Anda di halaman 1dari 11

Pedoman Praktik Klinis Inggris Untuk Pengelolaan Tumor Stroma

Gastrointestinal (GIST)

Ian Judson1* , Ramesh Bulusu2, Beatrice Seddon3, Adam Dangoor4, Newton Wong5 and Satvinder
Mudan6

Abstrak
Latar Belakang: Sarkoma jaringan lunak (STS) merupakan tumor langka yang timbul pada jaringan
mesenkim. Tumor stroma gastrointestinal (GIST) adalah STS yang paling umum dan muncul di dalam
dinding saluran gastrointestinal (GI). Meskipun sebagian besar GIST terjadi di lambung, namun GIST juga
terjadi di seluruh bagian saluran pencernaan. Seperti halnya STS lainnya, GIST perlu dikelola oleh tim ahli,
untuk memastikan pengobatan yang konsisten dan optimal, serta perekrutan untuk uji klinis, dan
akumulasi pengetahuan lebih lanjut mengenai penyakit ini. Oleh karena itu, pengembangan panduan yang
tepat, oleh panel berpengalaman yang mengacu pada bukti yang tersedia, merupakan landasan yang
berguna untuk membangun kemajuan di lapangan.

Metodologi: Pedoman British Sarcoma Group untuk pengelolaan GIST pada awalnya dikembangkan oleh
panel dokter yang berpengalaman dalam pengelolaan GIST. Versi saat ini telah diperbarui dan diubah
dengan mengacu pada pedoman Eropa dan AS lainnya. Kami telah menerima masukan dari perwakilan
semua disiplin diagnostik dan pengobatan serta perwakilan pasien. Tingkat bukti dan kekuatan penilaian
rekomendasi adalah yang digunakan oleh ESMO yang diadaptasi dari yang diterbitkan oleh Infectious
Disease Society of America.

Kesimpulan: Pedoman ini mencakup etiologi, genetika dan mekanisme molekuler yang mendasarinya,
diagnosis dan pemeriksaan awal, penentuan stadium dan stratifikasi risiko, pembedahan, terapi
neoadjuvan dan adjuvan, penatalaksanaan penyakit lanjut dan tindak lanjut. Pentingnya analisis mutasi
dalam memandu pengobatan disoroti, karena hal ini dapat menunjukkan pengobatan yang paling efektif
dan menghindari pemberian obat yang tidak efektif, sehingga menekankan perlunya penatalaksanaan di
pusat spesialis.

Latar Belakang
Pedoman British Sarcoma Group untuk pengelolaan GIST awalnya dikembangkan pada tahun 2004 oleh panel
dokter yang berpengalaman dalam pengelolaan GIST yang mewakili semua diagnostik dan pengobatan.
Pembaruan Pedoman Praktik Klinis ini mencerminkan peningkatan pengetahuan kita tentang penyakit dan
perkembangan secara bertahun-tahun [1]. Tingkat bukti dan kekuatan penilaian rekomendasi adalah yang
digunakan oleh ESMO yang diadaptasi dari Infectious Disease Society of America (Tabel 1) [2].

Insidensi
Tumor stroma gastrointestinal (GIST) adalah kanker langka, dengan perkiraan kejadian 1,5/100.000/tahun [3].
Data dari wilayah Rhȏne-Alpes di Perancis [4] dan “NHS England Cancer Registry” menunjukkan angka kejadian
hanya di bawah 11 per juta per tahun, setara dengan 650 kasus baru yang bermakna secara klinis per tahun di
Inggris. Data akurat mengenai prevalensi di Inggris belum tersedia. Usia rata-rata saat terdiagnosis adalah
sekitar 60–65 tahun. Kejadian pada anak-anak dan remaja relative sangat jarang, meskipun GIST pediatrik
mewakili subset yang berbeda, ditandai dengan dominasi perempuan, tidak adanya mutasi KIT/platelet-
derived growth factor alpha (PDGFRA), biasanya berasal dari lambung, seringkali multifokal, dan dengan
kemungkinan metastasis kelenjar getah bening [5].

Tabel 1 Tingkat Bukti Dan Nilai Rekomendasi


Tingkat bukti
I. Bukti dari setidaknya satu uji coba besar secara acak dan terkontrol dengan kualitas metodologi
yang baik (potensi bias rendah) atau meta-analisis dari uji coba acak yang dilakukan dengan baik
tanpa heterogenitas
II. Uji coba acak kecil atau uji coba acak besar dengan dugaan bias (kualitas metodologis lebih rendah)
atau meta-analisis dari uji coba tersebut atau uji coba dengan heterogenitas yang ditunjukkan
III. Studi kohort prospektif
IV. Studi kohort retrospektif atau studi kasus-kontrol
V. Studi tanpa kelompok kontrol, laporan kasus, dan pendapat ahli
Rekomendasi Tingkatan
A. Bukti kuat akan kemanjuran dengan manfaat klinis yang besar, sangat disarankan
B. Bukti kemanjuran yang kuat atau sedang tetapi dengan manfaat klinis terbatas, umumnya
direkomendasikan
C. Bukti yang tidak memadai mengenai kemanjuran atau manfaat tidak melebihi risiko atau
kerugiannya (kejadian buruk, biaya,...), opsional
D. Bukti kuat yang menentang kemanjuran atau hasil yang merugikan, tidak pernah direkomendasikan
E. Bukti moderat yang menentang kemanjuran atau hasil yang merugikan, umumnya tidak
direkomendasikan

Etiologi
Dalam kebanyakan kasus, etiologinya tidak diketahui, meskipun dilaporkan bahwa pasien dengan GIST lebih
mungkin didiagnosis menderita kanker lain pada populasi umum [6, 7], serta menunjukkan kemungkinan
adanya hubungan dengan peningkatan kerentanan bawaan terhadap kanker pada beberapa pasien. . Dalam
sebagian besar kasus, GIST dikaitkan dengan mutasi pengaktifan pada gen KIT atau PDGFRA (alpha reseptor
faktor pertumbuhan turunan trombosit). Namun, penyebab lain yang jarang terjadi mungkin termasuk mutasi
pada NF1 (neurofibromatosis tipe 1, hilangnya fungsi) atau BRAF (peningkatan fungsi). Tumor yang tidak
memiliki mutasi pada KIT atau PDGFRA sering disebut “wild-type” ”, dan tumor yang tidak memiliki mutasi tidak
hanya pada gen ini tetapi juga BRAF dan NF1 disebut “quadruple wild-type ” [8]. Saran khusus mengenai
pengelolaan pasien dengan GIST pediatrik, “wild-type” dan sindromik dapat diperoleh dari aliansi spesialis
medis yang berbasis di Inggris melalui situs web http://www.pawsgistclinic.org. inggris.

Sejumlah sindrom genetik terkait dengan GIST:


• Sindrom triad Carney, yang terdiri dari GIST lambung, paraganglioma, dan kondroma paru (dapat
terjadi pada berbagai usia) [9].
• Sindrom Carney–Stratakis, ditandai dengan mutasi garis kuman pada salah satu subunit SDH A, B, C
atau D, yang menyebabkan pasangan GIST dan paraganglioma [10, 11].
• Neurofibromatosis tipe-1, yaitu berhubungan dengan hilangnya fungsi NF1, baik sporadis atau
diturunkan, dan tidak adanya mutasi pada KIT atau PDGFRA, GIST seringkali bersifat multifokal,
terutama terletak di usus kecil [12].
• GIST familial, yaitu keluarga dengan mutasi KIT autosomal dominan garis kuman, sangat jarang terjadi,
dan muncul dengan beberapa GIST pada usia dini.
Diagnosis
Presentasi dan investigasi klinis
Gejala GIST yang paling umum meliputi perdarahan saluran cerna bagian atas dan anemia, sedangkan tumor
yang lebih besar dapat muncul dengan nyeri/ketidaknyamanan pada perut dan massa yang teraba. GIST usus
kecil mungkin tidak terdereksi sebelum muncul dengan kejadian akut seperti perdarahan atau pecah. GIST
kolorektal yang bergejala dapat muncul dengan nyeri perut, obstruksi, dan perdarahan saluran cerna bagian
bawah; GIST persimpangan esofagus dan gastro-esofagus muncul dengan gejala disfagia. Beberapa pasien
mungkin mengalami gejala sistemik yang tidak spesifik seperti penurunan berat badan, keringat malam, dan
demam. Kurangnya gejala yang muncul dapat menyebabkan keterlambatan diagnosis GIST pada beberapa
pasien. GIST berukuran kecil mungkin tidak menunjukkan gejala dan sering kali terdiagnosis secara kebetulan
saat dilakukan pemeriksaan untuk kondisi lain.

Lesi kecil dengan diameter kurang dari 2 cm dapat di follow up dengan USG endoskopi setiap tahun dan
dibiopsi atau dipotong jika lesi terus tumbuh. Untuk lesi yang lebih besar perlu dibuat diagnosis histologis.
Pendekatan standar untuk nodul kecil berukuran 2 cm atau lebih adalah biopsi eksisi, karena GIST sebesar ini
memiliki risiko lebih tinggi. Untuk lesi lambung, lebih baik dilakukan aspirasi jarum halus atau biopsi jarum inti
dengan panduan USG endoskopik (EUS). Jika hal ini tidak memungkinkan, dan pembedahan terbatas dapat
dilakukan, reseksi primer mungkin merupakan pilihan yang tepat. Namun, diagnosis banding tumor intra-
abdomen mungkin termasuk leiomyosarcoma, tumor sel germinal, limfoma, tumor neurogenik jinak dan ganas,
dan fibromatosis. Mengingat penatalaksanaan kondisi ini sangat berbeda, dan eksisi primer tidak selalu tepat,
terkadang diperlukan biopsi jarum inti perkutan untuk memastikan diagnosis. Namun hal ini memiliki risiko
yang sangat kecil untuk mengkontaminasi rongga peritoneum, terutama jika terjadi perdarahan. Jika
pembedahan memerlukan reseksi multi visceral, atau kemungkinan reseksi yang lebih besar, misalnya.
gastrektomi total, maka biopsi jarum inti multipel pasti diperlukan, sekali lagi idealnya di bawah panduan EUS,
atau sebagai alternatif menggunakan pendekatan perkutan yang dipandu ultrasonografi/tomografi komputer
(CT). Tergantung pada diagnosis histologis, pengobatan awal mungkin dilakukan dengan terapi sistemik, pada
limfoma, fibromatosis mesenterika, tumor sel germinal dan GIST, atau sebagai alternatif, pengawasan
terhadap entitas jinak seperti tumor neurogenik non-maligna. Lesi yang berisiko pecah, seperti massa kistik,
sebaiknya hanya dibiopsi di pusat kesehatan khusus. Jika seorang pasien datang dengan penyakit metastasis
yang jelas, maka biopsi dari fokus metastasis yang mudah diakses harus dilakukan dan laparotomi untuk tujuan
diagnostik biasanya tidak diperlukan.

Secara patologis, diagnosis GIST bergantung pada penilaian morfologi dan imunohistokimia, diagnosis
didukung oleh imunopositif CD117 [13, 14]. Baru-baru ini DOG1 telah ditambahkan ke armamentarium
diagnostik [15, 16]. Sekitar 5% GIST bersifat imunonegatif CD117, sekitar 5% GIST bersifat imunonegatif DOG1
dan sekitar 1% GIST bersifat imunonegatif terhadap keduanya. Jumlah mitosis memiliki nilai prognostik dan
meskipun beberapa alat penilaian risiko menggunakan indeks mitosis per 50 bidang pandang berkekuatan
tinggi, akan lebih akurat apabila di temukan jumlah mitosis di area total 5 mm2. Jika ada keraguan diagnostik,
khususnya pada CD117 dan/atau DOG1 yang diduga imunonegatif GIST, analisis molekuler untuk mengaktifkan
mutasi pada KIT atau PDGFRA dapat membantu memastikan diagnosis. Analisis mutasi mempunyai nilai
prediktif untuk sensitivitas terhadap terapi bertarget molekuler, dan juga nilai prognostik. Jika pengobatan
awal adalah dengan imatinib, analisis mutasi sangat penting, karena beberapa GIST tidak sensitif terhadap obat
tersebut (misalnya mutasi PDGFRA ekson 18 D842V). Analisis mutasi dalam pemeriksaan diagnostik semua GIST
harus dianggap sebagai praktik standar, pengecualian GIST non-rektal berukuran sub 2 cm, yang kemungkinan
besar tidak memerlukan perawatan medis. Sangat disarankan agar analisis mutasi dilakukan di laboratorium
terpusat yang terdaftar dalam program penjaminan mutu eksternal, dan yang memiliki keahlian dalam analisis
GIST. Pada mutasi KIT/ PDGFRA negatif, atau GIST “Wild Type”, imunohistokimia untuk suksinat dehidrogenase
B (SDHB), dan, jika negatif, SDHA, harus dilakukan jika tersedia, karena hilangnya ekspresi dapat membantu
diagnosis dan dapat membantu untuk memandu terapi. Dengan tidak adanya mutasi pada KIT atau PDGFRA,
penting juga untuk mencari mutasi pada BRAF, sebuah temuan yang jarang namun penting dari sudut pandang
pengobatan, karena tersedia inhibitor BRAF, dan juga pada NF1. Pasien dengan neurofibromatosis, yang
memiliki mutasi germline pada NF1, mempunyai peningkatan risiko GIST dan temuan ini mungkin
mengindikasikan neurofibromatosis tersembunyi. Pengobatan optimal untuk GIST lanjut dengan mutasi NF1
belum ditentukan. Pengumpulan jaringan segar/beku dianjurkan, karena penilaian patologi molekuler baru
dapat dilakukan pada tahap selanjutnya sesuai kepentingan pasien.

Rekomendasi utama:
1. Lesi dengan diameter lebih dari 2 cm perlu diperiksa dan ditegakkan diagnosis. Seringkali hal ini dapat
dilakukan dengan USG endoskopi dan biopsi jarum, terutama jika lesi berada di perut.
2. Diagnosis harus dibuat oleh ahli patologi yang berpengalaman dalam penyakit ini dan mencakup
penggunaan imunohistokimia dan analisis mutasi, yang harus dilakukan oleh laboratorium yang
terakreditasi.
3. Jika pengobatan neoadjuvan dengan imatinib direncanakan, sangat penting untuk memastikan
diagnosis, karena terdapat perbedaan yang luas. Mungkin perlu dilakukan biopsi jarum inti perkutan
jika tumor tidak dapat diakses oleh biopsi endoskopi yang dipandu ultrasonografi. Analisis mutasional
adalah wajib, karena beberapa GIST tidak sensitif terhadap imatinib (misalnya GIST dengan mutasi
D842V pada ekson 18 PDGFRA).

Penilaian risiko untuk tumor primer tanpa bukti metastasis

Tabel 2 Klasifikasi risiko NIH yang dimodifikasi untuk GIST primer

Klasifikasi TNM untuk penentuan stadium mempunyai beberapa keterbatasan dan penggunaannya tidak
dianjurkan pada penyakit ini. Faktor prognostik yang terbukti bernilai adalah kecepatan mitosis, ukuran tumor,
lokasi tumor, dan ada tidaknya pecahnya tumor. GIST lambung memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan
GIST usus halus atau rektal. Pecahnya tumor melalui permukaan serosa merupakan faktor prognostik yang
merugikan dan harus dicatat, baik terjadi sebelum atau selama operasi. Status mutasi belum dimasukkan dalam
klasifikasi risiko apa pun sejauh ini, meskipun beberapa genotipe memiliki riwayat alami yang berbeda,
misalnya GIST tipe wild KIT/PDGFRA cenderung menunjukkan perilaku yang lebih lamban dibandingkan
penyakit mutan KIT ekson 11.
Dimungkinkan untuk menilai risiko kekambuhan setelah reseksi GIST lokal. Hal ini dapat sangat berguna dalam
menentukan peran terapi tambahan pada masing-masing pasien. Beberapa klasifikasi risiko telah diusulkan.
Klasifikasi risiko awal yang dikembangkan pada pertemuan konsensus yang diselenggarakan oleh National
Institute of Health (NIH) [13] berguna tetapi hanya mempertimbangkan ukuran dan indeks mitosis. Meskipun
kategori 'risiko tinggi' berdasarkan kriteria NIH mempunyai prognosis yang jauh lebih buruk dibandingkan
kategori lainnya, kategori 'risiko sangat rendah' dan 'risiko rendah' mempunyai prognosis yang sangat baik,
sedangkan kategori 'risiko menengah' memiliki prognosis yang sangat baik. Klasifikasi risiko diusulkan oleh
Institut Patologi Angkatan Bersenjata, yang menggabungkan lokasi tumor primer, selain jumlah mitosis dan
ukuran tumor, yaitu tiga faktor prognostik utama dalam GIST lokal [17]. Terdapat juga masalah dalam
penerapan alat klasifikasi risiko ini karena indeks mitosis dan ukuran tumor merupakan variabel kontinu non-
linier, sehingga ambang risiko, terutama berdasarkan jumlah mitosis, perlu diinterpretasikan dengan hati-hati.
Modifikasi pada kriteria NIH telah diusulkan dengan memasukkan lokasi tumor dan juga ruptur tumor, yang
merupakan faktor risiko penting, [18] lihat Tabel 2. Peta kontur prognostik telah dihasilkan melalui sejumlah
serangkaian pasien GIST yang tidak diobati dengan bahan pembantu. Peta-peta ini menggabungkan indeks
mitosis dan ukuran tumor sebagai variabel non-linier berkelanjutan, sementara ruptur tumor juga
dipertimbangkan sebagai tambahan pada lokasi tumor. Mereka telah divalidasi terhadap data yang
dikumpulkan dari 10 seri dan 2560 pasien dari literatur [19]. Beberapa nomogram dan aplikasi web atau ponsel
tersedia untuk memungkinkan penghitungan kategori risiko secara cepat, yang dapat membantu perencanaan
multidisiplin manajemen pasien.

Prosedur Stagging
Prosedur penentuan stadium memperhitungkan fakta bahwa sebagian besar kekambuhan mempengaruhi
peritoneum dan hati. CT scan perut dan panggul dengan kontras merupakan pemeriksaan pilihan untuk
penentuan stadium dan tindak lanjut. Pencitraan resonansi magnetik (MRI) atau ultrasonografi dengan kontras
dapat menjadi alternatif, terutama pada pasien muda dimana paparan radiasi harus dibatasi. MRI memberikan
informasi penentuan stadium pra operasi yang lebih baik untuk GIST rektal. CT scan dada atau X-ray dan
pengujian laboratorium rutin melengkapi pemeriksaan stadium pasien tanpa gejala, namun tidak diperlukan
secara rutin selama masa tindak lanjut. Evaluasi serapan 18F-fluorodeoxyglucose (FDG) menggunakan
pemindaian FDG-positron Emission Tomography (PET), atau FDG-PET-CT/MRI, kadang-kadang berguna,
terutama ketika penilaian awal respon terhadap terapi inhibitor tirosin kinase menjadi perhatian khusus. ,
misalnya setelah memulai terapi imatinib neo-adjuvan.

Tatalaksana

Ketika nodul esofago-lambung atau duodenum kecil berukuran kurang dari 2 cm terdeteksi, biopsi endoskopi
mungkin sulit dilakukan dan eksisi laparoskopi/laparotomi mungkin merupakan satu-satunya cara untuk
membuat diagnosis histologis. Banyak dari nodul kecil ini, jika didiagnosis sebagai GIST, berisiko rendah, atau
merupakan entitas yang signifikansi klinisnya masih belum jelas. Oleh karena itu, pendekatan standar pada
pasien ini adalah penilaian ultrasonografi endoskopi, biasanya dengan aspirasi jarum halus atau biopsi jarum
inti, kemudian dilakukan follow up tahunan, dan eksisi dilakukan pada pasien yang tumornya bertambah besar
atau menunjukkan gejala. Alternatifnya, keputusan mengenai rencana pengobatan dapat didiskusikan dengan
pasien. Hal ini mungkin bergantung pada usia, harapan hidup, dan penyakit penyerta. Jika tindak lanjut adalah
pilihannya, bukti pasti mengenai kebijakan surveilans yang optimal masih kurang, namun tindak lanjut tahunan
merupakan hal yang masuk akal. Untuk GIST kecil yang terbukti secara histologis berukuran 2 cm atau lebih,
pengobatan standarnya adalah eksisi, kecuali diperkirakan terdapat morbiditas besar. Sebagai alternatif, dalam
kasus GIST risiko rendah, kemungkinan pengawasan dapat didiskusikan dengan pasien. Nodul rektal (atau
ruang rekto-vagina) harus dibiopsi dan sebaiknya dipotong setelah penilaian ultrasonografi, berapa pun ukuran
tumornya. Hal ini karena GIST di lokasi tersebut memiliki risiko kekambuhan lokal yang lebih tinggi setelah
operasi, dan implikasi lokal terhadap pembedahan dalam kaitannya dengan morbiditas lebih penting. Dalam
konteks klinis tertentu, jika tumornya kecil, kebijakan tindak lanjut tanpa pembedahan dapat diterapkan,
namun pendekatan tersebut harus didiskusikan secara rinci dengan pasien.
Perencanaan pengobatan multidisiplin diperlukan. Hal ini harus melibatkan ahli histopatologi, ahli radiologi,
ahli bedah, dan ahli onkologi, serta ahli gastroenterologi, spesialis kedokteran nuklir dan lainnya, jika
diperlukan. Tim tersebut tersedia di pusat referensi untuk sarkoma dan GIST, yang merawat sejumlah besar
pasien GIST setiap tahunnya. Staf pendukung, seperti perawat spesialis klinis, memainkan peran penting dan
kemungkinan besar tidak tersedia, atau memiliki keahlian yang sesuai, di luar pusat spesialis.

Tumor Terlokalisir- Pembedahan

Pengobatan standar GIST lokal adalah eksisi bedah lengkap pada lesi, tanpa diseksi kelenjar getah bening yang
secara klinis negatif [III, A]. Pembedahan harus dilakukan oleh ahli bedah sub spesialis yang sepenuhnya
terlatih dan berpengalaman dalam bedah kanker spesifik lokasi anatomi radikal. Bila organ yang berdekatan
terlibat, reseksi en bloc dianjurkan sedapat mungkin. Jika eksisi laparoskopi direncanakan, tekniknya harus
mengikuti prinsip bedah onkologi [20] [III, A]. Pendekatan laparoskopi jelas tidak dianjurkan pada pasien
dengan tumor berukuran besar, karena risiko pecahnya tumor, yang berhubungan dengan risiko kekambuhan
yang sangat tinggi. Eksisi R0 adalah tujuannya (yaitu, eksisi yang marginnya bersih dari sel tumor). Ketika
operasi R0 kemungkinan besar akan mengakibatkan gejala sisa fungsional yang besar, misalnya. gastrektomi
total atau reseksi rektum abdomino-perineal, imatinib neoadjuvan harus dianggap sebagai terapi standar [21-
24] [IV, A]. Perawatan diberikan untuk mengurangi ukuran tumor dan membatasi morbiditas bedah
selanjutnya. Hal ini mungkin juga terjadi jika pembedahan akan lebih aman setelah reduksi sitokin (misalnya,
risiko perdarahan dan pecahnya tumor kemungkinan besar akan berkurang). Setelah respon tumor maksimal,
umumnya setelah 6-12 bulan, pembedahan dilakukan. Analisis mutasi sebelumnya sangat penting untuk
mencegah pasien dengan tumor yang kurang sensitif atau resisten (misalnya mutasi PDGFRA D842 V)
menerima terapi dengan imatinib, dan untuk memungkinkan pemberian dosis yang tepat untuk pasien dengan
tumor bermutasi KIT ekson 9. Penilaian respons tumor secara dini wajib dilakukan, sehingga pembedahan
tidak tertunda jika penyakit tidak merespons. Pencitraan fungsional, seperti PET-CT, memungkinkan penilaian
respons tumor dengan sangat cepat, dalam beberapa minggu. Data yang tersedia terbatas untuk memandu
dokter mengenai kapan harus menghentikan imatinib sebelum operasi, namun imatinib dapat dihentikan
dengan aman beberapa hari, atau bahkan 1 hari, sebelum operasi dan dapat dilanjutkan segera setelah pasien
pulih dari efek akut operasi.
Jika perawatan medis pra operasi tidak membantu atau tidak dapat digunakan, harus ada diskusi dengan pasien
tentang kemungkinan menerima reseksi R1 dengan margin positif secara mikroskopis (yaitu margin eksisi yang
mengandung sel tumor) [IV, B]. Hal ini mungkin lebih dapat diterima untuk lesi berisiko rendah, dengan
kurangnya bukti formal bahwa operasi R1 berhubungan dengan kelangsungan hidup yang lebih buruk secara
keseluruhan [25]. Jika eksisi R1 yang tidak direncanakan telah dilakukan, eksisi ulang dapat menjadi pilihan,
asalkan lokasi lesi asli dapat ditemukan, dan gejala sisa fungsional utama tidak dapat diperkirakan.

Tumor Terlokalisir- Terapi Adjuvan

Risiko kekambuhan setelah operasi bisa sangat besar, sesuai dengan klasifikasi risiko yang ada. Pengobatan
tambahan dengan imatinib selama 3 tahun dikaitkan dengan peningkatan bebas kekambuhan dan
kelangsungan hidup secara keseluruhan dibandingkan dengan terapi 1 tahun dalam uji coba secara acak pada
pasien berisiko tinggi [26]. Sebelumnya, percobaan terkontrol plasebo menunjukkan bahwa imatinib yang
diberikan selama 1 tahun memperpanjang kelangsungan hidup bebas kekambuhan pada GIST lokal yang lebih
besar dari 3 cm dengan reseksi lengkap secara makroskopis [27]. Oleh karena itu, terapi tambahan dengan
imatinib selama 3 tahun merupakan pengobatan standar untuk pasien dengan risiko kambuh yang signifikan
[I, A]
dan telah disetujui oleh National Institute for Care and Health Excellence (NICE) dalam penilaian ulang mereka
baru-baru ini (https://www.nice.org.uk/guidance/ta326). Analisis mutasi sangat penting untuk membuat
keputusan klinis mengenai terapi tambahan. Faktanya, terdapat konsensus bahwa GIST yang bermutasi
PDGFRA D842 V tidak boleh diobati dengan terapi tambahan apa pun, mengingat kurangnya sensitivitas
genotipe ini terhadap imatinib baik in vitro maupun in vivo [IV, A]. Mengingat data yang mendukung
penggunaan imatinib dosis tinggi (800 mg setiap hari) dengan adanya mutasi ekson 9 KIT pada GIST lanjut,
dokter mungkin mempertimbangkan untuk menggunakan dosis ini dalam pengaturan adjuvan untuk genotipe
ini [28-31]. Namun, hal ini tidak didukung oleh data uji coba terkontrol dalam pengaturan adjuvan dan
penggunaan dosis yang lebih tinggi tidak disetujui oleh NICE di Inggris. Ada konsensus untuk menghindari
pengobatan tambahan pada GIST terkait NF-1, yang tidak sensitif terhadap imatinib pada kondisi lanjut. Di sisi
lain, masih kurang konsensus di antara para ahli mengenai apakah GIST SDH-negatif tipe liar KIT/PDGFRA harus
diobati dengan terapi tambahan. Hal ini mencerminkan sensitivitas mereka yang lebih rendah terhadap
imatinib, serta sejarah alamiah mereka yang khas, yang sering kali lebih lamban; analisis subkelompok dari uji
coba acak yang tersedia terlalu terbatas untuk memberikan bukti yang cukup.

Jika terjadi ruptur tumor sebelum atau selama pembedahan, maka akan terjadi tumpahan sel tumor ke dalam
rongga peritoneum, sehingga penyakit peritoneum yang tersembunyi dapat diasumsikan ada. Hal ini
menempatkan pasien pada risiko yang sangat tinggi untuk mengalami kekambuhan peritoneum. Oleh karena
itu, pasien ini harus dipertimbangkan untuk terapi imatinib adjuvan. Durasi pengobatan yang optimal pada
kasus-kasus ini tidak diketahui, mengingat ketidakpastian mengenai apakah mereka harus dianggap menderita
penyakit metastasis, namun harus minimal 3 tahun, seperti pada GIST yang direseksi dengan risiko tinggi.

Rekomendasi utama
1. GIST harus dikelola oleh tim multidisiplin yang berpengalaman.
2. Imatinib pra-operasi harus dipertimbangkan untuk penyakit primer lambung atau rektal yang besar
dimana reseksi segera kemungkinan besar akan menimbulkan penyakit, misalnya pada pasien dengan
penyakit maag. gastrektomi total atau reseksi abdomino-perineum. Dalam situasi ini, analisis mutasi
wajib dilakukan sebelum memulai terapi imatinib.
3. Pasien yang berisiko tinggi mengalami kekambuhan atau kekambuhan jauh harus menerima imatinib
adjuvan selama 3 tahun, asalkan tumornya tidak resisten terhadap terapi (PDGFRA exon 18 mutasi
D842V).

Metastasis – Terapi Sistemik

Pada pasien dengan penyakit yang tidak dapat dioperasi dan bermetastasis, imatinib adalah pengobatan
standar [32, 33] [III, A], termasuk pasien yang sebelumnya menerima obat sebagai terapi tambahan tanpa
kambuh selama pengobatan ini. Hal ini juga berlaku untuk pasien metastasis yang penyakitnya telah diangkat
seluruhnya melalui pembedahan, meskipun pembedahan sebagai pendekatan utama terhadap GIST metastasis
tidak direkomendasikan. Dosis standar imatinib adalah 400 mg setiap hari [I, A]. Namun, data telah
menunjukkan bahwa pasien dengan mutasi KIT ekson 9 memiliki hasil yang lebih baik dalam hal kelangsungan
hidup bebas perkembangan (PFS) dengan dosis yang lebih tinggi yaitu 800 mg setiap hari, yang oleh karena itu
merupakan pengobatan standar dalam subkelompok ini [31] [III, A] , meskipun tidak direkomendasikan oleh
penilaian NICE yang hanya menilai peningkatan dosis dalam konteks perkembangan penyakit. Sebuah laporan
tindak lanjut jangka panjang dari uji klinis Eropa/Australasia yang membandingkan 400 mg dengan 800 mg
imatinib pada pasien dengan GIST lanjut telah menunjukkan keuntungan kelangsungan hidup untuk
penggunaan awal dosis 800 mg pada pasien dengan mutasi ekson 9 di KIT (Casali P et al., in press) menunjukkan
perlunya meninjau masalah ini di Inggris. Pengobatan harus dilanjutkan tanpa batas waktu, karena
penghentian pengobatan umumnya diikuti oleh perkembangan tumor yang relatif cepat, bahkan ketika lesi
sebelumnya telah dieksisi melalui pembedahan [34] [II, B]. Pada awal pengobatan, pasien harus diingatkan
akan pentingnya kepatuhan terhadap terapi, dan kemungkinan interaksi dengan obat dan makanan yang
dikonsumsi bersamaan. Mereka juga harus diberikan panduan tentang cara terbaik untuk menangani
kemungkinan efek samping. Intensitas dosis harus dipertahankan dengan manajemen efek samping yang
efektif, dan kebijakan rasional mengenai pengurangan dan penghentian dosis harus diterapkan jika terdapat
toksisitas yang berlebihan dan persisten. Data retrospektif menunjukkan bahwa kadar imatinib plasma
suboptimal dikaitkan dengan hasil yang lebih buruk, meskipun korelasi dengan hasil belum ditetapkan secara
prospektif [35]. Sebuah laporan baru-baru ini menegaskan bahwa pasien dengan kadar imatinib kurang dari
760 ng/ml, yang diminum setelah pengobatan minimal 3 bulan, yang setara dengan kondisi stabil [36], memiliki
prospek yang lebih buruk dalam hal kelangsungan hidup bebas perkembangan penyakit. , yang diterapkan
dalam kasus GIST lambung dan usus kecil [37]. Selain potensi penggunaannya untuk menyesuaikan dosis
imatinib, penilaian kadar plasma mungkin berguna dalam kasus: (i) pasien yang menerima obat bersamaan
yang menempatkan mereka pada risiko interaksi besar; (ii) toksisitas yang tidak diduga; (iii) perkembangan
pada 400 mg. Adaptasi dosis berdasarkan tingkat imatinib yang tidak memadai sedang dipelajari di Belanda,
dan merupakan pendekatan standar di sejumlah institusi. Namun, penggunaan imatinib dosis tinggi pada
pasien dengan penyakit progresif tidak disetujui oleh NICE.

Pemantauan ketat terhadap respon tumor harus dilakukan pada tahap awal pengobatan. Tindak lanjut harus
dilanjutkan selama pengobatan, karena risiko perkembangan sekunder tetap ada seiring berjalannya waktu.
Eksisi lengkap sisa penyakit metastasis telah terbukti berhubungan dengan prognosis yang baik, asalkan pasien
merespons terhadap imatinib, namun apakah hal ini disebabkan oleh pembedahan atau pemilihan pasien [38-
40] belum pernah dibuktikan secara prospektif. Melakukan uji coba secara acak tidak terbukti layak; dengan
demikian, saat ini pembedahan dapat didiskusikan dengan pasien tetapi tidak direkomendasikan berdasarkan
bukti manfaat yang pasti [III, C]. Eksisi bedah pada penyakit progresif tidak direkomendasikan, mengingat hasil
yang buruk dari penelitian yang dipublikasikan, namun pembedahan dengan perkembangan terbatas, seperti
'nodul dalam massa', telah dikaitkan dengan interval bebas perkembangan dalam rentang yang sama. adapun
pengobatan lini kedua dengan sunitinib. Jadi, ini mungkin merupakan pilihan paliatif pada pasien individu
dengan perkembangan terbatas, sambil melanjutkan imatinib [V, C]. Prosedur non-bedah, seperti ablasi
frekuensi radio pada metastasis hati juga dapat digunakan. Sebelum melakukan intervensi tersebut, PET-CT
dapat berguna untuk memastikan lokasi penyakit yang resisten terhadap imatinib.

Peningkatan dosis imatinib menjadi 800 mg dalam kasus GIST dengan mutasi KIT ekson 9 yang menunjukkan
perkembangan penyakit dapat dipertimbangkan jika dosis yang lebih tinggi tidak digunakan pada awalnya,
karena dosis yang lebih tinggi secara signifikan lebih efektif dalam pengaturan ini [31] . Dosis yang lebih tinggi,
meskipun belum tentu 800 mg, dapat berguna jika kadar imatinib plasma yang memuaskan tidak tercapai,
namun penggunaan dosis yang lebih tinggi tidak disetujui oleh NICE. Potensi salah tafsir terhadap gambar yang
dihasilkan oleh pola respons tumor yang kompleks terhadap TKI dapat menyebabkan diagnosis perkembangan
yang salah, yang harus dipertimbangkan. Ketidakpatuhan pasien dan interaksi obat dengan pengobatan yang
bersamaan juga harus disingkirkan sebagai kemungkinan penyebab perkembangan penyakit.
Jika terdapat perkembangan yang pasti, atau intoleransi yang jarang terjadi terhadap imatinib setelah semua
upaya untuk mengelola efek samping gagal, pengobatan standar lini kedua adalah tyrosine kinase inhibitor
(TKI) sunitinib [41] [I, B]. Obat ini terbukti efektif dalam kaitannya dengan PFS dengan menggunakan rejimen
50 mg setiap hari selama 4 minggu aktif/2 minggu libur. Data yang telah dipublikasikan menunjukkan bahwa
pengobatan berkelanjutan dengan dosis harian yang lebih rendah yaitu 37,5 mg juga efektif dan dapat
ditoleransi dengan baik, meskipun tidak ada perbandingan formal yang dilakukan dalam uji klinis acak. Oleh
karena itu jadwal ini dapat dianggap sebagai alternatif secara individual [42] [III, B]. Namun, tidak semua pasien
yang resisten terhadap imatinib merespons sunitinib terutama pasien dengan mutasi sekunder yang
memengaruhi domain loop aktivasi KIT dan mutasi PDGFRA ekson 18 D842V, yang selalu resisten.

Percobaan acak prospektif terkontrol plasebo menunjukkan bahwa regorafenib, dengan dosis 160 mg setiap
hari dengan jadwal 3 minggu aktif/1 minggu, secara signifikan memperpanjang PFS pada pasien yang
berkembang setelah imatinib dan sunitinib [43]. Regorafenib dianggap sebagai terapi standar untuk
pengobatan lini ketiga pada pasien yang mengalami kemajuan atau gagal merespons terhadap imatinib dan
sunitinib [I, B]. Saat ini tersedia di Inggris melalui National Cancer Drugs Fund dan juga tersedia di Skotlandia,
Wales dan Irlandia Utara sebagai terapi lini ketiga standar. Perbedaan utama antara sunitinib dan regorafenib,
seperti yang juga ditunjukkan sebelumnya dengan analog sorafenib, adalah kemampuannya untuk
menghambat tumor dengan mutasi sekunder pada loop aktivasi KIT, terutama pada ekson 17 [44, 45]. Mutasi
ini diketahui memberikan resistensi terhadap imatinib dan sunitinib, oleh karena itu regorafenib sangat
berguna dalam situasi ini.

Pasien dengan GIST metastatik yang gagal ketiga agen standar harus dipertimbangkan untuk berpartisipasi
dalam uji klinis agen baru. Studi-studi ini kemungkinan besar hanya tersedia di pusat-pusat besar yang
menangani GIST. Ada bukti terbatas bahwa pasien yang telah mengalami kemajuan dalam penggunaan
imatinib mungkin mendapatkan manfaat untuk jangka waktu terbatas ketika ditantang kembali dengan obat
tersebut [46]. Demikian pula, terdapat bukti yang bersifat anekdotal bahwa mempertahankan pengobatan
dengan TKI meskipun penyakitnya sudah progresif, dibandingkan menghentikannya, dapat memperlambat
perkembangan penyakit jika tidak ada pilihan lain yang tersedia pada saat itu. Oleh karena itu, menantang
kembali atau melanjutkan pengobatan dengan TKI, dimana pasien telah terpajan, merupakan pilihan yang
dapat dipertimbangkan untuk mengendalikan gejala pada pasien dengan perkembangan [V, B].

Metastasis – Terapi Lokal

Pasien tertentu dengan penyakit metastasis hati terbatas mungkin dapat menjalani pembedahan atau ablasi
frekuensi radio (RFA) setelah respons maksimal terhadap imatinib, atau jika terdapat bukti perkembangan
penyakit lokal. Penggunaan RFA dibatasi pada tumor dengan diameter maksimum 3 cm dan kurang cocok untuk
lesi yang berdekatan dengan pembuluh darah besar atau lesi superfisial, khususnya jika terjadi pergeseran
kapsul hati. Namun, lesi terisolasi yang lebih besar dan lesi superfisial mungkin masih cocok untuk reseksi
bedah, baik dengan hepatektomi parsial atau reseksi baji. Pemindaian MRI hati khusus dan pemindaian PET-
CT mungkin diperlukan untuk menentukan apakah ini merupakan pendekatan yang sah dengan mengecualikan
penyakit aktif gaib lainnya.
Radioterapi dapat menjadi terapi lokal yang berguna pada GIST dalam keadaan tertentu pada penyakit lanjut.
Jika terdapat satu lokasi penyakit yang berkembang pada seorang TKI dan dapat tercakup dalam bidang
pengobatan radioterapi, maka radioterapi yang diberikan dengan dosis sedang atau tinggi dapat memberikan
pengendalian tumor lokal, dan mungkin memperpanjang penggunaan radioterapi. TKI [47]. Radioterapi juga
dapat digunakan pada dosis yang lebih rendah untuk meringankan gejala penyakit, misalnya untuk
menghilangkan rasa sakit atau pendarahan.

Penilaian respons
Penilaian respons bersifat kompleks dan perkembangan awal khususnya harus dikonfirmasi oleh tim yang
berpengalaman dalam menangani GIST. Aktivitas anti-tumor menyebabkan penyusutan tumor pada sebagian
besar pasien, namun beberapa pasien mungkin hanya menunjukkan perubahan “kepadatan” tumor pada
pencitraan, perubahan ini terkadang mendahului pengurangan volume tumor. Perubahan gambaran radiologis
tumor harus dianggap sebagai indikasi respon tumor. Ukuran tumor bahkan mungkin meningkat dalam jangka
pendek namun jika kepadatan tumor pada CT scan menurun, hal ini mungkin masih menunjukkan respon
tumor [48, 49]. Bahkan 'kemunculan' lesi baru mungkin disebabkan oleh kepadatannya yang berkurang, atau
kistik, terutama di hati. Oleh karena itu, ukuran tumor dan kepadatan tumor pada CT scan, atau perubahan
konsisten pada MRI atau ultrasonografi dengan kontras, harus dipertimbangkan ketika menentukan respons
tumor. 18F-FDG-PET telah terbukti berguna dalam penilaian awal respon tumor, misalnya ketika prediksi
respon penting, misalnya dalam kasus terapi pra operasi, atau ketika respon diragukan. Namun, sebagian kecil
GIST tidak memiliki penggunaan FDG. Tidak adanya perkembangan tumor pada 6 bulan [50] juga setara dengan
respon tumor. Sebaliknya, perkembangan tumor tidak selalu disertai dengan perubahan ukuran tumor.
Misalnya, peningkatan kepadatan tumor yang ditunjukkan oleh peningkatan kontras pada lesi tumor
kepadatan rendah yang sebelumnya merespons, mungkin merupakan indikasi perkembangan tumor. Pola
perkembangan yang khas adalah 'nodul di dalam massa', di mana sebagian dari lesi yang merespons menjadi
sangat padat [51].

Rekomendasi utama
1. Imatinib adalah pengobatan pilihan untuk pasien dengan penyakit yang tidak dapat dioperasi atau
bermetastasis dan diberikan hingga berkembang dengan dosis standar 400 mg setiap hari. Data
menunjukkan bahwa pasien yang tumornya memiliki mutasi ekson 9 pada KIT mendapat manfaat dari
dosis yang lebih besar, meskipun hal ini saat ini tidak direkomendasikan oleh NICE.
2. Perkembangan yang terisolasi mungkin memerlukan pembedahan atau tindakan lokal lainnya, seperti
ablasi frekuensi radio.
3. Pengobatan standar lini kedua adalah sunitinib, yang dapat diberikan dengan dosis yang dianjurkan
yaitu 50 mg setiap hari selama 4 minggu setiap 6 minggu, atau 37,5 mg setiap hari secara terus
menerus.
4. Pengobatan lini ketiga standar adalah regorafenib.

Follow Up

Kebijakan tindak lanjut yang optimal untuk pasien yang diobati dengan penyakit lokal masih belum jelas.
Kekambuhan paling sering terjadi pada hati dan/atau rongga peritoneum. Lokasi metastasis lain, termasuk
tulang dan otak jarang terjadi, namun mungkin tidak terlalu umum terjadi setelah pengobatan jangka panjang
dengan beberapa lini terapi. Tingkat mitosis kemungkinan besar mempengaruhi frekuensi terjadinya
kekambuhan. Penilaian risiko berdasarkan jumlah mitosis, ukuran tumor dan lokasi tumor mungkin berguna
dalam memilih kebijakan tindak lanjut rutin. Pasien berisiko tinggi umumnya kambuh dalam waktu 1-3 tahun
setelah terapi tambahan berakhir. Pasien berisiko rendah mungkin akan kambuh lagi di kemudian hari,
mengingat pertumbuhan penyakitnya cenderung lebih lambat.

Masalah tindak lanjut telah diatasi oleh Joensuu dan rekannya berdasarkan bukti yang tersedia saat ini [52].
Pasien risiko tinggi yang telah menjalani reseksi primer umumnya menjalani tindak lanjut rutin dengan CT scan
perut atau MRI setiap 3-6 bulan selama terapi tambahan, selama 3 tahun. Frekuensi tindak lanjut ini karena
kebutuhan untuk mengelola efek samping terapi. Apabila terapi adjuvan dihentikan, tindak lanjut dilakukan
setiap 3 bulan selama 2 tahun, kemudian setiap 6 bulan selama 3 tahun berikutnya, setelah itu tindak lanjut
dilakukan setiap tahun selama 5 tahun berikutnya. Pasien dengan tumor risiko tinggi yang tidak diberikan terapi
tambahan, apa pun alasannya, harus ditindaklanjuti 3 kali setiap bulan selama 2 tahun, 6 kali setiap bulan
selama 3 tahun, dan kemudian setiap tahun selama 5 tahun berikutnya.

Untuk tumor dengan risiko rendah hingga menengah, frekuensi tindak lanjut yang optimal masih kurang jelas.
Jika tindak lanjut dilakukan, biasanya berupa CT scan perut atau MRI, atau USG, setiap 6-12 bulan selama 5
tahun.

GIST dengan risiko sangat rendah tidak memerlukan tindak lanjut rutin, asalkan eksisi telah selesai, meskipun
kita harus menyadari bahwa risiko perkembangannya tidak nol.
Paparan radiasi merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan ketika memilih modalitas pencitraan untuk
tindak lanjut jangka panjang. MRI perut merupakan alternatif yang dapat diterima untuk CT yang dapat
digunakan pada interval tertentu.

Rekomendasi utama
1. Pasien dengan penyakit risiko tinggi yang menjalani terapi tambahan harus ditindaklanjuti dengan
pencitraan cross-sectional setiap 3-6 bulan selama 3 tahun pengobatan, 3 kali setiap bulan selama 2
tahun setelah penghentian pengobatan, dan setelahnya setiap 6 bulan selama 3 tahun. dan setiap
tahun selama 5 tahun.
2. Pasien dengan penyakit berisiko tinggi yang tidak menerima pengobatan tambahan harus mengikuti
skema pengobatan pasca-tambahan.
3. Untuk pasien dengan tingkat risiko yang lebih rendah, tindak lanjut yang lebih jarang dianjurkan,
meskipun manfaat klinisnya tidak jelas. Untuk pasien risiko menengah, 6 kali pemindaian bulanan
selama 5 tahun diikuti dengan pemindaian tahunan, dan untuk pasien risiko rendah, durasi tindak
lanjut yang lebih singkat dianggap masuk akal.

Anda mungkin juga menyukai