Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Anggota Kelompok: 1. Aisyah Okta Mulyani (2205110594)


2. Ferryanta Sembiring (2205113132)
3. Inayah Aqilah (2205113749)
4. Nurul Khafizah (2205113117)
5. Nurul Qomariah (2205110597)
6. Putri Rahma Yati (2205110591)
7. Teza Aulia Lubis (2205135855)
8. Tiara Khairun Nisa (2205113122)
Kelompok : I (Satu)
Tanggal Praktikum: 28 Februari 2024
Dosen Pengampu : 1. Dr. Rasmiwetti, M.Si
2. Dr. Susilawati, M.Si
Asisten : M. Deryan Kevin, S.Pd

LABORATORIUM PENDIDIKAN KIMIA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
2024
Dosen Pengampu:
1. Dr. Rasmiwetti, M.Si
2. Dr. Susilawati, M.Si

Anggota Kelompok:

1. Aisyah Okta Mulyani (2205110594)


2. Ferryanta Sembiring (2205113132)
3. Inayah Aqilah (2205113749)
4. Nurul Khafizah (2205113117)
5. Nurul Qomariah (2205110597)
6. Putri Rahma Yati (2205110591)
7. Teza Aulia Lubis (2205135855)
8. Tiara Khairun Nisa (2205113122)

Nama Asisten:

1. M. Deryan Kevin, S.Pd

2. Rezki Fabilla Dandulana, S.Pd

3. Novia Septiana Putri, S.Pd

Pernyataan Keaslian

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa laporan praktikum yang dibuat
oleh kelompok I merupakan hasil karya dari kelompok I. Jika terdapat bagian yang
merupakan hasil meniru karya orang lain atau manipulasi data, maka kelompok kami
(kelompok I) akan menerima sanksi yang semestinya.

Yang menyatakan

Nurul Qomariah
I. TUJUAN
Mengidentifikasi senyawa fenol dalam sampel daun menggunakan
kromatografi lapis tipis.
II. PRINSIP
Pemisahan senyawa berdasarkan distribusi senyawa antara dua fasa yaitu fasa
diam dan fasa gerak.
III. LANDASAN TEORI
Kromatografi lapis tipis KLT atau lebih dikenal TLC (thin layer
choramatography) merupakan topik yang penting bagi mahasiswa, karena menjadi
dasar dalam memahami jenis kromatografi lainnya. Kromatografi lapis tipis juga
menjadi teknik deteksi secara cepat untuk analisis senyawa dalam suatu sampel bahan
alam. Kromatografi adalah teknik analisis untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam
suatu campuran berdasarkan interaksinya dengan fasa diam dan fasa gerak (Sukib &
Mutiah, 2020).
Kromatografi merupakan salah satu teknik analisis yang terpenting untuk
pemisahan campuran senyawa-senyawa kimia. Pada dasarnya teknik kromatografi
terdiri dua fase yaitu fase diam (berupa cairan atau padat) dan fase gerak (berupa cairan
dan gas). Pemisahan komponen campuran dapat terjadi karena adanya perbedaan
kecepatan migrasi. Sedangkan perbedaan kecepatan migrasi ini timbul karena adanya
perbedaan perbandingan distribusi dari kompenan campuran antara dua fase tersebut.
Pada kromatografi lapis tipis fase bergerak berupa cairan dan fase diamnya adalah lapis
tipis pada permukaan lempeng rata. Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis
adalah dapat dihasilkan pemisahan yang lebih sempurna, kepekaan yang lebih tinggi
dan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat (Afriyeni & Utari, 2016).
Teknik pemisahan dengan KLT memiliki banyak kelebihan, karena KLT
merupakan teknik yang serbaguna, yang dapat diaplikasikan untuk hampir semua
senyawa. Pemisahan dapat dicapai dengan biaya tidak terlalu mahal, yang dihasilkan
dari adsorben yang baik dan pelarut yang murni. Pemisahan dapat dicapai dalam waktu
yang singkat, sehingga memungkinkan KLT merupakan suatu teknik dengan jaminan
keberhasilan, di dalam pemisahan campuran yang tidak diketahui. Sedangkan beberapa
kerugian dari KLT diantaranya yaitu KLT bisa menjadi pekerjaan yang kurang bersih,
khususnya bila plat disiapkan sendiri. Para peneliti disarankan untuk menggunakan plat
yang siap pakai. KLT dapat dibuat sebagai kromatografi kuantitatif, dengan
memodifikasi peralatan kromatografi. Dan ini memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Lebih baik untuk menggunakan analisa semi kuantitatif (Enih Rosanah, 2014).
Pelaksanaan analisis dengan KLT diawali dengan menotolkan alikuot kecil
sampel pada salah satu ujung fase diam (lempeng KLT), untuk membentuk zona awal.
Kemudian sampel dikeringkan. Ujung fase diam yang terdapat zona awal dicelupkan ke
dalam fase gerak (pelarut tunggal ataupun campuran dua sampai empat pelarut murni)
di dalam chamber. Jika fase diam dan fase gerak dipilih dengan benar, campuran
komponen-komponen sampel bermigrasi dengan kecepatan yang berbeda selama
pergerakan fase gerak melalui fase diam. Hal ini disebut dengan pengembangan
kromatogram. Ketika fase gerak telah bergerak sampai jarak yang diinginkan, fase diam
diambil, fase gerak yang terjebak dalam lempeng dikeringkan, dan zona yang dihasilkan
dideteksi secara langsung (visual) atau penambahan pereaksi penampak noda yang
cocok (Wulandari, 2011).
Perbedaan migrasi merupakan hasil dari perbedaan tingkat afinitas masing-
masing komponen dalam fase diam dan fase gerak. Berbagai mekanisme pemisahan
terlibat dalam penentuan kecepatan migrasi. Kecepatan migrasi komponen sampel
tergantung pada sifat fisika kimia dari fase diam, fase gerak dan komponen sampel.
Retensi dan selektivitas kromatografi juga ditentukan oleh interaksi antara fase diam,
fase gerak dan komponen sampel yang berupa ikatan hidrogen, pasangan elektron donor
atau pasangan elektron-akseptor (transfer karge), ikatan ion-ion, ikatan ion-dipol, dan
ikatan van der Waals (Peter E. Wall, 2005).
Pada umumnya kotoran dalam lempeng bersifat hidrofil sehingga penggunaan
fase gerak polar akan menyebabkan pengotor lempeng cenderung bermigrasi mengikuti
fase gerak dan memiliki Rf tinggi (>0,8). Untuk menghitung harga Rf dihitung sebagai
jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak tempuh oleh eluen (fase gerak)
untuk setiap senyawa berlaku rumus sebagai berikut. Perhitungan nilai Rf didasarkan
atas rumus:
Jarak titik pusat bercak dari titik awal
Rf = (Oktaviantari et al., 2019).
Jarak bercak
Bila noda analit berada dekat dengan noda pengotor lempeng maka pemisahan
antara noda analit dengan noda pengotor lempeng menjadi kurang bagus atau
resolusinya jelek. Konsentrasi pengotor biasanya tidak dipermasalahkan. Bila fase gerak
yang digunakan cenderung non polar maka hampir tidak ada migrasi dari pengotor
lempeng sehingga pengotor tetap tersebar dalam lempeng yang menyebabkan
munculnya gangguan latar belakang saat deteksi lempeng. Lempeng yang telah
dimurnikan dengan cara pencucian akan memiliki latar belakang yang lebih bersih dan
lebih seragam saat diamati secara visual maupun dengan bantuan lampu deteksi, serta
dapat meningkatkan rasio sinyal/noise bila lempeng dideteksi dengan KLT Scanner atau
densitometri (Deinstrop, 2007).
Kelor diketahui mengandung lebih dari 90 jenis nutrisi berupa vitamin esensial,
mineral, asam amino, antipenuaan dan antiinflamasi. Kelor mangandung 539 senyawa
yang dikenal dalam pengobatan tradisional Afrika dan India serta telah digunakan dalam
pengobatan tradisional untuk mencegah lebih dari 300 penyakit. Berbagai bagian dari
tanaman kelor bertindak sebagai stimulan jantung dan peredaran darah, memiliki
antitumor, antipiretik, antiepilepsi, antiinflamasi, antiulser, diuretik, antihipertensi,
menurunkan kolesterol, antioksidan, antidiabetik, antibakteri dan anti-jamur (Toripah,
dkk., 2014).
IV. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
Botol eluen 1 unit
Botol semprot 1 unit
Erlenmeyer 100 ml 1 unit
Pipet tetes 3 unit
Lumpang dan alu 1 unit
Gelas ukur 25 ml 3 unit
Gelas ukur 10 ml 1 unit
Cawan penguap 1 unit
Pinset 1 unit
Batang pengaduk 1 unit
Spatula 1 unit
Bunsen 1 unit
Kaki tiga 1 unit
Kasa asbes 1 unit
Gelas kimia 250 ml 1 unit
B. Bahan
Sampel daun kelor secukupnya
Pelat KLT 1 lembar
H-hexane 40 ml
Etil asetat 40 ml
Methanol 40 ml
Na2SO4 anhidrat 2 gram
Pipa kapiler 2 unit
Aquadest secukupnya
Pasir secukupnya
Kertas saring secukupnya
FeCl3 secukupnya
V. PROSEDUR KERJA
Pembuatan Ekstrak Sampel

30 lembar daun kelor tua + Pasir bersih secukupnya


 Dimasukkan kedalam lumpang
 Ditambahkan 15 ml h-heksane
 Giling hingga halus dengan
menggunakan alu

Terbentuk campuran halus dan


terdapat ekstrak daun kelor

 Dipindahkan kedalam erlenmeyer


 Ditambahkan 15 ml etil asetat
 Dikocok
 Di tutup dengan menggunakan
plastik wrap
 Diamkan selama 10 menit
Campuran berwarna hijau pekat

 Keringkan campuran dengan 2 gr


Na2SO4 anhidrat selama 10 menit
dan di tutup

Larutan berwarna hijau


pekat

 Di masukkan kedalam cawan


penguap
 Di uapkan selama 5 menit
Larutan pekat berwarna
hijau pekat
Pembuatan Larutan Standar

0,25 gr asam salisilat


 Dimasukkan kedalam gelas kimia
 Dilarutkan dalam 5 ml metanol dan 50 ml
aquadest

Larutan jenuh dan jernih


Penjenuhan kolom kromatografi dan Pembuatan kromatogram

h-heksane : matil asetat : methanol


(2:7:2) ml
 Masukkan eluen kedalam botol eluen
 Jenuhkan selama 20 menit
Larutan jernih tidak berwarna

 Dipotong plat KLT dengan ukuran 4×7


cm
 Dibuat garis batas atas (1,5 cm) dan
bawah (1,5 cm) dengan menggunakan
pensil
 Diteteskan menggunakan pipa kapiler
yang berbeda pada garis batas bawah
dan di beri jarak yang cukup untuk
meneteskan 2 sampel
Tetesan ekstrak sampel daun kelor dan tetesan larutan
standar
 Dimasukkan plat KLT menggunakan
pinset kedalam botol eluen dengan posisi
batas bawah berada dibagian bawah
 Biarkan eluen naik sampai mendekati
batas garis atas (finish)
 Diangkat plat KLT menggunakan pinset
Tetesan ekstrak sampel daun kelor = hijau kekuningan
tetesan larutan standar = terdapat bercak berwarna unggu
 Dimasukkan menggunakan pinset
kedalam larutan FeCl3
 Diangkat
Tampak bercak berwarna ungu pada larutan standar
dengan jarak tempuh 4,7 cm dan RF = 0.94
VI. HASIL PENGAMATAN

No. Prosedur Pengamatan


Pembuatan Ekstrak Sampel
Masukkan 30 lembar daun kelor tua Terbentuk campuran halus
secukupnya ke dalam lumpang, dan terdapat ekstrak daun
1.
tambahkan pasir bersih secukupnya, kelor.
kemudian tambahkan 15 ml h-heksane.
Pindahkan ke dalam labu Erlenmeyer Campuran berwarna hijau
pekat.
kemudian tambahkan 15 ml etil asetat,
2.
kocok dan diamkan selama 10 menit
sambil ditutup.
Keringkan campuran dengan 2 gram Larutan pekat berwarna
Na2SO4 anhidrat selama 10 menit hijau pekat.
sambil ditutup. Tuangkan lapisan yang
berwarna hijau ke dalam cawan
3.
penguap dan uapkan selama 5 menit.
Larutan yang telah pekat dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, tutup rapat dan
siapkan
kolom kromatografi.
Penjenuhan Kolom Kromatografi
Siapkan eluen yang terdiri dari campuran -
4. h-heksane : etil asetat : metanol dengan
perbandingan (2:7: 2) ml
Masukkan eluen ke dalam botol eluen Larutan berwarna jernih.
kemudian tutup botol eluen, jenuhkan
5.
kurang lebih 20 menit. Siapkan larutan
standar.
Pembuatan Larutan Standar
6. Timbang 0,25 gram asam salisilat -
Larutkan dalam 5 ml metanol dan 50 ml Larutan jenuh dan jernih
7.
aquadest. Aduk hingga homogen.
Pembuatan Kromatogram
Siapkan Plat KLT, potong dengan
ukuran 4x7 cm. (ingat untuk menyentuh
8 Pelat KLT dengan menggunakan pinset,
jangan menggunakan tangan secara
langsung).
Buat garis batas bawah menggunakan
9.
pensil 1,5 cm dari bawah Pelat KLT.
Teteskan ekstrak sempel daun dengan
pipa kapiler pada garis batas bawah, beri
10. jarak yang cukup untuk meneteskan
larutan standar. Biarkan pelarutnya
kering.
Teteskan larutan standar dengan pipa
kapiler berbeda pada garis batas bawah,
11.
beri jarak yang cukup dari tetesan
sampel.
Masukkan Pelat KLT ke dalam botol Larutan ekstrak daun dan
eluen dengan posisi batas bawah berada larutan standar yang sudah
12.
di bagian bawah, pastikan agar garis ditetes pada Pelat KLT
batas bawah tidak terendam eluen. mulai naik.
Biarkan eluen naik sampai mendekati
ujung Plat KLT, tidak terlalu jauh dari
13.
ujung pelat. Namun, tidak mencapai
ujung pelat.
Warna tetesan daun kelor
Angkat Pelat KLT dan tandai batas akhir berubah
14.
eluen sesegera mungkin dengan pensil. dari hijau menjadi hijau
kekuningan.
Baca dan tandai warna yang terpisah Noda ungu pada sampel
15. daun kelor
menggunakan lampu UV (di sini kami
tidak Nampak sehingga rf
tidak

menggunakan FeCl3), kemudian dapat ditentukan. Noda ungu


pada
bandingkan harga rf sampel dan larutan
larutan standar sepanjang
standar.
4,7 cm, Rf = 0,94.
VII. PENGOLAHAN DATA
Diketahui : Jarak tempuh eluen = 5 cm

Jarak tempuh sampel = 0 cm

Jarak tempuh larutan standar = 4,7 cm

Ditanya : Rf?

a. Rf sampel
0
Rf =
5 cm
¿0
b. Rf larutan standar
4 ,7
Rf =
5 cm
¿ 0.94 cm
VIII. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini adalah menentukan tingkat kemurnian dan nilai Rf senyawa
organik hasil ekstraksi menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Sampel yang
digunakan adalah daun kelor karena daun kelor mempunyai klorofil, atau zat alami
berwarna hijau. Klorofil inilah yang kemudian nanti akan dianalisis nilai Rf-nya.
Pertama, dilakukan preparasi sampel. Pisahkan daun kelor dengan batang nya,
daun yang di dapat kan sebanyak 30 lembar lalu ditambahkan pasir secukupnya dan 15
ml h-heksane. Tumbuk menggunakan lumpang alu, hal ini dilakukan untuk lebih
memudahkan proses ekstraksi sampel. Daun kelor yang telah dihaluskan, di masukan ke
Erlenmeyer lalu ditambahkan dengan 15 ml etil asetat. Goyang kan sedikit lalu tutup
dengan plastik wrap lalu diamkan selama 10 menit.
Setelah ekstraksi didapat campuran berwarna hijau pekat. Campuran tersebut
kemudian di campurkan dengan Na2SO4 anhidrat lalu di tutup selama 10 menit.
Kemudian tuangkan ke cawan penguap dan diamkan selama 5 menit dan terbentuk
larutan berwarna hijau pekat.
Pembuatan eluen di lakukan dengan mencampurkan h-heksana:etil asetat:dan
metanol dengan perbandingan (2:7:2) ml. Sedangkan pembuatan larutan standar adalah
dengan mencampurkan 0,25 gram asam salisilat, 5 ml metanol dan 50 ml aquadest.
Selanjutnya saat Setelah plat KLT disiapkan dan ditotol larutan daun kelor dan
larutan standar, masukkan ke dalam botol KLT, adapun eluen yang naik menuju ujung
plat KLT yaitu adsorben ekstrak daun kelor yang terlihat menghasilkan warna hijau dan
kekuningan tapi tidak memiliki noda berwarna ungu sehingga Rf tidak dapat ditentukan,
sedangkan pada larutan standar terlihat noda ungu yang tepat berada beberapa cm
sebelum garis finish. Noda tersebut memiliki panjang 4,7 cm dengan Rf = 0,94. Alasan
mengapa daun kelor tidak memiliki noda ungu kemungkinan akibat daun tersebut masih
muda dan kebanyakan menotol sampel ke plat KLT nya.
IX. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Melalui percobaan yang telah dilakukan yaitu kromatografi lapis tipis
dengan prinsip percobaan pemisahan senyawa berdasarkan distribusi senyawa
antara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Pada sampel daun kelor tujuan
percobaan tidak tercapai, hal ini dikarenakan senyawa fenol pada sampel daun
tidak dapat diidentifikasi dengan jelas ketika dicelupkan ke dalam FeCl 3, hal ini
dapat disebabkan oleh kurang baiknya kualitas daun kelor yang digunakan.
Sedangkan pada larutan standar identifikasi senyawa fenol dapat dilakukan
dengan menghasilkan noda berwarna ungu, panjang noda yang dihasilkan adalah
4,7 cm dan nilai RF = 0,94.
B. Saran
Percobaan kromatografi lapis tipis dengan tujuan untuk mengidentifikasi
senyawa fenol dapat juga dilakukan dengan beberapa zat yang berbeda. Sampel
yang digunakan dalam praktikum kromatografi lapis tipis dapat diganti dengan
sampel tanaman senggani (melastomaceae) yang ketika disinari dengan sinar
UV akan menghasilkan bercak berwarna hijau. Penggunaan n-heksana juga
dapat diganti dengan zat kloroform. Selanjutnya sinar UV yang berfungsi untuk
mengidentifikasi adanya senyawa fenol dan nilai RF nya juga dapat diganti
dengan senyawa FeCl3 atau AlCl3, yaitu dengan cara plat KLT yang sudah ada
noda sampel dicelupkan ke dalam larutan FeCl3 atau AlCl3.
X. JAWABAN PERTANYAAN
1. Pada percobaan yang dilakukan pigmen apa saja yang ditemukan dan
bagaimana mengidentifikasi pigmen tersebut?
Jawab : Pigmen yang ditemukan adalah klorofil a dan karoten yang dapat
diidentifikasi dengan menggunakan larutan FeCl3.
2. Mengapa pigmen dalam daun dapat terpisah pada kromatografi kertas?
Jawab : Pigmen dalam daun dapat terpisah pada kromatografi kertas karena
perbedaan dalam afinitas mereka terhadap fase diam (kertas) dan fase gerak (pelarut).
Ketika sampel daun ditempatkan di titik awal pada kertas kromatografi dan dibiarkan
terkena pelarut, pigmen-pigmen dalam daun akan bergerak melalui kertas karena
adanya perbedaan dalam afinitas mereka terhadap fase gerak.
Pigmen-pigmen yang memiliki afinitas yang lebih besar terhadap fase gerak
akan bergerak lebih cepat dan lebih jauh dari titik awal, sedangkan pigmen-pigmen
dengan afinitas yang lebih besar terhadap fase diam akan bergerak lebih lambat dan
tidak akan mencapai titik yang jauh. Oleh karena itu, perbedaan dalam afinitas pigmen
terhadap fase diam dan fase gerak menyebabkan mereka terpisah dan membentuk pola
yang khas pada kertas kromatografi.
3. Bagaimana mekanisme pemisahan dengan metode kromatografi kertas?
Jawab:
1) Teteskan sampel pada kertas kromatografi tepatnya diatas garis yang
telah di buat menggunakan pensil.
2) Biarkan pelarut meresap melalui kertas, ini menyebabkan pergerakan
pelarut ke atas melalui kapiler kertas.
3) Komponen yang ada didalam sampel akan bergerak di sepanjang kertas
sejalan dengan pelarut.
4) Komponen yang memiliki afinitas yang lebih besar terhadap fase diam
akan lebih lambat bergerak melalui kertas, sedangkan komponen yang
mudah terlarut akan bergerak lebih cepat. Hal ini dapat menyebabkan
pemisahan komponen
5) Komponen yang terpisah selanjutnya dideteksi dengan cara memberikan
sinar UV.
XI. DAFTAR PUSTAKA

Afriyeni, H., & Utari, N. W. (2016). Identifikasi zat warna rhodamin b pada lipstik
berwarna merah yang beredar di pasar raya padang. Jurnal Farmasi Higea, 8(1),
59–64.
Deinstrop, E. . (2007). Applied Thin-Layer Chromatography : Best Practice and
Avoidance of Mistakes. WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim.
Enih Rosanah. (2014). Kromatografi Lapis Tipis Metode Sederhana Dalam Analisis
Kimia Tumbuhan Berkayu. Mulawarman University Press, 5(2), 40–51.
Oktaviantari, D. E., Feladita, N., & Agustin, R. (2019). Identifikasi Hidrokuinon
Dalam Sabun Pemutih Pembersih Wajah Pada Tiga Klinik Kecantikan Di Bandar
LAampung Dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis Dan Spektrofotometri UV-
Vis. Jurnal Analis Farmasi, 4(2), 91–97.
Peter E. Wall. (2005). Thin-layer Chromatography. A Modern Practical Approach. The
Royal Society of Chemistry. UK.
Sukib, S., & Mutiah, M. (2020). Representasi Makroskopik dan Simbolik Untuk
Memahami Gaya Antarmolekul Pada Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Pijar
Mipa, 15(3), 298–304. https://doi.org/10.29303/jpm.v15i3.1887
Toripah SS, Abidjulu J, Wehantouw F. 2014. Aktivitas Antioksidan Dan Kandungan
Total Fenolik Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera Lam). Pharmacon 3(4): 37-
43.

Wulandari, L. (2011). Kromatografi Lapis Tipis. In Taman Kampus Presindo.


XII. LAMPIRAN
XIII. DOKUMENTASI

Gambar 1. Pembuatan Gambar 2. Pembuatan Gambar 3. Pembuatan


ekstrak sampel ekstrak sampel ekstrak sampel

Gambar 4. Pembuatan Gambar 5. Pembuatan Gambar 6. Pembuatan


larutan standar larutan standar kolom komatrogram

Gambar 7. Pembuatan Gambar 8. Pembuatan


kolom kromatogram kolom komatogram

Anda mungkin juga menyukai