Anda di halaman 1dari 8

ALIRAN-ALIRAN PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM

Zainal Arifin
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
E-mail: zainal.arifin@uin-suka.ac.id

Abstrak
Kajian pemikiran pendidikan Islam harus dilandasi filsafat pendidikan Islam yang
didasarkan pada al-Qur’an-Hadis maupun pemikiran para filosof Muslim. Selama
ini, kajian pendidikan Islam masih menggunakan referensi-referensi filsafat Barat
yang memiliki basis epistemologi yang berbeda dengan filsafat Islam. Artikel ini
ditulis dengan pendekatan kajian pustaka untuk menjelaskan bagaimana konsep
pendidikan Islam dan aliran-aliran pemikiran pendidikan Islam menurut para
filosof Muslim. Dari hasil kajian literatur, khususnya tesis Muhammad Jawwad
Ridlo maka dapat disimpulkan ada tiga aliran pemikiran pendidikan Islam, yaitu
(1) Religius-Konservatif yang lebih mengarusutamakan penguasaan ilmu-ilmu
agama daripada ilmu umum dan tujuan pendidikan Islam untuk mendekatkan diri
kepada Allah, (2) Religius-Rasional lebih menekankan pada penguasaan ilmu
pengetahuan dengan rasio yang bertujuan untuk pengenalan kepada Allah, dan (3)
Pragmatis-Instrumental lebih menekankan pada penguasaan ilmu nyata terkait
kebutuhan manusia secara langsung, baik spiritual maupun material.
Kata Kunci: Pendidikan Islam, Religius-Konservatif, Religius-Rasional,
Pragmatis-Instrumental

PENDAHULUAN
Kajian teori atau filsafat pendidikan Islam (FPI) perlu dibedakan dengan
pendidikan sekuler yang biasanya dilandasi oleh pemikiran-pemikiran filsafat
Barat, seperti Progresivisme, Esensialisme, Perenialisme, dan
Rekonstruksionisme. Kajian FPI tidak bisa lepas dari pemikiran para filosof
muslim atau setidaknya didasari pada epistemology dalam filsafat Islam. Menurut
Abdul Munir Mulhan, secara teoritik, belum ada yang berhasil merumuskan ‘akar
ontologis’ filsafat pendidikan Islam (filsafat tarbiyah) yang dibangun dari filsafat
Islam (filosof muslim). Buku ajar (referensi) perkuliahan FPI belum secara khusus
disusun berdasarkan gagasan dari Filsuf Muslim, tapi sekedar penerapan filsafat
pendidikan umum (sekuler) untuk menjelaskan persoalan pendidikan Islam, 1
walaupun ilmu-ilmu sekuler sebenarnya memiliki basis teologis di dalam ilmu ke-
Islam-an yang biasa disebut dengan sunatullah.2

1
Abdul Munir Mulkhan yang berjudul Rekonstruksi Filsafat Tarbiyah Dasar
Pengembangan Ilmu & Teknologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012), hlm.52
2
Abdul Munir Mulkhan, Nalar Spiritual Pendidikan Solusi Problem Filosofis Pendidikan
Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), hlm.266

Aliran-Aliran Pemikiran Pendidikan Islam | 1


Filsafat Islam berlandaskan Al-Qur’an-Hadis, serta pemikiran para filosof
muslim. Filsafat Islam telah menyumbangkan pemikiran filsafat Peripathetik
(Islam Andalusia) untuk menguji kebenaran empiri lewat uji empirik-
eksperimental dengan tujuan untuk menyempurnakan ibadah kepada Allah.
Filsafat Yunani hanya mengenalkan filsafat berpikir rasional yang dialogik
spekulatif, sedangkan filsafat Barat, yang dalam kemajuannya dipengaruhi oleh
perkembangan peradaban Islam, lebih menekankan filsafat yang meterialistik. 3
KONSEP PENDIDIKAN
Zakiah Darajat membedakan istilah pendidikan dan pengajaran. Pertama,
istilah ”pendidikan” dalam bahasa Arabnya disebut ”tarbiyah”, dari kata kerja
”rabba”, sedangkan istilah ”pengajaran” dalam bahasa Arabnya disebut ”ta’li>m”
dari kata kerja ”’allama”.4 Abuddin Nata menjelaskan tiga kata kunci yang
berkaitan dengan konsep pendidikan Islam, yaitu: at-tarbiyah, at-ta’li>m, dan at-
ta’di>b. Selain tiga istilah tersebut, ada beberapa konsep pendidikan seperti: at-
tazkiyah, at-muwa’idzah, at-tafaqquh, at-tilawah, at-tahdzib, al-irsyad, at-tabyin,
at-tafakkur, at-ta’aqqul, dan at-tadabbur.5
Pertama, at-Tarbiyah. Menurut Hans Wehr yang dikutip oleh Abuddin
Nata, kata at-tarbiyah diartikan sebagai: education (pendidikan), upbringing
(pengembangan), teaching (pengajaran), instruction (perintah), pedagogy
(pembinaan kepribadian), breeding (member makan), raising (of animals)
(menumbuhkan),6sedangkan dalam Kamus al-Munawwir, at-Tarbiyah berasal dari
kata rabba, yarubbu, rabban yang berarti: memelihara, mengasuh, dan mendidik.7
Menurut Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, kata al-tarbiyah memiliki tiga
akar kebahasaan, yaitu: (1) dari kata rabba>-yarbu>-tarbiyah berarti za>d
(tambah) dan na>ma> (berkembang). Hal ini didasarkan pada QS. ar-Ru>m [30]:
39. Tarbiyah berarti proses menumbuhkan dan mengembangkan potensi murid
secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual, (2) dari kata rabba>-yurbi>-tarbiyah
yang berarti nasya’a (tumbuh) dan tara’ra’a (menjadi besar/dewasa). Tarbiyah
merupakan usaha menumbuhkan dan mendewasakan murid secara fisik, sosial,
dan spiritual, dan (3) dari kata rabba-yarubbu-tarbiyah yang berarti as}lah}a
(memperbaiki), menguasai urusan, memelihara dan merawat, memperindah,
memberi makna, mengasuh, memiliki, mengatur, dan menjaga kelestarian maupun
eksistensinya. Tarbiyah merupakan usaha untuk memelihara, mengasuh, merawat,
memperbaiki, dan mengatur kehidupan murid agar survive dalam kehidupan.8
3
Pembahasan tentang perbedaan filsafat Islam Andalusia dengan Filsafat Yunani dan
filsafat Barat serta kontribusinya dapat dibaca dalam Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan Re-
Interpretif Phenomenologik, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2013), edisi VI, hlm. 8, 37, 69, 73, dan
hlm. 99-113.
4
Zakiyah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), cetakan
keempat, hlm. 25
5
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 2
6
Ibid., hlm. 2
7
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Lengkap, (Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997), cetakan keempat, hlm. 462
8
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2006),
hlm. 10-11

Aliran-Aliran Pemikiran Pendidikan Islam | 2


Kedua, At-Ta’li>m. Menurut Hans Weher, yang dikutip Abuddin Nata,
berarti information (pemberitahuan tentang sesuatu), advice (nasihat), instruction
(perintah), direction (pengarahan), teaching (pengajaran), training (pelatihan),
schooling (pembelajaran), education (pendidikan), dan epprenticeship (pekerjaan
sebagai magang, masa belajar suatu keahlian).9 Dalam Al-Qur’an, kata at-ta’li>m
digunakan Allah Swt. untuk mengajarkan (1) nama-nama yang terdapat di alam
semesta kepada Nabi Adam as (QS al-Baqarah [2]: 31), (2) manusia tentang al-
Qur’an dan al-baya>n (QS ar-Rahman [55]:2), (3) al-kitab, al-hikmah, Taurat,
dan Injil (QS al-Maidah [5]: 110), (4) takwil mimpi (QS Yusuf [12]: 101), (5)
sesuatu yang belum diketahui oleh manusia (QS. Al-Baqarah [2]: 239), (6)
masalah sihir (QS Thaha [20]: 71), (7) ilmu ladunni (QS al-Kahfi [18]: 65), (8)
cara membuat baju besi untuk melindungi tubuh dari bahaya (QS al-Anbiya’
[21]: 80), (9) wahyu dari Allah (QS Tahrim [66]: 5).10
Ketiga, At-Ta’di>b. Abuddin Nata mengutip pendapat para pakar, bahwa
at-Ta’dib berasal dari kata addaba-yuaddibu-ta’di>ban yang berarti education
(pendidikan), displine (displin, patuh, dan tunduk pada aturan), punishment
(peringatan atau hukuman), dan chastisement (hukuman-penyucian). at-Ta’dib
juga berarti beradab, bersopan santun, tata karma, adab, budi pekerti, akhlak,
moral, dan etika.11 Dari penjelasan ini dapat disimpulkan perbedaan antara konsep
Tarbiyah, Ta’li>m, dan Ta’di>b. Menurut penulis, Tarbiyah memiliki makna
yang lebih luas dari keduanya. Tarbiyah menyangkut pendidikan untuk
menumbuh-kembangkan seluruh potensi murid yang menyangkut fisik,
emosional, maupun spiritual. Konsep Ta’li>m lebih menekankan pengajaran
tentang ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) yang menyentuh pada ranah
kognitif, sedangkan konsep Ta’di>b bermakna pendidikan yang menekankan
pada ranah afektif (moral, akhlak atau karakter).
KONSEP ISLAM
Yudian Wahyudi mendefinisikan Islam berasal dari kata aslama-yuslimu-
isla>m-sala>m atau sala>mah berarti tunduk kepada kehendak Allah Swt. agar
mencapai sala>m/sala>mah (keselamatan atau kedamaian) di dunia dan Akhirat.
Prosesnya disebut Islam dan pelakunya disebut Muslim. Jadi, Islam adalah proses
bukan tujuan.12 Menurut Maulana Muhammad Ali yang dikutip Abuddin Nata,
kata aslama berasal dari salima, yang berarti selamat, sentosa, dan damai. Secara
harfiah Islam dapat diartikan patuh, tunduk, berserah diri (kepada Allah) untuk
mencapai keselamatan.13Harun Nasution mendefinisikan Islam sebagai bentuk
penyerahan diri sebulatnya kepada kehendak Tuhan.14

9
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan…, hlm. 11
10
Ibid., hlm. 11-12
11
Ibid., hlm. 14.
12
Yudian Wahyudi, Islam dan Nasionalisme Sebuah Pendekatan Maqashid Syari’ah,
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2006), hlm.7.
13
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000),
cetakan keempat, hlm. 290.
14
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Universitas Indonesia
(UI-Press), 1985, cetakan kelima, hlm.16

Aliran-Aliran Pemikiran Pendidikan Islam | 3


ALIRAN-ALIRAN PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM
Menurut Muhammad Jawwad Ridla, ada tiga aliran pemikiran pendidikan
Islam, yaitu: Aliran Agamis-Konservatif, Religius-Rasional, dan Pragmatis-
Instrumental.15 Setiap aliran memiliki corak pemikiran yang berbeda dalam
memaknai pendidikan Islam sehingga berdampak pada kurikulum yang perlu
dikembangkan untuk murid.
Pertama, Aliran Agamis-Konservatif (al-Muhafidz). Pemikiran
pendidikan dalam aliran ini cenderung bersikap murni keagamaan. Murid hanya
diajarkan ilmu-ilmu agama yang meliputi ‘ulu>m al-Qur’an, al-Hadis, Ushul,
Nahwu, Sharaf, dan sebagainya. Para tokoh pemikiran pendidikan ini misalnya
Muhammad Ibn Abdissalam ibn Said ibn Habib al-Thanuki (popular dengan nama
Sahnun meninggal 256 H), Abul Hasan Ali ibn Muhammad ibn Khalaf (dikenal
dengan al-Qabisi 324H-403H), Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali al-Thusi al-
Naisaburi al-Syafi’i (Al-Ghazali 450H-550 H), Nasiruddin al-Thusi (597H-672H),
Ibnu Jama’ah Qadli al-Qudhat Badrudin al-Kannani al-Hamawi al-Syafi’i (639H-
733H), dan Syihabuddin Abul Abbas Ahmad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn
Ali ibn Hajar al-Haitami (990H-974H). Aliran al-Muhafidz mengklasifikasikan
ilmu menjadi dua, yaitu: (1) wajib dipelajari, seperti ulu>m al-Faraid} al-
Diniyyah, dan (2) wajib kifayah untuk dipelajari karena dibutuhkan untuk urusan
dunia, seperti ilmu Kedokteran, ekonomi, dan sebagainya.16
Noeng Muhadjir mendekonstruksi fardlu ain dan fardhu kifayah Imam
Ghazali menjadi wajib ain dan wajib kifayah Noeng Muhajir. Fardlu ain Al-
Ghazali merupakan keharusan setiap muslim untuk belajar agama dan fardhu
kifayahnya belajar ilmu lain. Menurut Noeng Muhajir, fardlu mempunyai
konsekuensi pahala, adapun wajib mempunyai konsekuensi sosial. Setiap muslim
wajib ain untuk belajar ilmu dasar agama dan ilmu dasar umum dan semua
muslim perlu menyebar ke semua bidang ilmu dan sektor kehidupan sebagai
wajib kifayah. Bila ada bidang ilmu tidak muslim yang menguasainya, secara
sosial semua salah. Oleh karena itu, setiap muslim perlu menyebar ke semua
bidang ilmu dan sektor kehidupan agar dapat menjadi mayoritas yang menyantuni
dan melindungi minoritas.17Aliran Agamis/Religius-Konservatif memandang
konsep pendidikan Islam bertujuan untuk mendekatkan murid kepada Tuhan.
Orientasi menuntut ilmu untuk mencari ridla Allah dan membersikan diri dari
akhlak/moral tercela. Aliran ini lebih mementingkan mengajarkan ilmu agama
kepada murid. Sebagaiman pendapat al-Ghazali, “Fungsi pendidikan adalah
pencapaian agama dan pembentukan akhlak. Akhlak yang baik adalah sifat bagi
rasul dan perbuatan yang terbaik bagi orang-orang yang benar.18

15
Muhammad Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam Perspektif
Sosiologis-Filosofis, (terj.) oleh Mahmud Arif, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2002).
16
Ibid., hlm. 74-76
17
Noeng Muhajir, Studi Islam Postmodern; Agenda Muhammadiyah Pasca Satu Abad
dalam Majalah “Suara Muhammadiyah”, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), edisi khusus
Muktamar Satu Abad Muhammadiyah, hlm.33
18
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam Hadharah Keilmuan Tokoh
Klasik sampai Modern, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm. 112

Aliran-Aliran Pemikiran Pendidikan Islam | 4


Kedua, Aliran Religius-Rasional (al-Diniy al-‘Aqlaniy). Pemikiran
pendidikan pada aliran Religius-Rasional tidak jauh berbeda dengan Agamis-
Konservatif, khususnya pada pandanganya terhadap tujuan pendidikan Islam.
Sebagaimana Ikhwan al-Shafa yang dikutip Jawwad Ridla menjelaskan bahwa
“semua ilmu yang tidak membawa pemiliknya kepada Akhirat (Tuhan), maka bisa
menjadi boomerang bagi pemiliknya.” Namun, aliran Religius-Rasional lebih
bersikap rasional-filosofis dalam merumuskan ilmu dan belajar. Para tokoh dalam
aliran ini seperti Ikhwan al-Shafa, al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Miskawaih. 19
Berikut ini contoh corak pemikiran aliran Religius-Rasional yang diwakili oleh
Ikhwan al-Shafa dalam “Rasail”nya tentang tujuan pendidikan Islam,
sebagaimana dikutip oleh Jawwad Ridlo:
“Ketahuilah wahai Saudaraku! –Semoga Allah member kekuatan kepada
kita – bahwa tujuan para filosof dan pakar mempelajari ilmu-ilmu pasti
dan mengajarkannya kepada para murid adalah al-suluk (pembentukan
karakter diri) dan penitian ke arah penguasaan ilmu-ilmu kealaman
(Fisika), sedangkan tujuan mereka mempelajari ilmu-ilmu kealaman
adalah pendakian menuju penguasaan ilmu-ilmu ketuhanan (Teologis)
yang menjadi puncak tujuan para filosof dan ilmuwan bijak, dan muara
dari ragam pengetahuan tentang hakikat. …mengingat juga manusia sangat
dituntut untuk mengenali (ma’rifat) terhadap Tuhannya, sementara hal ini
hanya bisa diraih bila ia telah mampu mengenali dirinya sendiri. … seperti
ungkapan: “Barangsiapa mengenali dirinya sendiri, maka ia akan mampu
mengenali (ma’rifat) Tuhannya”, demikian juga ungkapan, “Orang yang
paling mampu dirinya sendiri, dialah orang yang paling mengenali
Tuhannya”, maka setiap orang yang berakal dituntut untuk mencari dan
mempelajari ilmu tentang jiwa, pengetahuan tentang substansinya dan cara
penyuciannya; Allah berfirman: “Demi jiwa dan apa Dia telah
menyempurnakannya. Dia telah membekali jiwa keburukan dan
ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang mau membersihkan jiwa,
dan sungguh merugi orang yang mengotorinya”.20

Tujuan pendidikan yang disampaikan Ikhwan al-Shafa di atas sangat


dipengaruhi oleh sikap keagamaanya. Pada dasarnya, ending dari penguasaan
semua ilmu adalah pengenalan kepada Tuhannya. Semakin orang berilmu maka
seharusnya semakin dia mengenal Tuhannya karena pada dasarnya semua ilmu
berasal dari Tuhan. Aliran Religius-Rasional, menurut penulis, mencoba
menggunakan nalar aqliyyahnya untuk tujuan naqliyah, yaitu pendekatan diri
kepada Allah. Dalam budaya keilmuan Islam, aliran ini menggunakan nalar
berpikir Burha>ni. Hal ini berbeda dengan aliran Religius-Konservatif yang lebih
mementingkan nalar naqliyyahnya daripada rasionya, atau dalam budaya
keilmuan Islam, aliran ini menggunakan nalar berpikir Baya>ni atau ‘Irfa>ni.21
19
M. Jawwad Ridla, Tiga Aliran…, hlm. 78-79
20
Ibid., hlm. 152
21
Nalar (epistemologi) Baya>ni, Burha>ni, dan ‘Irfa>ni dikembangkan oleh Abid al-Jabiry.
Untuk memahami lebih detail bisa dibaca dalam dua bukunya, (1) Muhammad ‘Abed al-Jabiri,
Bunyah al-‘Aql al-‘Araby, Dira>sah Tah}li>liyah Naqdiyyah li-Nud}umi al-Ma’rifah fi al-S|
aqa>fah al-‘Arabiyyah, cet. ke-3, (Beirut: Markaz Dira>sa>t al-Wih}dah al-‘Arabiyyah, 1990)

Aliran-Aliran Pemikiran Pendidikan Islam | 5


Ketiga, Aliran Pragmatis-Instrumental (al-Dzara’i). Jawwad Ridla
memberikan contoh tokoh yang memiliki corak pemikiran Pragmatis-Instrumental
adalah Ibnu Khaldun yang telah menulis buku “Mukaddimah”. Ibnu Khaldun
menurut Jawwad Ridlo lebih bersikap pragmatis dan berorientasi aplikatif-praktis
dalam melihat tujuan pendidikan. Ibnu Khaldun membagi ilmu berdasarkan tujuan
fungsionalnya menjadi dua, yaitu (1) ilmu yang bersifat instrinsik, contohnya
ilmu-ilmu agama (Tafsir, Hadis, Fikih, Kalam, Ontologi dan Teologi dari cabang
Filsafat) dan (2) ilmu yang bernilai ekstrinsik-instrumental, misalnya Bahasa
Arab, hitung, logika (filsafat), dan bahkan menurut ulama Muta’akhirun,
dimasukkan pula ilmu Kalam dan Ushul Fikih.22
Dapat disimpulkan bahwa aliran Pragmatis-Instrumental Ibnu Khaldun
merupakan wacana baru dalam pemikiran pendidikan Islam. Jika aliran
Konservatif mempersempit ruang lingkup “sekuler” di hadapan rasionalitas Islam
dan mengaitkannya secara kaku dengan pemikiran atau warisan Salaf, sedangkan
kalangan Rasionalis dalam sistem pendidikan (program kurikuler) berpikiran
idealistik sehingga memasukkan semua displin keilmuan yang dianggap substantif
bernilai, maka Ibnu Khaldun mengakomodir ragam keilmuan yang nyata terkait
dengan kebutuhan langsung manusia, baik berupa kebutuhan spiritual-rohaniyah
maupun kebutuhan material.23 Menurut penulis, perbedaan pandangan aliran
Religius-Rasional dengan Pragmatis-Instrumental dalam memahami konsep ilmu,
khususnya ilmu pendidikan Islam lebih pada fungsi ilmu. Bagi aliran Religius-
Rasional, semua ilmu itu bernilai substantif untuk pendekatan diri kepada Allah,
sedangkan bagi aliran Pragmatis-Instrumental, memiliki ilmu yang nyata terkait
dengan kebutuhan langsung manusia, baik berupa kebutuhan spiritual-rohaniyah
maupun kebutuhan material.

SIMPULAN
Konsep pendidikan Islam dalam pemikiran tiga aliran utama pemikiran
pendidikan Islam memiliki pemaknaan yang berbeda. Konsep pendidikan Islam
menurut aliran Religius-Konservatif lebih menekankan pada pengarusutamaan
ilmu agama daripada ilmu umum (sains), sehingga tujuan pendidikan Islam
menurut aliran ini dapat dirumuskan bagaimana murid dapat lebih dekat dengan
Tuhannya, baik moralnya, serta penghormatan kepada guru. Pandangan aliran ini
yang lebih mengutamakan ilmu agama daripada ilmu umum dapat dilihat dari
pendapat al-Ghazali tentang hukum mencari ilmu fardhu ain untuk ilmu agama
dan fardhu kifayah untuk ilmu umum. Dalam epistemologi pendidikan Islam,
aliran Religius-Konservatif menggunakan epistemologi bayani dan irfani dengan
pendekatan nalar (bahasa) Naqliyyah.

dan (2) Muhammad ‘Abed al-Jabiri, Takwi>n al-‘Aql al-Araby, cetakan kesepuluh, (Beirut:
Markaz Dirasat al-Wihdah al-‘Arabiyah, 2009).
22
M. Jawwad Ridla, Tiga Aliran…hlm. 104-105.
23
Ibid., hlm. 109

Aliran-Aliran Pemikiran Pendidikan Islam | 6


Konsep pendidikan Islam menurut aliran Religius-Rasional lebih
menekankan penguasaan ilmu pengetahuan dengan rasionya untuk tujuan
pengenalan kepada Tuhannya. Bagi aliran ini, semua ilmu bernilai substantif
untuk lebih dekat (ma’rifat) dengan Allah. Teori-teori pendidikan yang berasal
dari Yunani dipahami dalam kerangka paham keagamaannya. Dari sinilah yang
membedakan dengan filsafat Yunani. Tujuan pendidikan Islam bagaimana
menggunakan rasio untuk mempelajari ilmu pengetahuan untuk mengenal dan
mendekatkan diri kepada Allah. Dalam epistemologi pendidikan Islam, aliran
Religius-Rasional menggunakan epistemologi burhani dengan pendekatan nalar
Aqliyyah. Nalar Aqliyyah untuk tujuan Naqliyyah.
Konsep pendidikan Islam menurut aliran Pragmatis-Instrumental lebih
menekankan pada penguasaan ilmu yang nyata terkait dengan kebutuhan langsung
manusia, baik berupa kebutuhan spiritual-rohaniyah maupun kebutuhan material.
Tujuan pendidikan Islam untuk memberikan manfaat bagi kebutuhan material dan
kebutuhan spiritual peserta didik baik untuk dunia-Akhiratnya. Dalam
epistemologi pendidikan Islam, aliran Pragmatis-Instrumental menggunakan
epistemologi burhani. Bedanya dengan aliran Religius-Rasional adalah aliran ini
lebih mengutamakan mempelajari ilmu yang memberikan manfaat secara
langsung bagi kehidupan manusia. Wa Alla>h A’lam bi-as} S}awa>b.

REFERENSI
al-Jabiri, Muhammad ‘Abed, Bunyah al-‘Aql al-‘Araby, Dira>sah Tah}li>liyah
Naqdiyyah li-Nud}umi al-Ma’rifah fi al-S|aqa>fah al-‘Arabiyyah, cet. ke-
3, (Beirut: Markaz Dira>sa>t al-Wih}dah al-‘Arabiyyah, 1990)
al-Jabiri, Muhammad ‘Abed, Takwi>n al-‘Aql al-Araby, cetakan kesepuluh,
(Beirut: Markaz Dirasat al-Wihdah al-‘Arabiyah, 2009).
Assegaf, Abd. Rachman, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam Hadharah Keilmuan
Tokoh Klasik sampai Modern, (Jakarta: Rajawali Press, 2013)
Daradjat, Zakiyah, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, cetakan keempat, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2000).
Muhadjir, Noeng, Ilmu Pendidikan Re-Interpretif Phenomenologik, (Yogyakarta:
Rake Sarasin, 2013), edisi VI.
Muhajir, Noeng, Studi Islam Postmodern; Agenda Muhammadiyah Pasca Satu
Abad dalam Majalah “Suara Muhammadiyah”, (Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2010), edisi khusus Muktamar Satu Abad
Muhammadiyah.
Mujib, Abdul dan Mudzakir, Jusuf, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada
Media, 2006)
Mulkhan, Abdul Munir, Rekonstruksi Filsafat Tarbiyah Dasar Pengembangan
Ilmu & Teknologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012).

Aliran-Aliran Pemikiran Pendidikan Islam | 7


Mulkhan, Abdul Munir, Nalar Spiritual Pendidikan Solusi Problem Filosofis
Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002).
Munawwir, Warson, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Lengkap, cetakan
keempat, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997).
Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, cetakan kelima,
(Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1985)
Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010).
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, cetakan keempat, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2000).
Ridla, Muhammad Jawwad, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam
Perspektif Sosiologis-Filosofis, (terj.) oleh Mahmud Arif, (Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya, 2002).
Wahyudi, Yudian, Islam dan Nasionalisme Sebuah Pendekatan Maqashid
Syari’ah, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2006)

Aliran-Aliran Pemikiran Pendidikan Islam | 8

Anda mungkin juga menyukai