Anda di halaman 1dari 26

DESAIN INTERVENSI

PEKAN OLIMPIADE

IKATAN LEMBAGA MAHASISWA PSIKOLOGI

WILAYAH V

INTERVENSI BEHAVIORAL TERHADAP INTERAKSI


INDIVIDU DENGAN LINGKUNGAN PASCA PANDEMI
COVID-19

Disusun Oleh:

 Zulfa Ilma Nuriana


 Kumala Adinisya
 Wardatul Hasanah

UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH

TULUNGAGUNG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
karunia dan rahmat-Nya sehingga karya tulis yang berjudul “Intervensi
Behavioral terhadap Interaksi Individu dengan Lingkungan Pasca Pandemi
Covid-19” ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Karya tulis ini
disusun untuk berpartisipasi dalam Lomba Desain Intervensi pada rangkaian
kegiatan Pekan Olimpiade ILMPI Wilayah V2021 yang diselenggarakan oleh
Ikatan Lembaga Mahasiswa Psikologi Indonesia (ILMPI) Wilayah V.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang mendukung


dan membantu dalam proses penyelesaian karya tulis. Semoga karya tulis ini
dapat bermanfaat dan menjadi rujukan bagi para pembaca. Dengan kerendahan
hati, penulis menyampaikan mohon maaf apabila terdapat kekurangan, baik dari
sistematika penulisan, aspek materi maupun dari bahasa yang digunakan. Oleh
karena itu, saran perbaikan yang terbuka dan membangun sangat dinantikan demi
kesempurnaan karya tulis.

Tulungagung, 10 November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penulisan 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Intervensi 3

1.4 Manfaat Intervensi 3

1.4.1 Manfaat Teoritis 3

1.4.2 Manfaat Praktis 3

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Teori pada Masalah 4

2.2 Kajian Teori pada Intervensi 5

BAB III RANCANGAN INTERVENSI

3.1 Subjek Intervensi 10

3.2 Konsep Rancangan Intervensi 10

3.3 Metode Intervensi 14

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan 16

4.2 Saran 16

DAFTAR PUSTAKA iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penulisan

Pandemi Covid-19 telah memasuki tahun kedua. Kita tidak bisa menghindari
pandemi. Diam tidak menjadi solusi. Basa basi bukan jalan yang pasti. Satu
tindakan yang ditunggu yakni aksi nyata. Satu tahun kita sudah berupaya untuk
bertahan dalam darurat kehidupan. Selama itu juga pemerintah tak henti-hentinya
menyerukan agar masyarakat patuh terhadap protokol kesehatan. Salah satu
protokol kesehatan yang wajib digunakan ialah masker.

Masker ini menjadi salah satu solusi untuk mencegah penularan Covid-19.
Namun masyarakat masih tidak peduli dengan dampak limbah masker bagi
lingkungan dan kesehatan. Dilansir dari CNBC Indonesia, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan berhasil menghimpun data limbah medis
selama pandemi Covid-19. Data tersebut menunjukkan jumlah limbah medis
mencapai 18.460 ribu ton sejak awal pandemi Covid-19 hingga Juli 2021. Pada
lingkup lebih kecil seperti daerah Surabaya, Dinas Kebersihan dan Ruang
Terbuka Hijau Surabaya telah memperoleh data limbah masker perbulannya
863,15 kilogram.

Dilansir dari CNN Indonesia, Anna menjelaskan bahwa sampah masker


menyumbangkan 43,85% dibanding sampah lainnya. Artinya, sampah limbah
masker ini lebih banyak daripada sampah jenis yang lain. Jika dikategorikan,
limbah masker ini termasuk dalam limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3.
Limbah masker berbahan polipropilen ini adalah salah satu jenis plastik. Plastik
membutuhkan waktu yang sangat lama untuk terurai. Hal ini berdampak pada
lingkungan hidup.

Selain itu, masih banyak masker yang dibuang sembarangan di tempat umum.
Harusnya tercipta lingkungan yang sehat tetapi malah sebaliknya. Pemandangan
masker di tempat umum membuat individu tidak nyaman. Kenyamanan yang
terganggu akan berdampak pada psikologis individu. Psikologis individu yang
tertekan akan mudah mengalami depresi dan stress. Sehingga, hal ini tidak bisa

1
ditangani hanya dengan berkampanye melainkan pembentukan perilaku yang
adaptif dan lebih adaptif.

Untuk melakukan pembentukan perilaku tersebut dalam masyarakat perlu


diawali dari masing-masing individu. Individu nantinya tidak hanya berkampanye
saja melainkan aksi nyata di lingkungannya. Penulis mengupayakan dengan
intervensi behavioral terhadap interaksi individu dengan lingkungan Pasca
Pandemi Covid-19. Perilaku baru yang diharapkan ialah perilaku asertif. Menurut
Lange dan Jakubowski (1976), perilaku asertif ialah usaha individu untuk
menyatakan pikiran, perasaan, dan pendapatnya secara langsung, jujur, tanpa
menyakiti maupun merugikan diri sendiri dan orang lain. Penulis dapat
menyimpulkan bahwa perilaku asertif merupakan kemampuan individu dalam
menyampaikan secara tegas tentang hal yang diinginkan, dirasakan, dan
dipikirkannya tanpa melanggar hak-hak dan perasaan individu yang lain. Perilaku
asertif juga dapat dijadikan acuan untuk mengatur peran individu dalam
lingkungan masyarakat.

Dalam kehidupan masyarakat yang heterogen, tentunya sulit untuk


menerapkan intervensi kelompok. Oleh karena itu, pada intervensi ini penulis
menerapkan intervensi individu. Intervensi ini dapat disebut dengan intervensi
RPTE. Penerapannya pada individu nantinya menggunakan kombinasi dari teknik
behavior yakni reinforcement, punishment, dan token ekonomi. Intervensi ini
hanya diberikan pada individu dengan tujuan untuk mengefektifkan penerapan
teknik behavior yang dikombinasi. Selain itu, intervensi ini cukup panjang
tahapannya sehingga sangat tidak efektif jika diterapkan secara klasikal. Pada tiap
tahapannya juga harus dilakukan dengan sabar dan hati-hati. Lebih jelasnya,
penulis akan mengupas intervensi RPTE dalam rancangan desain intervensi ini.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana membentuk perilaku asertif individu terhadap
lingkungan Pasca Pandemi Covid-19?
1.2.2 Bagaimana meningkatkan peran individu dalam menjaga
lingkungan dari limbah masker?

2
1.2.3 Bagaimana menurunkan tingkat depresi dan stress pada individu
yang berperilaku maladaptif terhadap lingkungan Pasca Pandemi
Covid-19?
1.3 Tujuan Intervensi
1.3.1 Terbentuknya perilaku asertif individu terhadap lingkungan Pasca
Pandemi Covid-19.
1.3.2 Meningkatkan peran individu dalam menjaga lingkungan dari
limbah masker.
1.3.3 Menurunkan tingkat depresi dan stress pada individu yang
berperilaku maladaptif terhadap lingkungan
Pasca Pandemi Covid-19.

1.4 Manfaat Intervensi

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih


ilmu pengetahuan baru dalam ranah Psikologi khususnya ilmu Psikologi
Konseling, Psikologi Sosial, dan Psikologi Klinis.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa


manfaat yaitu:

a. Terbentuknya perilaku & keterampilan sosial yang sesuai dengan


lingkungannya.
b. Mengubah perilaku maladaptif menjadi adaptif.
c. Meningkatkan perilaku adaptif menjadi lebih adaptif.
d. Memelihara perilaku baru yang adaptif.
e. Terciptanya lingkungan sehat.
f. Menurunnya tingkat depresi dan stress pada individu yang berperilaku
maladaptive terhadap lingkungan Pasca Pandemi Covid-19.

3
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Teori pada Masalah

Masker ini menjadi salah satu solusi untuk mencegah penularan Covid-19.
Namun masyarakat masih tidak peduli dengan dampak limbah masker bagi
lingkungan dan kesehatan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
berhasil menghimpun data limbah medis selama pandemi Covid-19. Data tersebut
menunjukkan jumlah limbah medis mencapai 18.460 ribu ton sejak awal pandemi
Covid-19 hingga Juli 2021. Pada lingkup lebih kecil seperti daerah Surabaya,
Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau Surabaya telah memperoleh data
limbah masker perbulannya 863,15 kilogram.

Dilansir dari CNN Indonesia, Anna menjelaskan bahwa sampah masker


menyumbangkan 43,85% dibanding sampah lainnya. Artinya, sampah limbah
masker ini lebih banyak daripada sampah jenis yang lain. Jika dikategorikan,
limbah masker ini termasuk dalam limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3.
Limbah masker berbahan polipropilen ini adalah salah satu jenis plastik. Plastik
membutuhkan waktu yang sangat lama untuk terurai. Hal ini juga berdampak pada
lingkungan hidup.

Selain itu, masih banyak masker yang dibuang sembarangan di tempat


umum. Harusnya tercipta lingkungan yang sehat tetapi sebaliknya. Pemandangan
masker di tempat umum ini membuat individu tidak nyaman. Kenyamanan yang
terganggu akan berdampak pada psikologis individu. Psikologis individu yang
tertekan akan mudah mengalami depresi dan stress. Sehingga harus ada upaya
mengurangi limbah masker di lingkungan. Upaya ini tidak bisa ditangani hanya
dengan berkampanye melainkan pembentukan perilaku yang adaptif dan lebih
adaptif.

Untuk melakukan pembentukan perilaku tersebut dalam masyarakat perlu


diawali dari masing-masing individu. Individu nantinya tidak hanya berkampanye
saja melainkan aksi nyata di lingkungannya. Penulis mengupayakan dengan
intervensi behavioral terhadap interaksi individu dengan lingkungan Pasca

4
Pandemi Covid-19 dapat membentuk perilaku asertif individu terhadap
lingkungan. Menurut Jakubowski (dalam Zulkaida, 2005) perilaku asertif ialah
usaha individu untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan pendapatnya secara
langsung, jujur, tanpa menyakiti maupun merugikan diri sendiri dan orang lain.
Penulis dapat menyimpulkan bahwa perilaku asertif merupakan kemampuan
individu dalam menyampaikan secara tegas tentang hal yang diinginkan,
dirasakan, dan dipikirkannya tanpa melanggar hak-hak dan perasaan individu
yang lain. Aspek-aspek perilaku asertif terhadap lingkungan sebagai berikut:

1. Tindakan ditampilkan secara jujur. Maksudnya tidak mengharapkan


imbalan dari siapapun.
2. Tindakan tegas dan sopan ketika menegur orang lain yang membuang
masker sembarangan.
3. Tidak ragu ketika mengambil limbah masker di tempat sepi maupun
ramai.
4. Menghargai diri sendiri maupun orang lain yang peduli terhadap
lingkungan.
Apabila perilaku asertif individu terhadap lingkungan dapat meningkat,
lingkungan sehat akan segera terwujud. Individu juga akan lebih nyaman hidup di
lingkungannya. Selain itu, kecenderungan depresi dan stress pada individu bisa
menurun.

2.2 Kajian Teori pada Intervensi


Intervensi RPTE berlandaskan pada gagasan B. F. Skinner. Tokoh ini
termasuk tokoh yang berperan besar pada aliran behaviorisme. Gagasan B. F.
Skinner yang menginspirasi penulis ialah pengkondisian operan atau operant
conditioning. Pengkondisian operan menunjukkan bahwa penguat dapat
membentuk perilaku dengan bergantung pada respon (Wikan, 2021). Skinner
mengembangkan sebuah analisis perilaku terapan yang berlandaskan pada
pengkondisian operan. Capuzzi & Stauffer dalam (Wikan, 2021) menjelaskan
bahwa analisis terapan ini memiliki intervensi kunci yakni penguatan
(reinforcement), hukuman (punishment), kepunahan, dan kontrol stimulus, yang
masing-masing mengikutsertakan pencarian variabel lingkungan yang akan

5
mengarah pada perubahan perilaku. Penguatan dalam pengkondisian operan
diterapkan dengan tujuan meningkatkan perilaku.
Kebaruan dalam intervensi ini ialah kombinasi teknik perilaku meliputi
reinforcement, punishment, dan token ekonomi. Penerapan teknik tersebut
berdasarkan penelitian terdahulu sebagai berikut:
1. Reinforcement
Menurut Skinner (dalam Tedi Priatna, 2012:88) perilaku individu itu dapat
dikontrol melalui perlakuan reinforcement (penguatan) yang tepat dalam
lingkungan baru. Skinner menjelaskan bahwa setiap individu yang mendapat
stimulus, maka individu akan memberikan respon berdasarkan hubungan S-R.
Respon yang diberikan ini dapat sesuai atau tidak sesuai dengan apa yang
diinginkan. Respon yang sesuai perlu diberi reinforcement (penguatan) supaya
individu tersebut ingin melakukannya kembali.
Pada penelitian Fitriani, Abd. Sama, dan Khaeruddin menunjukkan bahwa
pemberian reinforcement (penguatan) pada peserta didik mampu
meningkatkan hasil belajar fisika. Hal ini dapat diketahui dari meningkatnya
jumlah peserta didik yang tuntas belajar. Penelitiannya juga menunjukkan
bahwa pengubahan tingkah laku dengan penguatan tidak dibiarkan secara
alamiah tetapi diatur supaya terbentuk perilaku yang diinginkan.
Pada intervensi RPTE, reinforcement yang digunakan hanyalah
reinforcement positive atau penguatan positif. Karena Willis dalam bukunya
menjelaskan bahwa reinforcement positive dapat memotivasi banyak tingkah
laku sehari-hari. Kemudian penjadwalan, penjadwalan reinforcement yang
akan diterapkan dalam intervensi RPTE ialah interval tetap. Hal ini bertujuan
untuk meminimalisir kemunculan perilaku semula.
2. Punishment atau Hukuman
Punishment pada intervensi RPTE didasarkan pada gagasan B.F.Skinner
yakni analisis perilaku terapan. Analisis perilaku terapan ini berlandaskan
pada pengkondisian operan. Capuzzi & Stauffer dalam (Wikan,2021)
menjelaskan bahwa analisis terapan ini memiliki intervensi kunci yakni
penguatan (reinforcement), hukuman (punishment), kepunahan, dan kontrol
stimulus, yang masing-masing mengikutsertakan pencarian variable

6
lingkungan yang akan mengarah pada perubahan perilaku. Skinner memaknai
hukuman sebagai upaya menjauhkan seseorang dari yang diinginkan atau
member sesuatu yang tidak diinginkan.
Berikut pandangan Skinner terkait hukuman:
a. Hukuman dapat menyebabkan efek emosional yang tidak
diinginkan.
b. Hukuman hanya dapat memberitahu apa yang tidak boleh
dilakukan,bukan yang harus dilakukan.
c. Hukuman seolah-olah membenarkan tindakan menyakiti orang lain.
d. Hukuman tidak hanya menghilangkanperilakuyangtidakdiinginkan
tetapi juga memunculkan perilakulainyangtidak dikehendaki pula.
Hukuman memang tidak efektif untuk jangka waktu yang lama, tapi dapat
menekan perilaku maladaptifnya. Hal yang dikhawatirkan pada intervensi ini
ialah bila hukuman tidak diberikan, maka akan muncul perilaku semula.
Tetapi, intervensi ini telah menutup celah tersebut dengan menerapkan teknik
token ekonomi. Hal ini dijelaskan lebih lanjut pada rancangan intervensi.
Intervensi dengan teknik hukuman tentu harus memenuhi beberapa syarat.
Suwarno dalam bukunya Azis dengan judul Reward-Punishment Sebagai
Motivasi Pendidikan (Perspektif Barat Dan Islam) menjelaskan tentang
syarat-syarat pemberian hukuman hendaknya:
1) Hukuman harus selaras dengan kesalahannya.
2) Hukuman harus seadil-adilnya.
3) Hukuman harus segera diberikan supaya individu memahami
sebabnya ia dihukum dan maksud hukuman.
4) Pemberian hukuman harus dalam kondisi tenang, jangan dalam
kondisi emosional (marah).
5) Hukuman harus sesuai dengan usia individu.
6) Hukuman harus diiringi dengan penjelasan. Hal ini bertujuan untuk
membentuk kata hati, tidak sekedar menghukum saja.
7) Yang berhak memberikan hukuman hanyalah mereka yang cinta
pada individu saja, sebab jika tidak berdasarkan cinta, maka hukuman
akan bersifat balas dendam.

7
3. Token Ekonomi
Token ekonomi bertujuan untuk mengubah motivasi ekstrinsik menjadi
motivasi instrinsik. Dengan diterapkannya token ekonomi diharapkan bahwa
token yang diberikan ketika individu telah berhasil meningkatkan perilaku
adaptif dan mengurangi perilaku maladaptif dapat mendorong pengulangan
dengan frekuensi lebih banyak. Token tersebut dapat ditukarkan dengan
apresiasi utama.
Pandangan penulis didukung oleh Nyoman Rohmaniah, I Made Tegeh,
dan Mutiara Magta dalam artikelnya yang berjudul PENERAPAN TEKNIK
MODIFIKASI PERILAKU TOKEN ECONOMY UNTUK MENINGKATAN
KEDISIPLINAN ANAK USIA DINI. Dalam artikelnya, mereka menjelaskan
bahwa token ekonomi ialah suatu wujud modifikasi perilaku yang dirancang
untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang
tidak diinginkan dengan pemakaian token. Individu dapat menerima token
dengan cepat setelah menampilkan perilaku yang diinginkan. Token itu
dikumpulkan dan dapat ditukarkan dengan suatu kehormatan yang penuh arti.
Artikel tersebut juga menunjukkan bahwa token ekonomi dapat
meningkatkan kedisiplinan anak. Hal ini dapat diketahui dari adanya
peningkatan rata-rata perkembangan kedisiplinan anak pada siklus I yakni
71% yang berada pada kategori rendah dan rata-rata peningkatan
perkembangan kedisiplinan anak pada siklus II sebesar 88,87% berada pada
kategori tinggi. Artinya, presentase peningkatan kedisiplinan anak dari siklus I
ke siklus II ialah 17,7%.
Oleh karena itu, penulis menerapkan token ekonomi dalam intervensi
RPTE. Pada intervensi ini, token ekonomi diterapkan untuk menurunkan
perilaku maladaptif dan meningkatkan perilaku adaptif individu terhadap
lingkungan Pasca Pandemi Covid-19. Teknik ini bukanlah satu-satunya teknik
intervensi karena dalam intervensi RPTE menggunakan beberapa teknik
intervensi perilaku.
Intervensi RPTE berupaya mengkombinasikan reinforcement, punishment,
dan token ekonomi dengan proporsional. Karena ketiga teknik tersebut memiliki

8
dampak positif lebih besar jika dikombinasikan. Berikut kerangka berpikir pada
intervensi RPTE:

Jalur 1 Jalur 2
Asessment

Punishment Reinforcement

Token Ekonomi Token Ekonomi

Reinforcement Perilaku Lebih


Adaptif

Perilaku
Adaptif

9
BAB III
RANCANGAN INTERVENSI

3.1 Subjek Intervensi


Subjek intervensi pada intervensi RPTE yakni:
a. Individu yang tidak peduli dengan kondisi lingkungan.
b. Individu yang peduli dengan kondisi lingkungan.
c. Individu yang depresi dan stress karena perilaku maladaptifnya
terhadap lingkungan.

3.2 Konsep Rancangan Intervensi


a. Kerangka berpikir pada intervensi RPTE

Jalur 1 Jalur 2
Asessment

Punishment Reinforcement

Token Ekonomi Token Ekonomi

Reinforcement Perilaku Lebih


Adaptif

Perilaku
Adaptif

10
Sesuai dengan kerangka pikiran di atas, intervensi RPTE terbagi menjadi 2
jalur. Jalur 1 diterapkan pada individu yang diketahui bahwa perilakunya
maladaptif. Jalur 1 ini juga diterapkan pada individu yang mengalami depresi
dan stress karena perilaku maladaptifnya terhadap lingkungan. Sedangkan jalur
2 hanya diterapkan pada individu yang diketahui bahwa perilakunya adaptif.
Pada penerapannya melalui beberapa langkah dalam prosedur intervensi RPTE.
Prosedurnya pun terbagi menjadi 3 antara lain prosedur umum, prosedur
intervensi RPTE jalur 1, dan prosedur intervensi RPTE jalur 2.
Selain prosedur, tentu terdapat metode intervensi. Metode intervensi yang
digunakan dalam intervensi ini ialah konseling dan terapi. Apabila diuraikan,
metode konseling dan terapi diterapkan pada jalur 1 dan metode konseling
diterapkan pada jalur 2. Pada jalur 1 dapat diterapkan 2 metode karena metode
konseling pada jalur 1 untuk membentuk perilaku adaptif yakni perilaku asertif
terhadap lingkungan Pasca Pandemi Covid-19 dan metode terapinya untuk
menurunkan tingkat depresi dan stress pada individu yang perilakunya
maladaptif terhadap lingkungan. Sedangkan pada jalur 2 hanya diterapkan
metode konseling. Karena pada jalur 2, hanya meningkatkan perilaku adaptif
individu supaya lebih adaptif.

b. Prosedur intervensi RPTE


Prosedur Umum
Semua jalur harus melalui tahapan asessment. Pada tahap asessment ini,
konselor menganalisis perilaku klien menggunakan model ABC. Penjelasan
mengenai model ABC dikutip dari (Wikan, 2021) sebagai berikut:
A sebagai simbol antecedent (penyebab perilaku)
B sebagai simbol behavior (perilaku maladaptif/adaptif yang dipengaruhi oleh
antecedent)
C sebagai simbol consequent (konsekuensi yang mengikuti dari behavior)
Ketika konseling berlangsung, konselor melakukan dialektikal dengan klien
supaya bisa mendapatkan penyebab dari perilaku (A), perilaku
maladaptif/adaptif yang dipengaruhi oleh antecedent (B), dan konsekuensi yang
mengikuti dari behavior (C). Apabila perilaku klien diketahui sebagai perilaku

11
maladaptif, pada langkah selanjutnya konselor harus menerapkan intervensi
RPTE jalur 1. Apabila perilaku klien diketahui sebagai perilaku adaptif, pada
langkah selanjutnya konselor harus menerapkan intervensi RPTE jalur 2.
Prosedur intervensi RPTE Jalur 1
1. Tahap pemberian perlakuan 1
Perlakuan pada tahap ini menggunakan teknik punishment atau hukuman.
Perilaku maladaptif klien dilemahkan dengan hukuman yang bergantung
pada respon. Oleh karena itu, hukuman pada tahap ini akan ditingkatkan
apabila perilaku maladaptif tidak berubah. Tahap ini berlandaskan pada
gagasan B.F.Skinner yakni analisis perilaku terapan yang berlandaskan
pada pengkondisian operan. Capuzzi & Stauffer dalam (Wikan, 2021)
menjelaskan bahwa analisis terapan ini memiliki intervensi kunci yakni
penguatan (reinforcement), hukuman (punishment), kepunahan, dan control
stimulus, yang masing-masing mengikutsertakan pencarian variable
lingkungan yang akan mengarah pada perubahan perilaku. Skinner
memaknai bahwa hukuman merupakan upaya menjauhkan seseorang dari
yang diinginkan atau memberi sesuatu yang tidak diinginkan. Hukuman
memang tidak efektif untuk jangka waktu yang lama, tapi dapat menekan
perilaku maladaptifnya. Hal yang dikhawatirkan pada tahap ini ialah bila
hukuman tidak diberikan, akan muncul perilaku semula. Sehingga, individu
harus berlanjut pada tahap 2.
2. Tahap pemberian perlakuan 2
Perlakuan pada tahap ini menggunakan teknik token ekonomi. Teknik ini
diterapkan untuk menurunkan perilaku baru individu yang dihasilkan dari
perlakuan 1. Proses menurunkan perilaku tersebut dengan memberikan
token yang dapat ditukarkan dengan apresiasi berupa barang secara tidak
langsung. Maksudnya, token harus dikumpulkan terlebih dahulu sesuai
target perlakuan. Individu akan mendapatkan token apabila dirinya telah
berhasil mengurangi perilaku maladaptifnya dalam frekuensi yang banyak.
Sehingga, individu akan merasa lebih dihargai setelah melalui tahap
keterpaksaan. Karena perilaku baru dari perlakuan 1 cenderung hasil dari

12
individu yang takut akan hukuman. Perilaku baru individu pun hanya
menetap singkat karena dilandaskan dari keterpaksaan.
3. Tahap memelihara perilaku yang diinginkan
Perlakuan pada tahap ini menggunakan teknik reinforcement atau
penguatan. Perilaku adaptif klien yang dihasilkan pada tahap 2 dipelihara
dengan penguatan positif yang bergantung pada respon. Oleh karena itu,
penguatan positif akan ditambah apabila respon yang ditampilkan semakin
baik.
4. Tahap terbentuknya perilaku yang diinginkan
Perilaku baru pada intervensi jalur 1 ialah perilaku yang adaptif. Perilaku
adaptif yang diinginkan ialah perilaku asertif terhadap lingkungan Pasca
Pandemi Covid-19. Terciptanya perilaku baru pada tahap ini juga dapat
menurunkan tingkat depresi dan stress pada individu yang berperilaku
maladaptif terhadap lingkungan.

Prosedur intervensi RPTE Jalur 2


1. Tahap pemberian perlakuan
Perlakuan pada tahap ini menggunakan teknik reinforcement atau
penguatan. Perilaku adaptif klien dikuatkan dengan penguatan positif yang
bergantung pada respon. Oleh karena itu, penguatan positif akan ditambah
apabila respon semakin baik. Dengan kata lain perilaku adaptif ditampilkan
dengan frekuensi yang lebih banyak. Tahap ini berlandaskan pada gagasan
B. F. Skinner yakni pengkondisian operan atau operant conditioning.
Pengkondisian operan menunjukkan bahwa penguat dapat membentuk
perilaku dengan bergantung pada respon(Wikan,2021). Penguatan dalam
pengkondisian operan diterapkan dengan tujuan meningkatkan perilaku.
2. Tahap meningkatkan perilaku baru
Tahap ini menerapkan teknik token ekonomi untuk meningkatkan perilaku
baru yang dihasilkan dari pemberian perlakuan dengan menggunakan
teknik reinforcement. Pada proses peningkatan perilaku, klien diberi
apresiasi secara tidak langsung. Maksudnya, token akan diberikan ketika
individu telah berhasil memenuhi target. Targetnya ialah individu dapat

13
meningkatkan perilaku adaptifnya. Token yang telah terkumpul dapat
ditukarkan dengan apresiasi. Sehingga perilaku yang lebih adaptif dapat
terbentuk.
3. Tahap terbentuknya perilaku yang diinginkan
Perilaku baru pada intervensi RPTE jalur 2 ialah perilaku yang sama tapi
dengan frekuensi yang lebih banyak. Perilaku ini disebut dengan perilaku
yang lebih adaptif. Perilaku yang lebih adaptif yang diinginkan ialah
perilaku asertif yang meningkat pada individu terhadap lingkungan Pasca
Pandemi Covid-19.

3.3 Metode Intervensi


Metode yang digunakan dalam intervensi RPTE berbentuk konseling dan
terapi.
3.3.1 Konseling Psikologi dalam intervensi RPTE
Konseling Psikologi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk membantu
mengatasi masalah baik sosial personal, pendidikan atau pekerjaan yang berfokus
pada pengembangan potensi positif yang dimiliki klien. Pada intervensi RPTE,
konselor yang menerapkan intervensi RPTE jalur 1 dengan menggunakan metode
konseling berfokus pada pembentukan perilaku baru klien yang adaptif. Perilaku
adaptif yang diinginkan ialah perilaku asertif klien terhadap lingkungan.
Sedangkan konselor yang menerapkan intervensi RPTE jalur 2 dengan
menggunakan metode konseling berfokus pada peningkatan perilaku adaptif klien.
Perilaku adaptif yang diinginkan meningkat ialah perilaku asertif klien terhadap
lingkungan Pasca Pandemi Covid-19.
3.3.2 Terapi Psikologi dalam intervensi RPTE
Terapi Psikologi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk penyembuhan
dari gangguan psikologis atau masalah kepribadian dengan menggunakan
prosedur baku berdasar teori yang relevan dengan ilmu psikoterapi. Pada
intervensi RPTE jalur 1, metode ini diterapkan untuk menurunkan tingkat depresi
dan stress klien karena perilaku maladaptifnya terhadap lingkungan. Terapis
berupaya menyembuhkan klien dengan mengubah perilaku maladaptifnya

14
menjadi perilaku adaptif. Perilaku adaptif yang diinginkan ialah perilaku asertif
klien terhadap lingkungan Pasca Pandemi Covid-19.

15
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
4.1.1 Intervensi RPTE merupakan intervensi individu yang berfokus
pada pembentukan perilaku baru yang adaptif dan lebih adaptif.
4.1.2 Konseling dalam intervensi ini menggunakan kombinasi teknik
behavior atau teknik perilaku seperti reinforcement, punishment,
dan token ekonomi.
4.2 Saran
4.2.1 Intervensi RPTE harus dilakukan dengan sabar dan hati-hati pada
tiap tahapannya supaya meminimalisir kegagalan pembentukan
perilaku yang adaptif dan lebih adaptif.
4.2.2 Intervensi RPTE hanya efektif untuk intervensi individu sehingga
tidak perlu menerapkan intervensi ini pada
kelompok/komunitas/organisasi/lembaga.

16
DAFTAR PUSTAKA

AMARI Covid-19. (2021). Ancaman di Balik Limbah Masker. Diakses melalui


https://amari.itb.ac.id/ancaman-di-balik-limbah-masker pada 21
Oktober 2021

Aziz. (2011). Reward-Punishment Sebagai Motivasi Pendidikan (Perspektif Barat


dan Islam). Yogyakarta: Cendikia.

CNBC Indonesia. (2021). Sampah Masker Hingga APD Bekas Covid-19 Tembus
18.460 Ton!. Diakses melalui
https://www.google.com/amp/s/www.cnbcindonesia.com/news/2021072812
4243-4-264280/sampah-masker-hingga-apd-bekas-covid-19-tembus-18460-
ton/amp pada 21 Oktober 2021

CNN Indonesia. (2021). Sampah Masker di Surabaya Mencapai 800 Kg per


Bulan. Diakses melalui
https://www.google.com/amp/s/www.cnnindonesia.com/nasional/20210821
163751-20-683444/sampah-masker-di-surabaya-mencapai-800-kg-per-
bulan/amp pada 21 Oktober 2021

Lange, A.J., Jakubowski, P., & Mc Govern, T.V. (1976). Responsible assertive
behavior: Cognitive/behavioral procedures for trainers. Champaign,
Ill:Research Press.

Priatna, T. (2012). Etika Pendidikan. Bandung: CV Pustaka setia.

Rohmaniah, N., Tegeh, I. M., & Magta, M. (2016). PENERAPAN TEKNIK


MODIFIKASI PERILAKU TOKEN ECONOMY UNTUK
MENINGKATAN KEDISIPLINAN ANAK USIA DINI. e-Journal
Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha, 4(2).

Widyarto, W. G. (2021). Teori Konseling dan Tekniknya. Tulunggagung: SATU


Press.

iv
Willis, Sofyan S. (2004). Konseling Individual Teori dan Praktik. Bandung: CV
Alfabet.

v
5000

Kumala Adinisya
1193

Wardatul Hasanah

Anda mungkin juga menyukai