Anda di halaman 1dari 12

PERAN MODERASI BERAGAMA DALAM UPAYA MENCEGAH PENYEBARAN

PAHAM RADIKAL DI INDONESIA

M. Arif Faturochim 2121089


UIN KH. Abduurrahman wahid Pekalongan
arifmuhammadarif2018@gail.com
Abstrak
Tulisan ini membahas menegenai pentingnya nilai moderasi beragama yang dijadikan
pondasi memah kepercayaan, sebab akhir-akhir ini banyak umat di Indonesia khusunya umat
muslim yang terpapar paham radikal sehinggga tak sedikit dari mereka yang melakukan
kekerasan dan ironinya tindakan tersebut diyakini sebagai bentuk jihad fi sabilillah. Metode
yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode kepustakaan yang artinya bertumpu pada
penggunaan dasar-dasar referensi pustaka dan sebagai bahan kajian tambahan menggunakan
peraturan perundang-undangan.

Dalam kehidupan beragama yang beragam, ketentuan hokum yang ada di NKRI telah
memebrikan jaminan kepada seluruh warga untuk bebas memilih kepercayaan untuk di
yakini menurut keyakinan masing-masing, artinya NKRI telah memberikan kemerdekaan
untuk setiap insan berkaitan dengan keyakinannya, hal ini sudah dijelaskan dalam UUD
1945. Moderasi beragama juga menyinggung bahwasanya Indonesia bukanlah negara
Agama, namun nilai-nilai agama tetap dikukuhkan dan keyakinannya dikemabalikan kepada
setiap Insan agar terwujudnya masyarakat yang toleran, damai dan tidak berpaku pada
kekerasan sesuai dengan tujuan moderasi beragama itu sendiri.

Kata Kunci: Moderasi beragama, Damai, Radikalisme

Abstract

This paper discusses the importance of the value of religious moderation which is
used as the foundation for understanding belief, because recently many people in Indonesia,
especially Muslims, have been exposed to radical ideas so that not a few of them have
committed violence and ironically this action is believed to be a form of jihad fi sabilillah.
The method used in this writing is the literary method, which means relying on the use of the
basic references of literature and as additional study material using laws and regulations.
In the life of various religions, the legal provisions in the Republic of Indonesia have
guaranteed all citizens to be free to choose beliefs to be believed according to their
respective beliefs, meaning that the Unitary State of the Republic of Indonesia has given
freedom to every human being with regard to his beliefs, this has been explained in the 1945
Constitution Religious moderation also alludes to the fact that Indonesia is not a religious
country, but religious values are still being strengthened and beliefs are returned to every
human being so that a society that is tolerant, peaceful and not based on violence is in
accordance with the aim of religious moderation it self.

Keywords: Religious Moderation, Peace, Radicalism

PENDAHULUAN

Perdamaian Indonesia dan kesejahteraan rakyatnnya merupakan salah satu cita-cita


Bangsa Indonesia maka nilai moderasi beragama dipandang penting karena di dalamnya
mengandung nilai-nilai tasamuh tawasuth, tawazun, ta’adul yang mana jika nilai-niai tersebut
dapat menyebar dan dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia, penyebaran paham radikal
pasti bisa di minimalisir bahkan bisa dicegah peeyebarannya. Maka perlu adanya pengajaran
menegenai moderat agar cita-cita perdamaian dan kesejahteraan rakyat dapat tercapai.
Kemajemukan Bangsa Indonesia yang Multikultural merupakan kekayaan sekaligus menjadi
kekuatan dalam upaya menghadapi masalah-masalah, tantangan-tangan dan segala persoalan
yang ada di masyarakat baik besar maupun kecil. Badan Intelejen Negara (BIN) pada bulan
April 2018 mempunyai data bahwa sebanyak 39% Mahasiswa yang ada di Indonesia terpapar
Radikalisme.1

Berbicara mengenai radikalisme tentu sudah tidak asing lagi bagi kita yang hidup di
era sekarang, sebanyak 37,7% orang menganggap bahwa bom bunuh diri termasuk jihad,
34,0% orang beranggapan orang murtad layak dibunuh, dan 33,3% menyatakan perbuatan
Intoleran terhadap kaum minoritas. Bisa disimpulkan bahwasanya orang-orang tersebut
adalah orang yang tidak faham mengenai bangsa atau negara Indonesia padahal mereka
berdiri dan hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mana di dalamnya terdapat
kemajemukan. Beragam Suku, Ras, Bahasa, Budaya, Keyakinan semuanya disatukan dalam
semboyan Bhineka Tunggal Ika yang bermakna meskipun berkeannekaragaman, namun pada
hakikatnya Indonesia merupakansatu kesatuan.

1
BIN April 2018
Bagi bangsa Indonesia, keragaman diterima sebagai karunia dari Yang Maha Kuasa.
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keragaman etnis,
suku, budaya, bahasa, dan agama yang tidak didapati di negara manapun. Di Indonesia
walaupun sementara ini hanya 6 (enam) agama yang diakui, namun terdapat pula ratusan
suku bahkan sub suku, bahasa daerah setempat, serta kepercayaan lokal yang menjadi
keyakinan warganya. Adapun agama yang diakui pemerintah Indonesia, yaitu : Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Khonghucu, namun keyakinan dan kepercayaan
keagamaan sebagian masyarakat Indonesia tersebut juga diutarakan dalam ratusan keyakinan
leluhur dan penghayat kepercayaan. Jumlah kelompok penghayat kepercayaan, atau agama
lokal yang ada di Indonesia bisa mencapai angka ratusan bahkan mungkin ribuan.2

Pancasila merupakan alat pemersatu bagi bangsa Indonesia, sebagai dasar Negara dan
pandangan hidup Pancasila mengandung konsep-konsep dasar terkait cita-cita bangsa
Indonesia. Sebagai pandangan hidup terkandung nilai-nilai positif dalam setiap butir
pancasila. Pancasila dan nilainya dapat dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia karena
pandangan hidupnya Berdasarkan apa yang melekat pada budaya dan pandangan hidup
masyarakat itu sendiri.3

Namun seperti permasalahan yang dibahas pada tulisan ini tak sedikit dari masyarakat
kita yang menentang Pancasila sebagai dasar atau ideologi dari negara kita sendiri, orang-
orang yang hidup di era modern yang dahulunya tidak ikut serta memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia, tidak merasakan jerih payah dan rasa sakit agar negara Indonesia
terbebas dari jajahan seakan mereka lupa akan hal tersebut dan ingin merubah butir yang ada
di Pancasila dengan kepercayaaannya tanpa adanya rasa malu dan salah. Terutama pada sila
ke satu yang mana bagi kaum radikal itu bukanlah dasar yang cocok sesuai dengan
keyakinannya yang keras dan dangkal, padahal setiap butir, nilai dan arti yang menjadi dasar
sebuah negara betul-betul di pikirkan banyak tokoh-tokoh besar yang dimintai pendapat dan
restu untuk mencetuskan dan menetapkan dasar sekaligus ideologi di NKRI.

Oleh karena itu pemahaman mengenai moderasi beragama harus dipahami secara
kontekstual bukan secara tekstual, artinya bahwa moderasi dalam beragama di Indonesia
bukan Indonesia yang dimoderatkan, tetapi cara pemahaman dalam beragama yang harus
moderat karena Indonesia memiliki banyaknya kultur, budaya dan adat-istiadat. Moderasi
2
Lukman Hakim Saifuddin, “Moderasi Beragama” Kementrian Agama Republik Indonesia, Badan Litbang dan
Diklat Kementerian Agama RI, (2019). Hal. 9
3
Agus SB, Deradikalisasi Nusantara, Perang Semesta Berbentuk Kearifan Lokal Melawan Radik alisasi dan
Terorisme, Jakarta:Daulat Press, 2016:59.
Islam ini dapat menjawab berbagai problematika dalam keagamaan dan peradaban global.
Yang tidak kalah penting bahwa muslim moderat mampu menjawab dengan lantang disertai
dengan tindakan damai dengan kelompok berbasis radikal, ekstrimis dan puritan yang
melakukan segala halnya dengan tindakan kekerasan.4

Islam dan umat Islam saat ini setidaknya nanti akan menghadapi dua tantangan yaitu;
Pertama, kecenderungan sebagian kalangan umat Islam untuk bersikap ekstrem dan ketat
dalam memahami teks-teks keagamaan dan mencoba memaksakan cara tersebut di tengah
masyarakat muslim, bahkan dalam beberapa hal menggunakan kekerasan sesperti kasus-
kasus yang telah terjadi di akhir-akhir tahun ini. Kedua, kecenderungan lain yang juga
ekstrem dengan bersikap sangat longgar dalam beragama dan tunduk pada perilaku serta
pemikiran negatif yang berasal dari budaya dan peradaban lain. Dalam upaya ini mereka
mengutip teks-teks keagamaan (Al-Qur’an dan Hadis) dan karya-karya ulama klasik (turats)
sebagai landasan dan kerangka pemikiran, tetapi dengan penmahaman yang dangkal, tekstual
dan terlepas dari konteks kesejarahan. Sehingga mereka seperti generasi yang terlambat lahir
yang hidup di tengah masyarakat modern dengan cara berfikir generasi terdahulu.5

Maka Dalam menghadapi masyarakat majemuk, senjata yang paling ampuh untuk
mengatur agar tidak terjadi radikalisme, bentrokan satu sama lain, berfikiran dangkal, adalah
melalui pendidikan Islam yang moderat dan inklusif dan di tanamkan atau diajarkan sejak
dini karena hal tersebut sangat sensitive dan berbahaya ketika telat diajarkan missal, dalam
memberikan pengertian-pengertian terhadap orang yang sudah terpapar radikal itu akan lebih
sulit ketimbang orang yang masih belum terpapar radikal, karena mereka yang sudah terpapar
paham radikal itu fikirannya sudah tertanam kebenaran sendiri, keras, tidak toleran. Berbeda
dengan mereka yang belum terpapar, karena doktrin-doktrin kekerasan belum masuk pada
akalnya maka nilai-nilai moderatpun akan lebih mudah di terima.6

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode kepustakaan atau library
resacrh yang artinya data dari penelitian ini bertumpu pada bacaan sumber literatur berupa
buku, jurnal, artikel, penggunaan dasar-dasar referensi pustaka, dan sebagai bahan kajian
tambahan menggunakan peraturan perundang-undangan menegnai peran Moderasi Beragama
dalam upaya mencegah paham Radikal di Indonesia. Data yang telah diperoleh kemudian
4
Fadl, K. A. El. (2005). Selamatkan Islam dari Muslim Purita. (H. Mustofa, Trans.). Jakarta: Serambi.
5
Hanafi, M. (2013). Moderasi Islam. Ciputat: Pusat Studi Ilmu al-Qur’an
6
Alam Masnur, Studi Implementasi Pendidikan Islam Moderat dalam Mencegah Ancaman Radikalisme di Kota
Sungai Penuh Jambi, Jurnal Islamika, 2017, hal. 18.
dikembangkan melalui penyajian data,redaksi hingga sampai pada tahap simpulan tentang
penelitian sesuai dengan topik penelitian.

PEMBAHASAN
MODERASI BERAGAMA
Secara mendasar moderasi sebenarnya sudah di ajarkan oleh Islam yang sudah
dijelaskan dalam al-Quran. Arti dan nilai moderasi juga dapat dibagi menjadi empat yaitu;

1. Twasuth (tengah-tengah)
2. Tawazun (seimbang)
3. Tasamuh (toleran)
4. Al-adl (adil).

Jalan tengah (Tawasuth), terdapat perdebatan tentang pemahaman moderasi di


tinjau dalam konteks kekinian. Kata Tawasuth bersumber dari kata al-wasth (dengan
huruf sin yang di-sukûn-kan) dan al-wasath (dengan huruf sin yang di-fathah-kan)
keduanya merupakan isim mashdâr dari kata kerja wasatha. Secara sederhana,
pengertian Wasathiyyah secara terminologis bersumber dari makna-makna yang
artinya suatu karakteristik terpuji yang menjaga seseorang dari kecendrungan bersikap
ekstrim. Dari pengertian dasar wasathiyyah dalam kamus-kamus bahasa Arab ini,
dapat di tarik kesimpulan bahwa konsep wasathiyyah secara etimologi memiliki dua
pengertian besar yaitu: pertama, lebih bersifat kongkrit antara dua sisi berseberangan.
Kedua, lebih bersifat abstrak yang berarti adil, pilihan, utama dan terbaik. Dapat
dimaknai juga sebagai titik tengah, tidak terlalu ke kanan dan tidak pula terlalu ke kiri
yang mana di dalamnya terdapat kandungan makna kemuliaan, persamaan dan
keadilan (al-adl). 7

Seimbang (Tawâzun), yaitu upaya menjaga keseimbangan antara dua sisi yang
berlawanan atau bertolak-belakang, supaya tidak sampai salah satu darinya
mendominasi dan menegaskan yang lain. Sebagai contoh dua sisi yang bertolak
belakang; spiritualisme dan materialisme, individualisme, dan sosialisme, paham yang
realistik dan yang idealis, dan lain sebagainya. Bersikap seimbang dalam
menyikapinya yaitu dengan memberi porsi yang adil dan proporsional kepada masing-
masing sisi atau pihak tanpa berlebihan, baik karena terlalu banyak maupun terlalu
sedikit.8
7
Raghib al-Ashfahani, Mufradat Alfazh Al-Quran (Beirut: Dar Al-Qalam, 1992), h. 513
8
Qardhawi, Al Khasais al-Amayaan mah li al-Islam (Beirut: al Muassasah al-Risalah, 1983), h. 127
Toleransi (Tasamuh), yaitu menghargai, membiarkan, dan membolehkan
seseorang berbeda pendapat dengan yang lain ataupun denagn diri kita sendiri. Dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi adalah sikap atau sifat menenggang berupa
menghargai, dalam hal ini memperbolehkan sesuatu hal yang saling berbeda baik dari
segi pendirian, kepercayaan, pendapat ataupun semua hal yang berbeda dari pendirian
sendiri. Istilah Tolerance (toleransi) adalah istilah modern, baik dari segi nama
maupun kandungannya.9

Menghargai disini juga bukan berarti kita membetulkan terlebih sepakat dan
membenarkan pendapat orang lain, namun dalam hal toleran tidak dibenarkan dalam
ranah keimanan dan ketuhanan. Arrtinya setiap orang tidak boleh meyakini
kepercayaan satu sama lain atau menganut tata cara ibadah dari kepercayaan masing-
masing, tata cara ibadah atau ritual harus sesui dengan cara dan tempatnya masing
masing. Moderasi memandang bahwa setiap agama benar menurut kepercayaan bagi
para penganutnya penmganutnya masing masing dan tidak dibenarkan menganggap
bahwa semua agama itu benar dan sama. Toleransi hanya boleh dilakukan bahkan
sangat dianjurkan dalam ranah sosial dan kemanusiaan untuk menjaga
kerukunan,persatuan dan perdamaian.

Adil (I’tidal) istilah I’tidal berasal dari kata bahasa arab yaitu adil yang berarti
sama, dalam kamus besar bahasa Indonesia adil berarti tidak berat sebelah , tidak
sewenang wenang. I’tidal merupakan pandangan yang menempatkan sesuatu pada
tempatnya , membagi sesui dengan porsinya, melaksankaan hak dan memenuhi
kewajiban.10 Bukan umat muslim saja, namun sebagai warga negara Indonesia kita
diminta dan diperintahkan untuk bersikap adil kepada siapapun hal tersebut juga
tertuang dalam Pancasila sila ke lima yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia” makna tersebut tak lain juga bertujuan agar masyarakat Indonesia menjadi
masyarakat yang adil sehingga kesejahteraan dan damai bisa dirasakan oleh setiap
warga.

RADIKALISME

Istilah radikalisme berasal dari bahasa Latin Radix artinya akar, pangkal, bagian
bawah, atau bisa juga berarti menyeluruh, habis-habisan dan keras untuk menuntut sebuah
perubahan. Menurut KBBI, radikalisme adalah paham suatu aliran yang menghendaki
9
W. J. S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1986).
10
Departemen Agama RI, Moderasi Islam, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, 2012), hlm. 20.
perubahan sosial dan politik dengan cara menggunakan tindakan kekerasan sebagai batu
loncatan untuk menjustifikasi keyakinan mereka yang dianggap paling benar. Menurut Yusuf
Qardhawi, radikalisme adalah sikap berebihan yang dimiliki seseorang dalam beragama,
ketidak sesuaian antara akidah dengan prilaku, antara yang seharusnya dengan realitas, antara
agama dengan politik, antara ucapan dengan tindakan, antara yang diangankan dengan yang
dialaksanakan, serta antara hukum yang di syaratkan oleh Allah dengan produk hukum
manusia itu sendiri11.

Kaum Radikal terbagi menjadi dua: Pertama, kaum radikal dalam pemikiran dan
pemahaman. Seperti adanya kelompok Wahabi yang senang mengkafirkan kaum muslimin,
karena dianggap melakukan bid’ah. Jadi kelompok yang mengkafirkan jamaah inilah yang
disebut sebagai kelompok radikal dalam pemikiran dan pemahaman. Kedua, kaum radikal
dalam prilaku. Kelompok ini adalah mereka yang melakukan perusakan fisik maupun
pembantaian terhadap nyawa orang lain karena dianggap sesat dan tidak sesuai dengan
keyakinannya atau ajarannya, tanpa mempertimbangkan syarat-syarat yang ditetapkan oleh
syari’at agar kita yang memperjuangkan Islam melawan bentuk-bentuk kezaliman seperti
faham liberalisme12.

Maka, dapat diartikan bahwa kaum radikal adalah sebuah kaum yang memiliki
pemahaman bahwa setiap orang yang tidak sesuai dengan keyakinan atau ajarannya dianggap
sesat dan mereka melakukan cara paksa atau kekerasan agar orang lain mau untuk mengikuti
ajaran atau keyakinannya.13

LATAR BELAKANG RADIKALISME DI INDONESIA

Gerakan radikalisme ini awalnya muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap


komunisme di Indonesia. Selain itu, perlawanan mereka terhadap penerapan pancasila
sebagai asas tunggal dalam politik. Bagi mereka sistem demokrasi pancasila itu dianggap
haram hukumnya dan pemerintah di dalamnya adalah kafir.14

Ada beberapa organisasi, gerakan, maupun aliran yang sifatnya radikal sesuai dengan
tujuannya yang diinginkan yaitu: pertama, yaitu gerakan yang bercita-cita mendirikan negara

11
Yusuf Qardhawi, Islam Radikal: Analisis terhadap Radikalisme dalam Berislam dan Upaya Pemecahannya,
(terj.) Hamin Murtadho, (Solo: Era Intermedia, 2014)
12
https://www.amiwidya.com/2018/01/radikalisme-dan-liberalisme-dalam-islam.html
13
Kurniawan ilham, memaknai radikalisme di indonesia, jurnal studi pendidikan Islam, vol.3 no.1( januari
2020), hal. 5.
14
Kurniawan ilham, memaknai radikalisme di indonesia, jurnal studi pendidikan Islam, vol.3 no.1( januari
2020), hal. 5.
islam HTI (Hizbuth Thahir Indonesia). HTI punya semangat untuk menyebarluaskan
ideologi untuk memberlakukan syariat hukum Islam yang bersifat universal di
Indonesia dengan melakukan dakwah dengan halaqah menjawab persoalan yang ada
di masyarakat dengan pemikiran-pemikiran Islam,sehingga masyarakat sadar bahwa Islam
mampu menjawab semua persoalan mereka, setelah itu baru menuntut dilaksanakannya
penerapan hukum Islam dengan sistem negara Islam (khilafah). 15 Kedua, gerakan yang
menginginkan perubahan di masyarakat, menggunakan kekerasan tapi tidak
merencanakan pembunuhan, yaitu FPI. Ketiga, gerakan atau kelompok jihadis,
menggunakan kekerasan dalam agenda perjuangannya akibat ketidakadilan penguasa
terhadap umat Islam, menggunakan strategi bom hingga bom bunuh diri, dan
melakukan penyerangan terhadap aparatur negara. Dalam hal ini ialah Jamaah Islamiyah,
JAD, dan ISIS.16

Di Indonesia sendiri sudah banyak terjadi aksi teroris tak lain hal tersebut adalah
bentuk dari wujud radikalisme yang tidak menerima akan negara dengan kesatuan melainkan
ingin merubahnya menjadi negara islam. Adapun kasus yang sudah terjadi diantaranya:
Pertama, tragedi bom Bali yang tak luput dari perhatian kita, Aksi teror yang
mengatasnamakan agama dengan dalih menolak arus modernitas menyebabkan
seluruh masyarakat khususnya di Indonesia kaget dengan terjadinya hal tersebut. Kedua,
tidak lama kemudian bom terjadi di Hotel J.W Warriot di Kuningan. Mereka berangkat
dari ideologi tunggal yakni Islam yang menurut mereka harus bersih dari arus modernitas.
Bagi mereka hal itu adalah sebuah jihad fi sabilillah dan dijanjikan untuk masuk
surga. Tujuan dari jihad tersebut tidak lain bersifat ideologis dengan fikiran yang
dangkal yakni ingin mendirikan negara Islam di Indonesia. Ketiga, yang belum lama
terjadi yaitu, bom bunuh diri di Polrestabes Medan yang pelakunya seorang driver ojek
online dan juga berprofesi sebagai penjual bakso, dan masih banyak lagi.

URGENSI MODERASI BERAGAMA

Pemahaman moderasi beragama sejak dini harus kita terapkan terhadap


generasi muda dengan harapan agar menghilangkan atau paling tidak dapat meminimalisir
pemahaman yang keliru serta pandangan sesat, diharapkan pula dapat menghindari paham
ekstremisme dan aksi radikalisme dan yang tidak kalah penting adalah menjaga

15
Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal, (Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 115
16
Nurul Faiqah dan Toni Pransiska, Radikalisme Islam vs Moderasi Islam, Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 17, No.
1, (Januari-Juni 2018), hal. 44.
generasi muda agar mampu menghindari sikap menggampang-gampangkan sesuatu
dalam hal beragama. Sedini mungkin kita harus menerapkan pemahaman moderasi
beragama pada generasi muda millenial agar nantinya mereka dapat
mengimplementasikannya dalam kehidupan bermasyarakat, karena itu peranan
pemerintah, tokoh agama, dan pihak yang berkompeten lainnya untuk terus berupaya
membantu dan terus mengedukasi. Menanamkan paham moderasi beragama adalah suatu
kewajiban agar generasi muda tidak mudah terpapar oleh paham radikal dan
ekstremisme.17

Bila keselamatan lahir dan batin (ketentraman, kedamaian, keutuhan diri) kini dan
kelak diyakini sebagai tujuan final manusia beragama maka praksis beragama yang kontra
dengan tujuan tersebut adalah yang dehumanistik karena ekstremistik. Karena itu, praksis
agama perlu senantiasa bertumbuh dari dan berakar dalam pengalaman sehari-hari yang
direfleksikan sampai pada tataran religiusitas, dalam arti dikaitkan dengan misteri-misteri
terdalam kehidupan. Dalam konteks pluralitas, “moderasi beragama” tampak relevan dan
signifikan untuk merengkuh tujuan final dan ideal agama tersebut karena justifikasinya pada
toleransi dan signifikansinya untuk menolak ekstremisme.18

Selain karena pengaruh indoktrinasi kerangka teologis yang mengeksklusi yang lain,
faktor lainnya yang berpotensi memicu radikalisisme di Indonesia adalah menyusupnya
wacana intoleransi ke sektor pendidikan formal melalui aktivitas kaderisasi, siraman rohani di
tempat-tempat ibadah yang dikuasai oleh kelompok radikal, penerbitan media informasi
berupa majalah, booklet, buku, serta pemanfaatan berbagai jenis situs di internet.19 Konon
penyebaran narasi-narasi atau konten-konten intoleransi dan radikalisme melalui jalur
internet termasuk yang paling efektif untuk memengaruhi kaum muda (siswa, mahasiswa)
sebab mereka merupakan kelompok yang disinyalir paling aktif menggunakan sosial media
seperti instagram, twitter, facebook, dan linkedin, line, WhatsApp, telegram, youtube, dll.20

Dari pengertian diatas dapat diartikan jika saja pemahaman nilai moderasi beragama
tidak di salurkan dan di ajarkan kepada generasi penerus bangsa sejak dini maka, mungkin

17
Darmayanti dan Maudin, Pentingnya Pemahaman dan Implementasi Moderasi Beragama dalam kehidupan
generasi milenial, jurnal-umbuton.ac.id, vol.2 no.1 november,(2021), hal.8.
18
Sapientia Humana, Urgensi “Moderasi Beragama” Untuk Mencegah Radikalisme Di Indonesia, jurnal sosial
humaniora, Vol. 02. No. 01, (Juni 2022), hal.17.
19
Munip, Abdul, “Menangkal Radikalisme Agama di Sekolah”, Jurnal Pendidikan Islam UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Volume I, No. 2 (Desember 2012), 159-181.
20
Qodir, Zuly, “Kaum Muda, Intoleransi, dan Radikalisme Agama”, Jurnal Studi Pemuda, Volume 5, No. 1 (Mei
2016), 429-445.
angka radikalisme akan meningkat dua kali lipat dari masa sekarang secara cepat akibatnya
cita-cita perdamaian dari negara indonesiapun menjadi omongan belaka.

Maka, nilai moderasi beragama harus ditanamkan sejak dini dan itu wajib bagi orang
yang paham mengenai moderasi beragama untuk mengajarkannya kepada para penerus
bangsa, karena melihat bahwasannya penyebaran atau doktrin radikalisme sudah semakin
canggih seiring berkembangnya zaman. Yang dulunya penyebaran melalui media ceramah
secara langsung dan diam-diam sekarang mulai menggunakan cara virtual secara terang-
terangan.

SIMPULAN

“Moderasi Agama” penting karena lebih efektif dalam menemukan jalan tengah untuk
memberikan solusi disetiap masalah agama yang kita hadapi bersama. Dalam konteks
pluralisme agama di Indonesia, “moderasi beragama” menjadi penting, Berdasarkan nilai-
nilai Pancasila dan hukum yang menjamin kebebasan beragam kepercayaan. Landasan
Moderasi Beragama di Indonesia didasarkan pada Pancasila dan undang-undang UUD 1945
secara eksplisit dan implisit menjamin kebebasan beragama atau Percayalah kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Dalam konteks pluralisme agama belakangan ini Rentan terhadap klaim
kebenaran yang memicu konflik dan kekerasan, moderasi agama Menjadi kebutuhan atau
bahkan keharusan, terutama dalam perjuangan hidup Masyarakat, negara dan orang-orang
penuh keindahan dan kedamaian.

Agar cita-cita tersebut dapat terwujud dan paham radikal tidak menyebar luas maka
perlu adanya penekanan secara lebih mengenai penyebaran paham mderat ini, tak hanya di
pendidikan formal saja, namun sudah seyogyanya untuk mengajarkan paham moderat di
lingkungan masyarakat sehingga hasil yang di dapat akan lebih maksimal jika hal tersebut
sudah di terapkan.

Pancasila sebagai dasar Bineka tunggal Ika sebagai semboyannya ajarkanla bawa
kedua kata tersebut mempunyai makna yang sangat dalam sehingga dapat diterima ole
masyarakat yang majemuk, bersuku-suku,berbangsa-bangsa,ragam budaya dan
kepercayaan. Kita dapat meyakinkan diri bahwa agama akan tetap dibutuhkan dan relevan
untuk segala jaman manakala ekspresinya memberi manfaat kepada manusia dan
kemanusiaan global (mencegah orang dari kejahatan, menjauhkan orang dari sikap kekanak-
kanakan dan tindakan yang patologis). Untuk itu, “moderasi beragama” menjadi kata kunci
bagi agama di masa depan dan jaminan umat manusia menuju kondisi humanum religiosum.
DAFTAR PUSTAKA

Lukman Hakim Saifuddin, “Moderasi Beragama” Kementrian Agama Republik


Indonesia, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, (2019). Hal. 9
Agus SB, Deradikalisasi Nusantara, Perang Semesta Berbentuk Kearifan Lokal
Melawan Radik alisasi dan Terorisme, Jakarta:Daulat Press, 2016:59.
Fadl, K. A. El. (2005). Selamatkan Islam dari Muslim Purita. (H. Mustofa, Trans.).
Jakarta: Serambi.

Hanafi, M. (2013). Moderasi Islam. Ciputat: Pusat Studi Ilmu al-Qur’an

Alam Masnur, Studi Implementasi Pendidikan Islam Moderat dalam Mencegah


Ancaman Radikalisme di Kota Sungai Penuh Jambi, Jurnal Islamika, 2017, hal. 18.
Raghib al-Ashfahani, Mufradat Alfazh Al-Quran (Beirut: Dar Al-Qalam, 1992), h.513
Qardhawi, Al Khasais al-Amayaan mah li al-Islam (Beirut: al Muassasah al-Risalah,
1983), h. 127
W. J. S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka,1986).
Departemen Agama RI, Moderasi Islam, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-
Quran, 2012), hlm. 20.
Yusuf Qardhawi, Islam Radikal: Analisis terhadap Radikalisme dalam Berislam dan
Upaya Pemecahannya, (terj.) Hamin Murtadho, (Solo: Era Intermedia, 2014)

Kurniawan ilham, memaknai radikalisme di indonesia, jurnal studi pendidikan Islam,


vol.3 no.1( januari 2020), hal. 5.

Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal, (Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 115
Nurul Faiqah dan Toni Pransiska, Radikalisme Islam vs Moderasi Islam, Jurnal
Ilmiah Keislaman, Vol. 17, No. 1, (Januari-Juni 2018), hal. 44.
Darmayanti dan Maudin, Pentingnya Pemahaman dan Implementasi Moderasi
Beragama dalam kehidupan generasi milenial, jurnal-umbuton.ac.id, vol.2 no.1 november,
(2021), hal.8.
Sapientia Humana, Urgensi “Moderasi Beragama” Untuk Mencegah Radikalisme Di
Indonesia, jurnal sosial humaniora, Vol. 02. No. 01, (Juni 2022), hal.17.
Munip, Abdul, “Menangkal Radikalisme Agama di Sekolah”, Jurnal Pendidikan Islam
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Volume I, No. 2 (Desember 2012), 159-181.
Qodir, Zuly, “Kaum Muda, Intoleransi, dan Radikalisme Agama”, Jurnal Studi
Pemuda, Volume 5, No. 1 (Mei 2016), 429-445.

Anda mungkin juga menyukai