Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH REBUSAN DAUN KERSEN (Muntingia calabura L )

TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH


PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II DI DUSUN MANNYILI

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH :

MUKARRAMAH
PO713251211076

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


POLTEKKES KEMENKES MAKASSSAR
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar di


dunia. Diabetes mellitus atau yang biasa disebut dengan penyakit gula
(kencing manis) adalah suatu penyakit yang menyebabkan tubuh penderita
tidak mampu mengendalikan tingkat gula (glikosa) di dalam darahnya. Lebih
dari satu juta orang meninggal disebabkan karena diabetes mellitus (IIDF
2019). Provinsi Sulawesi Selatan menduduki peringkat ke 7, yaitu sekitar
33.693 penduduk yang menderita penyakit diabetes mellitus. Data di atas
menunjukkan bahwa kejadian diabetes memang menjadi masalah yang
serius. Hal ini disebabkan karena jumlah penderita diabetes mellitus yang
sangat banyak dan mengalami peningkatan.

Menurut (WHO 2019) diabetes mellitus menyebabkan hampir 4 juta


kematian disetiap tahunnya dan diperkirakan 629 juta orang yang hidup
dengan diabetes pada tahun 2045. Orang yang hidup dengan penyakit
diabetes mellitus memiliki resiko terkena berbagai macam komplikasi yang
mengancam jiwa. Diabetes beserta dengan komplikasinya harus ditangani
dengan baik. Jika tidak ditangani dengan baik, penderita akan keluar masuk
rumah sakit dan akan menyebabkan kematian dini. (IIDF 2019).

Pada saat sekarang ini, banyak masyarakat yang melakukan pengobatan


dengan memanfaatkan tanaman sebagai obat tradisional. Penggunaan obat
tradisional dinilai relatif lebih aman dibandingkan dengan obat konvensional.
Kelebihan lainnya adalah obat tradisional memiliki efek samping yang relatif
minimal pada ramuan yang kandungannya beraneka ragam serta memiliki
efek sinergis, banyak tumbuhan yang mungkin memiliki lebih dari satu efek
farmakologis, hal ini lebih sesuai untuk berbagai penyakit metabolik dan
generatif. Salah satunya adalah daun kersen. Daun kersen dipercaya dapat
menurunkan kadar glukosa darah penderita diabetes mellitus tipe II.

Daun Kersen (Muntingia calabura L) merupakan tanaman yang mudah


untuk tumbuh, berasal dari selatan Mexico, Amerika Selatan dan negara-
negara di asia tenggara contohnya Indonesia, Malaysia dan Filipina. Kersen
(Muntingia calabura L. folium) adalah tanaman yang mengandung berbagai
senyawa flavonoid, tanin dan chalcone. Hasil penelitian sebelumnya, daun
kersen mengandung berbagai macam jenis senyawa flavonoid. Senyawa
flavonoid yang berpotensi digunakan sebagai antioksidan untuk mencegah
peningkatan Malondialdehid (MDA) akibat kerusakan sel akibat efek
diabetes mellitus tipe II.

Berdasarkan uraian diatas, maka akan dilakukan penelitian lebih lanjut


tentang Pengaruh Rebusan Daun Kersen (Muntingia calabura L ) Terhadap
Kadar Glukosa Darah pada penderita Diabetes Mellitus Tipe II Di Dusun
Mannyili.

1.2 Rumusan Masalah


Merujuk dari latar belakang diatas, rumusan masalah pada penelitian
ini,yaitu bagaimana pengaruh rebusan Daun Kersen (Muntingia calabura L )
terhadap kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Mellitus Tipe II di
Dusun Mannyili.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh rebusan
Daun Kersen (Muntingia calabura L ) terhadap kadar glukosa darah
penderita Diabetes Mellitus Tipe II.
1.4 Judul Penelitian
PENGARUH REBUSAN DAUN KERSEN (Muntingia calabura L )
TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH
PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II DI DUSUN MANNYILI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Tentang Tanaman Kersen (Muntingia calabura)

II.1.1 Deskripsi Tanaman Kersen (Muntingia calabura)

Kersen (Muntingia calabura) terkadang disebut juga sebagai ceri


atau talok merupakan salah satu tumbuhan tahunan yang banyak dijumpai di
daerah tropis karena dapat tumbuh dengan cepat dan mampu mencapai
ketinggian 10 meter dan memiliki kanopi yang ridang sehingga sering
digunakan sebagai pohon peneduh. Tumbuhan ini memiliki beberapa bagian
seperti akar, batang, daun, bunga dan buah yang berbentuk bulat kecil.
Kersen memiliki beragam nama lokal yakni kersen (Sunda), seri atau ceri
(Melayu), talok (Jawa), dan nama Inggris yaitu japanese cerry atau japanese
kers (Yuzammi et al., 2009).

II.1.2 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kersen (Muntingia calabura)

Adapun klasifikasi tanaman kersen (Muntingia calabura) sebagai


berikut.

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Malvidae Ordo : Malvales

Famili : Muntingiaceae

Genus : Muntingia

Spesies : Muntingia calabura (Yuzammi et al., 2009)

Tanaman kersen (Muntingia calabura) merupakan perdu atau pohon


kecil. Batang mampu mencapai tinggi 3-10 meter dengan percabangan
simpodial. Batang berwarna cokelat bergaris-garis putih dengan permukaan
yang kasar. Daun kersen merupakan daun majemuk genap, berbentuk bulat
telur sampai berbentuk lanset, helaian daun tidak simetris, tepi daun
bergerigi dan ujungnya runcing, sisi bawah berambut kelabu, dan bertangkai
pendek. Mengenai morfologi daun kersen, bunga-bunga terletak pada satu
berkas yang keluar dari ketiak daun, berkelamin ganda, bertangkai panjang,
tajuk meruncing bentuk benang, mahkota bertepi rata, berbentuk bulat telur
terbalik dan berwarna putih. Buahnya bertipe buah buni dengan tangkai
panjang, berwarna hijau jika mentah dan berwarna merah jika matang,
berdiameter sekitar 0,7-1,3 cm, berisi banyak biji yang kecil-kecil, terkubur
dalam daging buah yang lembut dan terasa manis jika matang (Yuzammi et
al., 2009).

II.1.3 Khasiat dan Kandungan Senyawa Daun

Daun kersen sebagai obat tradisional mempunyai khasiat sebagai


penurun panas, obat asam urat, obat batuk dan antiseptik alami (Handayani
& Sentat, 2016). Penelitian Ibad et al (2013) membuktikan bahwa
konsentrasi ekstrak daun kersen 50% memiliki pengaruh terbaik dalam
menurunkan eritema pada proses inflamasi marmut dengan luka bakar
derajat II dangkal. Senyawa yang terkandung di dalam daun kersen seperti
flavonoid, saponin dan tanin memiliki aktivitas antiinflamasi, antipiretik,
antibakteri, antioksidan dan analgetik sehingga banyak digunakan sebagai
obat tradisional (Danugroho & Widyaningrum, 2014) (Prasetyanti et al.,
2016). Senyawa yang berfungsi sebagai antiinflamasi pada daun kersen
umumnya adalah flavonoid golongan flavonol seperti kaempferol dan
kuercetin (Sukmawan & Aryani., 2016; Mutia & Oktarlina., 2017).
Tanaman kersen telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai
tanaman obat tradisional. Daun kersen digunakan sebagai obat sakit kepala
dan anti radang di Perut/. Daun kersen memiliki kandungan senyawa
flavonoid, tanin, triterpenoid, saponin, dan polifenol yang menunjukkan
aktivitas antioksidatif dan antimikrobia (Haki, 2009).
Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula
sebagai glikosida dan aglikon. Flavonoid dapat berfungsi sebagai
antimikrobia, antivirus, antioksidan, antihipertensi, merangsang
pembentukan estrogen, dan mengobati gangguan fungsi hati (Binawati dan
Amilah, 2013).
Golongan flavonoid mempunyai ciri adanya cincin piran yang
menghubungkan rantai tiga karbon dengan salah satu dari cincin benzena
(Robinson, 1995). Flavonoid merupakan senyawa fenol yang dapat berubah
bila ditambahkan senyawa yang bersifat basa atau amonia. Flavonoid di
alam merupakan senyawa yang larut dalam air. Ikatan flavonoid dengan
gula menyebabkan banyaknya bentuk kombinasi yang dapat terjadi di dalam
tumbuhan, sehingga flavonoid pada tumbuhan jarang ditemukan dalam
keadaan tunggal (Harbone, 1987).
Flavonoid mempunyai aktivitas antibakteri karena flavonoid
mempunyai kemampuan berinteraksi dengan DNA bakteri dan menghambat
fungsi membran sitoplasma bakteri dengan mengurangi fluiditas dari
membran dalam dan membran luar sel bakteri. Akhirnya terjadi kerusakan
permeabilitas dinding sel bakteri dan membran sel tidak berfungsi lagi
sebagaimana mestinya, termasuk untuk melakukan perlekatan dengan
substrat. Hasil interaksi tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan
permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom dan lisosom. Ion hidroksil
secara kimia menyebabkan perubahan komponen organik dan transport
nutrisi, sehingga menimbulkan efek toksis terhadap sel bakteri (Sudirman,
2014).
Triterpenoid tersusun dari rantai panjang hidrokarbon C30 yang
menyebabkan sifatnya non-polar, sehingga mudah terekstrak dalam pelarut
yang bersifat non-polar. Ada beberapa senyawa triterpenoid yang memiliki
struktur siklik berupa alkohol. Senyawa triterpenoid juga dapat terikat
dengan gugus gula, sehingga akan dapat tertarik oleh pelarut yang bersifat
semi polar bahkan pelarut polar (Kristanti dkk., 2008)
Saponin merupakan glikosida alami yang terikat dengan steroid
alkaloid atau triterpena. Saponin mempunyai aktivitas farmakologi yang
cukup luas seperti imunomodulator, antitumor, antiinflamsi, antivirus,
antijamur, efek hipoglikemik, dan efek hipokolesterol. Saponin juga
mempunyai sifat yang beragam seperti terasa manis, pahit, dapat berbentuk
buih, dapat menstabilkan emulsi, dan dapat menyebabkan haemolisis
(Robinson, 1995).
Polifenol memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus hidroksil
dalam molekulnya. Zat ini juga dikenal dengan nama soluble tanin,
merupakan metabolit sekunder yang terdapat dalam daun, biji dan buah dari
tumbuhan tingkat tinggi yang bersifat antioksidan kuat. Polifenol secara
alami dapat ditemukan dalam sayuran, buah, kacang, minyak zaitun, dan
minuman (Nawaekasari, 2012).
1I.2 Tinjaun Umum Diabetes Mellitus

II.2.1 Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik


dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kinerja insulin atau kedua (ADA, 2010).

Berdasarkan Perkeni tahun 2011 Diabetes Mellitus adalah penyakit


gangguan metabolisme yang bersifat kronis dengan karakteristik
hiperglikemia. Berbagai komplikasi dapat timbul akibat kadar gula darah
yang tidak terkontrol, misalnya neuropati, hipertensi, jantung koroner,
retinopati, nefropati, dan gangren.

Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis


yang ditandai peningkatan glukosa darah (Hiperglikemi), disebabkan karena
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan untuk memfasilitasi
masuknya glukosa dalam sel agar dapat di gunakan untuk metabolisme dan
pertumbuhan sel. Berkurang atau tidak adanya insulin menjadikan glukosa
tertahan didalam darah dan menimbulkan peningkatan gula darah,
sementara sel menjadi kekurangan glukosa yang sangat di butuhkan dalam
kelangsungan dan fungsi sel (Izzati & Nirmala dalam Meivi I.Derek, 2017).

II.2.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Klasifikasi etiologi Diabetes mellitus menurut American Diabetes


Association, 2010 adalah sebagai berikut:

a. Diabetes Melitus Tipe I


Pada Diabetes Melitus tipe I (Diabetes Insulin Dependent), lebih
sering terjadi pada usia remaja. Lebih dari 90% dari sel pankreas yang
memproduksi insulin mengalami kerusakan secara permanen. Oleh
karena itu, insulin yang diproduksi sedikit atau tidak langsung dapat
diproduksi. Hanya sekitar 10% dari semua penderita Diabetes Mellitus
menderita tipe I. Diabetes tipe I kebanyakan pada usia dibawah 30 tahun.
b. Diabetes Melitus Tipe II
Diabetes Melitus tipe II ( Diabetes Non Insulin Dependent) ini
tidak ada kerusakan pada pankreasnya dan dapat terus menghasilkan
insulin, bahkan kadang-kadang insulin pada tingkat tinggi dari normal.
Akan tetapi, tubuh manusia resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak
ada insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Diabetes
Mellitus tipe ini sering terjadi pada dewasa yang berumur lebih dari 30
tahun dan menjadi lebih umum dengan peningkatan usia.
c. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes Mellitus gestasional adalah diabetes yang timbul selama
kehamilan. Ini meliputi 2-5% daripada seluruh diabetes. Jenis ini sangat
penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak
ditangani dengan benar (Suyono, 2011). Diabetes tipe gestasional
merupakan gangguan toleransi glukosa berbagai derajat yang ditemukan
pertama kali saat kehamilan. Sebagian besar wanita hamil yang
menderita Diabetes Mellitus gestasional memiliki homeostatis glukosa
relative normal selama kehamilan pertama (5 bulan) dan juga dapat
mengalami defisiensi insulin relative pada kehamilan kedua, tetapi kadar
glukosa dapat kembali normal setelah melahirkan (Suiraoka, 2012).

II.2.3 Faktor Penyebab Diabetes Mellitus

Faktor penyebab menurut Budiyanto 2001 (Suiraoka, 2012)


dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu:

a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah


1. Umur
Manusia mengalami penurunan fisiologis setelah umur 40
tahun. Diabetes Mellitus sering muncul setelah manusia
memasuki umur rawan tersebut. semakin bertambahnya umur,
maka risiko menderita Diabetes Mellitus akan meningkat
terutama umur 45 tahun (kelompok risiko tinggi).
2. Jenis kelamin
Distribusi penderita Diabetes Mellitus menurut jenis
kelamin sangat bervariasi. Di Amerika Serikat penderita Diabetes
Mellitus lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki.
Namun, mekanisme yang menghubungkan jenis kelamin dengan
Diabetes Mellitus belum jelas.
3. Faktor keturunan
Diabetes Mellitus cenderung diturunkan. Adanya riwayat
Diabetes Mellitus dalam keluarga terutama orang tua dan saudara
kandung memiliki risiko lebih besar terkena penyakit ini
dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita
Diabetes Mellitus. Ahli menyebutkan bahwa Diabetes Mellitus
merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin.
Umumnya, laki -laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan
perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan
kepada anak-anaknya..
4. Riwayat penderita Diabetes Melitus gestasional
Diabetes gestasional dapat terjadi sekitar 2-5% pada ibu
hamil. Biasanya Diabetes Mellitus akan hilang setelah anak lahir.
Namun, dapat pula terjadi Diabetes Mellitus dikemudian hari. Ibu
hamil yang menderita Diabetes Mellitus akan melahirkan bayi
besar dengan berat lebih dari 4000 gram. Apabila hal ini terjadi,
maka kemungkinan besar si ibu akan mengidap Diabetes Melitus
tipe II kelak
b. Faktor risiko yang dapat diubah :
1. Obesitas
Berdasarkan beberapa teori menyebutkan bahwa obesitas
merupakan factor predisposisi terjadinya resistensi insulin.
Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh maka tubuh semakin
resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau
kelebihan berat badan terkumpul di daerah sentral atau perut.
Lemak dapat memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak
dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam pembuluh
darah, sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa darah. Obesitas
merupakan faktor risiko terjadinya Diabetes Mellitus tipe II
dimana sekitar 80-90% penderita mengalami obesitas
2. Aktivitas fisik kurang
Berdasarkan penelitian bahwa aktivitas fisik yang
dilakukan secara teratur dapat menambah sensitivitas insulin.
Prevalensi Diabetes Mellitus mencapai 2-4 kali lipat terjadi pada
individu yang kurang aktif dibandingkan dengan individu yang
aktif. Semakin kurang aktivitas fisik, maka semakin mudah
seseorang terkena penyakit Diabetes Mellitus. Olahraga atau
aktivitas fisik dapat membantu mengontrol berat badan. Glukosa
dalam darah akan dibakar menjadi energi, sehingga sel-sel tubuh
menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Selain itu, aktivitas fisik
yang teratur juga dapat melancarkan peredaran darah,
menurunkan faktor risiko terjadinya Diabetes Mellitus.
3. Pola makan
Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang gizi
atau kelebihan berat badan. Kedua hal tersebut dapat
meningkatkan risiko terkena Diabetes Mellitus. kurang gizi
(malnutrisi) dapat mengganggu fungsi pankreas dan
mengakibatkan gangguan sekresi insulin. Sedangkan kelebihan
berat badan dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin

II.2.4 Gejala Diabetes

Gejala awal berhubungan dengan efek langsung dari kadar


glukosa darah yang tinggi. Jika kadar glukosa darah sampai diatas 160-
180 mg/dl, maka glukosa akan dikeluarkan melalui kemih. Jika kadarnya
lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk
mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal
menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita
sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri). Akibatnya,
penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum
(polidipsi) (Maulana, 2008). Menurut (Syahbudin, 2007) gejala Diabetes
Mellitus adalah adanya rasa haus yang berlebihan, sering kencing
terutama pada malam hari, berat badan turun dengan cepat, penderita
lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, penglihatan kabur, gairah
seks menurun, dan luka sulit untuk sembuh.

II.3 Kadar Glukosa Darah

II.3.1 Pengertian Kadar Glukosa Darah

Kadar glukosa darah adalah kadar gula yang terdapat dalam darah
yang terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai
glikogen di hati dan otot rangka. Kadar glukosa darah tersebut merupakan
sumber energi utama bagi sel tubuh di otot dan jaringan. Tanda seseorang
mengalami Diabetes Mellitus apabila kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl
dan kadar gula darah puasa > 126 mg/dl (Misnadiarly dalam
Rachmawati,2015).

Energi sebagian besar berfungsi untuk kebutuhan sel dan jaringan


yang berasal dari glukosa. Setelah pencernaan makanan yang mengandung
banyak glukosa, secara normal kadar glukosa darah akan meningkat, namun
tidak melebihi 170 mg/dl. Banyak hormon yang berperan dalam
mempertahankan glukosa darah. Pengukuran glukosa darah dapat dilakukan
untuk memantau mekanisme regulatorik ini. Penyimpangan berlebihan
kadar glukosa darah dari normal baik tinggi maupun rendah, maka terjadi
gangguan homeostatis yang dapat berhubungan dengan hormon (Sacher A,
2004).
BAB III
METODE PENELITIAN

III.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah


penelitian kuantitaf dengan metode trueksperimen (eksperimen murni)
dengan rancangan pre post test control group design. Pada desain ini
responden penelitian dibagi secara random menjadi 2 kelompok. Satu
adalah kelompok perlakuan sedangkan kelompok lain adalah kelompok
control sebagai pembanding.

III.2 Populasi dan Sampel

III.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah penderita diabetes mellitus


tipe II di dusun Mannyili .

III.2.2 Sampel

Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 25 responden.


Tekhnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah probability sampling dengan simple random sampling(SRS).
Instrument yang digunakan untuk pengumpulan data menggunakan
lembar observasi yang diisi oleh peneliti. Instrument yang digunakan
dalam mengukur kadar glukosa darah adalah pengukuran bio-fisiologi
dengan alat glucometer Nesco

III.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan suatu nilai atribut,sifat,nilai dari


objek atau kegiatan yang mempunyai variabel tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan (Sigiono
2012).Berdasarkan permasalahan diatas maka variabel penelitian ini ,
yaitu :

1. Variabel Dependen (Terikat) adalah kadar Glukosa darah penderita


diabetes mellitus di dusun mannyili.
2. Variabel independen ( Bebas ) adalah pengaruh rebusan daun kersen.
III.4 Kerangka Konsep

Variabel Independen
Pengaruh Rebusan Daun Kersen

V. antara V. antara
pola hidup Diabetes Mellitus Kurangnya
yang tidak Tipe II pemahaman
baik serta masyarakat
adaptasi stress mengenai obat
tradisional

Variabel Dependen
Kadar Glukosa
Darah

Pengaruh secara individual


Pengaruh secara simultan

Anda mungkin juga menyukai