Anda di halaman 1dari 17

SINDROM INSENSITIVITAS ANDROGEN

Oleh :
Ade Habibi

Pembimbing :
Diana Lyrawati, Dra., Apt., Ph.D

PROGRAM PASCA SARJANA BIOMEDIK


DOUBLE DEGREE ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

0
BAB I
PENDAHULUAN

Sindrom insensitivitas androgen (androgen insensitivity syndrome, AIS)


adalah sekumpulan gangguan perkembangan seksual akibat mutasi gen
penyandi reseptor androgen. Pada AIS terjadi suatu kondisi dimana terjadi
ketidakmampuan dari sel untuk merespon terhadap androgen baik secara
sebagian atau keseluruhan. Ketidakmampuan sel dalam merespon hormon
androgen dapat mengganggu maskulinisasi dari genetalia laki-laki, tetapi tidak
mengganggu genitalia wanita atau perkembangan seksualnya secara signifikan.
Fenotip klinis pada individu ini beragam mulai dari habitus normal laki-laki
dengan defek spermatogenik atau berkurangnya rambut terminal sekunder
sampai dengan habitus wanita sepenuhnya, meskipun terdapat kromosom-Y. 1,2
Sampai saat ini insidensi AIS di Indonesia belum diketahui. Berdasarkan
Niveditha et al, kejadian AIS komplit (complete AIS, CAIS) berkisar antara 1
:10.000 – 1:30.000 penduduk tergantung dari tingkat keparahannya. Insidens
derajat yang lebih rendah dari resistensi androgen belum diketahui; menurut
beberapa literatur, bisa lebih banyak atau bahkan lebih sedikit dari insidens
CAIS. Bukti-bukti bahwa banyak kasus infertilitas pada pria yang tidak dapat
diterangkan sebabnya ternyata merupakan derajat ringan resistensi androgen.
AIS pada dasarnya merupakan kerancuan antara genotip dan fenotip gender.
Secara konvensional, seseorang dikatakan ber-genotip perempuan bila memiliki
kromosom 46XX dan bergenotip laki-laki bila memiilki kromosom 46XY.
Berkaitan dengan kaidah ini, individu pengidap AIS memiliki fenotip perempuan
dengan kromosom 46XY (genotip laki-laki).1,4
Sampai saat ini penyusun belum menemukan literatur yang berkaitan
dengan terapi gen untuk penyakit AIS ini. Terapi hanya dilakukan sebatas pada
bedah rekonstruktif genitalia, terapi hormon, terapi psikologis serta konseling
genetika saja. Diharapkan kedepannya dapat dilakukan tatalaksana terapi gen
untuk mengkoreksi defek genetik pada penyakit ini.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fungsi Normal Androgen dan Reseptor Androgen

Untuk dapat memahami sindrom insensitivitas androgen, harus memahami


tentang efek normal testosteron pada perkembangan pria maupun wanita
terlebih dahulu. Androgen mamalia adalah testosterone beserta metabolitnya
yang lebih poten, dihidrotestosteron (DHT). Reseptor androgen adalah molekul
protein besar yang terdiri dari 910 asam amino. Setiap molekul terdiri dari bagian
yang terikat androgen, yaitu bagian jari zing yang terikat pada DNA dalam area
sensitif kromatin dan area yang mengontrol transkripsi. Testosteron pada
sirkulasi berdifusi ke dalam sitoplasma sel sasaran, kemudian dimetabolisme
menjadi estradiol, sebagian di rubah menjadi DHT, dan sisanya tetap sebagai
testosteron. Testosteron dan DHT dapat mengikat reseptor androgen (androgen
receptor, AR); DHT lebih poten dan berefek lebih lama. Kombinasi ARDHT
mengalami dimerisasi dengan cara berikatan dengan AR-DHT kedua, lalu
keduanya mengalami fosforilasi dan seluruh senyawa kompleks tersebut masuk
ke dalam inti sel untuk berikatan dengan elemen androgen pada regio promoter
gen target yang sensitif terhadap androgen. Transkripsi diamplifikasi atau
dihambat oleh koaktivator atau korepresor.1,4,6
Walaupun testosteron dapat diproduksi langsung ataupun tidak langsung dari
ovarium dan adrenal pada kehidupan selanjutnya, sumber utama testosteron
pada kehidupan awal fetus adalah testis, yang berperan besar dalam diferensiasi
seksual. Sebelum kelahiran, testosteron merangsang karakteristik primer seks
laki-laki. Saat pubertas, testosteron berpengaruh terhadap ciri kelamin sekunder
laki-laki.

2.2. Sindrom insensitivitas Androgen


Sindrom insensitivitas androgen (Androgen Insensitivity Syndrom, AIS)
adalah suatu kondisi dimana terjadi ketidakmampuan dari sel untuk merespon
terhadap androgen baik secara sebagian atau keseluruhan. AIS mempunyai ciri
khas yaitu menunjukkan feminisasi (sifat maskulin yang rendah) dari genitalia
eksterna saat lahir, perkembangan seks sekunder yang abnormal pada saat
pubertas, dan infertilitas pada individu dengan karyotipe 46 XY. AIS
menggambarkan spektrum dari defek pada aksi androgen dan bisa dibedakan

2
lagi menjadi tiga fenotip yaitu Complete Androgen Insensitivity Syndrome (CAIS),
dengan genitalia wanita yang khas; Partial Androgen Insensitivity Syndrome
(PAIS) dengan predominan wanita, predominan laki-laki atau genitalia yang
ambigu; dan Mild Insensitivity Syndrome (MAIS) dengan genitalia laki – laki yang
khas. 1,3,5,11
Androgen Insensitivity Syndrom (AIS) berkaitan dengan kromosom-X yang
disebabkan oleh mutasi dari gen reseptor androgen Sejauh ini, sudah lebih dari
300 mutasi dari gen reseptor androgen yang telah dapat diidentifikasi oleh
worldwide pada pasien dengan AIS. Sebagian besar AIS berpenampilan
undervirilization dengan beragam derajat dan/atau keadaan infertilitas.
Seseorang dengan complete androgen insensitivity syndrome (CAIS)
berpenampilan laki-laki, kecuali kariotipe 46XY yang disertai testis andesensus,
yaitu keadaan yang disebut testicular feminization.2,4
Riwayat keluarga seluruhnya diperlukan untuk konseling genetik. Secara
umum, jenis kelamin ditetapkan belakangan berdasarkan fenotip genital, data
hormonal, respon klinis terhadap percobaan terapi dengan testosterone,
kemungkinan untuk operasi rekonstruksi dan studi molecular dari gen reseptor
androgen. Penentuan jenis kelamin sejak lahir sulit pada pasien dengan PAIS.
Pada pasien ini, perhatian khusus diberikan pada mutasi somatic dari reseptor
androgen karena terdapat jumlah tertentu dari reseptor wild-type dan sepertinya
berfungsi secara aktif. Selanjutnya, dengan peningkatan kadar androgen selama
pubertas, kejantanan menjadi mungkin terjadi secara teoritis.7

2.2.1. Complete Androgen Insensitivity Syndrome (CAIS)


Bentuk komplet ini terjadi pada satu dari setiap 20.000 kelahiran hidup.
Individu dengan CAIS mempunyai genitalia eksternal wanita yang normal. Ciri-ciri
kelainan ini:
- perkembangan penis dan bagian tubuh pria lainnya terganggu,
- anak lahir sebagai perempuan
- saat pubertas, tanda-tanda seks sekunder (seperti payudara) berkembang,
tetapi menstruasi tidak terjadi dan infertil.
- berpenampilan wanita, tetapi tidak memiliki uterus, mempunyai sedikit bulu
ketiak dan rambut pubis.
CAIS sebagian besar selalu bergiliran dalam keluarga, dimana yang
mempunyai kromosom XY biasanya relative mempunyai genitalia eksterna

3
wanita yang normal dan jarang mempunyai tanda – tanda maskulinisasi dari
genetalia eksterna, seperti klitoromegali atau fusi labial posterior.10,5,11,12

2.2.2. Partial androgen insensitivity syndrome (PAIS)


PAIS adalah suatu kondisi yang mengakibatkan kemampuan sel untuk
merespon terhadap androgen tidak berfungsi seluruhnya. Ketidakmampuan
sebagian dari sel untuk merespon terhadap hormone androgen mengganggu
maskulinisasi dari genitalia laki – laki pada saat perkembangan fetus, maupun
perkembangan karakteristik seksual sekunder laki – laki pada saat pubertas,
tetapi tidak mengganggu genitalia wanita atau perkembangan seksual wanita
secara signifikan.3 ,8,11,
A. Partial Androgen Insensitivity Syndrom dengan genitalia ambigu atau
predominan genitalia laki – laki (PAIS; Reifenstein syndrome)
B. Partial Androgen Insensitivity Syndrom dengan predominan genitalia
eksternal wanita

2.2.3 Mild androgen insensitivity syndrome (MAIS)


Mild Androgen Insensitivity Syndrom adalah suatu kondisi yang berakibat
pada gangguan ringan dari kemampuan sel dalam merespon terhadap androgen.
Derajat dari gangguan cukup untuk mengganggu spermatogenesis dan atau
perkembangan dari karakteristik seksual sekunder saat pubertas pada laki-laki,
tetapi tidak mempengaruhi diferensiasi atau perkembangan genitalia. Alat
kelamin wanita dan perkembangan seksual tidak terpengaruh secara signifikan
akibat insensitifitas dari androgen ini. MAIS hanya didiagnosa pada laki-laki.
Fenotip klinis yang dihubungkan dengan MAIS mempunyai habitus laki–laki
normal dengan defek spermatogenesis yang ringan dan atau penipisan rambut
terminal sekunder.
Genitalia eksterna pada individu dengan MAIS merupakan laki–laki yang
tidak ambigu. Mereka biasanya mengalami ginekomasti saat pubertas.
Kemungkinan mengalami maskulinisasi yang kurang yang mencakup penipisan
rambut pada wajah dan tubuh dan penis yang kecil. Dapat terjadi impoten. Pada
beberapa kasus dilaporkan terjadinya infertilitas, sehingga MAIS dapat
menjelaskan beberapa infertilitas idiopatik pada laki – laki.12

4
2.3. Aspek Genetik Sindrom Insensitivitas Androgen
Insensitivitas androgen terjadi akibat mutasi pada gen untuk reseptor
androgen (AR) yang berlokasi pada kromosom Xq 11-12. Hal ini merupakan X-
linked recessive trait yang penyakitnya tidak bergejala, atau minimal. Terdapat 4
fungsi perbagian dan 8 exon, dalam protein reseptor androgen (RA) dengan
berat molekul 110-kDa. Domain ini terdiri dari 1) exon 1 menyandi N-terminal
transaktivasi domain (DTN) sebagai promoter transaktivasi dari gen target yang
sebenarnya, 2) exon 2 dan 3 yang menyandi DNA binding domain (DBD) yang
memfasilitasi ikatan protein reseptor androgen di atas area promoter dari gen
target yang spesifik, 3) area Hinge yang mengikat NTD dan DBD dan terdiri dari
628-669 residu, dan 4) exon 4-8 yang menyandi ligand binding domain yang
bertanggung jawab pada spesifisitas dan afinitas dari ikatan ligan. 3,4

Gambar 1. Gen reseptor human androgen dipetakan pada lengan panjang kromosom X
(Xq1112). The human protein reseptro androgen dikodekan oleh 8 ekson (1-8). Sama
dengan nuclear reseptor lainnya, protein terdiri dari beberapa domain fungsional. NH2-
terminal domain (NTD) mengandung 2 bagian polimorpik [(Gln)n dan (Gly)n], DNA-
binding domain (DBD), hinge region dan ligand binding domain (LBD)

Sumber : Galani, A. Tzeli, SK. 2008. Androgen insensitivity syndrome : clinical features
and molecular defects. Departement of Medical Genetics, University of Athens

Kebanyakan individu yang terlahir dengan AIS mewarisi kromosom X


tunggal dengan defek gen yang diturunkan dari ibunya dan bisa mempunyai
saudara kandung dengan kelainan yang sama (tes karier sekarang tersedia
untuk mencari risiko relatif dalam anggota keluarga ketika diagnosis AIS
ditegakkan). Lebih dari 100 mutasi AR dilaporkan menimbulkan beragam fenotip.
Fenotip AIS yang tergolong minimal atau ringan (sindrom infertilitas pada pria

5
dan undervirilized fertile male syndrome) terjadi akibat salah mutasi dengan
kodon tunggal atau asam amino yang berbeda. 4,6
Sedangkan bentuk komplet dan hampir komplet dihasilkan dari mutasi
yang mempunyai efek besar pada bentuk dan struktur protein. Sekitar 1/3 kasus
AIS adalah mutasi baru. Dalam beberapa kasus CAIS, telah diidentifikasi
berbagai macam delesi gen pada reseptor androgen serta insersi dan mutasi
basa tunggal dengan jumlah yang lebih banyak yang mengenalkan terminasi
kodon premature, perubahan asam amino, atau sambungan mRNA yang
menyimpang. Selain itu terdapat terdapat pula abnormalitas koaktivator AF-1
(activating factor-1).3,4,6,11

Gambar 2. Skema mutasi AIS yang mempengaruhi sifat normal reseptor androgen.

2.4. Pemeriksaan dan Diagnosis


Evaluasi ambiguitas neonatal dipaparkan secara lengkap pada artikel-artikel
intersex, kebanyakan melalui pemeriksaan USG untuk menentukan ada atau
tidaknya uterus/ gonad, kariotipe, dan pengukuran kadar testosteron, DHT, AMH,
dan satu atau lebih steroid adrenal.. AIS merupakan salah satu jenis male
undervirilization yang tersering. Walaupun tidak ada uterus dan kariotipe 46XY
telah dibuktikan, sejumlah kondisi lainnya yang secara anatomi mirip, seperti
hipoplasia sel Leydig, beberapa defek sintesis testosterone (meski tidak sering),
dan defisiensi 5 -reduktase, harus disingkirkan.

6
Pemeriksaan reseptor androgen sekarang sudah tersedia. Pemeriksaan
genetic molekuler dari gen reseptor androgen, yaitu gen yang diketahui
berhubungan dengan AIS, menemukan mutasi pada lebih dari 95% dari proband
dengan CAIS yang tampak secara klinis. Sedangkan hasilnya pada individu
dengan AIS partial atau mild belum diketahui.3,11,12,13,
Diagnosis dari CAIS biasanya ditegakkan hanya melalui pemeriksaan klinis
dan laboratorium. Sedangkan diagnosis dari PAIS dan MAIS juga
membutuhkan riwayat keluarga yang konsisten dengan pewarisan kromosom X,
karena melalui pemeriksaan laboratorium yang berguna untuk menegakkan
diagnosis belum tentu menampakkan hasil pada setiap individu yang
menderita.3,11

2.4.1. Pemeriksaan Molekul Genetik


Reseptor androgen adalah satu – satunya gen yang diketahui berhubungan
dengan androgen insensitivity sindrom. Kegunaan klinis dari pemeriksaan
molekul genetic adalah:
- Diagnosis
- Deteksi carier
- Diagnosis prenatal

2.4.1.a. Analisis sequence


Sequencing dari 8 exon dari gen reseptor androgen mendeteksi adanya
mutasi pada lebih dari 95% individu dengan CAIS. Laju mutasi yang dideteksi
pada fenotip yang lebih ringan tidak diketahui meskipun demikian, diperkirakan
kurang dari 50% pada PAIS dan lebih rendah lagi pada MAIS. Bila terjadi
aktivitas ikatan androgen yang tidak sempurna pada fibroblast kulit genitalia,
penemuan mutasi dari androgen binding domain dari gen reseptor androgen
mendekati 40%. Sedangkan bila terjadi ikatan androgen yang normal pada
fibroblast kulit genital, penemuan mutasi pada gen reseptor androgen adalah
10% atau kurang.

2.4.1.b. Analisis delesi / duplikasi


 Pada individu yang menderita AIS. Analisis delesi atau duplikasi dilakukan
untuk mendeteksi exonic, multiexonic, dan gross delesi dan duplikasi yang
jarang pada gen reseptor androgen pada individu yang menderita AIS.

7
 Pemeriksaan carier. Multiplex Ligation-dependent Probe Amplification
(MLPA) dilakukan untuk mendeteksi exonic, multi-exonic gross delesi dan
duplikasi yang jarang yang tidak biasa terjadi pada gen reseptor androgen
pada individu dengan kromosom XX yang beresiko dan berhubungan
dengan individu penderita AIS

2.5. Pola Pewarisan


AIS diwariskan berkaitan dengan kromosom X resesif. Resiko pada
anggota keluarga.

2.5.1. Orang tua dari penderita mempunyai kromosom 46-XY


Ayah dari penderita tidak terkena dan bukan pembawa Jika wanita
mempunyai lebih dari satu anak yang terkena AIS dan penyakit yang
menyebabkan mutasi tidak dapat dideteksi melalui ekstraksi DNA dari
leukositnya, dia mempunyai mosaic germline. Jika analisa pedigree menyatakan
bahwa penderita hanya satu-satunya anggota keluarga yang terkena AIS,
beberapa kemungkinan berkaitan dengan status carrier dari ibu penderita dan
wanita lain pembawa 46-XX dalam keluarganya, yaitu :
1. Individu yang menderita mempunyai mutasi gen reseptor androgen de novo.
Terdapat dua mekanisme terjadinya mutasi gen reseptor androgen de novo :
 Mutasi germline. Mutasi de novo terjadi pada telur pada saat konsepsi dan
kemudian tampak pada setiap sel dari tubuh individu tersebut. Pada contoh
ini, ibu dari individu tersebut tidak mempunyai mutasi dari reseptor
androgen dan tidak beresiko pada anggota keluarga yang lain.
 Mosaicism somatic. Mutasi terjadi setelah konsepsi dan kemudian tampak
pada beberapa dari sel tubuh individu yang terkena , tetapi tidak
semuanya. Pada contoh ini kemungkinan bahwa ibu merupakan
heterozigot rendah tetapi lebih besar daripada yang ditemukan dalam
populasi umum.
2. Ibu dari penderita mempunyai mutasi gen reseptor androgen de novo.
Terdapat dua mekanisme terjadinya mutasi gen reseptor androgen pada ibu :
 Mutasi germline. Mutasi yang terjadi pada telur atau sperma saat
konsepsi tampak pada semua sel tubuh, dan ekstraksi DNA dapat
dideteksi melalui lekosit.
 Mosaicism germline. Mutasi hanya tampak pada ovarium dan tidak dapat
dideteksi melalui ekstraksi DNA dari lekosit.

8
 Mosaicism somatic. Mutasi tampak pada ovarium dan beberapa dari sel
somatic dan bisa terdeteksi melalui ekstraksi DNA dari lekosit tetapi bisa
juga tidak terdeteksi. Pada contoh ini, masing – masing keturunannya
mempunyai resiko mewarisi mutasi reseptor androgen, meskipun
demikian tidak satupun dari saudara perempuannya mempunyai resiko
mewariskan mutasi dari reseptor androgen.
3. Nenek dari individu dengan AIS mempunyai mutasi gen de novo. Pada
contoh ini, semua cucu perempuannya mempunyai resiko menjadi carier.

Gambar 3. Diagram genetik menunjukan karier CAIS yang menurunkan sifat ke


generasi berikutnya

Sumber : Warne, L Garry. 1997. Complete Androgen Insensitivity Syndrom. Departement Endocrinology and
Diabetes Royal Children’s Hospital, Australia

2.5.2. Saudara kandung dari penderita


 Resiko dari saudara kandung tergantung pada status carier dari ibu.
 Jika ibu adalah carier, terdapat 50% kemungkinan transmisi mutasi kepada
masing – masing saudara kandung.
- Saudara kandung dengan karyotipe 46-XY yang mewarisi mutasi dari reseptor
androgen akan menjadi penderita
- Saudara kandung dengan karyotipe 46-XX yang mewarisi mutasi dari reseptor
androgen akan menjadi carier

9
Keturunan dari penderita, Individu dengan karyotipe 46-XY dengan AIS (CAIS,
PAIS atau MAIS) hampir selalu infertile.

2.5.3. Keturunan dari wanita carier

1. Masing – masing keturunan dari wanita yang diketahui sebagai carier


(heterozigot) mempunyai 25% resiko untuk menjadi salah satu di bawah ini:
 Mempunyai karyotipe 46-XY dan menderita
 Mempunyai karyotipe 46-XY dan tidak menderita
 Mempunyai karyotipe 46-XX dan menjadi carier
 Mempunyai karyotipe 46-XX dan tidak menjadi carier
2. Fenotip dari keturunan dengan karyotipe 46-XY dengan CAIS atau MAIS
dapat diprediksi. 12,14

2.6. Penatalaksanaan
Pengungkapan diagnosis AIS secara sistematis sangat dianjurkan yaitu
melalui lingkungan yang empati, baik melalui para ahli yang professional dan
dukungan keluarga. Penyusun sampai saat ini belum mendapatkan literaratur
yang dapat menunjukan langkah terapi genetik pada AIS. Penatalaksanaan yang
ada sampai saat ini hanya terbatas pada bedah rekonstruktif genital, terapi
hormon, dan suport psikologis serta konseling genetik saja. Terapi tersebut
dilakukan sesuai kebutuhan dan tingkat keparahan dari AIS itu sendiri.

2.6.1. CAIS
Hal yang biasa dilakukan adalah mengangkat testis setelah masa pubertas
ketika feminisasi telah lengkap terjadi pada pasien yang menderita CAIS, sejak
feminisasi terjadi sebagian oleh estrogen testicular dan sebagian dari konversi
androgen menjadi estrogen di perifer. Dasar pemikiran untuk gonadectomi
setelah pubertas adalah bahwa keganasan testicular, yang berkembang
biasanya pada testis kriptorkisme jarang terjadi sebelum pubertas. Gonadektomi
sebelum pubertas diindikasikan jika testis inguinal tidak nyaman secara fisik
maupun estetik, dan jika diperlukan herniorafi inguinal. Pada kasus ini, diperlukan
terapi replacemen estrogen untuk mengawali pubertas, memelihara feminisasi
dan menghindari osteoporosis. Vagina biasanya cukup pendek dan diperlukan
dilatasi sebagai usaha untuk mencegah dispareunia.

10
2.6.2. PAIS dengan predominan genitalia wanita
Persoalan yang terjadi hampir sama dengan yang dibahas pada CAIS,
kecuali bahwa gonadektomi sebelum pubertas membantu mencegah
ketidaknyamanan emosional akibat peningkatan klitoromegali pada saat
pubertas. Bila diagnosis PAIS sulit ditegakkan karena adanya mosaicism
somatic, penentuan perubahan jenis kelamin dapat berakibat pada masalah
kecocokan.
Jika pasien dengan mutasi germline reseptor androgen terlahir sebagai
wanita (CAIS atau PAIS yang berat), tidak ada ketentuan kapan harus dilakukan
gonadektomi, sedini mungkin sejak lahir atau setelahnya, setelah perkembangan
pubertas spontan. Pada kasus ini, jika didapatkan mosaicism somatic, resiko
terjadinya kejantanan selama pubertas harus dipertimbangkan dan dianjurkan
dilakukan gonadektomi sebelum pubertas.

2.6.3. PAIS dengan genitalia ambigu atau predominan genitalia laki – laki
Penentuan jenis kelamin pada infant dengan genitalia ambigu
merupakan proses yang kompleks yang membutuhkan waktu untuk penilaian
oleh tim multidisiplin melalui konsultasi dengan keluarga dan harus dipecahkan
sedini mungkin. Disamping murni pertimbangan anatomi dan surgical, pemilihan
jenis kelamin laki – laki pada akhirnya membutuhkan percobaan terapi dengan
dosis androgen sebagai usaha untuk memprediksi kemungkinan responsivitas
androgen saat pubertas. Selanjutnya, pertumbuhan phallic (buah zakar) yang
cukup besar sebagai respon dari pemberian androgen memudahkan
pelaksanaan bedah rekonstruksi.
Dianjurkan pemberian terapi percobaan dengan testosterone pada
semua pasien dengan PAIS, terutama bila mosaicism reseptor androgen dapat
diidentifikasi sejak lahir. Dengan melakukan terapi tersebut, kemampuan
kejantanan dari genitalia eksternal bayi baru lahir di bawah pengaruh androgen
eksogen dapat dievaluasi sebelum penentuan jenis kelamin. Sensitifitas
androgen dievaluasi setelah terapi selama tiga bulan dengan cara mengukur
penambahan panjang dari penis dan perkembangan skrotum. Respon yang
positif menyokong orientasi kearah laki – laki. Meskipun demikian ahli
Endokrinologi pediatric harus sangat hati – hati dalam menentukan jenis kelamin.
Mereka membutuhkan berbagai pertimbangan kemungkinan karena melalui grup

11
support pasien diketahui bahwa beberapa pasien kecewa dengan hasil
keputusan dokter.
Ginekomasti yang berkembang saat pubertas pada akhirnya
membutuhkan mammoplasti reduksi. Pada individu dengan PAIS yang terlahir
sebagai wanita dan yang telah menjalani gonadektomi setelah pubertas
membutuhkan terapi replacement kombinasi estrogen dan androgen untuk
memelihara libido.

2.6.4 MAIS
Laki – laki dengan MAIS seringkali membutuhkan mammoplasti reduksi
sebagai terapi dari ginekomasti. Terapi percobaan dengan androgen dianjurkan
untuk mencoba memperbaiki kejantanan.

2.7. Konseling
2.7.1. Konseling Genetik
Ketika wanita terdiagnosis CAIS atau PAIS, konsultasi dengan konselor genetik
dibutuhkan untuk menjelaskan mengenai turunan resesif terkait X. Konseling
genetic adalah proses untuk mempersiapkan individu dan keluarga untuk
menerima informasi secara alami. Perlu juga dilakukan konseling tentang resiko
penentuan jenis kelamin. Selain itu harus juga dijelaskan tentang :
• Ibu dari wanita dengan AIS mungkin mengandung gen pembawa (karier) pada
salah satu kromosom X-nya.
• Pada ibu karier, kelainan akan diturunkan pada sekitar 50% keturunan, baik itu
XX tau XY. Turunan XX tampaknya akan tidak terpengaruh, sedangkan
turunan XY dapat memiliki kondisi yang sama (menjadi infertil).
• Dalam keluarga besar, dapat ditemukan anggota keluarga lain yang merupakan
penderita atau karier AIS.
• Deteksi karier oleh tes genetik sekarang ini memungkinkan.
Keluarga perlu di beritahu bahwa saat ini sudah dapat dilakukan
pemeriksaan genetika molekuler prenatal dapat dilakukan saat kehamilan pada
wanita yang diketahui merupakan carier dari mutasi gen reseptor androgen yang
tampak dalam keluarga.3,7,11,14

2.8 Terapi Genetik mendatang


Sampai saat ini penyusun belum menemukan literatur mengenai tatalaksana
terapi gen pada AIS. Dari beberapa literature yang ada hanya mencantumkan

12
pemeriksaan genetik sebatas untuk menegakan diagnosis penyakit ini saja.
Diharapkan kedepannya dapat dilakukan tatalaksana terapi gen untuk penyakit
ini misalnya dengan koreksi defek genetik/molukuler dengan cara mentrnasfer
gen normal melalui vektor yang sesuai atau dengan homolog rekombinan.

13
BAB III

KESIMPULAN

1. Sindrom insensitivitas androgen (Androgen Insensitivity Syndrom, AIS)


merupakan suatu kondisi dimana terjadi ketidakmampuan dari sel untuk
merespon terhadap androgen yang terjadi akibat mutasi pada gen untuk
reseptor androgen (AR) yang berlokasi pada kromosom Xq 11-12.
2. AIS dibedakan lagi menjadi tiga fenotip yaitu:
 Complete Androgen Insensitivity Syndrome (CAIS)
 Partial Androgen Insensitivity Syndrome (PAIS)
 Mild Insensitivity Syndrome (MAIS)
3. AIS diwariskan berkaitan dengan kromosom X resesif.
4. Keturunan dari wanita yang diketahui sebagai carier (heterozigot) mempunyai
25% resiko untuk menjadi :
 Mempunyai karyotipe 46-XY dan menderita
 Mempunyai karyotipe 46-XY dan tidak menderita
 Mempunyai karyotipe 46-XX dan menjadi carier
 Mempunyai karyotipe 46-XX dan tidak menjadi carier
5. konsultasi dengan konselor genetik dibutuhkan untuk menjelaskan mengenai
turunan resesif terkait X dan untuk resiko penentuan jenis kelamin.
6. Penatalaksanaan yang ada sampai saat ini hanya sebatas pada bedah
rekonstruktif genital, terapi hormon, dan psikologis support serta konseling
genetik.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Niveditha V, Sudarshan CY. 2015. Psychological Aspects of Androgen


Insensitivity Syndrome- A Case Report . J Psychol Psychother. 5: 183.
doi:10.4172/2161-0487.1000183.

2. McPhaul MJ. 2002. Androgen receptor mutations and androgen insensitivity.


Molecular and Cellular Endocrinology 198(1-2):61–7.

3. Oakes, MB., Eyvazzadeh, AD. 2008. Complete Androgen Insensitivity


Syndrome – A Reviews. North American Society for Pediatrics and
Adolescent Gynecology: Elsevier Inc

4. Lee HJ, Chang C. Recent advances in androgen receptor action. Cellular


and Molecular Life Sciences 2003; 60(8):1613–22.

5. Galani, A. Tzeli, SK. 2008. Androgen insensitivity syndrome : clinical features


and molecular defects. Departement of Medical Genetics, University of
Athens.

6. Nitsche EM, Hiort O. The molecular basis of androgen insensitivity. Hormone


Research 2000; 54(5-6):327– 33.

7. Kohler, B., Lumbroso, S. 2004. Androgen Insensitivity Syndrome: Somatic


Mosaicism of the Androgen Receptor in Seven Families and Consequences
for Sex Assignment and Genetic Counseling . The journal of clinical and
endocrinology.

8. Gonzalez E, Cleland J, Laurence Niki Karavitaki J, Grossman AB. 2015.


Partial Androgen Insensitivity Syndrome Caused by a Novel Mutation. J Clin
Case Rep 5: 511. doi:10.4172/2165-7920.1000511.

9. Androgen insensitivity syndrome. Online mendelian inheritance in man. Johns


Hopkins University. Available from:http://www.ncbi. nlm.nih.gov/entrez/
dispomim .cgi?id=300068 .

10. Ahmed, SF., Cheng, A. 1999. Assesment of the gonadotropin-gonadal axis in


androgen insensitivity syndrome. Departement of Pediatrics, University of
Cambridge.

11. A, Hughes, C, Houk. 2006. Consensus statement on management of intersex


disorder. Departement of pediatrics, University of Cambridge.

12. Boehmer, AL., Brinkmann, O. 2001. Genotype versus phenotype in families


with androgen insensitivity syndrome. Division of Endocrinology, Department
of Pediatrics, Sophia Children's Hospital Rotterdam.

13. Brinkmann, AO. 2001. Molecular basis of androgen insensitivity. Department


of Endocrinology and Reproduction, Erasmus University Medical Center
Rotterdam.

15
14. Gottlieb, B. 2007. Androgen Insensitivity Syndrome, Androgen Resistance
Syndrome, Testicular Feminization. Includes: Complete Androgen
Insensitivity Syndrome (CAIS), Partial Androgen Insensitivity Syndrome
(PAIS), Mild Androgen Insensitivity Syndrome (MAIS). Cell Genetics Lady
Davis Institute for Medical Research, Montreal.

16

Anda mungkin juga menyukai