Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KELOMPOK

TEKNOLOGI ENERGI BIOMASSA

Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa Bambu Melalui Proses Gasifikasi


Untuk Meningkatkan Rasio Elektrifikasi Di Papua

Dosen Pengampu :
Ir. Mondjo, M.si.

Disusun Oleh :
Bella Nur Syahputri 16/394975/TK/44267
Iskandar Ali Mubarak 16/394990/TK/44282
M. Yasin Basori 16/394993/TK/44285
Febry Dhiya Ulhaq Fauzi 16/394983/TK/44275
M. Fahril Aditya 16/394994/TK/44286
Kesi Tri Widhayanti 16/394992/TK/44284
Ruth Monica Siahaan 16/395005/TK/44297
Arum Nafiul Hidayat 16/399935/TK/44949

DEPARTEMEN TEKNIK NUKLIR DAN TEKNIK FISIKA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
1. Latar Belakang Masalah
Di Papua, rasio elektrifikasi per desember 2017 adalah 61,42%, nilai rasio elektrifikasi di Papua
cukup kecil dibandingkan nilai elektrifikasi di Indonesia secara menyuluruh menurut data Kementrian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yaitu 95,35%. Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari
kepulauan menjadi salah satu penyebab mengapa elektrifikasi di Papua masih rendah, banyak hambatan
yang dihadapi PLN dalam melakukan pemerataan distribusi listrik pada daerah tertinggal, terdepan, dan
terluar, mulai dari kesulitan medan hingga membuat biaya menjadi tidak ekonomis. Di sisi lain, terdapat
potensi energi di Indonesia yang sangat besar, yakni biomassa. Dirjen listrik dan pemanfaatan energi
menyatakan bahwa terdapat potensi biomassa di Indonesia sebesar 49,81 GW di mana kapasitas
terpasang hanya 302,4 MW.

Untuk mengatasi masalah tersebut, pohon bambu dapat dijadikan alternatif sebagai sumber energi
listrik. Dalam bambu, terdapat kandungan-kandungan yang bermanfaat dalam penggunaannya sebagai
energi terbarukan seperti selulosa dengan kandungan (42,4 - 53,6)%; lignin (19,8 - 26,6)%; pentosan
(1,24 - 3,77)%; zat ekstraktif (4,5 - 9,9)%; air (15 - 20)%; abu (1.24 - 3,77)%; SiO2 (0,1 - 1,78)%. Nilai
kalor yang terdapat pada bambu juga terbilang tinggi untuk masing-masing spesies bambu. Spesies
Bambusa deecheyama dengan nilai kalor 15,700kJ/kg; Dendrocalamus asper 17,585kJ/kg;
Phyllostachys nigra 19,27kJ/kg; Phyllotachys bambosoides 19,49kJ/kg; Phyllostachys bissetii
19,51kJ/kg. Dengan latar belakang tersebut, dapat dibuat sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa
Bambu melalui proses gasifikasi. Sehingga diharapkan mampu meningkatkan tingkat elektrifikasi yang
ada di daerah Papua.

2. Tinjauan Pustaka
A. Gasifikasi
Gasifikasi merupakan proses yang menggunakan panas untuk mengubah biomassa padat
(kayu atau limbah berselulosa) atau padatan berkarbon lainnya dengan oksigen yang terbatas
menjadi gas sintetik “seperti gas alam“ yang mudah terbakar dan memiliki nilai kalor yang berguna.
Gas yang dihasilkan pada gasifikasi disebut gas produser yang kandungannya didominasi oleh gas
CO, H2, dan CH4 serta senyawa yang sifatnya impuritas seperti H2S, CO2, dan TAR. Untuk
melangsungkan gasifikasi diperlukan suatu reaktor dimana reaktor tersebut berfungsi sebagai
tungku tempat berlangsungnya proses gasifikasi dan dikenal dengan nama gasifier. Ketika
gasifikasi dilangsungkan, terjadi kontak antara bahan bakar dengan medium penggasifikasi di
dalam gasifier. Kontak antara bahan bakar dengan medium tersebut menentukan jenis gasifier yang
digunakan.

Tujuan dari gasifikasi adalah untuk memutuskan ikatan dari molekul komplek ini menjadi gas
yang sederhana yaitu hidrogen dan karbon monoksida (H2 dan CO). Kedua gas ini merupakan gas
yang mudah terbakar serta memiliki kerapatan energi dan densitas. Keduanya merupakan gas yang
sangat bersih dan hanya memerlukan satu atom oksigen untuk dibakar menghasilkan karbon
dioksida dan air (CO2 dan H2O). Inilah yang menyebabkan pembakaran melalui proses gasifikasi
akan memiliki emisi yang sangat bersih dan hemat energi karena sumbernya mudah didapat, dan
memiliki efisiensi yang tinggi.

B. Bambu
Bambu merupakan tanaman yang banyak di temukan di daerah tropis, terutama di benua Asia.
Bambu dapat tumbuh setinggi 2 meter dalam satu minggu dan sangat cepat menghisap karbon
dioksida. Bambu mengkonsumsi karbon dioksida 4 kali lebih cepat dari tanaman apapun. Bambu
juga menghasilkan oksigen 35% lebih banyak dari tanaman lain yang memiliki tinggi sama (Clean
Power Indonesia, 2016).
Secara kimiawi, pohon bambu mengandung 42,4% - 53,6% selulosa; 19,8% - 26,6% lignin;
1,24% - 3,77% pentosan; 4,5% - 9,9% zat ekstraktif; 15% - 20% air; 1,24% - 3,77% abu, dan 0,10%
- 1,78% SiO2. Bambu memiliki karakteristik bahan bakar seperti kadar abu rendah, nilai kalor
bambu lebih tinggi daripada kebanyakan limbah pertanian lainnya, serta kandungan airnya relatif
rendah dibandingkan dengan jenis tanaman lain yaitu 8% – 23% (Scurlock et al, 2000).
Berdasarkan sifat-sifat tersebut, bambu sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar energi
biomassa. Berikut ini adalah tabel karakteristik bahan bakar untuk beberapa spesies bambu.

Table1. Karakteristik Bahan Bakar Untuk Beberapa Spesies Bambu

Biomassa bambu adalah sumber energi berkelanjutan yang dapat dimanfaatkan secara terus
menerus. Meskipun dalam pemrosesan biomassa ini melepaskan zat CO2, konsentrasinya tidak
sebanyak pembakaran bahan bakar fosil sehingga tidak berkontribusi terhadap peningkatan gas
rumah kaca. Banyaknya konsentrasi CO2 yang dilepaskan sama dengan konsentrasi CO2 di
atmosfer yang dihasilkan dari proses fotosintesis bambu.

3. Pembahasan
A. Rancangan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa Bambu Melalui Proses
Gasifikasi
Hasil dari proses gasifikasi pada umumnya masih terdapat konsentrasi tar yang cukup tinggi
dalam gas nya. Adanya kandungan tar dan partikel-partikel abu dalam gas menyebabkan listrik
yang akan dihasilkan tidak efektif. Selain itu, kandungan partikel-partikel tersebut akan
mempersingkat life time komponen-komponen pembangkit. Sehingga untuk meningkatkan
kualitas listrik yang dihasilkan dari proses ini serta meminimalisir biaya perawatan lebih lanjut
pada kerusakan komponen, perlu dilakukan beberapa inovasi, seperti pemilihan jenis gasifier
hingga penggunaan filter.
Tipe downdraft gasifier yang merupakan tipe fixed bed gasifier memiliki kelebihan tidak
terlalu sensitive terhadap tar dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan jumlah umpan
biomassa.gas hasil pembakaran dari tipe downdraft gasifier akan dilewatkan pada bagian oksidasi
dari pembakaran dengan cara ditarik mengalir kebawah sehingga gas yang dihasilkan akan lebih
bersih karena tar dan minyak akan terbakar. Hal ini diperkuat dengan data tar yang dihasilkan dari
berbagai tipe gasifier seperti pada tabel 2.
Table 2. Kandungan tar yang dihasilkan dari berbagai tipe gasifier (Milne dan Avans, 1998)

Selain memanfaatkan tipe downdraft gasifier untuk mengurangi kandungan tar, digunakan
pula Siklon, TAR Wet Scrubber dan Gas Filter. Penggunaan komponen ini dapat mengurangi tar
hingga 66,67% dibandingkan dengna tidak menggunakan komponen ini. (Candra Aditia, dkk, 2013)

Feed Biomass Downdraft Siklon


gasifier

TAR Wet Gas Filter Turbin Gas


Scrubber
Gambar 1. skema rancangan sistem pembangkit listrik tenaga biomassa bambu melalui proses
gasifikasi

Feed Biomass

Sebelum memasuki reaktor, bambu dipotong-potong terlebih dahulu agar volume bambu yang
memasuki reaktor lebih banyak. Dalam prosesnya, volume bambu yang dibutuhkan dalam 1 kali
prosesnya harus memenuhi ruangan reaktor yang memiliki volume sekitar 2,54 m3, sedangkan
waktu yang dibutuhkan dalam memotong 1 batang bambu sekitar 50 detik dan menghasilkan
bambu dengan voume 0.2 m3. Sehingga untuk memenuhi reaktor dalam 1 prosesnya membutuhkan
waktu hanya kurang dari 11 menit.

Downdraft gasifier

Selanjutnya potongan-potongan bambu memasuki mesin gasifier, dimana proses gasifikasi


terdiri dari empat tahapan, yaitu pengeringan (dengan T > 150 °C), pirolisis (150 °C < T < 700 °C),
oksidasi (700 °C < T < 1500 °C), dan reduksi (800 °C < T < 1000 °C). Proses pengeringan, pirolisis,
dan reduksi bersifat menyerap panas (endotermik), sedangkan proses oksidasi bersifat melepas
panas (eksotermik). Panas yang dihasilkan dalam proses oksidasi digunakan dalam proses
pengeringan, pirolisis dan reduksi. Bahan kering hasil dari proses pengeringan mengalami proses
pirolisis, yaitu pemisahan volatile matters (uap air, cairan organik, dan gas yang tidak
terkondensasi) dari arang. Hasil pirolisis berupa arang mengalami proses pembakaran dan proses
reduksi yang menghasilkan gas mampu bakar yaitu, H2 dan CO (Pranolo, 2010).

Siklon

Siklon merupakan suatu alat pemisah partikel dengan gas yang beroperasi pada 100-900 °C
dan didesain untuk menangkap partikel solid dengan ukuran di atas 5 μm dengan kemampuan
penyaringan mencapai 90% (Reed dan Das, 1994).

TAR Wet Scrubber

Wet Scrubber merupakan teknologi penghilang tar, yaitu tar dihilangkan dari aliran gas
dengan pendinginan syngas sehingga tar terkondensasi menjadi tetesan aerosol dengan
menggunakan fluida kerja air maupun minyak. Ada beberapa jenis wet srubber salah satunya yang
memiliki efisiensi yang paling tinggi adalah venturi scrubber dengan efisiensi pembersihan tar
mencapai 5090%. (Jun dan Heejoon, 2008), (Hasler, Ph.B., dan R. Nussbaumer,1997), (Bergman,
P.C.A., dkk, 2003). Pada pengolahan ini, digunakan venturi scrubber dengan liquid yang
digunakan adalah air. Venturi scrubber menggunakan prinsip differensial antara gas yang memiliki
kecepatan yang tinggi dan aliran beban dari air untuk membuat droplet-droplet yang akan
menangkap pengotor dan membuat pengotor terkumpul seperti kumpulan lumpur yang akan
dialirkan ke pembuangan. Sebuah venturi scrubber terdiri dari 3 bagian, yaitu converging, throat
dan diverging. Gas exhaust masuk menuju bagian converging. Liquid pencuci gas dimasukkan
pada bagian throat atau pintu masuk menuju bagian converging. Gas exhaust yang dipaksa masuk
dengan kecepatan sangat tinggi pada bagian throat yang sangat kecil, menyemprot liquid pada
dinding venturi dan menghasilkan droplet sangat kecil dalam jumlah yang banyak. Pemisahan
partikel dan gas terjadi pada bagian throat dimana gas exhaust bercampur dengan kabut 10 droplet
dari scrubbing liquid. Gas exhaust kemudian keluar menuju bagian diverging dimana bagian
diverging gas dipaksa untuk melambat.

Gas Filter
Filter merupakan bahan berpori yang memungkinkan gas untuk menembus namun mencegah
berlalunya partikel. Filter ini secara efektif menghilangkan partikel berdiameter dalam kisaran 0,5-
100µm yang terdapat pada aliran gas. Filter dapat dirancang untuk menghapus hampir semua
ukuran partikel, termasuk menjangkau ukuran sub-mikron. (Ridhuan, K, Yudistira. 2017).
Gas Turbine
Dalam memanfaatkan Syngas menjadi listrik, digunakan Micro Gas Turbine (MGT). MGT
memiliki sejumlah kelebihan yaitu tingkat panas yang tinggi dan level emisi yang rendah, ukuran
yang padat atau solid, mampu mengurangi bising dan getaran, serta mudah untuk diinstalasi dan
dioperasikan (Rahman & Anders, 2016). Pada umumnya, MGT dapat menghasilkan daya listrik
antara 25 kW sampai dengan 500 kW (Enagi et al, 2017).
MGT memiliki sebuah system yang terkonstruksi dengan baik, dimana system MGT memiliki
5 bagian yaitu kompresor sentrifugal, turbin radial, ruang bakar, recuperator, dan generator dengan
kecepatan putar yang tinggi (Rudi et al, 2017).
B. Proses Pemisahan Tar dari Gas
C. Pemanfaatan Tar
Salah satu tahapan dari gasifikasi adalah tahap pirolisis. Proses pirolisis akan memisahkan
volatile matters (uap air, cairan organik, dan gas yang tidak terkondensasi) dari arang. Hasil
pirolisis berupa arang mengalami proses pembakaran dan proses reduksi yang menghasilkan gas
mampu bakar yaitu, H2 dan CO (Pranolo, 2010). Hasil pirolisis yang berupa volatile matters dapat
dikondensasikan untuk mendapatkan asap cair (tar). Proses kondensasi asap menjadi asap cair
bermanfaat bagi perlindungan pencemaran udara yang ditimbulkan oleh proses tersebut. Tar
merupakan faktor utama yang menghambat pengembangan pembangkit listrik gasifikasi biomassa.
Di samping itu, asap cair yang mengandung sejumlah senyawa kimia berpotensi sebagai bahan
baku zat pengawet, antioksidan, desinfektan ataupun sebagai biopestisida (Nurhayati, 2000 dalam
Abdul., dkk, 2007).

1. Kesimpulan
2. Daftar Pustaka
Haji, Abdul Gani, Alim Zainal Mas’ud, Bibiana W. Lay, Surjono H. Sutjahjo, and Gustan Pari. 2006.
Karakterisasi Asap Cair Hasil Pirolisis Sampah Organik Padat. Jurnal Teknologi Industri Pertanian,
Vol. 6 No. 3.
Bergman, P.C.A., Paasen, S.V.B. van, dan Boerrigter, H., The novel "OLGA" technology for complete tar
removal from biomass producer gas, Pyrolysis and Gasification of Biomass and Waste, Bridgewater,
A.V. (ed.), CPL press, Newbury, United Kingdom, 2003, pp: 347-346.
Pranolo H., 2010, Potensi Penerapan Teknologi Gasifikasi Tongkol Jagung Sebagai Sumber Energi
Alternatif Di Pedesaan, Dalam Seminar Nasional Energi Terbarukan Indonesia di Universitas Jendral
Sudirman Purwkerto.
http://eprints.polsri.ac.id/896/3/BAB%20II.pdf
Truong, An Ha, Anh Le., Thi My. 2014. Overview of Bamboo Biomass for Energy Production. University
of Sciences And Technologies of Hanoi Departement of Renewable Energy.
Higman C. dan Van der Berg M., 2003, Gasification, Elsevier Science, USA.
Hasler, Ph.B., dan R. Nussbaumer,1997, Evaluation of gas cleaning technologies for small scale biomass
gasifiers, Swiss federal office of energy.
Reed T.B. dan Das A.,1988, Handbook of Biomass Downdraft Gasifier Engine Systems, Solar Energy
Research Institute, Cole Boulevard, Golden, Colorado
Agustian, Candra Aditia, dkk, 2013, Kajian Eksperimental Gas Cleaner yang dimodifikasi untuk
Mengekstrak Tar dalam Producer Gas, Bandar Lampung: Teknik Mesin Universitas Lampung.
Ridhuan, K,. Yudistira. 2017. Pengaruh Filter dan Siklone pada Rekator Gasifikasi Tipe Updraft terhadap
Hasil Pembakaran Syn-Gas. Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Metro-Lampung.

Anda mungkin juga menyukai