BAB IV
PEMBAHASAN
Ciri khas dari kista ini adalah potensi pertumbuhan papiler ke dalam
rongga kista sebesar 50% dan keluar pada permukaan kista sebesar 5%. Isi kista
cair, kuning dan kadang-kadang coklat karena bercampur darah. Tidak jarang,
kistanya sendiri kecil, tetapi permukaannya penuh dengan pertumbuhan
papiler (solid papiloma).
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa sulit membedakan gambaran
makroskopis kistadenoma serosum papileferum yang ganas dari yang jinak,
bahkan pemeriksaan rnikroskopis pun tidak selalu mernberikan kepastian.
Pada pemeriksaan mikroskopis terdapat dinding kista yang dilapisi epitel
kubik atau torak yang rendah, dengan sitoplasma eosinofil dan inti sel yang besar
dan gelap warnanya. Karena tumor ini berasal dari epitel permukaan ovarium
(germinal epithelum), maka bentuk epitel pada papil dapat beraneka ragam, tetapi
sebagian besar terdiri atas epitel bulu getar seperti epitel tuba. Pada jaringan
papiler dapat ditemukan pengendapan kalsium dalam stromanya yang dinamakan
psamoma. Adanya psamoma menunjukkan bahwa kista adalah kistadenoma
ovarium serosum papiliferum, tetapi bukan ganas.
Tidak ada gejala klasik yang menyertai tumor serosa
proliferatif. Kebanyakan ditemukan pada pemeriksaan rutin dari pelvis. Kadang-
kadang pasien mengeluh rasa ketidaknyamanan daerah pelvis dan pada
pemeriksaan ditemukan massa abdomen atau pun ascites. Kelainan ekstra
abdomen jarang ditemukan pada keganasan ovarium kecuali pada stadium
terminal.
Apabila ditemukan pertumbuhan papiler, proliferasi dan stratifikasi epitel,
serta anaplasia dan mitosis pada sel-sel, kistadenoma serosum secara makroskopik
digolongkan ke dalam kelompok tumor ganas. 30-35% dari kistadenoma serosum
mengalami perubahan keganasan. Bila terdapat implantasi pada peritoneum
disertai dengan ascites, prognosis penyakit adalah kurang baik. Meskipun
diagnosis histopatologis pertumbuhan tumor tersebut mungkin jinak
(histopathologically benign), tetapi secara klinis harus dianggap sebagai
neoplasma ovarium ganas (clinicaly malignant).
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
secara sublingual, intranasal (spray), intravena, per infus, per rektal, atau
berdenyut (pulsatif).
Prognosis pasien ini adalah dubia ad bonam.Karena dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tidak ditemukan tanda-tanda
keganasan dari kista, yang menandakan kista ovarium pada kasus ini termasuk
dalam kategori jinak dan pada umumnya kista ovarium yang jinak memiliki
prognosis yang baik.Namun keganasan pada kasus ini juga perlu pembuktian dari
hasil Patologi Anatomi.
Pada saat dilakukan tindakan operasi pada pasien ini ditemukan bahwa
pasien ini mengalami mioma uteri.Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium
uterus dengan konsistensi padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudokapsul,
tidak nyeri, bisa soliter atau multipel. Tumor ini juga dikenal dengan fibromioma
uteri, leiomioma uteri, atau uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan
dan tidak juga berhubungan dengan keganasan.
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Faktor predisposisi pada pasien tersebut
kemungkinan karena umur paien yang sudah 42 tahun dan sudah memiliki gejala
sejak 3 bulan yang lalu, dimana tumor ini paling sering memberikan gejala klinis
antara 35-45 tahun. Diperkirakan ada korelasi antara hormone esterogen dengan
pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri ini muncul setelah menarke,
berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. Faktor
predisposisi lain yang kemungkinan ada pada pasien ini adalah karena berat badan
pasien yang mencapai 68 kg dan IMTnya yang menunjukkan obesitas, dimana
resiko terjadinya mioma uteri bertambah besar seiring dengan peningkatan berat
badan dan IMT. Hal ini berhubungan juga dengan hormone estrogen.
Penegakkan diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang yang sesuai. Pada pasien ini, didapatkan beberapa faktor
resiko, tanda dan gejala terkait kejadian mioma uteri, diantaranya:
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar
10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering
memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri
atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua
keadaan ini saling mempengaruhi.
Faktor ras dan genetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadiaan
mioma uteri tinggi.Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada
wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
Diagnosa mioma uteri pada kasus ini ditegakkan berdasarkan hasil operasi
yang ada. Gejala yang timbul sangat bergantung pada tempat sarang mioma ini
berada (serviks, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan
komplikasi yang terjadi.Sebagian besar kasus mioma uteri tidak menunjukkan
gejala khas, bahkan kadang-kadang mioma yang besar pada penderita gemuk
tidak terdeteksi.Gejala yang timbul tergantung pada lokasi, ukuran, adanya
komplikasi dan status kehamilan penderita.Adapun gejala klinik yang sering
adalah perdarahan uterus abnormal, nyeri, adanya gejala akibat penekanan,
infertilitas dan abortus spontan. Namun pada pasien ini gejala yang ditimbulkan
yaitu nyeri tanpa adanya gejala yang lain seperti perdarahan uterus abnormal.
Pasien juga mengaku terdapat nyeri perut saat menjelang haid.Kepustakaan
menyebutkan bahwa mioma jarang menimbulkan keluhan nyeri, kecuali bila
terjadi gangguan vaskularisasi seperti penyumbatan pembuluh darah, infeksi dan
torsi mioma bertangkai atau karena tumor masuk kerongga pelvis dan menekan
saraf lumbosakral sehingga menimbulkan nyeri yang menjalar ke punggung atau
ekstremitas bawah.
Namun, pada saat dilakukan pemeriksaan penunjang dengan USG pada
pasien ini didapatkan gambaran kista ovarium, belum diketahui secara pasti
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
mengapa mioma pada pasien ini tidak dapat ditemukan pada saat dilakukan
pemeriksaan USG.
Secara umum penanganan kasus mioma uteri adalah penanganan
konservatif, operatif, sinar/radiasi dan medikamentosa. Penanganan operatif
dilakukan tergantung usia penderita, paritas, besarnya mioma uteri, beratnya
keluhan yang ditimbulkan serta fungsi reproduksi. Tindakan operatif dapat berupa
miomektomi atau histerektomi yang dapat dilakukan transabdominal,
perlaparaskopi ataupun transvaginal.Miomektomi dilakukan bila fungsi
reproduksi masih diperlukan (masih menginginkan anak) serta keadaan mioma
memungkinkan.Histerektomi dilakukan bila fungsi reproduksi sudah tidak
diperlukan, pertumbuhan tumor cepat dan terdapat perdarahan yang
membahayakan penderita.
Untuk penatalaksanaan pasien ini dilakukan miomektomi, miomektomi
adalah pengambilan jaringan myoma saja tanpa pengangkatan uterus.
Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya.Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi,
histeroskopi maupun dengan laparoskopi.Pada laparotomi, dilakukan insisi pada
dinding abdomen untuk mengangkat myoma dari uterus.Keunggulan melakukan
miomektomi laparotomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas
sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada
pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun, resiko terjadi
perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada
pasien, disamping masa penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6
minggu. Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap myoma
submukosum yang terletak pada kavum uteri.Keunggulan tehnik ini adalah masa
penyembuhan paska operasi sekitar 2 hari.Komplikasi yang serius jarang terjadi
namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit,
dan perdarahan.Miomektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan
laparoskopi.Myoma yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan
mudah secara laparoskopi.Myoma subserosum yang terletak didaerah permukaan
uterus juga dapat diangkat dengan tehnik ini.Keunggulan laparoskopi adalah masa
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
penyembuhan paska operasi sekitar 2-7 hari. Resiko yang terjadi pada
pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap organ sekitar seperti
usus, ovarium,rektum serta perdarahan. Dimana tindakan lain yang bias dilakukan
untuk tatalaksana mioma uteri adalah histerektomi. Histerektomi total umumnya
dilakukan dengan alas an mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri.
Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad bonam dimana waktu pemeriksaan
dalam ditemukan adanya massa yang membesar ukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm,
permukaan berbenjol, nyeri tekan tidak ada sehingga kemungkinan adalah tumor
jinak. Namun hal ini perlu dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologi.Ciri-ciri
dari gambaran histopatologi mioma uteri menunjukkan gambaran jaringan yang
menyusun saling berpotongan memberikan gambaran pusaran air (spindel). Hanya
saja pemeriksaan histopatologi pada pasien ini tidak dilakukan karena pasien tidak
mampu membayar biaya pemeriksaan yang tergolong mahal. Pemeriksaan
histopatologi penting dilakukan untuk menghilangkan kecurigaan terhadap
beberapa penyebab dengan perdarahan lain seperti contohnya adenomiosis,
keganasan endometrium maupun endoserviks, seharusnya diperlukan
pengambilan dan pemeriksaan pada lebih banyak sampel, misalnya sampel dapat
diambil pada bagian miometrium, endometrium, dan serviks.
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU