Anda di halaman 1dari 2

Bangunan Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen Berbasis Sekolah sebagai pendekatan dalam pengelolaan sekolah yang dianut
di dalam sistem pendidikan nasional, secara resmi baru berlaku pada tanggal 8 Juli 2003, yaitu
mulai berlakunya Undang- undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Di dalam undang-undang tersebut pada Pasal 51 ayat (1) dinyatakan bahwa pengelolaan satuan
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan
standar pelayanan minimal dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah.
Sampai saat ini belum ada rumusan resmi yang baku (diikuti oleh semua unit organisasi
di lingkungan Depdiknas) tentang prinsip Manajemen Berbasis Sekolah, selain adanya
penjelasan Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Sisdiknas yang menyatakan bahwa Manajemen
Berbasis Sekolah adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan. Dalam
hal ini, kepala sekolah dan guru dibantu oleh komite sekolah dalam mengelola kegiatan
pendidikan. Dimungkinkan, perumusan MBS belum secara baku agar konsep dan pelaksanaan
MBS lebih fleksibel dan dinamis.
Pada Kegiatan Belajar 1 telah dijelaskan elemen-elemen pokok MBS. Di samping itu,
seperti telah disinggung sebelumnya, pendekatan MBS berkaitan erat atau mempunyai hubungan
logis dengan elemen-elemen sistem pendidikan lainnya, seperti standar nasional, kurikulum
berbasis kompetensi, evaluasi yang independen, akreditasi, sertifikasi, profesionalisme
ketenagaan, pengalokasian dana, dan sumber daya pendidikan lainnya, serta partisipasi
masyarakat melalui Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Semuanya bertujuan untuk
mencapai efektivitas, efisiensi, dan relevansi pendidikan.
Di luar formalitas landasan hukum yang lebih kuat (pencantuman dalam pasal-pasal UU
Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003), pemerintah telah melakukan berbagai program rintisan yang
sejalan dan senapas dengan prinsip-prinsip MBS baik melalui kebijakan-kebijakan maupun
program-program pembangunan yang bertujuan memandirikan sekolah Bersama masyarakat.
Sementara kebijakan dan program yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia lebih
bersifat menyiapkan dan memasuki masa transisi menyongsong berlakunya MBS maka
diperlukan kebijakan operasional yang benar-benar ditujukan untuk mengimplementasikan MBS
sesuai dengan keinginan dan semangat Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003.
Telah disinggung sebelumnya bahwa kebijakan MBS bukanlah sesuatu yang eksklusif,
terpisah atau berdiri sendiri. MBS merupakan bagian dari rangkaian kebijakan yang terkait
dengan elemen-elemen pengelolaan Sisdiknas lainnya. Di dalam UU Nomor 20 tahun 2003,
pasal tentang MBS berhubungan dengan pasal-pasal lain yang mengatur standar nasional, serta
masyarakat, pendanaan kurikulum, evaluasi, akreditasi, peran pendidikan, ketenagaan, serta
peran pemerintah baik pusat, provinsi maupun kabupaten/kota.
Banyak guru, kepala sekolah, bahkan kalangan dinas pendidikan yang melihat kebijakan
pembaruan di bidang pendidikan secara terpotong-potong tidak menyeluruh. Mereka mungkin
tidak salah karena mereka memperoleh dari berbagai sumber, kepentingan dan kegiatan yang
berbeda. Kesan yang timbul seolah-olah banyak sekali kebijakan baru yang membuat pusing
sekolah. Bagan bangunan MBS dimaksudkan untuk menghilangkan kesan banyak sekali
kebijakan baru yang seolah-olah berdiri sendiri-sendiri.
1. Bangunan Segi Empat MBS dan Daerah lingkaran
Bangunan segi empat MBS merefleksikan proses pengelolaan pendidikan. Proses
pengelolaan pendidikan terbangun dari empat sisi atau empat aspek, yaitu panduan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK), Sumber Daya Pendidikan (SDP), Peran Komite Sekolah
(Komsek), serta dengan pengelolaan satuan pendidikan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
Pengaruh masing-masing sisi digambarkan dalam garis-garis yang membentuk segi empat kecil-
kecil. Pengelolaan proses Pendidikan berlingkup sekolah, lebih luas dari pengelolaan proses
belajar-mengajar (PBM) yang digambarkan dalam lingkaran dengan garis-garis yang lebih tebal.
Proses pembelajaran (PBM) digambarkan dalam bangunan lingkaran dengan garis-garis
tebal karena proses ini lebih terfokus, direncanakan dengan sadar, materi dan metode serta
sumber major yang spesifik, dan dengan tujuan untuk mencapai kompetensi yang spesifik pula,
sedangkan proses pendidikan di dalam sebuah sekolah merupakan wadah interaksi sosial yang
lebih luas dan beragam kegiatannya, serta mencakup pengembangan budi pekerti dan
keterampilan sosial, dengan program-program ekstrakurikuler. Di dalam proses pembelajaran,
guru yang bertugas bertanggung jawab secara profesional, dan sungguhpun ia bebas menentukan
metode, materi, dan evaluasinya, tetapi dalam konteks MBS disarankan menggunakan
pendekatan Contextual Learning (CTL) atau pendekatan pembelajaran kontekstual. Sumber
Daya Pendidikan (SDP) merupakan sisi penopang penting untuk keberhasilan proses
pembelajaran maupun proses pendidikan pada umumnya

Anda mungkin juga menyukai