Kandungan Dan Tafsir Surat Yusuf Ayat 108
Kandungan Dan Tafsir Surat Yusuf Ayat 108
Muhammad Mirzan
PROGRAM STUDI
ILMU HADIST
2024 M / 1445 H
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja puji syukur bagi Allah SWT, atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah
”NUSHUSH AL-QUR’AN” tepat pada waktunya sholawat dan salam kita curahkan
kepada baginda agung kita suritauladan kita yakni Nabi Muhammad SAW
Allahumma sholli Alaa Muhammad wa‟Ala ali Muhammad.
Penulis menyadari juga bahwa makalah yang bertema ”Kandungan dan Tafsir
Surat Yusuf Ayat 108 (Kaitannya Dengan Man‟haj Dakwah Masa Kini)” ini masih
banyak memerlukan penyempurnaan terutama pada bagian isi kami selaku pemakalah
menerima segala bentuk kritik dan saran teman-teman semua, terkhusus dosen
pengampuh mata kuliah “Nushush Al-qur‟an” demi penyempurnaan makalah yang
kami buat apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini baik berupa penulisan,
penamaan, pemaparan materi kami mohon maaf.
Demikian yang dapat kami sanpaikan semoga makalah ini dapat menambah
wawasan bagi kita semua kami ucapkan terima kasih.
Hormat Saya
Muhammad Mirzan
(2220303010)
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Surat Yusuf ayat 108 dalam Al-Qur‟an merupakan surat ke-12 dalam Al-
Qur'an, yang terdiri dari 111 ayat. Surat ini mengisahkan kisah Nabi Yusuf AS, salah
satu nabi yang diangkat oleh Allah SWT. Kisah Nabi Yusuf termasuk salah satu kisah
yang penuh hikmah dan pelajaran bagi umat manusia.
Keadaan Nabi Yusuf AS setelah dia menjadi pemimpin Mesir dan berhasil
menyelamatkan negeri itu dari kelaparan. Ayat tersebut bermakna bahwa Nabi Yusuf
meminta izin kepada Firaun untuk mengirim utusan kepada ayahnya, Nabi Ya'qub
AS, yang berada di Palestina, agar mereka datang ke Mesir untuk tinggal bersama
dengannya. Ini terjadi setelah Nabi Yusuf mengungkapkan identitasnya kepada
saudara-saudaranya yang sebelumnya tidak mengenalinya ketika mereka datang
meminta bantuan makanan selama masa kelaparan. Setelah kejadian itu, Nabi Yusuf
mengundang keluarganya untuk tinggal bersama dengannya di Mesir sebagai bentuk
perdamaian dan rekonsiliasi antara mereka.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
1. Untuk menggetahui bagaimana kandunagn surat yusuf ayat 108 dalam Al-
Qur‟an?
2. Untuk menggetahui bagaimana tafsir surat Yusuf ayat 108 dalam Al-Qur‟an?
3. Untuk menggetahui apa makna kader dakwa?
1
BAB II
PEMBAHASAN
Nama surah ini diambil dari aktor utama yang dikisahkan dalam surah ini
yaitu Nabi Yusuf as. Surah Yusuf adalah satu-satunya nama dari surah ini. Ia dikenal
sejak masa Nabi Muhammad saw. Penamaan surah ini juga sejalan dengan
kandungannya yang menguraikan kisah Nabi Yusuf as. Berbeda dengan nabi yang
lain, kisah beliau hanya disebut dalam surah ini. Nama beliau sekadar nama disebut
dalam surah al-An‟am dan surah al-Mu‟min.2
Yusuf adalah putra Ya‟qub Ibn Ishaq Ibn Ibrahim as. Ibunya adalah Rahil,
salah seorang dari tiga istri Nabi Ya‟qub as. Ibunya meninggal ketika adiknya,
Benyamin, dilahirkan, sehingga ayahnya mencurahkan kasih sayang yang besar
kepada keduanya melebihi kasih sayang kepada kakak-kakaknya. Inilah yang
menimbulkan kecemburuan yang mengantar mereka menjerumuskannya ke dalam
sumur.3
Dalam kisah ini, pribadi tokohnya Nabi Yusuf a.s dipaparkan secara sempurna
dan dalam berbagai bidang kehidupannya. Dipaparkan juga aneka ujian dan cobaan
yang menimpanya serta sikap beliau ketika itu. Surah ini merupakan surah yang unik.
1
Dapartemen Agama RI, Qur‟an An-nuur Terjemah (Surat Yusuf Ayat 108), (Depok:
H.Juanda, 2019), hlm 249.
2
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an), (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), hlm. 387.
3
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an), (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), hlm. 388.
2
Surah ini menggunakan suatu kisah menyangkut satu pribadi secara sempurna
dalam beberapa episode. Biasanya al-Qur`an menguraikan kisah seseorang dalam
satu surah yang berbicara tentang banyak persoalan dan kisah itupun hanya
dikemukakan satu atau dua episode, tidak lengkap seperti halnya surah Yusuf. Karena
nyalah mengapa sementara ulama memahami bahwa, kisah surah ini ditunjuk dari
ayat ketiganya sebagai ahsan al-qashash (sebaik-baik kisah). Di samping
kandungannya yang demikian kaya akan pelajaran, tuntunan dan hikmah, kisah ini
kaya pula dengan gambaran yang sungguh hidup melukiskan gejolak hati pemuda,
rayuan wanita, kesabaran, kepedihan, dan kasih sayang seorang ayah. Kisah ini
mengandung imajinasi, bahkan memberi aneka informasi tersurat dan tersirat tentang
sejarah masa silam.
Riwayat dari Aun ibn Abdullah menyatakan bahwa asbabun an-nuzul surah
Yusuf adalah ketika itu para sahabat Rasulullah saw. merasa adanya rasa bosan dan
malas. Kemudian para sahabat meminta Rasulullah saw. untuk memberikan hadits
(suatu cerita/nasehat) yang dapat membangkitkan kembali semangat mereka. Setelah
itu, Allah swt. menurunkan ayat yang berbunyi allahu nazzala ahsanal hadiits.
Setelah itu, akhirnya semangat para sahabat kembali bangkit. Namun, setelah
semangat para sahabat kembali bangkit dengan mendengarkan ahsanal hadiits
(cerita/nasehat terbaik) tersebut semangat mereka kembali menurun, sehingga mereka
meminta kembali kepada Rasulullah untuk membangkitkan semangat mereka.
Pada permintaan kali yang kedua ini, mereka meminta kepada Rasulullah saw.
sesuatu yang melebihi hadits namun bukan al-Qur‟an, yakni al-qashash (kisah-kisah).
Setelah itu, Allah swt. menurunkan salah satu dari sebagian ayat surah Yusuf
tepatnya ayat yang ke-3 yang berbunyi nahnu naquhhu alaika ahsanal qashashi.4
Dari peristiwa ini terdapat sesuatu yang patut direnungkan yaitu; ketika para
sahabat meminta hadits, Allah memberikan sesuatu yang lebih daripada hadits yaitu
ahsanal hadits, dan ketika mereka meminta al-Qashash, Allah juga memberikan
sesuatu yang melebihi al-Qashah, yaitu ahsanal qashash.
4
Ali bin Ahmad Al-Wahidi, Asbab An-Nuzul, (Mesir: Darussalam, 2006), hlm. 182-183.
3
Qul haa-dzihii sabiilii ad‟uu ilallaahi „alaa ba-shiiratin ana wa
manittaba‟anii artinya ”Katakanlah : ”Inilah jalanku, aku menyeru kamu kepada
Allah, sedangkan aku dalam keterangan yang nyata. Demikian pula orang-orang
yang mengikutinya.”
Aku mengakui kesucian Allah dan aku mengagungkan-Nya. Tidak ada bagi-
Nya sekutu dan tidak ada sesuatu yang patut disembah selain Allah.
Wa maa ana minal musyrikiin artinaya” Dan aku bukanlah dari orang yang
mempersekutukan Allah.
Aku, kata Muhammad, melepaskan diri dari segala ahli syirik. Aku tida
masuk ke dalam golongan mereka (kaum musyrik) dan mereka pun tidak masuk ke
dalam golonganku.
2. Tafsir Al-Mishbah
5
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieq, Tengku, Tafsir Al Qur-anul Majid An-Nuur, (Jakarta:
Kramat Kwitang, 2005), Hlm. 2055.
4
Wa maa ana minal musyrikiin artinaya ”Dan aku bukanlah dari orang yang
mempersekutukan Allah.
Kata (ittab‟ani) terambil dari kata (tabi‟a), yakni upaya dari seseorang untuk
meneladani orang dalam langkah dan arah yang ditujunya. Penyebutan diri Nabi
Muhammad terlebih dahulu
5
Kata (subhaana) terambil dari kata (sabaha) yang pada mulanya berarti
menjauh. Seseorang yang berenang diluliskan dengan menggunkan akar kata yang
sama yakni (sabbaah), dengan berenang ia menjauh dari posisinya semula.
”Bertasbih” dalam pengertian agama berarti ”menjuahkan‟ segala sifat kekurangan
dan kejelekan dari Allah Ta‟ala.” Dengan mengucapkan ”Subhaa Allah”, si pengucap
mengakui bahwa tidak ada sifat atau perbuatan tuhan yang kurang sempurna, atau
tercela, tidak ada ketetapan-Nya yang tidak adil, baik terhadap si pengucap.
ِ َع ٰلى ب
ٍصي َْرة ِۗ ٰ ع ُْْٓا اِلَى
َ ِّللا ُ ا َ ْد
(Aku menyeru kepada Allah di atas 'bashirah')7
Tafsiran : aku menyeru kepada agama Allah berdasarkan hujah yang terang
dan jelas; serta ilmu dan pengetahuan yang cukup berkenaan apa yang kusampaikan
ini.
JaIan da'wah adaIah jaIan RasuIuIIah saw. la adaIah jaIan muIia yang
menunjukkan umat ini kepada hidayah AIIah swt. la adaIah jaIan yang bertujuan
mengeIuarkan hamba-hambanya dari penyembahan kepada hamba menjadi
penyembahan kepada Tuhan hamba.
8
M. Ali Al-Shabuni, Shafwah al-TaTafsir, (Beirut: al-Maktabah al-Ashriyyah, 2009), hlm.
544-545.
7
Mereka adaIah orang-orang yang bertemu dan berpisah, bercinta dan
membenci seseorang karena AIIah. Mereka meyakini bahwa kekokohan dan soIiditas
bangunan kebersamaan (jama'ah) diIandasi oIeh kesetiaan kepada manhaj AIIah,
kejujuran didaIam mereaIisasikannya serta jihad dijaIan-Nya, sebagaimana firman-
Nya :
Da'wah yang mereka Iakukan tidakIah ditaburi oIeh bunga-bunga yang harum
semerbak akan tetapi dengan semak dan duri karena adanya pertentangan yang jeIas
antara yang hak dan yang batiI, antara niIai-niIai iIahi dan niIai-niIai setan.
Sayyid Qutb didaIam menafsirkan ayat 108 surat Yusuf mengatakan bahwa
makna “dan Aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik” adaIah kemusyrikan
yang nyata maupun yang tersembunylniIah jaIanku dan orang-orang yang
berkehendak mengikutiku. Dan barangsiapa yang tidak berkehendak maka aku akan
tetap berjaIan diatas jaIanku yang Iurus.
Para kader da'wah yang menyeru kepada AIIah hendakIah memiIiki keunikan.
Mereka harus menyatakan bahwa mereka adaIah umat yang satu, berpisah dari orang-
orang yang tidak seakidah dengan aqidah mereka, tidak menapaki jaIan mereka, tidak
tunduk kepada pemimpin mereka dan mereka memiIiki kekhasan dan tidak
bercampur !
TidakIah cukup para kader da'wah hanya menyeru kepada agama mereka
(isIam) sementara mereka bersenang-senang didaIam masyarakat jahiIiyah. Dan
da'wah yang seperti ini tidakIah ada niIainya sedikit pun! Sesungguhnya keharusan
mereka sejak hari pertamanya adaIah mengumumkan bahwa mereka adaIah sesuatu
yang Iain yang bukan jahiIiyah, mereka memiIiki keunikan dengan perkumpuIannya
yang diikat oIeh akidah yang khas dengan titeI kepemimpinan isIam.
8
Mereka harusIah membedakan diri mereka dari masyarakat jahiIiyah serta
membedakan pemimpin mereka dari pemimpin masyarakat jahiIiyah juga!
Dari apa yang dipaparkan Sayyid Qutb diatas tampak bahwa setiap kader
berkewajiban mengawaI dan mengarahkan da'wah ini untuk tetap berpegang teguh
dengan keunikan yang dimiIikinya, keunikan didaIam tujuan, sarana serta prinsip
yang digunakannya.
BeIiau mengatakan, Kami menginginkan bersama ini agar kaum kami seIuruh
kaum musIimin adaIah kaum kami bahwa da'wah kami adaIah da'wah yang bersih
dan suci. la adaIah da'wah yang tinggi didaIam kesuciannya hingga meIampaui
berbagai ambisi pribadi, menghinakan kepentingan materiaIistis, meninggaIkan
dibeIakangnya berbagai hawa nafsu. la adaIah da'wah yang meIangkah ke depan di
jaIan yang teIah digariskan oIeh Yang Maha Benar dan Maha Tinggi untuk para dai
yang menyeru kejaIan-Nya :
Maka kami tidakIah pernah meminta sesuatu pun dari manusia, tidak
menuntut harta mereka, tidak meminta baIasan mereka, popuIaritas mereka dan tidak
9
Rudi Haryanto, “KESABARAN DALAM BERDAKWAH MENURUT AL-QUR‟AN SURAT
YUSUF,” Jurnal Dakwa Dan Perberdayaan Masyarakat 4, no. 2 (2020), hlm.173–87.
9
juga menginginkan imbaIan maupun ucapan terima kasih. Sesungguhnya baIasan
kami daIam haI ini hanyaIah dari Yang teIah menciptakan kami.10
Untuk itu setiap kader da'wah harusIah menempatkan waIa' (IoyaIitas) nya
pertama kaIi kepada AIIah, RasuI dan orang-orang beriman yang senantiasa ruku',
sujud dan tunduk dengan segaIa aturan AIIah swt. Mereka adaIah orang-orang yang
mengikuti kebenaran bukan mengikuti orang-orang yang mengatakan kebenaran.
Karena kebenaran adaIah sesuatu yang abadi, tetap dan tak berubah-ubah sementara
orang-orang yang mengatakan kebenaran ada kemungkinan mengaIami perubahan
dari niIai-niIai kebenaran yang pernah dikatakan. Karena ituIah AIIah swt
menyinggung orang-orang yang seperti ini didaIam firman-Nya :
10
Ahmad Nouval, “Nilai-Nilai Dakwa,” Jurnal Pendidikan Dan Dakwa 1, no 3. Febuari
(2021), hlm. 9–31.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Surat Yusuf ayat 108 menegaskan bahwa jalan dakwah adalah jalan
Rasulullah SAW, yang mengajak kepada Allah dengan bashirah, yaitu bukti yang
nyata. Rasulullah dan para pengikutnya mengajak kepada agama Allah dengan
keyakinan dan ilmu yang cukup.
Ayat tersebut juga menyatakan kesucian Allah dari segala bentuk syirik, dan
Rasulullah menyatakan bahwa dia bukanlah termasuk orang-orang musyrik yang
menyekutukan Allah.
Makna kader dakwah adalah mereka yang menyeru kepada Allah dengan
kesadaran akan keunikan dan kesucian dakwah Islam. Mereka tidak bercampur
dengan nilai-nilai jahiliyah, dan dakwah mereka tidak ditaburi dengan kesenangan
duniawi. Para kader dakwah harus menjaga kesucian dakwah dan mempertahankan
kekhasan ajaran Islam, serta menjauhkan diri dari berbagai kepentingan duniawi yang
rendah. Mereka harus berpegang teguh pada kebenaran yang abadi dan tidak berubah-
ubah.
11
DAFTAR PUSTAKA
Dapartemen Agama RI, Qur‟an An-nuur Terjemah (Surat Yusuf Ayat 108), (Depok:
H.Juanda, 2019).
Syayid Quthub, Tafsir Fi al-ZiIaI, (Qur'an juz lV), (Beirut: Dar al-Syuruq, 1996).
12