Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KONSEP DIRI :HARGA DIRI RENDAH (KRONIS)

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Profesi Ners


Stase KEPERAWATAN JIWA

DISUSUN OLEH :
ANDINI SRI UTAMI
NIM 318123

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
PPNI JAWA BARAT
2019
HARGA DIRI RENDAH (KRONIS)

A. DEFINISI
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri dengan
gejala mengkritik diri sendiri, perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang peseimis,
penurunan produktifitas dan penolakan terhadap kemampuan diri (Keliat dan Akemat,
2010). Harga diri rendah kronis evaluasi diri atau perasaan negatif tentang diri sendiri
atau kecakapan diri yang berlangsung lama dengan karakteristik antara lain ekspresi rasa
bersalah, ekspresi rasa malu, pasif, kontak mata kurang, perilaku tidak asertif dan sering
kali kurang berhasil dalam peristiwa hidup yang dapat terjadi akibat persepsi kurang
dihargai orang lain, peristiwa traumatik dan ketidakefektifan beradaptasi (Herdman,
2012).

B. KARAKTERISTIK HARGA DIRI RENDAH


Menurut Keliat dan Akemat, 2010 karakteristik harga diri rendah yang dapat ditemukan
antara lain:
1. Mengkritik diri sendiri.
2. Perasaan tidak mampu.
3. Pandangan hidup yang pesimis.
4. Penurunan produktivitas.
5. Penolakan terhadap kemampuan diri
6. Tampak kurang memperhatikan perawatan diri
7. Lebih banyak menunduk
8. Bicara lambat dengan nada suara lemah.
9. Tidak berani menatap lawan bicara
10. Selera makan menurun

C. RENTANG RESPON
Respon individu terhadap konsep diri, berfluktuasi sepanjang rentang respon dari adaptif

sampai mal adaftif.


Respon adaftif Respon mal adaftif

Konsep diri positif Kekacauan identitas

Aktualisasi diri Harga diri Depersonalisasi


Rendah

a. Respon Adaftif

Respon Adaftif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial

dan kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat, yang terdiri dari :

1) Pikiran logis

2) Persepsi akurat

3) Emosi konsisten

4) Perilaku sosial

5) Hubungan sosial

b. Respon Mal Adaftif

Respon Mal adaptif adalah respon yang diberikan individu dalam menyelesaikan

masalahnya yang diperoleh dari norma-norma sosial dan kebudayaan suatu tempat

yang meliputi :

1) Delusi

2) Halusinasi

3) Kerusakan proses pikir

4) Isolasi sosial

c. Rentang respons terhadap konsep diri

1) Aktualisasi diri adalah : pernyataan diri tentang konsep diri yang positif

dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.

2) Konsep diri positif apabila individu mempunyai pengalaman yang positif

dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal postif maupun yang negatif

dari dirinya.

3) Harga diri rendah adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negatif

dan merasa lebih rendah dari orang lain.


4) Identitas kacau adalah kegagalan individu menginteglasikan aspek-aspek

identitas masa kanak-kanak ke dalam matangan aspek psikososial

kepribadian pada masa dewasa yang harmonis

5) Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realitas dan asing terhadap diri

sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat

membedakan dirinya dengan orang lain.

D. PROSES TERJADINYA MASALAH


Klien dengan harga diri rendah kronik biasanya mengalami suatu kejadian stres yang
lama dimana terjadi ketidakefektifan beradaptasi terhadap stressor yang datang.
Berdasarkan penelitian Schraml, et all (2012) tentang Stres Kronik dan Konsekuensinya
terhadap Prestasi Akademik pada Remaja yang dilakukan pada siswa menengah atas
dengan menggunakan tehnik wawancara dan kuesioner, yang dilakukan sebanyak dua
kali yaitu pada saat mulai sekolah dan diakhir masa sekolah, didapatkan bahwa 63 %
siswa yang tidak mengalami stres menunjukkan prestasi akademik yang baik dan 37 %
siswa yang mulai masuk sekolah yang sudah mengalami stres, berdampak pada
penurunan kemampuan akademik dengan pandangan diri yang menurun.
Harga diri rendah terjadi disebabkan banyak faktor yang awalnya individu berada
pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), seperti adanya penolakan orang
tua, harapan orangtua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri
yang tidak realistik (Yosep, 2009).
Sedangkan menurut Yosep (2009), proses terjadi harga diri rendah dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Life span history pasien penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa
kecilsering disalahkan, jarang diberikan pujian atas keberhasilannya.Saat individu
mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan
tidak diterima.Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, perkerjaan atau
pergaulan.Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan
menuntut lebih dari kemampuannya dengan faktor predisposisi dan presipitasi yang
mendukung.
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
1) Riwayat keluarga dengan gangguan jiwa, diturunkan melalui kromosom
orangtua (kromosom keberapa masih dalam penelitian). Didugakromosom
no.6 dengankontribusigenetiktambahannomor 4, 8, 15 dan 22. Pada anak yang
kedua orangtuanya tidak menderita, kemungkinan terkena penyakit adalah
satu persen. Sementara pada anak yang salah satu orangtuanya menderita
kemungkinan terkena adalah 15 %. Dan jika kedua orangtuanya penderita
maka resiko terkena adalah 35 %.
2) Kembar identik berisiko mengalami gangguan sebesar 50%, sedangkan
kembar dizygot (fraterna) berisiko mengalami gangguan 15%
3) Riwayat janin saat pranatal dan perinatal trauma, penurunan komsumsi
oksigen pada saat dilahirkan, prematur, preeklamsi, malnutrisi, stres, ibu
perokok, alkhohol, pemakaian obat-obatan, infeksi, hipertensi dan agen
teratogenik. Anak yang dilahirkan dalam kondisi seperti ini pada saat dewasa
(25 tahun) mengalami pembesaran ventrikel otak dan atrofi kortek otak.
4) Nutrisi: Adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan BB,
rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa.
5) Keadaan kesehatan secara umum: obesitas, kecacatan fisik, kanker,
inkontinensia sehingga menjadi malu, penyakit menular AIDS,
6) Sensitivitas biologi: riwayat peggunaan obat, riwayat terkena infeksi dan
trauma kepala serta radiasi dan riwayat pengobatannya. Ketidakseimbangan
dopamin dengan serotonin neurotransmitter
7) Paparan terhadap racun : paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan
dan riwayat keracunan CO, asbestos karena mengganggu fisiologi otak.
8) Faktor biologis biasanya karena ada kondisi sakit fisik secara yang dapat
mempengaruhi kerja hormon secara umum, yang dapat pula berdampak pada
keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun
dapat mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi
kecenderungan harga diri rendah kronis semakin besar karena klien lebih
dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya, yang sebagian besar
dipengaruhi oleh emosi.
9) Struktur otak yang mungkin berperan mengatur emosi (Davidson, Neale &
Kring, 2006) adalah:
a. System Limbic yaitu pusat emosi, dilihat dari emosi pada klien denganharga
diri rendah yang kadang berubah seperti sedih, dan terus merasa tidak
berguna atau gagal terus menerus.
b. Hipothalamus yang juga mengatur mood dan motivasi, karena
melihatkondisi klien dengan harga diri rendah yang membutuhkan lebih
banyak motivasi dan dukungan dari perawat dalam melaksanakan tindakan
yang sudah dijadwalkan bersama-sama dengan perawat padahal klien
mengatakan bahwa membutuhkan latihan yang telah dijadwalkan tersebut.
c. Thalamus, sistem pintu gerbang atau menyaring fungsi untuk mengatur
arus informasi sensori yang berhubungan dengan perasaan untuk mencegah
berlebihan di korteks. Kemungkinan pada klien dengan harga diri rendah
apabila ada kerusakan pada thalamus ini maka arus informasi sensori yang
masuk tidak dapat dicegah atau dipilah sehingga menjadi berlebihan yang
mengakibatkan perasaan negatif yang ada selalu mendominasi pikiran dari
klien.
d. Amigdala yang berfungsi untukemosi.
b. Psikologis
1) Adanya riwayat kerusakan struktur dilobus frontal yang menyebabkan suplay
oksigen dan glukosa terganggu di mana lobus tersebut berpengaruh kepada
proses kognitif sehingga anak mempunyai intelegensi dibawah rata-rata dan
menyebabkan kurangnya kemampuan menerima informasi dari luar.
2) Keterampilan komunikasi verbal yang kurang, misalnya tidak mampu
berkomunikasi, komunikasi tertutup (non verbal), gagap, riwayat kerusakan
yang mempunyai fungsi bicara, misalnya trauma kepala dan berdampak
kerusakan pada area broca dan area wernich.
3) Moral: Riwayat tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi moral
individu, misalnya keluarga broken home, ada konflik keluarga ataupun di
masyarakat.
4) Kepribadian: orang yang mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan yang
tinggi dan menutup diri.Teori Interpersonal yang dikembangkan oleh Harry
Stack Sullivan mengembangkan teori perkembangan kepribadian yang
mencakup arti hubungan interpersonal dimana hubungan yang tidak adekuat
atau tidak memuaskan menimbulkan ansietas yang merupakan dasar semua
masalah emosional (Videbeck, 2011).
5) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
Menurut Peplau dan Sullivan harga diri berkaitan dengan pengalaman
interpersonal dalam tahap perkembangan dari bayi sampai lanjut usia seperti
good me, bad me, not me, anak sering dipersalahkan, ditekan sehingga
perasaanamannya tidak terpenuhi dan merasa ditolak oleh lingkungan dan
apabila koping yang digunakan tidak efektif akan menimbulkan harga diri
rendah. Menurut Caplan, lingkungan sosial akan mempengaruhi individu,
pengalaman seseorang dan adanya perubahan sosial seperti perasaan
dikucilkan, ditolak oleh lingkungan sosial dan tidak dihargai akan
menyebabkan stres dan menimbulkan penyimpangan perilaku akibat harga diri
rendah (Yosep, 2009)
a) Orang tua otoriter, selalu membandingkan, yang mengambil jarak dengan
anaknya, penilaian negatif yang terus menerus
b) Anak yang diasuh oleh orang tua yang suka cemas, terlalu melindungi,
dingin dan tidak berperasaan atau kurang kasih sayang, selalu dilarang.
c) Penolakan atau tindak kekerasan dalam rentang hidup klien
d) Konflik orang tua, disfungsi sistem keluarga
e) Kematian orang terdekat, adanya perceraian atau mengalami traumatis
atau berada pada situasi traumatik
f) Takut penolakan sekunder akibat obesitas, penyakit terminal, sangat
miskin dan pengangguran.
g) Riwayat ketidakpuasan yang berhubungan dengan penyalahgunaan obat,
perilaku yang tidak matang, pikiran delusi, penyalahgunaan alkhohol
h) Riwayat kehilangan fungsi atau bagian tubuh atau adanya perubahan
bentuk badan yang dapat berpengaruh pada konsep diri
6) Konsep diri: Ideal diri yang tidak realistis, harga diri rendah, identitas diri tidak
jelas, krisis peran, gambaran diri negatif. Mengalami kegagalan yang berulang
7) Motivasi: adanya riwayat kegagalan dan kurangnya pernghargaan, penguatan
negatif yang berulang
8) Pertahanan psikologis, ambang toleransi terhadap stres yang rendah, riwayat
gangguan perkembangan sebelumnya
9) Kepribadian: mudah kecewa, mudah cemas, menutup diri dan mudah putus asa
10) Self kontrol: tidak mampu melawan terhadap dorongan untuk menyendiri
c. Sosial budaya
1) Usia: Ada riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai
2) Gender: Riwayat ketidakjelasan identitas dan kegagalan peran gender
3) Pendidikan: pendidikan yang rendah dan riwayat putus sekolah atau gagal
sekolah
4) Pendapatan: penghasilan rendah
5) Pekerjaan: stressfull dan berisiko tinggi
6) Status sosial: Tuna wisma, kehidupan terisolasi (kehilangan kontak sosial,
misalnya pada lansia)
7) Latar belakang budaya: tuntutan sosial budaya tertentu adanya stigma
masyarakat, budaya yang berbeda (bahasa tidak dikenal)
8) Agama dan keyakinan: Riwayat tidak bisa menjalankan aktivitas keagamaan
secara rutin
9) Keikutsertaan dalam politik: Riwayat kegagalan berpolitik
10) Pengalaman sosial: perubahan dalam kehidupan, misalnya bencana,
kerusuhan. Kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan dan ketidakutuhan
keluarga
11) Peran sosial: isolasi sosial: khususnya usia lanjut, stigma negatif dari
masyarakat, praduga negatif dan stereotipi, perilaku sosial tidak diterima oleh
masyarakat.
2 Faktor Presipitasi
a. Nature
1) Biologi:
a Dalam enam bulan terakhir mengalami penyakit infeksi otak (enchepalitis)
atau trauma kepala yang mengakibatkan lesi daerah frontal, temporal dan
limbic sehingg terjadi ketidakseimbangann dopamin dan serotonin
neurotransmitter
b Dalam enam bulan terakhir terjadi gangguan nutrisi ditandai dengan
penurunan BB, rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa yang
berdampak pada pemenuhan glukosa di otak yang dapat mempengaruhi
fisiologi otak terutama bagian fungsi kognitif
c Sensitivitas biologi: putus obat atau mengalami obesitas, kecatatan fisik,
kanker dan pengobatannya yang dapat menyebabkan perubahan
penampilan fisik
d Paparan terhadap racun, misalnya CO dan asbestosos yang dapat
mempengaruhi metabolisme di otak sehingga mempengaruhi fisiologis
otak
2) Psikologis
a) Dalam enam bulan terakhir terjadi trauma atau kerusakan struktur di lobus
frontal dan terjadi suplay oksigen dan glukosa terganggu sehingga
mempengaruhi kemampuan dalam memahami informasi
b) Keterampilan verbal, tidak mampu komunikasi, gagap, mengalami
kerusakan yang mempengaruhi fungsi bicara
c) Dalam enam bulan terakhir tinggal di lingkungan yang dapat
mempengaruhi moral: lingkungan keluarga yang broken home, konflik
atau tinggal dalam lingkungan dengan perilaku sosial yang tidak
diharapkan
d) Konsep diri: Harga diri, perubahan penampilan fisik
e) Motivasi: kurang mendapatkan penghargaan dari orang lain
f) Self kontrol: tidak mampu melawan dorongan untuk menyendiri
g) Kepribadian: mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan yang tinggi,
menutup diri
3) Sosial budaya
a) Usia: Dalam enam bulan terakhir alami ketidaksesuaian tugas
perkembangan dengan usia, atau terjadi perlambatan dalam penyelesaian
tugas perkembangan
b) Gender: enam bulan terakhir alami ketidakjelasan identitas dan kegagalan
peran gender (model peran negatif)
c) Pendidikan: dalam enam bulan terakhir mengalami putus sekolah dan gagal
sekolah
d) Pekerjaan : pekerjaan stressfull dan beresiko atau tidak bekerja (PHK)
e) Pendapatan: penghasilan rendah atau dalam enam bulan terakhir tidak
mempunyai pendapatan atau terjadi perubahan status kesejahteraan
f) Status sosial dan budaya: Tuna wisma dan kehidupan isolasi, tidak
mempunyai sistem pendukung. Persepsi ketidaksesuaian antara norma
budaya dengan dirinya dan ketidaksesuaian antara norma spiritual dengan
dirinya
g) Agama dan keyakinan: tidak bisa menjalankan aktivitas keagamaan secara
rutin. Terdapat nilai-nilai sosial di masyarakat yang tidak diharapkan.
h) Kegagalan dalam bepolitik: kegagalan dalam berpolitik
i) Kejadian sosial saat ini: perubahan dalam kehidupan: perang, bencana,
kerusuhan, tekanan dalam pekerjaan, kesulitan mendapatkan pekerjaan,
sumber-sumber personal yang tidak adekuat akibat perang, bencana
j) Peran sosial: Dalam enam bulan terakhir isolasi sosial, diskriminasi dan
praduga negatif, ketidakmampuan untuk mempercayai orang lain
b. Origin
Internal: Kegagalan persepsi individu terhadap sesuatu yang diyakini dalam
hubungan social
Eksternal: Kurangnya dukungan sosial dan dukungan masyarakat pada klien
untuk melakukan hubungan social
c. Time
1) Waktu terjadinya stressor pada waktu yang tidak tepat
2) Stressor terjadi secara tiba-tiba atau bisa juga secara bertahap
3) Stressor terjadi berulang kali dan antara satu stressor dengan stressor yang
lain saling berdekatan
d. Number
1) Sumber stress lebih dari satu (banyak)
2) Stress dirasakan sebagai masalah yang berat
e. Penilaian Terhadap Stressor
1) Kognitif
a) Evaluasi diri bahwa klien tidak mampu menghadapi peristiwa
b) Melebih-lebihkan umpan balik negatif tentang diri sendiri secara
berlebihan
c) Pengungkapan diri yang negative
d) Mengungkapkan penolakan terhadap umpan balik positif
e) Kurangnya.buruknya pemecahan masalah
f) Mengatakan ketidakmampuan untuk memenuhi pengharapan orang lain
2) Afektif
a) Merasa malu
b) Kecemasan
c) Emosi tidak stabil
d) Perasaan tidak aman
e) Perasaan tidak mampu
3) Fisiologis
a) Ketidakseimbangan neurotransmitter dopamin dan serotonin
b) Peningkatan efinefrin dan non efinefrin
c) Peningkaan denyut nadi, TD, pernafasan jika terjadi kecemasan
d) Gangguan tidur
4) Perilaku
a) Secara berlebihan mencari penguatan
b) Ekspresi wajah bersalah
c) Tergantung pada orang lain
d) Kurang dapat menjalankan tugas harian
e) Enggan mencoba situasi atau melakukan aktivitas yang baru
f) Bimbang dan ragu-ragu dalam menjalankan kegiatan
g) Kontak mata kurang
h) Sering kali mencari penegasan
i) Pasif
j) Menolak umpan balik positif tentang dirinya
k) Buruknya penampilan tubuh (postur tubuh dan gerakan)
l) Perilaku penganiayaan diri (menggigit kuku, usaha bunuh diri,
pengrusakan, penyalahgunaan zat, menjadi korban)
m)Kurang spontanitas dalam melakukan aktivitas
5) Sosial
a) Tidak asertif
b) Acuh terhadap lingkungan
c) Ketidakmampuan dalam berkomunikasi
d) Kemampuan komunikasi mengalami penurunan
e) paranoid
f) Tidak tertarik terhadap segala aktivitas yang sifatnya menghibur
g) Menarik diri
1. Sumber Koping
a. Personal ability
1) Kesehatan umum klien, terdapat kecacatan
2) Ketidakmampuan mengambil keputusan dan memecahkan masalah
3) Kemampuan berhubungan dengan orang lain tidak adekuat
4) Pengetahuan tentang masalah harga diri rendah
5) Integritas ego yang tidak adekuat
b. Sosial Support
1) Tidak adanya orang terdekat yang mendukung keluarga, teman, kelompok
2) Hubungan antara individu, keluarga dan masyarakat tidak adekuat
3) Komitmen degan jaringan sosial tidak adekuat
c. Material asset
1) Adanya perubahan status kesejahteraan
2) Ketidakmampuan mengelola kekayaan
3) Tidak punya uang untuk berobat, tidak ada tabungan
4) Ada fasilitas Jamkesmas/SKTM atau kartu ansuransi yang dapat digunakan
untuk berobat
5) Tidak memiliki kekayaan dalam bentuk barang berharga
6) Ada pelayanan kesehatan di sekitar tempat tinggal
d. Positif belief
1) Distres spiritual
2) Tidak memilki motivasi untuk sembuh
3) Penilaian negatif tentang pelayanan kesehatan
Tidak menganggap apa yang dialami merupakan sebuah masalah
2 Mekanisme Koping
a. Konstruktif
b. Destruktif: Regresi, proyeksi, Denial, Withdrawl, introyeksi, represi,Displacement

B DIAGNOSA KEPERAWATAN
Harga diri rendah (kronik)

D. TINDAKAN KEPERAWATAN
Tindakan Keperawatan Generalis
1. Tindakan keperawatan klien.
a. Tujuan:
1) Klien mampu mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan
3) Klien mampu memilih kegiatan sesuai dengan kemampuan
4) Klien mampu melatih kegiatan yang dipilih sesuai dengan kemampuan
5) Klien mampu melakukan kegiatan yang sudah dilatih sesuai jadwal
b. Tindakan:
1) Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien. Untuk
membantu klien mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang masih
dimilikinya, perawat dapat melakukan hal-hal berikut:
a) Diskusikan tentang sejumlah kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien seperti kegiatan klien di rumah, adanya keluarga dan lingkungan
terdekat klien
b) Beri pujian yang realistik dan hindarkan penilaian yang negatif.
2) Bantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan dengan cara-cara
berikut ini:
a) Diskusikan dengan klien mengenai kemampuannya yang masih dapat
digunakan lagi
b) Bantu klien menyebutkannya dan beri penguatan terhadap kemampuan diri
yang diungkapkan klien
c) Perlihatkan respons yang kondusif dan upayakan menjadi pendengar yang
aktif
2 Bantu klien untuk memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
b) Diskusikan dengan klien kegiatan yang akan dipilih sebagai kegiatan yang
akan klien lakukan sehari-hari
c) Bantu klien untuk memilih kegiatan yang dapat klien lakukan dengan
mandiri atau dengan bantuan minimal
3 Latih kemampuan yang dipilih klien dengan cara berikut:
b) Diskusikan dengan klien langkah-langkah pelaksanaan kegiatan
c) Bersama klien, peragakan kegiatan yang ditetapkan
d) Berikan dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang dapat dilakukan
klien
4 Bantu klien menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih
b) Beri kesempatan kepada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
dilatihkan
c) Beri pujian atas kegiatan yang dapat dilakukan klien setiap hari
d) Tingkat kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap
kegiatan
e) Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah dilatih
f) Berikan klien kesempatan mengungkapkan perasaanya setelah
pelaksanaan kegiatan
2. Tindakan keperawatan untuk keluarga.
a.Tujuan:
1) Keluargadapat membantu klien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
klien
2) Keluarga dapat memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih dimiliki
klien
3) Keluarga dapat memotivasi klien untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih
dan memberikan pujian atas keberhasilan klien
4) Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan klien
a Tindakan:
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat klien
2) Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang dialami klien
3) Diskusikan dengan keluarga mengenai kemampuan yang dimiliki klien dan
puji klien atas kemampuannya
4) Jelaskan cara-cara merawat klien dengan harga diri rendah
5) Demonstrasikan cara merawat klien dengan harga diri rendah
6) Beri kesmepatan kepada keluarga untuk mempraktikkan cara merawat klien
harga diri rendah seperti yang telah perawat demonstrasikan sebelumnya
7) Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan klien di rumah
2. Tindakan Keperawatan Spesialis
1. Terapi Individu : Cognitive Behaviour Therapy
Cognitive Behaviour Therapy/CBT atau Terapi Perilaku Kognitif.Terapi
PerilakuKognitif yang dilakukan diharapkan dapat mengembalikan atau bahkan
meningkatkan kemampuan beradaptasi dengan mengubah pola pikir negatif klien
menjadi pola pikir yang positif dengan menerima kenyataan yang terjadi dalam diri
klien secara bertahap sehingga perilaku yang negatif menjadi positif setelah klien
memiliki pemikiran yang adaptif dan bisa berdampak pada kehidupan klien.
Sebelum dilakukan CBT, klien bisa mendapatkan Cognitive Therapy/CT saja
dengan dasar adanya karateristik klien yang mengkritik diri sendiri, perasaan tidak
mampu pandangan hidup yang pesimis dan adanya penolakan terhadap kemampuan
diri. Terapi Kognitif merupakan suatu bentuk terapi yang dapat melatih pasien untuk
mengubah cara berpikir yang negatif karena mengalami kekecewaan, kegagalan dan
ketidakberdayaan sehingga pasien menjadi lebih baik dan dapat kembali produktif.
Menurut Shives (2012) dalam terapi kognitif, terapis mengidentifikasi perubahan
berpikir yang membuat emosional tidak nyaman dan membuat alternatif perubahan
perilaku.
Penelitian yang terkait dengan Terapi Kognitif antara lain yang dilakukan oleh
Suerni, Keliat dan Helena (2013) tentang Penerapan terapi kognitif dan psikoedukasi
keluarga pada klien harga diri rendah di Ruang Yudistira RS Dr. H. Marzoeki Mahdi
Bogor dengan hasil bahwa kemampuan klien dengan tindakan keperawatan generalis
dan terapi kognitif 80% klien mampu mengidentifikasi pikiran otomatis negatif, 80%
mampu menggunakan tanggapan rasional terhadap pikiran otomatis negatif, 86,67%
klien mampu mengidentifikasi manfaat penggunaan tanggapan rasional dan 80% klien
mampu menggunakan support system.
Klien dengan harga diri rendah kronis memiliki persepsi negatif yang
memanjang terhadap diri, akibat dari faktor-faktor pendukung yang terjadi seperti
adanya kegagalan dalam hidup, lingkungan yang tidak memberikan dukungan dan
trauma-trauma psikologis yang terjadi pada masa kanak-kanak. Sedangkan
karakteristik kilen seperti adanya perubahan perilaku seperti penurunan produktivitas,
penolakan terhadap kemampuan diri, tampak kurang memperhatikan perawatan diri,
lebih banyak menunduk, bicara lambat dengan nada suara lemah dan tidak berani
menatap lawan bicara biasanya masih disertai dengan adanya persepsi negatif karena
untuk mengubah hal tersebut memerlukan waktu sehingga klien bisa langsung
diberikan CBT.
Penelitian yang mendukung adalah penelitian yang dilakukan oleh Oestrich,
Austin dan Lykke (2007) didapatkan hasil bahwa Terapi Perilaku-Kognitif pada
kelompok intervensi menunjukkan perubahan yang signifikan terhadap perbaikan
level harga diri rendah yang dinilai dengan Robson Self-concept Questionnaire/SCQ,
dan juga didapatkan penurunan gejala depresi dengan menggunakan Depression
Inventory/BDI dan penurunan gejala psikopatologi lain dengan menggunakan
instrumen Positive andNegative Symptom Scale/PANSS.
Hal ini terkait dengan penegakkan diagnosa medis pada klien dengan harga
diri rendah kronis yaitu Depresi Pasca Skizofrenia (F20.4) dimana klien yang dirawat
di rumah sakit jiwa dengan gejala psikotik yang sudah mendapatkan pengobatan,
masih menunjukkan gejala sisa berupa harga diri dan kepercayaan diri berkurang, rasa
bersalah dan tidak berguna serta kehilangan minat dan kegembiraan. Penelitian yang
dilakukan oleh Ibrahim, El-Bilsha & Abeldayem (2012) yang dilakukan pada 60
orang pasien depresi dengan skizofrenia dengan harga diri rendah di rumah sakit jiwa
(30 orang kelompok kontrol dan 30 orang kelompok intervensi) didapatkan hasil
bahwa terjadi penurunan level depresi dengan menggunakan Cognitive Behaviour
Therapy.

2. Terapi Keluarga :Family Psychoeducation Therapy


Terapi Psikoedukasi Keluarga dan terapi kelompok yaitu Terapi Kelompok
Suportif. Dimana terapi keluarga diberikan dengan alasan bahwa masalah yang
dialami klien saat ini, bisa bersumber dari lingkungan klien terutama keluarga, karena
proses terjadi masalah pada klien harga diri rendah kronis membutuhkan waktu lama
yang penyebabnya bersumber dari lingkungan terdekat klien yang bisa membuat klien
hidup dilingkungan yang traumatik. Hal tersebut sesuai dengan Teori Humanistik
(Videbeck, 2011) yaitu Teori Maslow yang berfokus pada kualitas positif individu,
kemampuannya untuk berubah (potensi manusia) dan peningkatan harga diri.Teori ini
menjelaskan bahwa perbedaan individu terletak pada motivasinya, yang tidak selalu
stabil sepanjang kehidupan yang traumatik dapat menyebabkan individu mundur
ketingkat motivasi yang rendah.
3. Terapi Kelompok : Supportive Therapy
Klien harga diri rendah kronis dapat merasakan dukungan dalam kelompok yang
memiliki masalah yang sama sehingga klien merasa aman dan bisa mengubah pola pikir
negatifnya menjadi positif dengan mendapatkan dukungan dalam kelompok.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, Keperawatan Jiwa, Cetakan 1 Direktorat Jendral Pelayanan

Medik, Jakarata, 2000

Keliat Budi Anna, Skp. App. SC, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC, Jakarta

1999

Maslim. Rusdi, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, PPDGJ III Jakarta, 2001

Stuart G. W. dan Sendeen S.J., Buku Saku Keperawatan, Jiwa Edisi 3. EGC, Jakarta,

1998

Town Send, M.C. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri,

Edisi 3, EGJ, Jakarta 1998

Carpenito, Lynda, Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8 EGC, Jakarta 2000

Anda mungkin juga menyukai