilmu
Pra Yunani Yunani Kuno Abad Tengah Abad Modern Kontemporer
Kuno

6 SM – 3 SM – 6 M 14 M 14/15M 18 M 19 M 20 M
Rasionalisme Fenomenologi
Empirisme Strukturalisme
Kritisisme Neopositivisme
Mitos Logos Theologia Renaisanse Aufklarung Idealisme
Positivisme

Faktor Heuristik
Mitologi Filsafat Teologi Ilmu-ilmu Cabang (Kesadaran
Menyeluruh)

Monisme Dualisme Monisme Dualisme Monisme


Baru Baru Kontemporer

Sumber: Wibisono, 1997


LANDASAN BERPIKIR "HOLISTIK" (2)

CARA BERPIKIR KATEGORISASI


(DOUGLAS HOFSTADTER & EMMANUEL SANDER, 2012)

• A category pulls together many phenomena ... and allows invisible


aspects of objects, actions, and situations to be “seen” (saling
menghubungkan membangun taksonomi sekaligus jaringan)
• Categorization gives one the feeling of understanding a situation one is
in by providing a clear perspective on it, allowing hidden items and
qualities to be detected, future events to be anticipated, and the
consequences of actions to be foreseen (menjelaskan konteks,
karakter, kualitas)
• Categorization thus helps one to draw conclusions and to guess about
how a situation is likely to evolve (penarikan kesimpulan yang sesuai)
• Without “categorization engine”, we would understand nothing around
us, could not communicate with anyone else, and would have no basis
on which to take any action (basis pemahaman kesaling terjalinan)
LAWAN BERPIKIR "KATEGORI" = BERPIKIR "ANALOGi"

CARA BERPIKIR ANALOGI


(DOUGLAS HOFSTADTER & EMMANUEL SANDER, 2012)

• Without concepts there can be no


thought, and without analogies there
can be no concepts
• Analogy is the fuel and fire of thinking
• Analogy is the Core of Cognition
LANDASAN BERPIKIR "HOLISTIK" (3)

CARA BERPIKIR INDUKTIF

SIMBOL MAKNA

DEDUKSI
ARAS
ABSTRAK
ARAS
EMPIRIK

KENYATAAN INDUKSI
(OBYEK)

Sumber:Ihalauw (1985)
Suplemen-5

Cara berpikir induktif adalah cara berpikir yang dimulai dari pemahaman unsur2,
tema2, atau satuan2 informasi yang ditemukan di lapangan (obyek empiris) untuk
kemudian saling dihubungkan satu dengan yang lain sehingga membentuk suatu
makna baru (konsep baru).

Contoh induksi "peralatan makan"


1) Induksi tingkat pertama:
Unsur sendok dan unsur garpu diinduksikan karena memiliki hubungan fungsi
sebagai alat untuk mengambil makanan, menjadi tema (simbol kata baru) =
sendok makan
Unsur piring, ceting, mangkuk diinduksikan karena memiliki hubungan tempat
menaruh makanan menjadi tema (simbol baru) = tempat makanan
Unsur gelas, cangkir dan teko diinduksikan karenakan memiliki hubungan fungsi
sebagai tempat air minum lalu menjadi tema (simbol baru) sebagai= tempat
minum
2) Induksi tingkat kedua:
Tema-tema sendok makan, tempat makanan, dan tempat minum kemudian
diinduksikan karena memiliki hubungan fungsional kegiatan makan dan minum
menjadi sebutan baru (simbol baru, konsep baru) = peralatan makan
Di dalam sebutan peralatan makan maka sebutan piring, gelas, cangkir, teko,
dan mangkuk sudah melebur dalam keseluruhan konsep atau pengertian
peralatan makan
Cara Berpikir Induktif-Holistik
dalam kerangka empat bidang pengetahuan manusia

Batin

Apa yang saya Apa yang


pikirkan (1) Dunia pikirkan
(2)

Saya Dunia
Apa yang Apa yang
nampak dari nampak di
saya (3) Dunia (4)

Lahiriah

Sumber: Modifikasi dari Rachman, Budhy, M. (2002)


Suplemen-6

Dalam diagram kuadran di atas, alur cara berpikir induktif


dimulai dari kuadran ke-3 (kehadiran diri kita di tingkat obyek
empiris sangat mutlak) kemudian bergeser ke kanan ke
kuadran ke-4 untuk mendalami dan memahami kenampakan
obyek2 empiris, kemudian naik ke atas ke kuadran ke-2 untuk
memahami penjelasan2, nilai2 yang melekat pada obyek
empiris yang sedang kita tekuni. Kemudian langkah terakhir
dari alur berpikir induktif adalah bergeser dari kuadran ke-2 ke
kuadran ke-1. Di kuadran ke-1(apa yang saya pikirkan, atau
apa yang saya teorikan adalah pikiran atau teori yang
berlandaskan pemahaman atas apa yang nampak dari obyek
(kuadran ke-4) dan apa yang menjadi nilai2 dasar (nilai
budaya, nilai spiritual, nilai sosial) eksistensi obyek (kuadran
ke-2).
PERGESERAN CARA BERPIKIR
"PARSIAL-DUALISTIK"
ke
"HOLISTIK"
AKSIOMA POSITIVISTIK vs POST-POSITIVISTIK
(Sumber: Guba, 1985)

Aksioma Positivistik Post-Positivistik


Sifat Realitas Tunggal; nyata; Banyak; menyeluruh; dibangun
terfragmentasi
Hubungan Dualistik; entitas terpisah Bersifat interaktif, tidak bisa
Subjek-Objek dipisahkan

Kemungkinan Sepanjang waktu; bebas Tergantung konteks dan waktu


dijeneralisir konteks saat itu

Hubungan Linear Saling mempengaruhi


kausalitas
Peran nilai- Objektivitas; Intersubjektivitas;
nilai bebas dari nilai-nilai yang terikat dengan nilai-nilai yang
ada ada
PERGESERAN PARADIGMA
LAMA ke BARU
(Sumber: Guba, 1985)

Lama Baru Prinsip2 Terkait


Simple Complex Dunia nyata memiliki beragam entitas dan sistem yang
kompleks

Hirarchy Heterarchy Sistem mengalami banyak simultan; kemungkinan perintah


yang lebih tinggi bisa mendominasi

Mechanical Holographic Gambaran sistem dan organisme diciptakan oleh proses


interaksi, melihat secara utuh

Determinate Indeterminate Pada prinsipnya sistem dan organisme di masa depan tidak
bisa di prediksi

Linearly Mutually causal Sistem dan organisme berkembang dan berubah sedemikian
causal rupa sehingga saling terkait atau mempengaruhi

Assembly Morphogenesis Bentuk-bentuk baru dari sistem dan organisme tidak bisa
diduga; salah satu bagian dapat muncul secara spontan
dalam kondisi keragaman, keterbukaan, kompleksitas, dan
hubungan kasualitas
Objective Perspective Instrumen-instrumen atau bahkan disiplin-disiplin tidaklah
netral. Dulu semua teori berlaku umum (obyektif, netral),
sekarang teori berlaku sesuai konteks dan sudut pandang
(perspektip)
PERGESERAN EPISTEMOLOGI
ILMU PENGETAHUAN
(Sumber: Fritjof Capra, 1991, terjemahan 1999)

ILMU PENGETAHUAN
Lama Baru
Rasionalistik Holistik
Cartesian Ekologis
Newtonian Sistemik
Baconian
Menekankan bagian Menekankan keseluruhan

Menekankan struktur Menekankan proses

Ilmiah obyektif Alamiah subyektif

Ilmu adalah bangunan Ilmu adalah jaringan

Kebenaran dapat dicapai secara mutlak Kebenaran bersifat sementara


Suplemen-7
Abad 18-19 adalah abad yang dipandu oleh paradigma positivisme, yaitu suatu paradigma yang memadukan ilmu
pengetahuan, teknologi dan industri sehingga hanya dalam waktu sekitar 200 tahun dunia tempat hidup manusia dan
makhluk2 Tuhan yang lain berubah sangat cepat baik perubahan yang sifatnya positip maupun negatip. Paradigma
positivisme yang dicetuskan oleh August Comte memiliki sejarah akar berpikir rasionalistik yang bersumber dari
paham2 Cartesian (Rene Descartes), Newtonian (Sir Isaac Newton), Baconian (Sir Francis Bacon) dicirikan dengan
cara2 berpikir positip, orientasi pada perubahan, deterministik, kendali penuh atas alam dan manusia, parsial,
dualistik. Dibawah payung paradigma positivisme, alam dan manusia dikendalikan oleh science dan technology.
Alam diletakkan sebagai sumber daya yang harus ditundukkan, dieksploitasi dan dimanfaatkan semaksimal mungkin
untuk kemajuan manusia. Alam dilihat sebagai serpihan2 terpisah yang dengan mudah dimanipulasi atas nama
kepentingan kesejahteraan manusia.
Dampak dari praktek paradigma positivisme dirasakan pada masa akhir abad ke-20, yang ditunjukan oleh fakta2
berupa eksternalitas negatif teknologi dan industri (polusi, kesenjangan sosial, rusaknya ekosistem manusia dan
makhluk Tuhan, munculnya penyakit2 baru, kepemilikan benda2 moderen tetapi tidak membuat manusia tenang dan
bahagia, kejahatan meningkat tajam, bumi bukan lagi tempat yang damai untuk kehidupan manusia dan makhluk
Tuhan, negara2 industri melakukan pemborosan berlebihan dalam penggunaan energi, negara kaya semakin kaya
sedangkan negara miskin semakin miskin).
Dampak2 tersebut kemudian melahirkan kesadaran baru perlunya merubah paradigma lama (positivisme) menjadi
paradigma baru (holisme, ekologi, fenomenologi, sistemik). Paradigma baru ini kemudian menjadi landasan bagi
terbentuknya forum dunia The Club of Rome pada tahun 1972; suatu forum yang dihadiri tokoh2 ilmuwan, industri,
politisi, ekonom untuk menyuarakan keprihatinan atas terjadinya dampak degradasi bumi oleh eksploitasi yang
berlebihan oleh manusia atas nama pertumbuhan ekonomi, pemakaian energi yang berlebihan oleh negara2 industri
besar, serta kesenjangan dunia yang semakin menajam. Lontaran pemikiran dari The Club of Rome (1972) ini
kemudian melahirkan gerakan dunia dengan nama "Habitat" yang dicetuskan oleh United Nation di Vancouver
Canada pada tahun 1976 yang mempraktekkan pendekatan2 ekologi, sitemik, holistik. Pemikiran baru ini terus
bergulir dan pada tahun 1990 lahir konsep yang sangat terkenal sampai saat ini dan telah menjelma menjadi
Paradigma Baru, yakni "Sustainable Development".
Paradigma baru ini telah menggeser paradigma lama (Rasionalistik, Cartesian, Newtonian, Baconian) menjadi
paradigma baru (Holistik, Ekologis, Sitemik). Menggeser cara berpikir: (1) menekankan bagian menjadi menekankan
keseluruhan, (2) menekankan struktur menjadi proses, (3) ilmiah obyektif menjadi alamiah subyektif (kontekstual),
(4) ilmu sebagai bangunan menjadi ilmu sebagai jaringan (perjumpaan dengan ilmu2 lain), dan (5) kebenaran
mutlak menjadi kebenaran sementara.
PUISI
"PARSIAL-DUALISME"
vs
"HOLISME"
ANAK
Oleh : Ibu Dorothy Law Notle, dalam J.Drost, S.J.

A
(Parsial-Dualisme)
Jika seorang anak hidup dalam suasana penuh kritik,
ia belajar untuk menyalahkan

Jika seorang anak hidup dalam permusuhan,


ia belajar untuk berkelahi

Jika seorang anak hidup dalam ketakutan,


ia belajar untuk gelisah

Jika seorang anak hidup dalam belas kasihan diri,


ia belajar mudah memaafkan dirinya sendiri

Jika seorang anak hidup dalam ejekan,


ia belajar untuk merasa malu

Jika seorang anak hidup dalam kecemburuan,


ia belajar bagaimana iri hati

Jika seorang anak hidup dalam rasa malu,


ia belajar untuk merasa bersalah
B
(Holisme-Monisme)
Jika seorang anak hidup dalam semangat jiwa besar,

ia belajar untuk percaya diri


Jika seorang anak hidup dalam menghargai orang lain,

ia belajar setia dan sabar


Jika seorang anak hidupnya diterima apa adanya,

ia belajar untuk mencintai


Jika seorang anak hidup dalam suasana rukun,

ia belajar untuk mencintai dirinya sendiri


Jika seorang anak hidupnya dimengerti,

ia belajar bahwa sangat baik untuk mempunyai cita-cita


Jika seorang anak hidup dalam suasana adil,

ia belajar akan kemurahan hati


Jika seorang anak hidup dalam kejujuran dan sportivitas,

ia belajar akan kebenaran dan keadilan


Jika seorang anak hidup dalam rasa aman,

ia belajar percaya kepada dirinya dan percaya kepada orang lain


Jika seorang anak hidup penuh persahabatan,

ia belajar bahwa dunia ini merupakan suatu tempat yang indah untuk hidup
Jika seorang anak hidup dalam ketentraman,
ia akan hidup dalam ketenangan batin
Suplemen-8
Puisi di atas ingin menunjukkan hubungan antara kesadaran pikiran
dan sikap moral dengan hasil perbuatan manusia. Suasana batin akan
berpengaruh pada setiap karya manusia. Jadi, kata "anak" bisa
digantikan dengan apa saja termasuk "mahasiswa", "pasangan hidup",
"teman", "tetangga" dan juga bisa diganti dengan "teknologi", atau "karya
keteknikan".

Puisi di atas mengajarkan dua pendekatan yang berbeda, yakni


pendekatan parsial dualistik dan pendekatan holistik.
Sebagai "Adabwan" atau "Pembuat Peradaban" sarjana teknik
menyandang tugas "mulia" karena dia memilih "ilmu yang mulia" untuk
"memuliakan manusia". Ilmu teknik adalah "ilmu yang mulia" karena ilmu
teknik telah menyandang kodrat sebagai ilmu yang "memuliakan
peradaban manusia". Untuk memuliakan manusia maka sarjana teknik
harus menggunakan pendekatan holistik, sistemik, ekologis.

Pesan moral dari puisi di atas adalah mengajarkan cara pandang


holistik atau cara pandang yang "merengkuh", "mencintai", "melihat
secara utuh" terhadap setiap obyek yang kita hadapi.

Anda mungkin juga menyukai