Anda di halaman 1dari 6

Nama : Pipit Dyah Palupi

NIM : 857794607

Kelas : S-1 PGSD SLTA

MODUL 3 Model Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia

KB 1. Elemen – elemen Pokok MBS

A. MAKNA MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH


MBS mengandung beberapa pokok pikiran, yaitu :
Pertama, MBS sebagai pendekatan dalam manajemen pendidikan berbentuk
desentralisasi pendidikan pada level sekolah, yang memberikan kewenangan kepada
sekolah untuk mengambil keputusan mengenai pengelolaan pendidikan di sekolah
yang bersangkutan. (Pasal 51 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2003)
Kedua, penerimaan kewenangan untuk mengambil keputusan di dalam pengelolaan
sekolah bukan kepala sekolah seorang diri, melainkan secara kolektif, yaitu kepala
sekolah bersama guru dan dibantu oleh komite sekolah. Penerimaan kewenangan
secara kolektif ini tidak berarti menghilangkan atau mengurangi fungsi kepala sekolah
sebagai pemimpin sekolah yang sehari-hari berhak mengambil keputusan di dalam
pengelolaan sekolah. Pengambilan keputusan dan kepemimpinan sekolah itu bersifat
partisipatif dan demokratis.
Ketiga, pemberian kewenangan kepada sekolah dalam rangka MBS, harus disertai
alokasi sumber daya pendidikan (terutama alokasi dana) sesuai kewenangan yang
diberikan dan dikelola oleh sekolah sesuai perencanaan masing-masing sekolah.
Keempat, ada parameter dalam pelaksanaan MBS oleh satuan pendidikan. Parameter
tersebut ialah sistem pemerintahan yang berlaku dan ketentuan- ketentuan yang diatur
dalam Sisdiknas dan aturan – aturan pelaksanaannya, serta tujuan yang diharapkan
dari pelaksanaan MBS yang tidak boleh bertentangan dengan tujuan pendidikan
nasional.
Kelima, ada akuntabilitas yang berkaitan dengan mutu dan relevansi, keadilan bagi
semua anak didik,efektivitas dan efisiensi pengelolaan satuan pendidikan. Elemen –
elemen tersebut merupakan elemen pokok yang dapat ditambah untuk memperjelas
dalam pelaksanaan, bila pengurangan dari elemen tersebut akan mengurangi esensi
MBS.
Menurut pengalam Umaedi (2004) terdapat 5 perbedaan tentang besar/kecilnya
kewenangan yang dilimpahkan kepada sekolah, yaitu (1) Ada model yang
memberikan kewenangan kepada komite sekolah untuk mengangkat dan
memeberhentikan kepala sekolah dan guru, ada yang tidak demikian. (2) Ada model
yang menyertakan wakil siswa untuk duduk dalam komite sekolah dan ada yang tidak
sejauh itu. (3) Ada yang memfokuskan kewenangan pada pengelolaan anggaran. (4)
ada yang mensyaratkan kurikulum nasional untuk beberapa mata pelajaran inti, ada
yang tidak. (5) Ada yang mensyaratkan ujian nasional, ada pula yang tidak
mensyaratkan ujian nasional.
Ada empat hal penting yang kewenangannya diberikan kepada sekolah (Wohlstetter
dan Mohrnman,dkk (1994 dan 1997)) yaitu (1) kekuasaan untuk mengambil
keputusan, (2) pengetahuan dan keterampilan, termasuk untuk mengambil keputusan
yang baik dan pengelolaan secara profesional, (3) infromasi yang diperlukan oleh
sekolah untuk mengambil keputusan. Semula informasi harus dikirim ke sekolah
untuk pengambilan keputusan di tingkat pusat, sekarang sekolah mengumpulkan
informasi terutama untuk dijadikan pertimbangan dalam pengelolaan sekolah yang
bersangkutan, (4) penghargaan atas prestasi, yang harus ditangani oleh masing-
masing sekolah.
Disamping itu, terdapat 3 elemen yang dianggap prasyarat yang bersifat
organisasional, yaitu (1) panduan intruksional (pembelajaran), seperti rumusan visi
dan misi sekolah, panduan dari distrik yang memfokuskan pada peningkatan mutu
pembelajaran, (2) kepemimpinan yang mengupayakan kekompakkan (kohesif) dan
fokus pada upaya perbaikan/perubahan, (3) sumber daya yang mendukung
pelaksanaan perubahan.
B. FUNGSI DAN SUBSTANSI MBS
Pertama, dari aspek fungsinya, beberapa hal yang tercakup adalah perencanaan,
perorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi, dan kepemimpinan.
Kedua, subtansi atau bidang yang dikelola oleh sekolah dengan fungsi-fungsi tersebut
meliputi :
a. Bidang Teknis Edukatif
Manajemen bidang teknis edukatif di sekolah yang sangat penting adalah
aspek kurikulum dan implementasinya (pelaksanaannya) di sekolah. Dalam
kaitannya dengan kurikulum.
b. Bidang Ketenagaan
Fungsi-fungsi manajemen dalam urusan ketenagaan di antaranya mencakup
perencanaan mencakup perencanaan kebutuhan, seleksi, pengangkatan,
penempatan, pengembangan, dan pemberhentian. Bagi sekolah negri, fungsi
yang menjadi kewenangan kepala sekolah tidak sekompleks tersebut. Selama
ini peran sekolah hanya sebatas mengusulkan kebutuhan tenaga (guru dan
nonguru), memproses/mengusulkan angka kredit, mengusulkan pension atau
usul pindah.
c. Bidang Keuangan
Terutama untuk pendanaan pendidikan di sekolah merupakan salah satu
elemen MBS yang sangat penting. Merujuk pada keuangan sekolah sebagai
elemen asensial dalam pelaksanaan MBS.
d. Bidang Sarana dan Prasarana
Kasus-kasus terjadi yang menunjukkan inisiatif sekolah untuk memenuhi
sendiri sarana prasarana pendidikan. Diantara sekolah banyak yang
membangun tambahan ruang kelas baru atau memperbaiki ruang kelas yang
rusak secara mandiri (dengan bantuan orang tua peserta didik dan BP3 atau
komite sekolah). Ada juga sekolah-sekolah yang membeli buku pelajaran dan
tambahan buku perpustakaan atas inisiatif sendiri.Di sisi lain, juga ada
sebagian buku-bukuyang didropoleh pemerintah provinsi, atau pemerintah
kabupaten/kota.
e. Bidang Kesiswaan
Siswa atau peserta didik merupakan komponen yang sangat penting karena
menjadi muara dan seluruh upaya perbaikan komponen-komponen lainnya
dalam manajemen pendidikan. Perbaikan kurikulum dan penataran guru
misalnya, tujuan akhirnya adalah untuk membuat agar prestasi peserta didik
menjadi lebih baik.
f. Bidang Administrasi Ketatalaksanaan Sekolah
Bidang ini secraa teknis dilakukan oleh bagian tata usaha sekolah, namun
tidak terlepas dari kewenangan kepala sekolah.

KB 2. Bangunan MBS

Banyak guru, kepala sekolah, bahkan kalangan dinas pendidikan yang melihat kebijakan
pembaruan di bidang pendidikan secara terpotong-potong tidak menyeluruh. Mereka
mungkin tidak salah karena mereka memperoleh dari berbagai sumber, kepentingan dan
kegiatan yang berbeda. Kesan yang timbul seolah-olah banyak sekalik kebijakan baru yang
membuat pusing sekolah. Bagan bangunan MBS dimaksudkan untuk menghilangkan kesan
banyak sekali kebijakanb baru yang seolah-olah berdiri sendiri-sendiri.

1. Bangunan Segi Empat MBS dan Daerah lingkaran


a) Bangunan segi empat MBS merefleksikan proses pengelolaan pendidikan.
b) Proses pembelajaran (PBM) digambarkan dalam bangunana lingkaran dengan
garis-garis tebal karena proses ini lebih terfokus, direncanakan dengan sadar,
materi dan metode serta sumber major yang spesifik dan dengan tujuan untuk
mencapai kompetensi yang spesifik pula, sedangkan roses pendidikan di dalam
sebuah sekolah merupakan wadah interasosial yang lebih luas dan beragam
kegiatannya.
c) Sumber Daya Pendidikan (SDP) merupakan sisi penopang penting untuk
keberhasilan proses pembelajaran maupun prosees pendidikan pada umumnya
pada suatu sekolah.
d) Kurikulum berbasis kompetensi menuntut inisiatif dan kreativitas guru, bahkan
para guru baik secara sendiri atau kelompok dapat merumuskan silabus dan
kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik.
2. Atap Segitiga Akuntabilitas
Dalam bangunan MBS, terdapat atap segitiga akuntabilitas yang merujuk kepada
standar nasional, akreditasi sekolah dan evaluasi independen oleh lembaga mandiri.
Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah juga
berfungsi sebagai standar nasional karena ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Evaluasi merupakan bentuk akuntabilitas yang diberikan kepada satuan-satuan
pendidikan, termasuk program-programnya.
Menurut pasal 61 UU Nomor 20 tahun 2003, sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat
kompetensi.
Sertifikat kompetensi melalui uji kompetensi pada umumnya sangat populer untuk
sekolah kejuruan dan kursus-kursus serta pelatihan keterampilan tertentu yang bersifa
vokasional.
Berdasarkan pasal 61 UU Nomor 20 tahun 2003, p[ara pengambil kebijakan masih
mempunyai ruang untuk mengatur pelaksanaannya.
3. Lantai Prasyarat (SPM), Fondasi (Kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota) dan Lahan
(Aspirasi Masyarakat)
Pelaksanaan MBS yang berwawasan mutu (MBS) akan sulit diwujudkan bahkan
dalam kondisi tertentu tidak dapat dilaksanakan, kalau pemenuhan standar pelayanan
minimal sekolah (P-SPM-S) tidak dilaksanakan untuk mendukung sumber daya
pendidikan (SDM) yang memadai. Sesuai dengan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002,
Dewan Pendidikan berperan menampung dan menyalurkan aspirasi tersebut, dengan
fungsinya sebagai pendukung (turut mencari solusi dan pemecahan masalah),
penasehat (pemberi saran), pengawas (ikut mengontrol) dan mediator (penghubung
berbagai pihak untuk membantu pendidikan). Dalam praktik saling hubungan
antarelemen tersebut sungguhpun merupakan parameter, tetapi pelaksanaannya
elastis/fleksibel dan dinamis dan sangat ditentukan oleh loyalitas serta kesungguhan
berbagai pihak terkait terhadap pelaksanaan sistem yang berlaku.

KB 3. PERAN MASYARAKAT, DEWAN PENDIDIKAN, DAN KOMITE SEKOLAH


DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NASIONAL

Dalam proses pendidikan ada tiga lingkungan penting yang sangat berpengaruh yaitu
keluarga, sekolah dan masyarakat yang mempunyai sasaran yang sama yaitu anak.

Pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah tidak terlepas dari upaya mensinergikan
dukungan dan peran serta masyarakat baik yang terdiri dari perorangan, kelompok, tokoh
masyarakat, dunia usaha, organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan lainnya serta
orang tua peserta didik untuk bersama-sama sekolah mengusahakan tercapainya peningkatan
mutu, pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan secara demokratis dan accountable
dalam rangka tujuan pendidikan nasional.

1. Peran serta masyarakat menurut UU No. 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas


Pada Bab XIII undang-undang No. 2 tahun 1989 pasal 47, ayat (1), (2), dan (3)
tentang peran serta masyarakat disebutkan sebagai berikut :
1) Masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya
untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
2) Ciri khas satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap
diindahkan.
3) Syarat-syarat dan tata cara dalam penyelenggaraan pendidikan ditetapkan
dengan peraturan pemerintah.

Dari pasal 47 ayat 1, 2 dan penjelasan pasal ini jelas, peran serta masyarakat dalam
pendidikan pemaknaannya dibatasi hanya dalam hal penyelenggaraan pendidikan di luar yang
diselenggarakan oleh pemerintah. Artinya, peran serta tersebut terbatas dalam bentuk
penyelenggaraan sekolah swasta.
Satu-satunya wadah yang memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memberikan saran
atau pertimbangan adalah Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN), yang
peranannya dinyatakan dalam Bab XIV pasal 48 ayat 1, 2 sbb :

1) Keikutsertaan masyarakat dalam penentuan kebijaksanaan menteri berkenaan


dengan sistem pendidikan nasional diselenggarakan melalui suatu Badan
Pertimbangan Pendidikan Nasional yang beranggotakan tokoh-tokoh
masyarakat dan yang menyampaikan saran, nasehat, dapemikiran lain sebagai
bahan pertimbangan.
2) Pembentukan Badan Pertimbangan Nasional dan pengangkatan anggota-
anggotanya dilakukan oleh Presiden.

Dari hal itu, dapat diketahui bahwa peran serta masyarakat lebih difokuskan pada pendirian
(penyelenggaraan) sekolah swasta.

Konsep bahwa pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat


dan pemerintah dimaknai secara sempit karena hanya dikaitkan dengan biaya pendidikan.
Rumusan tersebut terdapat pada penjelasan pasal 25 ayat 1 butir 1/Sementara pasal 25 pada
UU No. 2 tahun 1989 ayat 1 butir 1 bunyinya sbb :

(1) Setiap peserta didik berkewajiban untuk


1. Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang
dibebaskan dari kwajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sekali lagi, tampak bahwa pengertian tanggungjawab bersama telah dikerdilkan
artinya, hanya sebatas sumbangan biaya pendidikan bagi siswa sekolah negeri, yang
bukan pada jenjang wajib belajar.
2. Peran Serta Masyarakat menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003
Untuk memperjelas jaminan hukum terhadap berbagai peran serta masyarakat dalam
sistem pendidikan nasional, memperhatikan pasal-pasal dalam UU No 20 tahun 2003
berikut ini :
a. Berkaitan dengan kelompok masyarakat dalam pendidikan, bagian kesatu, umum
b. Berkaitan dengan hak masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan bagian
kedua dari Bab XV, pendidikan berbasis masyarakat, pasal 55 ayat 1 sampai 4
c. Berkaitan dengan wadah mekanisme untuk mensinergikan peran serta masyarakat
secara keseluruhan
3. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 044/U/2002 tentang Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah.
Depdiknas melalui Kepmendiknas No. 044/U/2002 telah mencanangkan pembentukan
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di seluruh Indonesia.
4. Beberapa catatan tentang Pelaksanaan Perean Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
Beberapa catatan untuk mendukung peran lembaga-lembaga mandiri tersebut, sebagai
berikut :
a. Batasan peran Dewan pendidikan dan Komite Sekolah
Pelaksanaan kebijakan menjadi tanggungjwab birokrasi pendidikan di tingkat
pusat, provinsi dan kabupaten/kota, sebagai pasangan kerja Dewan Pendidikan
sesuai lingkupnya. Sedangkan pelaksnaan kebijakan sekolah ada di tangan satuan
pendidikan yang bersangkutan.

Keterlibatan anggota maupun pengurus baik Dewan Pendidikan maupun Komite Sekolah
dalam melaksanakan tugasnya adalah atas nama lembaga bukan pribadi. Apa yang mereka
lakukan harus dipertanggungjawabkab kepada lembaga dan kalau terdapat penyimpanan
tentu akan dituntut sesuau aturan perundangan yang berlaku :

1. Hak orang tua siswa


Masalah yang menyangkut kepentingan orang tua secara bersama/umum dapat
disalurkan melalui Komite Sekolah
2. Acuan atau Panduan Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite sekolah yang
dikeluarkan mendiknas dengan keputusan No 044/U/2002 sudah cukup memadai,
paling tidak untuk kondisi masyarakat dan sekolah yang sedang dalam perailah ke
arah kemandirian.
3. Status kelembagaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dan keanggotaannya.
Dewan pendidikan dan Komite sekolah sebagai lembaga mandiri , keanggotaannya
bersifat terbuka dan suka rela
4. Sosialisasi Dewan pendidikan dan Komite Sekolah secara terpadu dengan komponen
pembaruan lainnya.
5. Pembentukan komite sekolah agar dilakukan sebagai ”gayung bersambut” dengan
penerapan MBS sesuai pesan pasal 51 UU No. 20 tahun 2003.

Anda mungkin juga menyukai