Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HUTAN TROPIKA (BW-2203)

ESTIMASI SIMPANAN KARBON DI KAWASAN JATIROKE

Tanggal praktikum : 25 Februari 2021


Tanggal pengumpulan laporan : 11 Maret 2021

Disusun oleh:
Kelompok 7

Dika Puspita Sari 11519032

Asisten:
Fadhilah Raihanah

PROGRAM STUDI REKAYASA KEHUTANAN


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1

1.2 Tujuan .............................................................................................................3

BAB II METODOLOGI ........................................................................................4

2.1 Deskripsi Area ................................................................................................4

2.2 Metode Kerja ..................................................................................................5

2.3 Analisis Data .................................................................................................5

BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 8

3.1 Simpanan Karbon Total ................................................................................ 8

3.2 Perbandingan Simpanan Karbon Total Antara Tapak Jatiroke dengan Jenis
Hutan Lain ..................................................................................................... 9

3.3 Potensi Simpanan Karbon di Tapak Jatiroke .............................................. 11

3.4 Perdagangan Karbon Dunia ........................................................................ 12

BAB IV KESIMPULAN ..................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16

LAMPIRAN ......................................................................................................... 18

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jasa ekosistem adalah segala keuntungan yang didapatkan dari suatu


ekosistem khususnya yang terkait dengan kesejahteraan manusia (Woodruff
& Bendor, 2016). Menurut Riqqi et al. (2018) pemanfaatan data dan informasi
jasa ekosistem dapat digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan serta perencanaan pembangunan. Terdapat empat
kategori jasa ekosistem yaitu penyediaan, pengaturan, budaya, dan
pendukung (Riqqi et al., 2018). Menurut UN Millenium Ecosystem
Assessment (2005) kategori penyediaan dapat berupa produk yang diperoleh
dari ekosistem seperti makanan, serat, dan air. Kategori pengaturan berupa
fungsi manfaat yang diperoleh dari proses ekosistem seperti penyaringan
udara dan air, kategori budaya berupa manfaat non-materi yang diperoleh dari
ekosistem sedangkan kategori pendukung berupa fungsi ekologi seperti
polinasi dan pembentukan tanah. Jasa ekosistem dapat digunakan untuk
mendukung pemahaman dan pengetahuan mengenai manfaat yang diperoleh
dari suatu ekosistem (Fisher, 2009). Salah satu jenis jasa ekosistem adalah
simpanan karbon.
Penyimpanan karbon bumi (terrestial carbon storage) adalah proses
penyerapan CO2 dari atmosfer oleh tumbuhan melalui fotosintesis dan
disimpan sebagai karbon dalam biomassa (batang, cabang, daun, akar) dan
tanah (Tambunan, 2009). Dalam inventarisasi karbon hutan, tempat
penyimpanan karbon setidaknya dibagi menjadi empat meliputi biomassa atas
permukaan, biomassa bawah permukaan, bahan organik mati, dan karbon
organik tanah (Sutaryo, 2009). Biomassa atas permukaan adalah semua
material hidup di atas permukaan tanah termasuk batang, tunggul, cabang,
kulit kayu, biji, dan daun dari vegetasi baik strata pohon maupun tumbuhan
bawah di lantai hutan (Sutaryo, 2009). Biomassa bawah permukaan
didefinisikan sebagai biomassa dari akar tumbuhan yang hidup dengan
diameter tertentu sedangkan bahan organik mati meliputi kayu mati dan

1
2

serasah (Sutaryo, 2009). Terakhir, menurut Sutrayo (2009) karbon organik


tanah mencakup karbon pada tanah mineral dan tanah organik termasuk juga
gambut.
Hutan menyimpan karbon sebesar 50% dari total karbon yang terdapat
di permukaan bumi (Houghton, 2001). Dari keseluruhan karbon hutan sekitar
50% tersimpan dalam vegetasi hutan (Sutrayo, 2009). Hal tersebut berarti
bahwa hutan memiliki peranan kunci dalam siklus karbon secara global.
Menurut Tambunan (2009) hutan berperan dalam menjaga keseimbangan
karbon di bumi yaitu sebagai penyerap karbon dan memastikan sumber energi
dapat stabil.
Salah satu cara untuk mengetahui perubahan keseimbangan karbon di
permukaan bumi adalah dengan menghitung jumlah karbon yang terdapat di
ekosistem salah satunya yang terdapat di hutan. Jumlah karbon di ekosistem
dikelompokkan dalam 3 bagian yaitu atmosfer, makhluk hidup, dan tanah
(Tambunan, 2009). Dinamika perubahan jumlah karbon dalam setiap
komponen ekosistem salah satunya dipengaruhi oleh jumlah dan jenis
tumbuhan yang pertumbuhan dan kelestariannya dikontrol oleh kondisi
lingkungan seperti sinar matahari, temperatur, dan sebagainya (Ogle et al.,
2003).
Simpanan karbon memiliki hubungan erat dengan keberadaan vegetasi
di hutan. Vegetasi hutan menyerap CO2 dari atmosfer dan mengubahnya
menjadi karbon organik (Sutrayo, 2009). Sebagai konsekuensi, jumlah karbon
di atmosfer akan meningkat apabila vegetasi hutan terganggu akibat
kerusakan hutan , pembalakan liar, kebakaran, dan sebagainya,
Dengan demikian, pengukuran simpanan karbon penting untuk
dilakukan termasuk di bidang kehutanan. Selain yang telah disebutkan
sebelumnya, hutan menyimpan karbon yang berpindah secara dinamis
sepanjang waktu sehingga perlu untuk diketahui simpanan karbon yang
terkandung secara berkala (Sutrayo, 2009).
3

1.2 Tujuan
1. Mengetahui simpanan karbon pada Kawasan Jatiroke.
2. Membandingkan simpanan karbon total antara tapak Jatiroke dengan jenis
hutan lain.
3. Menentukan potensi simpanan karbon di tapak Jatiroke.
BAB II
METODOLOGI
2.1 Deskripsi Area
Lokasi praktikum “Estimasi Simpanan Karbon di Kawasan Jatiroke”
Ekologi Hutan Tropika dilakukan pada hari Sabtu, 27 Februari 2021 pukul
11.00 sampai 13.00 WIB di lahan salah satu penduduk yang terletak di
No.14, Jl. Letda Lukito, Jatiroke, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa
Barat. Koordinat lahan 6°56'00.2"S 107°47'11.6"E. Lokasi terlihat pada
Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Lokai lahan praktikum


(Sumber: google maps)
Berdasarkan Weather Generator Kawasan Jatiroke memiliki curah
hujan 245 mm pada bulan Februari dengan suhu 28°C, kelembaban 62%,
dan intensitas cahaya 32767 lux. Adapun rona lingkungan Jatiroke terlihat
pada Gambar 2.2.

Timur Utara

Selatan Barat
Gambar 2.1 Rona lingkungan
(Sumber: dokumentasi pribadi)

4
5

2.2 Metode Kerja


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum “Estimasi Simpanan
Karbon di Kawasan Jatiroke” Ekologi Hutan Tropika meliputi spidol
permanen, selotip kertas, plastik berukuran sedang-besar 3 buah, pasak
sebanyak 11 buah, tali rafia yang masing-masing diberi tanda 50 cm di kedua
ujung berukuran 1 meter (4 buah), pita ukur, golok, timbangan, aplikasi GPS
Essential, aplikasi Thermometer Room Temperature, aplikasi Lux Meter,
pengganti core sampler, Smartphone yang terinstall ODK Collect.
Pada praktikum kali ini dimulai dengan pencuplikan tumbuhan bawah
dan serasah yang terdapat pada plot destruktif. Dilakukan pemanenan plot
dengan cara serasah dan tumbuhan bawah yang terdapat pada plot berukuran
1x1 m diambil kemudian dimasukkan ke dalam plastik yang berbeda. Setelah
itu, serasah dan tumbuhan bawah ditimbang untuk mengetahui berat segar
total. Apabila diperoleh berat segar total lebih dari 100 gram maka diambil
subsampel seberat 100 gram. Selanjutnya, dilakukan pengeringan subsampel
dengan cara digoreng kering hingga beratnya konstan atau dioven dengan
suhu 140° selama 1,5 jam. Terakhir, dilakukan penimbangan subsampel
kering untuk mengetahui berat kering serasah dan tumbuhan bawah.
Pencuplikan tanah dilakukan dengan menggunakan pengganti core
sampler dan dilakukan di luar plot destruktif. Pengganti core sampler yang
digunakan pada praktikum kali ini memiliki diameter 4,5 cm dan tinggi 10
cm. Setelah pencuplikan, sampel tanah ditimbang untuk diketahui berat
basah. Selanjutnya, sampel tanah dikeringkan dengan cara digoreng hingga
beratnya konstan atau dioven dengan suhu 140° selama 1,5 jam. Terakhir,
sampel tanah ditimbang untuk mengetahui berat kering.
2.3 Analisis Data
Analisis data dilakukan pada semua sampel yang telah diambil
kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
2.3.1 Total biomassa pada pohon dan total simpanan karbon
Persamaan allometrik yang digunakan pada praktikum
“Estimasi Simpanan Karbon di Kawasan Jatiroke” adalah Allometri
6

Ketterings (2001). Biomassa pohon (termasuk pancang dan tiang)


dihitung dengan persamaan:
W= 0,11ρ(D)2,62
Dengan W adalah biomassa pohon di atas permukaan tanah (kg), D
merupakan DBH atau diameter batang pada ketinggian 1,3 m dan ρ
𝑔
adalah berat jenis kayu (𝑐𝑚3 ).

Untuk mencari total simpanan karbon pohon setelah diketahui


biomassa total, digunakan rumus sebagai berikut:
Simpanan karbon= 0,47 x W
𝑡𝑜𝑛
Simpanan karbon dinyatakan dalam satuan sedangkan 0,47
ℎ𝑎

merupakan angka IPCC.


2.3.2 Total biomassa pada tanaman bawah dan serasah
Total biomassa pada tanaman bawah dan serasah dapat dihitung
dengan persamaan:
𝑊𝑡 𝑊𝑠𝑘 1
Wtb= 𝑥 𝑥
𝐴 𝑊𝑠𝑏 100

𝑡𝑜𝑛
Dengan Wtb adalah biomassa tumbuhan bawah ( ℎ𝑎 ), Wsk berat kering

subsampel (gram), Wt berat total sampel segar (gram), Wsb berat segar
subsampel (gram), dan A adalah ukuran area yang dicuplik (m2). Untuk
mencari total simpanan karbon yaitu sebagai berikut:

Simpanan karbon= 0,47 x W


ton
Simpanan karbon total dinyatakan dalam dengan bilangan IPCC
ha

sebesar 0,47.
2.3.3 Karbon pada biomassa bawah permukaan
Biomassa di bawah permukaan tanah dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
Bbp= NAP x Bap
ton
Dengan Bbp merupakan biomassa bawah permukaan ( ha ), NAP atau

Nisbah Acar Pucuk (0,37), dan Bap merupakan biomassa pohon atas
ton
permukaan ( ha ).
7

Simpanan karbon pada biomassa bawah permukaan dapat dihitung


menggunakan persamaan:
Simpanan karbon= 0,47 x Bap
2.3.4 Karbon organik tanah (SOC)
Pada praktikum kali ini untuk menentukan besarnya karbon
organik tanah digunakan persamaan:
SOC= BD x d x %C
ton
SOC (soil organic carbon) dinyatakan dalam , d adalah kedalaman
ha

pencuplikan tanah (cm), BD merupakan bulk density atau bobot isi


g
tanah (cm3).
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ (𝑔𝑟𝑎𝑚)
BD=
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑜𝑟𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒𝑟 (𝑚2 )

Konsentrasi karbon (%C) diperoleh dari SOM x 58%, pada praktikum


ini menggunakan SOM 5% dan didapat %C sebesar 0,029.
2.3.5 Total simpanan karbon
Total simpanan karbon tapak dapat dihitung dengan
menjumlahkan masing-masing carbon pool. Besarnya total simpanan
karbon didapat dari:

CT= CP + CPB+ CTB + CS + SOC (+Cnecromass lain)

𝑡𝑜𝑛
Dengan CT= simpanan karbon total ( ℎ𝑎 ), CP= simpanan karbon
𝑡𝑜𝑛 𝑡𝑜𝑛
pohon ( ℎ𝑎 ), CPB= simpanan karbon bawah permukaan ( ℎ𝑎 ), CTB=
𝑡𝑜𝑛
simpanan karbon tumbuhan bawah ( ℎ𝑎 ), CS = simpanan karbon serasah
𝑡𝑜𝑛 𝑡𝑜𝑛
( ℎ𝑎 ), SOC= karbon organik tanah ( ℎ𝑎 ). Akan tetapi, pada praktikum

kali ini yang digunakan dalam perhitungan hanya CP, CTB, CS, dan SOC.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Simpanan Karbon Total
Berdasarkan analisis menggunakan persamaan pada Bab II diperoleh
hasil perhitungan seperti pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Simpanan karbon total

Carbon pool Jumlah (Ton/Ha)


Simpanan Karbon Pohon 25.64
Simpanan Karbon Bawah Permukaan 9.49
Simpanan Karbon Tumbuhan Bawah 1.99
Simpanan Karbon Serasah 0.30
Simpanan Karbon Organik Tanah 31.01
Total Simpanan Karbon Tapak 68.42
Dari Tabel 3.1 dapat diketahui bahwa total simpanan karbon tapak
Kawasan Jatiroke sebagian besar berasal dari simpanan karbon organik
tanah (SOC) yaitu sekitar 45,32% sedangkan simpanan karbon serasah
hanya sekitar 0,44%.
Perbandingan proporsi simpanan karbon pada masing-masing
carbon pool dapat dilihat pada Gambar 3.1.
35.00
31.01
Jumlah simpanan karbon (Toh/ha)

30.00
25.64
25.00

20.00

15.00
9.49
10.00

5.00 1.99
0.30
0.00
Simpanan Simpanan Simpanan Simpanan Simpanan
Karbon Pohon Karbon Bawah Karbon Karbon Serasah Karbon Organik
Permukaan Tumbuhan Tanah
Bawah
Carbon pool

Gambar 3.1 Simpanan karbon masing-masing carbon pool


(Sumber: data individu)

Berdasarkan Gambar 3.1 simpanan karbon tanah organik adalah


yang paling besar kemudian simpanan karbon pohon, simpanan karbon

8
9

bawah permukaan, simpanan karbon tumbuhan bawah, dan yang paling kecil
adalah simpanan karbon serasah. Simpanan karbon pada carbon pool pohon
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan simpanan karbon
permukaan bawah, tumbuhan bawah, dan serasah dikarenakan pohon
memiliki total biomassa yang lebih besar daripada tumbuhan bawah dan
serasah untuk satuan yang sama. Hal yang sama berlaku untuk simpanan
karbon organik tanah (SOC), tanah memiliki biomassa yang paling besar
dibanding pohon, tumbuhan bawah, dan serasah untuk satuan yang sama
ton
( ha ).

3.2 Perbandingan Simpanan Karbon Total Antara Tapak Jatiroke dengan


Jenis Hutan Lain.
Seperti terlihat pada Tabel 3.1 total simpanan karbon tapak sebesar
ton
68,42 . Berdasar Tabel 3.2, menurut Rochmayanto et al. (2013) hutan
ha
ton
tanaman memiliki nilai minimun cadangan karbon sebesar 29,92 dan nilai
ha
ton
maksimum 273,52 dengan rata-rata simpanan karbon hutan tanaman di
ha
ton
tingkat nasional sebesar 98,36 . Nilai cadangan karbon yang dimaksud
ha

adalah nilai di atas permukaan tanah sehingga belum mencakup nilai karbon
di bawah permukaan tanah dan karbon tanah (Rochmayanto et al., 2013). Hal
tersebut sejalan dengan hasil penelitian Roesyane dan Saharjo (2011)
mengenai potensi simpanan karbon pada tanaman mangium di KPH Cianjur,
Jawa Barat. Potensi simpanan karbon total di atas permukaan tanah pada
ton
hutan tanaman mangium petak 14 tahun tanam 2002 adalah sebesar 43,30 ha

(Roesyana & Saharjo, 2011). Dengan demikian, apabila simpanan karbon


pada Tapak Jatiroke dan simpanan karbon pada hutan tanaman (dengan
menggunakan nilai rerata) dibandingkan maka dapat dikatakan bahwa
simpanan karbon pada hutan tanaman lebih tinggi.
Tabel 3.2 Cadangan karbon berbagai tipe hutan tingkat nasional

Nilai minimum Nilai maksimum Rerata


Tipe tutupan lahan
(ton/ha) (ton/ha) (ton/ha)
Hutan lahan kering primer 64,21 323,171 176,10
10

Hutan lahan kering sekunder 34,99 216,85 103,59


Hutan gambut primer 56,54 200,23 123,67
Hutan gambut sekunder 37,51 142,07 90,26
Hutan mangrove primer 41,8 393,62 188,30
Hutan mangrove sekunder 37,03 142,9 94,07
Hutan tanaman 29,92 237,52 98,38

Menurut Windarni, Setiawan, dan Rusita (2018) yang menghitung


estimasi karbon tersimpan pada hutan mangrove di desa Margasari,
Lampung menyatakan bahwa berdasar hasil penelitian disimpulkan estimasi
ton ton
total karbon tersimpan hutan mangrove sebesar 198,61 dengan 197,36
ha ha
ton
berasal dari estimasi karbon tersimpan pada tegakan dan 1,25 adalah
ha

estimasi karbon tersimpan pada serasah. Dalam tingkat nasional seperti pada
Tabel 3.2 cadangan karbon pada hutan mangrove dibagi menjadi cadangan
karbon hutan mangrove primer dan cadangan karbon hutan mangrove
sekunder. Hutan mangrove primer memiliki nilai minimum cadangan karbon
ton ton
41,8 , nilai maksimum cadangan karbon 393,62 , dan rata-rata 162,00
ha ha
ton
(Rochmayanto et al., 2013). Sedangkan hutan mangrove sekunder
ha
ton
memiliki nilai minimun cadangan karbon 37,03 , nilai maksimum
ha
ton ton
cadangan karbon 142,9 , dan nilai rata-rata cadangan karbon 92,14
ha ha

(Rochmayanto et al.,2013). Cadangan karbon tersebut hanya diperoleh dari


simpanan karbon di atas permukaan tanah. Oleh karena itu, apabila nilai
simpanan karbon total Tapak Jatiroke dibandingkan dengan simpanan
karbon pada hutan mangrove (nilai rerata) maka dapat dikatakan bahwa
simpanan karbon hutan mangrove lebih tinggi.
Berdasar Tabel 3.2 dapat dilihat cadangan karbon pada tipe hutan
gambut sekunder dan tipe hutan gambut sekunder. Menurut Dharmawan
(2013) hutan gambut primer memiliki total biomassa (termasuk simpanan
karbon atas permukaan tanah, karbon permukaan bawah tanah, dan
nekromas lain) 88,69%. Apabila dibandingkan dengan Tapak Jatiroke hutan
gambut memiliki cadangan simpanan karbon yang lebih tinggi. Menurut
11

Yamani (2013) kandungan karbon pada hutan alam sekunder di hutan


ton
Pendidikan Mandiangin sebesar 81,59 . Apabila dibandingkan dengan
ha

Tapak Jatiroke hutan alam memiliki cadangan simpanan karbon yang lebih
tinggi.
Agroforestry merupakan system dan teknologi penggunaan lahan
untuk tanaman parenial berkayu pada suatu wilayah yang sama dengan
manajemen lahan untuk pertanian dan atau hewan (FAO, 2015). Menurut
Masripatin et al. (2010) lahan yang dikelola masyarakat dalam bentuk
agroforestry yang di dalamnya terdapat pepohonan juga potensial dalam
menyimpan karbon. Pada penyelenggaraan agroforestry di Pacekelan,
Sapuran, Wonosobo, Jawa Tengah diperoleh simpanan karbon sebesar 45,5
ton
. Simpanan yang diperoleh ini lebih kecil dibandingkan dengan total
ha

simpanan karbon pada Kawasan Jatiroke.


3.3 Potensi Simpanan Karbon di Tapak Jatiroke
Berdasar hasil analisis data didapatkan tota simpanan karbon di
ton
Tapak Jatiroke sebesar 68,42 .
ha

Gambar 3.2 Peta tutupan lahan hijau Tapak Jatiroke


(Sumber: google earth)

Berdasarkan Gambar 3.2 luas Tapak Jatiroke yaitu sebesar 1,12495


ha. Dengan demikian, didapatkan simpanan karbon yang terdapat pada
tutupan hijau Tapak Jatiroke sebesar 76,96 ton. Menurut Boer et al. (2009)
harga karbon di Indonesia untuk dunia yaitu sebesar 10 USD/ton sehingga
simpanan total karbon di Tapak Jatiroke memiliki potensi untuk
12

mendapatkan pembayaran karbon dunia sebesar 769,6 USD. Dengan


demikian, dapat dikatakan potensi simpanan karbon di seluruh Tapak
Jatiroke memiliki cadangan karbon cukup tinggi.
3.4 Perdagangan Karbon Dunia
Carbon trading atau perdagangan karbon adalah mekanisme
berbasis pasar untuk membatasi peningkatan CO2 di atmosfer (Machfud,
2012). Menurut Dewan Nasional Perubahan Iklim (2013) dalam pasar
karbon yang diperdagangkan adalah hak atas emisi gas rumah kaca dalam
satuan setara ton CO2. Hak yang dimaksud dapat berupa hak untuk
melepaskan gas rumah kaca ataupun hak atas penurunan emisi gas rumah
kaca (Dewan Nasional Perubahan Iklim, 2013). Jenis gas rumah kaca yang
dapat diperdagangkan tercantum dalam Protokol Kyoto meliputi karbon
dioksida (CO2), metana (CH4), nitrat oksida (N2O), hidrofluorokarbon
(HFCs), PFCs, dan sulfur heksafluorida (SF6) (Dewan Nasional Perubahan
Iklim, 2013). Dalam Peraturan Presiden No. 46 Tahun 2008 tentang Dewan
Nasional Perubahan Iklim, perdagangan karbon didefinisikan sebagai
kegiatan jual beli sertifikat pengurangan emisi karbon dari kegitan mitigasi
perubahan iklim (Dewan Nasional Perubahan Iklim, 2013).
Sejarah perdagangan karbon dimulai dari Protokol Kyoto (1997)
berupa penerapan mekanisme pasar karbon untuk penanggulangan
perubahan iklim (Hindarto et al, 2018). Protokol ini menerapkan tiga
macam mekanisme perdagangan karbon meliputi perdagangan emisi
(emission trading) yang berarti sesama negara maju dapat berjual beli emisi
gas rumah kaca, implementasi bersama (joint implementation) yaitu
beberapa negara maju dapat bersama-sama mengembangkan kegiatan
mitigasi perubahan iklim yang berlokasi di negara maju dan hasil penurunan
emisinya dibagi sesuai kesepakatan, dan mekanisme pembangunan bersih
(clean development mechanism) dimana negara maju dapat mendanai atau
membeli hasil penurunan emisi gas rumah kaca dari proyek yang berlokasi
di negara berkembang (Hindarto et al, 2018).
13

Konvensi internasional yang mengatur tentang menjaga konsentrasi


gas rumah kaca (GRK) pada tingkat yang tidak membahayakan interaksi
antara manusia dan iklim adalah United Nations Framework on Climate
Change (UNFCCC) (Irama, 2020). UNFCCC dibentuk pada tanggal 21
Maret 1994 denggan neragar yang meratifikasi disebut parties. Secara
periodik tahunan dilaksanakan COP (Conference of Parties). Pada COP
yang ke tiga dihasilkan Protokol Kyoto (1997). Pemerintah Indonesia
meratifikasi Protokol Kyoto pada tahun 2004 sebagai negara yang melakuak
penurunan emisi karbon dengan kategori sukarela (Irama, 2020).
Menurut Dewan Nasional Perubahan Iklim (2013) mekanisme
perdagangan karbon dibagi menjadi sistem trading dan sistem crediting.
Sistem trading dapat disebut juga sistem perdagangan emisi atau Emission
Trading System (ETS). Penerapan ETS bertujuan agar penurunan emisi gas
rumah kaca dapat dilakukan dengan biaya yang seefisien mungkin (Dewan
Nasional Perubahan Iklim, 2013). ETS merupakan satu-satunya
perdagangan emisi dunia yang memasukkan sector kehutanan dan
penggunaan lahan. Sistem crediting menggunakan komoditi yang disebut
dengan kredit karbon yaitu hasil sertifikasi penurunan emissi akibat
pelaksanaan proyek. Program pasar karbon crediting sebagain besar bersifat
sukarela. Sistem ini dapat beroperasi lintas negara atau wilayah. (Dewan
Nasional Perubahan Iklim, 2013). Menurut Dewan Nasional Perubahan
Iklim (2013), perbedaan sistem trading dan crediting salah satunya terdapat
pada komoditi. Pada sistem trading komoditi yang diperdagangkan didapat
diawal periode sedangkan pada sistem crediting komoditi yang
diperdagangkan didapat setelah akhir sutu periode.
Kegiatan implementasi pasar karbon sudah dilakukan di Indonesia
sejak tahun 2005. Saat ini di Indonesia telah dilakukan banyak hal terkait
mekanisme berbasis pasar baik di sector energi, kehutanan, maupun industri
(Hindarto et al, 2018). Beberapa jenis mekanisme berbasis pasar tersebut
meliputi CDM (Clean Development Mechanism) yang sebagain besar
berupa proyek berbasis konservasi energi, energi terbarukan, dan
pengolahan limbah serta sampah menjadu energi. Yang kedua adalah VCS
14

(Verified Carbon Standard), salah satu proyeknya adalah aforestasi


mangrove di Sumatra Utara dan Aceh. JCM (Joint Crediting Mechanism)
yaitu mekanisme berbasis pasar yang ebrlandas pada kerjasama bilateral
antara dua negara yaitu Jepang dan tuan rumah.
Kegiatan-kegiatan berbasis pasar yang telah dilakukan di Indonesia
akan menjadi pembelajaran yang sangat penting guna penurunan emisi
karbon. Menurut Hindarto et al. (2018) Indonesia harus mempertimbangkan
beberapa hal di dalam implementasi pasar karbon diantaranya memiliki
landasan hukum dan kebijakan pendukung yang tepat, dukungan dari
pemerintah dan pihak terkait terutama pihak swasta, sumberdaya manusia
yang cukup dan kompeten dalam pengembangan pasar karbon, rancangan
teknis yang fleksibel dan detail,serta model pendanaan dan insentif yang
dirancang untuk mendukung implementasi pasar karbon dan perdagangan
karbon di Indonesia.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Penyumbang simpanan karbon terbesar di Kawasan Jatiroke dihasilkan oleh
ton
simpanan karbon organik tanah yaitu sebesar 31,01 sedangkan simpanan
ha
ton
karbon yang paling kecil adalah simpanan karbon serasah sebesar 0,30 .
ha
ton
Simpanan karbon pohon sebesar 25,64 , simpanan karbon bawah
ha
ton
permukaan sebesar 9,49 , simpanan karbon tumbuhan bawah sebesar 1,99
ha
ton
.
ha
ton
2. Simpanan karbon total tapak Jatiroke sebesar 68,42 lebih besar
ha

dibandingkan dengan simpanan karbon total agroforestry dan lebih kecil


dibandingkan dengan simpanan karbon total hutan tanaman, hutan mangrove,
hutan alam, dan hutan gambut.
3. Potensi simpanan karbon di seluruh tapak Jatiroke memiliki cadangan karbon
yang tersimpan cukup tinggi.

15
DAFTAR PUSTAKA
Dharmawan, I. W. S. et al. 2013. Persamaan Alometrik Dan Cadangan Karbon
Vegetasi Pada Hutan Gambut Primer Dan Bekas Terbakar. Jurnal Penelitian
Hutan dan Konservasi Alam, 2013(2):175–191.
Fisher, B., Tuner, R.K., Morling, & Paul. 2009. Defining and Classifying
Ecosystem Services for Decision Making. Ecological Economics, 68(3): 643-
653.
Hindarto et al. 2018. Pengantar Pasar Karbon untuk Pengendalian Perubahan
Iklim. Jakarta: PMR Indonesia.
Houghton, J.T. 2001. Climate Change 2001: The Scientific Basis. Contribution of
Working Group I to the Third Assesment Report of the IPCC on Climate
Change. UK: Cambridge University.
Indonesia. Dewan Nasional Perubahan Iklim. 2013. Pengantar pasar karbon untuk
pengendalian perubahan iklim. Jakarta: DNPI.
Irama, Ade Bebi. 2020. Perdagangan Karbon Di Indonesia: Kajian Kelembagaan
Dan Keuangan Negara. Info Artha, 4(1): 83–102.
Machfudh. 2012. Istilah-Istilah dalam REDD+ dan Perubahan Iklim. Jakarta:
Direktorat Jendral Planologi Kementerian Pertanian.
Masripatin, et al. 2010. Cadangan karbon pada berbagai tipe hutan dan jenis
tanaman di Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perubahan.
Millenium Ecosystem Assessment (Program). 2005. Ecosystems and Human Well-
being: Synthesis. Washington DC: Island Press.
Ogle, S.M., M.D. Eve, F.J. Breidt, & K. Paustian. 2003. Incertenty in Estimating
Land Use and Management Impacts on Soil Organic Carbon Storage for U.S.
Agroecosystem between 1982 and 1997. Global Change Biology, 9: 1521-
1542.
Riqqi, A. et al. 2018. Pemetaan Jasa Ekosistem (Mapping of Ecosystem Services).
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan
Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional, 237–246.
Rochmayanto, Y. et al. 2013. Cadangan Karbon Pada Berbagai Tipe Hutan Dan
Jenis Tanaman Di Indonesia. 2nd ed. Yogyakarta: PT Kanisius.

16
17

Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa: Sebuah pengantar untuk studi karbon


dan perdagangan karbon: 1–38.
Tambunan, P. 2009. Penyimpanan Karbon Dalam Ekosistim Hutan Sebagai Dasar
Perhitungan Karbon Bumi (Carbon Storage in Forest Ecosystem as a Basis
for Terrestrial Carbon Accounting): 207–219.
United Nations. Food and Agriculture. 2015. Agroforestry
http://www.fao.org/forestry/agroforestry/80338/en/ [5 Maret 2021].
Windarni, C., Setiawan, A., & Rusita, R. 2018. Carbon Stock Estimation of
Mangrove Forest in Village Margasari Sub-District Labuhan Maringgai
District East Lampung. Jurnal Sylva Lestari, 6(1): 66.
Woodruff, S.C., & Bendor, T.K. 2016. Ecosystem Services in Urban Planning:
Comparative Paradigms and Guidlines for High Quality Plans. Landscape
and Urban Planning: 90-100.
LAMPIRAN
Tabel 1 Jumlah total simpanan karbon pada pohon

No Nama Spesies DBH (cm) BJ kayu (g/cm3) Biomassa (kg/pohon)


1 Tectona grandis 21.33 0.6127 204.45
2 Tectona grandis 13.37 0.6127 60.13
3 Tectona grandis 17.83 0.6127 127.84
4 Tectona grandis 19.1 0.6127 153.09
Jumlah total biomassa (kg/100m2) 545.51
Jumlah total biomassa (Kg/m2) 5.46
Jumlah total biomassa (Ton/ha) 54.55
Jumlah total karbon stock (Ton/ha) 25.64

Tabel 2 Jumlah total simpanan karbon bawah permukaan dengan pendekatan

Total simpanan karbon


Jumlah total biomassa atas Total biomassa bawah
NAP akar(konversi dengan
permukaan (Ton/Ha) permukaan(akar)
angka IPCC=0.47)
54.55 0.37 20.18 9.49

Tabel 3 Jumlah total simpanan karbon tumbuhan bawah

Berat segar Berat sub sampel Berat kering Biomassa


No. Plot
total (gram) (gram) Subsampel (gram) (gram)

1 797 100 53 422.41


Jumlah total biomassa (gram/1m2) 422.41
Jumlah total biomassa (kg/m2) 0.42
Jumlah total biomassa (Ton/Ha) 4.22
Jumlah Total Karbon Stok (Ton/Ha)
1.99
(konversi biomassa yang dikalikan dengan angka IPCC = 0,47)

Tabel 4 Jumlah total simpanan karbon serasah

Berat segar total Berat sub Berat kering Biomassa


No. Plot
(gram) sampel (gram) Subsampel (gram) (gram)

1 109 100 58 63.22


Jumlah total biomassa (gram/1m2) 63.22
Jumlah total biomassa (kg/m2) 0.06
Jumlah total biomassa (Ton/Ha) 0.63
Jumlah Total Karbon Stok (Ton/Ha)
0.30
(konversi biomassa yang dikalikan dengan angka IPCC = 0,47)

18
19

Tabel 5 Total simpanan karbon tanah


Berat Berat Konsentrasi Karbon
Bobot isi
No. segar Kering SOM d t Karbon Organik
tanah
Plot tanah tanah (%) (cm) (cm) (58% Tanah/SOC
(g/cm3)
(gr) (gr) SOM) (gram/cm2)
1 243 170 5 1.07 4.50 10 0.029 0.31
Total SOC (gram/cm2) 0.31
Total SOC (kg/m2) 3.10
Total SOC (Ton/Ha) 31.01
Keterangan : Tinggi core sampler : 10 cm ; Diameter core sampler : 4.5 cm

Tabel 6 Total simpanan karbon


Carbon pool Jumlah (Ton/Ha)
Simpanan Karbon Pohon 25.64
Simpanan Karbon Bawah Permukaan 9.49
Simpanan Karbon Tumbuhan Bawah 1.99
Simpanan Karbon Serasah 0.30
Simpanan Karbon Organik Tanah 31.01
Total Simpanan Karbon Tapak 68.42

Gambar 1 Tapak 1x1m sebelum praktikum Gambar 2 Tapak 1x1m setelah praktikum
(Sumber: dokumentasi pribadi) (Sumber: dokumentasi pribadi)

Anda mungkin juga menyukai