Anda di halaman 1dari 3

TUGAS 1 FILSAFAT HUKUM DAN ETIKA PROFESI

Soal Tugas.1:

Jawab pertanyaan berikut ini:


1. Menurut pandangan anda bagaimanakah konsep pemikiran tentang hukum dalam ilmu
filsafat? Jelaskan analisis anda!

Artikel (untuk pertanyaan 2 dan 3):


Penyebaran Covid-19 berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-undang No. 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana dapat dikategorikan sebagai bencana non alam berupa
wabah penyakit. Hal tersebut juga dipertegas dengan Keputusan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencaana No. 13 A Tahun 2020 Tentang Perpanjangan Statuus Keadaan
Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit akibat Virus Corona di Indonesia. Untuk
menanggulanginya, pemerintah melalui Surat Edaran Menteri Kesehatan No.
HK.02.01/MENKES/202/2020 Tahun 2020 tentang Protokol Isolasi diri Sendiri Dalam
Penanganan Covid-19 telah menghimbau mereka yang sakit untuk tidak pergi bekerja, ke
sekolah, atau ruang publik untuk menghindari penularan virus corona ke orang lain di
masyarakat.
Pihak-pihak yang menolak dikarantina dan/atau tidak mengindahkan himbauan pembatasan
sosial dapat dipidana, baik atas tindak pidana kejahatan atau pelanggaran.
Sumber: Hukumonline.com
Pertanyaan:
2. Berdasarkan uraian wacana diatas, bagaimanakah pandangan filsuf pada Zaman Yunani
terkait himbauan pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)?
3.Kemukakanlah bagaimana sudut pandang aliran Realisme Hukum (Legal Realism) terhadap
sanksi pidana yang diberlakukan bagi pelanggar Pelaksanaan PSBB?

JAWAB :
1. Filsafat hukum adalah bagian dari ilmu filsafat, yakni filsafat nilai (aksiologi) khususnya
filsafat tentang nilai baik buruk perilaku manusia (etika). Menurut Muhamad Erwin,
dengan memahami filsafat hukum, ada tiga manfaat yang dapat diperoleh, yaitu :
1) Manfaat ideal. Manfaat ideal yang dapat diperoleh apabila mempelajari filsafat
hukum yaitu memperoleh pemahaman tentang eksistensi manusia dan
kemanusiannya dalam dinamika kehidupan.
2) Manfaat praktis. Manfaat praktis membuat bisa menggali, mengolah dan
memanfaatkan setiap potensi atau sumber daya yang ada, baik yang ada dalam diri
maupun yang terdapat di luar dirinya, melalui gerak menuju tingkat kehidupan yang
lebih baik dari masa sebelumnya.
3) Manfaat riil. Manfaat riil adalah manfaat yang bersifat kesaatan, yakni manfaat mana
yang mengantarkan manusia kepada sebuah pengertian dan kebijaksanaan untu
menerima kenyataan yang ada pada masa kini terlepas dari masa lalu dan yang akan
datang.
Adapun kemanfaatan filsafat hukum, apabila diukur dengan sifat-sifat yang ada pada
filsafat hukum itu sendiri, sebagai berikut :
a. Filsafat hukum memiliki sifat holistik dan menyeluruh. Dengan cara berpikir holistik
tersebut, kita diajak untuk berwawasan luas dan terbuka dengan menghargai
pendapat, pemikiran dan pendirian orang lain supaya kita tidak bersifat arigan dan
apriori.
b. Filsafat hukum memiliki sifat mendasar, artinya dalam mengkaji hukum perlu
dilakukan sampai pada intinya atau yang dalam dunia filsafat dikenal dengan hakikat.
c. Filsafat hukum memiliki sifat spekulatif, dalam konteks hukum akan menjadikannya
berkembang ke arah yang dicita-citakan bersama. Spekulatif pada filsafat hukum ini
dimaksudkan dalam upaya manusia untuk secara maksimal mengoptimalkan
pengetahuan dan ilmu yang dimiliki.
d. Filsafat hukum memiliki sifat reflektif kritis, filsafat hukum berguna untuk
membimbing ahli hukum dalam menganalisis masalah-masalah hukum secara
rasional dan kemudian mempertanyakan jawaban itu secara terus menerus. Sikap
reflektif kritis pada filsafat hukum adalah melakukan evaluasi terhadap keberlakuan
dan pelaksanaan aturan dalam kehidupan berorganisasi.
2. Pandangan para tokoh filsafat pada zaman Yunani mengenai Hukum, adalah sebagai
berikut :
1) Socrates (469-399 SM). Inti ajaran Socrates memandang hukum dari penguasa
(hukum negara) harus ditaati, terlepas dari hukum itu memiliki kebenaran objektif
atau tidak. Ia tidak menginginkan terjadinya anarkisme, yakni ketidak percayaan
terhadap hukum. Dalam mempertahankan pendapatnya, Socrates menyatakan bahwa
untuk dapat memahami kebenaran objektif, orang harus memiliki pengetahuan
(theoria).
2) Plato (429-347 SM). Inti ajaran Plato dalam melanjutkan pemikiran Socrates adalah
penguasa tidak memiliki theoria sehingga tidak dapat memahami hukum yang ideal
bagi rakyatnya. Oleh karena itu, Plato memberi saran dalam setiap undang-undang
dicantumkan dasar (landasan) filosofisnya. Tujuannya tidak lain agar penguasa tidak
menafsirkan hukum sesuai kepentingannya sendiri. Pemikiran Plato inilah yang
menjadi cerminan bayangan dari hukum dan negara yang ideal.
3) Aristoteles (348-322 SM). menurut Aristoteles hukum dibentuk dengan
berlandaskan pada keadilan dan ia diarahkan sebagai pedoman bagi perilaku
individu-individu dalam keseluruhan hal yang bersinggungan dengan konteks
kehidupan bermasyarakat. Proses pembentukan itu dengan demikian bertitik berat
pada atau melingkupi keseluruhan tema yang berhubungan dengan masyarakt.
Bila dikaitkan dengan himbauan pemerintah terkait PSBB, maka ajaran dari filsuf
Yunani tersebut bisa dijadikan landasan atau dasar untuk masyarakat agar mematuhi
himbauan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam hal ini apabila masyarakat
tidak melaksanakan himbauan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai PSBB, maka
masyarakat tersebut bisa dikenai sanksi hukum yang diberlakukan.
3. Dalam pandangan aliran realisme hukum (legal realism), hukum tidak statis dan selalu
bergerak secara terus menerus sesuai dengan perkembangan zamannya dan dinamika
masyarakat. Tujuan hukum selalu dikaitkan dengan tujuan masyarakat tempat hukum itu
diberlakukan. Bagi para penganut relaisme hukum, law is as law does, sebagaimana
positivisme hukum. Nilai lebih yang harus anda ketahui adalah para penegak hukum
harus memperhatikan faktor-faktir lain di luar hukum, seperti politik dan ekonomi. Legal
relism tampaknya juga dianut dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman yang
menekankan bahwa dalam menegakkan hukum dan keadilan hakim diharuskan
memahami, menggali, mengikuti dan melaksanakan nilai-nilai hukum yang ada di
masyarakat. Dalam hubungannya dengan himbauan pemerintah masalah PSBB, dalam
hal ini sanksi yang harus didapat oleh masyarakat harus disesuaikan dengan nilai-nilai
yang ada di dalam masyarakat itu sendiri. Dan faktor-faktor lain juga harus
diperhitungkan bila sanksi tersebut diberikan kepada masyarakat yang melanggar.

Sumber : BMP Filsafat Hukum dan Etika Profesi, UT.

Anda mungkin juga menyukai