Oleh :
Ade Habibi
Pembimbing :
Diana Lyrawati, Dra., Apt., Ph.D
0
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
lagi menjadi tiga fenotip yaitu Complete Androgen Insensitivity Syndrome (CAIS),
dengan genitalia wanita yang khas; Partial Androgen Insensitivity Syndrome
(PAIS) dengan predominan wanita, predominan laki-laki atau genitalia yang
ambigu; dan Mild Insensitivity Syndrome (MAIS) dengan genitalia laki – laki yang
khas. 1,3,5,11
Androgen Insensitivity Syndrom (AIS) berkaitan dengan kromosom-X yang
disebabkan oleh mutasi dari gen reseptor androgen Sejauh ini, sudah lebih dari
300 mutasi dari gen reseptor androgen yang telah dapat diidentifikasi oleh
worldwide pada pasien dengan AIS. Sebagian besar AIS berpenampilan
undervirilization dengan beragam derajat dan/atau keadaan infertilitas.
Seseorang dengan complete androgen insensitivity syndrome (CAIS)
berpenampilan laki-laki, kecuali kariotipe 46XY yang disertai testis andesensus,
yaitu keadaan yang disebut testicular feminization.2,4
Riwayat keluarga seluruhnya diperlukan untuk konseling genetik. Secara
umum, jenis kelamin ditetapkan belakangan berdasarkan fenotip genital, data
hormonal, respon klinis terhadap percobaan terapi dengan testosterone,
kemungkinan untuk operasi rekonstruksi dan studi molecular dari gen reseptor
androgen. Penentuan jenis kelamin sejak lahir sulit pada pasien dengan PAIS.
Pada pasien ini, perhatian khusus diberikan pada mutasi somatic dari reseptor
androgen karena terdapat jumlah tertentu dari reseptor wild-type dan sepertinya
berfungsi secara aktif. Selanjutnya, dengan peningkatan kadar androgen selama
pubertas, kejantanan menjadi mungkin terjadi secara teoritis.7
3
wanita yang normal dan jarang mempunyai tanda – tanda maskulinisasi dari
genetalia eksterna, seperti klitoromegali atau fusi labial posterior.10,5,11,12
4
2.3. Aspek Genetik Sindrom Insensitivitas Androgen
Insensitivitas androgen terjadi akibat mutasi pada gen untuk reseptor
androgen (AR) yang berlokasi pada kromosom Xq 11-12. Hal ini merupakan X-
linked recessive trait yang penyakitnya tidak bergejala, atau minimal. Terdapat 4
fungsi perbagian dan 8 exon, dalam protein reseptor androgen (RA) dengan
berat molekul 110-kDa. Domain ini terdiri dari 1) exon 1 menyandi N-terminal
transaktivasi domain (DTN) sebagai promoter transaktivasi dari gen target yang
sebenarnya, 2) exon 2 dan 3 yang menyandi DNA binding domain (DBD) yang
memfasilitasi ikatan protein reseptor androgen di atas area promoter dari gen
target yang spesifik, 3) area Hinge yang mengikat NTD dan DBD dan terdiri dari
628-669 residu, dan 4) exon 4-8 yang menyandi ligand binding domain yang
bertanggung jawab pada spesifisitas dan afinitas dari ikatan ligan. 3,4
Gambar 1. Gen reseptor human androgen dipetakan pada lengan panjang kromosom X
(Xq1112). The human protein reseptro androgen dikodekan oleh 8 ekson (1-8). Sama
dengan nuclear reseptor lainnya, protein terdiri dari beberapa domain fungsional. NH2-
terminal domain (NTD) mengandung 2 bagian polimorpik [(Gln)n dan (Gly)n], DNA-
binding domain (DBD), hinge region dan ligand binding domain (LBD)
Sumber : Galani, A. Tzeli, SK. 2008. Androgen insensitivity syndrome : clinical features
and molecular defects. Departement of Medical Genetics, University of Athens
5
dan undervirilized fertile male syndrome) terjadi akibat salah mutasi dengan
kodon tunggal atau asam amino yang berbeda. 4,6
Sedangkan bentuk komplet dan hampir komplet dihasilkan dari mutasi
yang mempunyai efek besar pada bentuk dan struktur protein. Sekitar 1/3 kasus
AIS adalah mutasi baru. Dalam beberapa kasus CAIS, telah diidentifikasi
berbagai macam delesi gen pada reseptor androgen serta insersi dan mutasi
basa tunggal dengan jumlah yang lebih banyak yang mengenalkan terminasi
kodon premature, perubahan asam amino, atau sambungan mRNA yang
menyimpang. Selain itu terdapat terdapat pula abnormalitas koaktivator AF-1
(activating factor-1).3,4,6,11
Gambar 2. Skema mutasi AIS yang mempengaruhi sifat normal reseptor androgen.
6
Pemeriksaan reseptor androgen sekarang sudah tersedia. Pemeriksaan
genetic molekuler dari gen reseptor androgen, yaitu gen yang diketahui
berhubungan dengan AIS, menemukan mutasi pada lebih dari 95% dari proband
dengan CAIS yang tampak secara klinis. Sedangkan hasilnya pada individu
dengan AIS partial atau mild belum diketahui.3,11,12,13,
Diagnosis dari CAIS biasanya ditegakkan hanya melalui pemeriksaan klinis
dan laboratorium. Sedangkan diagnosis dari PAIS dan MAIS juga
membutuhkan riwayat keluarga yang konsisten dengan pewarisan kromosom X,
karena melalui pemeriksaan laboratorium yang berguna untuk menegakkan
diagnosis belum tentu menampakkan hasil pada setiap individu yang
menderita.3,11
7
Pemeriksaan carier. Multiplex Ligation-dependent Probe Amplification
(MLPA) dilakukan untuk mendeteksi exonic, multi-exonic gross delesi dan
duplikasi yang jarang yang tidak biasa terjadi pada gen reseptor androgen
pada individu dengan kromosom XX yang beresiko dan berhubungan
dengan individu penderita AIS
8
Mosaicism somatic. Mutasi tampak pada ovarium dan beberapa dari sel
somatic dan bisa terdeteksi melalui ekstraksi DNA dari lekosit tetapi bisa
juga tidak terdeteksi. Pada contoh ini, masing – masing keturunannya
mempunyai resiko mewarisi mutasi reseptor androgen, meskipun
demikian tidak satupun dari saudara perempuannya mempunyai resiko
mewariskan mutasi dari reseptor androgen.
3. Nenek dari individu dengan AIS mempunyai mutasi gen de novo. Pada
contoh ini, semua cucu perempuannya mempunyai resiko menjadi carier.
Sumber : Warne, L Garry. 1997. Complete Androgen Insensitivity Syndrom. Departement Endocrinology and
Diabetes Royal Children’s Hospital, Australia
9
Keturunan dari penderita, Individu dengan karyotipe 46-XY dengan AIS (CAIS,
PAIS atau MAIS) hampir selalu infertile.
2.6. Penatalaksanaan
Pengungkapan diagnosis AIS secara sistematis sangat dianjurkan yaitu
melalui lingkungan yang empati, baik melalui para ahli yang professional dan
dukungan keluarga. Penyusun sampai saat ini belum mendapatkan literaratur
yang dapat menunjukan langkah terapi genetik pada AIS. Penatalaksanaan yang
ada sampai saat ini hanya terbatas pada bedah rekonstruktif genital, terapi
hormon, dan suport psikologis serta konseling genetik saja. Terapi tersebut
dilakukan sesuai kebutuhan dan tingkat keparahan dari AIS itu sendiri.
2.6.1. CAIS
Hal yang biasa dilakukan adalah mengangkat testis setelah masa pubertas
ketika feminisasi telah lengkap terjadi pada pasien yang menderita CAIS, sejak
feminisasi terjadi sebagian oleh estrogen testicular dan sebagian dari konversi
androgen menjadi estrogen di perifer. Dasar pemikiran untuk gonadectomi
setelah pubertas adalah bahwa keganasan testicular, yang berkembang
biasanya pada testis kriptorkisme jarang terjadi sebelum pubertas. Gonadektomi
sebelum pubertas diindikasikan jika testis inguinal tidak nyaman secara fisik
maupun estetik, dan jika diperlukan herniorafi inguinal. Pada kasus ini, diperlukan
terapi replacemen estrogen untuk mengawali pubertas, memelihara feminisasi
dan menghindari osteoporosis. Vagina biasanya cukup pendek dan diperlukan
dilatasi sebagai usaha untuk mencegah dispareunia.
10
2.6.2. PAIS dengan predominan genitalia wanita
Persoalan yang terjadi hampir sama dengan yang dibahas pada CAIS,
kecuali bahwa gonadektomi sebelum pubertas membantu mencegah
ketidaknyamanan emosional akibat peningkatan klitoromegali pada saat
pubertas. Bila diagnosis PAIS sulit ditegakkan karena adanya mosaicism
somatic, penentuan perubahan jenis kelamin dapat berakibat pada masalah
kecocokan.
Jika pasien dengan mutasi germline reseptor androgen terlahir sebagai
wanita (CAIS atau PAIS yang berat), tidak ada ketentuan kapan harus dilakukan
gonadektomi, sedini mungkin sejak lahir atau setelahnya, setelah perkembangan
pubertas spontan. Pada kasus ini, jika didapatkan mosaicism somatic, resiko
terjadinya kejantanan selama pubertas harus dipertimbangkan dan dianjurkan
dilakukan gonadektomi sebelum pubertas.
2.6.3. PAIS dengan genitalia ambigu atau predominan genitalia laki – laki
Penentuan jenis kelamin pada infant dengan genitalia ambigu
merupakan proses yang kompleks yang membutuhkan waktu untuk penilaian
oleh tim multidisiplin melalui konsultasi dengan keluarga dan harus dipecahkan
sedini mungkin. Disamping murni pertimbangan anatomi dan surgical, pemilihan
jenis kelamin laki – laki pada akhirnya membutuhkan percobaan terapi dengan
dosis androgen sebagai usaha untuk memprediksi kemungkinan responsivitas
androgen saat pubertas. Selanjutnya, pertumbuhan phallic (buah zakar) yang
cukup besar sebagai respon dari pemberian androgen memudahkan
pelaksanaan bedah rekonstruksi.
Dianjurkan pemberian terapi percobaan dengan testosterone pada
semua pasien dengan PAIS, terutama bila mosaicism reseptor androgen dapat
diidentifikasi sejak lahir. Dengan melakukan terapi tersebut, kemampuan
kejantanan dari genitalia eksternal bayi baru lahir di bawah pengaruh androgen
eksogen dapat dievaluasi sebelum penentuan jenis kelamin. Sensitifitas
androgen dievaluasi setelah terapi selama tiga bulan dengan cara mengukur
penambahan panjang dari penis dan perkembangan skrotum. Respon yang
positif menyokong orientasi kearah laki – laki. Meskipun demikian ahli
Endokrinologi pediatric harus sangat hati – hati dalam menentukan jenis kelamin.
Mereka membutuhkan berbagai pertimbangan kemungkinan karena melalui grup
11
support pasien diketahui bahwa beberapa pasien kecewa dengan hasil
keputusan dokter.
Ginekomasti yang berkembang saat pubertas pada akhirnya
membutuhkan mammoplasti reduksi. Pada individu dengan PAIS yang terlahir
sebagai wanita dan yang telah menjalani gonadektomi setelah pubertas
membutuhkan terapi replacement kombinasi estrogen dan androgen untuk
memelihara libido.
2.6.4 MAIS
Laki – laki dengan MAIS seringkali membutuhkan mammoplasti reduksi
sebagai terapi dari ginekomasti. Terapi percobaan dengan androgen dianjurkan
untuk mencoba memperbaiki kejantanan.
2.7. Konseling
2.7.1. Konseling Genetik
Ketika wanita terdiagnosis CAIS atau PAIS, konsultasi dengan konselor genetik
dibutuhkan untuk menjelaskan mengenai turunan resesif terkait X. Konseling
genetic adalah proses untuk mempersiapkan individu dan keluarga untuk
menerima informasi secara alami. Perlu juga dilakukan konseling tentang resiko
penentuan jenis kelamin. Selain itu harus juga dijelaskan tentang :
• Ibu dari wanita dengan AIS mungkin mengandung gen pembawa (karier) pada
salah satu kromosom X-nya.
• Pada ibu karier, kelainan akan diturunkan pada sekitar 50% keturunan, baik itu
XX tau XY. Turunan XX tampaknya akan tidak terpengaruh, sedangkan
turunan XY dapat memiliki kondisi yang sama (menjadi infertil).
• Dalam keluarga besar, dapat ditemukan anggota keluarga lain yang merupakan
penderita atau karier AIS.
• Deteksi karier oleh tes genetik sekarang ini memungkinkan.
Keluarga perlu di beritahu bahwa saat ini sudah dapat dilakukan
pemeriksaan genetika molekuler prenatal dapat dilakukan saat kehamilan pada
wanita yang diketahui merupakan carier dari mutasi gen reseptor androgen yang
tampak dalam keluarga.3,7,11,14
12
pemeriksaan genetik sebatas untuk menegakan diagnosis penyakit ini saja.
Diharapkan kedepannya dapat dilakukan tatalaksana terapi gen untuk penyakit
ini misalnya dengan koreksi defek genetik/molukuler dengan cara mentrnasfer
gen normal melalui vektor yang sesuai atau dengan homolog rekombinan.
13
BAB III
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
15
14. Gottlieb, B. 2007. Androgen Insensitivity Syndrome, Androgen Resistance
Syndrome, Testicular Feminization. Includes: Complete Androgen
Insensitivity Syndrome (CAIS), Partial Androgen Insensitivity Syndrome
(PAIS), Mild Androgen Insensitivity Syndrome (MAIS). Cell Genetics Lady
Davis Institute for Medical Research, Montreal.
16