Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN

MODEL KEBAKARAN HUTAN

DISUSUN OLEH :
Nama : Apriliya Jeli Wandari
NIM : 06091182227018

KELOMPOK 3 KELAS INDRALAYA A


Nama Anggota :
Dwi Agustina NIM. 06091182227010
Nadia Anastasya NIM. 06091182227009
Jingga Y Ana Tasya NIM. 06091182227014
Apriliya Jeli Wandari NIM. 06091182227018

DOSEN PENGAMPU:

Drs. Khoiron Nazip, M.Si.

Dr. Didi Jaya Santri, M.Si.

Nike Anggraini, S.Pd., M.Sc.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2024
KEGIATAN PRAKTIKUM
MODEL KEBAKARAN HUTAN

I. Waktu dan Tempat


Kamis, 29 Februari 2024
Laboratorium Biologi, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sriwijaya

II. Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini antara lain untuk mengetahui pengaruh karhutla
pada tanaman.

III. Dasar Teori

2.1 Kebakaran Hutan dan Lahan


Kebakaran hutan dan lahan memberikan banyak dampak dan kerugian bagi
lingkungan. salah satunya dimana sebelumnya hutan yang berfungsi sebagai penyerap
karbon dan menghasilkan oksigen, namun ketika terjadi kebakaran hutan dan lahan
mengakibatkan meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer dan dalam
jangka panjang akan mengakibatkan perubahan iklim (Sarmiasih, 2019). Kebakaran
hutan dan lahan juga mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup
yaitu berkurangnya luas wilayah hutan, ketersediaan udara bersih yang dihasilkan
vegetasi hutan sangat terbatas se hilangnya fungsi hutan sebagai pengatur tata air dan
pencegah terjadinya erosi. Dampak lainnya yang dirasakan secara global dari
kebakaran hutan dan lahan yang langsung dirasakan adalah pencemaran udara dari
asap yang ditimbulkan mengakibatkan gangguan pernapasan dan mengganggu
aktivitas sehari-hari (Rasyid, 2014).
Pada saat terjadi kebakaran hutan dan lahan di suatu wilayah maka dapat
mengakibatkan kematian pada flora dan fauna di wilayah tersebut hal ini bisa terjadi
akibat terbakar oleh apinya langsung atau bisa juga akibatkan keracunan. Hal ini
dikarenakan pada saat terjadi kebakaran akan menghasilkan senyawa seperti CO
(Karbon Monoksida), CO2 (Karbon Dioksida), NO2 (Nitrogen Dioksida), SO2
(Sulfur Dioksida), 03 (Ozon), PMIO (Partikulat) dan CH4 (Metana) yang dapat
menurunkan kualitas udara sehingga terjadi peningkatan jumlah penderita penyakit
infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dan gangguan saluran pernafasan lainnya
(Siregar. 2010).

2.2 Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan


Kebakaran hutan memberikan dampak langsung terhadap ekologi dan
lingkungan yang diantaranya adalah:
1. Hilangnya sejumlah spesies; selain membakar aneka flora, kebakaran hutan juga
mengancam kelangsungan hidup sejumlah binatang. Berbagai spesies endemik
(tumbuhan maupun hewan) terancam punah akibat kebakaran hutan.
2. Erosi; Hutan dengan tanamannya berfungsi sebagai penahan erosi. Ketika
tanaman musnah akibat kebakaran hutan akan menyisakan lahan hutan yang
mudah terkena erosi baik oleh air hujan bahkan angin sekalipun.
3. Alih fungsi hutan, Kawasan hutan yang terbakar membutuhkan waktu yang
lama kembali menjadi hutan. Bahkan sering kali hutan mengalami perubahan
peruntukan menjadi perkebunan atau padang ilalang.
4. Penurunan kualitas air; Salah satu fungsi ekologis hutan adalah dalam daur
hidrologis.Terbakarnya hutan memberikan dampak hilangnya kemampuan hutan
menyerap dan menyimpan air hujan.
5. Pemanasan global; Kebakaran hutan menghasilkan asap dan gas CO2 dan gas
lainnya. Selain itu, dengan terbakarnya hutan akan menurunkan kemampuan
hutan sebagai penyimpan karbon. Keduanya berpengaruh besar pada perubahan
iklim dan pemanasan global.
6. Sedimentasi sungai: Debu dan sisa pembakaran yang terbawa erosi ak di sungai
dan menimbulkan pendangkalan.
7. Meningkatnya bencana alam; Terganggunya fungsi ekologi hutan akibat
kebakara hutan membuat intensitas bencana alam (banjir, tanah longsor, dan
kekeringan) meningkat.

2.3 Pemodelan Kebakaran Hutan dan Lahan


Pemodelan ini dirancang agar dapat digunakan oleh pendidik pada saat
proses pembelajaran saat menjelaskan materi pada topik dampak kebakaran hutan dan
lahan di alam serta hubungannya dengan pemanasan global. Pemodelan ini terdiri dari
Tabung Pembakaran yang diasumsikan sebagai tempat terjadinya kebakaran hutan dan
lahan. Tabung Pembakaran ini pada bagian paling luar terbuat dari bahan aluminium
dengan tinggi 40 cm dan ber diameter 30 cm, pada lapisan kedua terbuat dari bahan
gypsum setebal 5 cm sebagai peredam panas dan pada lapisan paling dalam terdapat
keranjang pembakaran yang terbuat dari bahan besi tembaga dengan tinggi 15 cm dan
berdiameter 15 cm yang dapat dilepas pasang agar dapat mempermudah praktikan
dalam membersihkan alat saat selesai digunakan. Tabung Pembakaran ini juga
dilengkapi dengan tiga buah pintu kecil yang berfungsi sebagai tempat sirkulasi
karena berdasarkan teori segitiga api terdapat tiga unsur yang harus ada agar
terbentuknya api yaitu oksigen, bahan bakar, dan sumber panas. Untuk proses
pembakaran pada pemodelan ini menggunakan tiga jenis bahan bakar yaitu sabut
kelapa, ranting, dan daun pisang kering. Selain itu, terdapat satu lubang pada tutup
tabung yang di desain khusus sebagai saluran untuk mengalirkan asap hasil
pembakaran ke dalam salah satu terrarium.
Selanjutnya pemodelan ini juga terdiri dari dua buah terrarium yang
diasumsikan sebagai ekosistem darat. Masing-masing terrarium diisi dengan tanah
humus sebagai perwakilan dari unsur abiotik dan ditanami dengan tanaman dengan
tinggi 17 cm. Tanaman disini boleh menggunakan tanaman apa saja asalkan sesuai
dengan ukuran yang telah ditentukan. Penanaman ini dilakukan 3 hari sebelum
praktikum dimulai agar tanaman sudah tumbuh dan dalam keadaan segar. Selain
tanaman, didalam terrarium ini juga dimasukkan jangkrik lalu ditutup menggunakan
Plastik Bening yang dilubangi sebagai tempat sirkulasi. Tanaman dan jangkrik disini
digunakan sebagai perwakilan dari unsur biotik. Satu terrarium digunakan sebagai
kontrol yang menggambarkan sebuah ekosistem darat yang tidak terdampak oleh
kebakaran hutan dan lahan dan satu terrarium akan diberikan perlakuan dengan cara
dialirkan asap dari tabung pembakaran menggunakan selang aluminium yang
menggambarkan sebuah ekosistem darat saat terkena dampak kebakaran hutan dan
lahan.
Terdapat beberapa hal yang terjadi jika suatu ekosistem terkena dampak
kebakaran hutan lahan seperti kenaikan suhu hal ini dapat dilihat dengan cara
memasangkan termometer di kedua terrarium dan membandingkannya. Selanjutnya
tanaman menjadi kuning dan terbakar akibat panas yang dihasilkan dari pembakaran
dengan demikian tanaman yang semula berfungsi untuk memproduksi oksigen
menjadi tidak bisa lagi memproduksi oksigen dan membuat kandungan oksigen di
terrarium tersebut berkurang.
Selain itu, pemodelan ini juga terdiri dari dua bohlam, dua buah statif dan
klem. Bohlam digantungkan pada klem dan diletakkan di atas terrarium. Bohlam ini
diasumsikan sebagai matahari atau sumber energi panas.

IV. Alat dan Bahan


4.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum adalah sebagai berikut;
1. Tabung Pembakaran dengan volume 28260 cm³
2. Selang Aluminium
3. Terrarium dengan volume 9000 cm³
4. Statif
5. Klem
6. Bohlam 40 watt
7. Termometer
8. Gunting
9. Stopwatch
10. Jarum Bertangkai
4.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah sebagai berikut:
1. Lakban Putih Bening 2 inch
2. Plastik Bening 40x25
3. Tanaman dengan tinggi ± 7 cm
4. Tanah Humus
5. Sabut Kelapa Kering
6. Ranting-Ranting Kayu
7. Daun Pisang Kering
8. Air

V. Cara kerja
5.1 Tahap Persiapan
5.1.1 Persiapan Bahan
1. Persiapan media tanam, dilakukan 3 hari sebelum dilaksanakan praktikum dengan
cara Masukkan media tanam berupa tanah humus pada setiap terrarium setinggi
+4-6cm lalu Tanami tanaman setinggi 5 cm sebanyak 6 batang pada masing-masing
terrarium dan siram dengan air sebanyak 100 ml dan pastikan tanaman tumbuh dan
dalam keadaan segar saat digunakan.
2. Persiapan bahan bakar, siapkan bahan bakar berupa sabut kelapa, ranting-ranting, dan
serasah pisang yang sudah dalam keadaan kering lalu masukkan ke dalam keranjang
pembakaran.
5.1.2 Persiapan Alat Pemodelan
1. Pasangkan selang aluminium pada satu terrarium.
2. Masukkan 10 ekor jangkrik ke dalam masing-masing terrarium lalu tutup
menggunakan plastik bening.
3. Lubangi plastik bening menggunakan jarum bertangkai dengan jumlah sama poda
masing-masing terrarium.
4. Pasangkan termometer pada masing-masing terrarium.
5. Pasangkan Klem pada Statif.
6. Gantungkan Lampu pada Klem diatas masing-masing terrarium dengan jarak yang
sama lalu nyalakan.
7. Hubungkan selang aluminium yang telah dipasang pala salah satu terrarium pada
tutup tabung pembakaran.
8. Susun tata letak komponen komponen pemodelan seperti pada gambar dibawah ini

5.2 Tahap Pelaksanaan


1. Hidupkan api pada tabung pembakaran lalu tutup dengan penutup tabung.
2. Amati perubahan suhu yang terjadi pada kedua terrarium setiap 10 menit selama 40
menit.
3. Amati perubahan yang terjadi pada tumbuhan yang berada di dalam terrarium 4. Isilah
hasil pengamatan pada tabel yang telah disediakan.
4. Jelaskan fenomena yang terjadi dan faktor penyebabnya pada kolom pembahasan
yang telah disediakan.
5. Berikan kesimpulan
VI. Hasil Pengamatan
Aspek yang
No. Terrarium Menit ke-10 Menit ke-20 Menit ke-30 Menit ke-40
Diamati
A (kontrol) 35,41666667 35,53333333 35,83333333 35,96666667
1 Suhu
B (perlakuan) 36,2 36,48333333 36,36666667 37,1
Jangkrik
Jangkrik tampak tampak biasa
biasa saja dan saja, masih
beberapa masih aktif bergerak
aktif bergerak. dan Jangkrik tampak
Jangkrik tetap
Jangkrik berinteraksi tenang dan diam
tenang dan
berjalan jalan di dengan saja tanpa
A (kontrol) sehat, tidak ada
sekitar jangkrik lain. menimbulkan
jangkrik yang
pepohonan, dan Jangkrik gerakan yang
mati.
mencari makan, membersihkan berlebihan.
ada juga yang tubuhnya ada
menggaruk juga yang
badannya. beristirahat di
dekat tanaman
Stress,
kegelisahan
serta beberapa
ingin mencoba
mencari jalan
keluar, ada yang
Kondisi naik keatas daun
2 israel, ada yang
Jangkrik Jangkrik diam
lompat- lompat,
saja, ada yang
menggali tanah.
terlihat Jangkrik tidak
Jangkrik
tergeletak/ lagi bisa
kebanyakan
pingsan, melompat,
menyudut di
jangrik masih Jangrik terlihat bergerak pun
ujung terrarium,
berusaha untuk kejang- kejang, sangat lambat,
B (perlakuan) ada yang
naik ke atas, beberapa ada jangkrik lebih
menjadi lebih
mulau terlihat yang mati. banyak diam,
diam, tetapi ada
stres. Dan dan lemas, dan
juga jangkrik
beberapa ada ada 1 jangkrik
yang menjadi
yang mati yang mati
lebih aktif
setelah kejang-
meloncat, ada
kejang.
juga yang
berusaha keluar
dari terrarium
dengan naik ke
atas tanaman,
setelah 6 menit
di dalam
terrarium ada
jangkrik yang
kejang-kejang,
ada juga yang
terbaring
telentang dan
sesak nafas.
Tidak ada
Tanaman
perubahan yang
rumput israel
terjadi pada
dengan daun Daun tetap Daun tetap
tanaman tetap
A (kontrol) berwarna hijau, hijau, bunga hijau, bunga
memiliki daun
dan bunga yang tetap mekar. tetap mekar.
hijau tidak layu
mekar berwarna
dan bunga putih
putih.
yang mekar.
Bunga
bertambah layu
Kondisi dari
3 Bunga dan
Tumbuhan sebelumnya,
Bunga dan kuncup bunga
Ujung bunga kelopak
kuncup bunga menjadi coklat
sedikit berubah menjadi lebih
berubah menjadi dan layu, daun
warna dari putih kuning dari
coklat dan layu, pun menjadi
B (perlakuan) menjadi agak sebelumnya
daun mulai layu berwarna hijau
kekuningan dan bahkan tampak
dan berubah tua kecoklatan,
agak sedikit sedikit
warna menjadi saat di sentuh
layu. kecoklatan.
hijau tua. tanah terasa
Kuncup bunga
panas.
yang tadinya
hijau berubah
menjadi coklat.
Tabel 1. Data hasil model kebakaran hutan

VII. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sriwijaya menggunakan alat dan bahan yang
sederhana didapatkan rata-rata suhu pada terrarium A (Kontrol) berturut-turut dari menit
ke-10 sampai ke-40 yaitu 35,42; 35,83; 35,97 dan terrarium B (Perlakuan) berturut-turut yaitu
36,2; 36,48; 36,37; 37,1.
Pada terrarium A (Kontrol) dilihat bahwa rerata suhu menunjukkan sedikit
peningkatan. Adapun kondisi pada terrarium A memperlihatkan jangkrik berjalan jalan di
sekitar pepohonan, dan mencari makan, ada juga yang menggaruk badannya, kemudian
tumbuhan tampak hijau segar seperti biasa, yang artinya kondisi ekosistem di dalamnya
berjalan baik. Sedangkan pada terrarium B (Perlakuan) tampak jangkrik mulai mengalami
stress di menit awal dan lama-kelamaan jangkrik lemah, kejang-kejang, dan akhirnya 1 ekor
yang mati serta tumbuhan dari awalnya kuncup bunga berwarna putih, menjadi layu berwarna
kuning-kecoklatan daun hijau segar menjadi layu dan berwarna coklat-gelap.
Fenomena ini disebabkan oleh tinggi rendahnya suhu yang memiliki dampak
langsung terhadap potensi kebakaran. Potensi yang dimaksud adalah besar kecilnya api serta
lamanya kebakaran, yang dipengaruhi oleh pasokan panas (heat supply) untuk
keberlangsungan proses pembakaran bahan bakar (fuel) (Reid et al. 2010).
Pada praktikum ini, terlihat pada terrarium A adanya lampu sebagai model matahari
yang memberikan panas dan cahaya, adanya tumbuhan, tanah, dan jangkrik serta tanpa
perlakuan. Dapat diamati tumbuhan tidak mengalami perubahan kondisi atau tetap terlihat
segar dengan daun hijau dan bunga putih. Jangkrik tidak mengalami perubahan tetap dalam
kondisi normal, bergerak, berjalan, berinteraksi dan melakukan aktivitas lain, tidak ada yang
mati.
Sedangkan pada terrarium B yang diberikan perlakuan dengan diberikan asap dari
hasil pembakaran terlihat adanya perubahan yang teramati pada tumbuhan yaitu dari kondisi
tumbuhan yang segar dengan warna daun hijau dan bunga berwarna putih berubah menjadi
layu, daun hijau tua dan bunga menjadi kecoklatan. Hal ini disebabkan karena adanya asap.
Asap mengandung berbagai zat beracun seperti karbon monoksida, polutan organik persisten,
dan partikel halus yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan tumbuhan dan
mengganggu proses fotosintesis. Selain itu, asap juga dapat meningkatkan keasaman tanah
dan mengurangi ketersediaan cahaya matahari, yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan. Dari praktikum ini dapat dibuktikan bahwa jika kebakaran hutan
terjadi secara masif dan berkepanjangan, maka dapat mengancam kelangsungan hidup
populasi tumbuhan serta menyebabkan perubahan dalam komposisi dan struktur ekosistem
yang berdampak pada keanekaragaman hayati.
Pada praktikum ini pula, adanya perubahan perilaku serta kondisi jangkrik dalam
terrarium B dari gelisah, mencoba keluar dari terrarium, melompat-lompat, kejang-kejang
hingga ditemukan adanya jangkrik yang mati pada 10 menit ketiga dan seterusnya. Paparan
asap yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan jangkrik dan bahkan
kematian karena asap tersebut mengandung bahan kimia beracun. Salah satunya karbon
monoksida (CO) yaitu gas beracun yang dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna bahan
organik. Paparan CO dapat menyebabkan keracunan dan kematian pada manusia dan hewan.
Selain itu, asap yang tebal dapat mengurangi ketersediaan cahaya matahari yang
dibutuhkan untuk proses fotosintesis pada tanaman yang menjadi makanan utama jangkrik.
Hal ini dapat mengganggu rantai makanan dan mempengaruhi ketersediaan sumber makanan
bagi jangkrik. Selain itu, asap juga dapat merusak habitat alami jangkrik, seperti daun dan
tanaman tempat mereka bersembunyi dan bertelur.
Faktor asap yang dihasilkan sebagai efek dari pembakaran hutan dan lahan adalah
terciptanya kabut asap. Kabut asap mengurangi kualitas udara di daerah yang terkena kabut
asap. Asap dari kebakaran hutan mempengaruhi semua sektor kehidupan yang terkena
dampak kabut asap. Pengaruh asap kebakaran hutan pada model terrarium dapat dijelaskan
melalui beberapa aspek. Asap mengandung partikel dan gas berbahaya yang dapat
mempengaruhi kesehatan tanah, tumbuhan, dan serangga seperti jangkrik. Dalam konteks
terrarium, asap dapat mengurangi kualitas udara dan cahaya yang mencapai tumbuhan,
mengganggu fotosintesis dan pertumbuhan. Tanah dapat menjadi lebih asam dan kehilangan
nutrisi penting, sementara jangkrik dan organisme lain mungkin mengalami kesulitan
bernapas dan bergerak karena partikel asap. bergerak karena partikel asap.
Suhu juga sangat berpengaruh terhadap temperatur bahan bakar. Bahan bakar dengan
suhu tinggi akan menyala dan terbakar lebih cepat karena energi panas digunakan untuk
menaikkan bahan bakar ke suhu pengapiannya lebih kecil. Suhu bahan bakar yang terkena
sinar matahari (dalam hal ini diibaratkan dalam model lampu bohlam) akan lebih hangat
daripada bahan bakar di tempat teduh, serta lebih kering. Karena alasan ini, bahan bakar yang
tidak dinaungi oleh tajuk pohon umumnya akan lebih hangat dan kering sehingga
menghasilkan api yang berskala lebih besar.
Studi menunjukkan bahwa kebakaran hutan dan lahan dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan, ekonomi, dan sosial yang signifikan, termasuk dampak negatif terhadap
ekosistem hutan dan kesehatan makhluk hidup. Pembakaran berulang pada lahan gambut,
misalnya, dapat mempengaruhi karakteristik tanah, termasuk sifat fisik dan kimia tanah
gambut, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi ketersediaan air dan nutrisi untuk
tumbuhan.

VIII. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa asap karhutla
memberikan dampak negatif bagi tumbuhan dan hewan di wilayah yang mengalami kebakaran
atau yang terdampak. Asap karhutla mengandung bahan kimia beracun seperti karbon
monoksida, partikel beacun, dan senyawa polutan organik persisten yang membahayakan
kondisi makhluk hidup sekitar, terutama dalam hal ini hewan (jangkrik) dan tumbuhan sebagai
sampel. Pengaruh kebakaran hutan dan asap terhadap tumbuhan dapat menyebabkan dampak
negatif kerusakan jaringan, gangguan proses fotosintesis dan perubahan ketersediaan sumber
daya. Pengaruh kebakaran hutan dan asap terhadap hewan (jangkrik) dapat menyebabkan
dampak negatif berupa gangguan pada sistem pernapasan, penurunan ketersediaan makanan
dan kerusakan habitat. Dari praktikum ini dapat menekankan pentingnya pencegahan
kebakaran hutan melalui pengelolaan hutan yang baik, penegakan hukum dan kesadaran
masyarakat untuk mengurangi resiko kebakaran.

IX. Daftar Pustaka

Astuti, Y., Astiani, D., & Herawatiningsih, R. 2020. Pengaruh pembakaran berulang pada lahan
gambut terhadap beberapa karakteristik tanah di Desa Rasau Jaya Umum Kabupaten
Kubu Raya Kalimantan Barat. Jurnal Hutan Lestari, 8(3), 668-681

Fitria, P., Jauhari, A., & Rianawati, F. 2021. Analisis Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan
Dan Lahan Berbasis Penginderaan Jauh di Kecamatan Karang Intan. Jurnal Sylva
Scienteae, 4(6), 1120.

Saharjo, B. H., & Hasanah, U. 2023. Analisis faktor penyebab terjadinya kebakaran hutan dan
lahan di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Jurnal Silvikultur Tropika,
14(01), 25-29.

Utami, P. N., & Primawardani, Y. 2021. Upaya Pemenuhan Hak Atas Lingkungan Hidup
Terhadap Kebakaran Hutan bagi Masyarakat Riau. Jurnal HAM, 12(3), 367-384.

Abatzoglou, J. T., & Williams, A. P. (2016). Impact of anthropogenic climate change on


wildfire across western US forests. Proceedings of the National Academy of
Sciences, 113(42), 11770-11775.

Liu, Y., Stunturf, J., Goodrick, S., & Qi, Y. (2016). Trends in global wildfire potential in
achanging climate. Forest Ecology and Management, 359, 228-236, Rasyid, F.
(2014). Permasalahan dan dampak kebakaran hutan. Jurnal Lingkar Widyaiswara,
1(4): 47-59

Sarmiasih, M. & Pratama, P. Y. (2019). The problematics mitigation of forest and land fire
district (Karhutla) in policy perfective. Journal of Governance and Public Policy, 6
(3) 279-292
VIII. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai