Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ULKUS PEPTIKUM

DI RUANG 28 RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

OLEH:

CHORY NUR FADILLA

2019.04.011

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

TAHUN 2020

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

ULKUS PEPTIKUM

DI RUANG 28 RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Telah di setujui pada tanggal : .... April 2020

Oleh:

(CHORY NUR FADILLA)

Pembimbing Institusi

(.................................................)

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Definisi
Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai
injurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus petikum
merupakan erosi lapisan mukosa biasanya dilambung atau duodenum
(corwin, 2009). Ulkus peptikum adalah keadaan terputusnya kontinuitas
mukosa yang meluas dibawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa,
sub mukosa tinggal lapisan otot dari suatu daerah saluran cerna yang
langsung berhubungan dengan cairan lambung asam atau pepsin (sanusi,
2011).

1.2 Etiologi
Diketahui terdapat dua faktor utama penyebab ulkus peptikum, yaitu,
infeksi Helicobacter pylori, dan penggunaan NSAID (Lam, 1994).
a. Infeksi Helicobacterpylori
Kasus ulkus peptikum kebanyakan disebabkan oleh infeksi
Helicobacterpylori dan penggunaan NSAID. Jumlah penderita ulkus
duodenum di Amerika Serikat akibat Helicobacterpylori yang tidak
menggunakan NSAID kurang 75%. Dalam salah satu penelitian, pasien
yang tidak menggunakan NSAID, 61% merupakan penderita ulkus
duodenum dan 63% merupakan penderita ulkus lambung positif
terinfeksi Helicobacter pylori. Hasil ini lebih rendah pada ras kulit putih
dibandingkan ras yang tidak berkulit putih.
b. NSAID
Penggunaan NSAID pada kasus ulkus peptikum sudah menjadi penyebab
umum. Obat ini mengganggu pembatas permeabilitas mukosa, membuat
mukosa rentan rusak. Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan
NSAID menderita efek samping pada saluran gastrointestinal. Faktor
yang berhubungan dengan peningkatan resiko ulkus duodenum pada
penggunaan NSAID seperti riwayat ulkus peptikum sebelumnya, umur
yang sudah tua, perempuan, penggunaan NSAID dengan dosis tinggi,
penggunaan NSAID jangka panjang, dan penyakit penyerta yang parah.

3
Penelitian jangka panjang ditemukan bahwa pasien dengan penyakit
artritis dengan umur lebih dari 65 tahun yang secara teratur menggunakan
aspirin dosis rendah dapat meningkatkan resiko dispepsia yang cukup parah
apabila menghentikan penggunaan NSAID. Walaupun prevalensi kerusakan
saluran gastrointestinal akibat penggunaan NSAID pada anak tidak diketahui,
sepertinya bertambah, terutama pada anak-anak dengan penyakit artritis
kronis yang diobati dengan menggunakan NSAID. Ditemukan kasus ulserasi
lam bung dari penggunaan ibuprofen dengan dosis rendah pada anak -anak
(Anand, 2012).

1.3 Klasifikasi
Klasifikasi penyebab ulkus peptikum (Rachman, 2014)
Dengan Daerah / Lokasi
1. Perut (tukak lambung)
2. Duodenum (ulkus duodenum)
3. Kerongkongan (disebut Terserang ulkus)
4. Meckel diverticulum (disebut Meckel divertikulum ulkus)

Modifikasi Johnson Klasifikasi tukak lambung:

1. Tipe I: ulkus sepanjang kurva yang lebih rendah dari lambung


2. Tipe II: Dua ulkus hadir - satu lambung, satu duodenum / prepyloric
3. Tipe III: ulkus Prepyloric
4. Tipe IV: ulkus proksimal gastroesophageal
5. Tipe V: Dimana Saja

1.4 Patofisiologi
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan
tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan(asam hidrocchlorida
dan pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan
kerja asam peptin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari
mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mukus yang cukup
bertindak sebagai barier terhadap asam klorida (Sylvia A. Price, 2006).
Sekresi lambung terjadi pada3 fase yang serupa :

4
1. Sefalik
Fase pertama ini di mulaidengan rangsangan seperti pandangan, bau atau
rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada
gilirannya merangsang saraf vagal.
2. Fase lambung
Pada fase ini asam lambung di lepaskan sebagai akibat dari rangsangan
kimiawi dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung. Refleks vagal
meyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh
makanan.
3. Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon(di anggap
menjadi gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam
lambung.

5
1.5 Pathway

Asam dalam lumen, empedu, alkohol, NSAIDs, H. Pillory, stress, herediter,


makanan/ minuman yang dapat mengiritasi lambung

Peningkatan permeabelitassawar lambung

Asam lambung kembali berdifusi ke mukosa

Pengeluaran histamin

Merangsang sekresi asam sehingga asam meningkat

Merusak mukosa lambung

ULKUS PEPTIKUM

Perubahan status Kerusakan barier Kerusakan mukosa

Kesehatan Lambung lambung

Kurang informasi Peningkatan Reaksi radang


tentang penyakit asam lambung

Pelepasan hormon
Mual, Muntah Nausea bradikinin, serotonin
Ansietas

Nafsu makan Merangsang


menurun hipotalamus pada
pusat nyeri

Defisit nutrisi Nyeri Akut

Risiko
Hipovolemia

6
1.6 Manifestasi Klinis
a. Nyeri abdomen seperti ditusuk-tusuk (dispepsia) sering berlangsung lama
dan muncul saat makan. Nyeri biasanya terletak di area tengah
epigastrium, dan sering bersifat ritmik.
b. Nyeri yang terjadi ketika lambung kosong (sebagai contoh di malam hari)
sering menjadi tanda ulkus duodenum, dan kondisi ini adalah yang paling
sering terjadi
c. Nyeri yang terjadi segera setelah atau selama malam adalah ulkus gaster.
Kadang, nyeri dapat menyebar ke punggung atau bahu.
d. Nyeri sering hilang timbul: nyeri sering terjadi setiap hari selama
beberapa minggu kemudian menghilang sampai periode perburukan
selanjutnya
e. Penurunan BB juga biasanya menyertai ulkus gaster. Penambahan berat
badan dapat terjadi bersamaan dengan ulkus duodenum akibat makan
dapat meredakan rasa tidak nyaman
(colies, 2011)

1.7 Pemeriksaan Diagnostik


a. Endoskopi (gastroskopi) dengan biopsi dan sitologi.
b. Pemeriksaan dengan barium.
c. Pemeriksaan radiologi pada abdomen.
d. Analisis lambung.
e. Pemeriksaan laboratorium kadar Hb, Ht, dan pepsinogen
(colies, 2011)

1.8 Penatalaksanaan
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan ulkus dan
kemungkinan untuk kambuh. Faktor yang reversibel harus diidentifikasi
seperti infeksi Helicobacterpylori, penggunaan NSAID dan merokok. Waktu
penyembuhan ulkus tergantung pada ukuran ulkus. Ulkus lambung yang
besar dan kecil bisa sembuh dalam waktu yang relatif sama jika terapinya
efektif. Ulkus yang besar memerlukan waktu yang lebih lama untuk sembuh
(Soll, 2009)
a. Bedah
Pembedahan sekarang tidak digunakan lagi dalam penatalaksaan ulkus
peptikum, kecuali pada saat keadaan darurat.
b. Antasida dan antikolinergik

7
Antasida dan antikolinergik biasanya tidak terlalu efektif dan harus
digunakan terus-menerus dan menghasilkan efek samping.
c. H2 reseptor antagonis
Pengobatan pertama kali yang efektif pada ulkus peptikumterungkap
ketika H2 reseptor antagonis ditemukan. Untuk saat itu obat seperti
cimetidine dan ranitidine dipakai di pakai diseluruh dun ia.
d. Proton Pump Inhibitor (PPI)
PPI secara ireversibel menghentikan produksi asam oleh sel parietal.
Omeprazole merupakan salah satu obat PPI pertama kali.
e. Menghentikan Helicobacter pylori
Menghentikan Helicobacter pylori merupakan cara paling ampuh dan
secara permanen menghentikan hampir semua kasus ulkus. Diperlukan
kombinasi terapi antara penghenti asam dan dua atau tiga antibiotik agar
berhasil.
f. Penatalaksanaan Darurat
Pendarahan atau perforasi memerlukan operasi darurat dan terapi
endoskopi, seperti menyuntik adrenaline disekitar pembuluh darah agar
pendarahan berhenti (Keshav, 2004).

8
KONSEP

ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
1.1 Identitas

Penyakit ini terjadi dengan frekwensi yang paling besar pada individu
antara 40 - 60 tahun, kelompok sosial ekonomi rendah, relatif jarang pada
wanita menyusui, penyakit ini juga diteliti sering terjadi pada individu
bergolongan darah O. faktor predis posisi lain adalah pemakaian O A I N
S, perokok dan alkoholis

1.2 Keluhan Utama

Keluhan pada pasien ulkus peptikum adalah seperti nyeri ulu hati, rasa
tidak nyaman (discomfort) disertai muntah, biasanya rasa sakit, anoreksia,
konstipasi dan pendarahan.

1.3 Riwayat penyakit dahulu

Kaji apakah klien mempunyai riwayat gastritis kronis, kaji pula


frekwensi stress pada pasien

1.4 Riwayat penyakit sekarang

Kaji adanya :

¢ Kembung

¢ Adanya nyeri di epigastrium tengah

¢ Nyeri ulu hati

¢ Mual muntah

¢ Konstipasi dan pendarahan

¢ anoreksia

1.5 Riwayat penyakit keluarga

¢ Kaji apakah dalam keluarga ada yng bergolongan darah O dan

¢ Riwayat tukak

9
2. Kebiasaan sehari - hari

2.1 Nutrisi

- Makanan : kebiasaan makanan yang tidak teratur (suka makan pedas


dan asam), anoreksia

- Minum : kebiasaan minum air jeruk, coca cola, bir, kopi dan minuman
beralkohol yang lain

2.2 Istirahat

Sering terbangun malam hari dikarenakan nyeri epigastrium

2.3 Aktifitas

Sering terganggu karena nyeri yang hilang imbul

2.4 Psikososial

- Hubungan dalam keluarga yang kurang harmonis (konflik) maupun


dengan lingkungan sekitarnya / sesuatu yang tidak disukai , sehingga
menyebabkan stress

- Beberapa ahli mengatakan bahwa marah atau stress yang tidak


diekspresikan adalah faktor predis posisi

3. Pemeriksaan

a. Tanda - Tanda Fital

- Tensi : Normal / menurun bila ada pendarahan

- Nadi : Meningkat

- Suhu : Normal / meningkat bila ada perubahan

b. BB Menurun

c. Body Syistem

- Sistem respirasi

RR meningkat jika terjadi nyeri tukak dan hebat

- Sistem kardiovaskular

10
Nadi akan menigkat jika terjadi nyeri hebat, perhitungkan resiko
terjadinya shok hipovolemik

- Sistem persyarafan

Kesadaran kompos mentis

- Sistem gastrointestinal

¢ Kembung

¢ Adanya nyeri di epigastrum, tengah / punggung

¢ Pirosis (nyeri ulu hati) pada esofagus dan lambung

¢ Mual dan muntah

¢ Anoreksi

¢ Penurunan BB

- Sistem Eliminasi

¢ Kaji eliminasi alvi apakah feses berdarah atau tidak

¢ Kaji eliminasi urine menurut pekatnya

- Sistem Sensori

¢ Biasanya tidak ada gangguan pendengaran yang disebabkan


oleh penyakit ini

¢ Sistim pembau juga tidak terjadi gangguan akibat penyakit ini

¢ Reflek balik

¢ Konjungtivia mata pucat

4. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut b/d efek sekresi asam lambung pada jaringan yang rusak

b. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

c. Defisit nutrisi b/d penurunan nafsu makan

d. Nausea b/d peningkatan asam lambung

e. Risiko hipovolemi b/d mual muntah

11
5. Intervensi Keperawatan

a. Nyeri akut b/d efek sekresi asam lambung pada jaringan yang rusak

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


diharapkan nyeri berkurang sampai hilang

Standar Luaran

Tingkat nyeri

Kriteria Hasil Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


Meningka Menurun
t

Keluhan nyeri 1 2 3 4 5

Meringis 1 2 3 4 5

Gelisah 1 2 3 4 5

Intervensi
Manajemen nyeri :
Observasi :
1.Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2.Identifikasi skala nyeri
3.Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
4.Monitor efek samping penggunaan analgesik
Terapeutik :
1.Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (ex terapi musik,
terapi pijat, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2.Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3.Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
1.Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2.Jelaskan strategi meredakan nyeri
3.Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik

12
b. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam ansietas
menurun.
SLKI
Tingkat Ansietas

Kriteria Hasil Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


Meningkat Menurun
Verbalisasi 1 2 3 4 5
kebingungan
Verbalisasi 1 2 3 4 5
khawatir
akibat kondisi
yang dihadapi
Perilaku 1 2 3 4 5
gelisah

Intervensi
Reduksi ansietas
Observasi :
1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
2. Monitor tanda-tanda ansietas
Terapeutik :
1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
3. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
4. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
Edukasi :
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
2. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
3. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat antlansietas, jika perlu

c. Defisit Nutrisi b/d penurunan nafsu makan

13
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan defisit nutrisi dapat teratasi
Standar Luaran
Status nutrisi

Kriteria Hasil Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


Menurun Meningkat

Porsi makanan 1 2 3 4 5
yang
dihabiskan
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
mengunyah
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
menelan

Intervensi
Manajemen nutrisi
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi perlunya penggunaan selang NGT
4. Monitor asupan makanan
5. Monitor berat badan
Terapeutik
1. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
2. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
3. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
4. Hentikan pemberian makanan melalui selang NGT jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
2. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan

14
d. Risiko hipovolemi b/d mual muntah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam status cairan
membaik.

Kriteria Hasil Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


Menurun Meningkat

Kekuatan nadi 1 2 3 4 5
Turgor kulit 1 2 3 4 5

Output urine 1 2 3 4 5

Intervensi:
Manajemen Hipovolemia
Observasi :
1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
2. Monitor intake dan output cairan
Terapeutik :
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Berikan posisi modified Trendelenburg
3. Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCL,RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCL
0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin, plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah

15
DAFTAR PUSTAKA

Anand, B,. S., Katz., J., 2012., Peptic Ulcer Disease, Medscape Reference,
Professor, Departement of Internal Medicine, Division of Gastroentrology,
Baylor College of Medicine. Available from: http://
emedicine.medscape.com/laccessed 1.5 April 2013

Corwin, 2009. Buku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Dochterman, J. M., & Bulechek, G. M. (2004). Nursing Interventions


Classification (NIC) (5th.ed.). America: Mosby Elsevier.

Moorhed, S., Jhonson, M., Maas, M., & Swanson, L. (2008). Nursing Outcomes
Classification (NOC). (5th. Ed.) United states of America: Mosby Elsevier.

NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2015-2017. Jakarta: EGC.

Sanusi, Iswan A., 2011. Tukak Lambun. Dalam: Rani, Aziz., Simadibrata, M.,
Syam, A. F., (eds). Buku Ajar Ganstroentrologi. Jakarta: pusat Penerbitan
Ilmu Peyakit Dalam.

Tarigan, Hendry Guntur. 2009. Pengkajian Pragmatik. Bandung: Angkasa.

16

Anda mungkin juga menyukai