Mengamati karya seni rupa murni dan terapan dalam arti praksis adalah
kemampuan mengklasifikasi, mendeskripsi, menjelaskan, menganalisis,
menafsirkan, mengevaluasi dan menyimpulkan makna karya seni. Aktivitas
ini dapat dilatih sebagai kemampuan apresiatif secara lisan dan tulisan.
Kata kebudayaan berarti hal-hal yang berhubungan dengan budi, akal, dan
nalar. Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan gagasan
dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta
keseluruhan dari hasil budi dan karyanya.
Kebudayaan memiliki 3 wujud, yaitu kebudayaan sebagai konsep,
kebudayaan sebagai aktivitas, dan kebudayaan sebagai artefak. Sehingga,
seluruh aktivitas interaksi manusia dengan Tuhan, interaksi dengan
masyarakat, dan interaksi dengan alam, semuanya adalah kebudayaan.
Sehingga, siswa menjadi kagum akan prestasi dan jasa-jasa para seniman
atau budayawan berdasar kualitas karya seni, pengakuan dan
penghargaan yang diperolehnya, dalam tingkat lokal, nasional, dan
internasional.
Sikap etis akan tercermin bila siswa dalam kegiatan diskusi yang hangat,
tidak mengucapkan kata-kata atau menunjukkan perilaku yang bernada
melecehkan, menertawakan, merendahkan, menghina, atau kata lain yang
setara dengan itu.
Adapun kegiatan apresiasi seni rupa bermakna individual jika orang yang
melakukannya dimaksudkan untuk kepuasan pribadinya sendiri yakni
diperolehnya kenikmatan dalam menghayati suatu karya seni rupa. Selain
itu, kegiatan apresiasi seni rupa bermakna sosial jika orang yang
melakukannya tidak hanya demi kepuasan pribadi tetapi juga agar orang
lain dapat merasakan kepuasan yang dirasakannya dengan cara
membagikan pengalaman estetik yang dirasakannya secara lisan atau
tulisan.
1. Apresiasi Empatik
Secara harfiah, empatik adalah ikut merasakan atau memikirkan hal yang dirasakan
oleh orang lain.
Dalam apresiasi empatik, apresiator atau orang yang mengapresiasi seni berusaha ikut
merasakan apa yang digambarkan di dalam karya seni.
Contohnya, saat kita melihat lukisan yang menggambarkan penderitaan, maka kita
akan ikut merasakan apa yang digambarkan oleh seniman tersebut.
Jadi, jenis apresiasi ini lebih melibatkan perasaan apresiator dengan karya seni rupa
yang dibuat oleh seniman.
2. Apresiasi Estetis
Dalam apresiasi estetis, apresiator bukan hanya merasakan suasana seperti yang ada
pada apresiasi empatik.
Apresiator dalam jenis apresiasi ini berusaha untuk memahami karya tersebut.
Hal ini dilakukan dengan cara mengeksplorasi lebih jauh lagi karya seni tersebut
dengan menelisik unsur-uinsur visual pada karya tersebut.
Tujuannya adalah untuk memahami pesan yang ingin disampaikan oleh senimannya
melalui karya yang dibuat.
3. Apresiasi Kritis
Apresiasi kritis adalah apresiasi untuk menilai kualitas suatu karya seni.
Apresiasi kritis biasanya dilakukan oleh orang yang memiliki pengetahuan dan
pengalaman yang luas di bidang seni sesuai yang diamati.
Berbeda dengan apresiasi empatik dan estetis, apresiasi kritis lebih menekankan pada
penilaian yang objektif berdasarkan ilmu seni yang dipelajari.
Dari analisis yang dilakukan tersebut, apresiator akan melakukan pemaknaan dan
penilaian terhadap karya seni.
Hasil dari apresiasi kritis ini berupa catatan kritik yang dapat dipublikasikan melalui
media publikasi, seperti media massa, buku, dan sejenisnya.
“Catatan apresiasi kritis nantinya bisa menjadi rujukan apresiasi oleh para
penikmat seni, pedagang seni, kolektor, dan masukan bagi seniman karya
tersebut.”