Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MATA KULIAH

HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL

TUGAS INDIVIDU

Nama : Muhammad Kunto Tri Wibowo

NPM : 110110200326

Melihat proses dari lahirnya suatu perjanjian internasional, tidak akan bisa dilepaskan
dari aspek-aspek pendukungnya. Salah satu aspek paling penting, atau hal yang umum
digunakan untuk ikut terlibat dalam suatu perjanjian internasional adalah tanda tangan
(signature). Namun, yang penting untuk dipahami bahwa dalam suatu perjanjian internasional
hadirnya suatu tanda tangan saja belum cukup, perlu adanya ketentuan lain seperti ketentuan
yang menunjukkan terkait dengan adanya tempat tanda tangan, tanggal pembukaan tanda
tangan, jangka waktu tanda tangan, dan lain-lain. Terdapat beberapa kategori penandatanganan
dalam perjanjian internasional, antara lain:

1. Open for signature

Dalam perjanjian internasional yang sifatnya multilateral biasanya memiliki


ketentuan bahwa akan dapat ditandatangani dalam waktu tertentu saja, dan tidak akan
berlaku sampai waktu tertentu, akan tetapi ada juga perjanjian-perjanjian internasional
yang sifatnya memang tidak memiliki batas waktu untuk penandatanganannya.
Sementara itu, di kondisi sekarang, perjanjian-perjanjian multilateral yang telah
disimpan oleh Sekretariat Umum PBB telah menyediakan kesempatan untuk setiap
negara dapat menandatangani perjanjian internasional, akan tetapi terdapat perjanjian-
perjanjian multilateral yang memuat spesifikasi khusus yang bersifat pembatasan-
pembatasan dalam keikutsertaan negara, hal ini menimbang keadaan-keadaan tertentu.

2. Simple Signature

Perjanjian-perjanjian multilateral biasanya memberikan syarat adanya tanda


tangan untuk menunjukkan ketundukan pada ratifikasi, penerimaan atau persetujuan.
Dalam beberapa kasus, negara penanda tangan tidak menjadi serta merta harus
menjalankan kewajiban dari hukum positif perjanjian yang telah ditandatanganinya.
Namun, adanya tanda tangan mengindikasikan adanya niat suatu negara untuk
mengambil langkah dalam rangka menunjukkan niat untuk bergabung dalam perjanjian
di suatu hari ke depannya. Tanda tangan juga menciptakan adanya kewajiban, dalam
jangka di antara penandatanganan ratifikasi, penerimaan, dan persetujuan, hal tersebut
untuk menahan diri dengan itikad baik dari tindakan yang akan mengalahkan objek dan
tujuan perjanjian.

3. Definitive Signature

Beberapa perjanjian mengizinkan negara untuk menunjukkan niatnya untuk


secara hukum, semata-mata dengan adanya tanda tangan. Metode ini biasanya
digunakan untuk perjanjian yang bersifat bilateral, jarang digunakan untuk perjanjian
multilateral. Dalam perjanjian ini, negara dapat menunjukkan niatnya untuk bergabung
dalam suatu perjanjian dengan penandatanganan secara definitif, tanpa adanya reservasi
untuk meratifikasi, menerima, atau menyetujui.

Berdasarkan dari penggolongan tanda tangan dalam suatu perjanjian


internasional dapat dipahami bahwa hadirnya tanda tangan tidak serta merta
menjadikan suatu negara terikat pada suatu perjanjian internasional, terdapat hal-hal
lain yang perlu diperhatikan, sepeti waktu penandatanganan, adanya ratifikasi,
penerimaan, hingga persetujuan dari suatu negara terhadap perjanjian internasional.
Namun, hadirnya tanda tangan dapat menjadi ekspresi bahwa suatu negara mendukung
adanya suatu perjanjian internasional, sehingga di kemudian hari akan memudahkan
negara terkait untuk terlibat dan patuh terhadap hukum hasil dari perjanjian
internasional tertentu.

Selanjutnya, berbicara mengenai disepakatinya suatu perjanjian internasional,


terdapat suatu hal yang perlu dipahami, yaitu adanya full powers (surat kuasa). Full
power dapat diberikan oleh pihak selain dengan kepala negara, kepala pemerintahan,
atau menteri luar negeri, dengan catatan pihak yang diberi kuasa telah memiliki
instrumen-instrumen valid yang dibutuhkan untuk mendapatkan kuasa dari full powers.
Dalam penerapannya full powers dapat digunakan untuk menandatangani suatu
perjanjian yang bersifat spesifik, akan tetapi dapat juga digunakan untuk
menandatangani lebih dari satu perjanjian.
Beberapa negara dalam menerapkan full powers ada yang telah menyimpannya
di Sekretariat Umum PBB, full powers yang bersifat umum tidak menghususkan adanya
tanda tangan pada suatu perjanjian tertentu. Namun, lebih menspesifikasikan adanya
perwakilan untuk menandatangani segala perjanjian yang disimpan di Sekretariat
umum. Full powers tidak memiliki spesifikasi khusus dalam pembuatannya, akan
tetapi, ada kewajiban untuk mencantumkan beberapa hal, seperti:

a. Instrumen dari full powers wajib untuk ditandatangani oleh 1 dari 3 otoritas
yang berwenang (Kepala negara, kepala pemerintahan, dan menteri luar
negeri).
b. Full Powers biasanya terbatas pada suatu perjanjian tertentu dan harus
mengindikasikan judul dari suatu perjanjian.
c. Full Powers haruslah mencantumkan nama lengkap dan keterangan dari
representatif pihak yang berwenang untuk bertanda tangan
d. Tanggal dan tempat dari tanda tangan harus dicantumkan
e. Adanya segel resmi.

Selanjutnya agar suatu pihak dapat mengikatkan dirinya ke perjanjian


internasional maka suatu negara haruslah mendemonstrasikannya melalui suatu
perjanjian kontrak, hal ini bertujuan untuk mengadopsi hak dan kewajiban secara
hukum yang terkandung dalam perjanjian. Dengan kata lain, hal tersebut haruslah
menjukkan niatnya untuk terikat dalam suatu perjanjian. Dalam praktiknya untuk
mengekspresikan niatnya terikat dalam suatu perjanjian internasional terdapat beberapa
cara, akan tetapi yang paling umum adalah

a. Adanya definitive signature


b. Ratifikasi
c. Penerimaan dan persetujuan
d. Pencapaian

Kemudian, biasanya ketentuan perjanjian multilateral menentukan tanggal di


mana perjanjian akan mulai berlaku. Dalam kondisi di mana perjanjian tidak
mencantumkan tanggal tertentu maka metode entry into force dapat dilakukan.
Perajanjian akan berlaku ketika semua negara yang bernegosiasi atau terlibat dalam
perjanjian menyutujui untuk terikat dalam perjanjian tersebut. Seluruh perjanjian
multilateral disimpan dengan sekretariat umum yang menyimpulkan kapan mereka
akan berlaku.

Dalam suatu perjanjian, proses amandemen mungkin saja terjadi. Hal tersebut
merujuk pada Bagian ke-4 Vienna Convention 1969. Jika perjanjian tidak menjelaskan
secara spesifik prosedur-prosedur dari amandemen, para pihak dapat bernegosiasi
terkait adanya suatu perjanjian baru atau suatu kesepakatan yang mengamandemen
perjanjian yang sudah ada.
PERNYATAAN

"Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas ini saya kerjakan sendiri tanpa bekerja sama
dengan pihak lain. Referensi yang digunakan dalam tugas ini telah dikutip sesuai dengan
pedoman penulisan karya ilmiah. Jika pernyataan ini terbukti sebaliknya, saya bersedia
menerima sanksi sesuai ketentuan akademik yang berlaku di Universitas Padjadjaran."

Anda mungkin juga menyukai