Anda di halaman 1dari 158

PT PLN (Persero)

Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan


Tahun 2015
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

PENGETAHUAN TERAPAN
MENGELOLA PEMBANGKIT PLTU CFB
MENJADIKAN
PEMBANGKIT KINERJA PRIMA
DAN RAMAH LINGKUNGAN

Disusun Oleh :
Tim CFB
PT PLN (Persero)
PEMBANGKITAN SUMATERA BAGIAN SELATAN

PT PLN (Persero) PEMBANGKITAN SUMATERA BAGIAN SELATAN


Jl. Demang Lebar Daun No. 375 Palembang – 30128
Telp. (0711) 374951,374953,374955,374956 Fax. (0711) 374958,374959
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

“PENGETAHUAN TERAPAN MENGELOLA PEMBANGKIT


PLTU CFB MENJADIKAN PEMBANGKIT KINERJA PRIMA
DAN RAMAH LINGKUNGAN”

Tim CFB PLN KITSBS


JOKO SUKARJO // 6285270B

YULI TRI SETYONO // 7806026Z

ZULFAN IDRIS K. // 7806005Z

JAJAT SUDRAJAT // 7193407B

EKO RATNO // 6793410B

SUCINATA AGUNG P. // 8609366Z

BUDI KURNIANTO // 8509306Z

DANI BADRAZAMANI // 8610113Z

MELKI SAPUTRA / 88111120Z

Penulis
SUCINATA AGUNG P // 8609366Z

November 2015
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah, puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas
anugerah nikmat-Nya dan atas rahmat-Nya, buku PENGETAHUAN TERAPAN
MENGELOLA PEMBANGKIT PLTU CFB MENJADIKAN PEMBANGKIT KINERJA
PRIMA DAN RAMAH LINGKUNGAN yang Anda baca sekarang ini adalah sebuah
ringkasan sebagai bentuk upaya Knowledge Capturing dalam bidang Boiler tipe Circulating
Fluidized Bed (CFB) yang merupakan Boiler tipe baru milik PT. PLN Persero Pembangkitan
Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel). Belajar dari pengalaman disertai knowledge
management yang baik diharapkan akan mampu menanggulangi permasalahan yang
dialami dalam mengelola Boiler CFB baik kini maupun yang akan datang. Dengan lebih
cepatnya penanggulangan terhadap masalah yang terjadi ataupun dengan mampunya kita
memprediksi gangguan yang akan terjadi, maka hal tersebut akan berdampak pula pada
peningkatan kinerja pembangkit, sehingga mampu memberikan kontribusi bagi PLN dan
sistem kelistrikan nasional secara umum. Sampai saat buku ini ditulis, di Pembangkitan
Sumbagsel tercatat Boiler tipe CFB telah terinstall pada PLTU Tarahan (2 x 100 MW), PLTU
Sebalang (2 x 100 MW) dan PLTU Teluk Sirih (2 x 112 MW). Untuk PLTU Tarahan telah
beroperasi sejak tahun 2007. Buku PENGETAHUAN TERAPAN MENGELOLA
PEMBANGKIT PLTU CFB MENJADIKAN PEMBANGKIT KINERJA PRIMA DAN
RAMAH LINGKUNGAN disusun dari wawancara sebagai praktisi Pemeliharaan Boiler PLN
KITSBS yang telah lama berkecimpung dalam bidang Boiler CFB sejak era project dan
commisioning serta dari dokumen literatur PLN KITSBS mengenai Boiler CFB.

Terimakasih tidak lupa kami ucapkan kepada Manajemen PLN Pembangkitan Sumbagsel
atas kesempatan dan kepercayaannya, serta semua pihak yang telah membantu
tersusunnya buku ini. Semoga buku ini bisa memberikan sumbangan yang menguatkan,
serta tercatat sebagai amal jariyah.

Wassalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Palembang, November 2015

Tim Penyusun
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Sejarah Boiler …………………………………..................................... 1

1.2. Teknologi Terapan Boiler CFB …………………………………............. 7

1.3. Sejarah dan Perkembangan Pembangkit CFB……………………….. 10

BAB II PEMBANGKIT PLTU BATUBARA TIPE CFB

2.1. Pengenalan Pembangkit PLTU Batubara Tipe CFB………………… 1

BAB III PROBLEM PLTU CFB

3.1. Permasalahan Boiler CFB………..………………………………………. 1

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI

4.1. Improvement dan Alternatif Solusi Boiler CFB……………………… 1

4.2. Inovasi Boiler CFB

PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumbagsel................................ 22

4.3. Kajian Kajian Pendukung Operasional Boiler CFB…………………. 38

4.4. Rekomendasi Alternatif Solusi Program

Reliability dan Availability Boiler CFB…………………..................... 53

BAB V TEKNOLOGI DAN KINERJA CFB

5.1. Teknologi dan Kinerja CFB di Dunia (Best Practice)……………… 1

BAB VI CFB INDONESIA

6.1. Forum PLTU CFB Indonesia…………………………………................ 1

BAB VII PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

BIODATA TIM CFB KITSBS


PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Sejarah Boiler


Boiler atau dikenal dengan Ketel Uap, adalah suatu peralatan atau sistem yang
bertujuan untuk merubah air menjadi uap yang berguna. Uap yang dihasilkan dapat
digunakan sebagai penggerak atau untuk keperluan industri. Bentuknya merupakan suatu
bejana tertutup, dimana kalor dari pembakaran bahan bakar dipindahkan ke air melalui
ruang bakar dan bidang bidang pemanas.
Boiler uap pertama kali ditemukan pada abad pertama oleh bangsa Alexandria yang
walaupun penggunaan uapnya belum untuk keperluan yang berguna tetapi hanya untuk
pergerakan sebuah mainan. Kemudian pada tahun 1698 seorang kebangsaan Inggris
mempatent-kan sebuah pompa yang digerakkan oleh tenaga uap.

Gambar 1.1. Boiler Uap Pertama untuk penggerak Mainan

A. Klasifikasi Boiler/Ketel Uap secara umum ada 2 , yaitu :


1. Boiler Pipa Api
Pada jenis Boiler pipa api, gas panas hasil pembakaran (flue gas) mengalir melalui
pipa - pipa yang di bagian luarnya diselimuti air sehingga terjadi perpindahan panas dari gas
panas ke air, dan air berubah menjadi uap. Keterbatasan dari boiler pipa api adalah tekanan

BAB I PENDAHULUAN
Page 1
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

uap tidak dapat dibuat terlampau tinggi karena ketebalan drum akan sedemikian tebalnya
sehingga tidak menguntungkan.

Gambar 1.2. Boiler Pipa Api

2. Boiler Pipa Air


Pada Boiler jenis ini, air berada di dalam pipa sedangkan gas panas berada diluar
pipa. Boiler pipa air dapat beroperasi dengan tekanan sangat tinggi (lebih dari 100 Bar).

Gambar 1.3. Boiler Pipa Air

BAB I PENDAHULUAN
Page 2
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 1.4. Proses Boiler Pipa Air

B. Jenis - Jenis Sistem Pembakaran Boiler :


1. Stoker Type Boiler
Jenis boiler stoker mekanik ini menggunakan rantai berjalan sebagai tempat
pembakaran bahan bakar yang umumnya berupa padatan. Udara panas ditiupkan dari
bawah rantai sehingga bahan bakar padat, misalnya batu bara, dapat terbakar. Boiler jenis
ini dapat membakar berbagai jenis bahan bakar antara lain batu bara, limbah kayu, kulit
kayu, bahkan sampah anorganik. Stoker Type Boiler adalah sistem pembakaran dengan
memasukkan bahan bakar padat pada bed pembakaran yang tetap, udara yang digunakan
untuk proses pembakaran dengan kecepatan yang kecil, ukuran untuk tipe boiler ini terbatas
sehingga kemampuan untuk menghasilkan uap maksimum ± 50,4 kg/s. Keuntungan tipe
boiler ini adalah dapat merespon secara tiba-tiba perubahan beban dan dapat membakar
bahan bakar dalam jumlah besar sekaligus. Bahan metal tipe ini harus mempunyai
ketahanan terhadap panas yang tinggi karena pembakaran di ruang bakar melebihi 1093 oC.

Gambar 1.5. Boiler Jenis Stoker

BAB I PENDAHULUAN
Page 3
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

2. Sistem Pulverized
Jenis boiler ini yang paling banyak digunakan pada saat ini, khususnya di Indonesia,
menggunakan mill untuk menggiling batu bara menjadi serbuk sebelum diumpankan ke
ruang bakar. Bahan bakar Padat pada Pulverized ini adalah bahan bakar yang berbentuk
tepung halus, bahan bakar yang halus seperti tepung ini bercampur dengan udara di burner
yang kemudian menuju boiler. Aliran bahan bakar yang menuju furnace boiler bercampur
dengan udara dan terbakar di furnace. Keuntungan sistem pulverized ini dibandingkan
dengan stoker adalah :
- Merespon cepat dalam perubahan beban;
- Menaikkan efisiensi thermal;
- Kemampuan memasukkan sejumlah besar bahan bakar melalui burner.

Gambar 1.6. Boiler Jenis Pulverized

BAB I PENDAHULUAN
Page 4
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

3. Sistem Fluidized Bed

Gambar 1.7. Boiler Jenis Fluidized

Prinsip kerjanya hampir sama dengan boiler stoker mekanik, namun tidak
menggunakan rantai, tetapi menggunakan tumpukan ( bed) partikel pasir yang diletakkan di
bagian bawah ruang bakar boiler sebagai media untuk memanaskan udara dan ruang bakar
secara keseluruhan juga. Udara dengan tekanan dan kecepatan tinggi dihembuskan dari
dasar tungku melalui nozzel-nozzel dan menembus tumpukan pasir sehingga batu bara yang
berada di atas pasir tersebut dapat melayang dan terbakar di dalam ruang bakar. Batubara
yang telah terbakar namun belum habis dan ikut bersama-sama dengan aliran gas hasil
pembakaran dipisahkan dengan siklon untuk dikembalikan ke ruang bakar agar terbakar
secara sempurna. Untuk jenis yang seperti ini sering disebut sebagai unggun terfluidisasi
tersirkulasi (circulated fluidized bed atau CFB). Pada furnace boiler tipe CFB kecepatan gas
lebih cepat daripada boiler fluidized bed yang sistem bubling. Agar kepadatan yang ada
didalam furnace yaitu bed material dapat terangkat, dan mengalir maka diperlukan nilai
kecepatan gas minimum agar partikel dapat terangkat dan keluar furnace. Pembakaran
bahan bakar padat di dalam furnace terjadi akibat turbelensi, berbenturan dengan media
pembakar yaitu pasir. Sisa bahan bakar padat yang belum terbakar akan sirkulasi melalui
cyclone/compact separator.

BAB I PENDAHULUAN
Page 5
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

C. Perbedaan Jenis – Jenis Boiler secara Gambar


Gambaran skematik dan ukuran bahan bakar batubara yang dipakai di dalam boiler
stoker, fluidized dan pulverized firing dapat dilihat pada Gambar 1.8. Dari gambar 1.8.
tersebut terlihat bahwa rancangan masing-masing boiler membedakan kecepatan gas dan
ukuran partikel batubara yang diumpankan sebagai bahan bakar. Boiler jenis stoker dapat
menerima ukuran butiran sebesar 6 mm. Sedangkan untk CFB ukuran partikel yang terbang
adalah antara 100 hingga 300 μm dan untuk jenis pulverized, ukuran partikel batubara saat
diumpankan adalah sekitar 50 μm. Dengan demikian kecepatan habis terbakarnya batubara
akan berbeda-beda pada ketiga jenis boiler tersebut, yang tentunya berakibat pada
kapasitas produksi uap yang berbeda pula. Mengingat ukuran butir partikel berkaitan
dengan luas permukaan bahan bakar yang akan kontak dengan oksigen yang sangat
menentukan terhadap kecepatan reaksi pembakaran dan waktu tinggalnya di dalam ruang
bakar, desain kecepatan aliran gas (yang berarti laju volumetric udara juga) di dalam ruang
bakar juga berbeda. Kecepatan yang berbeda ini juga berakibat pada laju pasir yang ikut
terbang bersama dengan butiran batubara yang kecil ukurannya yang akhirnya berakibat
pada kikisan terhadap pipa-pipa air yang berada di dalam ruang bakar.

Stoker Firing Fluidized Bed Firing Pulverized Firing


(Fixed Bed) BFB CFB (Entrained Bed)

Gas
Gas
Gas
Gas

Fuel Fuel & Air Air


Sorbent Fuel & Fuel
Sorbent

Air Ash Air Ash Air Ash Ash

Velocity 8 - 10 ft/ sec 4 - 10 ft/ sec 15 - 23 ft/ sec 15 - 33 ft/ sec


(2.3 - 3.0 m/ s) (1.2 - 3.0 m/ s) (4.6 - 7.0 m/ s) (4.6 - 10.0 m/ s)

Average Bed
6,000 m 1,000 m 100 - 300 m 50 m
Particle Size
Gambar 1.8. Perbedaan Jenis Jenis Boiler

BAB I PENDAHULUAN
Page 6
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 1.9. Perbandingan Jenis Jenis boiler Versi 2

Perhitungan kecepatan flue gas (w; m/s) di furnace (typically di top of furnace)
berasal dari :
- Flue gas flow rate (Q; Nm3/h)
- Furnace/bed temperature (T; °C)
- Pressure di upper section/top of furnace (P; Pa)
- Luas area atau cross section dari upper section/top of furnace (A; m2) :

1.2. Teknologi Terapan Boiler CFB


Boiler CFB (Circulating Fluidized Bed) di mana terjadi proses antara lain :
a. CIRCULATING : Proses sirkulasi bed material dan batubara yang belum habis
terbakar dari FURNACE masuk CYCLONE kemudian turun ke SEALPOT dan
kembali ke FURNACE;
b. FLUIDIZED : Penghembusan udara primer untuk menjaga bed material dan
batubara tetap melayang didalam Furnace;
c. BED : Material berupa partikel-partikel kecil (pasir kuarsa, bottom ash) yang
digunakan sebagai media transfer panas dari pembakaran HSD ke pembakaran
Batubara.

BAB I PENDAHULUAN
Page 7
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 1.10. Boiler Jenis CFB (Circulating Fluidized Bed)

A. Teknologi Boiler CFB


Boiler CFB adalah teknologi Boiler yang menggunakan sistem pembakaran
bersirkulasi melalui 3 (tiga) peralatan utama, yaitu :
1) Furnace : Ruang Pembakaran, dimana komponen utama : Wall tube, Panel
Evaporator, Panel Superheater;
2) Cyclone : Ruang Pemisah antara Flue Gas dan Batubara yang belum terbakar
berdasarkan beda berat jenis, dimana komponen utama : Cyclone, SealPot, Seal
Pot Duct;
3) Backpass : Pemanfaatan kalori dari flue gas, dimana komponen utama : Finishing
Superheater, Low Temperature Superheater, Economizer, Tubular Air Heater.

B. Konsep Pembakaran Boiler CFB


1) Pembakaran dengan SOx dan NOx yang rendah;
2) Pembakaran yang efisien (tara kalor rendah);
3) Coal dibakar pada bagian `bed of hot material„ yang mengambang dan
bersirkulasi dalam furnace karena kecepatan udara yang tinggi sehingga
menyebabkan fluidisasi pada bed material;
4) Bed inventory terdiri dari coal fuel, sorbent, inert sand, dan reinjected coal dari
cyclone.

BAB I PENDAHULUAN
Page 8
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

C. Proses Pembakaran Boiler CFB


1) Coal dan limestone dimasukkan ke dalam Furnace, serta fluidizing air / primary
air dari air plenum melalui nozzle grate;
2) Aliran turbulen menyebabkan coal cepat bercampur dengan limestone secara
merata pada bed material. Fluidizing air dan bed temperatur menyebabkan
material terbakar dan sirkulasi;
3) Material yang telah terbakar semakin lama naik ke bagian atas furnace karena
massanya berkurang kemudian masuk cyclone separator melalui transition piece,
sehingga flue gas dan fly ash terpisah dari material;
4) Material solid berputar menuju cyclone outlet cone dengan bantuan udara dari
fluidizing air blower menuju seal pot dan diinjeksikan kembali ke furnace melalui
seal pot return duct.

D. Kontrol Pembakaran Boiler CFB


1) Pressure drop of primary zone (chamber utama) yang mengindikasikan density
bed material sebagai variabel kontrol yang digunakan untuk mengontrol bed
temperature;
2) Pressure drop of secondary zone (chamber bagian atas) mengindikasikan density
upper furnace digunakan untuk mengevaluasi jumlah material;
3) Bed temperatur sebagai parameter yang dikontrol untuk menghasilkan
pembakaran yang efisien;
4) Furnace exit gas temperatur di transition piece sebagai variabel control;
5) Excess air merupakan parameter yang dikontrol.

E. Teknologi Ramah Lingkungan


Boiler CFB, sebagai contoh PLTU Tarahan Unit 3 dan Unit 4 dibangun dengan
konsep yang ramah lingkungan karena memiliki :
1) Waste Water Treatment Plant. yaitu plant untuk mengolah limbah cair sehingga
aman dibuang ke lingkungan sekitar;
2) Ash Handling System. yaitu plant untuk mengolah limbah abu sehingga tidak
mencemari lingkungan;
3) Sistem boiler yang mensirkulasikan kembali batubara yang belum terbakar di
furnace dan injeksi Sorbent/Limestone dengan efisien, sehingga pembakaran
lebih baik dan emisi buangan SOX dan NOX yang lebih rendah.

BAB I PENDAHULUAN
Page 9
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

F. Diversifikasi Energi Primer (Non-BBM & Gas)


PT PLN (Persero) dan Pemerintah sedang melakukan diversifikasi energi primer
dengan menggunakan bahan bakar non-BBM dan gas. Oleh sebab itu, PLTU CFB ini
didesain menggunakan batubara yang lebih murah untuk Biaya Pokok Produksi bahan bakar.

G. Teknologi Operasional Berbasis Program Komputer


Boiler CFB, sebagai contoh PLTU Tarahan Unit 3 dan Unit 4 telah menggunakan
sistem komputerisasi untuk memudahkan pengoperasian, monitoring dan perbaikan unit
yaitu menggunakan Distributed Control System (DCS) merk ABB Harmony yang
terintegrasi dengan berbagai macam Programable Logic Control (PLC) di plant sehingga
memudahkan dalam pengoperasian unit pembangkit.

H. Perbandingan Boiler CFB dengan Boiler PC

1.3. Sejarah dan Perkembangan Pembangkit CFB


Perkembangan Teknologi Boiler CFB pada dekade tahun terakhir belakangan ini
sangat cepat sekali dalam hal peningkatan kapasitas Boiler, Efisiensi, dan Reliability, dimana
menunjukkan bahwa Boiler CFB lebih menguntungkan dari segi ekonomi dan membuktikan
sebagai alternatif pilihan lain di bandingkan dengan Boiler jenis PC. Baru baru ini, dengan

BAB I PENDAHULUAN
Page 10
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

mengadopsi Super Critical Steam Condition dan pengoperasian dengan Efisiensi tinggi pada
Boiler CFB 460 MW di Polandia telah memberikan langkah besar dalam hal peningkatan
kemampuan Boiler CFB. Di Cina, kemampuan CFB pada kondisi Subcritical dalam hal
mengelola dan berbagi dalam peningkatan kapasitas batubara secara berkelanjutan, dan
Commissioning Boiler CFB Super Critical terbesar di dunia dapat dijadikan bukti sebagai
permulaan pertumbuhan sekarang ini. Lainnya, konstruksi pembangunan untuk Multiple Unit
Pembangkit CFB 4400 MW di Korea Selatan merupakan informasi bahwa teknologi ini dalam
proses mengakuisisi atau menguasai dalam perkembangan Pembangkit Batubara. Akan
tetapi, kesesuaian Boiler CFB untuk Project tergantung dari beberapa faktor khusus, seperti
Tipe dan konsistensi Suplai Bahan bakar, Standard Emisi, Potensial Co-Firing, dan pilihan
untuk Ash Disposal. Selanjutnya, Potensial keuntungan dan kekurangan Boiler CFB telah
terjadi banyak perubahan pada 10 tahun terakhir sebagai bentuk pengembangan teknologi
dan perubahan dalam bidang Politik Ekonomi dalam bidang Pembangkit Batubara.
Perkembangan Boiler CFB dalam hal fleksibilitas Bahan bakar, dalam kondisi toleransi
untuk variasi dan kemampuan untuk pembakaran Range Bahan Bakar yang luas, dan
penurunan Emisi Sox dan Nox. Kedua keuntungan ini, fleksibilitas Bahan bakar menjadi
terdepan pada tahun sekarang dan meningkatkan pasar untuk mencari sumber bahan bakar
yang lebih murah dan kemampuan kemudahan untuk mengubah Sumber suplai menjadi
meningkat. Tambahan, Perkembangan Pembangkit Batubara di India, Cina, dan Korea
Selatan mengharuskan eksplorasi kualitas batubara yang jelek, seperti kandungan Ash tinggi
pada Bituminus dan Anthracite, dimana dapat menimbulkan permasalahan pada Boiler
standard PC.
Tahun berikutnya seperti sebagai ajang pembuktian bagaimana Boiler CFB dapat
berkompetisi dengan Boiler PC untuk Power Generation. Pada Pasar lainnya, ada
peningkatan kegiatan termasuk Afrika Selatan, dimana Boiler CFB bertujuan untuk
mengeksploitasi limbah tambang batubara yang besar, dan negara dengan sumber daya
alam Batubara Lignit yang besar seperti Turki dan Indonesia. Boiler CFB kemungkinan
menjadi terbesar dalam sektor Pembangkit Batubara, dapat dilihat sekarang ini berkembang
secara terus menerus sampai nantinya mencapai puncak.
Perkembangan Boiler CFB di Indonesia, terutama di lingkungan PLN sendiri sudah
dapat dilihat mulai dari proyek 10.000 MW dan perkembangan sekarang ini untuk proyek
35.000 MW. Boiler CFB di lingkungan PLN pertama kali sebagai Pilot Project adalah PLTU
Tarahan dengan kapasitas 2 x 100 MW, yang mulai beroperasi secara komersial sejak tahun
2007 dimana Manufacture dari ALSTOM BOILER. PLTU Tarahan terletak di Provinsi

BAB I PENDAHULUAN
Page 11
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Lampung, yang merupakan salah satu unit pembangkit yang dimiliki oleh PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan. Setelah itu dilanjutkan dengan pembangkit
pembangkit CFB PLN lainnya, seperti PLTU Labuhan Angin, PLTU Amurang, PLTU Teluk
Sirih, PLTU Sebalang, PLTU Nagan Raya, PLTU Jeranjang, PLTU Bangka Belitung, dan
lainnya.
Berikut beberapa perkembangan Teknologi Boiler CFB di dunia, antara lain :
1) Tahun 1985, Germany Duisburg by Lugi, Kapasitas 95.8 MW (Steam Flow : 270
T/h, Main Steam Temp. : 535 / 535 oC, Main Steam Pressure : 14.5 MPa);
2) Tahun 1990, USA New Mexico by ALSTOM, Kapasitas 165 MW (Steam Flow : 500
T/h, Main Steam Temp. : 540 / 540 oC, Main Steam Pressure : 13.7 MPa);
3) Tahun 1996, France Gardanne by ALSTOM, Kapasitas 250 MW (Steam Flow :
700 T/h, Main Steam Temp. : 567 / 566 oC, Main Steam Pressure : 16.9 MPa);

Gambar 1.11. Boiler Jenis CFB France Gardanne 250 MW

BAB I PENDAHULUAN
Page 12
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

4) Tahun 2002, USA JEA by FW, Kapasitas 300 MW (Steam Flow : 900 / 806 T/h,
Main Steam Temp. : 540 / 540 oC, Main Steam Pressure : 17.2 / 3.8 MPa);

Gambar 1.12. Boiler Jenis CFB USA JEA by FW 300 MW

5) Tahun 2009, Poland Lagisza by FW, Kapasitas 460 MW (Steam Flow : 1300 /
1102 T/h, Main Steam Temp. : 550 / 548 oC, Main Steam Pressure : 27.5 / 5.48
MPa);

Gambar 1.13. Boiler Jenis CFB Poland Lagisza by FW 460 MW

BAB I PENDAHULUAN
Page 13
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

BAB II
PEMBANGKIT PLTU BATUBARA TIPE CFB
(CIRCULATING FLUIDIZED BED)

2.1. Pengenalan Pembangkit PLTU Batubara Tipe CFB


Dalam pembangkit listrik, untuk memutar turbin dibutuhkan uap yang sifatnya
kering yang dikenal sebagai “superheating steam” (Main Steam). Hal ini disebabkan apabila
uap mengandung butir - butir air akan merusak sudu-sudu Turbin. Untuk membuat uap
kering, maka uap jenuh dimasukkan ke dalam “superheater” beberapa tingkat
tergantung kebutuhan. Super heater adalah heat exchanger yang ditambahkan dan
diletakkan dalam ruang bakar untuk menghasilkan uap kering. Selanjutnya untuk
meningkatkan efisiensi boiler beberapa peralatan ditambahkan yaitu “economizer”,
beberapa fan dan peralatan lainnya. Pengetahuan tentang perpindahan panas yaitu
konduksi, konveksi dan radiasi dibutuhkan untuk melakukan perhitungan dalam rekayasa
boiler. Pada pembakaran batubara di Boiler CFB, batubara digiling terlebih dulu dengan
menggunakan crusher sampai berukuran maksimum 6 mm - 10 mm (tergantung desain
boiler masing – masing). Tidak seperti pembakaran menggunakan stoker yang
menempatkan batubara di atas kisi api selama pembakaran atau metode Pulverized Coal
Combustion (PCC) yang menyemprotkan campuran batubara dan udara pada saat
pembakaran, butiran batubara dijaga agar dalam posisi mengambang, dengan cara
dihembuskan udara dengan kecepatan tertentu dari bagian bawah boiler (Wind Box Plenum).
Keseimbangan antara gaya dorong ke atas dari udara Primary Air Fan dan gaya
gravitasi akan menjaga butiran batubara tetap dalam posisi mengambang sehingga
membentuk lapisan seperti fluida yang selalu bergerak. Kondisi ini akan menyebabkan
pembakaran bahan bakar yang lebih sempurna karena posisi batubara selalu berubah
sehingga sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik dan mencukupi untuk proses
pembakaran. Karena sifat pembakaran yang demikian, maka persyaratan spesifikasi bahan
bakar yang akan digunakan untuk Boiler CFB tidaklah seketat pada metode pembakaran
yang lain. Secara umum, tidak ada pembatasan yang khusus untuk kadar zat terbang
(volatile matter), rasio bahan bakar (fuel ratio) dan kadar abu. Bahkan semua jenis
batubara termasuk peringkat rendah sekalipun dapat dibakar dengan baik menggunakan

BAB II PEMBANGKIT PLTU BATUBARA


TIPE CFB
Page 1
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Boiler tipe CFB ini. Hanya saja ketika batubara akan dimasukkan ke boiler, kadar air yang
menempel di permukaannya (free moisture) diharapkan tidak lebih dari 4%.

Gambar 2.1. Contoh Siklus PLTU Jenis Boiler CFB (Circulating Fluidized Bed)

Umumnya PLTU Batubara akan berkaitan dengan hasil pembakaran batubara dan
polutan dalam flue gas yang mengandung SO2, NOX dan partikulat. Partikulat berupa abu
disaring dengan alat Bag Filter ataupun yang menggunakan sistem ESP (Electro Static
Precipitator). NOX direduksi dengan Low Temperature Firing dalam furnace CFB. Sedangkan
SO2 direduksi dengan injeksi limestone (CaSO3) ke dalam furnace CFB selama proses
pembakaran batubara pada temperature 850 oC untuk mengikat SO2. Flue Gas setelah
melewati Bag Filter disalurkan ke Chimney (cerobong) setinggi 150 m yang berfungsi sebagai
pendispersi flue gas sehingga batas emisi flue gas yang dibuang ke lingkungan sesuai
dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 1995 tanggal 7 Maret
1995 mengenai Baku Mutu Emisi untuk PLTU Berbahan Bakar Batubara (Berlaku Efektif tahun
2000) yaitu : Total Partikel <150 mg/m3, SO2 < 750 mg/m3, NO2 < 850 mg/m3.
Pada Boiler CFB, terdapat alat lain yang terpasang pada boiler yaitu Cyclone. Partikel
media fluidized bed yang belum bereaksi dan batubara yang belum terbakar yang ikut
terbang bersama aliran gas buang akan dipisahkan di cyclone oleh Vortex Finder, untuk
kemudian disirkulasikan kembali ke Furnace. Melalui proses sirkulasi ini, ketinggian fluidized

BAB II PEMBANGKIT PLTU BATUBARA


TIPE CFB
Page 2
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

bed dapat terjaga, proses denitrasi dapat berlangsung lebih optimal, dan efisiensi
pembakaran yang lebih tinggi dapat tercapai. Adapun abu sisa pembakaran yaitu berupa
bottom ash (abu dengan partikel lebih berat) dan fly ash abu ringan yang mengalir bersama
gas buang, dan akan ditangkap lebih dulu dengan menggunakan Bag Filter sebelum gas
buang keluar ke cerobong asap (stack). Teknologi boiler tipe CFB ini mempunyai banyak
kelebihan dibandingkan dengan jenis boiler konvensional Pulverized Coal yang kita kenal
selama ini.
Di Lingkungan PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan sampai
tahun 2015 sekarang ini, sudah memiliki 3 jenis PLTU Boiler tipe CFB, yaitu PLTU Tarahan (2
x 100 MW) di Provinsi Lampung yang sudah beroperasi sejak tahun 2007, dan yang baru
operasi PLTU Sebalang (2 x 100 MW) di Provinsi Lampung dan PLTU Teluk Sirih (2 x 112
MW) di Provinsi Sumatera Barat.

A. Berikut adalah data teknis untuk Boiler CFB PLTU Tarahan :

Gambar 2.2. Boiler CFB PLTU Tarahan

Pusat Listrik Tenaga Uap Tarahan Unit 3 & 4 berkapasitas 2 x 100 MW berlokasi di
Desa Rangai Tri Tunggal (Desa Tarahan), Kecamatan Ketibung, Kabupaten Lampung Selatan,
Provinsi Lampung. Terletak di tepi Teluk Lampung yang berjarak 15 Km dari pusat Kota

BAB II PEMBANGKIT PLTU BATUBARA


TIPE CFB
Page 3
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Bandar Lampung ke arah Timur. Lahan Seluas 62,84 Ha digunakan untuk Power Plant,
Intake, Discharge dan Base Camp. Pembangungan fisik PLTU dimulai sejak tahun 2001
Site Preparation. Kemudian diteruskan tahapan pembangunan sipil yang resmi dimulai
tanggal 15 September 2004 yaitu pemancangan tiang pertama.
Proyek ini dibiayai oleh loan JBIC ODA LOAN No.IP – 486 dengan alokasi sebesar 6,41
milyar JPY dan 176,97 juta USD, dana pendamping dari pemerintah RI (APBN) dan
APLN senilai Rp. 332,85 milyar diluar biaya perolehan tanah dan pekerjaan persiapan.
Pembangunan PLTU Tarahan ini merupakan kebijakan pemerintah Indonesia yang
ditindaklanjuti oleh PT PLN (Persero) dengan mengembangkan pembangkit listrik non-BBM
yang memanfaatkan bahan bakar batubara. PT PLN (Persero) mengadakan kontrak
pembelian dengan PT Bukit Asam untuk menyuplai batubara untuk PLTU Tarahan.

History Unit 3 PLTU Tarahan :

History Unit 4 PLTU Tarahan :

BAB II PEMBANGKIT PLTU BATUBARA


TIPE CFB
Page 4
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Spesifikasi Boiler CFB PLTU Tarahan :

Manufacture : ALSTOM POWER

Parameter Units Value

Load 100 % Rating

Fuel Coal (± 4900 kcal/kg)

Main Steam Flow Ton/hr 351.09

Feedwater Temperature °C 235

Superheater Outlet Temp. °C 541

Superheater Outlet Press. Kg/cm²g 129

Gas temperature Leaving Air Heater °C 124

Air temperature Leaving Air Heater,


°C 233 / 227
PA/SA

Fuel Fired Ton/hr 48.15

Limestone Flow Ton/hr 0.925

Efficiency % 87.95

Excess Air Leaving Economizer % 20

B. Berikut adalah data teknis untuk Boiler CFB PLTU Teluk Sirih :
PLTU Teluk Sirih terletak di Desa Teluk Sirih RT 01/RW 04, Kelurahan Teluk Kabung
Tengah, Kecamatan Bungus (Jl. Padang-Painan KM 25), Padang, Sumatera Barat.
Kontrak No. 436.PJ/041/DIR/2008 yang ditandatangani 9 Mei 2008 oleh PT PLN (Persero)
dengan Konsorsium antara PT. Rekayasa Industri dan China National Technical Import &
Export Cooperation dengan Effective Date pada 18 Oktober 2008. Amandemen kontrak No.
A.01/2011 (Extention of Time) yang ditandatangani pada tanggal 30 Desember 2011 oleh PT
PLN (Persero) dengan Konsorsium antara PT. Rekayasa Industri dan China National Technical
Import & Export Cooperation dengan Effective Date pada 18 April 2011.
Nilai Kontrak dari Unit Pelaksana Konstruksi PLTU Teluk Sirih sebesar USD
179,024,152.- atau Rp. 673,609,315,309.-. Nilai tersebut termasuk PPN 10%. Sumber Dana

BAB II PEMBANGKIT PLTU BATUBARA


TIPE CFB
Page 5
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

dari Asosiasi Bank Daerah (ASBANDA) dan China Development Bank (CDB). PT PLN (Persero)
menunjuk PT PLN Jasa Engineering yang sejak tanggal 01 Juni 2010 berganti nama menjadi
PT PLN (Persero) Pusat Enjinering Kelistrikan (PUSENLIS), untuk melaksanakan perkerjaan
pemeriksaan dan persetujuan enjinering (design review) PLTU Teluk Sirih (2 x 112 MW)
merujuk pada Surat Penugasan Direktur Pembangkitan dan Energi Primer No.
00511/432/DITKIT/2007 tanggal 28 Desember 2007. PT PLN (Persero) menunjuk
KONSORSIUM PT. Kwarsa Hexagon Bekerja sama dengan PT. PLNE (Prima Layanan Nasional
Engineering) dan PT. Andalan Rereka Consultindo untuk melaksanakan pekerjaan
pemeriksaan, persetujuan desain (design review on site) dan Quality Assurance dan Quality
Control (QA/QC) PLTU Teluk Sirih melalui surat perjanjian Nomor18.PJ/121/PIKITRING
SBS/2008 tanggal 30 Desember 2008.

Gambar 2.3. Boiler CFB PLTU Teluk Sirih

BAB II PEMBANGKIT PLTU BATUBARA


TIPE CFB
Page 6
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Spesifikasi Boiler CFB PLTU Teluk Sirih :

Manufacture : WUXI HUAGUAN BOILER

Parameter Units Value

Load 100 % Rating

Fuel Coal (± 4500 kcal/kg)

Main Steam Flow Ton/hr 434

Feedwater Temperature °C 234

Superheater Outlet Temp. °C 540

Superheater Outlet Press. Mpa 9.8

Gas temperature Leaving Air Heater °C 141

Air temperature Leaving Air Heater,


°C 215 / 215
PA/SA

Fuel Fired Ton/hr 77

Limestone Flow Ton/hr 6.8

Efficiency % 92.26

C. Berikut adalah data teknis untuk Boiler CFB PLTU Sebalang :


PLTU Sebalang terletak di Tanjung Selaki Provinsi Lampung, lokasinya tidak terlalu
jauh dari PLTU tarahan. PLTU Sebalang memasok 2×100 MW yang dihasilkan dari dua unit
penghasil listriknya yang diberi nama Unit 1 dan Unit 2. Total 200 MW listrik tersebut dipasok
untuk membantu memenuhi kebutuhan listrik di wilayah Provinsi Lampung. Pembangunan
PLTU Sebalang merupakan pelaksanaan Perpres No 71 tahun 2006 tentang penugasan
kepada PT PLN untuk melakukan Percepatan Pembangunan Proyek Pembangkit Listrik
menggunakan batubara. Kontrak ditandatangani per 30 Oktober 2007 dengan memerlukan
waktu 49 bulan membangun Unit I dan 52 bulan untuk membangun Unit 2. PLTU Sebalang
beroperasi sejak November 2011 untuk Unit I dan Februari 2012 untuk Unit 2. PLTU ini
menjadikan batu bara sebagai bahan bakar utama. Batubara yang dipakai berkalori rendah
dengan bahan tambahan batu kapur. Batu kapur mengontrol emisi gas buang sehingga

BAB II PEMBANGKIT PLTU BATUBARA


TIPE CFB
Page 7
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

udara pembakaran PLTU ini ramah lingkungan. Total kebutuhan capai 1.000.800 ton batu
bara per tahun. Dengan dua pemasok batu bara yakni PT Hanson Energy dan PT PLN
Batubara.

Gambar 2.4. Boiler CFB PLTU Sebalang

Spesifikasi Boiler CFB PLTU Sebalang :

Manufacture : JINAN BOILER

Parameter Units Value

Load 100 % Rating

Fuel Coal (± 4500 kcal/kg)

Main Steam Flow Ton/hr 420

Feedwater Temperature °C 230

Superheater Outlet Temp. °C 540

Superheater Outlet Press. Mpa 9.8

BAB II PEMBANGKIT PLTU BATUBARA


TIPE CFB
Page 8
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gas temperature Leaving Air Heater °C 141

Air temperature Leaving Air Heater,


°C 215 / 215
PA/SA

Fuel Fired Ton/hr 77

Limestone Flow Ton/hr 6.8

Efficiency % 91.6

BAB II PEMBANGKIT PLTU BATUBARA


TIPE CFB
Page 9
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

BAB III
PROBLEM PLTU CFB
(CIRCULATING FLUIDIZED BED)

3.1. Permasalahan Boiler CFB


Dalam pengoperasian Boiler CFB, ternyata cukup banyak juga ditemui permasalahan
gangguan Boiler. Permasalahan terbesar Boiler CFB, antara lain :
1. Erosion Problem
2. Corrosion Problem
3. Fouling Problem
4. Agglomeration dan Slagging

A. Erosion Problem
Erosi atau pengikisan lapisan material karena adanya gesekan, hantaman oleh
pergerakan suatu benda sehingga terjadi proses keausan dimana material dipindahkan dari
permukaan solid karena tumbukan benda solid. Pada Boiler CFB pengikisan terjadi karena
sebab utama Bed Material yang bersifat abrasive. Hal ini merupakan bentuk kegagalan
kontinyu bagi dinding luar (Outer Diameter) tuber boiler CFB, keausan erosi akan terus
berlanjut secara terus menerus, selama boiler CFB beroperasi dengan material bed yang
terdiri dari : pasir kuarsa, batubara, limestone/kapur dan udara pembakaran. Hal ini tidak
dapat dihentikan, namun hanya dapat dikendalikan. Tingkat Erosi pada Boiler CFB tergantung
pada hal – hal berikut ini, antara lain :
1. Suspension Density of Particle, dimana besarnya campuran fluida (kepadatan)
massa jenis dari suatu particle zat padat mempengaruhi tingkat laju erosi;
2. Superficial Velocity (Kecepatan dangkal), superficial velocity cairan atau gas
digambarkan sebagai rasio dari laju volumetric flow cairan atau gas terhadap
area penampang melintang;
3. Particle Characteristics, dimana karakteristik sebuah Particle dan Particle Size
Distribution mempengaruhi tingkat laju erosi;
4. Trajectory of Solids, lintasan padat suatu particle pada suatu proses yang
mempengaruhi tingkat laju erosi.

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 1
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 3.1. Proses Terjadinya Erosi

Erosi pada Boiler CFB sangat tergantung pada tingkat laju bed material (solids) yang
mengenai Waterwall di dalam ruang pembakaran. Area – area yang mengalami tingkat erosi
tinggi, antara lain :
a. Waterwall Refractory Interface
b. Protruding Instruments
c. Irregularities and Weld Defects in the Membrane Wall
Erosi pada Boiler CFB sering terjadi pada Waterwall Interface, yaitu di Waterwall Tube
dan Panel Tube maupun pada Refractory. Di samping itu juga, pada Lower PA dan SA Nozzle

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 2
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

juga seringkali terkena dampak dari erosi pada ruang pembakaran, sedangkan untuk Fly Ash
yang bersifat abrasive menyebabkan erosi pada daerah Backpass Tube.
Dampak negatif dari Erosi ataupun Abrasi yang terjadi pada Boiler CFB, menyebabkan
beberapa permasalahan pada Boiler CFB, antara lain :
1. Tube Leak Failure (Pecah Pipa Boiler)
Kegagalan utama dalam Boiler tipe CFB adalah pecah tube yang diakibatkan oleh
proses abrasive yang terjadi pada permukaan luar tube. Pada beberapa kasus dimana terjadi
bocor tube dengan kebocoran yang besar, kenaikan tekanan dalam furnace terjadi sangat
drastis dan secara tiba - tiba. Keausan/erosi tidak terlepas dari proses pembakaran di ruang
bakar, diawali dari penyalaan burner menggunakan bahan bakar HSD dan inert bed berupa
pasir kuarsa, dengan bantuan udara Primary Air (PA) dan Secondary Air (SA) sehingga terjadi
proses sirkulasi pembakaran di dalam furnace. Akhirnya temperatur inert bed sama dengan
temperatur ruang bakar. Saat inert bed dalam keadaan membara (ditandai dengan
temperatur furnace ± 630 oC), batubara dimasukkan dan didorong oleh udara (Primary Air),
kemudian hamburan butiran serta partikel api bercampur bed ringan (Fly Ash) terbang ke
atas, sedangkan bed material yang massanya lebih berat jatuh ke bawah untuk disirkulasikan
kembali ke dalam Furnace dengan bantuan Fluidizing Air Blower. Bed Material abrasive
dengan temperatur tinggi dan tidak terkontrol mengenai Wall Tube sehingga terjadi keausan
/ erosi. Keausan / erosi tersebut menyebabkan wall tube mengalami penipisan sampai pada
suatu ketebalan tickness tertentu (standard kritis < 3,7 mm), dan akhirnya tube bocor /
pecah. Erosi adalah proses keausan dimana material bersirkulasi sehingga menyebabkan
gesekan antara bed material dengan benda solid (Tube). Proses impact terdiri dari dua
komponen yaitu gaya normal terhadap permukaan yang menyebabkan perubahan struktur
material dan gaya paralel yang akibat gravitasi bed material terhadap permukaan tube.

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 3
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 3.2. Tube Failure yang disebaban oleh Erosi

Berikut ini adalah beberapa penyebab yang dapat mempercepat terjadinya tingkat
erosi tinggi pada tube boiler :
a. Tube Over Bending
Bending adalah proses pembengkokan pada suatu material pada suatu sumbu
pembengkokan. Over Bending artinya ada beberapa tube yang ter-install terlalu bengkok ke
arah dalam furnace. Hal ini mengakibatkan memicu terjadinya benturan/impact dengan inert
bed yang lebih tinggi dibanding dengan posisi tube yang tegak (instalasi tidak overbending).
Sehingga tube dengan posisi overbending jauh lebih cepat mengalami abrasive dan akhirnya
mengalami kebocoran.

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 4
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 3.3. Contoh Tube Failure akibat Over Bending

b. Tube Fin (sirip tube) Miss - Alignment


Fin tube adalah sirip pada tube yang menghubungkan tube yang satu dengan yang
tube yang lain. Jadi tube dalam boiler itu saling terhubung antara yang satu dengan yang
lainnya. Jika pemasangan fin pada tube itu tidak center antara tube yang dihubungkannya,
misalnya pemasangannya miring, maka akan mengakibatkan terjadinya turbulensi udara
pada salah satu tube yang poisinya miring. Ini mengakibatkan terjadi impact yang besar
pada daerah tersebut yang berasal dari inert bed yang bersirkulasi seiring dengan terjadinya
turbulensi udara.

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 5
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 3.4. Contoh Tube Failure akibat Tube Fin Miss – Alignment

c. Tube Miss - Allignment / Joint Tidak Center


Joint adalah posisi sambung dua buah pipa dalam satu jalur yang dihubungkan
menggunakan Las Welding. Sehingga pipa/tube dalam boiler pada sebuah jalur adalah
kumpulan dari banyak pipa/tube yang digabungkan dengan cara di las. Jika joint tidak
segaris atau allignmentnya buruk, maka akan mengakibatkan terjadinya turbulensi pada
daerah tube yang tidak segaris tersebut. Turbulensi udara yang disertai inert bed ini pula
yang dapat mengakibatkan terjadinya abrasive pada pipa/tube boiler.

Gambar 3.5. Contoh Tube Failure akibat Tube Miss – Alignment Joint tidak Center

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 6
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

d. Tube Welding Defect


Welding atau pengelasan adalah cara untuk membentuk ikatan metalurgi antara dua
potong logam oleh aplikasi panas dengan tujuan untuk menggabungkan keduanya. Tube
Welding Defect adalah kondisi dimana terjadi cacat dalam pengelasan tube boiler.

Gambar 3.5. Contoh Tube Failure akibat Tube Welding Defect

Cacat Pengelasan dapat dikelompokkan dalam tiga klasifikasi utama yaitu :


1. Planar Cacat : Linear dari setidaknya satu dimensi;
2. Linear Volumetrik Cacat : Linear panjang dengan volume;
3. Non Planar Cacat : Bulat panjang indikasi tanpa significan size.

Cacat Pengelasan yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan visual dapat


dikelompokkan sebagai berikut :
1. Crack
Crack adalah salah satu defect dari poor welding yang tidak diijinkan oleh semua code
standar seperti ASME I IX, API 650 1104, ANSI B13.1. Crack yang mungkin terjadi pada
material yang di las umumnya disebabkan oleh banyak faktor dan dapat diklasifikasikan oleh
bentuk dan posisi. Crack diklasifikasikan sebagai planar.

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 7
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Defect Crack dibagi atas :


a) Hot Crack / Solidification Crack
Hot Crack umumnya terjadi pada suhu tinggi ketika proses pembekuan berlangsung.
Faktor penyebab Solidification Crack :
- Impurities seperti sulfur atau phospor dan carbon;
- Joint design terlalu dalam dan lebar;
- Gangguan pada kondisi heat flow, seperti kondisi STAR/STOP.

Cara menghindari terjadinya Hot Crack :


- Pakai material dasar yang berkualitas tinggi (low carbon content);
- Pakai basic flux;
- Joint design selection dengan memperhitungkan depth, width rasio;
- Minimize jumlah stress;
- Pakai high magnase dan low carbon content filter / electrode;
- Bersihkan joint untuk preparation.

b) Cold Crack / Hydrogen Crack


0
Cold Crack umumnya terjadi dibawah suhu 200 C setelah proses pembekuan.
Hydrogen Crack terjadi terutama dalam grain structure daerah HAZ, yang juga dikenal
sebagai Cold Crack, underbead atau toe crack terletak sejajar ke fusion boundary dan
biasanya merupakan kombinasi dari intergranular dan transganular cracking. Arah tegangan
dari tegangan sisa menyebabkan crack semakin tumbuh menjauh dari fusion boundary.
Faktor penyebab terjadi Cold Crack :
- Susceptible Microstructure (Grain structur yang mudah kena);
- High Hydrogen;
- High Tensile Stress;
- Temperature < 200 0C.

Cara Menghindari terjadinya Cold Crack :


- Kurangi Hydrogen Influence;
- Lakukan Preheat dan PWHT;
- Kurangi Weld Metal Hydrogen dengan memilih proses atau consumable welding
yang baik;
- Pakai teknik multi run daripada single run;

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 8
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

- Hilangkan kelembaban / moisture dari joint preperation / reduce rusty;


- Bersihkan welding area dari contaminasi;
- Pakai austenic atau nickle filler;
- Pakai dry shielding gasses;
- Pakai low hydrogen weld prosses;
- Kurangi residual stress;
- Blend pada weld profile untuk mengurangi konsentrasi stress pada toe weld.
Hardness di daerah HAZ sangat dipengaruhi oleh chemical componen dan cooling rate
ketika proses welding. Cooling rate tinggi disebabkan oleh heat input yang terlalu rendah dan
akan mengakibatkan increase hardness, hydrogen terperangkap, dan lack fusion. High
hardness akan mengakibatkan high tensile stress kemudian terjadi crack.

Preheat tergantung pada :


- Heat Input;
- Carbon Equivalent (CE). Weldability dari logam dipengaruhi oleh CE. CE tinggi
akan menurunkan weldability dari logam tersebut;
- Material thickness;
- Hydrogen scale.

Bentuk Crack dapat dibagi menjadi :


a) Longitudinal Crack (Crack memanjang)

Gambar 3.6. Longitudinal Crack

b) Transverse Crack (Crack melintang)

Gambar 3.6. Transverse Crack

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 9
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

2. Lack of Fusion
Defect ini menggambarkan kondisi ketika weld metal tidak sepenuhnya mengisi
sambungan weld. Ada ruang antara Weld Metal dan Parent Material atau antara Weld Bead
dimana ada lack. Lack of Fusion dapat dikelempokkan menjadi :
a) Lack of sidewall fusion

Gambar 3.7. Lack of Sidewall Fusion

b) Lack of inter-run fusion

Gambar 3.8. Lack of Inter-Run Fusion

c) Lack of root fusion

Gambar 3.9. Lack of Root Fusion

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 10
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Faktor penyebab Lack Of Fusion antara lain :


- Weld Preparation terkontaminasi;
- Tehnik pengelasan yang buruk;
- Amperage terlalu rendah;
- Amperage terlalu tinggi (High Travel Speed);
- Large Root Face, Small Root Gap.

3. Slag Inclusion
Inclusion/Inklusi adalah partikel kontaminan yang terperangkap dalam weld metal.
Partikel slag yang terperangkap adalah jenis yang paling umum dari inklusi. Permukaan tidak
benar-benar dibersihkan juga dapat menyebabkan inklusi. Inklusi tungsten bisa dihasilkan
dari potongan-potongan kecil tungsten yang putus dari ujung elektroda di GTAW.

Gambar 3.10. Slag Inclusion

Beberapa faktor penyebab slag :


- Weld Preparation terkontaminasi;
- Salah kecepatan pengelasan;
- Arc Lenght terlalu panjang;
- MAG dan pengelasan TIG proses menghasilkan inklusi silica;
- Inklusi lainnya termasuk tungsten dan inklusi copper/tembaga dari TIG dan
proses pengelasan MAG.

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 11
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 3.11. Faktor Penyebab Slag Inclusion

4. Porosity / Gas Pores


Porosity adalah gelembung kecil gas yang terperangkap dalam welding. Gas mungkin
dihasilkan selama welding dari penguapan kotoran yang mudah menguap seperti minyak,
lemak, cat, dll pada permukaan parent / base material. Kelembaban pada permukaan logam
adalah penyebab umum lain terjadinya Porosity. Gas dapat juga dihasilkan dari kotoran
volatil dalam base material itu sendiri seperti sulphur yang berlebihan. Elektroda Damp
adalah salah satunya juga.
Elektroda Ishielded Metal Arc harus disimpan dalam oven setelah dikeluarkan dari
wadah pelindung mereka karena lapisan fluks mereka cenderung untuk menyerap
kelembaban dari udara. Kondisi pengelasan yang tidak benar (poor shielding gas coveragen,
fluks yang jelek, welding current terlalu rendah, no preheat juga dapat mengakibatkan
porosity.

Gambar 3.12. Porosity (Gas Pores)

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 12
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

5. Undercut
Undercut adalah Groove meleleh ke dalam base material yang berdekatan dengan
ujung/toe weldingan. Beberapa penyebab terjadinya undercut :
- Excessive welding current;
- Welding speed too high;
- Incorrect electrode angle;
- Excessive weave;
- Electrode too large;

Gambar 3.13. Undercut

6. Overlap
Overlap adalah ketidaksempurnaan pada toe/sudut atau root dari weldingan yang
disebabkan oleh logam yang mengalir ke permukaan tanpa menyatu dengan base material.
Beberapa penyebab terjadinya Overlap :
- Kontaminasi ketika weld preparation;
- Slow travel speed;
- Teknik Pengelasan yang buruk;

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 13
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

- Current too low.

Gambar 3.14. Overlap

7. Concave Root / Underfill


Concave Root atau Underfill adalah dimana weld metal / logam las-an tidak
sepenuhnya mengisi joint weldingan. Biasanya kondisi underfill akan terdiri dari las-an
dengan concave / cekung (bukan cembung) pada permukaan. Beberapa faktor yang
menyebabkan Concave Root :
- Root face dan gap terlalu besar;
- Excessive back purge pressure during TIG welding;
- Excessive root bead grinding before the application of the second pass.

Gambar 3.15. Concave Root / Underfill

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 14
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

8. Excessive Root Penetration


Excessive Root Penetration adalah weld metal yang timbul root atau face pada
weldingan sepanjang dinding permukaan yang berdekatan dengan base material. Excessive
Root Penetration dapat mengurangi fatigue life dari weldingan. Beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya Excessive Root Penetration :
- Root faces terlalu kecil;
- Root gap terlalu besar;
- Excessive Amps/Volts;
- Slow travel speed.

Gambar 3.16. Excessive Root Penetration

9. Burn Through
Burn through yaitu keadaan beberapa weld area yang runtuh karena penetrasi yang
berlebihan yang mengakibatkan lubang di root run.

Gambar 3.17. Burn Through

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 15
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

10. Crater Pipe & Crater Cracks


Crater Pipe adalah cacat penyusutan. Ciri-cirinya seperti memiliki pori didalam weld
center. Crater Cracks berhubungan dengan ujung ekor dari busur weldingan. Deposit
dari busur welding yang relatif besar dan ketika logam cair mulai mengeras, itu akan
bereaksi dengan penyusutan pada casting. Kulit terluar yang duluan mulai mengeras
menetapkan volume tetap. Pemadatan keseimbangan logam cair yang tidak cukup
komplit untuk mengisi are volume ini sehingga kontraksi dari logam pendingin akan
menyebabkan permukaan atas yang akan ditarik ke pusat bead area yang membentuk
lesung pipit atau kawah (crater). Dan akan mengakibatkan retak penyusutan di tengah
kawah/crater.

Gambar 3.18. Crater Pipe dan Crater Cracks

11. Spatter
Spatter yaitu Globulas dari weld metal atau filler metal yang keluar menempel pada
base material atau welding area.

Gambar 3.19. Spatter

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 16
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

12. Arc Strike


Arc Strike adalah bintik-bintik keras di base material diluar dari welding joint area
dimana welder melakukan sengaja membiarkan arc welding bersentuhan dengan base metal.

Gambar 3.20. Arc Strike

Secara keseluruhan Tube Welding Defect mengakibatkan permukaan yang tidak


smooth pada tube boiler. Yang seharusnya permukaan ini menjadi tempat jatuhnya inert bed
sesuai dengan arah gravitasi, namun karena permukaannya yang tidak smooth menyebabkan
terjadi hal yang sebaliknya yaitu menjadi target abrasive dari inert bed yang memungkinkan
erosi semakin cepat terjadi.

e. Refractory Failure
Kegagalan refractory dapat menyebabkan percepatan kerusakan oleh erosi bed
material yang tinggi pada area Waterwall tube yang di cover oleh refractory, semakin cover
refractory rusak, waterwall tube pada daerah tersebut akan semakin cepat mengalami
pengikisan tickness karena juga dimungkinkan terjadi penumpukan bed material yang dapat
menyebabkan titik Hotspot.

f. Tube Fabrication
Kualitas Tube dan komposisi material Tube sangat berpengaruh terhadap percepatan
tingkat erosi pada ruang pembakaran dengan temperatur operasi yang tinggi.

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 17
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Berikut ini contoh History Tube Leak pada PLTU CFB Tarahan di lingkungan PT PLN
(Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan, dimana hal ini mempengaruhi kinerja EAF
dan CF Pembangkit PLTU Tarahan Unit 3 dan Unit 4 yang telah beroperasi sejak Tahun 2007.

Gambar 3.21. History Tube Leak PLTU Tarahan Unit 3 dari Tahun 2007 - 2012

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 18
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 3.22. History Tube Leak PLTU Tarahan Unit 4 dari Tahun 2007 - 2012

Gambar 3.23. Tabel EAF, CF, EFOR Unit 3 dan Unit 4 PLTU Tarahan Tahun 2008 - 2014

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 19
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

2. Refractory Failure
Material Refractory adalah suatu bahan atau material yang bisa mempertahankan
kekuatannya pada suhu tinggi. ASTM C71 mendefinisikan refractory sebagai “bahan non-
logam yang memiliki properti-properti kimia dan fisik yang membuatnya tahan pada kondisi
di atas 1000 oF (811 0K, 538 0C)”. Bahan tahan api digunakan untuk membuat dinding boiler,
furnace, insinerator, reaktor dan lain-lain. Pada Boiler CFB, refractory digunakan untuk
melapisi daerah tube/pipa yang memiliki konsentrasi sirkulasi material bed yang padat dan
daerah bottom yang merupakan tempat masuknya udara Primary Air melalui Nozzle PA serta
Secondary Air melalui lubang SA.
Bahan apapun dapat digambarkan sebagai refractory jika bahan ini dapat bertahan
terhadap abrasi atau korosi bahan padat, cair, atau gas pada suhu tinggi. Karena
penggunaannya yang bervariasi dalam berbagai kondisi operasi, maka pihak manufaktur
memproduksi berbagai jenis refractory dengan berbagai sifat. Bahan-bahan refractory dibuat
dengan kombinasi dan bentuk yang bervariasi tergantung pada penggunaannya.
Persyaratan - persyaratan umum bahan refractory adalah :
- Tahan terhadap suhu tinggi;
- Tahan terhadap Perubahan suhu yang mendadak;
- Tahan terhadap lelehan terak logam, kaca, gas panas, dll.;
- Tahan terhadap beban pada kondisi perbaikan;
- Tahan terhadap beban dan gaya abrasi;
- Menghemat panas;
- Memiliki koefisien ekspansi panas yang rendah;
- Tidak boleh mencemari bahan yang bersinggungan.
Refractory dikategorikan menjadi 2 macam, Shaped (cetak) yaitu direbrick dan
casting cetak dan Unshaped (monolithic) refractories. Ada beberapa macam jenis monolithic
refractories antara lain : plastics, ram-ming mixes, mortars, coatings, castables/pumpables,
and gunning mixes.
Sifat - sifat Recractory (The Carbon Trust, 1993)

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 20
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Beberapa sifat penting refractory, yaitu :


1. Titik leleh
Bahan - bahan murni meleleh dengan seketika pada suhu tertentu. Kebanyakan
bahan refractory terdiri dari partikel terikat bersama dan memiliki suhu leleh tinggi;
2. Ukuran
Bentuk dan ukuran refractory merupakan bagian dari rancangan tungku, karena hal
ini mempengaruhi stabilitas struktur tungku;
3. Bulk density
Jumlah bahan refractory dalam suatu volume (kg/m3). Kenaikan dalam bulk density
refractory akan menaikkan stabilitas volume, kapasitas panas dan tahanannya terhadap
penetrasi terak;
4. Porositas
Volume pori-pori yang terbuka, dimana cairan dapat menembus, sebagai persentase
volume total refractory;
5. Cold crushing strength
Resistansi refractory terhadap kehancuran yang sering terjadi selama pengiriman.
Hal ini hanya keterkaitan tidak langsung terhadap kinerja refractory, dan digunakan sebagai
indikator resistansi terhadap abrasi;
6. Kerucut pyrometric dan kerucut pyrometric eqivalen/ Pyrometric
Cones Equivalent (PCE)
Suhu dimana refractory melengkung yang disebabkan tidak dapat menahan beratnya
lagi;

Gambar 3.24 Kerucut Pyrometric (Biro Efisiensi Energi, 2004)

7. Creep pada suhu tinggi


Sifat tergantung pada waktu, yang menentukan rusaknya bentuk pada waktu dan
suhu yang diberikan pada bahan refractory;

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 21
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

8. Ekspansi panas dapat balik


Bahan apapun akan mengembang jika dipanaskan, akan menyusut jika didinginkan;
9. Konduktivitas panas
Tergantung pada komposisi kimia, mineral dan kandungan silika pada refractory saat
suhu penggunaan. Konduktivitas biasanya berubah dengan naiknya suhu.

1. Sifat fisik Refractory (Physical properties)


Sifat fisik yang dibutuhkan untuk beberapa tipe refractory antara lain:
a) Shaped refractories
Density dan porosity serta toleransi dimensi. Density dan porosity berhubungan
dengan kekuatan, ketahanan abrasi, dan gas permeability. Toleransi dimensi berhubungan
dengan instalasi shaped refractory;
b) Plastic refractories (unshaped refractories)
Kemudahan untuk dikerjakan (workability) dan kemampuan untuk menuju kualitas
yang diinginkan (aging);
c) Ramming mixes (unshaped refractories)
Kemampuan untuk menumbuk sehingga memadat;
d) Castable refractories (unshaped refractories)
Kemampuan untuk mengalir (flowability) dengan penambahan air tertentu dengan
atau tanpa vibrasi.

2. Sifat thermal refractory (Thermal properties)


Ada 4 macam sifat thermal yang ada dalam refractory, antara lain:
a) Thermal expansion (ekspansi akibat panas)
Setiap benda akan memuai apabila dipanaskan, begitu juga dengan refractory.
Dikarenakan refracoty di-install dalam keadaan dingin maka perlu dipertimbangkan ruang
untuk expansi apabila beroperasi pada suhu tinggi.
b) Thermal shock (panas kejut)
Sifat ini dibutuhkan karena dalam kenyataannya refractory mengalami proses heating
dan cooling berkali-kali, baik itu karena normal start up atau shutdown plat ataupun karena
emergency shutdown. Ketahanan terhadap thermal shock tergantung kepada matrix bonding
pada batas butir.

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 22
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

c) Thermal diffusivity (difusi panas)


Sifat thermal diffusivity berguna apabila fluida yang dihantar mengandung banyak
carbon (reformed gas, dll). Sifat ini menyatakan difusi carbon dan graphite ke dalam
refractory.

3. Sifat kimia refractory (chemical properties)


Sifat kimia refractory didefinisikan sebagai analisa kimia ikatan dan kemampuan untuk
menahan cairan dari butir (grains) refractory pada suhu tinggi. Sifat kimia refractory sangat
ditentukan oleh komposisi kimia dari refractory tersebut. Ketika refractory terpapar cairan
korosif pada suhu tinggi ketahanan korosinya tergantung pada butir refractory dan system
ikatan kimia (chemical bonding system).

4. Sifat ceramic refractory (ceramic properties)


Sifat keramik refractory didefinisikan sebagai rekasi alami material apabila terpapar
suhu tinggi. Setiap refractory memiliki sifat yang berbeda apabila terpapar suhu tinggi,
tergantung pada komposisi kimia dan bagaimana refractory ini dibentuk (dibuat).

Kegagalan pada refractory dapat menyebabkan kegagalan pada tube terjadi lebih
cepat. Kegagalan pada Refracrory (Refractory Failure) disebabkan juga oleh tingkat erosi dan
abrasi bed material yang tinggi, sebagian besar kegagalan Refractory yang dapat
mempercepat proses erosi terjadi karena 3 penyebab utama, yaitu terjadinya :
1. Cracking, kondisi refractory yang retak

Gambar 3.25. Kondisi Refractory Cracking

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 23
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

2. Spalling, kondisi refractory yang pecah

Gambar 3.26. Kondisi Refractory Spalling

3. Erosion, kondisi refractory yang erosi (mengalami pengikisan)

Gambar 3.27. Kondisi Refractory mengalami Erosi

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 24
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

3. Nozzle Failure
Nozzle merupakan komponen tempat masuknya udara Primary Air ke dalam Boiler. Ini
merupakan salah satu komponen terpenting di dalam Boiler. Kegagalan pada Nozzle dapat
mengakibatkan tidak meratanya udara pembakaran yang masuk ke dalam Boiler dan
menyebabkan pasir inert bed masuk ke dalam bottom plenum dan berkumpul disana. Jika
tidak segera dilakukan drain, maka besar kemungkinan bottom plenum membara dan
terbakar. Dan dengan dilakukannya frekuensi drain bottom plenum yang lebih besar,
mengakibatkan inert bed di dalam Boiler pun cepat habis dan harus terus diisi inert bed baru.
Sedangkan penggunaan inert bed baru akan lebih mempercepat terjadinya erosi pada
refractory dan tube boiler.
Bentuk kegagalan pada Nozzle (Nozzle Failure) diantaranya yaitu :
1. Nozzle Worn Out (Nozzle aus);
2. Nozzle Cap Loose (Nozzle longgar dan lepas dari dudukan).

Gambar 3.28. Kegagalan Nozzle Worn Out dan Cap Loose

Cap Nozzle dipasang pada long tube menggunakan sistem ulir (Cap Nozzle sebagai
mur, Long Inner Tube sebagai baut) dan ditambah dengan tack weld. Lepasnya Cap Nozzle
dari long tube disebabkan oleh Proses pengecangan Cap Nozzle dan Tack Welding yang
kurang sempurna dan Tack Welding yang dilakukan untuk memperkuat pemasangan Cap
Nozzle pada tube mengalami kerusakan akibat abrasive.

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 25
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

3. Nozzle Plugging (Nozzle tersumbat)


Kondisi dimana salah satu atau beberapa lubang nozzle tersumbat inert bed, sehingga
udara Primary Air didalamnya mendorong terjadinya erosi dari dalam nozzle sebagai akibat
adanya daya dorong udara pembakaran yang tersumbat.

Gambar 3.29. Kegagalan Nozzle Plugging

Gambar 3.26. Mapping Kegagalan Nozzle

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 26
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

4. Expantion Joint Failure


Expantion Joint merupakan sambungan yang bersifat flexible dan memiliki toleransi
gerak antara Cyclone dengan Ruang Bakar Boiler (Furnace). Ruang Bakar Boiler bersifat
Dinamis Vertikal mengikuti kondisi beban Boiler. Ruang Bakar digantung oleh puluhan Hanger
diatasnya yang berfungsi sebagai penahan dan bersifat fleksibel. Sedangkan Cyclone
merupakan komponen Boiler yang berfungsi sebagai pemisah batubara yang belum terbakar
dengan abu (ash) sisa pembakaran dan mengembalikannya ke Ruang bakar. Cyclone bersifat
statis. Expantion Joint bersifat fleksibel untuk mengimbangi gerakan vertikal Boiler. Bentuk
kegagalan Expantion Joint (Expantion Joint Failure) ini adalah Expantion Joint robek dan
bolong karena adanya penumpukan bed material yang bersifat abrasive dan erosi.

Gambar 3.27. Kondisi Expantion Joint Bocor

Hal ini berbahaya karena dapat menyemburkan bara api batubara dan inert bed
sehingga menyebabkan Unit Derating atau Trip. Penyebab Kegagalan Expantion Joint ini
adalah karena adanya sirkulasi Inert Bed dan Batubara yang melewati Cyclone dan
mengalami Plugging (penyumbatan) Batubara dan Inert Bed. Plugging batubara dan inert
bed ini menyebabkan Expantion Joint sobek. Juga karena menyumbat pada engsel
sambungan, menyebabkan Expantion Joint tidak dapat bergerak mengikuti pergerakan naik
turun Boiler. Dalam keadaan Ekstreem, dapat menyebabkan Cyclone Sealpot crack pada body
dan refractory sealpot rusak.

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 27
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 3.28. Body Sealpot yang Crack/ Retak akibat tidak berfungsinya Expantion Joint

5. Wing Wall Tube Bowing


Wing Wall Tube Bowing adalah kondisi dimana tube boiler mengalami lengkungan.
Baik lengkungan ke dalam ataupun ke luar. Kondisi lengkungan tersebut dapat menyebabkan
abrasive dan erosi pada tube boiler berlangsung dengan sangat cepat. Karena menjadi
sasaran abrasive inert bed.

Gambar 3.29. Wing Wall Tube Bowing

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 28
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Penyebab terjadinya Tube Bowing ini adalah sebagai berikut :


a) Frequently Boiler Trip
Jika Boiler sering mengalami Trip artinya sering pula mengalami kondisi Start Stop
Boiler. Start Stop Boiler boiler yang terjadi dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan
terjadinya perubahan temperatur yang tinggi yang dialami oleh tube boiler. Hal ini akan
dapat mempengaruhi struktur material tube boiler, sehingga kemungkinan besar dapat
mengakibatkan tube bowing dan mempercepat terjadinya proses abrasive dan erosi oleh
inert bed.
b) Differential Temperature between Inlet & Outlet too high
Perbedaan temperature yang tinggi pada tube boiler sisi inlet dan outlet akan
menyebabkan perbedaan koefisien pemuaian tube. Sehingga ketika terjadi pemuaian, maka
akan terjadi perbedaan pemuaian. Inilah yang kemudian akan menyebabkan terjadinya
bowing pada tube boiler.
c) Condensate Water Trapped in Tube
Adanya air kondensasi yang terjebak di dalam tube boiler dapat menyebabkan
perbedaan temperatur pada tube ketika akan terjadi pemuaian. Sehingga pada daerah
tersebut akan sangat berpotensi terjadinya tube bowing

6. Bag Filter Failure


Pada Boiler tipe CFB (Circulating Fluidized Bed), untuk sistem pembuangan abu ringan
sisa pembakaran batubara (fly ash) yang menggunakan Bag House, secara umum terdiri dari
2 komponen utama, yaitu Bag Filter dan Fly Ash Transporter. Fungsi Bag Filter adalah untuk
menangkap/menyaring fly ash (abu ringan) yang terbang bersama flue gas (gas sisa
pembakaran) menuju Stack (Cerobong). Abu yang terkumpul di Bag Filter secara kontinyu
akan disemprot oleh udara bertekanan agar masuk ke dalam Fly Ash Transporter. Dari Fly
Ash Transporter akan didorong oleh udara bertekanan melalui line fly ash menuju Fly Ash
Storage untuk selanjutnya dibuang ke disposal.
Kegagalan pada Bag Filter akan menyebabkan terhambatnya sistem pembuangan fly
ash. Jika ini terjadi maka terpaksa Bag House dibongkar dan pembuangan fly ash secara
manual diambil dari Baghouse.
Bentuk kegagalan pada Bag Filter (Bag Filter Failure) yaitu diantaranya :

a) Filter Broken (Filter rusak);

b) Filter Sag (Filter merosot);

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 29
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

c) Filter Burnout (Filter terbakar).

Gambar 3.30. Bag Filter Failure

B. Corrosion Problem
Korosi adalah Kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu
logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang
tidak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut perkaratan. Contoh korosi yang
paling lazim adalah perkaratan besi. Korosi dapat disebabkan oleh oksigen dan karbon
dioksida yang terdapat dalam uap yang terkondensasi. Korosi merupakan peristiwa logam
kembali ke bentuk asalnya, misalnya besi menjadi oksida besi, alumunium dan lain-lain.
Peristiwa korosi dapat terjadi disebabkan oleh :
- Gas-gas yang bersifat korosif seperti O2, CO2, H2S;
- Kerak dan deposit;
- Perbedaan logam (korosi galvanis);
- pH yang terlalu rendah dan lain-lain.
Jenis korosi yang dijumpai pada boiler dan sistem uap adalah general corrosion,
pitting (terbentuknya lubang) dan embrittlement (peretakan baja). Adanya gas yang terlarut,
oksigen dan karbon dioksida pada air umpan boiler adalah penyebab utama general corrosion
dan pitting corrosion (tipe oksigen elektro kimia dan diffrensial). Kelarutan gas-gas ini di
dalam air umpan boiler menurun jika suhu naik. Kebanyakan oksigen akan memisah pada
ruang uap, tetapi sejumlah kecil residu akan tertinggal dalam larutan atau terperangkap pada
kantong-kantong atau dibawah deposit, hal ini dapat menyebabkan korosi pada logam-logam
boiler. Karena itu penting untuk melakukan proses deoksigenasi air boiler. Korosi dapat
menyebabkan kegagalan pada Tube dan meningkatkan kebutuhan bahan bakar sehingga

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 30
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

menurunkan efisiensi Heat Rate. Pada Boiler CFB, korosi dapat terjadi dari dalam tube boiler
yang disebabkan oleh Chemical Water dari Air Pengisi (Demin), maupun dari sisi luar tube
yang disebabkan oleh bahan bakar maupun udara dalam ruang pembakaran (Furnace).

Gambar 3.31. Proses Korosi pada Wall Tube

Korosi yang terjadi pada Boiler CFB, disebabkan oleh beberapa hal berikut ini :
1. Bahan Bakar dengan kandungan Chlorine Tinggi, berikut ditunjukkan pada
gambar 3.32 di bawah ini;
2. Control Pengoperasian Boiler yang tidak baik;
3. Temperatur pembakaran tinggi;
4. Penurunan udara Atmosphere sekitar;
5. Tingkat erosi pada Tube yang tinggi.

Gambar 3.32. Effect of Fuel pada Pembakaran

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 31
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Korosi yang terjadi pada Waterwall Tube disebabkan oleh pengikisan (erosi) di sekitar
waterwall tube dan pola pengoperasian dengan temperatur sangat tinggi. Jadi antara erosi
dan korosi pada Waterwall Tube sangat berhubungan erat.

Gambar 3.33. Korosi pada Waterwall Tube

Pada Waterwall Tube yang mengalami Corrosion Fatique akan mengalami stress
material dan lama kelamaan Waterwall Tube akan pecah/bocor juga. Proses terjadinya korosi
karena Sulphur ataupun Chlorine dapat dilihat pada gambar 3.34. dan gambar 3.35. di
bawah ini.

Gambar 3.34. Proses Korosi yang disebabkan oleh Sulphur

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 32
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 3.35. Proses Korosi yang disebabkan oleh Chlorine

Berikut ini adalah hal – hal yang dapat mencegah terjadinya Korosi pada Boiler CFB,
antara lain :
1. Udara Pembakaran (Oxygen) yang rendah;
2. Penyeragaman distribusi udara pembakaran;
3. Penyeragaman distribusi bahan bakar pada ruang pembakaran;
4. Menghindari terjadinya Local Hotspot;
5. Mencegah terbentuknya kerak dan deposit dalam boiler (dari dalam dan luar
tube);
6. Mencegah korosi galvanis;
7. Mengatur dan mengontrol pH dan alkalinitas air boiler yang sesuai standar
operasi;
8. Menggunakan tambahan/perlindungan/zat untuk mencegah korosi pada
temperatur tinggi;
9. Mengontrol temperatur Flue Gas pada Outlet Furnace / Inlet Cyclone;
10. Menggunakan Corrosion – Resisting Alloy;
11. Memanfaatkan sirkulasi Flue Gas;
12. Menghindari temperatur gas dan temperatur pembakaran Furnace tinggi yang
terus menerus.

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 33
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

C. Fouling Problem
Slagging dan fouling adalah fenomena menempel dan menumpuknya abu batu bara
yang melebur pada pipa penghantar panas (heat exchanger tube) ataupun dinding boiler.
Kedua hal ini sangat serius karena dapat memberikan dampak yang besar pada operasional
boiler, seperti masalah penghantaran panas, penurunan efisiensi boiler, tersumbatnya pipa,
serta kerusakan pipa akibat terlepasnya clinker. Keseluruhan masalah yang timbul tadi sering
pula disebut dengan clinker trouble. Fenomena menempelnya abu ini terutama dipengaruhi
oleh suhu melebur abu AFT (Ash Fusion Temperature), dan unsur – unsur dalam abu. Selain
kedua faktor tadi, evaluasi terhadap masalah ini juga dapat diketahui melalui perhitungan
rasio terhadap beberapa unsur tertentu dalam abu.

Gambar 3.36. Zona Area terjadinya Slagging dan Fouling

Fouling merupakan fenomena menempel dan menumpuknya abu pada dinding


penghantar panas (super heater maupun re-heater) yang dipasang di lingkungan dimana
suhu gas pada bagian belakang furnace lebih rendah dibandingkan suhu melunak abu (ash
softening temperature). Unsur yang paling berpengaruh pada penempelan abu ini adalah
material basa terutama Na, yang dalam hal ini adalah kadar Na2O. Bila kadar abu batubara

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 34
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

banyak, kemudian unsur basa dalam abu juga banyak, ditambah kadar Na2O yang tinggi,
maka fouling akan mudah terjadi.

Gambar 3.37. Fouling pada area Backpass Boiler

Evaluasi karakteristik fouling sama dengan untuk slagging, yaitu dinilai berdasarkan
rasio unsur basa dan asam, serta kadar Na2O di dalam abu. Jika nilai – nilai tadi tinggi, maka
secara umum kecenderungan fouling juga meningkat. Selanjutnya, kadar sulfur yang tinggi
juga cenderung mendorong timbulnya fouling melalui pembentukan senyawa bersuhu lebur
rendah, melalui persenyawaan dengan unsur basa ataupun besi.
Fouling yang berkembang akan dapat menyebabkan bermacam – macam masalah
seperti penurunan suhu uap pada keluaran ( outlet) super heater dan re-heater, serta
menyempit dan tersumbatnya jalur aliran gas. Untuk menghilangkan abu ini dapat digunakan
soot blower, sama seperti penanganan pada slagging.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa cara penilaian terhadap fouling.
a) Metode evaluasi representatif.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa faktor utama yang mempengaruhi
kondisi menempelnya abu adalah Na2O. Oleh karena itu, perusahaan B & W menentukan
penilaian fouling berdasarkan persamaan di bawah ini. Untuk pembagian tipe abu juga sama
dengan untuk slagging.

Abu tipe bituminus (CaO + MgO < Fe2O3)


Rf (Fouling index) = {(Fe2O3 + CaO + MgO + Na2O+ K2O) / (SiO2 + Al2O3 + TiO2
)} X Na2O

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 35
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Standar nilai
Potensi fouling Rf
Low 0.2 <
Medium 0.2 ~ 0.5
High 0.5 ~ 1.0
Severe > 1.0

Abu tipe lignit (CaO + MgO > Fe2O3)


Rf = kadar Na2O (%)
Standar nilai
Potensi fouling Rf
Low 1.2 <
Medium 1.2 ~ 3.0
High 3.0 ~ 6.0
Severe > 6.0

b) Unsur lainnya.
Selain cara – cara di atas, terdapat pula unsur – unsur lain yang juga mempengaruhi
kecenderungan fouling. Diantaranya adalah :
- Na2O
Unsur yang paling berpengaruh terhadap kecenderungan fouling adalah unsur alkali,
terutama Na. Seperti dijelaskan di atas bahwa pengaruh Na2O adalah besar. Batubara yang
abunya (baik tipe lignit maupun bituminus) mengandung Na2O dengan kadar lebih dari 1 ~
2% (sebagian pabrikan menunjuk angka lebih dari 2 ~ 4%) mengindikasikan memiliki
kecenderungan fouling yang tinggi. Di Jepang, standar kualitas batubara uap untuk Na2O
adalah 0.1% ~ 3% untuk pembangkitan listrik, dan maksimal 1.2% untuk industri semen.
Batas bawah untuk pembangkitan listrik adalah 0.1%, karena bila angkanya kurang
dari ini akan menyebabkan turunnya performa keterambilan debu (untuk proses pengambilan
debu dengan Electrostatic Precipitator suhu rendah yang banyak digunakan di Jepang).
Sedangkan untuk industri semen, standar angka (maksimal 1.2%) tadi bukan dimaksudkan
untuk menilai kecenderungan fouling, tapi untuk fenomena penurunan kualitas beton
terpasang yang disebut dengan alkali-aggregate reaction. Bila terdapat banyak Na2O dalam

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 36
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

semen, maka akan timbul alkali-aggregate reaction yang dapat menyebabkan tulang beton
menjadi aus atau mengembang, serta betonnya itu sendiri dapat mengembang dan retak.
Disamping Na, unsur lain di dalam semen yang juga dapat menyebabkan fenomena
ini adalah K (Kalium). Selain berasal dari abu batubara seperti halnya Na, Kalium juga ada
yang terbawa dari bahan baku semen. Oleh karena itu, penilaiannya ditentukan oleh jumlah
Na2O dan K2O di dalam semen, yang nilainya diharapkan tidak lebih dari 0.6%. Sedangkan
yang terdapat dalam abu batubara, standar nilai yang ditetapkan adalah maksimal 1.2%.
Alasan mengapa angkanya sangat besar yaitu 1.2% adalah karena sedikitnya jumlah
yang terbawa dari batubara untuk proses kalsinasi di kiln (diperlukan 110 ~ 120 kg batubara
untuk produksi 1 ton semen). Selain itu, bila abu batubara diganti dengan lempung yang
merupakan bahan baku sekunder (diperlukan 280 ~ 300 kg untuk produksi 1 ton semen),
kadar Na2O dan K2O dapat diperoleh dalam jumlah yang sangat sedikit sesuai dengan rasio
substitusi yang diperhitungkan. Bila jumlah Na2O dan K2O dikonversi ke dalam basis Na2O,
maka perhitungannya adalah Na2O + 0.658 K2O. Disini, angka 0.658 adalah hasil bagi
antara berat molekul Na2O (61.98) dengan berat molekul K2O (94.20).
- CaO.
Batubara dengan kadar CaO dalam abu yang tinggi menunjukkan kecenderungan
fouling yang tinggi pula. Disini, yang perlu mendapat perhatian adalah bila kadar CaO dalam
abunya lebih dari 15 ~ 20%.

D. Agglomeration dan Slagging


Batubara yang mengandung logam Alkali seperti Sodium dan Potassium dapat
menjadi masalah, dimana menghasilkan ash dengan Melting Point yang rendah dan
menyebabkan Slagging yang serius pada temperatur pembakaran yang tinggi pada boiler.
Deposit/kerak dapat menurunkan efisiensi heat rate transfer (perpindahan panas),
membentuk korosi pada permukaan metal, dan menahan flow gas. Pada Boiler CFB, Bed
Temperatur biasanya tidak cukup tinggi untuk melelehkan abu (ash) tetapi dengan
temperatur tinggi pada permukaan particle dapat menyebabkan bed material terjadi
aglomerasi (menyatu/mengelompok) pada kondisi mixing bahan bakar yang jelek dan
Overheat temperatur. Bed Agglomeration merupakan salah satu masalah terbesar pada
pengoperasian boiler CFB, contohnya sejumlah besar material akan mengalami kegagalan
tidak mampu di dorong oleh udara Primary Air secara lancar, dan berpotensial terjadi
aglomerasi dan slagging menjadi deposit kerak pada Furnace Boiler dan eksternal Heat
Exchanger seperti yang pernah terjadi pada PLTU CFB 300 MW Northside sejak tahun 2002,

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 37
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

yang menyebabkan kehilangan banyak produksi untuk shut down perbaikan. Terjadinya
Aglomerasi dan Slagging pada boiler CFB disebabkan oleh udara pembakaran (Primary Air
dan Secondary Air) yang jelek, biasanya kekurangan udara, bed material berlebih atau
particle bahan bakar terlalu besar. Lain halnya Particle bahan bakar yang baik juga dapat
menyebabkan Over heat temperatur dan Slagging pada Inlet Cyclone. Soot Blower yang
biasa digunakan pada boiler PC untuk menghilangkan deposit pada Furnace, biasanya tidak
cocok untuk boiler CFB kecuali kandungan Ash batubara tinggi atau terbakar habis.
(Barnes,2009).

Gambar 3.38. Zona Area Aglomerasi dan Slagging pada boiler CFB 300 MW

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 38
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 3.39. Mekanisme Aglomerasi dan Slagging

Slagging adalah fenomena menempelnya partikel abu batubara baik yang berbentuk
padat maupun leburan, pada permukaan dinding penghantar panas yang terletak di zona gas
pembakaran suhu tinggi (high temperature combustion gas zone), sebagai akibat dari proses
pembakaran batubara. Terkait hal ini, persoalan penting yang perlu mendapat perhatian
terutama adalah dinding penghantar panas konveksi pada bagian outlet dari tungku
(furnace), bila suhu gasnya melebihi temperatur melunak abu (ash softening temperature).

Gambar 3.40. Aglomerasi dan Slagging Furnace pada Boiler CFB PLTU Tarahan (Manhole)

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 39
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 3.41. Aglomerasi dan Slagging Furnace pada Boiler CFB PLTU Tarahan

Gambar 3.42. Aglomerasi dan Slagging Cyclone pada Boiler CFB PLTU Tarahan

Meskipun mekanisme menempel dan menumpuknya abu pada dinding penghantar


panas boiler adalah rumit dan belum sepenuhnya dapat diterangkan, tapi secara umum
dapat dijelaskan sebagai berikut :
Campuran mineral anorganik yang terdapat dalam abu batubara yang terdiri dari
lempung (clay), pyrite, calcite, dolomite, serta kuarsa (quarts), menerima panas radiasi yang
kuat di dalam tungku sampai akhirnya melebur. Saat abu yang melebur (molten ash) tadi
bersentuhan dengan permukaan pipa yang suhunya relatif lebih rendah, abu akan mengalami
pendinginan sehingga akhirnya menempel dan mengeras. Ketebalan lapisan abu yang
menempel ini biasanya tidak sampai pada tingkat yang mengganggu performa dinding
penghantar panas. Lagi pula, abu tadi dapat dihilangkan dengan penempatan soot blower di

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 40
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

dalam tungku secara tepat. Tetapi bila sebagian batubara yang dibakar tersebut memiliki
suhu lebur abu (AFT) relatif rendah dan berkadar lempung tinggi, maka abu yang menempel
akan membentuk lapisan dan lama – kelamaan akan berkembang. Jika hal ini berlangsung
terus, maka dapat menyebabkan turunnya kapasitas keluaran boiler akibat beberapa masalah
yang muncul, diantaranya adalah menurunnya penyerapan panas oleh tungku dan
tersumbatnya lubang (orifice) pada tungku. Untuk slagging ini, karakteristiknya dapat dinilai
dari suhu lebur abu (AFT) dan kondisi abu itu sendiri. Suhu lebur abu yang rendah akan
memudahkan terjadinya slagging. Kemudian, diketahui pula bahwa bila rasio unsur alkali
(Fe2O3, CaO, MgO, Na2O, K2O) terhadap unsur asam (SiO2, Al2O3, TiO2) meninggi, potensi
timbulnya slagging juga meningkat.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa cara penilaian terhadap slagging, yaitu :
a) Metode evaluasi representatif.
Metode ini dikembangkan oleh perusahaan Babcock & Wilcox (B & W) yang
merupakan fabrikan boiler terkemuka dari Amerika. Pada metode ini, penilaiannya akan
berbeda sesuai dengan komposisi unsur pembentuk abu sebagaimana ditampilkan di bawah
ini.
Abu tipe bituminus … CaO + MgO < Fe2O3.
Abu tipe lignit … CaO + MgO > Fe2O3.

Abu tipe bituminus


Pada tipe ini, karakteristik slagging ditentukan berdasarkan perhitungan rasio unsur
alkali terhadap unsur asam, dengan kadar sulfur.
Rs (Slagging index) = {(Fe2O3 + CaO + MgO + Na2O+ K2O) / SiO2 + Al2O3 +
TiO2} X S
S adalah Total Sulfur (%) dalam DB.
Standar nilai
Potensi slagging Rs
Low 0.6 <
Medium 0.6 ~ 2.0
High 2.0 ~ 2.6
Severe > 2.6

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 41
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Abu tipe lignit


Pada slagging, yang banyak berpengaruh adalah CaO yang merupakan unsur yang
mudah menempel di dinding penghantar panas, dan Na2O yang merupakan unsur yang
menentukan kekuatan ikatan abu yang menempel. Tipe lignit banyak mengandung kedua
unsur tersebut. Dan parameter untuk penilaian slagging pada tipe ini adalah suhu melebur
abu saja. Hampir semua lignit termasuk sebagian besar batubara sub-bituminus dievaluasi
berdasarkan perhitungan di bawah ini.
Rs (Slagging index) = {HT (Hemisphere Temp.) + 4 X IDT (Initial Deformation
Temp.)} / 5
Meskipun suhu lebur abu dapat diukur dalam lingkungan oksidasi maupun reduksi,
tetapi suhu pada kondisi reduksi pada umumnya menunjukkan angka yang lebih rendah
dibandingkan pada kondisi oksidasi (50 ~ 200 0C). Hal ini terkadang dapat mempengaruhi
hasil penilaian.
Standar nilai
Potensi slagging Rs (0C)
Low > 1340
Medium 1340 ~ 1230
High 1230 ~ 1150
Severe 1150 <

b) Rasio alkali dalam abu (base/acid ratio)


Rasio alkali dalam abu ditampilkan dalam persamaan berikut ini :
Rasio alkali dalam abu = unsur alkali / unsur asam = (Fe2O3 + CaO + MgO + Na2O+
K2O) / (SiO2 + Al2O3 + TiO2 )
Persamaan di atas menunjukkan rasio tingkat kemungkinan pembentukan low
molten-salt oleh unsur – unsur logam dalam abu (kecuali Si yang non logam) pada saat
pembakaran batubara. Bila rasio ini tinggi, maka oksida dengan titik lebur rendah dan
senyawa alkali akan mudah terbentuk, menyebabkan kecenderungan slagging juga meninggi.
Untuk rentang nilainya, meskipun sedikit banyak tergantung pula dari unsur – unsur yang
lain (persentase dari Fe2O3 , CaO, SiO2, Al2O3, dan lain – lain), tapi hampir semua abu
menunjukkan kecenderungan suhu lebur abu yang rendah dan potensi slagging yang tinggi
pada rasio 0.4 ~ 07.

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 42
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Terkait hal ini, pabrikan boiler biasanya menentukan nilai rasio yang lebih rendah dari
0.4 ~ 0.5.
Standar nilai
Potensi slagging Rasio basa/asam
Low 0.4 <
Medium atau > 0.7
High
0.4 ~ 0.7
Severe

c) Total alkali (Na2O + K2O)


Na2O dan K2O akan membentuk senyawa dengan titik lebur rendah bila berikatan
dengan unsur yang lain. Meningkatnya kecenderungan slagging juga akan diikuti oleh
meningkatnya kecenderungan fouling, sesuai dengan kadar alkali dalam abu. Oleh karena itu,
pembuat boiler biasanya menentukan nilai total alkali kurang dari 5%, dengan angka ideal
kurang dari 3%. Yang perlu diperhatikan bahwa total alkali yang dimaksud disini bukan
berarti jumlah dari seluruh unsur alkali dalam abu. Meskipun salah kaprah, tapi penyebutan
ini sudah menjadi kelaziman. Hal ini karena istilah tersebut merujuk ke unsur alkali, terutama
Na2O dan K2O yang mudah membentuk senyawa dengan titik lebur rendah. Mungkin istilah
yang lebih tepat adalah “total oksida logam alkali”.

d) Unsur Lainnya
Selain cara – cara di atas, terdapat pula unsur – unsur lain yang juga mempengaruhi
kecenderungan slagging. Diantaranya adalah
- Rasio besi / kalsium (Fe2O3 / CaO)
Secara umum diketahui bahwa rasio antara 0.2 ~ 10 akan berpengaruh pada
penurunan suhu lebur abu, dengan rasio 0.3 ~ 3 menunjukkan gejala yang paling mencolok.
Jadi, kecenderungan slagging akan meninggi pada rentang nilai ini.
- Besi oksida (Fe2O3)
Bila kalsium oksida (CaO) ditambahkan pada besi okssida (Fe2O3) maka suhu lebur akan
turun dan kecenderungan slagging akan meningkat. Untuk itu, maka kadar Fe2O3
diharapkan tidak lebih dari 15%. Untuk desain boiler, nilai maksimalnya adalah 20%.
Disamping itu, kadar besi oksida yang banyak juga akan menyebabkan abunya berwarna
kemerahan.

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 43
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Berikut yang menyebabkan terjadinya Aglomerasi dan Slagging, antara lain :


1. Komposisi kandungan abu (ash) bahan bakar;
2. Temperatur ruang bakar atau bed temperatur;
3. Fluidization Velocity;
4. Settingan Udara pembakaran (Primary Air dan Secondary Air) yang jelek/tidak
cocok
5. Ukuran Bed material dan bahan bakar berlebih dan terlalu besar.

Cara yang dapat digunakan untuk mengurangi Aglomerasi dan Slagging, yaitu :
1. Deteksi dini penyebab dari Aglomerasi dan Slagging;
2. Menggunakan zat tambahan ada bahan bakar, contohnya China clay, dolomite
atau limestone, tanah yang mengandung Kaoline;
3. Treatment dengan cara pelarutan Alkali menggunakan air hujan;
4. Menggunakan alternatif Bed Material, seperti bed material yang mengandung
minimum Iron Oxide (Fe2O3), Feldspar, Dolomite, Magnesite dan Alumina-
Alumina (Al2O3), Limestone;
5. Co-Firing with Coal, kandungan Sulfur pada batubara membantu mengurangi
terjadinya formasi aglomerasi, dimana menggantikan equilibrium pada alkali
sulfate yang mempunyai melting point lebih tinggi;
6. Mengurangi Bed temperatur ruang bakar, dimana dapat mengurangi pelelehan
garam Alkali dan mencegah aglomerasi atau korosi panas.

BAB III PROBLEM PLTU CFB


Page 44
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

BAB IV
IMPROVEMENT DAN INOVASI

4.1. Improvement dan Alternatif Solusi Boiler CFB


Pada Umumnya permasalahan semua Boiler CFB yang paling besar adalah Tube Leak,
selama Boiler CFB beroperasi masih memakai material bed yang terdiri dari : pasir kuarsa,
batubara, Limestone/kapur dan udara pembakaran pasti akan terjadi proses erosi dan abrasi.
Hal ini tidak dapat dihentikan, namun hanya dapat dikendalikan. (Ir. Sugiarto MT – PLN
Litbang).
Gambar 4.1. berikut ini merupakan analisa kecil RCFA tentang Tube Leak yang dapat
dijadikan acuan untuk Improvement Action Boiler CFB.

Gambar 4.1. RCFA Tube Leak Boiler CFB

Dari gambar 4.1. di atas, Improvement Action untuk mengendalikan tingkat erosi dan
abrasi pada Boiler CFB ada 4 bagian, yaitu dari sisi Design, Operation, Part & Environment,
dan Fabrication & Construction, dimana antar bagian saling berhubungan. Improvement
Action yang dapat dilakukan untuk mengendalikan tingkat erosi dan abrasi pada boiler CFB
dapat dilihat pada gambar 4.2. di bawah ini.

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 1
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 4.2. Imrpovement Action Boiler CFB

Metode Pengendalian Keausan yang bisa dijadikan alternatif solusi untuk


mengendalikan tingkat erosi dan abrasi bed material, antara lain :
1. Tube Re-Allignment
Beberapa pipa boiler ter install Miss-Allignment (tidak center). Hal ini terjadi karena
kesalahan instalasi ketika fase konstruksi. Hal – hal yang dapat dilakukan adalah :
- Mengukur jarak antar tube (fin) pada seluruh elevasi;
- Mengukur tube yang Miss-Alignment sudutnya;
- Potong fin dan tube yang Miss-Allignment;
- Ganti dengan fin dan tube yang Allignment dan lakukan las ulang.

Gambar 4.3. Proses Tube Re-Allignment

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 2
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 4.4. Tube dan Fin Replacement

2. Improve Welding Quality


Melakukan Quality Control yang ketat terhadap hasil pengelasan tube sehingga
dipastkan pengelasan tube sempurna tanpa cacat sedikitpun. Quality Control yang
dilaksanakan antara lain melakukan NDT Penetrant & X – Ray pada hasil pengelasan. Setelah
semua hasil joint las dilakukan Quality Control, ditahap akhir dilakukan Hydrotest dengan
tekanan tertentu untuk memastikan bahwa tidak ada lagi tube mengalami bocor.

Gambar 4.5. Welding Quality

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 3
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

3. Tube Coating
Tube Coating merupakan cara yang dilakukan dengan memberi lapisan material
tambahan pada permukaan tube, seperti contoh spray metal coating, cheramic coating,
metal cladding, hard metal coating. Dimana Tube Coating dilakukan pada seluruh area Tube
ataupun area yang kritis saja, yang mengalami penurunan tickness tube yang ekstreem. Hal
ini diharapkan dapat memperpanjang Life time Tube dari erosi dan abrasi bed material.

Gambar 4.6. Proses Tube Coating

4. Tube Weld Overlay


Pada beberapa kasus dimana terjadi tube eroded (erosi pada tube), maka usaha yang
bisa dilakukan selain mengganti pipa (tube replacement) adalah dengan melakukan overlay
pada pipa tersebut. Overlay adalah berupa penambahan material tube pada bagian tube
yang mengalami erosi. Overlay dilakukan jika hasil thickness pada area tersebut masih
dimungkinkan untuk ditambah lapisan saja dan tidak perlu dilakukan penggantian pipa.

Gambar 4.7. Proses Tube Weld Overlay

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 4
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

5. Tube Bending Repair


Tube Bending Repair merupakan usaha melakukan bending ulang tube sebagai solusi
untuk menangani permasalahan tube Over Bending yang mengarah ke arah dalam furnace.
Sehingga didapatkan hasil akhir tube/pipa yang tegak lurus dan searah dengan dinding
furnace. Dengan posisi pipa yang tegak lurus dan searah dengan dinding furnace, maka
ketika terjadi sirkulasi inert bed dari arah roof ke arah bottom, inert bed tidak akan terlalu
menghantam pipa, namun langsung bergerak ke arah bottom karena tertarik gaya gravitasi
bumi. Tube bending repair dilakukan dengan melakukan identifikasi tube mana saja yang
terinstall Over Bending. Lalu dilakukan pemotongan tube dan dilakukan bending ulang di
workshop. Kemudian di las kembali di boiler.

Gambar 4.8. Proses Tube Bending Repair

6. Tube Thickness Checking


Tube Thickness Checking (pengecekan ketebalan pipa) dilakukan setiap unit stop,
sehingga didapatkan Mapping Tickness Tube area mana saja yang zona kritis, dan ini adalah
usaha untuk mengetahui kondisi aktual pipa. Apakah masih layak atau harus sudah diganti,
dengan standar tingkat kritis tube < 3.7 mm (Untuk Boiler CFB PLTU Tarahan), disesuaikan
dengan disain standar manual book masing-masing Boiler CFB.

Gambar 4.9. Proses Tube Thickness Checking

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 5
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Berikut ini contoh hasil pengukuran thickness SuperHeater Panel Tube. Warna hijau
menandakan ketebalan pipa Baik, warna kuning Hati-hati, dan Warna merah Masalah yang
berarti harus dilakukan penggantian pipa.

Gambar 4.10. Mapping Thickness Tube Super Heater Panel

7. Refractory Improvement
Penyebab kegagalan pada Refractory pada umumnya bisa terjadi karena 3 hal, yaitu
Bahan Refractory yang digunakan, Cara Pemasangan Refractory dan Bentuk Kontur
Refractory di dalam Boiler. Sehingga usaha untuk menanggulangi kegagalan pada refractory
ini adalah seluruh improvement pada ketiga hal tersebut, antara lain sebagai berikut :
a) Mengganti bahan material Refractory dengan spesifikasi yang lebih sesuai.
Analisa kesesuaian dilihat dari mode kegagalan yang terjadi. Setelah melakukan
perbaikan Refractory, maka harus dilakukan RDO (Refractory Dry Out) sesuai spesifikasi
material & luasan perbaikan. Berikut ini history penggunaan berbagai macam material

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 6
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

refractory sejak tahun 2007 hingga sekarang, sebagai contohnya diambil dari history PLTU
Tarahan :

Gambar 4.11. History Penggunaan Material Refractory PLTU Tarahan

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 7
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Material Refractory yang digunakan :


1. Material Exdura
Material castable refractory berbentuk serbuk dengan spesifikasi sebagai berikut :

Gambar 4.12. Spesifikasi Material Exdura

2. Material Greenpatch-421
Material yang berbentuk wet mortar dengan spesifikasi sebagai berikut :

Gambar 4.13. Spesifikasi Material Greenpatch-421

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 8
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

3. Material HW Express 60

Gambar 4.14. Spesifikasi Material HW Express 60

4. Material Kalcret

Gambar 4.15. Spesifikasi Material Kalcret-BTX

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 9
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

5. Material Guncast 1600 Sic

Gambar 4.16. Spesifikasi Material Guncast 1600 SIC

b) Improvement cara pengolahan Refractory.


Ada beberapa metode pengolahan Refractory yang dilakukan, antara lain :
1. Metode Patching
Metode patching atau di kenal dengan metode penambalan. Metode patching
digunakan jika kerusakan refractory kecil dengan maximal area luasan 30 x 30 cm2,
Tujuannya untuk mempermudah pekerjaan dan mempersingkat waktu perbaikan. Jika waktu
perbaikan yang diberikan kurang dari 2 x 24 jam.

2. Metode Casting
Metode Casting atau di kenal dengan metode penambalan menggunakan cetakan
(moulding). Metode casting digunakan jika kerusakan refractory berukuran besar dengan
ukuran area luasan melebihi 40 x 40 cm2. Tujuannya adalah untuk mempermudah pekerjaan
dan waktu perbaikan yang diberikan lebih dari 2 x 24 jam dan membutuhkan waktu
pengeringannya lebih lama (Refractory Dry Out) berdasarkan jenis material yang digunakan.

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 10
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Langkah pekerjaan pengolahan Refractory :


1. Removal Old Refractory.
- Tentukan area yang akan diperbaiki, tandai menggunakan cat semprot berwarna
merah;
- Setelah ditandai, demolition menggunakan metode chiping dengan menggunkan
Jack Hammer electric;
- Pada langkah pekerjaan ini diharuskan bekerja dengan hati – hati jangan sampai
sewaktu proses chiping mata chiping mengenai tube boiler;
- Hati – hati dalam men-chipping agar tube dan anchor tidak cacat atau lepas,
sehingga tidak ada over layer pada tube dan pengelasan anchor;
- Setelah proses chiping selesai, cleaning sisa refractory yang masih menempel
menggunakan pahat dan palu kecil;
- Melakukan inspection kembali pada tube yang telah di chiping dan di cleaning,
untuk mengetahui kecacatan pada tube.

2. Installation Anchor.
- Sewaktu proses chiping pasti ada anchor yang terlepas, jadi kita ganti anchor
yang terlepas menggunakan anchor SS 304 / 310;

Gambar 4.17. Model Anchor

- Sebelum mengelas anchor kita harus melakukan Over Layer dahulu untuk
memperbaiki bekas anchor yang terlepas akibat chiping tadi;
- Posisi pengelasan anchor pada plat Fin dan pengelasan anchor menggunakan
kawat las dengan AWS 309, hal ini dikarenakan material dari plat Fin adalah
Carbon dan anchor adalah SS(stainless Steel ).

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 11
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

3. Installation Refractory Metode Casting Material Exdura dan HW Express 60.


- Setelah pengelasan anchor selesai, dilanjutkan dengan mapping area yang akan
di cor mapping segmen area dibuat dengan luasan 60 x 60 cm;
- Langkah selanjutnya adalah pengelasan plat strip/ plat bar yang berfungsi untuk
menahan atau sebagai support moulding;
- Setelah itu dilakukan proses fabrikasi moulding sesuai dengan luasan segmen
yang telah kita tentukan, menggunakan triplek 10 mm dan triplek 3mm dipotong
dengan menggunakan jig saw;
- Triplek 3 mm digunakan sebagai pembatas moulding, dipilih dengan ketebalan 3
mm agar dapat langsung menjadi pengganti ceramic paper 3mm;
- Hal ini sangat penting karena 3mm digunakan sebagai celah untuk refractory
expand sewaktu dipanaskan;
- Kemudian potong kayu paso dengan panjang disesuaikan panjang segmen yang
ada;
- Pasang moulding yang telah siap, kemudian di support oleh kayu paso agar dapat
menahan beban dari castable sewaktu proses pengecoran;
- Setelah install moulding selesai dan dipastikan sudah di-support dengan benar
maka kita dapat melakukan proses pengecoran.

Gambar 4.18. Proses Moulding dan Pengecoran Refractory

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 12
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

4. Metode Casting.
- Setelah kedua proses diatas dilakukan, proses selanjutnya dapat kita lakukan
yaitu pengecoran castable;
- Dalam proses ini kami tidak membahas garis besar produk karena setiap produk
proses mixer (pengadukan) hampir sama;
- Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan dalam proses pengecoran antara lain :
a) Hand mixer;
b) Ember semen kapasitas 5 kg;
c) Ember besar kapasitas 25 kg;
d) Sendok semen;
e) Gelas ukur;
f) Timbangan;
g) Vibrator kecil;
- Lalu siapkan Material :
a) Refractory Castable;
b) Air dengan PH 7 – 7.5;
c) Fiber steel SS 304;
d) Binder bag (ada produk yang tidak memakai);
- Karena hanya menggunakan hand mixer dan ember besar, tuangkan castable
sebanyak 25 kg kedalam ember besar berkapasitas 40 kg;
- Kemudian aduk kering castable yang bertujuan agar chemical yang terdapat pada
castable rata, kemudian masukkan fiber steel SS 304 sebanyak 2% dari berat
castable yang di mixing yaitu 0.5 kg*;
- Setelah itu tuangkan air kedalam castable secara bertahap, untuk material
castable kadar air ± 6 - 7% dari berat castable yang dimixing*;
- Waktu mixing ≤ 5 menit;
- Kemudian masukan hasil mixing tadi kedalam ember kecil dan siap dimasukan
kedalam moulding, selama proses penuangan vibrator harus dimasukan kedalam
moulding agar castable rata dan semua bisa terisi;
- Proses pengeringan secara alami selama 6-8 jam *;
- Lepas molding;
- Setelah moulding dilepas kita dapat melakukan proses finishing dengan
menggunakan pahat atau gerinda, kita juga sudah dapat memotong plat strip
yang digunakan sebagai support moulding;

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 13
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

- Proses RDO sesuai dengan standar material yang digunakan.

5. Proses Patching.
Pada proses patching akan dibahas berdasarkan jenis material diantaranya :
1) Metode Patching Material Guncast 1600 Sic.
- Setelah pengelasan anchor selesai, dilanjutkan dengan proses pengadukan
castable refractory;
- Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan dalam proses pengadukan castable
refractory antara lain :
a) Hand mixer;
b) Ember semen kapasitas 5 kg;
c) Ember besar kapasitas 25 kg;
d) Sendok semen;
e) Gelas ukur;
f) Timbangan;
g) Vibrator kecil;
- Lalu siapkan Material :
a) Refractory Castable;
b) Air dengan PH 7 – 7.5;
c) Fiber steel SS 304;
d) Binder bag (ada produk yang tidak memakai);
- Karena hanya menggunakan hand mixer dan ember besar, tuangkan castable
sebanyak 25 kg kedalam ember besar berkapasitas 40 kg;
- Kemudian aduk kering castable yang bertujuan agar chemical yang terdapat pada
castable rata, kemudian masukkan fiber steel SS 304 sebanyak 2% dari berat
castable yang di mixing yaitu 0.5 kg*;
- Setelah itu tuangkan air kedalam castable secara bertahap, untuk material
castable kadar air ± 6 - 7% dari berat castable yang dimixing*;
- Waktu mixing ≤ 5 menit;
- Kemudian masukan hasil mixing tadi kedalam ember kecil dan siap untuk dipakai;
- Tempelkan campuran refractory pada tube;
- Tekan dan ratakan campuran sampai benar-benar menempel, ketebalan sesuai
dengan drawing manual book (sebagai contoh panel evaporator dan panel SH).

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 14
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 4.19. Drawing Panel SuperHeater dan Panel Evaporator

2) Metode Patching Material Greenpatch 421.


- Setelah pengelasan anchor selesai;
- Siapkan material greenpatch 421 sesuai besar kerusakan;
- Buka tutup greenpatch 421 kemudian tempelkan pada tube;
- Tekan dan ratakan campuran sampai benar-benar menempel, ketebalan sesuai
dengan drawing manual book (contohnya panel evaporator dan panel SH di
atas).

6. Metode Ramming Material Kalcret


- Setelah pengelasan anchor selesai, dilanjutkan dengan proses pengadukan
castable refractory;
- Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan dalam proses pengadukan castable
refractory antara lain :
a) Ember semen kapasitas 5 kg;
b) Mixer dengan kapasitas 40 Kg;
c) Sendok semen;
d) Gelas ukur;
e) Timbangan;
f) Jaring-jaring;

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 15
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

g) Las Listrik;
- Lalu siapkan Material :
a) 1 Kantong KALCRET 25 Kg (Berdasarkan kebutuhan);
b) Air Bersih dengan temperature 10 -25 0C,tidak berbau, dan memiliki ph 6-7
(perbandingan 1 Kantong KALCRET 25 Kg = 1,8 Kg air);
c) Steel Fibres 1Kg;
d) Binder bag (ada produk yang tidak memakai);
- Proses Pencampuran :
a) Masukkan KALCRET berukuran 25 Kg di dalam mixer;
b) Tambahkan steel fibres 1 Kg;
c) Aduk campuran selama 1 menit;
d) Tambahkan air 1.8 kg (temperature 10 -25 0C, bersih dan tidak berbau, ph 6-
7) sedikit demi sedikit;
e) Aduk semua campuran selam 4 - 5 menit dan pastikan semua bahan
tercampur;
f) Pastikan hasil campuran yang telah dimixing mudah dibentuk dan siap pakai;
- Pasang dan las Jaring-jaring pada permukaan tube yang akan di patching dengan
jarak 5 mm;
- Tempelkan campuran KALCRET pada tube;
- Tekan dan ratakan campuran sampai benar-benar menempel;
- Maximum ketebalannya 250 mm.

Gambar 4.20. Proses Ramming Refractory

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 16
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

c) Modifikasi beberapa bentuk kontur refractory pada area - area yang


mengalami frekuensi kegagalan refractory paling besar agar material bed
mengarah ke arah dalam furnace.

Gambar 4.21. Refractory Modification

8. Anchor Modification
Anchor (jangkar) berfungsi sebagai pengikat refractory pada dinding boiler. Oleh
karenanya instalasi anchor sangat berpengaruh pada ketahanan refractory. Untuk
meningkatkan kualitas pemasangan refractory, maka dilakukan juga sejumlah improvement
terhadap material dan bentuk anchor yang dipasang. Berikut salah satu bentuk modifikasi
anchor yang dilakukan :

Gambar 4.22. Anchor Modification

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 17
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

9. Nozzle Improvement
Improvement yang dilakukan untuk meminimalisir terjadinya kegagalan Nozzle,
antara lain :
- Melakukan pengawasan secara ketat proses pengencangan/pemasangan dan
Tack Welding antara Cap Nozzle dan Long Inner tube Nozzle;
- Memperluas area Tack Welding antara Cap Nozzle dan Long Inner Tube-nya
supaya meminimalisir abrasive. Yaitu yang tadinya dilakukan pada 2 titik,
sekarang menjadi 4 titik tack welding;
- Melakukan kajian terhadap bentuk maupun material Nozzle supaya meminimalisir
masuknya material ke dalam bottom plenum;
- Melakukan preventive maintenance yaitu visual check nozzle setiap stop unit,
berupa Mapping Nozzle.

10. Bag Filter Modification


Modifikasi yang dilakukan pada Bag Filter (sebagai contoh PLTU tarahan) adalah
dengan membuat screen bag filter yang dipasang pada Hopper Fly Ash Transporter.
Fungsinya adalah untuk menahan Bag Filter rusak yang jatuh ke dalam hopper sehingga
tidak mengganggu proses fly ash system. Dengan screen ini, perbaikan bag filter dapat
menjadi lebih ringan dan dapat dikerjakan pada saat stop unit.

11. Reducing Bed Volume


Bed Material sangat berpengaruh terhadap proses abrasi dan erosi pada boiler CFB,
jadi salah satu cara untuk mengurangi laju erosi dan abrasi adalah dengan mengurangi
Volume Bed material. Dimana pada saat pengoperasian Boiler CFB, pengontrolan volume bed
material dapat dilakukan dengan pengoperasian Ash Screw Cooler dan Injeksi Daily Inert
Bed. Hal ini juga diharapkan untuk menghindari permasalahan Aglomerasi dan Slagging pada
boiler CFB, di samping dengan cara menghindari temperatur pembakaran tinggi secara terus
menerus.

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 18
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 4.23. Pengoperasian Ash Screw Cooler untuk menjaga Volume Bed Material

Sizing Batubara dan Inert Bed juga harus selalu berpedoman pada standard PSD
(Particle Size Distribution) yang di ijinkan, sebagai contoh standard PLTU Tarahan sebagai
berikut. Di samping itu juga harus selalu menjaga kualiatas dari bahan bakar batubara, inert
bed dan Limestone.

Gambar 4.24. Standard PSD Batubara Boiler CFB PLTU Tarahan

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 19
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 4.25. Quality Control Batubara

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 20
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 4.26. Quality Control Limestone

Gambar 4.27. Sizing Quality Batubara

Gambar 4.28. Sizing Quality Inert Bed

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 21
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 4.29. Sizing Quality Limestone

4.2. Inovasi Boiler CFB PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumbagsel


Banyak Inovasi yang telah di implementasikan yang timbul dari permasalahan Boiler
CFB, terutama permasalahan Boiler CFB di lingkungan PT PLN (Persero) Pembangkitan
Sumatera Bagian Selatan, yang mungkin dapat diterapkan pada Boiler CFB di Unit - unit lain
yang mempunyai permasalahan yang sama. Inovasi – inovasi yang sudah diterapkan di
lingkungan PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan, yaitu Boiler CFB PLTU
Tarahan, PLTU Sebalang dan PLTU Teluk Sirih antara lain sebagai berikut :

1. Polisi Tidur CFB ( Anti Abrassion Beam)


Anti Abrassion Beam merupakan refractory yang dipasang pada area tube wall yang
dominan mengalami abrasive. Anti Abrassion Beam dibentuk sedemikian rupa agar dapat
mengarahkan inert bed yang awalnya mengarah pada area tube wall menjadi dipantulkan
ke arah tengah Ruang Bakar. Untuk pengarah bed material, dan pelindung mengurangi
tingkat abrasive bed material pada Waterwall tube, implementasi pada Unit 3 PLTU Tarahan
pada bulan Juli 2011 dan Unit 4 PLTU Tarahan pada bulan Februari 2012. Material Anti
Abrassion Beam yang digunakan adalah Material Refractory (Castable Low Cement Self-
Flowing) dan Fiber Steel SS 310. Dengan dipasang anchor type Y Plat Bar Avista 70 sebagai
penahannya. Bentuk geometri Anti Abrassion Beam dapat dilihat pada gambar 4.31.

Gambar 4.30. Material Refractory Anti Abrassion Beam

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 22
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 4.31. Bentuk Geometri Polisi Tidur CFB Tarahan

Gambar 4.32. Tampilan Polisi Tidur (Anti Abrassion Beam) pada Ruang Bakar Boiler CFB

Ada beberapa pertimbangan penentuan sudut, seperti pada gambar 4.33. Pilihan (a)
dengan sudut 300, dimana sudutnya terlalu lancip dan akan dimungkinkan terjadi titik lemah
di sudut 300 dan menyebabkan material castable ataupun tube menjadi lebih rentan
terhadap gerakan abrasif bed material. Pilihan (c) dengan sudut 900, dimana dimungkinkan
akan terjadi penumpukan bed material di atas sudut castable dan menyebabkan temperatur

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 23
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

panas berlebih (Hotspot) sehingga dimungkinkan akan menyebabkan kelemahan material


Tube (Fatique). Pilihan (b) dengan sudut 600, sudut tidak terlalu lancip jadi dimungkinkan
cukup kuat untuk menahan bed material dan arah pantulannya lebih dibelokkan ke arah
atas dan tengah area Furnace, dan PLTU Tarahan telah melakukan pengujian untuk semua
pilihan sudut seperti pada gambar 4.34, dan hasilnya sudut 600 sisi atas dan 450 sisi bawah
yang paling tepat dipakai.

Gambar 4.33. Beberapa Pilihan Sudut Polisi Tidur CFB Tarahan

b. 60 0
a. 30 0 c. 90 0

Gambar 4.34. Pengujian Pemilihan Sudut Polisi Tidur CFB Tarahan

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 24
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Sedangkan untuk panjang sisi bawah Polisi Tidur (sisi Waterwall tube) sekitar 30cm,
dimana diambil dari hasil Mapping Tickness area rawan pecah tube dan sekitarnya, dari hasil
visual maupun tickness. Tebal sekitar 8cm sehingga panjang sisi atas dapat dicari dengan
teori rumus “Phytagoras“ yaitu :

X = 30 cm – [ ( 8cm / tg 45 0 ) + ( 8 cm / tg 60 0) ]
= 30 cm – [ 8 cm + 4, 71 cm ]
= 17, 29 cm

Polisi Tidur CFB Tarahan diposisikan pada 7 tingkatan (layers) yaitu di elevasi 16m,
20m, 24m, 28m, 32m, 36m, 40m. Pemilihan posisi 7 layers tersebut dari hasil Mapping
Tickness, lokasi rawan pecah tube. Sedangkan panjang Polisi Tidur mengelilingi Furnace
sekitar 9m dan lebarnya 7m, seperti ditunjukkan pada gambar 4.35.

Gambar 4.35. Posisi Pemasangan Polisi Tidur CFB Tarahan di Furnace

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 25
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 4.36. Bentuk Geometri Polisi Tidur CFB di Furnace PLTU Tarahan

Material yang dibutuhkan untuk pembuatan Polisi Tidur (Anti Abrassion Beam) ini,
antara lain :
- Material Refractory (Castable Low Cement Self – Flowing)
- Anchor type Y Plat Bar Avista 70
- Consumable Material :
a) Ceramic paper 1260 0C;
b) Fiber Steel SS 310;
c) Moulding material (Kayu paso, Plywood, paku);
d) Welding Rod 3,2 mm AWS 309;
e) Ceramic Blanket.

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 26
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Tahapan proses pembuatan Polisi Tidur (Anti Abrassion beam), antara lain :
- Proses Mapping dan Tickness area, untuk menandai area area kritis;
- Fabrikasi Moulding, pembuatan cetakan dari bahan kayu paso dan Plywood;
- Mapping dan pemasangan Angkur, sebagai pondasi/kerangka;
- Install dan pemasangan Moulding, sebagai bahan cetakan;
- Casting atau pengecoran Castable Refractory;
- RDO/pengeringan secara natural;
- Pembongkaran Moulding / cetakan;
- Pembuatan sudut kemiringan Polisi Tidur dan Finishing.

Gambar 4.37. Tahapan Proses Pembuatan Polisi Tidur (Anti Abrassion Beam)

Untuk lama proses pembuatannya sekitar 8 hari seperti pada tabel dibawah ini :

Gambar 4.38. Durasi Waktu Proses Instalasi Polisi Tidur CFB Tarahan di Furnace

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 27
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Pemasangan Polisi Tidur CFB Tarahan dengan covering refractory area 7 layers seluas
73,52 m2, covering refractory area roof seluas 36,12 m2, covering refractory Rear, West &
Rear seluas 136,77 m2, dan refractory area bottom Furnace seluas 242,96 m2. Jadi total
covering refractory sebesar 489,37 m2.

2. Modifikasi Expantion Joint Cyclone Sealpot


Ketika terjadi sirkulasi bed material di area Furnace & cyclone, bed material halus
masuk dan menumpuk di sela - sela expantion Joint, sehingga mengakibatkan Expantion
Joint tersebut tidak bekerja secara maksimal (statis) dan akibatnya body sealpot retak
(Crack) karena mengikuti gerak Furnace yang bergerak dinamis. Jika bed material dibiarkan
menumpuk , expantion joint bisa rusak.

Gambar 4.39. Kondisi Expantion Joint rusak

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 28
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Untuk menangani permasalahan kegagalan pada Expantion Joint yang diakibatkan


inert bed dan batubara yang menyumbat pada Expantion Joint, maka dilakukanlah modifikasi
penambahan udara Fluidizied Air sebagai udara penggembur yang berasal dari FA Blower.
Dengan adanya udara penggembur bertekanan ini menyebabkan tidak adalagi batubara dan
inert bed yang menyumbat pada Exxpantion Joint. Hal ini telah di implementasikan pada
bulan Maret 2011 untuk Unit 3 PLTU Tarahan dan Unit 4 PLTU Tarahan pada bulan Agustus
2011. Untuk modifikasi ini diperlukan pipa sambungan udara baru dari FA Blower ke
Expantion Joint. Berikut Modifikasi yang telah dilakukan untuk menghindari kerusakan pada
Expantion Joint pada gambar 4.40.

Gambar 4.40. Modifikasi Sealing Udara Expantion Joint Cyclone Sealpot

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 29
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

3. Modifikasi Purging Udara pada Line Coal Feeder


Modifikasi ini di implementasikan pada PLTU Tarahan sejak tahun 2009, dimaksudkan
untuk menanggulangi permasalahan plugging batubara pada line Coal Feeder, dimana
dengan manambahkan udara bertekanan pada sistem gravimetric Coal Feeder ke Ruang
Bakar Boiler. Modifikasi yang dilakukan antara lain :
- Menambah Header pipe 4” berfungsi sebagai pendorong batubara masuk ke
dalam Furnace dengan tekanan yang lebih besar;
- Menambah pipa modifikasi sisi transition chute 2” berfungsi mendorong batubara
lembab pada line tersebut;
- Menggunakan gate valve motorized berfungsi memberikan efek hentakan/ udara
kejut untuk mendorong batubara masuk ke ruang bakar;
- Penambahan udara panas dari Hot secondary air yang dihubungkan dengan
Flexible Hose 2½” berfungsi sebagai Heater/ pengering batubara yang lembab;
- Flexible hose tersebut dipasang gate valve manual 2½” yang bisa dibuka ataupun
ditutup berfungsi sebagai pengaman karena temperatur Hot Secondary Air > 200
0
C, dan hanya sewaktu-waktu saja udara ini digunakan.

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 30
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 4.41. Modifikasi Purging Udara pada Line Coal Feeder

Apabila line batubara yang mengalami plugging dan di ikuti dengan tertutupnya trip
gate valve di asumsikan seperti vessel tertutup, maka apabila udara bertekanan diinjeksikan
kedalam ruangan maka akan dihasilkan resultan gaya tegak lurus terhadap permukaan
secara uniform. Apabila udara bertekanan di injeksikan melalui sebuah nozzle secara tegak
lurus terhadap luasan plugging batubara maka dengan persamaan momentum dan hukum

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 31
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

newton II dapat dihitung besaran resultan gaya yang timbul akibat penambahan instalasi
udara bertekanan dan berapa besar massa flow rate dan tekanan yang dibutuhkan agar
penyumbatan dapat dihilangkan.

Gambar 4.42. Kondisi Batubara Plugging pada Line Coal Feeder

4. Modifikasi Gate Valve Drain Bed Material Bottom Plenum


Modifikasi Gate Valve di area Bottom Plenum ini difungsikan untuk drain dan
mengurangi bed material yang masuk di dalam bottom plenum akibat adanya abrasive yang
terjadi pada Nozzle – nozzle PA (Primary Air). Hal ini dilakukan agar tidak terjadi
penumpukan bed material di dalam Bottom Plenum yang dapat mengakibatkan Expantion
Joint Plenum bocor atau pecah. Kondisi normalnya area bottom plenum (Windbox) tidak
boleh ada material karena merupakan sumber udara pembakaran dari Primary Air Fan yang
fungsinya untuk proses Fluidasisasi udara pembakaran. Jika bed material banyak
penumpukan di dalam bottom plenum, maka proses pembakaran akan kebutuhan udara
akan terhambat. Implementasi modifikasi ini telah dilakukan pada Unit 3 dan Unit 4 PLTU
Tarahan pada tahun 2010. Modifikasi dilakukan dengan penambahan 2 buah gate valve di
sisi sudut kanan kiri bottom plenum. Berikut modifikasi yang telah dilakukan pada gambar
4.43.

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 32
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 4.43. Modifikasi Drain Bed Material Bottom Plenum

5. Perisai Udara Thermowell


Di samping bed material yang bersifat abrasive merusak Waterwall Tube, juga
memberikan kerusakan pada Thermowell (Thermocouple), dimana merupakan bagian
penting Field Instrument untuk pembacaan parameter temperatur Furnace. Kerusakan
thermocouple yang terjadi di furnace adalah thermocouple tersebut patah dan putus akibat

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 33
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

thermowell yang bocor dan atau thermowell patah beserta thermocouple-nya. Dilihat dari
proses pembakaran di furnace dan bekas kerusakan di thermowell, maka dapat disimpulkan
bahwa telah terjadi proses abrasi pada thermowell akibat sirkulasi inert bed (pasir kuarsa)
yang bergesekan dengan permukaan thermowell secara kontinyu di dalam furnace.
Modifikasi Perisai udara pada Thermowell dimaksudkan sebagai sealing udara untuk
mengurangi abrasive bed material pada thermowell Furnace boiler CFB, yang telah
diimplementasikan pada PLTU Tarahan sejak tahun 2010.

Gambar 4.44. Daerah Thermowell yang rawan terkena Abrasive (tampak samping)

Gambar 4.45. Proses Terjadinya Abrasive pada Thermowell

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 34
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Modifikasi yang dilakukan dengan menambahkan udara Hot Primary Air pada pipa
selongsong dimana thermowell ditempatkan, maka diharapkan ada udara yang dapat
melindungi permukaan luar thermowell tersebut, seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.46.
di bawah ini.

Gambar 4.46. Modifikasi Perisai Udara pada Thermowell

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 35
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Pada tahun 2015 telah dilakukan Improvement Perisai Thermowell dengan


menambahkan Refractory di antara posisi Thermowell agar dimaksudkan untuk menambah
life time thermowell dari bed material yang bersifat abrasive.

6. Paku Payung (Menggantikan Pasir Kuarsa dengan Pasir Lokal Lubuk Alung)
Pasir Kuarsa biasanya digunakan sebagai Inert Bed dalam pembakaran Boiler CFB,
dan hal ini yang mempengaruhi proses abrasi dan erosi yang terjadi pada boiler CFB. Pasir
silica adalah bahan galian yang terdiri dari kristal kristal silica (SiO2) dan mengandung
senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal
sebagai pasir putih karena merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral
utama, seperti kuarsa dan feldspar. Pasir kuarsa memiliki komposisi gabungan dari SiO2,
Fe2O3, Al2O3, TiO2, CaO, MgO, dan K2O, berwarna putih bening atau berwarna lain
tergantung dari senyawa pengotornya, kekerasan 7 (skala Mohs), titik lebur 1715 oC, dan
konduktivitas panas 12 - 100oC. Modifikasi penggantian pasir kuarsa dengan pasir sungai
lokal Lubuk Alung yang dilakukan di PLTU Teluk Sirih sejak bulan Juli 2013 pada Unit 1
dimaksudkan untuk mengurangi tingkat erosi dan abrasi pada boiler CFB.
Pasir Sungai Lubuk Alung adalah bahan / material yang biasa digunakan untuk bahan
bangunan di wilayah Sumatera Barat. Pasir ini memiliki karakteristik yang mirip dengan pasir
silica dimana komposisinya merupakan gabungan dari SiO2, Fe2O3, Al2O3, CaO, MgO. Pasir
ini memiliki warna hitam kecoklat-coklatan. Seperti gambar dibawah ini.

Gambar 4.47. Pasir Lubuk Alung

Uji laboratorium terhadap sampel pasir lokal lubuk alung dilakukan oleh PT Surveyor
Indonesia (Persero) dengan mengambil sampel sebanyak 3 kg. Sedangkan data laboratorium

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 36
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

untuk pasir existing diambil dari data yang diberikan penyedia pasir dengan pengujian
dilakukan oleh PT Semen Padang.

Gambar 4.48. Hasil Uji Kandungan Kimia Pasir Eksisting

Gambar 4.49. Daya Leleh Pasir Eksisting

Gambar 4.50. Hasil Uji Kandungan Kimia Paku Payung

Gambar 4.51. Daya Leleh Paku Payung

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 37
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 4.52. Perbandingan Hasil Laboratorium

Dari hasil uji laboratorium kandungan SiO2 pada Paku Payung lebih rendah bila
dibandingkan dengan pasir Eksisting. Kemampuan daya leleh tidak berbeda pada temperatur
uji 900°C dan 1000°C, dimana temperatur kerja boiler CFB PLTU Teluk Sirih pada range 850-
930°C, dengan setting proteksi pada 980°C. Oleh karenanya Paku Payung dapat
diimplementasikan dengan menggunakan pasir lokal lubuk alung sebagai material inert bed
boiler CFB PLTU Teluk Sirih.

4.3. Kajian Kajian Pendukung Operasional Boiler CFB


Kajian kajian Pendukung Operasional Boiler CFB sangat diperlukan untuk mencari
alternatif solusi keandalan Boiler CFB, mulai dari assessment udara pembakaran, kajian uji
material, uji kualitas dan komposisi bahan bakar (batubara, inert bed, limestone), simulasi
pemodelan maupun kajian lainnya. Berikut kajian - kajian pendukung yang telah dilakukan
pada Boiler CFB di lingkungan PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan,
terutama PLTU Tarahan yang telah beroperasi sejak tahun 2007. Kajian kajian tersebut
dilakukan oleh PLN Puslitbang yang kompeten di bidangnya, maupun oleh Pihak Ketiga yang
kompeten di bidangnya.

1. Studi Karakteristik Aliran Udara Melalui Nozzle Primary Air


Dimana dalam hal ini, kajian yang dilakukan oleh PLN Puslitbang membandingkan
karakteristik aliran udara Nozzle dari PLTU Tarahan, PLTU Teluk Sirih, PLTU Labuhan Angin,
dan Nozzle Bubble Cap generasi ke-4. Simulasi yang dilakukan terdiri dari dua hal, yaitu :

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 38
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

- Aliran melalui satu nozzel tanpa pasir di sekelilingnya untuk mengetahui


karakteristik aliran udara di dalam nozzel serta membandingkannya untuk
beberapa jenis nozzel yang berbeda;
- Aliran melalui beberapa nozzel yang di sekitarnya terdapat tumpukan pasir untuk
mengetahui interaksi aliran udara keluar nozzel dengan pasir serta antar
beberapa nozzel yang saling berdekatan;
- Memperkirakan dampak aliran tersebut terhadap aliran gas dan pasir di ruang
bakar serta akibatnya terhadap keausan pipa-pipa di dalam ruang bakar;
- Memberikan rekomendasi aplikasi bubble cup nozzle generasi ke-4 bila digunakan
sebagai pengganti nozzel yang sekarang dipakai di PLTU Tarahan.

Gambar 4.53. Perbandingan Gambar Nozzle Tarahan, Teluk Sirih, Labuhan Angin dan Generasi 4

a. Hasil dan Diskusi Nozzle PLTU Tarahan, antara lain :


- Kecepatan Udara Keluar Lubang Nozzle 44,2 m/s;
- Di atas batas 40 m/s untuk Laju Wearing;
- Tahanan Aliran (Pressure Drop) 6300 Pa akibat belokan dan penyempitan;
- Masih memungkinkan masuknya pasir ke Nozzle yang berdekatan.

b. Hasil dan Diskusi Nozzle PLTU Teluk Sirih, antara lain :


- Kecepatan Udara Keluar Lubang Nozzle 84 m/s;

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 39
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

- Jauh di atas batas 40 m/s sehingga lebih besar peluang untuk meningkatnya laju
keausan dan masuknya pasir ke Nozzle di dekatnya;
- Tahanan Aliran (Pressure Drop) 25000 Pa akibat kecepatan tinggi, belokan dan
penyempitan;
- Jumlah Nozzle yang dibutuhkan menjadi lebih banyak.

c. Hasil dan Diskusi Nozzle PLTU Labuhan Angin, antara lain :


- Kecepatan Udara Keluar Lubang Nozzle 61 m/s;
- Agak Jauh di atas batas 40 m/s sehingga lebih besar peluang untuk
meningkatnya laju keausan dan masuknya pasir ke Nozzle di dekatnya;
- Tahanan Aliran (Pressure Drop) 5200 Pa akibat kecepatan cukup tinggi, belokan
tajam.

d. Hasil dan Diskusi Nozzle Generasi ke - 4, antara lain :


- Kecepatan Udara Keluar Lubang Nozzle 54 m/s;
- Sedikit di atas batas 40 m/s sehingga sedikit peluang untuk meningkatnya laju
keausan dan masuknya pasir ke Nozzle di dekatnya;
- Tahanan Aliran (Pressure Drop) 7600 Pa akibat kecepatan cukup tinggi,
penyempitan dan belokan.

e. Perbandingan Hasil Simulasi

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 40
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

f. Kesimpulan Studi Karakteristik Aliran Udara Nozzle


- Dimensi nozzel Tarahan Unit 3 & 4 adalah yang terbesar sehingga untuk
menyalurkan udara dengan jumlah tertentu sesuai desain primary fan yang ada
diperlukan jumlah nozzel yang lebih sedikit yaitu 496 buah. Dengan asumsi
bahwa aliran massa udara masuk nozzel proporsional terhadap luas penampang
saluran masuk nozzel maka jumlah nozzel yang diperlukan untuk mengalirkan
udara dari primary fan adalah sekitar 1325 buah bila nozzel Labuhan Angin dan
Generasi 4 yang dipakai serta sejumlah 695 buah bila yang dipakai nozzel Teluk
Sirih.
- Bila criteria kecepatan maksimum udara keluar nozzel adalah sebesar 40 m/s
untuk mengurangi laju pasir yang ikut terbang bersama gas panas serta untuk
mengurangi kecepatannya pasir sehingga keausan dapat dikurangi, keempat
nozzel yang dievaluasi belum ada yang memenuhi kriteria tersebut. Namun
demikian criteria tersebut barangkali akan dapat dipenuhi bila laju aliran udara
primer dikurangi dan kebutuhan udara pembakaran lebih banyak dipenuhi oleh
udara sekunder sehingga rasio antara udara primer dan sekunder menjadi
berubah (lebih besar udara sekunder dibanding primer). Untuk merealisir ini
diperlukan studi interaksi antar nozzel dalam pasir dan perubahan kondisi aliran
udara bila sekunder menjadi lebih banyak serta pengaruhnya terhadap aliran
material pasir di ruang bakar.
- Kecepatan udara keluar nozzel tertinggi terjadi pada nozzel Teluk Sirih karena
memiliki luas penampang yang paling kecil. Sedangkan untuk nozzel generasi 4
memiliki kecepatan sedikit lebih rendah dibanding nozzel Labuhan Angin dan
kecepatan keluar nozzel Teluk Sirih lebih rendah lagi meskipun tetap lebih tinggi
dibanding nozzel Tarahan Unit 3 & 4.
- Sebagai akibat geometri yang berbeda, pressure drop (penurunan tekanan) yang
dihasilkanpun menjadi berbeda. Semakin rumit geometrinya dan semakin sempit
luas saluran udara di sisi masuk akan mengakibatkan penurunan tekanan
membesar. Hasil perhitungan dan simulasi menunjukkan bahwa nozzel Teluk Sirih
menghasilkan penurunan tekanan terbesar, disusul oleh nozzel Generasi 4
maupun nozzel Tarahan. Penurunan tekanan ini akan berdampak pada kinerja
Fan sehingga sebelum diaplikasikan ada baiknya segera dievaluasi persyaratan
apa saja yang harus dipenuhi agar saat aplikasi nanti tidak banyak mengalami
kendala. Kesederhanaan bentuk geometri nozzel Labuhan Angin megakibatkan

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 41
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

memiliki tahanan aliran terrendah. Sebaliknya karena luas penampangnya terkecil


serta lebih banyak menghasilkan penyempitan dan belokan aliran mengakibatkan
tahanan aliran nozzel Teluk Sirh merupakan yang terbesar, bahkan hingga 4
(empat) kalinya tahanan aliran nozzel Tarahan. Sedangkan nozzel Generasi 4
memiliki tahanan aliran lebih tinggi sedikit dibanding nozzel Tarahan.
- Nozzel generasi 4 memungkinkan aliran pasir balik ke nozzel yang lebih besar
sehingga untuk penerapannya masih perlu dipertimbangkan masak - masak
setelah penelitian ini selesai.
- Nozzel manapun memungkinkan gerusan di sekitarnya sehingga konstuksi
Generasi 4 yang mudah diganti kepala nozzelnya merupakan konstruksi yang
memudahkan perawatan dan penggantian bila rusak.
- Yang sangat penting dari hasil simulasi kecepatan pasir akibat hembusan udara
dari nozzel - nozzel ini adalah bahwa jenis nozzel praktis tidak banyak
pengaruhnya terhadap kecepatan pasir di permukaan pasir yang berhadapan
dengan ruang bakar.

2. Studi Karakteristik Aliran Fluida, Distribusi Temperatur dan Gerakan Partikel pada
Ruang Bakar Boiler CFB PLTU Tarahan dengan variasi rasio PA : SA
Sebelumnya pada PLTU Tarahan telah dilakukan beberapa kali perubahan setting
rasio udara pembakaran PA : SA, untuk mencari perbandingan yang paling cocok untuk
proses pembakaran pada boiler CFB PLTU Tarahan. History rasio udara pembakaran PA : SA
pada Boiler CFB PLTU Tarahan adalah sebagai berikut :

% Primary Air % Secondary Air


Before 67 33
After 60 40
2011 55 45

Penurunan rasio udara pembakaran pada % Primary Air dimaksudkan untuk


mengurangi density bed material, dan menjaga pembakaran tetap di area batas Refractory
bawah agar dapat mengendalikan tingkar erosi dan abrasi bed material.

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 42
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Didalam simulasi numerik studi karakteristik, beberapa asumsi yang dipakai antara
lain :
- Biasanya kondisi proses tunak. Namun untuk kasus PLTU Tarahan ini, karena
harus menyimulasikan gerakan partikel pasir yang selalu berubah - ubah setiap
saat, simulasi akan dilakukan dalam keadaan unsteady (tidak tunak);
- Simulasi dilakukan pada kapasitas nominal pembangkit yaitu 100 %;
- Data batubara sebagai bahan bakar diambil dari hasil pengujian sample di
laboratorium yang dilakukan oleh pemasok;
- Perhitungan LHV bahan bakar telah dilakukan oleh laboratorium pengujian dan
akan dipakai sebagai data perhitungan simulasi numerik ini;
- Radiasi dari ruang bakar ke lingkungan diperkirakan dengan kaidah konveksi dan
radiasi yang digabung.

Gambar 4.54. Vektor Kecepatan Pasir dengan warna menunjukkan nilai kecepatan pasir (m/s)
(pandangan diagonal 1, pandangan belakang)

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 43
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 4.55. A : Perbandingan udara PA : SA = 60 % : 40 %, B : Perbandingan udara PA : SA = 40 % : 60 %

a. Hasil Simulasi
Hasil simulasi dengan menggunakan perbandingan udara primer dan sekunder 60%
dan 40% (kondisi disain) dan perbandingan udara primer dan sekunder 40% dan 60%
(kondisi modifikasi) menunjukkan hasil-hasil sebagai berikut :
- Kecepatan pasir di sisi siku dinding boiler relative lebih besar pada kondisi disain
dibandingkan pada kondisi modifikasi. Akan tetapi pada kondisi modifikasi, pasir
dapat mencapai posisi mendekati atap boiler;
- Kecepatan pasir di sisi siku boiler pada kondisi modifikasi relative lebih besar
dibandingkan pada kondisi disain;
- Kecepatan pasir kearah bawah di sisi siku dinding boiler lebih tinggi pada kondisi
modifikasi dibandingkan dengan kondisi disain;
- Kecepatan pasir di dinding boiler lebih besar pada kondisi modifikasi
dibandingkan dengan kondisi disain;

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 44
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

- Perubahan besaran massa flow udara dari udara primer menjadi udara sekunder
beresiko mempercepat keausan water wall tube sehingga disarankan untuk tidak
dilakukan.

3. Studi Karakteristik Penambahan Refractory Multi Anti Abrassion Beam


Dalam studi karakteristik ini yang menjadi pengambilan data adalah PLTU Tarahan
yang sudah meng-implementasikan Polisi Tidur Anti Abrassion Beam. Berikut adalah simulasi
Aliran Fluida dengan penambahan Anti Abrassion Beam.

Gambar 4.56. Vektor Kecepatan Partikel (m/s) pada Tampilan belakang diagonal melintasi Ruang Pembakaran

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 45
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

a. Hasil Simulasi
Berdasarkan hasil simulasi aliran pasir di dekat dinding wall tubes, serta
dibandingkan antara tanpa dan dengan sabuk sebanyak 7 buah, dapat diperoleh kesimpulan
antara lain :
- Adanya sabuk mengubah pola aliran gas dan pasir di dalam ruang bakar,
khususnya di dekat dinding;
- Pada umumnya aliran pasir dari atas yang mengenai sabuk akan terbelokkan
sehingga akan mengurangi gesekan dengan wall tubes yang berada di bawah
sabuk tersebut. Dengan demikian diharapkan keausan tubes di bawah sabuk
akan berkurang;
- Untuk aliran pasir dari bawah, saat menabrak sabuk akan terbelokkan juga dan
baru mengenai dinding kembali saat berada pada ketinggian beberapa meter dari
sabuk. Hal ini tentunya akan mengurangi intensitas keausan wall tubes di atas
setiap sabuk atau sekurang-kurangnya luas permukaan yang terkena gesekan
keras pasir ke dinding akan berkurang;
- Namun demikian di sebagian kecil - kecil penampang ada juga fenomena aliran
naik dimana setelah menumbuk sabuk terkena pengaruh aliran yang dari atas
sehingga memutar dan berbelok kembali mengenai dinding wall tubes serta ada
sebagian yang seolah justru tidak terjadi pengurangan gesekan;
- Pada bagian atas ruang bakar yang diwakili oleh dua sabuk agak di bawah lubang
aliran menuju Cyclone, kecepatan aliran pasir di sekitar wall tubes menjadi kecil
dengan orde besaran sekitar 3 m/s. Dengan demikian untuk daerah sekitar 3
sabuk paling atas, diharapkan akan mengurangi cukup banyak kecepatan
keausan akibat gesekan pasir ini;
- Untuk bagian tengah dan bawah ruang bakar, pengaruh aliran pasir yang berasal
dari Cyclone dan terhembus oleh udara blower ke dalam ruang bakar mulai
terlihat sehingga distribusi kecepatan aliran pasir di dekat dinding selatan menjadi
lebih besar dibanding dinding utara. Orde besaran kecepatan aliran pasir di
sekitar dinding selatan berada pada kisaran 10 m/s, sedangkan untuk dinding
utara cukup kecil yaitu antara 1 m/s hingga 3 m/s. Hal ini tentu saja akan
berakibat berbeda dalam hal kecepatan erosi wall tubes sebelah utara dibanding
sebelah selatan.
- Berdasarkan orde besaran kecepatan pasir di sekitar wall tubes, untuk bagian
atas ruang bakar, baik sisi utara maupun selatan dan bagian tengah serta bawah

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 46
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

ruang bakar khususnya pada sisi utara akan mengalami kecepatan keausan
secara merata sekitar sepertiganya dinding selatan bagian tengah dan bawah
ruang bakar;
- Dengan demikian secara garis besar, pemasangan sabuk ini cukup memberikan
indikasi pengurangan laju keausan wall tubes khususnya di bagian atas ruang
bakar serta dinding utara bagian tengah dan bawah ruang bakar;
- Sedangkan untuk dinding sebelah timur dan barat, justru di bagian ataslah yang
memiliki kecepatan aliran pasir yang agak tinggi (pada kisaran kecepatan aliran
sekitar 9 m/s). Untuk bagian tengah dan bawah ruang bakar praktis kecepatan di
dinding kecil sehingga dapat diharapkan terjadi pengurangan laju keausan wall
tubes di bagian ini;
- Secara keseluruhan dinding, adanya penambahan sabuk ini masih
menguntungkan karena hampir tiga perempat luas dinding bagian tengah dan
bawah mengalami pengurangan laju kecepatan aliran pasir di sekitar dinding
hingga sepertiganya tanpa sabuk. Sedangkan bagian atas, paling kurang 50%
dari luas dinding mengalami penurunan kecepatan aliran pasir. Dengan demikian
dapat diperkirakan hampir 65% dari seluruh luas dinding mengalami penurunan
kecepatan aliran pasir hingga sepertiganya sehingga diharapkan akan
mengurangi kecepatan laju keausan dinding wall tubes;
- Dari hasil perhitungan dampak pengurangan laju perpindahan panas melalui wall
tubes dengan adanya pemasangan sabuk ini, boleh dikatakan kecil dampaknya,
yaitu hanya sekitar 2% dari total perpindahan panas di ruang bakar dan sekitar
1% dari total keseluruhan laju perpindahan panas masuk ke dalam sistem
generator uap.
- Nilai 1% ini tidak terlalu signifikan bila dibandingkan dengan laju perpindahan
panas total di seluruh peralatan penyerapan panas yaitu boiler, panel super
heater, low temperature super heater, finishing super heater dan economizer.
Barangkali nilai ini merupapan fluktuasi dari laju penyerapan panas yang masih
diijinkan oleh perangkat pengaturan dengan setting temperatur uap yang
diinginkan sehingga masih dapat dilayani oleh sistem kontrol bahan bakar dan
proses pembakaran.

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 47
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

4. Kajian Analisa Karakteristik Pasir / Bed Material PLTU Tarahan

a. Evaluasi karakteristik Pasir sebagai Bed Material


Dari hasil analisa perbandingan antara Pasir Jepang (berasal dari Jepang), Pasir
lampung (berasal dari Lampung), Bottom Ash PLTU Tarahan dan Limestone didapatkan
kesimpulan bahwa :

Parameter Pasir Jepang Pasir Lampung Bottom Ash Limestone


SiO2 97.4 89.4 64.2 26.7

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa Pasir Jepang memiliki kandungan silika yang
paling besar dimana silika memiliki sifat kekerasan yang tinggi, sehingga semakin besar
kandungan silika pada pasir maka semakin besar pula tingkat kekerasan yang dimiliki.

Parameter Pasir Bottom Ash Limestone Batubara


Indeks Kekerasan 1.41 1.71 3.88 3.91

Pengujian lndeks kekerasan untuk sampel Pasir, Limestone, Bottom Ash dan
Batubara pada Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) seperti pada tabel di atas
menggunakan standar SNI 03-1750-1990 tentang agregat beton, mutu dan cara uji
menunjukkan hasil bahwa pasir memiliki indeks kekerasan 1.41 yang berarti pasir memiliki
tingkat kekerasan paling tinggi di bandingkan dengan Bottom Ash, Limestone dan Batubara.
Pasir dan bottom ash memiliki indeks kekerasan yang tidak jauh berbeda sehingga pasir bisa
digunakan untuk mengganti bed material / bottom ash tetapi dengan konsekuensi tingkat
erosi yang lebih tinggi karena tingkat kekerasan pasir lebih tinggi dan juga tingkat kebulatan
partikel yang rendah sehingga kurang baik untuk proses hydrodynamic bed material
fluidization.

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 48
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Size Particle Pasir Jepang Pasir Furnace Unit Furnace Unit Standard
d (mm) (%) Lampung (%) 3 (%) 4 (%) (%)
D > 0.6 0.01 1.42 10.34 24.27 0
0.3 < d ≤ 0.6 0.31 42.84 8.95 22.90 0 – 40
0.15 < d ≤ 0.3 65.98 43.23 62.42 34.37 35 – 40
0.075 < d ≤
32.60 11.77 17.42 18.28 15 – 20
0.15
d < 0.075 1.09 0.74 0.87 0.17 5 – 20
Total 100 100 100 100

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa pasir Jepang memiliki ukuran size particle
yang lebih kecil dibandingkan dengan jenis pasir Lampung, Furnace unit 3 & 4 dan Bottom
ash (bed material) di dalam furnace yang merupakan produk dari hasil pembakaran memiliki
karakteristik ukuran d > 0,6 mm diluar range standard. Berdasarkan data tabel tersebut
maka fungsi pasir dengan size tertentu digunakan untuk memperbaiki fraksi ukuran partikel
sesuai dengan standard yang disyaratkan dengan cara mengeluarkan bottom ash melalui
bottom ash removal system dan menginjeksi pasir dengan inert bed injection system yang
tersedia di pembangkit.
Pasir dari Jepang dan pasir dari Lampung mempunyai sifat fisik dan komposisi kimia
yang hampir sama sehingga layak di gunakan. Untuk ukuran size particle dari pasir yang
digunakan disesuaikan dengan kebutuhan desain Boiler.

b. Evaluasi karakteristik Bottom Ash sebagai Bed Material


Dari hasil analisa perbandingan antara ketiga sampel bed material PLTU Tarahan,
PLTU Sebalang dan PLTU Karawang diambil kesimpulan bahwa unsur kimia yang terkandung
dalam abu/ash mayoritas ditentukan oleh karakteristik bahan bakar batubara atau bahan
bakar lainnya.
Batubara sub bituminus memiliki komposisi (%) abu/ash sebagai berikut :

Gambar 4.57. Komposisi abu pada Jenis Jenis Batubara

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 49
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Jenis bed material dari PLTU Tarahan, PLTU Sebalang dan PLTU Karawang masuk
kedalam jenis abu/ash hasil pembakaran batubara sub bituminus.
Berdasarkan ASTM C618, bed material dari PLTU Tarahan, PLTU sebalang dan PLTU
Karawang masuk dalam kategori kelas C dengan kandungan Si02, Al2O3 dan Fe2O3
minimum 50% sehingga memiliki karakteristik yang hampir sama (Data terlampir).
Komposisi 4 unsur terbesar yaitu Silika, Alumina, Ferri Oxide dan Lime untuk ketiga
jenis sampel yang diuji yaitu sampel dari PLTU Tarahan, PLTU Sebalang dan PLTU Karawang
memiliki densitas yang hampir sama yaitu antara (2.45 – 2.75) %.
Mengenai karakteristik fisik ash/bed material berupa Partikel Size Distribution lebih
dipengaruhi oleh proses pembakaran, desain alat dan desain ruang bakar serta sistem fuel
preparation.
Ketiga jenis sampel yang diuji memiliki Ash Fusion Temperatur yang lebih besar dari
temperatur operasi pembakaran, sehingga bed material tersebut tidak akan terdeformasi
menjadi Slagging.

Gambar 4.58. Hasil Analisa Jenis Jenis Pasir

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 50
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 4.59. Hasil Analisa Size Particle Jenis Pasir dan Limestone

Gambar 4.60. Hasil Analisa Bottom Ash Tarahan, Sebalang, dan Karawang

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 51
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 4.61. Hasil Analisa Fly Ash Tarahan dan Sebalang

Gambar 4.62. Hasil Analisa Jenis Pasir , Bottom Ash dan Fly Ash

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 52
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

4.4. Rekomendasi Alternatif Solusi Program Reliability dan Availability Boiler


CFB
Untuk rekomendasi alternatif solusi program peningkatan Reliability dan Availability
Boiler CFB maka diperlukan analisa permasalahan Boiler CFB terlebih dahulu, dimana
sebagai contoh project di lingkungan PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian
Selatan yaitu PLTU Tarahan yang sudah beroperasi secara komersial sejak tahun 2007
sampai dengan saat ini. Dari history permasalahan yang ada, dan update permasalahan
terbesar di Boiler CFB Tarahan yang mempengaruhi Reliability dan Availability didapatkan
RCPS (Root Cause Problem Solving) sebagai berikut di bawah ini.

Gambar 4.63. RCPS Waterwall Tube Leak

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 53
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 4.64. RCPS Super Heater Panel dan Evaporator Panel Tube Leak

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 54
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 4.65. RCPS Slagging dan Fouling Boiler CFB

Gambar 4.66. RCPS Gangguan Coal Feeder dan Line Pengisian Batubara

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 55
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 4.67. RCPS Gangguan Cyclone Sealpot

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 56
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 4.68. RCPS Gangguan Expantion Joint Plenum dan Cyclone Sealpot

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 57
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 4.69. RCPS Frequently SdOF Tinggi (MFT)

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 58
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Dari pemetaan Identifikasi Masalah dan Alternatif Solusi pada RCPS di atas dari tiap
penyebab gangguan, didapatkan Rekomendasi Alternatif Solusi untuk program peningkatan
Availability dan Reliability Boiler CFB (Contoh kasus PLTU Tarahan), dimana dapat dilihat di
bawah ini dengan skala prioritas, kemudahan implementasi dan manfaat positif untuk
Availability dan Reliability Boiler CFB.

Ease for
No. Prioritas Alternatif Solusi Impact
Implementation

Analisa Ash Melting temperature


1 Prioritas 1 Easy Medium
pada Kandungan Batubara

Analisa Ash Melting temperature


2 Prioritas 1 pada Kandungan Bed Material Easy Medium
pasir kuarsa
Corrective Maintenance
perbaikan dan penggantian
3 Prioritas 1 Easy Medium
Modul Control Instrument
Damper Fan yang telah rusak
Corrective Maintenance
Perbaikan Field Instrument alat
4 Prioritas 1 ukur parameter operasi Boiler Medium Medium
(Pressure, Temperature, 02
Analyser) yang telah rusak
Flushing Boiler Drum saat durasi
stop unit lama ( > 7 hari)
5 Prioritas 1 minimal 3 kali, dengan syarat Easy Low
sampai level drum dan piping air
pengisi tidak ada air
Kajian Alternatif Bed Material
yang kualitas lebih bagus dan
6 Prioritas 1 Medium Medium
cocok digunakan di Boiler PLTU
Tarahan
Kajian Alternatif Jenis Anchor
7 Prioritas 1 Medium Medium
Refractory yang lebih kokoh dan

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 59
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

kuat dan pemasangannya

Kajian alternatif material


Thermowell yang lebih tahan
lama terhadap abrasive dan
8 Prioritas 1 Medium Medium
temperatur tinggi, serta faktor
error pembacaan temperatur
rendah
Kajian Alternatif Metode
9 Prioritas 1 Pengeringan Refractory yang Medium Medium
lebih optimal

Kajian Improvement
10 Prioritas 1 Implementasi Perisai Udara dan Medium Medium
Refractory Pelindung Thermowell

Komitmen & Program


peningkatan Operation
11 Prioritas 1 Medium Medium
Management , misal : FLM,
Patrol Check dll

Komitmen dan Preventive


12 Prioritas 1 Maintenance Pompa Injeksi Easy Low
Chemical harus berjalan baik

Komitmen dan Program


13 Prioritas 1 Maintenance Mix yang sesuai Medium Medium
untuk masing - masing Fan
Komitmen Manajemen untuk
proses dan kualitas Refractory
Dry Out harus berjalan sesuai
14 Prioritas 1 Easy Medium
SOP, serta koordinasi dan
negosiasi dengan pihak P3BS
mengenai proses RDO

Komitmen Perencanaan dan


15 Prioritas 1 Medium Medium
eksekusi Outage Management

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 60
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

yang strategis terencana untuk


Improvement Outage
Management
Komitmen Program Periodik
Outage SI Rehab Boiler minimal
16 Prioritas 1 6 bulanan selama 15 hari dan Medium Medium
Inspeksi Boiler tahunan (sesuai
siklus Outage)
Komitmen Supervisi injeksi bed
17 Prioritas 1 material agar sesuai dengan Easy Medium
standar PSD yang diijinkan
Komitmen Supervisi Pengawasan
agar batubara sesuai dengan
18 Prioritas 1 standar PSD yang melalui Screen Easy Medium
sampai dengan masuk ke dalam
Furnace
Komitmen Supervisi Pengawasan
agar bed material sesuai dengan
19 Prioritas 1 standar PSD yang melalui Screen Easy Medium
sampai dengan masuk ke dalam
Furnace
Melakukan pekerjaan Refractory
dengan Metode Ramming
20 Prioritas 1 (komposisi Fiber Board, Medium Medium
Insulating refractory dan
material kalcret sesuai standar)
Monitoring Kontrak Batubara
harus sesuai dengan standar
kebutuhan batubara yang di
21 Prioritas 1 Easy Medium
ijinkan, dan Rutin analisa
kandungan batubara secara
internal maupun eksternal

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 61
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Monitoring Kontrak Bed Material


harus sesuai dengan standar
kebutuhan bed material yang di
22 Prioritas 1 Easy Medium
ijinkan, dan Rutin analisa
kandungan bed material secara
internal maupun eksternal
Optimalisasi ratio kebutuhan
Flow Coal Feeder dan kebutuhan
23 Prioritas 1 Medium Medium
udara Hot PA di line Coal Feeder
yang sesuai
Preventive Maintenance dan
Corrective Maintenance Alat
24 Prioritas 1 Ukur Vibrasi, Temperatur, Flow, Medium Medium
Ampere dan pembukaan damper
Fan
Preventive Maintenance dan
25 Prioritas 1 Corrective Maintenance Ceramic Easy Medium
Line Coal Feeder saat Unit stop
Preventive Maintenance dan
Corrective Maintenance
26 Prioritas 1 Easy Medium
Ekspantion Joint Plenum saat
Unit STOP
Preventive Maintenance dan
Corrective Maintenance
27 Prioritas 1 Easy Medium
Ekspantion Joint Sealpot saat
Unit STOP
Preventive Maintenance dan
Corrective Maintenance
28 Prioritas 1 peralatan Daily Inert Bed untuk Medium Medium
pengoptimalan pengoperasian
Inert Bed

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 62
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Preventive Maintenance dan


Corrective Maintenance Screen
29 Prioritas 1 Batubara dan Metal Detector Medium Medium
disesuaikan dengan standar PSD
batubara yang di ijinkan
Preventive Maintenance dan
30 Prioritas 1 Corrective Maintenance untuk AV Medium Medium
System (Bag House)
Preventive Maintenance dan
Corrective Maintenance untuk
31 Prioritas 1 Medium Medium
instrument dan mekanik Nozzle
Nozzle S.A
Program Mapping Tickness Tube
rutin pada saat Unit Stop (masuk
32 Prioritas 1 dalam Scope Pekerjaan), dan Medium Medium
Penggantian tube yang sudah
kritis ( < 3.6 mm)
Review dan Kajian Ulang
Modifikasi Sistem Purging udara
33 Prioritas 1 Medium Medium
Line Coal Feeder saat batubara
basah
Review dan Kajian Ulang SOP
Pengoperasian Ash Screw Cooler
34 Prioritas 1 dan Preventive Maintenance Medium Medium
untuk peralatan penunjang Ash
Screw Cooler
Review SOP Pengoperasian
Shoot Blower ter-update,
35 Prioritas 1 Easy Medium
disesuaikan dengan kondisi Unit
real
SOP review Prosedur Start Up /
36 Prioritas 1 shut down setiap tahun, Easy Medium
disesuaikan dengan kondisi Unit

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 63
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

real

Supervisi Pengawasan dan


Komitmen bahwa Perbaikan
Refractory dengan skala prioritas
37 Prioritas 1 dan risiko tinggi, wajib Medium Medium
menggunakan metode Casting
walaupun memerlukan waktu
lama
Supervisi Pengoperasian Manual
Mode Boiler CFB, sesuai dengan
38 Prioritas 1 Easy Low
SOP pengoperasian dengan
ketat
Upgrade/ Retrofit DCS Sistem
39 Prioritas 1 Medium High
Kontrol Unit PLTU
Assessment dan Setting
Combustion Air Flow Ratio yang
40 Prioritas 2 cocok dengan perubahan Medium High
modifikasi dan Inovasi yang
sudah dilakukan ter-update
Kajian Metode pelindung area
41 Prioritas 2 SH Evaporator Panel (Wingwall) Medium High
dari Tube Leak
Kajian Simulasi Udara Fluenc
baru dengan perubahan
42 Prioritas 2 Medium High
perubahan yang sudah dilakukan
(Inovasi & Modifikasi) ter-update
Kajian Ulang Kelayakan
implementasi Polisi Tidur dan
43 Prioritas 2 Perisai Udara, serta Modifikasi Medium Medium
dan Inovasi lain yang sudah
dilakukan

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 64
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Koordinasi intens dengan P3BS


untuk percepatan penormalan
44 Prioritas 2 Medium Medium
tegangan di PLTU setelah
Blackout
Program mengembalikan control
pengoperasian Boiler Turbin dari
45 Prioritas 2 Manual Mode ke CC Medium High
(Coordinated Control / Auto
Mode)
Kajian dan Implementasi Divider
46 Prioritas 3 Medium High
/ Sekat udara Hot PA di Plenum
Sudah dilakukan kajian Studi
Karakteristik aliran udara Nozzle
PLTU Tarahan sesuai laporan
pengujian
No.155.BKIT.088C.2011, dimana
kecepatan keluar nozzle
47 Prioritas 3 mencapai 44,5 m/s (kriteria yang Medium High
tepat max. 40 m/s), untuk
penggantian desain Nozzle
membutuhkan kajian lebih lanjut
yang tepat untuk jenis dan
bentuk Nozzle dan Inner Tube
yang lebih cocok.

Keterangan :
 Prioritas 1 : Program Jangka Pendek, Implementasi 1 - 3 bulan;
 Prioritas 2 : Program Jangka Menengah, Implementasi 4 - 6 bulan;
 Prioritas 3 : Program Jangka Panjang, Implementasi > 6 bulan.

BAB IV IMPROVEMENT DAN INOVASI


Page 65
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

BAB V

TEKNOLOGI DAN KINERJA CFB

5.1. Teknologi dan Kinerja CFB di Dunia (Best Practice)


Banyak yang dapat dijadikan Best Practice dan Benchmark sebagai standard
Reliability dan Availability Pembangkit, terutama Boiler CFB. Di antaranya antara lain :
1. Generating Availability Data System (GADS) – NERC (North American Electric
Reliability Corporation);
2. Operational Reliability Analysis Program (ORAP) ‐ Strategic Power Systems, Inc.;
3. Kraftwerk Informations System (KISSY) ‐ VGB of Essen, Germany;
4. Power Reactor Information System (PRIS) ‐ International Atomic Energy Agency
(IAEA) of Austria;
5. Canadian Electricity Association (CEA) – Ottawa, Canada.

Dari List di atas, yang paling menjadi Benchmark adalah GADS – NERC karena
memiliki banyak kelebihan informasi antara lain :
- The Edison Electric Institute Database, diperkenalkan pada tahun 1960 oleh EEI
Prime Movers Committee;
- GADS diperkenalkan kepada Pasar Industri sejak tahun 1982;
- Database untuk mengumpulkan dan menganalisa informasi Kegagalan Peralatan
Power Plant (Pembangkit) :
a) Benchmarking;
b) Setting realistic generating unit goals;
c) Meningkatkan Output Unit dan Reliability;
- Dasar Penentuan Reliability Power System yang berhubungan dengan Generating
Unit;
- Ketika NERC menjadi The Electric Reliability Organization (ERO) di bawah The
Energy Policy Act of 2005 (Section 215), diberikan kewenangan untuk memonitor
Reliability Power System :
a) Transmission;
b) Generating facilities;

BAB V TEKNOLOGI DAN KINERJA CFB


Page 1
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

c) Not Distribution Systems.


- Pengalaman :
a) Reliability assessment reports and modeling;
b) Loss‐of‐load expectation studies and modeling;
- Tantangan Baru :
a) Sebagai sumber perubahan, NERC dan Stakeholders membutuhkan
pemahaman bagaimana mengubah “Resource Performance” menjadi
“Planning Reserve Margins”;
b) Memahami Performance Eksisting dan Sumber teknologi baru dibutuhkan
untuk memahami Reliability Project Power System di Amerika Utara.

Berikut merupakan standard EAF untuk semua jenis pembangkit menurut GADS –
NERC (Data dari tahun 2008 – 2012), dimana rata – rata EAF tertinggi dipegang oleh
Pembangkit dengan Gas Turbine :

Gambar 5.1. Data Standard EAF Semua Jenis Pembangkit GADS – NERC (2008 – 2012)

BAB V TEKNOLOGI DAN KINERJA CFB


Page 2
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Berikut merupakan Daftar Chronic Problem 10 terbesar menurut GADS – NERC pada
rata – rata semua Pembangkit Batubara, dimana urutan tertinggi adalah Super Heater Tube
Leak dan Waterwall Tube Leak :

Gambar 5.2. Data Chronic Problem Pembangkit Batubara versi GADS - NERC

Di samping data dari GADS – NERC, berikut ini merupakan data Availability dan
Reliability khusus Boiler CFB dengan kapasitas besar di seluruh dunia (dengan catatan
perhitungan hanya di ukur dari Unplanned Outage saja, tanpa Planned Outage), seperti
contohnya Northside, Foster Wheeler, ataupun Boiler CFB Cina. Data berikut mungkin dapat
dijadikan standard acuan untuk rata – rata EAF dan/atau CF Boiler CFB, pada gambar 5.3. di
bawah ini. Pada data tersebut ternyata Boiler CFB ada yang memiliki Availability sampai 94
%, yaitu Honghe 2 pada tahun 2007, dan Reliability tertinggi 99 % yaitu Boiler CFB
Northside.

BAB V TEKNOLOGI DAN KINERJA CFB


Page 3
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 5.3. Reliability dan Availability Boiler CFB Kapasitas Besar di Dunia

Sebagai referensi lain, berikut data rata – rata Reliability Boiler CFB dari survey SHI
(Sumitomo Heavy Industries), pada gambar 5.4. berikut ini. Dimana Reliability Boiler CFB
berkisar rata – rata dapat mencapai 92 %, dan itu merupakan hal yang mungkin terjadi jika
semua program pemeliharaan dan operasi berjalan lancar untuk mencapai puncak tertinggi.

BAB V TEKNOLOGI DAN KINERJA CFB


Page 4
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 5.4. Hasil Survey Sumitomo Heavy Industries tentang Reliability Boiler CFB

BAB V TEKNOLOGI DAN KINERJA CFB


Page 5
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

BAB VI
CFB INDONESIA

6.1. Forum PLTU CFB Indonesia


Sekarang ini banyak permasalahan Boiler CFB menjadi pokok pembahasan karena
memang permasalahan CFB menjadi sebuah tantangan baru yang bisa dijadikan sebuah ide
inovasi untuk pengembangan dan kemajuan Boiler CFB. Salah satu Forum CFB yang dimiliki
oleh PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan yaitu SPOTCOM (Steam
Power Plant of China Community) karena memang PLN KITSBS mengelola 2 pembangkit
CFB Cina untuk sekarang ini, antara lain PLTU Sebalang dan PLTU Teluk Sirih. Forum CFB
Cina milik PLN KITSBS ini dibentuk tanggal 27 Februari 2014, sesuai SK GM No. 250.K/GM-
KITSBS/2014, yang memiliki program peningkatan keandalan Boiler CFB Cina, terutama di
lingkungan PLN KITSBS dan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kinerja pembangkitan
PLTU CINA dengan berbagi informasi dan pengalaman. Koordinator SPOTCOM KITSBS yaitu
Ade Hendri Alfino dari Sektor Pembangkitan Teluk Sirih, dan beranggotakan pegawai dari
Sektor Pembangkitan Teluk Sirih dan Sektor Pembangkitan Tarahan Unit Sebalang.
SPOTCOM KITSBS sudah mempunyai Road Map tahun 2014 – 2017 yaitu sebagai berikut.

Gambar 6.1. Road Map SPOTCOM KITSBS 2014 – 2017

BAB VI CFB INDONESIA


Page 1
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 6.2. Kegiatan SPOTCOM KITSBS

Kegiatan Tim SPOTCOM KITSBS pada tahun 2015 dapat dilihat pada Workplan di
bawah ini, dimana seluruh kegiatan yang dilakukan adalah untuk menunjang tercapainya
keandalan Boiler CFB Cina di lingkungan KITSBS pada khususnya.

BAB VI CFB INDONESIA


Page 2
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 6.3. Matriks Kegiatan SPOTCOM KITSBS Tahun 2015

Pada tanggal 20 – 21 Mei 2015 telah diadakan Workshop Best Practice Pengelolaan
PLTU dan Metode O&M PLTU CFB, dimana dilaksanakan di Sektor Pembangkitan Teluk Sirih
atas kerja sama Tim SPOTCOM dan Udiklat Suralaya. Acara tersebut antara lain Sharing
Session dari PLTU Simpang Belimbing, Sharing Session dari Direktur Indonesia Power
(Bapak Eri Prabowo), Sharing Session dari Direktur PJB (Bapak Yudi Satya Wicaksono), Tele-
Conference Direktur Operasi Jawa Bali (Bapak Iwan Supangkat), Sharing Session dari
Puslitbang, Sharing Session dari PLTU Cilacap – PT S2P, dan Sharing Session dari KADIV
KITSUM (Bapak Isvandono).

BAB VI CFB INDONESIA


Page 3
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Gambar 6.4. Dokumentasi Workshop Best Practice PLTU CFB di PLTU Teluk SIrih

BAB VI CFB INDONESIA


Page 4
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Tantangan PLN KITSBS dan PLN KITSU ke depan adalah mengelola PLTU CFB
sehingga dengan acara Workshop Best Practice Pengelolaan dan Metode O & M PLTU CFB
dapat menjadikan Learning Center, Knowledge Sharing untuk mewujudkan Operasional
PLTU CFB yang handal, efisien dan ramah lingkungan.
Untuk mewujudkan PLTU CFB yang handal, efisien dan ramah lingkungan diperlukan
sinergi bersama melalui program – program peningkatan Availability dan Reliability Boiler
CFB, termasuk Tata Kelola Pembangkitan (Asset Management), OPI maupun tool lain yang
dapat digunakan untuk mewujudkan hal tersebut. Bukan cuma dari programnya, seluruh
SDM juga harus bersinergi untuk komitmen tinggi melaksanakan segala upaya agar
Permasalahan Boiler CFB dapat segera terselesaikan.
Di samping SPOTCOM yang dimiliki oleh PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera
Bagian Selatan, PLN secara keseluruhan juga mempunyai Forum Boiler CFB yang di koordinir
oleh PLN Pusdiklat Unit Udiklat Suralaya, dimana sebagai Learning Center Thermal Power
Plant termasuk O & M Boiler CFB.

BAB VI CFB INDONESIA


Page 5
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

Notulen Pelaksanaan Workshop Best Practice Pengelolaan dan Metode O & M PLTU
CFB dapat dilihat berikut ini.

BAB VI CFB INDONESIA


Page 6
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

BAB VI CFB INDONESIA


Page 7
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

BAB VI CFB INDONESIA


Page 8
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

BAB VII
PENUTUP

Dari Pembahasan permasalahan Boiler CFB pada buku ini, dapat kita ketahui
bersama bahwa selama Boiler CFB masih memakai batubara, Inert Bed, dan Limestone
dalam proses pembakarannya pasti akan mengalami proses erosi dan abrasi. Hal tersebut
memang tidak dapat dihindari, hanya dapat dikendalikan dan di minimalisir tingkat laju erosi
dan abrasi pada Boiler CFB melalui Improvement Action dan program program peningkatan
Availability dan Reliability Boiler CFB. Ada 4 (Empat) hal yang dapat dikendalikan untuk
meminimalisir tingkat erosi dan abrasi bed material pada Boiler CFB, antara lain :
1. Sisi Design, yang dapat dikendalikan yaitu Tube Position, Tube Material, FA
Nozzle Design, Furnace Geomethry, dimana harus dilakukan dengan kajian dan
analisa yang tepat karena berhubungan dengan design;
2. Sisi Operation, yang dapat dikendalikan yaitu Volume Bed Material, Combustion
Air Velocity, Combustion Temperatur, dan Combustion Air Ratio melalui
Assessment Setting Udara, Simulasi Pemodelan, dan Studi Karakteristik Aliran
Udara;
3. Sisi Fabrication & Construction, yang dapat dikendalikan yaitu Proses Assembly &
Finishing Tube dan Refractory, Tube Bending, Welding Quality dimana harus
dengan pengawasan Supervisi oleh Tenaga Kompeten di bidangnya untuk
memperkecil faktor error kesalahan;
4. Sisi Parts dan Environment, yang dapat dikendalikan yaitu Kualitas Batubara,
Bed Material, Maintenance dimana diperlukan program OM Boiler CFB yang
handal.
Pembahasan tentang Problem Boiler CFB, dan Rekomendasi alternatif solusi Boiler
CFB pada buku ini mungkin dapat dijadikan pedoman untuk Unit Boiler CFB yang
mempunyai permasalahan yang sejenis. Akan tetapi walaupun sama sama jenis Boiler CFB,
kemungkinan memiliki karakteristik yang berbeda dengan permasalahan yang berbeda juga.
Faktanya, ada beberapa Boiler Jenis CFB di dunia yang mampu mencapai Reliability di atas
92 % (Sembilan Puluh Dua Persen), dan ada kemungkinan dengan Program Pemeliharaan
dan Operasional Boiler CFB yang baik dan konsisten, target mencapai Reliability di atas 90
% (Sembilan Puluh Persen) dapat terwujud. Dimulai dari Program khusus untuk Boiler CFB,

BAB VII PENUTUP


Page 1
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

yaitu Program Inspeksi Boiler selama minimal 6 (Enam) bulan sekali (dengan durasi waktu
minimal. 15 (Lima Belas) hari). Jadi dalam periode 1 (Satu) tahun, untuk Boiler CFB
mempunyai program pemeliharaan Periodik Outage sebanyak 2 (Dua) kali. Di Cina, ada juga
yang namanya Boiler Redundant, dimana 1 Unit PLTU memiliki 1 (Satu) Turbin dan 2 (Dua)
Boiler (Boiler satunya standby). Jadi setiap periode tertentu dilakukan change over /
switching Boiler untuk Periodik Outage Boiler saja, tanpa harus shutdown. Boiler Redundant
merupakan investasi yang dapat dikatakan sangat mahal, jadi perlu adanya kajian dan
analisa strategis. Jika ternyata lebih menguntungkan daripada Force Outage permasalahan
boiler CFB, Boiler redundant dapat dianggap sangat diperlukan untuk implementasi guna
mencapai Reliability Boiler CFB kelas dunia.
Untuk program Reliability dan Availability Boiler CFB diperlukan Kajian kajian, study,
dan Workshop oleh pakar ahli Boiler CFB di Indonesia maupun dunia agar segala
permasalahan Boiler CFB dapat terselesaikan, dan dapat mencapai Reliability dan Availability
standard kelas dunia.

BAB VII PENUTUP


Page 2
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

DAFTAR PUSTAKA

1. Babcock & Wilcox, Steam its Generation and Use. 1992. USA;
2. Fox, R.T., McDonald, A.T., Introduction to Fluid Mechanics John Wiley &
Sons,Inc , 1994;
3. Gilchrist J. D. Fuels, Furnaces and Refractories, 1977;
4. JEA Large-Scale CFB Combustion Demonstration Project;
5. PT. Adikari Wisesa Indonesia, Pemodelan dan Simulasi Computational Fluid
Dynamic (CFD) Boiler CFB Tarahan, 2012;
6. P. Baso, Combustion and Gasification in Fluidized Bed. Boca Raton: Taylor
and Francis, 2005;
7. PT. PLN (Persero) Puslitbang, Kajian Engineering Perubahan Komposisi
Udara PA/SA PLTU Tarahan BKIT.081C.2011, 2011;
8. PT. PLN (Persero) Puslitbang, Laporan Pengujian Kajian Enjiniring Refractory
PLTU Tarahan No.155.BKIT.087C.2011, 2011;
9. PT. PLN (Persero) Puslitbang, Laporan Pengujian Kajian Peningkatan
Resistansi Waterwall Tube Material 210 A1 Terhadap Erosi Pada Boiler
PLTU 100 MW Tarahan (Simulasi Aliran Gas dan Partikel Padatan di
Ruang Bakar Boiler) No.211.BKIT.242C.2010, 2010;
10. PT. PLN (Persero) Puslitbang, Laporan Pengujian Tickness dan Replika Tube
Boiler Unit 3 PLTU Tarahan No.026.BKIT.010C.2008, 2008;
11. PT. PLN (Persero) Puslitbang, Laporan Pengujian Tube Waterwall dan
Wingwall Boiler Unit 3 PLTU Tarahan No.149.BKIT.089C.2009, 2009;
12. PT. PLN (Persero) Puslitbang, Studi Karakteristik Aliran Udara Melalui Nozzle
PLTU Tarahan BKIT.088C.2011, 2011;
13. PT. PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Tarahan, BUKU OPERASIONAL &
MAINTENANCE PLTU CFB TARAHAN , 2008;
14. PT. PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Tarahan Laboratorium Analisa Batubara,
Laporan Hasil Analisa Karakteristik Pasir/ Bed Material Boiler CFB PLTU
Tarahan 30 Januari 2013, 2013;
15. PT. PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Tarahan, Laporan Kajian dan Upaya
Pengurangan Erosi Tube Boiler (RCFA), 2010;

DAFTAR PUSTAKA
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

16. Reliability Analysis of Power Plant Unit Outage Problems, G. Michael Curley
President Generation Consulting Services, LLC;
17. Techno-economic analysis of PC versus CFB combustion technology;
18. TEPSCO, Introduction to CFB Boiler, 2007;
19. TEPSCO, Fluidized Bed Combustion Boiler for Commercial Use, 2007.

DAFTAR PUSTAKA
PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

BIODATA NAMA NAMA ANGGOTA

TIM CFB PLN KITSBS

1. Nama : JOKO SUKARJO


NIP. : 6285270B

Riwayat : - 1999 Koordinator/SPV Operasi Sektor Bukit Asam;


- 2005 SUPERVISOR BOILER & MILL Sektor Bukit Asam;
- 2007 ASMAN OPERASI Sektor Tarahan 3 & 4;
- 2008 ASMAN COAL & ASH Handling Sektor Tarahan 3 & 4;
- 2009 ASMAN PEMELIHARAAN Sektor Tarahan 3 & 4;
- 2011 DEPUTI MANAJER ADM SDM Kantor Induk KITSBS;
No Hp. : 081 284 510 111
Email : joko.sukarjo@pln.co.id

2. Nama : EKO RATNO


NIP. : 6793410B

Riwayat : - 1993 HAR Sektor Bukit Asam;


- 2009 SPV. LOGISTIK Sektor Tarahan;
- 2013 ASMAN COAL & ASH Handling Sektor Nagan Raya;
- 2014 ASMAN HAR Sektor Labuhan Angin;
- 2015 Ass. Engineer Pembinaan HAR KIT Kantor Induk KITSU;
- 2015 Ass. Officer Administrasi Kantor Induk KITSBS;
No Hp. : 082 185 488 804
Email : eko.ratno@pln.co.id

BIODATA TIM CFB KITSBS


PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

3. Nama : JAJAT SUDRAJAT


NIP. : 7193407B

Riwayat : - 1993 HAR Boiler Sektor Bukit Asam;


- 2007 SPV. HAR Boiler Sektor Tarahan 3 & 4;
- 2012 RENDAL HAR Boiler Sektor Tarahan 3 & 4;
- 2014 ASMAN COAL & ASH Handling Sektor Tarahan;
No Hp. : 081 273 824 75
Email : jajat.sudrajat2@pln.co.id

4. Nama : YULI TRI SETYONO


NIP. : 7806026Z

Riwayat : - 2008 Ass. Engineer Sektor Tarahan;


- 2012 ASMAN ENJINIRING Sektor Tarahan;
- 2015 Ass. Analyst REN Pengadaan Kantor Induk KITSBS;
No Hp. : 081 315 976 508
Email : yuli.trisetyono@pln.co.id

5. Nama : ZULFAN IDRIS KABAN


NIP. : 7806005Z

Riwayat : - 2008 Ass. Engineer Sektor Tarahan;


- 2012 ASMAN OPERASI Sektor Tarahan 3 & 4;
- 2014 ASMAN ENJINIRING Sektor Bandar Lampung;
No Hp. : 081 172 125 22
Email : zulfan.idris@pln.co.id

BIODATA TIM CFB KITSBS


PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

6. Nama : SUCINATA AGUNG PRIAMBODO


NIP. : 8609366Z

Riwayat : - 2009 Junior Engineer HAR Instrument Sektor Tarahan 3 & 4;


- 2010 Junior Operator Boiler-Turbin Desk Sektor Tarahan 34;
- 2011 Junior Engineer KINERJA Sektor Tarahan;
- 2012 SPV. Operasi Regu C Sektor Tarahan Unit 3 & 4;
- 2015 Ass. Analyst REN Pengadaan Kantor Induk KITSBS;
No Hp. : 081 390 567 122
Email : sucinata@pln.co.id

7. Nama : BUDI KURNIANTO


NIP. : 8509306Z

Riwayat : - 2009 Junior Engineer HAR Boiler Sektor Tarahan 3 & 4;


- 2012 SPV. HAR Boiler Sektor Tarahan 3 & 4;
- 2015 SPV. HAR Boiler Sektor Tarahan 1 & 2 (Sebalang);
No Hp. : 081 272 096 999
Email : budi.k@pln.co.id

8. Nama : DANI BADRAZAMANI


NIP. : 8610113Z

Riwayat : - 2010 Ass. Engineer HAR Instrument Sektor Tarahan;


- 2013 Ass. Analyst KINERJA Kantor Induk KITSBS;
No Hp. : 082 118 456 604
Email : dani.b@pln.co.id

BIODATA TIM CFB KITSBS


PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

9. Nama : MELKI SAPUTRA


NIP. : 88111120Z

Riwayat : - 2011 Junior Operator Boiler-Turbin Desk Sektor Tarahan 12;


- 2012 Junior Engineer Enjiniring Sektor Tarahan;
- 2015 SPV. OPERASI Regu C Sektor Tarahan Unit 1 & 2;
No Hp. : 081 370 554 534
Email : melki.s@pln.co.id

BIODATA TIM CFB KITSBS


PT PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan
Tahun 2015

BIODATA TIM CFB KITSBS

Anda mungkin juga menyukai