Anda di halaman 1dari 23

PENINGKATAN KAPASITAS PELAKSANA

DAK BIDANG IRIGASI TA - 2023


Morfologi Sungai Dalam Perencanaan Bendung

Direktorat Irigasi dan Rawa


Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
14 Maret 2023

Yiniarti Eka Kumala


Narasumber
 Morfologi sungai mempelajari bentuk alur sungai, geometri alur, material
dasar, penampang memanjang/melintang sungai
 Selalu berubah pada setiap waktu
 Pembentukannya dipengaruhi oleh beberapa variabel yang saling terkait:
 Besar debit yang mengalir dalam fungsi waktu – Q (t)
 Jumlah/volume sedimen yang terangkut - V (t)
 Sifat butiran yang membentuk dasar & tebing sungai – D
 Kemiringan lembah – iv
Asal dan mekanisme angkutan muatan sedimen

Muatan dasar

Muatan Mekanisme
material dasar Angkutan Sedimen

Asal material Muatan layang

Muatan
Terlarut
Morfologi Sungai
1) Data fisik morfologi sungai
 Kandungan dan ukuran sedimen di sungai tersebut
 Tipe dan ukuran sedimen dasar yang ada
 Pembagian (distribusi) ukuran butir dari sedimen yang ada
 Banyaknya sedimen dalam waktu tertentu
 Pembagian sedimen secara vertikal dalam sungai.
 Floting debris
2) Data Historis
Data historis profil memanjang dan melintang sungai dan gejala
terjadinya degradasi atau agradasi sungai di mana lokasi bendung
direncanakan akan dibangun.
Karakteristik Ruas-ruas Sungai

i1 > i2 > i3

𝑄𝑠𝑖𝑛 ≈ 𝑄𝑠𝑜𝑢𝑡

Daerah produksi sedimen Ruas atas Ruas tengah Ruas bawah


Daerah seimbang
Dipengaruhi oleh cuaca dan
tata guna lahan Daerah pengendapan, dipengaruhi
kondisi batas hilir
Karakteristik Ruas-Ruas Sungai
 Sungai muda – berbatu bongkah - ruas atas (young/upper reach river)
o Terjadi pada ruas sungai bagian atas/pegunungan dengan kemiringan terjal ( i > 5 ‰ )
o Bentuk profil V, material batu bongkah, kerakal, kerikil
o Banyak riam dengan aliran menjeram/air terjun
o Merupakan daerah pegunungan/penggerusan – perubahan arah vertikal lebih dominan
 Sungai dewasa – kerikil- ruas tengah (mature/middle reach river)
o Terjadi pada ruas sungai bagian tengah/daerah lembah yang sudah melebar dengan kemiringan relatif
sedang ( i ≈ 0,5 ‰ s/d 5 ‰) - terjadi lapisan perisai (armouring layer) yang melindungi dasar sungai
o Bentuk profil U, material kerakal, kerikil, pasir
o Daerah seimbang – ada penggerusan dan pengendapan
 Sungai tua – berpasir - ruas bawah (old/lower reach river)
o Terjadi pada ruas sungai bagian bawah/daerah pedataran yang lebar dengan kemiringan relatif
landai ( i ≈ 0,01 ‰ s/d 0,5 ‰)
o Bentuk profil U yang landai, terbentuk tanggul-tanggul alamiah
o Material pasir, lempung dan lanau
o Merupakan daerah pengendapan, sering terbentuk delta
Kemungkinan Jaringan Irigasi dan Bangunan Air
 Ruas atas (material batu bongkah, kerakal, kerikil)
o Jaringan irigasi kecil (luas 5 – 100 ha)
o Tanpa bangunan air (pengambil bebas – pompa/gravitasi)
o Bangunan semi permanen (bendung bronjong)
o Bendung tetap (tanpa peredam energi/drop weir – tipe bak tenggelam, MDL)
 Ruas tengah (material kerakal, kerikil, pasir)
o Jaringan irigasi sedang (luas 200 – 5000 ha)
o Bendung tetap ( tipe Schoklitsch, MDS)
 Ruas bawah (material pasir, lempung, lanau)
o Jaringan irigasi luas (luas 10.000 – 100.000 ha)
o Bendung tetap (tipe Vlugter, MDO, USBR)
o Bendung gerak, bendung karet
Bentuk Denah Sungai/Plan form
Dari bentuk denah/plan form, ada 4 tipe sungai
 Sungai lurus (straight river)
 Sungai berliku (meandering river)
 Sungai berjalin (braided river)
 Sungai bercabang (anastomozing/anabranching river)
❑ Secara umum, sungai dalam bentuk denah hanya dibagi 3 macam, lurus,
berliku dan berjalin (atau kombinasi)
❑ Dari bagian hulu sebagai sungai lurus, sungai mencapai ruas bagian tengah
sebagai sungai berjalin, perlahan berubah menjadi berliku di ruas bagian
bawah (terbentuk delta di bagian muara – pengaruh pasang surut)
❑ Sungai bercabang merupakan tipe tersendiri yg terbentuk karena proses
geologi khusus
Sungai lurus (straight river)
❑ Pada kondisi aliran alur penuh (bank-full), sinusitas p ~ 1 (sinusitas
= panjang alur terdalam/talweg dibagi panjang lembah sungai)
❑ Alur sungai terdalam mendekati bentuk sinus
❑ Ambang samping/pengganti (alternate bars) terbentuk secara
bergantian sepanjang tebing – bergerak ke hilir dengan keadaan
tebing relatif stabil
❑ Titik yang terdalam terjadi pada bagian yang berlawanan
dengan ambang dengan bagian yang paling dangkal
di antara 2 ambang disebut pelintasan (crossing)
Sungai berliku (meandering river)
❑ Terjadi pada ruas bagian tengah – bentuk berliku berbelok-belok
❑ Nilai sinusitas p > 1 ≈ 1,5
❑ Tikungan-tikungan sungai – bagian terdalam – pada sisi tikungan luar – dangkal
– sisi tikungan dalam – terbentuk ambang tetap (point bar)
❑ Di antara 2 tikungan, kedalaman sungai relatif konstan sepanjang lebar
penampang - terjadi pelintasan (crossing)
❑ Proses bergerak ke hilir – amplitudo makin besar
– terpotong secara alamiah
– terbentuk danau busur (oxbow lakes)
Sungai berjalin (braided river)
❑ Terbagi menjadi alur-alur, dengan pulau di antaranya yang saling
berpotongan/berjalin
❑ Pulau-pulau tidak stabil, bentuk dan lokasinya sering berubah
❑ Pada keadaan air kecil (rendah) terdapat dua atau beberapa alur sungai yang
saling melintas
❑ Pada keadaan air besar (banjir) hampir semua ambang/pulau tergenang
❑ Sering mempunyai kemiringan yang terjal dengan angkutan sedimen yang besar
❑ Tidak dianjurkan membangun bangunan air/bendung – kecuali pada penampang
terpendek (tebing tahan erosi - nude)
❑ Contoh:
S. Mamosa di Sulawesi Tengah,
S. Ajwka di Papua
Sungai bercabang
(anastomosing/anabranching river)
❑ Ukuran pulau lebih besar dibanding lebar alur sungai
❑ Terbentuk karena kondisi geologi khusus (keras)
❑ Perubahan pada masing-masing percabangan tidak saling terkait
Tikungan Sungai
 Aliran pada tikungan sungai
❑ terjadi gaya sentrifugal yang
mengakibatkan kemiringan
permukaan air tidak sama

❑ pada kondisi aliran yang simetris terhadap sumbu sungai di tikungan, kemiringan
dh α U2
permukaan air dalam arah melintang sungai: =
dr g R

❑ karena dh/dr sama untuk setiap partikel dalam arah vertikal → aliran di permukaan
mengarah ke tikungan luar dan aliran di dekat dasar mengarah ke tikungan dalam →
dihasilkan aliran spiral atau aliran helikoidal sepanjang tikungan
Tikungan Sungai
 Aliran pada tikungan sungai
❑ aliran spiral atau helikoidal pada tikungan menyebabkan terjadinya pergerakan

sedimen dasar dalam arah melintang sungai dari bagian luar ke bagian dalam

tikungan.

❑ pergerakan sedimen dasar ini terus berlangsung sampai terbentuk suatu

kemiringan dasar dalam arah melintang yang stabil di mana telah tercapai

keseimbangan antara gaya akibat tegangan geser pada dasar dan gaya gravitasi

pada butir sedimen


Tikungan Sungai
 Erosi tebing
❑ erosi tebing - gejala yang biasa terjadi pada sungai alluvial

❑ aliran spiral/helicoidal pada tikungan menyebabkan terjadinya pergerakan sediman


dasar dalam arah melintang sungai dari bagian luar ke bagian tikungan dalam

❑ besarnya erosi pada tiap-tiap sungai berbeda bergantung pada kondisi geologi
dan komposisi material endapan dari sungai yang bersangkutan.

❑ erosi tebing lebih dominan pada tikungan luar sungai karena adanya kenaikan
kecepatan pada tikungan luar dan terjadinya aliran spiral yang cenderung
menggerus bagian tikungan sebelah luar
Bangunan Pengambil/Bendung pada Tikungan Sungai
 Bangunan Pengambil – Bendung Dengan Pengambil
❑ Bangunan pengambil bebas harus ditempatkan pada tikungan luar sungai

❑ Bendung tetap dengan lokasi bangunan pengambil pada tikungan luar


sungai, agar aliran tidak banyak membawa sedimen (jangan letakkan
lokasi bangunan pengambil pada tikungan dalam)

❑ Yang perlu diperhatikan juga adalah fundasi bangunan pengambil, karena


pada tikungan luar akan terjadi erosi tebing/gerusan
Kipas Alluvial
Kipas Alluvial
 Kipas alluvial merupakan endapan sedimen dengan permukaan menyerupai bentuk
kerucut, bentuk kipas dalam denah dan yang mempunyai kemiringan yang relatif
hampir sama dari puncak sampai kakinya
❑ Umum terjadi pada daerah pegunungan yang kering dan daerah yang bergunung,
tetapi dapat juga terjadi pada daerah yang lembab
❑ Terjadi pada titik di mana aliran berpindah dari lembah yang dibatasi dan dapat
menyebar ke arah mendatar atau di mana terjadi pada perpindahan antara
kemiringan sungai dari yang curam mendadak menjadi landai.
❑ Pada puncak kipas alluvial, di mana kecepatan mendadak kecil, maka aliran akan
mengendapkan sedimen dalam jumlah yang besar yang terbawa arus banjir dan
berhenti di tempat tersebut. Endapan dapat berupa sedimen yang terbawa aliran
atau lahar dingin (mud-flow).
KIPAS ALLUVIAL

❑ Alur sungai pada kipas alluvial umumnya berakar, terutama pada bagian
puncak kipas, dan sering kali hanya terkena aliran sesaat, tetapi mungkin juga
sekali-kali atau selalu berair.
❑ Alur pada kipas alluvial sering kali berjalin dan dangkal, kecuali pada bagian
atas kipas di mana alur berkembang menjadi lebih dalam.
❑ Aliran cenderung mengalir pada kedalaman kritis dan kecepatan kritis.
❑ Kemungkinan aliran angkutan sedimen pada keadaan tidak stabil dan
bergantian sebagai aliran superkritis dan subkritis, berubah dari pengendapan
ke penggerusan.
❑ Alur pada kipas alluvial berpindah dengan mendadak, sehingga lokasi aliran
selalu berpindah-pindah.
Delta
Delta
 Delta terbentuk oleh timbulnya pengendapan angkutan sedimen (angkutan dasar atau
butiran sedimen layang yang lebih kasar) → disebabkan oleh kecepatan aliran yang turun
setelah masuk muara sungai, yang berupa laut, waduk maupun danau.
 Delta pada umumnya berbentuk segitiga, yang semakin menjorok masuk ke laut, waduk
maupun danau.
❑ Dataran yang terbentuk oleh terjadinya delta merupakan dataran banjir. Alur sungai
menjadi semakin panjang dan kemiringan dasar sungai menjadi semakin landai. Dengan
kondisi demikian, maka terdapat kecenderungan di mana alur sungai di bagian hulunya
mengalami pendangkalan (agradasi), sehingga elevasi muka air banjir cenderung
semakin tinggi.
❑ Pembentukan delta sangat dipengaruhi oleh temperatur, aliran sungai, angkutan
muatan sedimen dan kemiringan sungai. Pola pembentukan delta berkembang pada
waduk dan beberapa kasus lain di mana material yang lebih kasar diendapkan di bagian
hulu dan material yang lebih halus di bagian hilir.
Daftar Pustaka – SNI & KP 02
❑ Tata cara perencanaan umum bendung (SNI 03-2401-1991)
❑ Tata cara perencanaan hidrologi dan hidraulik untuk bangunan di
sungai (SNI 03-1724-1989)
❑ Tata cara penetapan banjir desain dan kapasitas pelimpah untuk
bendung (SNI 03-3432-1994)
❑ Tata cara perencanaan teknis bendung penahan sedimen (SNI
03-2851-1991)
❑ Tata cara perencanaan umum krib di sungai (SNI 03-2400-1991)
Daftar Pustaka SNI & KP 02
❑ Tata cara perencanaan teknik pelindung tebing sungai dari pasangan batu
(SNI 03-3441-1994)
❑ Tata cara desain hidraulik tubuh bendung tetap dengan peredam energi tipe
MDO & MDS
❑ Tata cara desain hidraulik tubuh bendung tetap dengan peredam energi tipe
MDL
❑ Tata cara desain hidraulik bangunan pengambil bendung Tyrol
❑ Keputusan Direktur Jenderal Pengairan Nomor : 185/KPTS/A/1986 tentang
Standar Perencanaan Irigasi, Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan
Utama – KP 01 sampai KP 07

Anda mungkin juga menyukai