Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TOKSIKOLOGI

BISA/RACUN DARI JENIS AMFIBI

Disusun oleh : Kelompok 9

Muhammad Yazid Asraji NIM. P07134114245


Okky Dewi Saputri NIM. P07134114249
Shufiya Huda NIM. P07134114254

Dosen Pembimbing
Dra. Anny Thuraidah, Apt., MS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah
berjudul “BISA ATAU RACUN DARI JENIS AMFIBI“ dengan tepat waktu, makalah ini
kami susun berdasarkan sumber-sumber yang kami dapatkan serta sebatas pengetahuan
dan kemampuan yang kami miliki.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan.

ii
DAFTAR ISI

COVER...............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................3
2.1 Taksonomi Amphibi.................................................................................................3
2.2 Hewan Amphibi yang Menghasilkan Racun............................................................6
2.3 Jenis Toksin............................................................................................................13
2.4. Mekasnisme kerja racun........................................................................................14
2.5. Gejala toksisitas....................................................................................................16
2.6. Pengobatan............................................................................................................16
BAB III PENUTUP.........................................................................................................17
3.1 Kesimpulan............................................................................................................17
3.2 Saran......................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Amfibi adalah kelompok terkecil di antara vertebrata, dengan jumlah
hanya 3.000 spesies. Seperti ikan dan reptilia, amfibi adalah hewan berdarah
dingin. Ini berarti amfibi tidak dapat mengatur suhu badannya sendiri. Untuk
itu, amfibi memerlukan matahari untuk menghangatkan badan. Awalnya
amfibi mengawali hidup di perairan dan melakukan pernapasan menggunakan
insang. Seiring dengan pertumbuhannya paru-paru dan kakinya berkembang
dan amfibi pun dapat berjalan di atas daratan.
Amfibi dijumpai diseluruh dunia kecuali di kutub. Mereka menempati
sejumlah habitat yang berbeda-beda seperti hutan hujan, kolam, dan danau.
Mereka juga ada di daerah berumput di lereng pegunungan tinggi, bahkan juga
di gurun. Meskipun amfibi dewasa dapat bertahan hidup selama periode
kemarau panjang, umumnya mereka membutuhkan tempat-tempat lembab
seperti sungai dan kolam. Di wilayah hutan hujan tropis yang lembab, banyak
katak dapat bertahan hidup tanpa memiliki sumber air tetap.
Sebagai hewan yang berdarah dingin, amfibi tidak aktif dalam kondisi
dingin. Pada kondisi ini mereka melakukan hibernasi, biasanya dalam lumpur
di dasar kolam. Musim kawin amfibi sering berlangsung kacau. Amfibi jantan
dan betina berkumpul bersama dalam jumlah besar. Setelah membuahi telur,
biasanya amfibi tidak lagi mempedulikan telurnya. Hanya sedikit jenis amfibi
yang melindungi telur. Umumnya spesies amfibi kecil mengandalkan
penyamaran atau melarikan diri saat terancam pemangsa. Ada pula amfibi
yang mengandalkan kulit yang mencolok untuk menakuti musuh. Ada jenis
amfibi yang mempunyai racun.
Katak beracun dari Amerika Selatan memiliki warna yang mencolok sebagai
tanda bahaya pemangsanya. Racun katak sangat kuat ‘racun emas’ yang
dimiliki kodok dart dari kolombia misalnya, dapat menewaskan sekitar 1.000

1
orang sekaligus. Kebanyakan orang kesulitan dalam membedakan anggota
dari kelas amphibia yaitu antara katak dan kodok. Maka dari itulah kita perlu
mengenal kelas amphibia lebih jauh lagi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi/taksonomi amfibi?
2. Apa saja spesies hewan golongan amfibi yang menghasilkan toksin?
3. Apa saja jenis racun yang dimbulkan oleh hewan golongan Amfibi?
4. Bagaimana mekanisme kerja racun dalam tubuh mahkluk hidup lain yang
terkena racunnya?
5. Bagaimana gejala yang dimbulkan oleh racun tersebut?
6. Bagaimana cara penanggulangan jika terkena?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui taksonomi amfibi
2. Untuk mengetahui spesies hewan golongan amfibi yang menghasilkan
toksin
3. Untuk mengetahui jenis racun yang dimbulkan oleh hewan golongan
Amfibi
4. Untuk mengetahui mekanisme kerja racun dalam tubuh mahkluk hidup
lain yang terkena racunnya
5. Untuk mengetahui gejala yang dimbulkan oleh racun tersebut
6. Untuk mengetahui cara penanggulangan jika terkena racun tersebut

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi Amphibi


Taksonomi Amfibi
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Subkelas : Tetrapoda
Kelas : Amfibia

Amfibia atau amfibi (Amphibia), umumnya didefinisikan sebagai hewan


bertulang belakang (vertebrata) yang hidup di dua alam; yakni di air dan di
daratan. Amfibia bertelur di air, atau menyimpan telurnya di tempat yang lembap
dan basah. Ketika menetas, larvanya yang dinamai berudu hidup di air atau tempat
basah tersebut dan bernapas dengan insang. Setelah beberapa lama, berudu
kemudian berubah bentuk (bermetamorfosa) menjadi hewan dewasa, yang
umumnya hidup di daratan atau di tempat-tempat yang lebih kering dan bernapas
dengan paru-paru. Amfibia mempunyai ciri-ciri: Tubuh diselubungi kulit yang
berlendir. Merupakan hewan berdarah dingin (poikiloterm). Mempunyai jantung
yang terdiri dari tiga ruangan yaitu dua serambi dan satu bilik. Mempunyai dua
pasang kaki dan pada setiap kakinya terdapat selaput renang yang terdapat di
antara jari-jari kakinya dan kakinya berfungsi untuk melompat dan berenang.
Matanya mempunyai selaput tambahan yang disebut membrana niktitans yang
sangat berfungsi waktu menyelam. Pernapasan pada saat masih kecebong berupa
insang, setelah dewasa alat pernapasannya berupa paru-paru dan kulit dan
hidungnya mempunyai katup yang mencegah air masuk ke dalam rongga mulut

3
ketika menyelam. Berkembang biak dengan cara melepaskan telurnya dan dibuahi
oleh yang jantan di luar tubuh induknya (pembuahan eksternal).

Menurut Cogger (1999) amfibi terbagi menjadi tiga bangsa yaitu


salamander (bangsa caudata), sesilia (bangsa gymnophiona), dan katak dan kodok
(bangsa anura). Bangsa caudata atau salamander merupakan bangsa yang
bertubuh serupa kadal, namun berkulit licin tanpa sisik. Bangsa kedua yaitu sesilia
atau gymnophiona yang mempunyai ukuran paling kecil diantara amfibi yang
lain. Bentuknya seperi cacing dengan kepala dan mata yang tampak jelas. Satu
lagi bangsa amfibi yang paling umum dijumpai yaitu bangsa anura atau katak.
Katak mudah dikenali dari tubuhnya yang tampak seperti berjongkok dengan
empat paha untuk melompat, leher yang tidak jelas, dan tanpa ekor (Iskandar
1998). Bangsa sesilia tersebar di daerah tropis, kecuali di Madagaskar, New
Guinea dan Australia. Salamander tersebar luas di daerah temperate dari belahan
bumi utara meskipun terdapat satu famili yang terdapat di daerah tropis.
Sedangkan bangsa anura tersebar hampir di seluruh dunia, dengan
keanekaragaman tertinggi di daerah tropis (Cogger & Zweifel 2003). Bangsa
sesilia mempunyai ukuran terkecil 15 mm sedangkan yang terbesar mencapai 1,5
meter. Bangsa salamander mempunyai ukuran terkecil 27 mm dan yang terbesar
mencapai 160 cm. Sedangkan bangsa anura terkecil berukuran 1 cm dan yang
terbesar mencapai 40 cm dengan berat 3,3 kg (Hofrichter 2000). Pada bangsa
Anura, terdapat pembeda antara katak dan kodok berdasarkan pectoral girdle.
Pada katak, pectoral girdle mereka bertipe firmisternal yaitu coracoids melekat
sejajar dengan epicoracoid. Sementara itu, pada kodok, pectoral girdle mereka
bertipe arciferal yaitu coracoids saling tumpang tindih (overlap) dengan
epicoracoid. Selain itu, pelvic girdle antara katak dan kodok pun berbeda
berdasarkan diapophysis sacralis masing-masing yang terletak di cingulum
pelvicale. Pada kodok, bentuk diapophysis sacralis lebih tebal dan berbentuk
seperti pita. Sementara itu pada katak, diapophysis sacralis berbentuk silindris dan
ada peninggian pada tulang yang disebut illium crest. Seperti yang telah
dijelaskan di awal, amfibi memiliki dua fase kehidupan yang berbeda. Fase
tersebut adalah fase berudu yang merupakan fase dimana amfibi hidup di dalam

4
air, dan fase dewasa dimana amfibi mulai berpindah di kehidupan darat. Oleh
karena itu, amfibia termasuk hewan vertebrata yang mengalami metamorphosis
sempurna. Ketika berudu, amfibia bernapas menggunakan insang dan setelah
dewasa insang tersebut mulai menghilang dan mulai bernapas dengan paru-paru.
Setelah desawa pun, amfibi tidak sepenuhnya di darat karena mereka masih
memerlukan air untuk bereproduksi, mencari makan, dan lain-lain. Namun,
beberapa jenis amfibi misalnya dari Familia Plethodontidae tetap tinggal di dalam
air dan tidak menjadi dewasa. Mereka selama hidup terus berada dalam fase
berudu dan berkembangbiak secara neotoni atau paedomorfisme yaitu bentuk
larvanya tetap hingga dewasa (Hidayat, 2009). Habitat amfibi selalu di daerah
yang berhubungan dengan air, misalnya sawah, sungai, pantai, kolam, danau,
hutan primer atau sekunder, dan lain-lain. Persebaran amfibi di Indonesia dari
Aceh hingga Papua dan selalu ada di setiap pulau. Terdapat sekitar 4600 jenis
amfibi yang ada di dunia dan yang berada di Pulau Jawa sekitar 57 jenis
(Iskandar, 1998).

5
2.2 Hewan Amphibi yang Menghasilkan Racun
Hewan dalam golongan Amphibi yang menghasilkan racun atau memiliki
racun adalah Katak. Berikut jenis-jenis katak beracun di dunia seperti dikutip dari
(http://kabarduniac.blogspot.co.id/2011/11/top-12-katak-paling-beracun-di-
dunia.html
1. Giant Leaf Frog (Phyllomedusa bicolor)

Katak ini sangat menarik, juga dikenal sebagai katak monyet, mengeluarkan racun
ringan yang dapat memiliki berbagai efek, mulai dari sedasi dan lambung berulah
sampai halusinasi. Hebatnya, suku-suku Amazon sengaja menggunakannya pada
diri mereka sendiri. Mereka menggunakannya untuk mengobati luka bakar atau
luka luka lain di kulit untuk mendapatkan perasaan penyegaran, serta efek opioid
tertentu. Sederhananya, racun katak ini dapat membuat anda mabok! Katak
raksasa daun juga di bawah ancaman dari biopiracy karena beberapa bahan dari
racunnya mungkin digunakan dalam mengobati AIDS dan kanker.

2. Dyeing Dart Frog (Dendrobates tinctorius)

Katak ini adalah katak Terbesar ketiga dari katak panah racun (poison dart frog),
sekitar dua inci, katak ini mempergunakan racun untuk membela diri dan terlihat
dalam berbagai warna dan pola. Apa yang benar-benar unik tentang katak panah

6
racun ini adalah cara suku-suku asli dari Guyana Shield memanfaatkannya.
Mereka memijat kulit beo muda dengan katak, dan efek racun dari racun katak
membuat bulu burung tumbuh dalam warna yang berbeda - hal inilah yang
dijadikan nama dari katak ini. Racun ini juga digunakan oleh suku-suku untuk
tujuan berburu, bagaimanapun, jangan coba ini di rumah anda.
3. Red-backed Poison Frog (Ranitomeya reticulatus)

Katak yang paling beracun kedua dalam genusnya, setelah katak beracun splash-
backed , adalah katak beracun red-backed Peru (Ranitomeya reticulatus) yang
memiliki toksisitas yang dianggap 'moderat'. Ini tidak berarti Anda dapat
mengambil nya dengan mudah, karena meskipun racunnya moderat, tapi masih
bisa membuat cedera serius pada manusia dan membunuh binatang seperti ayam.
Racun katak ini adalah neurotoksik ysng berasal dari semut semut yang dia
makan, lalu disimpan dalam kelenjar kulitnya - dan dijadikan pertahanan yang
ampuh terhadap calon penyerang yang tidak mempedulikan warna-warna
peringatannya. Mengingat fakta bahwa hanya ada satu ular tanah (Epinephelus
Leimadophis) yang memiliki ketahanan terhadap racun ini dan racun dari katak
panah racun lainnya, makhluk ini tidak akan menjadi santapan anda dalam waktu
dekat

4. Strawberry Poison Dart Frog (Oophaga Pumilio)

7
Dengan kulitnya yang merah, katak panah racun stroberi kecil, yang asli Amerika
Tengah ini, adalah salah satu yang paling indah dari spesies yang terdaftar di sini.
Racunnya cukup kuat, menyebabkan pembengkakan dan sensasi terbakar, namun
masih jauh lebih lemah bila dibandingkan dengan genus katak panah racun
Phyllobates.

Katak panah racun stroberi memperoleh racun dari makanannya yaitu tungau.
Tungau adalah spesies yang arachnida kecil yang merupakan sumber utama dari
alkaloid beracun yang ditemukan di kulit katak. Ini berarti keanekaragaman hayati
dalam habitat katak mempengaruhi toksisitas racun - dan dengan demikian juga
mempengaruhi kemampuannya untuk mengusir predator. Upaya konservasi perlu
mempertimbangkan bukan hanya katak tetapi tungau yang memasok sistem
pertahanan diri nya.

5. Blue Poison Dart Frog (Dendrobates azureus)

Katak bungkuk menakjubkan ini mungkin tidak seberacun Phyllobates yang


terkenal diantara katak panah racun lainnya, tapi itu tidak berarti dia tidak
berbahaya.

8
Racun katak panah racun biru, dapat melumpuhkan atau membunuh predator yang
mengabaikan peringatan warna terang mereka, dan bahkan bisa berpotensi
mematikan untuk manusia: 2 mikrogram senyawa beracun cukup untuk menjadi
fatal, dan makhluk ini memiliki lebih banyak racun dalam sistemnya! Namun,
seperti semua katak panah racun, katak ini juga asli Amerika Selatan dan akan
kehilangan racunnya di penangkaran saat kekurangan makanan alami.

6. Lovely Poison Frog (Phyllobates lugubris)

Juga dikenal sebagai katak panah beracun bergaris, katak racun yang indah dari
Amerika Tengah ini adalah katak yang paling kurang beracun dalam genus
Phyllobates, namun masih menghasilkan racun yang berbahaya. Jumlah toksinnya
relatif rendah, mulai dari nol sampai 0,8 mikrogram, namun katak ini masih jauh
dari tidak berbahaya dan dapat menyebabkan resiko gagal jantung pada predator
yang memakannya. Jangan terkecoh dengan namanya!

7. Golfodulcean Poison Frog (Phyllobates vittatus)

9
Katak racun Golfodulcean berwarna mencolok dan dinamai dari garis-garis yang
berada di punggungnya. Katak ini adalah katak keempat yang paling beracun dari
genus Phyllobates, mengandung racun kurang dari tiga spesies didepannya dalam
toksisitas. Meskipun demikian, katak ini beracun serius, dengan racun yang dapat
menyebabkan sakit luar biasa, kejang ringan, dan bahkan dalam beberapa kasus,
menyebakan kelumpuhan . Sudah dilaporkan bahwa mencicipi katak ini (sapa
juga yang mau memakan katak beracun dengan sengaja .. hehehe) menyebabkan "
mati rasa di lidah yang tidak hilang-hilang, diikuti oleh sensasi tidak
menyenangkan pengetatan di tenggorokan." Saya cukup yakin bahwa hal tersebut
hanyalah awal.

8. Splash-backed Poison Frog (Ranitomeya variabilis)

Spesies yang tinggal di pohon ini ditemukan di hutan hujan Ekuador dan Peru,
katak beracun splash-backed ini adalah katak yang paling beracun dalam
genusnya, dengan sekresi dari kulit yang dikatakan mampu membunuh hingga
lima manusia. Warnanya yang burik mungkin terlihat cantik, tetapi mengandung
pesan yang sangat jelas dan sederhana

9. Phantasmal Poison Frog (Epipedobates tricolor)

Katak pembunuh ini benar-benar kecil namun memiliki toksisitas yang


memungkiri ukurannya. Kurang dari Hanya setengah inci panjangnya, tapi

10
merupakan paket pukulan yang sangat kuat. Racunnya dengan mudah dapat
membunuh calon predator maupun manusia, tetapi juga unik karena fakta bahwa
obat penghilang rasa sakit yang 200 kali lebih kuat daripada morfin - bernama
epibatadine - telah dikembangkan dari katak ini. Mereka terancam punah di
Ekuador, habitat aslinya, katak racun Phantasmal banyak dipelihara di
penangkaran oleh para ilmuwan yang juga berusaha untuk mendapatkan toksin
mereka. Sarung tangan dan masker wajah adalah suatu keharusan!

Blue Reef Aquarium telah berhasil dalam pemuliaan katak racun ini, dengan 26
katak "lahir" sejak 2010. Meskipun statusnya mematikan mereka, diharapkan
bahwa katak racun ini suatu hari nanti bisa membantu menyelamatkan nyawa.
Epibatadine dikatakan non-adiktif dan tidak memiliki efek samping serius lainnya
seperti yang dimiliki morfin.

10. Kokoe Poison Dart Frog (Phyllobates aurotaenia)

Phyllobates aurotaenia, juga dikenal sebagai katak panah beracun kokoe, adalah
yang terkecil dari tiga katak paling beracun dari genus Phyllobates. Seperti spesies
adiknya, katak ini mengeluarkan batrachotoxins yang sangat ampuh melalui
kulitnya. Racun yang efeknya seperti asam, merembes melalui luka, dan mungkin
pori-pori, menyebabkan gejala mulai dari sakit yang tak tertahankan dan demam
kejang serta kelumpuhan. Sejauh ini belum ada dikonfirmasi kematian manusia,
tetapi diduga bisa juga menyebabkan kematian. Untuk memperoleh racun katak
panah beracun kokoe dan spesies terkait, suku dari hutan Kolombia menusuk
katak dengan tongkat dan menempatkannya di atas api sehingga racun muncul ke
permukaan, siap untuk dioleskan ke ujung panah mereka.

11
11. Black-legged Dart Frog (Phyllobates bicolor)

Katak kedua yang paling beracun di Bumi adalah katak panah beracun black-
legged, atau Phyllobates bicolor, ditemukan di barat Kolombia. Ini adalah sedikit
lebih kecil dari Phyllobates terribilis dan toksisitasnya juga tidak sekuat
Phyllobates terribilis, tapi sama sama berbahaya. Cukup 150 mikrogram dari
racunnya yang diperlukan untuk membunuh seseorang, dan kematian manusia
telah dikonfirmasi. batrachotoxin menyebabkan demam, sakit luar biasa, kejang
dan, akhirnya, kematian dengan kelumpuhan pernapasan dan otot.

Katak panah black-legged mendapatkan namanya karena sering kaki depan dan
kaki belakangnya berwarna gelap kehijauan. Terlepas dari toksisitasnya, katak ini,
seperti katak panah beracun lainnya, adalah orang tua yang berdedikasi: laki-laki
membawa berudu di punggungnya, yang dilengketkan dengan lendir. Sementara
punggung katak adalah tempat yang aman untuk berudu, calon predator yang
cerdas akan segera menjauh karena diperingatkan oleh warna kuning yang cerah.

12. Golden Poison Frog (Phyllobates terribilis)

12
Berasal dari pantai Pasifik Kolombia, katak racun emas yang indah namun
mematikan, Phyllobates terribilis, adalah salah satu hewan paling beracun di
planet ini. Cukup kecil sehingga bisa dengan mudah berada di telapak tangan
Anda (meskipun menyentuhnyanya akan menjadi hal terakhir yang Anda
lakukan!). Katak ini memiliki racun dalam sekresi kulit yang cukup kuat untuk
membunuh 10 sampai 20 orang, atau dua gajah Afrika. Katak ini dikabarkan telah
mengakhiri kehidupan orang-orang yang telah menyentuhnya, sedangkan ayam
dan anjing telah tewas hanya karena kontak dengan bekas bekas jejak katak ini

Racun katak panah emas ini adalah batrachotoxin yang membunuh dengan
menghalangi impuls saraf tubuh, membuat otot-otot kejang, dan akhirnya
menyebabkan gagal jantung. Racun juga berlangsung: ketika suku Choco Embera
menggunakannya untuk racun panah mereka, ujung panah beracun yang
mematikan bisa bertahan sampai dua tahun.

2.3 Jenis Toksin


A. batrachotoxin
Batrachotoxin adalah racun jenis neuro toksin yang menyerang sistem
saraf, termasuk memblokir semua sinyal yang dikirimkan ke otak dan
melumpuhkan semua otot tubuh.
Hanya diperlukan 0,00012 gram Batrachotoxin untuk membunuh manusia.
Celakanya, ilmuwan belum menemukan penawar racun yang benar-benar pas
untuk Batrachotoxin.
Hal ini ditemukan pada 1960-an bahwa katak emas Phyllobates terribilis
dan katak warna-warni Phyllobates bicolor - mengandung zat-zat seperti
batrachotoxin dan homobatrachotoxin. Mereka adalah salah satu zat yang paling
beracun yang dikenal, lebih beracun dari curare atau tetrodotoxin , yang
digunakan oleh ikan puffer (buntal) (yangi lebih beracun 1000 kali dari sianida).
Katak lainnya memiliki racun yang berbeda, tetapi tidak ada yang lebih beracun
dari batrachotoxin.

13
Batrachotoxin dihasilkan dari kelenjar yang terdapat di belakang telinga
katak panah. Nah, si racun akan keluar saat katak itu merasa terancam. Oleh suku
beberapa suku di Amazon, racun katak ini dipakai untuk melumuri mata panah.
Bahkan, menurut cerita, racun ini tetap mematikan meski mata panah tidak
digunakan selama 1 tahun.
Kata batrachotoxin Ini terdiri dari dua kata Yunani; batrachos (βάτραχος)
artinya katak dalam bahasa Yunani, dan toksin (τοξίνη) berarti racun dalam
bahasa Yunani.

2.4. Mekasnisme kerja racun


Toksin dilepaskan melalui sekresi tidak berwarna atau seperti susu dari
kelenjar yang terletak di belakang telinga katak dari genus Phyllobates. Ketika
katak ini gelisah, merasa terancam atau sakit, racun tersebut secara refleks
dilepaskan melalui beberapa kanal.
Sebagai neurotoxin ia akan mempengaruhi sistem saraf. fungsi neurologis
tergantung pada depolarisasi serabut saraf dan otot akibat peningkatan
permeabilitas ion natrium dari membran sel. Racun yang larut dalam lemak
seperti batrachotoxin bertindak langsung pada saluran ion natrium dengan
memodifikasi selektivitas ion dan sensitivitas tegangan. Batrachotoxin (BTX)
secara ireversibel mengikat saluran Na + yang menyebabkan perubahan
konformasi dalam saluran yang memaksa saluran sodium untuk tetap terbuka.
Menariknya, batrachotoxin tidak hanya membuat saluran sodium terjaga
keamanan tegangan-nya terbuka, tetapi juga mengurangi single-channel

14
konduktansi. Dengan kata lain, toksin mengikat saluran natrium dan menjaga
membran permeabel terhadap ion natrium dalam semua atau tidak ada cara.
Memiliki efek langsung pada sistem saraf perifer (PNS). Batrachotoxin di
PNS meningkatan permeabilitas (selektif dan irreversible) membran sel yang
beristirahat untuk ion natrium, tanpa mengubah konsentrasi kalium atau kalsium.
masuknya natrium mendepolarisasi membran sel yang sebelumnya terpolarisasi.
Batrachotoxin juga mengubah selektivitas ion dari saluran ion dengan
meningkatkan permeabilitas saluran ke kation yang lebih besar. tegangan-sensitif
saluran sodium menjadi terus menerus aktif pada potensial membran istirahat.
Batrachotoxin membunuh secara permanen dengan memblokir transmisi sinyal
saraf ke otot.
Dalam istilah awam, batrachotoxin mengikat dan secara ireversibel
membuka saluran natrium dari sel-sel saraf sehingga mereka tidak bisa me-reset.
neuron tidak lagi mampu 'menembak' (mengirim pesan) dan akhirnya
menyebabkan kelumpuhan.
Meskipun umumnya diklasifikasikan sebagai racun saraf, batrachotoxin
juga memberikan efek pada otot-otot jantung. Efek ini mirip dengan efek
kardiotoksik dari digitalis (digoxin), racun yang ditemukan dalam tanaman
foxglove. Batrachotoxin mengganggu konduksi jantung, menyebabkan aritmia,
ekstrasistol, fibrilasi ventrikel dan perubahan lain yang menyebabkan serangan
jantung. Batrachotoxin menginduksi pelepasan besar asetilkolin di saraf dan otot
juga penghancuran vesikel sinaptik. Batrachotoxin R lebih beracun daripada
batrachotoxin A.
Perubahan struktural pada saraf dan otot yang disebabkan oleh arus besar
ion natrium, yang menghasilkan perubahan osmotik. Dikemukakan bahwa ada
juga berpengaruh pada sistem saraf pusat, meskipun saat ini tidak diketahui
kebenaran efek tersebut.
Kegiatan Batrachotoxin tergantung pada suhu, dengan aktivitas maksimum
pada 37 ° C (99 ° F). aktivitasnya juga lebih cepat pada pH basa, yang
menunjukkan bahwa bentuk tidak terprotonasi mungkin lebih aktif.

15
Dosis mematikan untuk manusia dengan berat badan 150 pound adalah
Sekitar 136 μg atau sekitar dua butir garam dapur. Rata-rata seekor katak
memiliki 1100 μg batrachotoxin.
Katak kebal terhadap racun mereka, Karena tampaknya mereka memiliki
saluran natrium protein dalam saraf dan otot-otot mereka yang telah termodifikasi,
sehingga batrachotoxin tidak dapat mengikat reseptor.
Phyllobates terribilis yang di penangkaran tidak memiliki batrachotoxins
di kulit mereka, tapi jika katak beracun ditangkap di alam liar, jumlah toksin di
kulit mereka akan berkurang seiring dengan pemeliharaan yang dilakuan. Hal ini
menunjukkan toksin tersebut berasal dari makanan yang mereka makan

2.5. Gejala toksisitas


Batrachotoxin menyebabkan demam, sakit luar biasa, kejang dan,
akhirnya, kematian dengan kelumpuhan pernapasan dan otot.

2.6. Pengobatan
Saat ini belum ada obat penawar yang efektif untuk pengobatan keracunan
batrachotoxin. Veratridine, aconitine dan grayanotoxin seperti halnya
batrachotoxin- merupakan racun yang larut dalam lemak yang juga sama
mengubah selektivitas ion pada saluran natrium, Karena kesamaan ini, pengobatan
untuk keracunan batrachotoxin mungkin terbaik dimodelkan setelah, atau
berdasarkan, pengobatan untuk salah satu racun tersebut. Pengobatan juga dapat
dimodelkan Selanjutnya untuk digitalis, yang menghasilkan efek kardiotoksik
serupa.
Walaupun sementara ini tidak ada penawarnya, depolarisasi membran
dapat dicegah atau diatasi dengan baik oleh tetrodotoxin (dari ikan puffer), yang
merupakan inhibitor nonkompetitif, atau saxitoxin ("ombak merah"). Baik
keduanya memiliki efek antagonis dengan batrachotoxin pada aliran natrium.
Anestesi tertentu dapat bertindak sebagai antagonis reseptor untuk tindakan racun
alkaloid ini, sementara anestetik lokal lainnya memblokir aksinya secara
keseluruhan dengan bertindak sebagai antagonis kompetitif

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Amfibi adalah kelompok terkecil di antara vertebrata, dengan jumlah
hanya 3.000 spesies. Menurut Cogger (1999) amfibi terbagi menjadi tiga bangsa
yaitu salamander (bangsa caudata), sesilia (bangsa gymnophiona), dan katak dan
kodok (bangsa anura).
katak emas Phyllobates terribilis dan katak warna-warni Phyllobates
bicolor merupakan hewan golongan amfibi yang memiliki racun yaitu
Batrachotoxin , Cukup 150 mikrogram dari racunnya yang diperlukan untuk
membunuh seseorang. Batrachotoxin adalah racun jenis neuro toksin yang
menyerang sistem saraf, termasuk memblokir semua sinyal yang dikirimkan ke
otak dan melumpuhkan semua otot tubuh hingga menyebabkan kematian. Racun
pada katak emas Phyllobates terribilis dan katak warna-warni Phyllobates bicolor
diketahui bukan berasal dari katak itu sendiri, tapi dari makanan yang ia makan.
batrachotoxin menyebabkan demam, sakit luar biasa, kejang dan, akhirnya,
kematian dengan kelumpuhan pernapasan dan otot. Saat ini belum ada obat
penawar yang efektif untuk pengobatan keracunan batrachotoxin.

3.2 Saran
Dengan mengetahui golongan amfibi yang memiliki racun atau
menghasilkan racun. semoga kita bisa mengenal toksin yang dimiliki toksin
tersebut, sehingga kita bisa mengetahui mekanismenya dalam tubuh korban serta
gejala yang ditimbulkan oleh racun tersebut dan cara pengobatannya. Serta
diharapkan adanya penilitian lebih banyak lagi terhadap katak-katak atau hewan
golongan amfibi lain yang memiliki toksin. Dan ditemukannya obat penawar
untuk toksin tersebut.

17
DAFTAR PUSTAKA

E.X. Albuquerque, J.W. Daly and B. Witkop, Science, 1971, 172, 995
(Batrachotoxin)
J.P. Dumbacher, A. Wako, S.R. Derrickson, A. Samuelson, T.F. Spande, and J.W.
Daly, Proc. Natl. Acad. Sci. USA, 2004, 101, 15857.
N.J. Linford, A.R. Cantrell, Y. Qu, T. Scheuer, and W.A. Catterall , Proc. Natl.
Acad. Sci. USA, 1998, 95, 13947.
S. Cestèle and W.A. Catterall, Biochimie, 2000, 82, 883.

http://versesofuniverse.blogspot.co.id/2011/11/top-12-katak-paling-beracun-di-
dunia.html
http://alvyanto.blogspot.co.id/2013/10/kelas-amphibia.html
Sumber: http://alvyanto.blogspot.com/2013/10/kelas-
amphibia.html#ixzz49Mffj5o5
http://kabarduniac.blogspot.co.id/2011/11/top-12-katak-paling-beracun-di-
dunia.html
http://www.merdeka.com/teknologi/bukan-sianida-ini-6-zat-paling-beracun-di-
muka-bumi/batrachotoxin.html
http://bie06.blogspot.co.id/2011/03/phyllobates-terribilis.html
http://www.chm.bris.ac.uk/motm/batrachotoxin/batrah.htm
https://en.wikipedia.org/wiki/Batrachotoxin

18

Anda mungkin juga menyukai