Anda di halaman 1dari 12

APRESIASI DAN KRITIK KARYA SENI RUPA

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pembelajaran Seni Rupa di SD
Dosen Pengampu :

Ira Rengganis, S.Pd, M.Sn

Disusun oleh :

Nenden Kintani (1800156)

PGSD 4A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


DEPARTEMEN PEDAGOGIK
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2020
A. Apresiasi Karya Seni Rupa
a. Pengertian Apresiasi Karya Seni Rupa
Apresiasi secara etimologi: “appreciatie” (Belanda), “appreciation” (Ing),
menurut kamus Inggris, “to appreciate”, yaitu bentuk kata kerja yang berarti: to judge
the value of; understand or enjoy fully in the right way (Oxford), to estimate the quality
of; to estimate rightly; to be sensitively aware of (Webster). Secara umum apresiasi seni
atau mengapresiasi karya seni berarti, mengerti sepenuhnya seluk-beluk sesuatu hasil
seni serta menjadi sensitif terhadap segi-segi estetika. Apresiasi dapat juga diartikan
berbagi pengalaman antara penikmat dan seniman, bahkan ada yang menambahkan,
menikmati sama artinya dengan menciptakan kembali. Tujuan pokok penyelenggaran
apresiasi seni adalah menjadikan masyarakat "melek seni" sehingga dapat mencrima
seni sebagaimana mestinya. Dengan kata-kata yang lebih lengkap, apresiasi adalah
kegiatan mencerap (menangkap dengan pancaindera), menanggapi, menghayati sampai
kepada menilai sesuatu (dalam hal ini karya seni).
Apresiasi seni merupakan suatu proses penghayatan karya seni, selain melihat
karya secara langsung proses apresiasi disini merupakan pencarian informasi sedalam-
dalamnya mengenai latar belakang dan form(bentuk) pada sebuah karya, Sehingga
terbentuklah pengalaman menerima atau menolak, setuju atau tidak, senang atau kurang
menyenangi sesuatu, sehingga pada akhirnya mereka memiliki kepekaan baik sebagai
apresiator maupun memiliki gaya individual sebagai creator/seniman.
Kegiatan apresiasi seni atau mengapresiasi karya seni dapat diartikan sebagai
upaya untuk memahami berbagai hasil seni dengan segala permasalahannya serta
terjadi lebih peka akan nilai-nilai estetika yang terkandung di dalamnya. Hal ini
ditegaskan oleh Soedarso (1990:77) bahwa apresiasi adalah: “Mengerti dan menyadari
sepenuhnya seluk-beluk sesuatu hasil seni serta menjadi sensitif terhadap segi-segi
estetiknya sehingga mampu menikmati dan menilai karya tersebut dengan semestinya.”
Sementara itu Rollo May (Alisyahbana, 1983:81) menambahkan bahwa berapresiasi
terhadap suatu kreasi baru atau hasil seni juga merupakan suatu tindakan kreatif.
Mengapresiasi karya seni itu penting sekali karena akan membuat hidup lebih
nikmat, gembira, sehat. Bayangkan, bagaimana jika ada orang yang tidak mampu sekali
menikmati karya seni (dalam arti luas, termasuk seni di luar seni rupa). Dalam
kehidupan sehari-hari, secara disadari atau tidak, orang melakukan apresiasi pada
tingkat tertentu: menonton pameran, mendengarkan musik, menonton film di TV,
memilih motif kain dan sebagainya.
Dalam pelaksanaannya, tentu saja tahapan dalam proses berapresiasi sangat
dibutuhkan, sehingga diharapkan dengan banyaknya melihat unsur-unsur artistik, maka
terciptalah pengalaman estetik yang nantinya akan mereka butuhkan baik ketika mereka
berperan baik sebagai apresiator maupun sebagai creator seni. Selanjutnya mereka akan
memilih hal-hal apa yang secara individual menarik bagi dirinya, dalam kegiatan
berapresiasi proses menikmati, menghayati dan merasakan suatu objek seni juga
mencermati karya seni dengan mengerti dan peka terhadap segi-segi estetiknya,
diharapkan mampu memaknai karya seni tersebut dengan semestinya. Pada
pelaksanaanya dilapangan kegiatan apresiasi ini tidaklah sepenuhnya menjadi tanggung
jawab penuh guru terhadap siswa nya, seperti dijelaskan Juju dalam kutipan berikut
bahwa lingkungan dan keluarga hendaknya mendukung kearah pendidikan yang
lengkap, dimana sekolah formal terus berbenah memperbaiki apa yang kurang
kemudian didukung dengan adanya penguat berupa pendidikan nonformal atau
informal, maka proses apresiasi ini akan lebih efektif. “Untuk meningkatkan apresiasi
seni dan budaya dalam pendidikan di Indonesia diperlukan jalinan kerjasama yang bahu
membahu dari berbagai pihak. Benang kusutnya pendidikan seni di sekolah formal kita
mesti di benahi pada kurikulum, bahan ajar yang digali dari bumi indonseia,
profesionalisme guru, dan pemahaman para pentu kebijakan. Dalam mendukung
pendidikan seni yang lebih baik, maka diperlukan pula pola pendidikan informal
(keluarga, masyarakat), dan pendidikan non formal (sanggar,padepokan, perkumpulan
) “(Marsunah,2003:296) Apresiasi berarti menerima, menghargai melalui proses yang
melibatakan rasa dan fikir. Di mana proses melatih kepekaan siswa, kegiatan apresiasi
dilakukan dengan berbagai metode yang merupakan gabungan antara aspek
pengamatan dan penghayatan, melalui teknik bertanya dan menunjukkan unsur-unsur
menarik dari suatu karya. Kegiatan apresiasi tidak hanya dilakukan di kelas saja dengan
cara guru memperlihatkan karya-karya terkenal kepada siswanya pada jam pelajaran,
kunjungan pameran atau museum seni sudah menjadi hal biasa dilakukan, di
selengarakan nya pameran di sekolah merupakan kegiatan apresiasi yang eefektif guna
meningkatkan apresiasi siswa. Peningkatan apresiasi melalui pendekatan kritik seni
rupa pedagogic dapat dilakukan dari tingkat dasar yang sederhana, yaitu dari hasil karya
siswa yang dipresentasikan, dibantu dengan arahan dari guru siswa dibimbing untuk
membahas atau berdiskusi mengenai kekaryaan mereka, ketika mereka berani saling
berpendapat, inilah yang dimaksud dengan kritik seni pedagogic, setelah terjadi Tanya
jawab catatan disini penting bagi guru dan siswa nya, selain sebagai evaluasi karya
bertukar pendapat dari masing-masing siswa menjadi point tambah bagi pembelajaran
apresiasi. Maka ketika guru membuat kesimpulan bagaimana karya mereka dibahas,
maka diharapkan adanya perkembangan dari karya yang sudah jadi dikembangkan
kembali pada karya berikutnya.
b. Fungsi Apresiasi Karya Seni Rupa
1. Untuk Meningkatkan Kecintaan Terhadap Karya Seni
Fungsi pertama adalah untuk meningkatkan kecintaan terhadap karya seni. Atau
dapat juga dikatakan sebagai ‘sarana’ yang mampu meningkatkan rasa cinta
terhadap karya seni khususnya karya seni yang dibuat oleh anak-anak Indonesia.
2. Untuk Menciptakan Penilaian
Fungsi yang kedua adalah untuk menciptakan penilaian. Penilaian ini berupa
sarana dalam menikmati, memberi empat, mendapatkan hiburan, serta
menambah wawasan dan pengetahuan atau edukasi.
3. Untuk Mengembangkan Kemampuan
Fungsi ketiga adalah untuk mengembangkan kemampuan. Kemampuan yang
merupakan keanggupan diri sendiri dapat berupa mampu menciptakan karya
seni atau lain-lain. Sebagai penikmat seni yang memberi apresiasi, terkadang
banyak bagian dari kegiatan apresiasi tersebut yang mengasah kemampuan.
4. Untuk Membangun Hubungan
Fungsi keempat atau terakhir ialah untuk membangun hubungan. Hubungan
tersebut berupa hubungan timbal-balik yang positif antara pembuat seni dengan
penikmat seni.
c. Tujuan Apresiasi Karya Seni Rupa
Tujuan pokok dari apresiasi pada seni berupa memperkenalkan atau mempublikasi
karya seni tersebut agar karya seni lebih dapat dinikmati oleh publik atau
masyarakat juga maksud serta tujuannya tersampaikan.
Tujuan akhir dari apresiasi seni sebagai berikut :
1. Mengembangkan nilai estetika karya seni
Estetika adalah kepekaan terhadap keindahan atau seni. Hal ini membuat kita
lebih cepat menyadari unsur seni pada karya seni.
2. Mengembangkan daya kreasi
Selain estetika, tujuan akhir berikutnya ialah mengembangkan kreasi. Karena
kita menjadi lebih peka dan mengerti maksud dari karya seni, maka daya kreasi
kita juga dapat bertambah.
3. Menyempurnakan
Apresiasi pada karya-karya seni juga sebagai ‘penyempurna’ dari karya-karya
seni itu sendiri.
d. Tingkatan Apresiasi
1. Tingkat Empatik
Empatik dalam kamus berarti melibatkan pikiran dan perasaan. Tingkat
apresiasi seni ini lebih berupa tangkapan indrawi aatau tangkapan dari indera-
indera.
Contohnya ketika mendengar sebuah karya seni musik, kita merasa nyaman dan
betah mendengar karya tersebut, lalu timbulah penilaian bahwa karya tersebut
bagus.
2. Tingkat Estetis
Estetis dalam kamus merupakan penilaian terhadap keindahan tersebut. Tingkat
apresiasi seni ini berupa pengamatan dan penghayatan.Di tingkat ini kita sebagai
penikmat seni memberi apresiasi yang lebih pada pengamatan, bagaimana
bentuk dari karya seni tersebut, atau mengapa karya seni tersebut dapat menjadi
karya seni.
Contohnya saat menyaksikan pagelaran seni teater, kita berpikir bagaimana
adega tersebut dapat dibuat dan apa fungsi daria degan tersebut. Apakah pas dan
bagus, atau tidak.
3. Tingkat Kritik
Kamu pastinya sudah dapat membayangkan bagaimana tingkatan pada tingkat
apresiasi ini. Kritik di sini dapat berbentuk klarifikasi, deskripsi, menjelaskan,
menganalisis, evaluasi, hingga mengambil kesimpulan.
Contohnya kamu dapat melihat juri-juri dalam ajang-ajang yang ada di televisi
misalnya ajang bernyanyi.Tingkat apresiasi mereka sudah berada di tingkat ini
di mana akan memberi masukan, menilai dengan tidak lupa memberi penjelasan,
dan memberi evaluasi juga kesimpulan.
e. Langkah-langkah Apresiasi Karya Seni Rupa
1. Mendiskripsikan / Pernafasan = tahap menemukan serta mencatat suatu karya
seni yang dilihat apa adanya dengan tidak mengambil kesimpulan apapun
didalamnya.
2. Uraian Pembentukan / Formal = tahap menelusurkan suatu karya didasarkan
oleh struktur, baik dari warna maupun garis.
3. Penilaian = tahap agar menentukan suatu karya seni yang ada.
f. Contoh Apresiasi Karya Seni Rupa

Nama Reihan
Kelas 1
Tema Pemandangan
Objek Gunung, awan, matahari
Warna
Hijau Warna hijau memliki arti kesuburan, kesegaran, kedamaian dan
Keseimbangan. Dalam gambar ini anak menggunakan warna
hijau untuk warna gunung.
Kuning Warna kuning memiliki arti ceria, bahagia, energik dan pptimis.
Dalam gambar ini anak menggunakan warna kuning untuk
matahari.
Biru Warna biru mempunyai arti stabil, kecerdasan dan percaya diri.
Dalam gambar ini anak menggunakan warna biru untuk langit
Putih Warna putih mempunyai arti bersih, suci, ringan dan kebebasan.
Dalam gambar ini anak menggunakan warna putih untuk awan
Tipe Non Haptik
Jenis Lyrical
Garis a. Melengkung
Digunakan pada anak membentuk matahari
b. Zigzag
Digunakan pada anak membentuk gambar gunung, meskipun
tidak terlalu runcing ujungnya namun menurut saya itu
menggunakan garis zigzag
Komposisi Komposisi warna yang digunakan pada gambar karya reihan
warna cerah
Gambar cukup simetris
Terdapat geometri berbentuk simetri sempurna
Media Kertas A4
Pensil
Pensil warna
Deskripsi anak
Reihan mengungkapkan bahwa yang ia gambar adalah pemandangan yang sering
ia lihat, dan dia merasa ingin menggambarnya karena bentuk rasa syukur kepada
Tuhan.
Deskripsi Peneliti
Saat proses menggambar, Reihan di awal masih kebingungan apa yang harus ia
gambar. Berkali-kali ia melamun mungkin ia sedang memikirkan apa yang harus
ia gambar. Sampai pada akhirnya ia menggambar gunung yang menurutnya adalah
pemandangan yang sering ia lihat. Pada proses menggambar Reihan sama sekali
tidak melirik-lirik teman yang ada dipinggirnya, ia focus pada gambarannya sendiri
sampai akhirnya ia bisa menyelesaikan gambar tersebut. Saat saya tanya Reihan
menggambar apa, katanya pemandangan alam karena Reihan mau bersyukur atas
apa yang Tuhan ciptakan.
Ketika saya melihat hasil gambaran Reihan, menurut saya ini sudah bagus karena
dengan alasan dia menggambar inipun saya sudah berfikir bahwa dia mengaitkan
pemikirannya terhadap apa yan ia tuangkan dalam kertas gambar.
Kesimpulan
Reihan sudah bagus dalam menggambar, meskipun dalam proses pemberian warna
masih belum bisa satu arah agar tercipta kesan yang lebih mendalam, namun untuk
ukuran kelas 1 SD Reihan sudah sangat baik. Kedua adalah dari cara dia
menuangkan apa yang dia pikirkan kedalam gambaran, ada unsur perasaan yang ia
tuangkan seperti rasa syukur dia kepada Tuhan sehingga dia menggambarkan
pemandangan alam. Mungkin jika dilihat dari dasar teori, Reihan termasuk dalam
masa bagan dimana bentuk yang serupa sudah bisa dihadapkan searah (ke depan).
Dan dia pun sudah mampu menggambarkan objek-objek yang realis.

B. Kritik Karya Seni Rupa


a. Pengertian Kritik Karya Seni Rupa
Kritik Karya Seni Rupa adalah penganalisaan dan pengevaluasian suatu karya
seni rupa dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau
membantu memperbaiki karya tersebut. Kritik berasal berasal dari kata Yunani
“Krinein” yang artinya memisahkan, merinci. Dalam melakukan kritik ada obyek yang
dikritik dan ada orang yang mengkritik, yang disebut kritikus. Kritik karya seni tidak
hanya meningkatkan kualitas pemahaman dan apresiasi terhadap sebuah karya seni,
tetapi dipergunakan juga sebagai standar untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil
berkarya seni. Tanggapan dan penilaian yang disampaikan oleh seorang kritikus
ternama sangat mempengaruhi persepsi penikmat terhadap kualitas sebuah karya seni
bahkan dapat mempengaruhi penilaian ekonomis (price) dari karya seni tersebut.
Dalam dunia pendidikan, kegiatan kritik dapat digunakan sebagai evaluasi
dalam proses pembelajaran seni. Kekurangan pada sebuah karya dapat dijadikan bahan
analisis untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran maupun hasil belajar tentang
seni.
b. Jenis Kritik Karya Seni Rupa
1. Kritik Populer
Kritik populer adalah jenis kritik seni yang ditujukan untuk konsumsi
massa/umum. Tanggapan yang disampaikan melalui kritik jenis ini biasanya
bersifat umum saja lebih kepada pengenalan atau publikasi sebuah karya.
Dalam tulisan kritik populer, umumnya dipergunakan gaya bahasa dan istilah-
istilah sederhana yang mudah dipahami oleh orang awam.
2. Kritik Jurnalis
Kritik jurnalis adalah jenis kritik seni yang hasil tanggapan atau penilaiannya
disampaikan secara terbuka kepada publik melaui media massa khususnya surat
kabar. Kritk ini hampir sama dengan kritik populer, tetapi ulasannya lebih dalam
dan tajam. Kritik jurnalistik sangat cepat mempengaruhi persepsi masyarakat
terhadap kualitas dari sebuah karya seni, tertama karena sifat dari media massa
dalam mengkomunikasikan hasil tanggapannya.
3. Kritik Keilmuan
Kritik keilmuan merupakan jenis kritik yang bersifat akademis dengan wawasan
pengetahuan, kemampuan dan kepekaan yang tinggi untuk menilai
/menanggapi sebuah karya seni. Kritik jenis ini umumnya disampaikan oleh
seorang kritikus yang sudah teruji kepakarannya dalam bidang seni, atau
kegiatan kritik yang disampaikan mengikuti kaidah-kaidah atau metodologi
kritik secara akademis. Hasil tanggapan melalui kritik keilmuan seringkali
dijadikan referansi bagi para kolektor atau kurator institusi seni seperti museum,
galeri dan balai lelang.
4. Kritik Kependidikan
Kritik kependidikan merupakan kegiatan kritik yang bertujuan mengangkat atau
meningkatkan kepekaan artistik serta estetika subjek belajar seni. Jenis kritik ini
umumnya digunakan di lembaga-lembaga pendidikan seni terutama untuk
meningkatkan kualitas karya seni yang dihasilkan peserta didiknya. Kritik jenis
ini termasuk yang digunakan oleh guru di sekolah umum dalam
penyelenggaraan mata pelajaran pendidikan seni
c. Tahapan Kritik Karya Seni Rupa
1. Deskripsi
Deskripsi adalah tahapan dalam kritik untuk menemukan, mencatat dan
mendeskripsikan segala sesuatu yang dilihat apa adanya dan tidak berusaha
melakukan analisis atau mengambil kesimpulan. Agar dapat mendeskripsikan
dengan baik, seorang pekritik harus mengetahui istilah-istilah tehnis yang
umum digunakan dalam dunia seni rupa. Tanpa pengetahuan tersebut, maka
pekritik akan kesulitan untuk mendeskripsikan fenomena karya yang dilihatnya.
2. Analisis formal
Analisis formal adalah tahapan dalam kritik karya seni untuk menelusuri sebuah
karya seni berdasarkan struktur formal atau unsur-unsur pembentuknya. Pada
tahap ini seorang kritikus harus memahami unsur-unsur seni rupa dan prinsip-
prinsip penataan atau penempatannya dalam sebuah karya seni.
3. Interpretasi
Interpretasi yaitu tahapan penafsiran makna sebuah karya seni meliputi tema
yang digarap, simbol yang dihadirkan dan masalah-masalah yang
dikedepankan. Penafsiran ini sangat terbuka sifatnya, dipengaruhi sudut
pandang dan wawasan pekritiknya. Semakin luas wawasan seorang pekritik
biasanya semakin kaya interpretasi karya yang dikritisinya.
4. Evaluasi atau penilaian,
Apabila tahap 1 sampai 3 ini merupakan tahapan yang juga umum digunakan
dalam apresiasi karya seni, maka tahap ke 4 atau tahap evaluasi merupakan
tahapan yang menjadi ciri dari kritik karya seni. Evaluasi atau penilaian adalah
tahapan dalam kritik untuk menentukan kualitas suatu karya seni bila
dibandingkan dengan karya lain yang sejenis. Perbandingan dilakukan terhadap
berbagai aspek yang terkait dengan karya tersebut baik aspek formal maupun
aspek konteks.
d. Fungsi Kritik
1. Menjembatani persepsi dan apresiasi artistik dan estetik karya seni rupa, antara
pencipta (seniman, artis), karya, dan penikmat seni.
2. Komunikasi antara karya yang disajikan kepada penikmat (publik) seni
membuahkan interaksi timbal-balik dan interpenetrasi keduanya.
3. Menjadi dua mata panah yang saling dibutuhkan, baik oleh seniman maupun
penikmat. Seniman membutuhkan mata panah tajam untuk mendeteksi
kelemahan, mengupas kedalaman, serta membangun kekurangan. Seniman
memerlukan umpan-balik 6 guna merefleksi komunikasi-ekspresifnya,
sehingga nilai dan apresiasi tergambar dalam realita harapan idealismenya.
Publik seni (masyarakat penikmat) dalam proses apresiasinya terhadap karya
seni membutuhkan tali penghubung guna memberikan bantuan pemahaman
terhadap realita artistik dan estetik dalam karya seni. Proses apresiasi menjadi
semakin terjalin lekat, manakala kritik memberikan media komunikasi persepsi
yang memadai.
4. Kritik dengan gaya bahasa lisan maupun tulisan yang berupaya mengupas,
menganalisis serta menciptakan sudut interpretasi karya seni, diharapkan
memudahkan bagi seniman dan penikmat untuk berkomunikasi melalui karya
seni.
e. Gaya Kritik Karya Seni Rupa
1. Kontekstual
Melakukan kritik secara konstektual berarti tidak hanya menggunakan kriteria
estetik, juga dipertimbangkan nor-norma yang berlaku di masyarakat yang
berhubungan dengan moral, pesikologi, sosiologi dan religi.
2. Intrinsik
Gaya kritik ini dapat dikatakan murni untuk kepentingan estetik, karena yang
diulas terfokus kepada nilai estetikanya tanpa dibebani dengan hal lain.
3. Komparatif
Kritik dilakukan dengan membandingkan karya seorang seniman dengan
seniman lain, karya seniman dengan daerah asalnya, dengan teman sejawatnya
atau dengan karya seni suatu kelompok masyarakat.
f. Contoh Kritik Karya Seni Rupa

Judul karya : Ironi dalam Sarang


Nama Seniman : Mulyo Gunarso
Bahan : Cat Akrilik dan pensil di atas Kanvas
Ukuran : 140 cm x 180 cm
Tahun Pembuatan : 2008
1. Deskripsi
Karya lukis oleh Gunarso yang berjudul “Ironi dalam Sarang” masih
divisualisasikan dengan metaforanya yang khas yaitu bulu-bulu meski tidak
sebagai figure sentralnya. Material subjeknya merupakan gambar tentang
semut-semut yang mengerumuni sarang burung dan diatasnya dilapisi lembaran
koran, didalamnya terdapat berbagai macam makanan seperti, beras putih, yang
diberi alas daun pisang di atasnya terdapat seekor semut, bungkusan kertas
seolah dari koran bertuliskan ulah balada tradisi, potongan dari sayuran kol, satu
butir telur dan juga makanan yang dibungkus plastik bening, disampingya juga
terdapat nasi golong, seperti ingin menggambarkan makanan untuk kenduri.
Selain itu di dalam sarang juga terdapat kerupuk dan jajanan tradisional yang
juga dibungkus plastik bening, dan entah mengapa diantara sejumlah makanan
yang berbau tradisional juga terdapat sebuah apel merah, minuman soda
bermerek coca-cola yang tentunya bukan menggambarkan produk dalam
negeri. Tumpahan coca-cola menjadi pusat krumunan semut yang datang dari
segala penjuru.
Medium lukisan Gunarso adalah cat akrilik yang dikerjakan di atas
kanvas berukuran 140 cm x 180 cm dengan kombinasi pensil pada
backgroundnya membentuk garis vertikal. Teknik yang digunakan dominan
ialah dry brush yaitu teknik sapuan kuas kering. Bentuk atau form dari karya
Gunarso ialah realistik dengan gaya surealisme. Proses penciptaannya terlihat
penuh persiapan dan cukup matang tercermin dari hasil karyanya yang rapi,
rumit, dan tertata. Gunarso sepertinya asyik bermain-main dengan
komposisi.bagaimana ia mencoba menyampaikan kegelisahanya dalam bentuk
karya dua dimensi yang menyiratkan segala kegelisahan melalui torehan kuas
di kanvas dengan pilihan warna- warna yang menjadi karakter dalam karya
lukisnya.
2. Analisis
Makna atau isi karya seni selalu disampaikan dengan bahasa karya seni,
melalui tanda atau simbol. Ungkapan rupa dan permainan simbol atau tanda
tentu tidak datang begitu saja, ada api tentu ada asap. Begitu juga ketika kita
menganalisis sebuah karya, perlu tahu bagaimana asap itu ada, dengan kata lain,
bagaimana kejadian yang melatarbelakangi penciptaan karya. Pada dasarnya
tahapan ini ialah menguraikan kualitas unsur pendukung ‘subject matter’ yang
telah dihimpun dalam deskripsi.
Representasi vsual ditampilkan dengan bentuk realis yang terencana,
tertata dan rapi, sesuai dengan konsep realis yang menyerupai bentuk asli suatu
objek.Permainan garis pada background dengan kesan tegak, kuat berbanding
terbalik dengan bulu-bulu yang entah disadarinya atau tidak. Penggunaan gelap
terang warna juga telah bisa memvisualisasikan gambar sesuai nyata, tetapi
Gunarso tidak memainkan tekstur disana. Kontras warna background dengan
tumpahan coca-cola yang justru jadi pusat permasalahan justru tak begitu
terlihat jelas agak mengabur, begitu juga dengan kerumunan semut-semut
sedikit terlihat mengganggu, tetapi secara keseluruhan komposisi karya
Gunarso terlihat mampu sejenak menghibur mata maupun pikiran kita untuk
berfikir tentang permasalahan negri ini.
3. Interpretasi
Setiap karya seni pasti mengandung makna, membawa pesan yang ingin
disampaikan dan kita membutuhkan intepretasi/ penafsiran untuk memaknainya
yang didahului dengan mendeskripsikan. Dalam mendeskripsikan suatu karya
seni, pendapat orang membaca karya seni boleh saja sama tetapi dalam menafsir
akan berbeda karena diakibatkan oleh perbedaan sudut pandang atau paradigma.
Gunarso tak pernah lepas dari hubunganya terhadap kegelisahan sosial,
yang selalu menjadi isu sosial bangsa ini. Dengan bulu-bulunya yang
divisualkan dalam lukisan sebagai simbol subjektif, yaitu menyimbolkan
sebuah kelembutan, kehalusan, ketenangan, kedamaian atau bahkan
kelembutan, kehalusan tersebut bisa melenakan dan menghanyutkan, sebagai
contoh kehidupan yang kita rasakan di alam ini. Inspirasi bulu-bulu tersebut
didapatnya ketika dia sering melihat banyak bulu-bulu ayam berserakan.
Dalam karya ini, Gunarso mengibaratkan manusia seperti semut, yang
selalu tidak puas dengan apa yang didapat, menggambarkan tentang seorang
atau kelompok dalam posisi lebih (misalnya pejabat) yang terlena oleh iming-
iming negara asing, sehingga mereka sampai mengorbankan bahkan menjual
“kekayaan” negerinya kepada negara asing demi kepentingan pribadi maupun
golonganya. Divisualkan dengan semut sebagai gambaran orang atau manusia
(subjek pelaku) yang mana dia mengkerubuti tumpahan coca-cola sebagai
idiom atau gambaran negeri asing. Gunarso ingin mengatakan tentang ironi
semut yang mengkerubuti makanan, gula, sekarang mengkerubuti sesuatu yang
asing baginya, meski cukup ganjal karena semut memang sudah biasa dengan
mengekerubuti soft drink coca-cola yang rasanya manis. Mungkin Gunarso
mengibaratkan semut tadi sebagai semut Indonesia yang sebelumnya belum
mengenal soft drink, sedangkan sarang burung sebagai gambaran rumah tempat
kita tinggal (negeri ini), yang ironisnya lagi dalam sarang terdapat makanan
gambaran sebuah tradisi yang bercampur dengan produk asing yang nyatanya
lebih diminati.
Dalam berkarya gunarso mampu mengemas karyanya hingga memiliki
karakter tersendiri yang mencerminkan bagian dari kegelisahan, latar belakang
serta konflik yang disadurkan kepada audiens, bagaimana dia mampu menarik
dan memancing audiens untuk berinteraksi secara langsung dan mencoba
mengajak berfikir tentang apa yang dirasakan olehnya tentang issu yang terjadi
di dalam negerinya, kegelisahan tentang segala sesuatu yang lambat laun
berubah.
Perkembangan zaman yang begitu cepat, menuntut kita untuk
beradaptasi dan menempatkan diri untuk berada di tengahnya , namun itu semua
secara tidak kita sadari baik itu karakter sosial masyarakat, gaya hidup dan lain
sebagainya dari barat tentunya, masuk tanpa filter di tengah-tengah kita, seperti
contoh, pembangunan gedung dan Mall oleh orang asing di negeri kita ini begitu
juga dengan minimarket, café yang berbasis franshise dari luar negri sebenarnya
merupakan gerbang pintu masuk untuk menjadikan rakyat Indonesia semakin
konsumtif dan meninggalkan budayanya sendiri. Hal tersebut berdampak pada
nasib kehidupan makhluk di sekeliling kita atau lingkungan di sekitar kita.
Gunarso seolah ingin memberi penyadaran kepada kita, untuk memulai
menyelamatkan dan melestarikannya, siapa lagi kalau tidak dimulai dari kita
4. Evaluasi/Penilaian
Penilaian sebuah karya seni bukan berbicara mengenai baik atau buruk,
salah atau benar melainkan mengenai pemaknaan tersebut meyakinkan atau
tidak. Karya seni dapat dinilai dengan berbagai kriteria dan aspek, Barret,
menyederhanakan penilaian karya seni ke dalam 4 kategori yaitu realisme,
ekspresionisme, formalism, dan instrumentalisme. Untuk karya Gunarso kali
ini, penilaian yang akan digunakan ialah paham ekspresionisme, yang besifat
subyektif, penialaian keindahan suatu karya seni tidak hanya berdasar objek
yang dilukis tetapi juga menyangkut isi dan makna.
Karya seni tidak lahir dari begitu saja, selalu berkaitan, berdasarkan
pengalaman-pengalaman yang pernah dirasakan sebagai sumber inspirasi
potensial , yang dimaknai sebagai pengalaman estetik. Hasil karya sebagai
representasi dari emosi-emosi modern seperti karya Gunarso, yang ingin
merepresentasikan kemelut yang terjadi dalam perkembangan negeri ini,
termasuk keresahannya mengenai hal tersebut.
Coca-cola tidak selamanya manis, dan yang manis tak selamanya
dirasakan manis oleh orang yang berbeda. Semut yang pada dasarnya menyukai
sesuatu yang bersifat manis sehingga menjadi hal yang sangat wajar apabila
semut-semut itu lebih suka mengerumuni tumpahan coca-cola dibandingkan
makanan lain yang berada dalam sarang tersebut walaupun masih ada satu dua
semut yang mengerumuni beras dan bungkusan kerupuk.Seperti halnya
manusia yang oleh Gunarso dalam karya ini digambarkan seperti semut lebih
menyukai hal-hal yang yang menyenangkan dan menguntungkan untuk mereka
tanpa mempedulikan dampak negatifnya meskipun itu asing bagi mereka. Akan
tetapi tidak semua orang ingin merasakan hal yang sama karena masih ada
orang-orang yang tetap mempertahankan sesuatu yang sejak dulu sudah
menjadi miliknya.
Dalam pembuatan karya-karyanya Gunarso seolah tidak ingin
meninggalkan bulu-bulu yang menjadi metafornya meskipun dia telah
bereksperiman dengan berbagai media dan tema yang berbeda ,seperti yang
dilakukan oleh para seniman-seniman ekspresionis yang menciptakan bentuk-
bentuk baru tanpa meninggalkan keunikan dan individualitas mereka. Gunarso
melukiskan tumpahan coca-cola sebagai pusat kerumunan semut untuk
menghadirkan penekanan emosional. Penempatan coca-cola diantara makanan-
makanan dalam negeri juga dibuat untuk membangkitkan emosi yang
melihatnya.Kelebihan dari karya Gunarso adalah bahwa karyanya ini memiliki
komposisi warna dan penempatan objek yang enak dipandang mata, dengan
warna-warna yang ditampilkannya sangat serasi dengan ide lukisan yang ia
angkat.
Tetapi salah satu yang menjadi kekurangan karyanya adalah adanya
bulu dalam lukisannya sepertinya sedikit menganggu, alangkah lebih baik jika
Gunarso menghilangkan salah satu idiom yang terdapat dalam lukisannya,
apakah itu semut-semutnya atau bulu-bulunya. Hal itu dikarenakan dengan
keberadaan semut-semut sedikit menghilangkan/menutupi bulu-bulu dalam
lukisannya yang menjadi ciri khas dalam setiap lukisan yang ia ciptakan.

Anda mungkin juga menyukai