Anda di halaman 1dari 135

GEOLOGI DAERAH BUALEMO DAN SEKITARNYA

KECAMATAN KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO UTARA,


PROVINSI GORONTALO

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Mengikuti

Ujian Sarjana di Program Studi Teknik Geologi,


Jurusan Ilmu dan Teknologi Kebumian
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Oleh :
Ayub Immaduddin Mooduto
NIM : 471 414 018

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
2020
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi yang berjudul :

“GEOLOGI DAERAH BUALEMO DAN SEKITARNYA,


KECAMATAN KWANDANG KABUPATEN GORONTALO UTARA,
PROVINSI GORONTALO”

Oleh :

Ayub Immaduddin Mooduto


471414018

Telah Diperiksa dan Disetujui Untuk Diuji :

Pembimbing I Pembimbing II

Ahmad Zainuri, S.Pd, M.T Ronal Hutagalung, S.T, M.T


NIP. 19730721 200112 1 001 NIP. 19821127 200812 1 003

Mengetahui Mengetahui
Ketua Jurusan Ketua Program Studi
Ilmu Dan Teknologi Kebumian Teknik Geologi

Dr. Sunarty S. Eraku, M.Pd Ronal Hutagalung, S.T, M.T


NIP. 19700903 200012 2 004 NIP. 19821127 200812 1 003

iii
ABSTRAK

Ayub Immaduddin Mooduto. 2019. Geologi Daerah Bualemo Dan Sekitarnya

Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo. Skripsi, Program Studi S1 Teknik

Geologi, Jurusan Ilmu dan Teknologi Kebumian, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Gorontalo. Daerah Penelitian Secara

Administratif Termasuk Dalam Kecamatan Bualemo, Kabupaten Gorontalo Utara,

Provinsi Gorontalo, secara geografis terletak pada koordinat 0 ° 41’ 58” LU – 0° 44’

54” LU dan 122° 55’ 25” BT – 123° 00’ 22” BT. Tujuan penelitan ini untuk

mengetahui kondisi geologi daerah penelitian yang mencakup Geomorfologi,

Stratigrafi, Struktur Geologi Dan Sejarah Geologi, Metode yang digunakan dalam

penelitian ini merupakan pemetaan geologi permukaan dan analisis laboratorium,

berdasarkan pemetaan langsung di lapangan, geomorfologi daerah penelitian terbagi

atas Empat satuan Bentuklahan yaitu Satuan Perbukitan Vulkanik, Satuan Perbukitan

Struktural, Satuan Perbukitan Denudasional dan Satuan Dataran Fluvial. Litologi

daerah penelitian terbagi atas Empat satuan dengan urutan dari tua ke muda yaitu

Satuan Andesit (Miosen Tengah), Satuan Diorite (Miosen Akhir), satuan Granit

(Pliosen Awal) dan Satuan Endapan Aluvial (Pliosen-Holosen). Struktur geologi yang

berkembang di daerah penelitian berupa Sesar Geser Mengiri Dan Kekar Gerus.

Daerah penelitian memiliki potensi sumberdaya alam berupa Mineralisasi

Hidrotermal dan tambang batu berskala kecil.

Kata kunci : Geologi, Pemetaan, Bualemo, Gorontalo

iv
v
MOTO DAN PERSEMBAHAN

“Tidak ada rasa bersalah yang dapat mengubah masa lalu dan tidak ada

kekhawatiran yang dapat merubah masa depan”

-Umar bin Khattab RA

“Tidak ada yang mudah, tapi tidak ada yang tidak mungkin”

-Napoleon Bonaparte

“Semuanya kelihatan tidak mungkin sampai segala sesuatu telah selesai”

-Nelson Mandela

Dengan menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,

Karya ini saya persembahkan kepada :

Ayahanda Mochammad Zain Mooduto dan Ibunda Shintawaty yang selalu

mencurahkan doa, serta memberikan semangat dan motivasi

Dan seluruh sahabat seperjuangan yang tak bisa disebutkan satu-persatu.

vi
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam karena atas izin rahmat dan

karunia-Nya lah saya dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Geologi Daerah

Bualemo Dan Sekitarnya Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara,

Provinsi Gorontalo” ini dalam keadaan sehat wal afiat. Shalawat serta salam tak lupa

pula saya hanturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, karena berkat beliau lah

ummat manusia di bawa dari zaman kebodohan menuju ke zaman penuh dengan ilmu

pengetahuan.

Skripsi Ini Dibuat Sebagai Salah Satu Syarat Yang Harus Dipenuhi untuk

mencapai gelar Sarjana Satu (S1) pada Program Studi Teknik Geologi, Jurusan Ilmu

Dan Teknologi Kebumian, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Negeri Gorontalo. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini penulis

menyampaikan rasa terimakasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang

senantiasa selalu mencurahkan doanya serta memberikan doa dan semangat yang tiada

henti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Kemudian Penghargaan dan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya

disampaikan oleh saya sebagai penulis kepada Bapak Ahmad Zainuri, S.Pd, M.T

selaku pembimbing I, Bapak Ronal Hutagalung S.T, M.T selaku pembimbing II, yang

vii
telah meluangkan waktunya untuk membimbing serta memberikan arahan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa

dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu Dengan segala kerendahan hati penulis

mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Dr. Eduart Wolok, S.T, M.T, selaku Rektor Universitas Negeri Gorontalo

2. Prof. Dr. Astin Lukum, M.Si, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam dan Dr. Djuna Lamondo, M.Si.. selaku Wakil Dekan I

Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo.

3. Dr. Sunarty S. Eraku, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Ilmu dan Teknologi

Kebumian Universitas Negeri Gorontalo.

4. Ronal Hutagalung, S.T, M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Geologi

Universitas Negeri Gorontalo.

5. Intan Noviantari Manyoe S.Si, M.T. selaku Penasehat Akademik (PA) yang

telah memberikan arahan selama menjalani studi di Universitas Negeri

Gorontalo.

6. Seluruh Dosen di lingkungan Program Studi Teknik Geologi yang telah

memberikan ilmu dan nasehat selama menjalani studi di Universitas Negeri

Gorontalo.

7. Staf Jurusan Ilmu dan Teknologi Kebumian Universitas Negeri Gorontalo.

8. Rekan-rekan seperjuangan Teknik Geologi 2014, teman-teman yang telah

menemani di lokasi penelitian, serta seluruh Mahasiswa Teknik Geologi

Universitas Negeri Gorontalo.

viii
9. Pihak-pihak yang telah membantu guna kelancaran penelitian dan penyusunan

skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis sadar Skripsi ini masih jauh dari kata kesempurnaan. Untuk itu saya

sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak agar supaya kedepannya

bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya, karena sebuah kesalahan adalah awal sebuah

kesuksesan. Aamiin ya Robbal alamiin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Gorontalo, Juli 2020

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .......................................................... iii

ABSTRAK ............................................................................................................ iv

ABSTRACT .......................................................................................................... v

MOTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................................ vi

KATA PENGANTAR ........................................................................................... vii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................................ 1

1.2. Maksud dan Tujuan ........................................................................................ 2

1.3. Batasan Masalah ............................................................................................ 3

1.4. Gambaran Umum Daerah Penelitian .............................................................. 4

1.4.1. Lokasi dan Pencapaian ................................................................................. 4

1.4.2. Kondisi Geografi .......................................................................................... 5

1.5. Metode Penelitian dan Hasil ............................................................................ 7

1.5.1. Tahap Persiapan ........................................................................................... 7

1.5.2. Tahap Penelitian Lapangan .......................................................................... 8

1.5.3. Tahap Analisa dan Pengolahan Data............................................................. 10

1.5.4. Tahap Penyajian Data................................................................................... 10

1.5.5. Penulisan Skripsi .......................................................................................... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 13

x
2.1. Landasan Teori ............................................................................................... 13

2.1.1. Geomorfologi Umum ................................................................................... 13

2.1.2. Batuan Beku ................................................................................................ 23

2.1.3. Struktur Geologi........................................................................................... 29

2.2. Tatanan Geologi Regional ............................................................................... 34

2.2.1. Geomorfologi Regional ................................................................................ 34

2.2.2. Stratigrafi Regional ...................................................................................... 36

2.2.3. Struktur Geologi Regional ............................................................................ 39

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN ....................................................... 43

3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian ..................................................................... 43

3.1.1. Satuan Geomorfologi ................................................................................... 44

3.1.1.1. Satuan Perbukitan Vulkanik ...................................................................... 44

3.1.1.2. Satuan Perbukitan Struktural ..................................................................... 45

3.1.1.2. Satuan Perbukitan Denudasional ............................................................... 46

3.1.1.3. Satuan Dataran Fluvial .............................................................................. 47

3.1.2. Sungai .......................................................................................................... 48

3.1.2.1. Pola Aliran Sungai .................................................................................... 48

3.1.2.2. Tipe Genetik Sungai .................................................................................. 51

3.1.2.3. Stadia Sungai ............................................................................................ 51

3.2. Stratigrafi Daerah Penelitian ........................................................................... 53

3.2.1. Satuan Andesit ............................................................................................. 53

3.2.2. Satuan Diorit ................................................................................................ 57

3.2.3. Satuan Granit ............................................................................................... 61

3.2.4. Satuan Endapan Aluvial ............................................................................... 65

3.3. Struktur Geologi Daerah Penelitian ................................................................. 68

xi
3.3.1. Kekar ........................................................................................................... 68

3.3.2. Sesar ............................................................................................................ 70

3.3.3. Mekanisme Pembentukan Struktur Geologi Daerah Penelitian ..................... 71

3.4. Potensi Geologi ............................................................................................... 72

3.4.1. Potensi Sumber Daya Alam dan Mineral ...................................................... 72

BAB IV SEJARAH GEOLOGI ............................................................................. 75

BAB V PENUTUP ................................................................................................ 79

5.1. Kesimpulan ..................................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis Petrologi

Lampiran 2 Analisis Petrografi

Lampiran 3 Analisis Struktur Geologi

Lampiran 4 Peta Lintasan

Lampiran 5 Peta Geomorfologi

Lampiran 6 Peta Geologi

Lampiran 7 Peta Pola Struktur

xii
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1.1. Peta lokasi penelitian ..................................................................... 4

GAMBAR 1.2. Peta pencapaian lokasi penelitian .................................................. 5

GAMBAR 1.3. diagram alir ................................................................................... 12

GAMBAR 2.1. Pola aliran dasar dan ubahan (Howard, 1967) ................................ 19

GAMBAR 2.2. Stadia daerah menurut Lobeck (1939) ........................................... 22

GAMBAR 2.3. Seri reaksi Bowen (Busch, 2014)................................................... 24

GAMBAR 2.4. Bentuk tubuh intrusif dan ekstrusif (Noor, 2012) ........................... 25

GAMBAR 2.5. Klasifikasi batuan beku IUGS (Le Bas dan Streckeisen, 1991) ..... 26

GAMBAR 2.6. Penampang fasies dasar batuan gunungapi yang berkaitan dengan
pusat gunung api (Williams dan MacBirney,1979 dalam Bronto 2006) .................. 28

GAMBAR 2.7. Model fasies gunungapi (Vessel dan Davies, 1981 dalam Hartono,
2010) ..................................................................................................................... 29

GAMBAR 2.8. Hubungan sesar dan stress yang bekerja (Anderson. 1951) ............ 30

GAMBAR 2.9. Hubungan struktur lipatan,sesar dan kekar (Moody and Hill,1956) 31

GAMBAR 2.10. klasifikasi penamaan sesar (rickard, 1972)................................... 32

GAMBAR 2.11. Peta Fisiografi Regional Gorontalo (Bemmelen, 1949) ................ 36

GAMBAR 2.12. Peta Geologi Regional daerah penelitian (dimodifikasi dari peta
Geologi Regional lembar Tilamuta & lembar Kotamobagu skala 1:250.000 oleh
Apandi & Bachri, 1997) ......................................................................................... 39

GAMBAR 2.13. Tiga lempeng besar yang membentuk Pulau Sulawesi (Hall and
Wilson. M.E.J,2000) .............................................................................................. 41

GAMBAR 2.14. Peta Tektonik Pulau Sulawesi (Hall and Wilson, 2000 dalam
Amstrong,2012) ..................................................................................................... 42

GAMBAR 3.1. Satuan Perbukitan vulkanik ........................................................... 45

GAMBAR 3.2. Satuan Perbukitan Struktural ......................................................... 46

GAMBAR 3.2. Satuan Perbukitan Denudasional ................................................... 47

xiii
GAMBAR 3.3. Satuan Dataran Fluvial .................................................................. 48

GAMBAR 3.5. Peta pola aliran sungai................................................................... 50

GAMBAR 3.6. Sungai stadia muda ....................................................................... 51

GAMBAR 3.7. Sungai stadia dewasa ..................................................................... 52

GAMBAR 3.8. Singkapan satuan andesit ............................................................... 54

GAMBAR 3.9. Kenampakan fisik satuan andesit ................................................... 55

GAMBAR 3.10. Photomicrograph sayatan tipis sampel batuan andesite ................ 56

GAMBAR 3.11. (A) Singkapan satuan diorit, (B) tampak dekat singkapan ............ 58

GAMBAR 3.12. Kenampakan fisik satuan diorite .................................................. 59

GAMBAR 3.13. Photomicrograph sayatan tipis sampel batuan diorite ................... 60

GAMBAR 3.14. (A) Singkapan satuan granit, (B) tampak dekat singkapan ........... 62

GAMBAR 3.15. Kenampakan fisik satuan granit ................................................... 63

GAMBAR 3.16. Photomicrograph sayatan tipis sampel batuan granit .................... 64

GAMBAR 3.17. (A) Satuan endapan aluvial,(B) tampak dekat material lepas........ 66

GAMBAR 3.18. Kenampakan kekar di lapangan ................................................... 69

GAMBAR 3.19. kenampakan kekar gerus (shear joint) pada stasiun AM.3 ............ 69
GAMBAR 3.20. (A) Pengolahan diagram Rosette, (B) pengolahan Stereonet ...... 70
GAMBAR 3.21. Kenampakan bidang sesar di daerah penelitian ............................ 70
GAMBAR 3.22. Hasil analisa sesar ...................................................................... 71
GAMBAR 3.23. Potensi mineralisasi daerah penelitian ......................................... 73

GAMBAR 3.24. Hulu sungai dominan berukuran Kerikil sampai bongkah .......... 74
GAMBAR 4.1. Terbentuknya satuan andesit ......................................................... 75
GAMBAR 4.2. proses struktur geologi pada satuan andesit ................................... 76
GAMBAR 4.3. Terbentuknya satuan Diorit ........................................................... 77
GAMBAR 4.4. Terbentuknya satuan Granit ........................................................... 77
GAMBAR 4.5. Terbentuknya satuan endapan aluvial ............................................ 78

xiv
DAFTAR TABEL

TABEL 2.1. Klasifikasi lereng (zuidam, 1983) ...................................................... 15

TABEL 2.2. Simbol warna berdasarkan kelas genetik, (Zuidam, 1985) .................. 17

TABEL 2.3. Klasifikasi batuan beku (Travis, 1955) .............................................. 27

TABEL 3.1. Karakteristik geomorfologi daerah penelitian ..................................... 43

TABEL 3.2. Kolom stratigrafi daerah penelitian ............................................. …...67

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ilmu geologi merupakan ilmu yang memiliki peranan dan perkembangan

cukup pesat didalam dunia pendidikan. Penguasaan ilmu geologi didukung oleh

beberapa disiplin ilmu lain yang berhubungan dengan ilmu kebumian, seperti,

geomorfologi, stratigrafi, geologi struktur, penginderaan jauh, petrologi,

paleontologi, geofisika dan masih banyak lagi ilmu pendukung lainnya.

Peran ahli geologi saat ini sangatlah dibutuhkan dalam memberikan sumbangan

pemikiran, baik dalam bentuk data dan informasi kebumian maupun aplikatif di

lapangan, serta memberikan alternatif solusi pemecahan masalah terkait kurangnya

informasi berupa data-data geologi yang dibutuhkan untuk dijadikan dasar dalam

melakukan penelitian-penelitian yang berkelanjutan. Salah satu cara untuk

memenuhi ketersediaan informasi seperti data-data geologi adalah dengan

melakukan pemetaan geologi.

Dalam Harsolumakso (2017), pemetaan geologi pada dasarnya adalah

menggambarkan data pada peta dasar topografi, yang menghasilkan cerminan

kondisi geologi pada skala yang diinginkan. Peta geologi harus dapat menjelaskan

kondisi geologi suatu wilayah, umumnya dilengkapi dengan keterangan dan

penjelasan tentang satuan batuan pada peta, dan penampang bawah permukaan.

Kegiatan pemetaan geologi ini sangatlah diperlukan untuk daerah yang masih

1
2

tergolong daerah berkembang seperti Provinsi Gorontalo yang masih minim

akan data-data Geologi detail.

Saat ini Provinsi Gorontalo hanyalah memiliki informasi Geologi berupa Peta

Geologi Regional dengan Skala 1:250.000 yang hanya dikategorikan sebagai peta

tinjau. Oleh karena itu diperlukannya pemetaan geologi semi-detail hingga detail

guna untuk menggali informasi geologi yang lebih detail seperti melakukan

pemetaan geologi semi-detail yang menghasilkan peta geologi dengan skala

1:25.000. Untuk mengatasi masalah ini maka dilakukannya kegiatan pemetaan

geologi ini di Provinsi Gorontalo khususnya di daerah penelitian.

Daerah penelitian berada di Desa Bualemo dan Sekitarnya Kecamatan

Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Daerah ini memiliki

tatanan Geologi yang menarik untuk diteliti karena tersusun oleh batuan yang

berumur Tersier sampai Kuarter yakni, batuan vulkanik, batuan terobosan, serta

pola struktur berupa sesar yang melengkapi proses geologi daerah tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka saya selaku penulis melakukan penelitian

lebih lanjut mengenai “Geologi Daerah Bualemo dan Sekitarnya Kecamatan

Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo”

1.2.Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah Untuk memenuhi syarat kelulusan

Kelulusan Pendidikan strata satu (S-1) Pada Program Studi Teknik Geologi,

Jurusan Ilmu dan Teknologi Kebumian, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Gorontalo


3

Tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah untuk mengetahui kondisi

Geologi daerah penelitian yakni meliputi Geomorfologi, Stratigrafi, Struktur

Geologi dan Sejarah Geologi.. Hasil akhir dari penelitian ini yakni meliputi peta

lintasan, peta geomorfologi, peta struktur geologi dan peta geologi dengan

skala 1:25.000.

1.3. Batasan Masalah

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka dapat disusun batasan masalah yang

dikaji pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pembagian satuan geomorfologi berdasarkan bentuk lahan di daerah

penelitian yang sesuai dengan klasifikasi Van Zuidam 1983.

2. Pembagian ciri litologi, umur dan hubungan tiap satuan batuan, lingkungan

pengendapan sehingga dapat dibuat urut-urutan stratigrafi daerah penelitian

sesuai dengan kaidah sandi stratigrafi Indonesia (SSI) 1996.

3. Struktur geologi analisa sesar dan kekar yang berkembang di lokasi

penelitian untuk diketahui secara penamaan berdasarkan klasifikasi

Anderson (1951) dan Rickard (1972)

4. Pembuatan rekonstruksi Sejarah geologi dengan menghubungan kejadian

antara geomorfologi, stratigrafi dan struktur geologi berdasarkan data

lapangan di lokasi penelitian dan literatur seperti geologi regional daerah

penelitian dan penelitian terdahulu.


4

1.4. Gambaran Umum Daerah Penelitian

1.4.1. Lokasi dan Pencapaian

Lokasi penelitian mencakup 2 Kabupaten yakni Kabupaten Gorontalo Utara

dan Kabupaten Gorontalo. Lokasi penelitian terdiri dari 3 kecamatan dan 4 desa

diantaranya desa bualemo yang terletak di kecamatan kwandang kabupaten

Gorontalo Utara dan tiga desa lainnya yakni, desa Daenaa yang terletak di

kecamatan Limboto Barat, desa Tilihuwa dan Polohungo yang terletak di

kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo. Posisi geografis lokasi penelitian

terletak pada 00° 41’ 58” LU – 00° 44’ 54” LU dan 122° 55’ 25” BT – 123° 00’ 22”

BT dengan luas ±40 km2.Untuk menuju lokasi penelitian dapat ditempuh dengan

menggunakan transportasi darat dengan jarak ± 68 Km dari Pusat Kota Gorontalo

tepatnya di Universitas Negeri Gorontalo.

Gambar 1.1 Peta Lokasi Penelitian (Dimodifikasi dari Google Map dan Peta RBI

Bakosurtanal, 1991)
5

Gambar 1.2. Peta Pencapaian lokasi penelitian (Google Map, 2020)

1.4.2. Kondisi Geografi

Provinsi Gorontalo merupakan daerah atau provinsi pemekaran dari

Sulawesi Utara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun

2000 tentang Pembentukan Provinsi Gorontalo. Wilayah Gorontalo terletak di

antara N 0°19’ – N 1°15’ dan E 121°23’ – E 123°43’. Dari posisi tersebut wilayah

ini berbatasan langsung dengan dua Provinsi, yaitu Provinsi Sulawesi Tengah di

sebelah barat dan Provinsi Sulawesi Utara di sebelah timur. Sedangkan di sebelah

utara berhadapan langsung dengan Laut Sulawesi dan di sebelah selatan dibatasi

oleh Teluk Tomini. Provinsi Gorontalo memliki 5 kabupaten dan 1 kota,

diantaranya adalah Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten

Pohuwato, Kabupaten Boalemo, dan Kabupaten Gorontalo Utara. (Kementrian

Kehutanan. 2013).
6

- Administrasi

Secara administrasi Lokasi penelitian berada di 2 kabupaten yakni

Kabupaten Gorontalo Utara dan Kabupaten Gorontalo, dan mencakup 3 kecamatan

dan 4 desa yakni Kecamatan Kwandang yang terdiri dari desa Bualemo dan

kecamatan Limboto Barat yang terdiri dari desa Daena’a, dan Kecamatan Limboto

yang terdiri dari desa Tilihuwa dan Polohungo.

Berdasarkan letak geografisnya, Kabupaten Gorontalo Utara memiliki batas-

batas: Utara – Laut Sulawesi; Selatan – Kabupaten Gorontalo, Kabupaten

Pohuwato, Kabupaten Bone Bolango dan Kabupaten Boalemo; Barat – Provinsi

Sulawesi Tengah; Timur – Provinsi Sulawesi Utara.

Sedangkan kabupaten Gorontalo memiliki batas-batas: Utara – Kabupaten

Gorontalo Utara; Selatan – Teluk Tomini; Barat – Kabupaten Boalemo; Timur –

Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo.

- Topografi

Kabupaten Gorontalo merupakan dataran tinggi dengan ketinggian ratarata 50

meter diatas permukaan laut, kabupaten Gorontalo terletak antara 00° 24’ - 10° 02’

Lintang Utara (LU) dan 121°5 9’ - 123° 32’ Bujur Timur (BT). Luas wilayah

daratan Kabupaten Gorontalo, adalah seluas 2.125,47 km2 (Badan Pusat Statistik

Provinsi Gorontalo, 2017).

Sedangkan Gorontalo Utara merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-

rata + 15,2 meter diatas permukaan laut (diambil dari ketinggian kantor camat

PODES 2014), terletak pada 10° 7’ 55” Lintang Utara dan 00° 41’ 23” Lintang
7

Selatan , serta 121° 58’ 59” − 123 ° 16’29” Bujur Timur. Luas wilayah Gorontalo

Utara adalah 1.777,022 km2.

1.5. Metode Penelitian dan Hasil

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu terdiri dari lima tahapan

yakni Tahap Persiapan, Tahap Penelitian Lapangan, Tahap Analisa dan Pengolahan

Data, Tahap Penyajian Data, dan Tahapa Penulisan Skripsi sehhingga

menghasilkan sebuah hasil atau luaran yang diharapkan.

Adapun uraian setiap tahapan yang dilakukan yaitu :

1.5.1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan tahapan awal yang harus dilakukan sebelum

dilakukannya penelitian lapangan. Tahapan ini sangatlah penting karena tahapan

inilah yang membuat perencanaan awal agar nantinya pada saat penelitian lapangan

segala proses di dalamnya terencana dengan baik. Adapun tahap persiapan ini

terdiri atas beberapa sub tahapan kegiatan, yaitu :

- Studi Pendahuluan

Tahap Studi Pendahuluan merupakan studi literatur yang membuat analisa

awal mengenai peta geologi regional lembar limboto & kotamobagu, interpretasi

peta topografi, interpretasi citra satelit, sehingga menghasilkan peta yang bisa

dijadikan perkiraan awal dalam melakukan survey lapangan seperti peta Geologi

tentatif, peta geomorfologi tentatif, dan peta pola aliran sungai yang bisa membuat

perencanaan awal terkait lintasan dan titik yang akan di tuju dalam melakukan

pengambilan data.
8

- Administrasi

Pada tahap ini berbagai admistrasi yang harus dilengkapi sebelum melakukan

penelitian seperti pembuatan proposal dan beberapa persyaratan lainnya dalam

tugas akhir.

- Persiapan Alat dan Bahan

Tahap persiapan perlengkapan ini meliputi persiapan kelengkapan alat-alat

yang akan digunakan dalam penelitian di lapangan. Alat-alat tersebut diantaranya

adalah : Peta dasar topografi, Kompas geologi, Palu geologi, GPS (Global

Positioning System), Kantong sampel, Lensa pembesar (Loupe), Buku catatan

lapangan , Alat Tulis Geologi, HCl, Clipboard, Komparator, Rol meter, dan

Kamera.

1.5.2. Tahap Penelitian Lapangan

Tahap ini bisa juga disebut sebagai tahap pemetaan geologi.Pada tahap ini

yang akan dilakukan adalah pengamatan dan pengumpulan data-data geomorfologi,

deskripsi singkapan, deskripsi litologi, pengukuran struktur geologi, pengamatan

stratigrafi.

- Observasi geomorfologi

Pengamatan ini dilakukan guna untuk membedakan bentuk lahan dan

menentukan bentuk lahan apa saja yang terdapat di daerah penelitian . Data-data

tersebut berfungsi dalam menyempurnakan peta geomorfologi tentatif yang sudah

dibuat dalam tahap persiapan.


9

- Observasi singkapan dan sampel batuan

Deskripsi singkapan dilakukan untuk mengambil data-data seperti; dimana

lokasi singkapan berada, dimensi dan arah singkapannya, tingkat pelapukan dan

sketsa. Beserta pengambilan sampel batuan untuk melakukan pengamatan hand

specimen guna untuk menentukan mineral dalam melakukan penamaan batuan.

- Struktur geologi

Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan data-data struktur geologi

(struktur bidang dan struktur garis) yang diamati pada singkapan dan/atau batuan

itu sendiri.Objek-objek yang diukur adalah kedudukan batuan, kontak batuan,

bidang sesar, slickendside, kekar (shear fracture, gash fracture) dan lineasi mineral.

- Pengamatan stratigrafi

Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan data-data seperti; interpretasi

awal hubungan stratigrafi antar batuan, serta ada tidaknya sisipan dan perselingan

batuan. Data tersebut nantinya dapat membantu kita dalam menentukan satuan

batuan dan kedudukan stratigrafinya.

- Pembuatan lintasan titik Pengamatan

Kegiatan ini dilakukan untuk mendandai titik-titik mana saja yang telah

diambilkan data sehingga dapat memudahkan dalam membuat batas satuan

penyebaran batuan.

Dari hasil pengamatan yang telah di lakukan diatas seperti pengamatan

geomorfologi, observasi singkapan dan litologi, struktur geologi dan pengamatan

stratigrafi dan didapat sebuah kumpulan data-data lapangan yang bersifat data

mentah dan siap diolah pada tahapan selanjutnya.


10

1.5.3. Tahap Analisa dan Pengolahan Data

Pada tahapan ini dilakukan analisia dan pengolahan data mentah yang telah

diambil dari lapangan. Tahapan ini mencakup dua analisa yakni analisa studio dan

analisa laboratorium khususnya analisa petrografi. Analisa data yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

- Analisa Petrografi

Analisa ini dilakukan untuk mengetahui komposisi mineral dan jenis batuan

dari pengamatan sayatan tipis sampel batuan yang diperoleh dari lapangan. Hasil

dari analisa ini adalah penamaan batuan yang bisa menjadikan dasar untuk

menentukan satuan batuan nantinya.

- Analisa Studio

Pada tahapan ini mengolah hasil data yang telah diambil dari lapangan untuk

diolah menjadi peta, seperti peta lintasan, peta geomorfologi, peta pola aliran

sungai, peta struktur geologi dan peta geologi. Pada tahap analisa ini mendapatkan

hasil seperti penentuan Bentuk lahan, analisa dari data struktur geologi dan

penentuan urutan batuan atau strata dari batuan yang ada di lokasi penelitian,

sehingga data-data yang telah diolah tersebut akan diolah lagi dan disajikan dalam

bentuk peta dan itu dilakukan pada tahap berikutnya.

1.5.4. Tahap Penyajian Data

Pada tahap ini dilakukan penyajian data berupa Peta dengan Skala 1:25.000,

seperti Peta Lintasan, Peta Geomorfologi, Peta pola aliran sungai, Peta struktur

geologi, Peta Geologi dan Kolom stratigrafi yang memuat informasi serta

penjelasan mengenai tatanan geologi daerah penelitian. Sehingga berdasarkan peta


11

yang telah disajikan tersebut penulis dapat menyimpulkan sejarah geologi mulai

dari awal hingga saat ini yang terjadi pada lokasi penelitian.

1.5.5. Tahap Penulisan Skripsi

Tahap ini merupakan tahap akhir dari rangkaian Tugas Akhir berupa

pelaporan ilmiah hasil akhir dari seluruh tahapan penelitian yang telah di lakukan

sebelumnya, dan tersaji dalam bentuk skripsi yang berjudul “Geologi Daerah

Bualemo dan Sekitarnya Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara

Provinsi Gorontalo” dan diujiankan dalam ujian sidang sarjana.


12

Gambar 1.3. Diagram Alir Penelitian


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1 Geomorfologi Umum

Geomorfologi berasal dari bahasa Yunani yang lebih kurang dapat diartikan

“perubahan-perubahan pada bentuk muka bumi”. Geomorfologi merupakan ilmu

yang mempelajari dan mendeskripsikan tentang bentuk lahan dan proses-proses

yang mempengaruhinya di permukaan bumi, serta mengetahui hubungan antara

bentuk lahan tersebut dengan proses pembentukan morfologi tersebut (Zuidam,

1983). Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Verstappen (1983), yaitu

ilmu yang mempelajari tentang bentuk permukaan bumi yang di dalamnya tercakup

proses pembentukan, genesa, dan kaitannya dengan lingkungan. Geomorfologi

suatu daerah dipengaruhi oleh proses endogen maupun proses eksogen.

Dalam geomorfologi sasaran yang dipelajari pada dasarnya dibagi menjadi

3 unsur yaitu:

a. Relief : besar kecilnya perbedaan tinggi rendahnya suatu tempat yang relatif

berdekatan pada suatu daerah.

b. Drainase (penyaluran): yang meliputi semua bentuk, kerapatan, pola-pola

serta hubungan dari penyaluran air yang menoreh permukaan bumi.

13
14

c. Culture: semua kenampakan permukaan bumi yang merupakan hasil

budaya manusia seperti gedung-gedung, persawahan, pedesaan, serta

bangunan bangunan lain.

Konsep geomorfologi yang dijabarkan oleh Van Zuidam (1983), terdapat

aspek-aspek penting dalam geomorfologi adalah morfologi yang meliputi

morfometri dan morfografi, morfogenesa yang meliputi morfostruktur dan

morfodinamik, serta morfokronologi dan juga morfoaransemen.

Morfologi merupakan kenampakan roman muka bumi yang ditunjukkan dengan

pola kontur tertentu pada suatu daerah. Aspek morfologi ini dibagi menjadi 2,

yaitu:

a. Morfometri yang merupakan aspek kuantitatif yang didasarkan pada beda

tinggi suatu daerah dengan daerah lainnya serta tingkat kemiringan lereng

daerah tersebut (Tabel 2.1), hubungannya dengan proses geologi yang

mempengaruhinya baik proses endogen maupun eksogen, serta perbedaan

litologi dan tingkat resistensi batuan penulis daerah tersebut.

b. Morfografi; yakni aspek-aspek yang bersifat pendeskripsian bentuk suatu

daerah, seperti lembah, sungai, perbukitan dan bukit.


15

Tabel 2.1. Klasifikasi lereng (Zuidam, 1985)

Kemiringan Kemiringan
No. Relief
lereng (%) lereng (°)

1 Datar atau hampi datar, tidak ada erosi yang besar, dapat 0–2 0–2
diolah dengan mudah dalam kondisi kering.

La Lahan memiliki kemiringan lereng landai, bila terjadi


2 longsor bergerak dengan kecepatan rendah, pengikisan 2–7 2–4

dan erosi akan meninggalkan bekas yang sangat dalam.

La Lahan memiliki kemiringan lereng landai sampai curam,


3 bila terjadi longsor bergerak dengan kecepatan rendah, 7 -15 4–8

sangat rawan terhadap erosi.

4La Lahan memiliki kemiringan lereng yang curam, rawan 15 – 30 8 – 16


terhadap bahaya longsor, erosi permukaan dan erosi alur.

La Lahan memiliki kemiringan lereng yang curam sampai

5 terjal, sering terjadi erosi dan gerakan tanah dengan 30 – 70 16 – 35


kecepatan yang perlahan - lahan. Daerah rawan erosi dan
longsor

6La Lahan memiliki kemiringan lereng yang terjal, sering 70 – 140 35 – 55


ditemukan singkapan batuan, rawan terhadap erosi.
La Lahan memiliki kemiringan lereng yang terjal, singkapan
7 batuan muncul di permukaan, rawan tergadap longsor > 140 > 55

batuan.

1. Morfogenesis adalah geomorfologi berdasarkan asal, proses pembentukan, dan

yang bekerja membentuk morfologi suatu daerah, serta hasil perkembangan lahan

daerah tersebut. Morfogenesis dibagi menjadi 3, yaitu:

c. Morfostruktur pasif seperti litologi. Litologi merupakan suatu obyek yang

erat hubungannya dengan proses pembentukan geomorfologi. Perbedaan


16

jenis batuan, struktur, dan resistensi batuan akan membentuk geomorfologi

yang berbeda.

d. Morfostruktur aktif yaitu proses dinamika endogen pembentuk morfologi

seperti vulkanisme maupun tektonik.

e. Morfodinamika yaitu dinamika tenaga eksogen seperti pelapukan dan erosi

oleh berbagai media seperti air, angin, atau es.

a. Proses eksogen

Proses eksogen adalah proses yang dipengaruhi oleh faktor–faktor dari luar

bumi, seperti iklim dan biologi. Proses yang dipengaruhi oleh iklim dikenal

sebagai proses fisika dan proses kimia, sedangkan proses yang dipengaruhi oleh

biologi biasanya terjadi akibat dari lebatnya vegetasi, seperti hutan atau semak

belukar dan kegiatan binatang. Tahap perubahan permukaan bumi yang

disebabkan oleh proses eksogen diawali dengan permukaan bumi yang

dipengaruhi oleh iklim, seperti hujan, perubahan temperatur dan angin,

sehingga merubah mineral–mineral penyusun batuan secara fisika atau kimia,

sehingga batuan menjadi lapuk dan selanjutnya menjadi tanah.

b. Proses endogen

Proses endogen adalah proses yang dipengaruhi oleh tenaga dari dalam

bumi, sehingga merubah bentuk permukaan bumi. Proses dari dalam kerak

bumi tersebut antara lain kegiatan tektonik yang menghasilkan patahan (sesar),

pengangkatan (lipatan) dan kekar. Selain kegiatan tektonik, proses kegiatan


17

magma dan gunungapi (vulkanik) sangat berperan merubah bentuk permukaan

bumi, sehingga membentuk perbukitan intrusi dan gunungapi.

Menurut Verstappen (1983) dan Van Zuidam (1985) bahwa proses endogen

dan eksogen masa lalu dan sekarang merupakan faktor–faktor perkembangan

yang paling menonjol dari suatu bentanglahan, sehingga harus digambarkan

dengan jelas dan digunakan simbol warna. Warna–warna tertentu yang

direkomendasikan untuk dijadikan simbol satuan geomorfologi berdasarkan

aspek genetik adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2 Simbol warna berdasarkan kelas genetik, (Zuidam, 1985)

KELAS GENETIK SIMBOL WARNA


Bentuklahan asal struktural Ungu/Violet
Bentuklahan asal gunungapi Merah
Bentuklahan asal denudasional Coklat
Bentuklahan asal laut (marine) Hijau
Bentuklahan asal sungai (fluvial) Biru tua
Bentuklahan asal glacial (es) Biru muda
Bentuklahan asal Aeolian (angin) Kuning
Bentuklahan asal karst (gamping) Jingga

2. Morfokronologi yaitu mengetahui tingkat kedewasaan suatu bentang alam yang

saling berhubungan.

3. Morfoaransemen yaitu susunan dan hubungan berbagai bentuk lahan dan proses

pembentuknya.
18

Pola pengaliran didefinisikan sebagai suatu kumpulan dari alur-alur sungai

pada suatu daerah tanpa mempedulikan apakah alur-alur tersebut merupakan alur

yang permanen (permanent stream) (Howard, 1967).

Dalam klasifikasinya Howard (1967) membagi pola pengaliran seperti

berikut :

1. Dendritik, berbentuk serupa cabang - cabang pohon (pohon oak) dan

cabang-cabang sungai (anak sungai) berhubungan dengan sungai induk

membentuk sudut – sudut yang runcing. Biasanya terbentuk pada batuan

yang homogen dengan sedikit atau tanpa pengendalian struktur. Contoh

pada batuan beku atau lapisan horisontal.

2. Paralel, pola aliran yang mempunyai arah relatif sejajar, mengalir pada

daerah dengan kemiringan lereng sedang sampai curam, dapat pula pada

daerah morfologi yang paralel dan memanjang. Pola ini mempunyai

kecenderungan berkembang kearah dendritik atau trellis. Contoh pada

lereng gunungapi atau sayap antiklin.

3. Trellis, menyerupai bentuk tangga dan sungai – sungai sekunder (cabang

sungai) membentuk sudut siku – siku dengan sungai utama, mencirikan

daerah pegunungan lipatan (antiklin, sinklin) dan kekar atau sesar

4. Rectangular, pola aliran yang dibentuk oleh percabangan sungai – sungai

yang membentuk sudut siku – siku, lebih banyak dikontrol oleh faktor

kekar– kekar yang saling berpotongan dan juga sesar.


19

5. Radial, pola ini dicirikan oleh suatu jaringan yang memancar keluar dari

satu titik pusat, biasanya mencirikan daerah gunungapi atau kubah.

6. Annular, bentuknya melingkar mengikuti batuan lunak suatu kubah yang

tererosi puncaknya atau struktur basin dan mungkin intrusi stock, bertipe

subsekuen, cabangnya dapat obsekuen atau resekuen.

7. Multibasinal, pola yang terbentuk oleh banyaknya cekungan – cekungan

atau danau – danau kecil, biasanya terbentuk pada daerah rawa atau karst

topografi.

8. Contorted, merupakan pola yang terbentuk tidak beraturan, kadang-kadang

terlihat ada pola trellis. Biasanya berkembang di daerah metamorf yang

bertekstur kasar, batuan beku atau pada batuan berlapis yang memiliki

resistensi yang sama.

Gambar 2. 1 Pola aliran dasar (A) dan ubahan (B dan C) (Howard, 1967)
20

Stadia daerah merupakan gambaran dari kondisi suatu daerah, bagaimana

daerah itu telah mengalami perubahan morfologi dari morfologi aslinya. Tingkat

kedewasaan suatu daerah dapat ditentukan dengan melihat keadaan bentang alam

dan stadia sungai yang terdapat di daerah tersebut. Pembentukan morfologi suatu

daerah biasanya dikontrol oleh beberapa faktor seperti struktur geologi, litologi, dan

proses geomorfologi, baik berupa proses endogen maupun eksogen.

Proses yang paling dominan mempengaruhi stadia suatu daerah adalah

proses eksogen. Pada awalnya memang proses pengangkatan setelah sedimentasi

selesai. Seiring proses pengangkatan tersebut, proses erosi juga terus bekerja secara

bersamaan. Proses erosi bekerja pada saat dan setelah terjadinya pengangkatan

suatu daerah dan secara terus-menerus akan sampai pada proses pendataran.

Lobeck (1939), mengelompokkan stadia daerah menjadi empat, yaitu :

a. Stadia muda

Stadia ini dicirikan oleh gradien sungai yang besar, arus sungai masih deras,

lembah sungai atau chanel berbentuk “V”, erosi vertikal lebih besar dari pada erosi

lateral sehingga sungai masih mengalami proses pendalaman, masih sering di temui

air terjun akibat adanya sesar, kadang-kadang terdapat danau, keadaan permukaan

yang masih rata, pada umumnya sedikit sekali perajangan sungai serta susunan

stratigrafinya relatif teratur serta lembahnya sempit dan dangkal. Sungai-sungai

masih relatif lurus.


21

b. Stadia dewasa

Stadia dewasa dicirikan oleh gradien sungai yang sedang, aliran sungai sudah

mulai agak berkelok-kelok atau sungai memiliki meander meander, sudah tidak

dijumpai air terjun maupun danau, erosi vertikal berimbang dengan erosi lateral,

lembahnya sudah mulai berbentuk “U”, lembah yang besar dan dalam, reliefnya

relatif curam, stratigrafinya sudah agak kacau serta proses erosi yang dominan.

Divede sungia mulai terbentuk dan membentuk relief yang kuat.

c. Stadia tua

Stadia ini dicirikan oleh erosi lateral lebih kuat daripada vertikal, lembah

bebentuk “U” dan semakin bertambah lebar, tidak dijumpai meander lagi karena

kelokan sungainya telah tersambung dan terbentuk danau tapal kuda, arus sungai

tidak kuat. Kelanjutan dari proses–proses yang bekerja pada stadia dewasa yaitu

keadaan permukaan semakin rendah, reliefnya relatif datar serta lembah sungai

lebar dan dangkal.

d. Stadia rejuvinasi (muda kembali)

Stadia ini dicirikan oleh perkembangan permukaan yang relatif datar kembali

dan terlihat adanya perajangan – perajangan sungai kembali. Kemudian akan terjadi

proses yang sama lagi seperti proses yang terjadi mulai dari stadia muda sampai

stadia tua.
22

Gambar 2.2 Stadia daerah menurut Lobeck (1939),

sebagai model pedekatan penentuan stadia sungai di daerah penelitian

Peta geomorfologi adalah peta yang menggambarkan bentuk lahan, genesa beserta

proses yang mempengaruhinya dalam berbagai skala. Berdasarkan definisi tersebut

maka suatu peta geomorfologi harus mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Aspek-aspek utama lahan atau terrain yang disajikan dalam bentuk simbol

huruf dan angka, warna, pola garis dan hal itu tergantung pada tingkat

kepentingan masingmasing aspek.


23

2. Aspek-aspek yang dihasilkan dari sistem survei analitik (diantaranya

morfologi dan morfogenesa) dan sintetik (diantaranya proses geomorfologi,

tanah /soil, tutupan lahan).

3. Unit utama geomorfologi yaitu kelompok bentuk lahan didasarkan atas

bentuk asalnya (struktural, denudasi, fluvial, marin, karts, angin dan es).

4. Skala peta merupakan perbandingan jarak peta dengan jarak sebenarnya

yang dinyatakan dalam angka, garis atau kedua-duanya.

2.1.2. Batuan Beku

Batuan Beku adalah batuan yang berasal dari proses pendinginan dan penghabluran

lelehan batuan didalam bumi yang berasal dari magma. (Djauhari Noor, 2010)

Klasifikasi Batuan Beku adalah pengelompokkan batuan beku berdasarkan

susunan kimiawi batuan, tekstur batuan, susunan mineralogi, dan bentuk tubuh

batuan di dalam kerak bumi. Klasifikasi batuan beku terdiri dari batuan beku asam,

batuan beku ntermediate, batuan beku basa, dan batuan beku ultra basa/ultra mafik.

Diferensiasi Magma adalah proses penurunan temperatur magma yang

terjadi secara perlahan yang diikuti dengan terbentuknya mineral-mineral seperti

yang ditunjukkan dalam deret reaksi Bowen.

Asimilasi Magma adalah proses meleburnya batuan samping (migling)

kedalamlarutan magma sebagai akibat naiknya magma kepermukaan kulit bumi.

Proses ini d apatmenyebabkan magma yang tadinya berkomposisi basa berubah

menjadi berkomposisi intermediate atau asam Vulkanisma adalah tempat

Menurut Noor (2012), perubahan sifat batuan yang terbentuk dari sumber

magma yang sama diakibatkan oleh diferensiasi magma dan asimilasi magma.
24

Diferensiasi magma adalah proses penurunan temperatur magma yang terjadi

secara perlahan yang diikuti dengan terbentuknya mineral-mineral seperti yang

ditunjukkan dalam deret reaksi Bowen. Pada penurunan temperatur magma maka

mineral yang pertama kali yang akan terbentuk adalah mineral olivin, kemudian

dilanjutkan dengan Piroksen, Hornblend, Biotit (seri reaksi tak menerus/mineral

mafik). Pada seri reaksi yang menerus (mineral felsik), pembentukan mineral

dimulai dengan terbentuknya mineral Ca-Plagioklas dan diakhiri dengan

pembentukan Na-Plagioklas. Pada penurunan temperatur selanjutnya akan

terbentuk mineral K-Feldspar (Ortoklas), kemudian dilanjutkan oleh Muskovit dan

diakhiri dengan terbentuknya mineral Kuarsa.

Gambar 2.3 Seri reaksi Bowen bersamaan dengan penurunan temperatur magma

(Busch, 2014)
25

Menurut Noor (2012), pada bukunya beliau membagi tubuh batuan beku

menjadi dua Berdasarkan tempat pembekuannya, yakni (dapat dilihat pada gambar

2.3) :

1). Batuan beku intrusif yakni sutau proses terobosan oleh magma pada perlapisan

bumi ,dimana magma tersebut tidak sampai kepermukaan (membeku dibawah

permukaan bumi). Contohnya berupa siil, laccolith, lapolith, dike, batholit dan

lainnya.

2). Batuan beku ekstrusif batuan yang terbentuk terdiri dari semua mineral yang

dikeluarkan kepermukaan bumi, baik di dataran maupun yang ada di permukaan

laut (membeku dipermukaan bumi). Contohnya berupa aliran lava, maupun

batuan piroklastik.

Gambar 2.4. Bentuk tubuh intrusif dan ekstrusif (Noor, 2012).


26

Batuan beku di alam sangat banyak jenisnya, oleh karena itu untuk

memudahkan maka batuan beku perlu diklasifikasikan. Klasifikasi batuan beku

plutonik dan vulkanik dalam penamaannya menurut klasifikasi IUGS

(International Union of Geological Sciences) yang dikembangkan oleh Le Bas dan

Streckeisen (1991) dan menurut Travis (1955).

Dasar klasifikasi IUGS (International Union of Geological Sciences) yang

sering digunakan dalam penamaan batuan beku yaitu berdasarkan golongan tekstur

(afanitik dan faneritik) dan kandungan mineral kuarsa (Q), atau mineral felspatoid

(F), felsfaralkali (A), serta kandungan mineral plagioklas (P).Sedangkan Travis

(1955), berdasarkan mineralogi, tekstur dan genesa beserta lingkungan

terbentuknya batuan beku.

Gambar 2.5 Klasifikasi batuan beku IUGS (Le Bas dan Streckeisen, 1991)
27

Tabel 2.4. Klasifikasi batuan beku (Travis, 1955).

Williams dan McBirney membagi sebuah kerucut gunungapi komposit

menjadi 3 zona, yakni yakni Zona Pusat (Central Zone dari dalam sekitar 0,5 hingga

2 km zona pusat), Zona Proksi(Proximal Zone berkisar di atas 5hingga 15 km dari

zona pusat), dan Zona Distal (Distal Zone berkisarlebih daripada 5hingga 15 dari

zona pusat) (dalam Bronto, 2006). Zona tersebut mempunyai fasies yaitu:

1. Zona Pusat disusun oleh batuan intrusi dan kubahlava.

2. Zona Proksi disusun oleh aliran lava dan bahan piroklastika, sertaperselingan

antara lava dan bahan piroklastika.

3. Zona Distal disusun olehmaterial hasil pengerjaan ulang bahan asal gunungapi.
28

Gambar 2.6. Penampang fasies dasar batuan gunungapi yang berkaitan dengan

pusat gunung api (Williams dan MacBirney,1979 dalam Bronto 2006).

Pembagian fasies gunungapi tersebutdikembangkanoleh Vessel dan Davies

menjadi empat kelompok diperkenalkan olehnya yakni fasies inti gunungapi (fasies

pusat), danfasies klastika gunungapi proksi, medial, dan distalyang dapatdigunakan

sebagai model untuk menginterpretasi endapanendapan purba (dalam Hartono,

2010). Keempat fasies tersebut yaitu :

1. Fasies pusat gunungapi disusun oleh lava, endapan jatuhan (endapan blok

danaliran abu vulkanik) dan breksi koluvium.

2. Fasies proksi disusun oleh breksi gunungapi danendapan jatuhan.

3. Fasies tengah disusun oleh endapan lahar (endapan aliran rombakan) dan

konglomerat fluvial dengan beberapa endapan jatuhan.

4. Fasiesdistal dikuasai oleh endapan pasir fluvial, breksi dan konglomerat yang

berhubungan langsung dengan garis pantai.


29

Gambar 2.7. Model fasies gunungapi. (A) tampak atas, (B) penampang melintang x-

x’ (Vessel dan Davies, 1981 dalam Hartono, 2010).

Hartono (2010) menggambarkan tekstur fragmen batuan dan strukturgeologi

gunungapi terhadapjarak dari sumber erupsi. Struktur geologi tentang jurus

perlapisanberpola melingkar dengan kemiringan menjauhi sumber erupsi, kemiringan

awalmembesar mendekati sumber erupsi, mencerminkan original dip, struktur

rekahanatau sesar berpola memancar. Sedangkan fragmen batuan ukuranbutir

membesar, bentuk butir semakin meruncing, tekstur permukaan butirsemakin kasar

mendekati sumber, struktur penunjuk arus purba menjauhi pusaterupsi, orientasi sumbu

terpanjang fragmen memusat ke sumber erupsi.

2.1.3. Struktur Geologi

Struktur Geologi merupakan bagian dari ilmu geologi yang mempelajari

tentang bentuk (arsitektur) batuan sebagai hasil dari proses deformasi. Deformasi

batuan merupakan perubahan bentuk dan ukuran pada batuan yang diakibatkan dari

gaya yang berkerja di dalam bumi. Secara umum pengertian geologi struktur adalah
30

ilmu yang mempelajari tentang bentuk–bentuk kerak bumi yang diakibatkan oleh

adanya proses gerak pada bumi sehingga menghasilkan struktur geologi berupa

lipatan, patahan, kekar dan sebagainya. Sesar merupakan struktur rekahan yang

mengalami perpindahan atau pergeseran. Berdasarkan geometris sesar adalah

struktur bidang, yang kenampakan dilapangan berupa bidang maupun jalur sesar.

Menurut Anderson (1951), bahwa klasifikasi sesar didasarkan pada

dinamika pergerakan sesar dengan prinsip tegasan utama, yang dibagi menjadi tiga

jenis sesar yang utama, sesar normal, sesar mendatar, dan sesar anjak. Hubungan

antara jenis sesar dan stress yang bekerja, dimana jika gaya utama yang bekerja

pada bidang horizontal (σ1 dan σ3) akan membentuk sesar mendatar. Gaya utama

bekerja pada bidang vertikal σ1 dan pada bidang horizontal σ3 maka yang akan

terbentuk adalah sesar normal. Jika gaya utama bekerja pada bidang horizontal σ1

dan pada bidang vertikal σ3 maka yang akan terbentuk adalah sesar.

Gambar 2.8. Hubungan sesar dan stress yang bekerja (Anderson. 1951)
31

Mekanisme pembentukan struktur geologi pada daerah telitian didasarkan

pada pendekatan melalui permodelan menurut Moody dan Hill (1956) (Gambar

4.2.), dimana dalam pembentukannya terjadi dalam satu periode pembentukan

dengan arah umum tegasan maksimum berarah relatif utara-selatan

Gambar 2.9. Hubungan struktur lipatan, sesar dan kekar (Moody and Hill, 1956)

Kekar merupakan struktur rekahan yang belum atau tidak mengalami

pergeseran. Kekar dapat terbentuk secara bersamaan dengan pembentukan batuan

(struktur primer) dan kekar terbentuk setelah terbentuknya batuan atau dikenal

dengan kekar tektonik (struktur sekunder).

Secara umum kekar berdasarkan genetiknya dapat dibagi menjadi shear

joint, extension dan release joint. Hubungan antara pola tegasan dan bentuk kekar

dimana tegasan utama maximum (σ1) membagi sudut lancip yang dibentuk oleh

kedua shear joint, sedangkan tegasan utama minimum (σ3) membagi sudut tumpul
32

yang dibentuk oleh shear joint, dan tegasan utama menengah (σ2) berada pada pusat

perpotongan shear joint.

Dalam mempelajari struktur yang berkembang pada suatu daerah dan untuk

mencoba menerangkan proses dan mekanisme struktur pada daerah penelitian

dilakukan menggunakan klasifikasi Rickard (1972)

Diagram
klasifikasi
Sesar
translasi

Urutan
penamaan
Sesar

Gambar 2.10. klasifikasi penamaan sesar (rickard, 1972)


33

Struktur bidang adalah struktur batuan yang membentuk geometri bidang.

Kedudukan awal struktur bidang (bidang perlapisan) pada umumnya membentuk

kedudukan horizontal. Kedudukan ini dapat berubah menjadi miring jika

mengalami deformasi atau pada kondisi tertentu, misalnya pada tepi cekungan atau

pada lereng gunung api, kedudukan miringnya disebut initial dip.

a. Jurus (Strike) Struktur Bidang

Sebuah garis jurus (stike line) dapat didefinisikan sebagai sebuah garis

horizontal yang terletak pada suatu struktur bidang.Sebuah garis jurus pada

suatu struktur bidang dapat dibayangkan sebagai perpotongan antara bidang

horizontal imajiner dengan struktur bidang tersebut (ingat bahwa perpotongan

antara dua buah bidang adalah sebuah garis).

b. Kemiringan (Dip) Struktur Bidang

Kemiringan sebenarnya (true dip) dari suatu struktur bidang adalah sudut

antara struktur bidang tersebut dan sebuah bidang horizontal yang diukur pada

bidang vertikal tertentu.Bidang vertikal yang tertentu ini memiliki orientasi

yang tepat tegak lurus dengan garis jurus. Pada sebuah struktur bidang,

kemiringan sebenarnya selalu merupakan kemiringan lereng yang paling besar,

dan arah kemiringan sebenarnya merupakan arah yang tepat tegak lurus

jurus.Arah kemiringan sebenarnya selalu ditentukan pada arah turun lereng

(downslope).

2. Struktur Garis

Kedudukan sebuah struktur garis diwakili oleh sepasang angka : penunjaman

(plunge) dan arah penunjaman (trend). Jika struktur garis tersebut terbentuk pada
34

sebuah struktur bidang yang kedudukannya diketahui, maka orientasi struktur garis

tersebut dapat diwakili oleh sebuah angka yang disebut pitch. Struktur garis

merupakan suatu garis yang kedudukannya dapat mengikuti suatu bidang dan dapat

juga berdiri sendiri. Garis adalah unsur geometris yang ditimbulkan oleh adanya

sepanjang titik. kedudukan struktur garis dinyatakan dengan istilah yaitu trench,

bearing, plunge, dan rake/ picth. Seperti halnya struktur bidang , struktur garis

dibedakan menjadi:

a. Struktur garis riil, adalah struktur garis yang arah dan kedudukannya dapat

diamati langsung di lapangan, misalnya goresgaris pada bidang sesar.

b. Struktur garis semu, adalah semua struktur garis yang arah atau kedudukannya

ditafsirkan dari orientasi unsur-unsur struktur yang membentuk kelurusan atau

liniasi, misalnya liniasi fragmen breksi sesar, liniasi mineral-mineral dalam

batuan beku, dsb.

2.2. TATANAN GEOLOGI REGIONAL

2.2.1 Geomorfologi Regional

Daerah Gorontalo merupakan bagian dari lengan utara Sulawesi. Secara

fisiografis, yaitu pembagian zona bentang alam yang merupakan representasi

batuan dan struktur geologinya, Gorontalo dapat dibedakan ke dalam empat zona

fisiografis utama, yaitu Zona Pegunungan Utara Telongkabila-Boliohuto, Zona

Dataran Interior Paguyaman-Limboto, Zona Pegunungan Selatan Bone-Tilamuta-

Modello, dan Zona Dataran Pantai Pohuwato (Van Bemelen,1949, dalam

Brahmantyo, 2010)
35

Zona Pegunungan Utara Telongkabila-Boliohuto umumnya terdiri dari

formasi-formasi batuan gunung api berumur Miosen – Pliosen (kira-kira 23 juta

hingga 2 juta tahun yang lalu). Umumnya terdiri dari batuan beku intermedier

hingga asam, yaitu batuan-batuan intrusif berupa diorit, granodiorit, dan beberapa

granit. Batuan lainnya merupakan batuan sedimenter bersumber dari gunung api

terdiri dari lava, tuf, breksi, atau konglomerat.

Zona kedua merupakan cekungan di tengah-tengah Provinsi Gorontalo,

yaitu Dataran Interior Paguyaman-Limboto. Dataran yang cukup luas yang

terbentang dari Lombongo sebelah timur Kota Gorontalo, menerus ke Gorontalo,

Danau Limboto, hingga Paguyaman, dan Botulantio di sebelah barat, merupakan

pembagi yang jelas antara pegunungan utara dan selatan.

Zona Pegunungan Selatan Bone-Tilamuta-Modello umumnya terdiri dari

formasi-formasi batuan sedimenter gunung api berumur sangat tua di Gorontalo,

yaitu Eosen – Oligosen (kira-kira 50 juta hingga 30 juta tahun yang lalu) dan intrusi-

intrusi diorit, granodiorit, dan granit berumur Pliosen. Batuan gunung api tua

umumnya terdiri dari lava basalt, lava andesit, breksi, batu pasir dan batu lanau,

beberapa mengandung batu gamping yang termetamorfosis.

Zona terakhir adalah zona yang relatif terbatas di Dataran Pantai Pohuwato.

Dataran yang terbentang dari Marisa di timur hingga Torosiaje dan perbatasan

dengan Provinsi Sulawesi Tengah di barat, merupakan aluvial pantai yang sebagain

besar tadinya merupakan daerah rawa dan zona pasang-surut.

Dari zona fisiografis di atas, dapat dikatakan bahwa morfologi Gorontalo

umumnya merupakan daerah pegunungan yang berrelief terjal, kecuali di Dataran


36

Interior dan Dataran Aluvial Pantai.Batas-batas pegunungan terbentang hingga

pantai.Pantai-pantai yang ada, baik di utara ke Laut Sulawesi, maupun di selatan ke

Teluk Tomini.

Gambar 2.11. Peta pembagian Zona Fisiografi Regional Gorontalo (Diadaptasi

dari Bemmelen, 1949; Apandi dan Bachri,1997)

2.2.2. Stratigrafi Regional

Stratigrafi daerah penelitian ini merujuk pada Apandi dan Bachri (1997)

formasi batuan yang terdapat pada daerah penelitian dari tua ke muda, yaitu, satuan

Batuan Gunungapi Bilungala (Tmbv), satuan Diorit Bone (Tmb), satuan

batugamping anggota Formasi Tapadaka (Tmtl), ,satuan breksi wobudu (Tpwv),

endapan danau (Qpl), satuan Batugamping Terumbu (Ql), dan aluvium dan

endapan pantai (Qal) sebagai berikut.

- Satuan Batuan Gunungapi Bilungala (Tmbv)

Breksi,tuf, dan lava bersusunan andesit, dasit, dan riolit. Menurut Apandi

dan Bachri (1997) zeolit dan kalsit sering dijumpai pada kepingan batuan penyusun
37

breksi. Tuf umumnya bersifat dasitan, agak kompak dan berlapis buruk di beberapa

tempat. Di daerah pantai selatan dekat Bilungala, satuan ini dikuasai oleh lava dan

breksi yang umumnya bersusunan dasit dan dicirikan oleh warna alterasi kuning

sampai cokelat, mineralisasi pirit, perekahan yang intensif, serta banyak dijumpai

batuan terobosan diorit. Propilitisasi, kloritisasi, dan epidotisasi, dan banyak

dijumpai pada lava. Tebal lapisan diperkirakan lebih dari 1000 meter, sedang

umurnya berdasarkan kandungan fosil dalam sisipan batugamping adalah Miosen

Bawah- Miosen Akhir.

- Satuan Diorit Bone (Tmb)

Diorit, diorit kuarsa, granodiorit, dan granit. Menurut Apandi dan Bachri

(1997) diorit kuarsa banyak dijumpai di daerah S.Taludaa dengan keragaman diorit,

granodiorit, dan granit. Sedang granit utamanya dijumpai di daerah S.Bone. Satuan

ini menerobos Batuan Gunungapi Bilungala maupun Formasi Tinombo. Umur

satuan ini sekitar Miosen Akhir.

- Anggota Batugamping Formasi Tapadaka (Tmtl)

Satuan ini terdiri dari batugamping kelabu terang, pejal, mengandung

pecahan batuan gunung api hijau. Batugamping ini sebagian membentuk lensa-

lensa di dalam Formasi Tapadaka dan sebagian terlihat berganti fasies ke arah

samping menjadi batupasir.

- Satuan Breksi Wobudu (Tpwv)

Satuan ini terdiri dari Breksi Gunungapi, Aglomerat, Tuf, Tuf lapili dan

lava. Breksi gunungapi berwarna kelabu, tersususn oleh kepingan Andesit dan

Basalt, berukuran kerikil sampai bongkah. Tuf dan Tuf lapili berwarna kuning
38

kecoklatan berbutir halus sampai kerikil, umumnya lunak dan berlapis. Lava

berwarna kelabu, bersusunan Andesit sampai Basalt. Satuan ini meninidih

takselaras Formasi Dolokapa yang Berumur Miosen Tengah – Miosen Akhir di

daerah lembar tilamuta (Bahri, dkk, 1994) sehingga umurnya diduga Pliosen Awal.

Tebal satuan sekitar 1000-1500 meter.

- Satuan Batugamping Klastika (TQl)

Batugamping Klastika yang diperkirakan berumur Akhir Pliosen sampai

Plistosen (Trail, 1974., dalam Bachri, S., 1989), terdiri dari kalkarenit, kalsirudit

dan batugamping koral.Kalkarenit dan kalsirudit berwarna putih, kompak, dan di

beberapa tempat menunjukan perlapisan agak baik, mengandung pecahan fosil

ganggang dan moluska.Batuan tersebut biasanya berasosiasi dengan batugamping

koral yang berwarna putih dan pejal.Ketebalan satuan ini beragam, dari 100 m

hingga 200 m.

- Endapan Danau (Qpl)

Satuan ini dikuasai oleh batulempung kelabu, setempat mengandung sisa

tumbuhan dan lignit. Batupasir berbutir halus sampai kasar serta kerikil dijumpai di

beberapa tempat. Satuan ini termampatkan lemah, tebalnya menurut data bor

mencapai 94 meter (Trail, 1974).


39

Gambar 2.12. Peta Geologi Regional daerah penelitian (dimodifikasi dari peta

Geologi Regional lembar Tilamuta & lembar Kotamobagu skala 1:250.000 oleh

Apandi & Bachri, 1997)

2.2.3. Struktur Geologi

Pulau Sulawesi dan sekitarnya, khususnya Sulawesi bagian utara

merupakan salah satu margin aktif yang paling rumit dalam jangka waktu geologi,

struktur dan juga tektonik. Wilayah ini merupakan pusat pertemuan tiga lempeng

konvergen, karena interaksi tiga kerak bumi utama (lempeng) di masa Neogen.

Konvergensi ini menimbulkan pengembangan semua jenis struktur di semua skala,

termasuk subduksi dan zona tumbukan, sesar dan thrust. Saat ini sebagian besar

struktur Neogen dan beberapa struktur pra-Neogen masih tetap aktif atau aktif
40

kembali. Struktur utama termasuk Subduksi Sulawesi Utara (North Sulawesi

Trench / Minahasa Trench), Sesar Gorontalo, Sulu Thrust, dan tumbukan ganda laut

Maluku (Molluca sea collition) seperti ditampilkan dalam gambar berikut.

- Zona Subduksi Sulawesi Utara

Subduksi Sulawesi Utara (North Sulawesi Trench) diinterpretasikan

merupakan zona subduksi konvergen antara Laut Sulawesi dan Lengan Utara

Sulawesi. Zona subduksi Sulawesi Utara termasuk kedalam sistim penunjaman

yang relatif tua (dying subduction) yang robekannya berkembang ke arah timur

sepanjang tepian utara Sulawesi. Penun

- Sesar Gorontalo

Pada bagian utara Pulau Sulawesi, secara morfologi akan terlihat

kenampakan empat segmen sesar (Hall and Wilson, 2000 dalam Amstrong,2012).

Bagian tengah dari utara Pulau Sulawesi terbagi kedalam tiga block yang kecil.

Pada bagian timur dari lengan utara Pulau Sulawesi diberi nama Block Manado,

yang bebas dari pengaruh North Sula Block. Sehingga secara geologi jelas terlihat

pemisahan yang diakibatkan adanya Sesar Gorontalo.

Berdasarkan keadaan litotektonik, Van Leeuwen (1994) membagi Sulawesi

menjadi tiga mandala, yakni; Mandala barat sebagai jalur magmatic yang

merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda; Mandala tengah berupa batuan

malihan yang ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia; dan

Mandala timur berupa ofiolit yang merupakan segmen dari kerak samudera yang

berimbrikasi dan batuan sedimen berumur Trias–Miosen. Mandala barat sebagai

busur magmatik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bagian utara dan barat.
41

Sulawesi terletak di bagian Indonesia Timur yang terbentuk akibat dari

bertemunya tiga lempeng besar yakni Lempeng Eurasia bergerak kearah selatan–

tenggara, Lempeng Indo–Australia bergerak kearah utara, dan Lempeng Pasifik

bergerak kearah Barat. Hal tersebut melahirkan kondisi geologi Sulawesi sangat

kompleks dan beragam yang terdiri dari kompleks metamorf, ofiolit, busur

vulkanik, granitoid dan Cekungan sedimen, (Van Leeuwen & Muhardjo. 2005).

Gambar 2.13. Tiga lempeng besar yang membentuk Pulau Sulawesi (Hall and

Wilson. M.E.J,2000)

Aktifitas tektonik Sulawesi diduga terjadi akibat adanya tunjaman Sangihe

Timur yang menunjam kearah barat dan menghasilkan lajur gunungapi kuarter yang

memiliki kedalaman sekitar 150 km. Zona tunjaman yang berada disebelah utara

dan timur dari lengan utara ini berpotensi menimbulkan gempa dan reaktivitas

struktur di lengan utara, termasuk reaktifitas sesar Gorontalo. Sesar ini merupakan

sesar menganan yang sebagaimana ditunjukkan oleh bentuk garis pantai di sekitar
42

Teluk Gorontalo yang memperlihatkan pergeseran menganan yang berhubungan

dengan aktifitas tunjaman di Laut Sulawesi (Kavalieris. dkk., 1992.).

Merujuk pada Afandi dan Bachri (1997) Sesar mendatar terbesar adalah

sesar Gorontalo yang berdasarkan analisa kekar penyertanya menunjukkan arah

pergeseran menganan. Beberapa zona sesar naik bersudut sekitar 30o dapat

dibeberapa tempat khususnya batuan gunung api Bilungala.

Gambar 2.14. Peta Tektonik Pulau Sulawesi (Hall and Wilson, 2000 dalam

Amstrong,2012)
BAB III

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian

Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan

di lapangan atas aspek-aspek geomorfologi seperti moformetri, morfografi, serta

morfogenesa.. Selain pengamatan secara langsung pada bentuklahan, interpretasi

pada peta topografi dan penentuan kemiringan sudut lereng juga menjadi

pendukung dalam penentuan geomorfologi pada daerah penelitian.

Data karakteristik geomorfologi pada daerah penelitian disajikan dalam bentuk

Tabel 3.1. karakteristik geomorfologi daerah penelitian (Zuidam, 1983)

43
44

3.1.1. Satuan Geomorfologi

Dalam menentukan penamaan satuan geomorfologi, penulis menggunakan

klasifikasi Van Zuidam (1983) yang telah disesuaikan dengan kondisi geomorfologi

pada daerah penelitian. Daerah Bualemo dan sekitarnya secara umum memiliki luas

dan dibagi atas empat satuan morfologi, yaitu :

1. Satuan geomorfik asal vulkanik (V)

2. Satuan geomorfik asal struktural (S)

3. Satuan geomorfik asal denudasional (D)

4. Satuan geomorfik asal fluvial (F)

3.1.1.1. Satuan Perbukitan Vulkanik

Satuan ini memiliki ciri umum berupa lereng yang umumnya landai hingga

sangat curam. Pola lereng satuan ini mengarah ke segala arah dan memiliki kelas

relief dari bergelombang hingga berbukit. Satuan ini memiliki luas sebesar 18.8

Km² yang mencakup 48.1% dari seluruh luas area lokasi penelitian.

Litologi penyusun satuan ini yakni Andesit, dan Diorit. Pola aliran sungai

yang di dapat pada satuan geomorfologi yakni pola aliran dendritik dan trellis

dengan bentuk lembah berbentuk huruf V. pada satuan ini juga banyak struktur

berupa kekar. Satuan ini diberi warna merah (Mars Red) pada peta geomorfologi

daerah penelitian. Berikut adalah bentang alam satuan perbukitan vulkanik pada

gambar 3.1.
45

tampak jauh
satuan
perbukitan
vulkanik

tampak dekat
satuan
perbukitan
vulkanik

Gambar 3.1. Satuan perbukitan vulkanik

3.1.1.2. Satuan Perbukitan Struktural

Satuan ini memiliki ciri umum berupa lereng yang umumnya landai hingga

agak curam. Pola lereng satuan ini mengarah ke segala arah dan memiliki kelas

relief dari bergelombang hingga berbukit. Satuan ini memiliki luas sebesar 12.7

Km² yang mencakup 32.3% dari seluruh luas area lokasi penelitian.

Litologi penyusun satuan ini yakni Andesit, dan Diorit. Pola aliran sungai

yang di dapat pada satuan geomorfologi yakni pola aliran dendritik dan trellis

dengan bentuk lembah berbentuk huruf V hingga hampir U. pada satuan ini juga

banyak struktur berupa kekar dan juga terdapat sesar. Satuan ini diberi warna ungu
46

(Dark Amethyst) pada peta geomorfologi daerah penelitian Berikut adalah bentang

alam satuan perbukitan struktural pada gambar 3.2

Gambar 3.2. Satuan perbukitan Struktural

3.1.1.3. Satuan Perbukitan Denudasional

Satuan ini memiliki ciri umum berupa lereng yang umumnya landai hingga

curam. Pola lereng satuan ini mengarah relatif Utara-Timur dan memiliki kelas

relief dari berombak hingga bergelombang. Satuan ini memiliki luas sebesar 6.3

Km² yang mencakup 16.1% dari seluruh luas area lokasi penelitian.

Litologi penyusun satuan ini yakni Granit. Pola aliran sungai yang di dapat

pada satuan geomorfologi yakni pola aliran dendritik dan trellis dengan bentuk

lembah berbentuk huruf V hingga hampir U. pada satuan ini juga banyak struktur

berupa kekar. Proses erosi pada satuan ini cukup kuat sehingga pelapukan dari

batuan pada satuan ini menjadi material lepas dan tertransportasi sampai

terendapkan menjadi endapan aluvial, Satuan ini diberi warna coklat (Cherrywood
47

Brown) pada peta geomorfologi daerah penelitian. Berikut adalah bentang alam

satuan perbukitan denudasional pada gambar 3.3

Gambar 3.3 Satuan perbukitan denudasional

3.1.1.4. Satuan Dataran Fluvial

Satuan ini memiliki ciri umum pada peta berupa pola kontur yang renggang,

memiliki lereng yang umumnya hampir datar, dan kelas relief dari datar hingga

hampir datar. Satuan ini memiliki luas area sebesar 1.2 Km² yang mencakup 3.5%

dari seluruh luas area lokasi penelitian.

Litologi pada satuan ini yakni berupa material lepas yang terendapkan

diakibatkan oleh proses erosional hingga struktur geologi. Pola aliran sungai yang

di dapat pada satuan geomorfologi yakni pola aliran trellis dengan bentuk lembah
48

berbentuk huruf hampir U. pada satuan ini juga banyak struktur berupa kekar. Pada

satuan ini terdapat beragam material lepas berupa batuan andesit, granit dan diorite

yang mengalami aktivitas struktur geologi dan proses erosional, , Satuan ini diberi

warna biru (Cretan Blue) pada peta geomorfologi daerah penelitian Berikut adalah

bentang alam satuan dataran aluvial pada gambar 3.4

Gambar 3.4 Satuan dataran fluvial,

3.1.2. Sungai

3.1.2.1. Pola Aliran Sungai

Pola aliran sungai daerah penelitian ditentukan dengan melakukan

pendekatan melalui analisis peta topografi ditambah dengan meninjau langsung

keadaan sebenarnya di lapangan. Pola pengaliran pada umumnya dikontrol oleh

struktur geologi dan jenis litologi di wilayah aliran sungai, sehingga suatu pola
49

dapat menggambarkan karakter litologi dan peran kontrol struktur geologi pada

daerah penelitian.

Analisis pola pengaliran sungai pada daerah penelitian mengacu pada

klasifikasi Howard (1967). Dari hasil analisis peta topografi, di daerah penelitian

terdapat dua macam pola pengaliran yaitu Dendritik dan Trellis (Gambar 3.3).

Masing-masing pola aliran dijelaskan sebagai berikut :

1. Pola aliran Dendritik

Pada lokasi penelitian terdapat sungai-sungai yang berbentuk serupa

seperti cabang-cabang pohon. Di lokasi penelitian pula cabang-cabang

sungai (anak sungai) saling berhubungan dengan sungai induk atau sungai

utama yang membentuk sudut-sudut runcing. Pada daerah penelitian dapat

ditemukan pada beberapa sungai seperti pada sungai marisa di desa

bualemo, sungai lembetue dan sungai liloda’a yang berada di desa tilihuwa.

2. Pola aliran Trellis

Pada lokasi penelitian terdapat sungai-sungai yang berbentuk serupa

seperti trail. Pola pengaliran ini dicirikan oleh sungai yang mengalir ke

dalam sungai utama hampir tegak lurus pada batuan resisten dengan suatu

bahan aliran atau rombakan serta resistensinya relatif seragam. Pola

pengaliran ini berada di sekitar Sungai lanula dan sungai lilodaa di desa

tilihuwa dan mengalir relatif ke arah Selatan.


50

Gambar 3.5. .Peta pola aliran sungai daerah penelitian.


51

3.1.2.2. Tipe Genetik Sungai

Sungai pada daerah penelitian termasuk dalam tipe genetik yang konsekuen

yakni, sungai yang berkembang dan mengalir searah lereng topografi aslinya karena

asal dari pembentukan sungai konsekuen berdasarkan atas lereng topografinya

bukan pada kemiringan lapisan batuan. Seluruh sungai di daerah penelitian

termasuk ke dalam tipe genetik sungai konsekuen.

3.1.2.3. Stadia Sungai

1. Stadia Muda

Ciri stadia ini dijumpai di sungai marisa. pada bagian hulu sungai terlihat

jelas morfologi yang masih merapat. Berdasarkan identifikasi lapangan, sungai ini

terbentuk akibat proses struktur geologi dan proses erosi secara vertikal yang

membuat sungai ini terbentuk. Sungai ini juga menampilkan bentuk lembah yang

berbentuk huruf “V” serta lebar sungai yang masih sempit. Contoh sungai dengan

stadia muda dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6. sungai stadia muda


52

2. Stadia Dewasa

Ciri stadia ini dijumpai di desa polohungo. Pada bagian hilir sungai terlihat

sangat jelas bahwa pada sungai tersebut sudah terdapan endapan alluvial yang

menandakan bahwa daerah ini memiliki tingkat pelapukan yang cukup signifikan

karena litologi sekitar sudah mengalami proses pelapukan. Sungai ini juga

menggambarkan bentuk lembah yang hampir menyerupai huruf “U” dan lebar

sungai ini relatif lebih luas dikarenakan adanya pengikisan yang cukup signifikan

dari arus sungai tersebut terhadap dinding sungai. Contoh sungai dengan stadia

muda dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.7.sungai stadia dewasa


53

3.2. Stratigrafi Daerah Penelitian

Penamaan satuan batuan didasarkan pada atas data yang diperoleh di lapangan

berupa ciri-ciri fisik batuan, variasi litologi, dan dominasi litologi yang terdapat di

daerah penelitian. Dalam menyusun stratigrafi daerah penelitian, penyusun

berpedoman pada data yang diperoleh di lapangan berupa ciri-ciri fisik batuan,

variasi litologi, dan dominasi litologi di lapangan, dan didasarkan atas konsep

litostratigrafi yang dikembangkan dalam Sandi Stratigrafi Indonesia (SSI) tahun

1996. Kemudian dikelompokkan menjadi beberapa satuan batuan. Penamaan

satuan batuan didasarkan pada susunan batuan yang dominan, kedudukan stratigrafi

dan ciri khas yang terdapat pada satuan batuan tersebut.

. Litologi daerah penelitian umumnya disusun oleh batuan vulkanik, batuan

intrusi, dan batuan sedimen yang berupa material lepas Berdasarkan hal tersebut,

penulis mengurutkan satuan litologi daerah penelitian dari tua ke muda yaitu :

Satuan Andesit, Satuan Diorit, Satuan Granit dan Satuan Endapan Aluvial. Berikut

penjelasan masing-masing karakteristik dari satuan litologi pada daerah penelitian:

3.2.1. Satuan Andesit

3.2.1.1. Ciri Litologi

Satuan andesit ini merupakan satuan yang tertua pada daerah penelitian.

Satuan ini juga termasuk dalam formasi bilungala vulkanik (Tmbv). Secara

megaskopis, Sampel batuan andesite ini memiliki ciri berwarna abu-abu kehitaman,

bertekstur afanitik dan memiliki struktur masif. Batuan telah mengalami ubahan

yang didentifikasi dari terbentuknya mineral sekunder yang berwarna kehijauan dan

terdapat urat-urat kuarsa yang berukuran halus ± 1 mm.


54

3.2.1.2. Penyebaran dan Ketebalan

Pada peta geologi daerah penelitian, Satuan ini diberi warna merah (mars

red). Satuan ini menempati sekitar 19.3% dari luasan daerah penelitian. Satuan ini

hanya ditemukan pada bagian utara daerah penelitian yang khususnya hanya pada

sungai marisa. Kondisi singkapan sudah mengalami alterasi hidrotermal dan

terdapat urat-urat kuarsa yang berukuran halus. Satuan ini umumnya tersingkap di

bagian sungai hingga di pinggiran sungai marisa. Satuan ini hanya berjumlah

sedikit dikarenakan satuan ini hanya sebagai sisa akibat dari intrusi diorit dan

granodiorit. Dari hasil rekonstruksi penampang geologi, satuan ini hanya memiliki

ketebalan sekitar ±250 meter. Berikut adalah kenampakan dari satuan andesit :

Gambar 3.8 Singkapan satuan andesit


55

3.2.1.3. Pengamatan Petrografi

Kenampakan batuan andesite di bawah mikroskop berwarna abu-abu

kecoklatan, tekstur porphyritic tersusun oleh fenokris (75%) dan massa dasar

mikrokristalin (25%). Fenokris terdiri dari mineral plagioclase dan pyroxene pada

massa dasar mikrokristalin dan glass volcanic. Fenokris berukuran 0.01-0.4mm

dan berbentuk prismatik euhedral – subhedral. Batuan telah lapuk sekitar 10% yang

diidentifikasi dengan kehadiran mineral oksida utamanya pada mineral mafic yaitu

pyroxene dan berupa butiran halus di permukaan batuan. Terdapat pula vein quartz

berukuran halus yang hadir berasosiasi dengan mineral opaque. Pada satuan ini juga

terbentuk mineral sekunder seperti mineral klorit yang Berwarna hijau muda,

berserabut dan terkumpul menggantikan mineral feldspar dan hornblende,

kemudian kuarsa yang Hadir mengisi rekahan berupa urat yang berukuran 0.01 –

0.05 mm berwarna transparent, setelah itu mineral opak yang Berwarna hitam,

isotrop sebagian berbentuk euhedral (pyrite?), dan yang terakhir mineral lempung

yang berwarna coklat, ber butir halus pada permukaan mineral plagiocase.

Gambar 3.9 Kenampakan fisik batuan andesit


56

Gambar 3.10 Photomicrograph sayatan tipis sampel batuan andesite

3.2.1.4. Lingkungan Pembentukan

Satuan ini merupakan salah satu jenis batuan vulkanik hasil dari produk

gunungapi bilungala. Hal ini didukung dengan adanya informasi geologi regional

yang menjadi acuan awal dan data-data lapangan. Satuan litologi ini terbentuk di

permukaan bumi, hal ini diperkuat dengan tekstur batuan bersifat afanitik, yang

menjelaskan bahwa di permukaan bumi pendinginan magma lebih cepat daripada

di dalam bumi.
57

3.2.1.5. Umur dan Hubungan Stratigrafi

Berdasarkan ciri fisik dilapangan serta berdasarkan peta geologi lembar

Kotamobagu (S. Bachri, Sukido dan N. Ratman, 1993), bahwa satuan ini

dikesebandingkan dengan formasi batuan Bilungala Vulkanik (Tmbv). Umur dari

satuan litologi ini pada kala Miosen Tengah (S. Bachri, Sukido dan N. Ratman,

1993),

3.2.2. Satuan Diorit

3.2.2.1. Ciri Litologi

Satuan ini merupakan satuan yang sama dengan satuan diorite. Satuan ini

memiliki ciri fisik berwarna putih bintik hitam bertekstur phaneritic dan struktur

massive. Tersusun oleh dominan mineral felsic yang terdiri dari mineral feldspar

dan quartz dan mineral mafic yaitu biotite.

3.2.2.2. Penyebaran dan Ketebalan

Pada peta geologi daerah penelitian, Satuan ini diberi warna merah muda

(Fuchsia Pink). Satuan ini menempati sekitar 50.7% dari luasan daerah penelitian.

Satuan ini umumnya menyebar ke segala arah di desa tilihuwa dan bualemo. Satuan

ini dapat di jumpai khususnya pada sungai lilodaa, sungai lanula dan sungai

lembetue. Satuan ini umumnya tersingkap di bagian Tebing, pinggiran sungai

hingga di dalam sungai. Satuan ini menerobos satuan andesit yang menyebabkan

satuan andesit di beberapa titik tersebut hancur. Bukti dari satuan ini menerobos

tubuh batuan satuan andesit adalah di dapatkan bukti berupa xenolith andesit pada

singkapan batuan diorit. Dari hasil rekonstruksi penampang geologi, satuan ini
58

memiliki ketebalan sekitar ±300 meter. Berikut adalah kenampakan dari satuan

diorit :

Gambar 3.11 (A) Singkapan satuan diorit, (B) tampak dekat


singkapan

3.2.3.3. Pengamatan Petrografi

Kenampakan batuan diorit di bawah mikroskop berwarna abu-abudan

coklat, struktur batuan massive, tekstur eu-subhedral crystalline yang tersusun


59

mineral alkali feldspar, plagioclase, biotite, quartz dan horblende. Mineral quartz

dan alkali feldspar membentuk tekstur graphic, sedangkan eksolusi mineral alkali

feldspar pada plagioclase membentuk tekstur perthite. Batuan telah mengalami

alterasi yang diidentifikasi dengan kehadiran mineral sekunder sericite, chlorite dan

epidote. Selain itu terdapat mineral sekunder seperti klorit Berwarna hijau muda,

berserabut dan terkumpul menggantikan mineral feldspar, kemudian serisit yang

Transparat, berupa serabut halus pada permukaan mineral feldspar, setelah itu

terdapat mineral opak Berwarna hitam, isotrop berukuran mineral 0,03 - 0,2 mm,

sebagian berbentuk euhedral (pyrite?), serta epidot Sebagai mineral ubahan pada

yang menggantikan seluruh dan sebagian hornblende, berwarna coklat, relief tinggi,

bias rangkap orde 4.

Gambar 3.12. Kenampakan fisik batuan diorite


60

Gambar 3.13. Photomicrograph sayatan tipis sampel batuan diorit


3.2.3.4. Lingkungan Pembentukan

Satuan ini merupakan salah satu jenis batuan intrusi. Pembentukan satuan

litologi ini merupakan hasil dari penunjaman dari utara ke selatan di laut Sulawesi

yang dikenal dengan jalur tunjaman Sulawesi utara (Simandjuntak, 1986), yang

diduga penunjaman ini mengakibatkan gunungapi yang menghasilkan kegiatan

magmatik dari satuan Diorit Bone. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan satuan

ini merupakan satuan batuan plutonik yang terbentuk di dalam permukaan bumi

dan menerobos satuan andesit, satuan ini tersingkap di tebing sungai marisa, sungai
61

lembetue dan sungai liloda’a. kenampakan singkapan memiliki Panjang ± 8 meter,

dan tinggi ± 3 meter dan terdapat struktur geologi berupa kekar gerus.

3.2.3.5. Umur dan Hubungan Stratigrafi

Berdasarkan ciri fisik dilapangan serta berdasarkan peta geologi lembar

Kotamobagu (S. Bachri, Sukido dan N. Ratman, 1993), bahwa satuan ini

dikesebandingkan dengan formasi batuan Diorit Bone (Tmb). Umur dari satuan

litologi ini pada kala Miosen akhir (S. Bachri, Sukido dan N. Ratman, 1993),

3.2.3. Satuan Granit

3.2.3.1. Ciri Litologi

Satuan ini merupakan satuan yang termasuk dalam kategori batuan intrusi

juga sama halnya dengan diorit. Ciri fisik dari satuan granite ini berwarna putih

bintik hitam bertekstur phaneriticdan struktur massive. Tersusun oleh dominan

mineral felsic yang terdiri dari mineral feldspar dan quartz serta mineral mafic yaitu

biotite.

3.2.3.2. Penyebaran dan Ketebalan

Pada peta geologi daerah penelitian, Satuan ini diberi warna merah muda

(Rhodolite rose). Satuan ini menempati sekitar 26.3% dari luasan daerah penelitian.

Satuan ini umumnya menyebar ke arah relative utara selatan pada bagian timur yang

berada di desa Polohungo. Satuan ini dapat di jumpai khususnya pada sungai

biyonga beserta anak sungai biyonga. Satuan ini umumnya tersingkap di bagian

Tebing, pinggiran sungai hingga di dalam sungai. Berdasarkan data lapangan,


62

satuan ini berasal dari magma yang bersifat asam dan mengintrusi tubuh batuan

satuan diorite dan andesit. Hal ini menyebabkan bahwa terjadinya asimilasi magma

awal dengan batuan samping yang diterobos. Magma awal yang bersifat asam

bercampur dengan batuan yang bersifat intermedied dikarenakan proses asimilasi

magma tadi. Satuan ini memiliki ketebalan sekitar ±250 meter. Berikut adalah

kenampakan dari satuan Granit:

Tampak
jauh
singkapan
satuan
granit

Tampak
dekat
singkapan
satuan
granit

Gambar 3.14. kenampakan satuan granit


63

3.2.3.3. Pengamatan Petrografi

Kenampakan batuan granit di bawah mikroskop berwarna abu-abu

kecoklatan, struktur batuan masif, tekstur subhedral –anhedral crystalline.

Komposisi mineral terdiri dari quartz, orthoclase, plagioclase, hornblende, dan

biotite, berukuran 0.05-1.0mm dan berbentuk euhedral – subhedral. Terdapat pula

mineral sekunder berupa klorit Berwarna hijau muda, berserabut dan terkumpul

menggantikan mineral feldspar, kemudian serisit Transparat, berupa serabut halus

pada permukaan mineral feldspar serta mineral opak yang Berwarna hitam, isotrop

berukuran mineral 0,03 - 0,2 mm, sebagian berbentuk euhedral (pyrite?).

Gambar 3.15. Kenampakan fisik batuan granit


64

Gambar 3.16. Photomicrograph sayatan tipis sampel batuan granit

3.2.3.4. Lingkungan Pembentukan

Satuan ini merupakan salah satu jenis batuan intrusi. Pembentukan satuan

litologi ini merupakan hasil dari penunjaman dari utara ke selatan di laut Sulawesi

yang dikenal dengan jalur tunjaman Sulawesi utara (Simandjuntak, 1986), yang

diduga penunjaman ini mengakibatkan gunungapi yang menghasilkan kegiatan

magmatik dari satuan Diorit Bone. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan satuan

ini merupakan satuan batuan plutonik yang terbentuk di dalam permukaan bumi
65

dan menerobos satuan andesit dan diorit, satuan ini tersingkap di tebing sungai

biyonga. kenampakan singkapan memiliki Panjang ± 12 meter, dan tinggi ± 6 meter

dan terdapat struktur geologi berupa kekar gerus.

3.2.3.5. Umur dan Hubungan Stratigrafi

Berdasarkan ciri fisik dilapangan serta berdasarkan peta geologi lembar

Kotamobagu (S. Bachri, Sukido dan N. Ratman, 1993), bahwa satuan ini

dikesebandingkan dengan formasi batuan Diorit Bone (Tmb). Umur dari satuan

litologi ini pada kala Pliosen awal (S. Bachri, Sukido dan N. Ratman, 1993),

3.2.4. Satuan Endapan Aluvial

3.2.4.1. Ciri Litologi

Litologi penyusun satuan ini merupakan endapan sungai, Satuan ini

merupakan material lepas berukuran pasir, kerikil sampai bongkah yang juga karena

akibat aktivitas sungai dan endapan hasil rombakan dari batuan disekitarnya yang

umumnya berupa material lepas yang terdiri dari batuan granit, diorit, dan andesit

yang berukuran kerikil hingga bongkah berbentuk membulat hingga membulat

tanggung dan pasir tersusun atas pecahan batuan, mineral mafik, kuarsa, plagioklas,

ortoklas.

3.2.4.2. Penyebaran dan Ketebalan

Satuan endapan aluvial merupakan kelompok litologi yang berkembang di

bagian timur daerah penelitian tepatnya pada morfologi dataran desa Bilungala dan

sebagian dijumpai dekat pantai Bilungala. Satuan ini menempati luas kurang lebih
66

3.6% daerah penelitian dan ditandai dengan warna abu-abu pada Peta Geologi.

Satuan ini tersingkap cukup baik di sungai Biyonga desa Polohungo dan

membentuk horison dengan ketebalan lapisan sekitar 1-3 m dari dasar sungai.

Berdasarkan ciri fisik di lapangan maupun berdasarkan peta geologi lembar Tilamuta

(S.Bachri, Sukido dan N. Ratman, 1993), bahwa satuan ini di kesebandingkan dengan

formasi Aluvium yang berumur holosen. (S.Bachri, Sukido dan N. Ratman, 1993)

Gambar 3.17. (A) Satuan endapan aluvial, (B) tampak


dekat material lepas
67

3.2.4.4. Lingkungan Pembentukan

Satuan endapan aluvial merupakan satuan termuda yang tersingkap di daerah

penelitian.. Berdasarkan bentuk butir yang membulat hingga membulat tanggung,

hal ini dapat mengindikasikan bahwa endapan ini sudah berada jauh dari sumbernya

dan diendapkan pada lingkungan sungai.

Satuan ini juga mengerosi satuan dibawahnya yang disebabkan oleh proses

pengendapan aluvial yang masih terus berlangsung hingga saat ini, sehingga

hubungan satuan batuan ini tidak selaras dengan satuan batuan yang lebih tua.

3.2.4.5. Umur dan Hubungan Stratigrafi

Satuan ini diperkirakan berumur Kuarter yang diketahui dari proses

pengendapan yang masih berlangsung hingga saat ini dan satuan ini disetarakan

dengan formasi endapan danau pada peta geologi lembar Kotamobagu (S. Bachri,

Sukido dan N. Ratman, 1993)

Tabel 3.2. Kolom stratigrafi daerah penelitian


68

3.3. Struktur Geologi Daerah Penelitian

Struktur geologi yang terdapat pada daerah penelitian adalah dampak dari

aktivitas vulkanik dan tektonik regional. Struktur yang terbentuk pada daerah

penelitian adalah kekar dan sesar. Didasarkan pada interpretasi kelurusan serta

pengukuran struktur bidang dan struktur garis secara langsung pada daerah

penelitian. Tahapan selanjutnya yang dilakukan yaitu pengolahan data struktur

menggunakan software berupa Dips 6.0 yang kemudian dianalisa untuk penamaan

struktur geologi tersebut. Hasil pengolahan data struktur kemudian digambar pada

peta geologi dan juga sebagai dasar dalam pembuatan peta pola struktur geologi

daerah penelitian.

Tujuan dari pengukuran struktur ini adalah untuk mengetahui arah umum,

tegasan utama, dan hubungan antar pola tegasan tersebut.

3.3.1. Kekar

Kekar adalah struktur rekahan yang terbentuk pada batuan yang belum

mengalami deformasi dan kekar merupakan struktur yang paling banyak dijumpai

pada batuan. Penentuan penamaan kekar mengacu pada klasifikasi Anderson, E.M.,

1905. Kekar yang dijumpai pada daerah penelitian tepatnya pada stasiun AM. 1.3

berupa kekar berpasangan (shear fracture) dan kekar tunggal (gash fracture).

Berikut merupakan kenampakan kekar yang dijumpai di daerah penelitian (gambar

3.18).
69

Gambar 3.18. Kenampakan kekar di lapangan


Data struktur geologi yang di dapatkan di lokasi penelitian diolah

menggunakan software Dips 6.0. seperti pengolahan kekar gerus (shear joint) pada

stasiun AM. 3 Pengolahan data struktur geologi menghasilkan M1= 351/72°, M2=

35/69° dan BB = 203/20° yang kemudian menjadi dasar penentuan arah tegasan,

T1 = 103/19° , T2 = 293/70° dan T3 = 194/03°. Berikut ini merupakan gambar hasil

dari pengolahan data kekar gerus (gambar 3.19)

Gambar 3.19. kenampakan kekar gerus (shear joint) pada


stasiun AM. 1.3
70

A B

Gambar 3.20. (A) Pengolahan diagram Rosette, (B) pengolahan Stereonet


3.3.2. Sesar

Sesar-sesar yang tersingkap di daerah penelitian tidak selalu mempunyai

gejala-gejala atau tanda-tanda yang lengkap, bahkan ada yang mempunyai beberapa

gejala saja, seperti hanya berupa kelurusan sungai dan pola kontur. Dengan

demikian Analisis struktur geologi daerah penelitian dilakukan dengan 2 metode

yaitu secara tidak langsung melalui interpretasi kelurusan pada peta topografi

kususnya pola kontur dan kelurusan sungai, serta secara langsung yang dilakukan

dengan pengamatan unsur-unsur struktur geologi di lapangan.

Gambar 3.21. Kenampakan bidang sesar di daerah penelitian


71

Sesar ini berada pada satuan batuan intrusi diorit dengan arah utara-selatan,

ditandai dengan adanya kelurusan pada sungai. Data lain berupa arah bidang sesar

dan sudut rake. Hasil pergerakan sesar tersebut didapat dengan arah

N 312°E/74°NE dan sudut rake 13°. Berdasarkan data yang didapat bahwa sesar

tersebut adalah normal left slip fault.

Gambar 3.22. Hasil analisa sesar

3.3.3. Mekanisme Pembentukan Struktur Geologi Daerah Penelitian

Pertama pada kala miosen awal setelah terbentuknya satuan batuan andesit

proses struktur geologi bekerja pada bagian utara daerah penelitian yang

menyebabkan menyebabkan di beberapa satuan batuan andesit mengalami proses

pelapukan dan perubahan bentuk morfologi satuan tersebut. Hasil dari struktur

geologi ini membentuk left slip fault, salah satunya sesar sungai marisa. Kemudian

yang kedua pada kala miosen tengah setelah terbentuknya satuan batuan diorit
72

proses struktur geologi bekerja sehingga menyebabkan beberapa bagian di lokasi

penelitian ini mengalam perubahan resistensi batuan sehingga pada lokasi

Penelitian membentuk normal left slip fault salah satunya sesar Ayungola’a, dan

rekahan yang diakibatkan oleh sesar ini membentu cabang dari anak-anak sungai

utama. Proses geologi ini diinterpretasikann masih berumur miosen tengah.

Kemudian pada kala miosen akhir yang di mana terjadi penunjaman dari utara ke

selatan an di laut sulawesi yang dikenal sebagai jalur tunjaman Sulawesi Utara

(Simandjuntak,1986). di mana tunjaman Ini menghasilkan kegiatan magmatik yang

menghasilkan satuan batuan granit yang menerobos zona-zona lemah pada batuan

andesit dan diorit sehingga terendapkan satuan batuan granit yang terbentuk pada

kala miosen akhir. Proses struktur geologi terus berlanjut hingga membuat rekahan-

rekahan pada satuan batuan di darah penelitian.

3.4. Potensi Geologi

3.4.1. Potensi Sumber Daya Alam dan Mineral

1. Mineralisasi

Pada lokasi penelitian terdapat sebuah potensi sumberdaya yang unik berupa

sumberdaya mineral ekonomis yakni alterasi hidrothermal. Hal ini diperkuat

dengan adanya vein kuarsa dan beberapa mineral sekunder seperti klorit,mineral

opak, mineral lempung, dan pyrite. Sumberdaya Mineral tersebut merupakan

mineral yang berasosiasi dari emas. yang dapat menguntungkan bagi masyarakat

sekitar dan dipergunakan untuk kebutuhan manusia. proses penambangan emas

di lokasi penelitian belum dilakukan dikarenakan potensi mineralisasi

khususnya emas di lokasi penelitian ini belum ekonomis untuk ditambang


73

tampak urat kuarsa dan mineral pirit yang terkandung dalam batuan yang

merupakan mineral yang berasosiasi dengan emas.

Terlihat
kenampakan
vein kuarsa
pada
singkapan
batuan diorit

Terlihat kenampakan
urat kuarsa pada batuan
diorit (di dalam garis),
dan kenampakan
mineral sekunder
berupa pyrite (di dalam
lingkaran) yang
merupakan mineral
yang berasosiasi
dengan mineral
ekonomis yakni emas

Gambar 3.23. Potensi mineralisasi daerah penelitian


2. Tambang Galian C

Lokasi penelitian di dominasi oleh batuan beku. Hal ini bisa digunakan untuk

menjadikan lokasi ini sebagai tempat untuk mengangkut material berupa material

tambang. Terlebih lagi pada saat ini pembangunan di provinsi Gorontalo sedang

mengalami perkembangan, hal ini bisa dijadikan referensi untuk melakukan

penambangan batu tersebut. Selain itu juga material-material lepas yang berukuran

kerikil hingga Bongkah bisa juga diangkut sebagai bahan baku untuk pembangunan

dalam skala kecil, seperti pembuatan perumahan maupun irigasi desa.


74

Hulu sungai
tampak
dominan
berukuran
Kerikil sampai
bongkah

. Hilir sungai
tampak
dominan
berukuran
Pasir-kerakal

Gambar 3.24. Potensi tambang batu galian C daerah


penelitian
BAB IV

SEJARAH GEOLOGI

Peristiwa sejarah geologi daerah penelitian terbentuk atas empat orde. Orde

pertama terjadi pada kala miosen tengah ditandai dengan . Tunjaman di Laut

Sulawesi, atau disebut juga Tunjaman Sulawesi Utara, diduga tunjaman ini telah

mengakibatkan terjadinya kegiatan kegunungapian yang menghasilkan batuan

Gunungapi Neogen, (simandjuntak,1986). Dalam formasi batuan api bilungala

salah satunya tersusun satuan batuan andesit, dan juga merupakan satuan tertua di

lokasi penelitian.

Gambar 4.1. Terbentuknya satuan andesit

Setelah terbentuknya satuan batuan andesit, proses struktur geologi bekerja

hingga menyebabkan di beberapa satuan batuan andesit mengalami proses

pelapukan dan perubahan bentuk morfologi satuan tersebut. Hasil dari struktur

geologi ini membentuk sesar, salah satunya sesar sungai marisa yang berada

79
76

Di desa bualemo tepatnya di bagian utara lokasi penelitian, sesar ini

diinterpretasikan berumur masih berumur miosen tengah,

Gambar 4.2. proses struktur geologi pada satuan andesit

Kemudian pada orde kedua kembali terjadi aktivitas magmatik pada dapur

magma gunung api bilungala yang menerobos batuan induk atau satuan andesit

yang telah mengalami pelapukan atau satuan batuan andesit yang berada dalam

zona lemah sehingga Magma tersebut menerobos zona lemah pada batuan induk

yakni satuan batuan andesit. satuan yang menerobos ini adalah satuan batuan diorit

yang diinterpretasikan berumur miosen akhir.

Setelah terbentuknya batuan diorit proses struktur geologi bekerja sehingga

menyebabkan beberapa bagian di lokasi penelitian ini mengalam perubahan

resistensi batun sehingga pada lokasi Penelitian terbentuk sesar Ayungola’a, dan

rekahan yang diakibatkan oleh sesar ini membentu cabang dari anak-anak sungai

utama. Proses geologi ini diinterpretasikann masih berumur miosen akhir.


77

Gambar 4.3. terbentuknya satuan diorit

Kemudian pada orde ketiga pada kala miosen akhir proses penunjaman

terus berlanjut, di mana tunjaman Ini menghasilkan kegiatan magmatik yang

menghasilkan satuan batuan granit yang menerobos zona-zona lemah pada batuan

andesit dan diorit sehingga terendapkan satuan batuan granit yang terbentuk pada

kala pliosen awal.

Gambar 4.4. Terbentuknya satuan Granit


78

setelah satuan granit terbentuk, proses struktur geologi masih bekerja,

sehingga zona-zona lemah pada batuan di lokasi penelitian mengalami proses

erosional, terlebih di daerah penelitian di bagian timur, sehingga batuan-batuan

yang mengalami proses erosional secara vertikal tadi terlepas dari batuan induk

dan terendapkan oleh arus sungai.

Proses ini termasuk pada orde keempat yakni pada kala pliosen – Holosen

di mana proses erosi vertikal yang menyebabkan batuan terlepas dari batuan induk

terendapkan menjadi satuan endapan aluvial di mana material tersebut terdiri dari

satuan batuan yang ada di lokasi penelitian. Endapan aluvial pada lokasi penelitian

ini berukuran dari pasir hingga bongkah. Endapan aluvial ini dapat ditemukan di

bagian timur lokasi penelitian tepatnya di sungai biyonga desa polohungo. Proses

erosi dan pengendapan ini masih berlanjut hingga saat ini.

Gambar 4.5. Terbentuknya satuan Endapan Aluvial


BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian lapangan dan pengolahan data yang didapatkan, maka

penulis menyimpulkan sebagai berikut :

1. Geomorfologi daerah penelitian dibagi atas empat satuan morfologi yakni,

satuan perbukitan vulkanik, satuan perbukitan struktural, satuan perbukitan

denudasional dan satuan dataran fluvial

2. Stratigrafi daerah penelitian dibagi atas empat satuan litologi yang diurutkan

dari tua ke muda yakni, satuan andesit, satuan diorit, satuan granit dan satuan

endapan aluvial

3. Struktur Geologi daerah penelitian di dominasi oleh sesar geser mengiri dan

kekar gerus

4. Sejarah Geologi daerah penelitian dimulai pada kala miosen tengah dimana

terendapkan satuan tertua yakni satuan andesit. kemudian pada kala miosen

akhir terbentuk satuan diorit yang menerobos satuan andesit. Setelah terbentuk

satuan diorite pada kala pliosen awal terbentuk satuan granit yang menerobos

zona lemah dari tubuh batuan satuan andesit dan diorit. Proses struktur geologi

berlanjut hingga menghasilkan zona lemah yang membuat batuan menjadi

tidak resisten sehingga terjadi proses erosi vertikal yang signifikan dan

membuat lembah menjadi lebih lebar dan membuat cabang-cabang sungai

utama. Proses erosi yang berlanjut membuat material lepas

79
80

5. yang mengalami proses erosional tertransportasi oleh aliran sungai dan

terendapkan di bibir sungai maupun di tengah sungai. Proses tersebut

berlangsung hingga sekarang.

6. Potensi Geologi potensi geologi daerah penelitian dibagi atas dua yakni

potensi mineralisasi dan potensi tambang batu galian C. Potensi berupa

kandungan mineralisasi dari proses alterasi hidrotermal berupa mineral-

mineral ekonomis yang kemungkinan bisa menjadi mineral yang berharga dan

berharga jual tinggi. Kemudian juga pada daerah endapan aluvial bisa

dijadikan tambang galian C yang berukuran Pasir hingga bongkah dan bisa

dijadikan sebagai bahan dasar dalam pembangunan dalam skala kecil seperti

pembangunan perumahan dan irigasi.


DAFTAR PUSTAKA

Anderson, EM. 1905. The Dynamis of Faulting. Geological Society. Special

Publications. London

Apandi, T.,dan Bachri,S.1997. Peta Geologi Lembar Kota Mobagu,Sulawesi Skala

1:250000.Bandung: Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi

Apandi,T.,dan Bachri,S.1997. Peta Geologi Lembar Tilamuta, Sulawesi Skala

1:250000.Bandung: Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi.

Brahmantyo,B.dan Bandono, 2006. Klasifikasi Bentuk Muka Bumi (Landform)

untuk pemetaan Geomorfologi pada skala 1 : 25.000 dan aplikasinya untuk

pemetaan ruang . jurnal Geoaplika, Vol. 1, No.2, hal 071-078, Bandung

Bachri,S. 2006. Stratigrafi lajur volkano-plutonik daerah Gorontalo, Sulawesi.

Jurnal Sumber Daya Geologi. 15(2): 94-106

Badan Informasi Geospasial (BIG). 2013. Pelaksana PT. Sarana Primadata

Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo. 2017. Kabupaten Gorontalo dalam

angka 2017. Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo .

Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo Utara. 2017. Kabupaten Gorontalo

Utara dalam angka 2017. Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo

Utara.

Brahmantyo,B.2010."Gorontalo, Totonu Yio", Ekspedisi Geografi Indonesia 2009

Gorontalo, Bakosurtanal 2009

Harsolumakso, A. 2014. Buku pedoman geologi lapangan . Program Studi Teknik

Geologi Fakultas Ilmu dan teknologi Kebumian Insitut Teknologi Bandung.


Howard,A.D.1967. Drainage Analysis In Geologic Interpretation: A Summation,

AAPG Bulletin, Vol.51 (11) :2246-2259

Jeram. G,& Petford. N. 2010. The Field Description of Igneous Rocks.

Le Bass. M.J, & Streckeisen. A.L. 1991. The IUGS of Igneous Rocks. Jurnal of

the geological society London, vol. 148.1991

Dwiki Nugraha, MGS. 2018. Panduan Dasar Pemetaan Geologi. Yogyakarta

Noor,Djauhari, 2009. Pengantar Geologi. Fakultas Teknik Universitas Pakuan

Bogor

Noor Djauhari, 2010. Geomorfologi. Fakultas Teknik Universitas Pakuan Bogor

Anderson, E.M. 1951. The Dynamics of Faulting: Second Edition , Oliver

& Body, Edinburgh.

Sapiie, B. dan A.H. Harsolumakso. 2006. Prinsip Dasar Geologi Struktur.

Institut Teknologi Bandung press. bandung

Sompotan,A.2012.Struktur Geologi Sulawesi.Perpustakaan Sains Kebumian

Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Sukandarrumidi.2011.Pemetaan Geologi.Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press

Sudarno, P. Subagyo, H. Salahudin M.I. Gayatri., 2008, Panduan Praktikum

Geologi Struktur, Edisi 2008. Laboratorium Geologi Dinamika, Jurusan

Teknik Geologi, UGM. Yogyakarta. Maret, 2008.

Travis B. Russel. 1955. Classification Of Rocks. Colorodo School Of Mines.

United State Of America.


Van Leuwen Muhardjo. 2004. Stratigraphy and tectonics setting of the cretaceous

and Paleogene volcanic-sedimentary Successions in Northwest Sulawesi,

Indonesia: Implications for the Cenozoic Evolution of Western And

Northern Sulawesi. Journal of Asian Earth Sciences xx (2005) 1-27,

Jakarta. Indonesia.

Van Zuidam, R. 1985. Aerial Photo Interpretation in Terrain Analysis and

Geomorphologic Mapping. Smith Publisher The Hugue. ITC.


Kode stasiun : AM. 3.24

Nama Batuan : Andesit (Travis, 1955)

Deskripsi Petrologi :

Sampel batuan andesite berwarna abu-abu kehitaman bertekstur afanitik dan

memiliki struktur batuan yang masif. Mneral penyusun batuan ini adalah piroksen

30%, hornblende 25%, biotit 20%, dan plagioklas 25%. Terdapat juga mineral

sekunder berupa klorit dan pyrite. Batuan telah mengalami ubahan yang

didentifikasi dari terbentuknya mineral sekunder yang berwarna kehijauan (klorit)

dan terdapat urat-urat kuarsa yang berukuran halus ± 1 mm. batuan ini termasuk

dalam jenis batuan intermedied. Berdasarkan pengamatan petrologi tersebut dapat

diketahui yakni batuan tersebut bernama Andesit.


Kode stasiun : AM. 2.12

Nama Batuan : Diorit (Travis, 1955)

Deskripsi Petrologi :

Sampel batuan berwarna abu-abu kecoklatan, bertekstur faneritik dan memiliki

struktur batuan yang masif. Mneral penyusun batuan ini adalah plagioklas 40%,

hornblende 20%, biotit 30%, dan kuarsa 10%. Terdapat juga mineral sekunder

berupa klorit dan pyrite. Batuan telah mengalami ubahan yang didentifikasi dari

terbentuknya mineral sekunder yang berwarna kehijauan (klorit) dan terdapat urat-

urat kuarsa yang berukuran halus. batuan ini termasuk dalam jenis batuan

intermedied. Berdasarkan pengamatan petrologi tersebut dapat diketahui yakni

batuan tersebut bernama Diorit.


Kode stasiun : AM. 7.52

Nama Batuan : Granit (Travis, 1955)

Deskripsi Petrologi :

Sampel batuan berwarna abu-abu terang memiliki bitnik hitam, bertekstur

faneritik dan memiliki struktur batuan yang masif. Mneral penyusun batuan ini

adalah kuarsa 40%, plagioklas 30%, hornblende 15%, dan orthoklas 15%. Terdapat

juga mineral sekunder berupa klorit dan pyrite. Batuan telah mengalami ubahan

yang didentifikasi dari terbentuknya mineral sekunder yang berwarna kehijauan

(klorit) dan mineral yang berwarna kuning keemasan (pyrite). batuan ini termasuk

dalam jenis batuan asam. Berdasarkan pengamatan petrologi tersebut dapat

diketahui yakni batuan tersebut bernama Granit.


Kode sampel : AM. 3.22

Nama Batuan : Andesit

Klasifikasi : Le Bas & Streckeisen (1991)

Mikroskopis :

fenokris (75%) dan masadasar mikrokristalin (25%). Fenokris terdiri dari


mineral plagioclase dan pyroxenepada masadasar microcrystalline dan glass
volcanic. Fenokris berukuran 0.01-0.4mm dan berbentuk prismatic euhedral –
subhedral. Batuan telah lapuk sekitar 10% yang diidentifikasi dengan kehadiran
mineral oksida utamanya pada mineral mafic yaitu pyroxene dan berupa butiran
halus di permukaan batuan. Terdapat pula vein quartz berukuran halus yang hadir
berasosiasi dengan mineral opaque.

Mineralogi :

Deskripsi Mineralogi

Komposisi Mineral Jumlah Keterangan Optik mineral


(100%)

Hadir sebagai fenokris berukuran 0.1 – 0.4 mm berbentuk euhedral –


Plagioclase subhedral. Kristal yang berukuran lebih halus memperlihatkan
60 kembaran Carlsbad dan berukuran besar Carlsbad-Albit. jenis
(Na,Ca)(Si,Al)₄O₈ plagioklas Andesin - Labradorite.Sebagai massadasar berupa mikrolit
berukuran < 0,1 mm bersama dengan pyroxene.

Hadir sebagai fenokris berwarna hijau – coklat, berukuran 0.05 – 0.2


mm berbentuk prismatik euhedral - subhedral. Relief tinggi, belahan
Pyroxene dua arah membentuk sudut simetri, sebagian memperlihatkan
10
(Ca,Na)(Mg,Fe,Al,Ti)(Si,Al)₂O₆ kembaran. Sudut gelapan 60o (gelapan miring), jenis clinopyroxene
augite.

Warna absorbsidan interferensi hitam,bentuk euhedral-subhedral,


Mineral Opaq 5
ukuran mineral 0.01-0.1 mm

Glass Volcanic 25 Berwarna hitam, isotrop dan amorf.

Komposisi Mineral Sekunder Jumlah Keterangan Optik mineral


(11%)
Berwarna hijau muda, berserabut dan terkumpul menggantikan
Chlorite 4%
mineral feldspar dan hornblende

Hadir mengisi rekahan berupa urat yang berukuran 0.01 – 0.05 mm


Quartz, SiO2 2%
berwarna transparant.

Berwarna hitam, isotrop berukuran mineral 0,03 - 0,4 mm, sebagian


Opaque Minerals 3%
berbentuk euhedral (pyrite?).

Clay minerals 2% coklat, ber butir halus pada permukaan mineral plagiocase.
Kode sampel : AM. 2.12

Nama Batuan : Diorit

Klasifikasi : Le Bas & Streckeisen (1991)

Mikroskopis :

Kenampakan batuan diorite di bawah mikroskop berwarna abu-abudan


coklat, struktur batuan massive, tekstur eu-subhedral crystalline yang tersusun
mineral alkali feldspar, plagioclase, biotite, quartz dan horblende. Mineral quartz
dan alkali feldspar membentuk tekstur graphic, sedangkan eksolusi mineral alkali
feldspar pada plagioclase membentuk tekstur perthite. Batuan telah mengalami
alterasi yang diidentifikasi dengan kehadiran mineral sekunder sericite, chlorite dan
epidote.

Mineralogi :

Deskripsi Mineralogi

Komposisi Mineral Jumlah Keterangan Optik mineral


(100%)
Transparat berbentuk euhedral – subhedral dan berukuran 0.2 – 0.3
Plagioclase mm, memperlihatkan kembaran albit dan Carlsbad, jenis
33% plagioklasAn 20-35 oligoclase – andesine. Beberapa kristal yang
(Na,Ca)(Si,Al)₄O₈ berukuran besar memperlihatkan zonasi komposisi. Permukaan kristal
sebagian terubah oleh mineral sericite berupa serabut halus.

Orthoclase, KAlSi3O8 27% transparant berbentuk euhedral-subhedral prismatik,dan pemadaman


miring dan berukuran 0.2 – 0.4 mm.

Biotite, berwarna coklat kehijauan, pleokroisme coklat - coklat kehijauan,


20% bentuk prismatic lamellar, belahan satu arah, bias rangkap orde-3,
K(Mg,Fe)3AlSi3O10(OH,O,F)2 pemadaman paralel, ukuran mineral 0.05 – 0,3 mm.

transparant berbentuk subhedral prismatik hexagonal, relief sangat


Quartz, SiO2 15%
rendah, terlihat pemadaman undulasi, dan berukuran 0.3 – 0.5 mm.

Hijau, pleokroisme mineral teridentifikasi karena telah teralterasi oleh


mineral epidot. Beberapa mineral memperlihatkan jejak hornblende
Hornblende,
5% akibat korosi dari massadasar. Mineral berukuran 0.1– 0.2 mm
Ca2(Mg,Fe)4Al(Si7Al)O22(OH,F)2
berbentuk columnar dan trapezohedral. Memperlihatkan relief tinggi,
nmin> ncb, belahan dua arah simetri dan pecahan tidak teratur.

Komposisi Mineral Sekunder Jumlah Keterangan Optik mineral


(11.5%)
Berwarna hijau muda, berserabut dan terkumpul menggantikan
Chlorite 5%
mineral feldspar.

Sericite 3% Transparat, berupa serabut halus pada permukaan mineral feldspar.

Berwarna hitam, isotrop berukuran mineral 0,03 - 0,2 mm, sebagian


Opaque Minerals 3%
berbentuk euhedral (pyrite?).

Sebagai mineral ubahan pada yang menggantikan seluruh dan


Epidote 0,5% sebagian hornblende, berwarna coklat, relief tinggi, biasrangkap orde
4.
Kode sampel : AM. 7.52

Nama Batuan : Granit

Klasifikasi : Le Bas & Streckeisen (1991)

Mikroskopis :

Kenampakan batuan granite di bawah mikroskopberwarna abu-abu


kecoklatan, struktur batuan massive, tekstur subhedral –anhedral crystalline.
Komposisi mineralterdiri dariquartz, orthoclase, plagioclase, hornblende, dan
biotite, berukuran 0.05-1.0mm dan berbentuk euhedral – subhedral.

Deskripsi Mineralogi

Komposisi Mineral Jumlah Keterangan Optik mineral


(%)
berwarna putih keabu-abuan, berbentuk subhedral prismatik –
Orthoclase, KAlSi3O8 35%
anhedral, berukuran 0.2 – 0.8 mm.

transparan, berbentuk anhedral berupa individu kristal dan sebagian


Quartz, SiO2 30%
berupa kumpulan, berukuran 0.05 mm – 0.2 mm.

Transparat berbentuk euhedral – subhedral dan berukuran 0.2 – 0.3


Plagioclase mm, memperlihatkan kembaran albit dan Carlsbad, jenis
24% plagioklasAn 20-25 oligoclase. Beberapa kristal yang berukuran besar
(Na,Ca)(Si,Al)₄O₈ memperlihatkan zonasi komposisi. Permukaan kristal sebagian
terubah oleh mineral sericite berupa serabut halus.

Hijau, pleokroisme mineral teridentifikasi karena telah teralterasi oleh


mineral epidot. Beberapa mineral memperlihatkan jejak hornblende
Hornblende,
10% akibat korosi dari massadasar. Mineral berukuran 0.1 – 0.2 mm
Ca2(Mg,Fe)4Al(Si7Al)O22(OH,F)2
berbentuk columnar dan trapezohedral. Memperlihatkan relief tinggi,
nmin> ncb, belahan dua arah simetri dan pecahan tidak teratur.

Transparant, prismatic subhedral - anhedral,relief sedang, , ukuran


Muscovite, KAl3Si3O10(OH)2 1%
0,05mm – 0,3 mm

Komposisi Mineral Sekunder Jumlah Keterangan Optik mineral


(10%)
Berwarna hijau muda, berserabut dan terkumpul menggantikan
Chlorite 4%
mineral feldspar.

Sericite 3% Transparat, berupa serabut halus pada permukaan mineral feldspar.

Berwarna hitam, isotrop berukuran mineral 0,03 - 0,2 mm, sebagian


Opaque Minerals 3%
berbentuk euhedral (pyrite?).
Lokasi : Sungai Daena,a

Unsur struktur : Kekar gerus

stasiun Strike Dip stike dip strike dip


15 81 237 80 36 69
15 84 295 80 40 68
19 73 321 69 49 81
16 77 304 75 22 73
9 75 312 54 31 76
50 74 320 61 38 67
39 64 309 48 31 73
12 67 322 42 29 82
AM. 3 11 85 301 63 51 62
18 67 302 46 12 71
16 61 295 52 28 65
42 84 301 56 25 68
52 69 338 59 5 66
21 71 348 75 33 66
34 70 374 49 38 65
23 67 329 63 6 69
15 64 355 70 23 67

Strike Dip strike dip strike dip


312 50 22 74 349 70
352 68 26 50 341 57
253 69 38 67 352 64
349 71 29 64 345 73
351 68 42 74 348 77
351 76 368 63 346 74
354 73 34 69 339 55
355 75 31 79 346 75
348 68 25 74 350 77
349 72 40 72 355 75
328 52 39 70 354 60
336 63 32 83 350 77
355 68 46 69 357 73
336 65 50 75 348 68
334 69 31 70 356 70
332 69 45 69 354 61
351 58
ARAH UMUM KEKAR : N 351°E/72°NE

KLASIFIKASI : Anderson,E.M (1905)


Lokasi : Sungai Daena,a

Unsur struktur : Kekar gerus

STASIUN STRIKE DIP STRIKE DIP

136 75 279 80
249 86 275 85
58 62 281 86
114 84 300 85
65 87 306 84
120 88 284 85
AM. 2.11
59 80 335 85
118 88 305 84
60 82 286 75
121 85 266 80
48 79
125 70

Arah Umum Kekar :N 301°E/89°N E

KLASIFIKASI : Anderson,E.M (1905)


Lokasi : Sungai Lembetue

Unsur struktur : Kekar gerus

stasiun strike Dip strike dip


62 86 60 74
120 88 334 69
69 64 246 70
170 79 237 85
200 80 264 78
152 84 280 88
184 88 276 79
150 86 282 85
AM
164 64 265 85
.2.15
222 85 280 81
115 60 220 87
241 83 225 70
235 85 285 83
252 86 235 86
273 84 267 83
88 80 235 81
112 42 146 87

Arah Umum Kekar :N 279°E/83°N E

Klasifikasi : Anderson,E.M (1905)


Lokasi : Sungai Danea’a

Unsur struktur : Kekar Gerus

stasiun strike Dip strike dip


14 84 315 70
304 70 155 81
309 74 314 68
355 89 306 66
1 71 152 79
174 85 315 69
AM. 80 61 154 85
3.20 7 54 341 72
325 78 135 84
86 79 374 74
177 82 170 82
174 81 148 81
322 70 151 81
321 71

Arah Umum Kekar :N 314°E/70°NE

Klasifikasi : Anderson,E.M (1905)


Lokasi : Sungai Lembetue

Unsur struktur : Kekar Gerus

stasiun strike dip strike dip


265 69 13 61
16 77 5 64
37 62 255 87
55 76 244 85
260 88 221 75
AM.
275 81 221 82
4.29
228 57 255 84
272 79 252 65
175 35 234 83
221 86 213 67
164 52

Arah Umum Kekar :N 256°E/87°NW

Klasifikasi : Anderson,E.M (1905)


Lokasi : Sungai Lembetue

Unsur struktur : Kekar Gerus


stasiun strike dip strike dip
64 77 77 85
344 85 69 78
62 85 75 85
328 70 77 72
AM 64 83 70 85
4.30 325 86 65 88
60 77 58 86
331 83 75 76
64 86 76 69
341 86 77 70

Arah Umum Kekar :N 66°E/83°SE

Klasifikasi : Anderson,E.M (1905)


Lokasi : Sungai Lembetue

Unsur struktur : Kekar Gerus

stasiun strike dip strike dip


345 82 28 80
266 88 39 58
346 70 69 56
241 84 44 68
AM. 325 81 17 74
4.32 206 81 16 85
316 59 27 83
204 88 18 87
306 74 26 81
224 85 21 86

Arah Umum Kekar :N 23°E/85°SE

Klasifikasi : Anderson,E.M (1905)


Lokasi : Sungai Liloda’a

Unsur struktur : Kekar Gerus

stasiun strike dip strike dip


138 70 166 67
187 78 174 74
127 76 96 88
AM. 208 73 140 75
5.41 132 78 57 77
170 80 126 77
161 65 143 70
50 85

Arah Umum Kekar :N 133°E/74°SW

Klasifikasi : Anderson,E.M (1905)


Lokasi : Sungai Liloda’a

Unsur struktur : Kekar Gerus

stasiun strike dip strike dip


226 75 160 80
178 87 242 71
143 66 254 76
176 65 243 86
AM. 246 67 251 76
6.49 251 70 249 82
236 77 252 75
165 83 212 87
236 70 245 75
241 78 153 81

Arah Umum Kekar :N 248°E/75°NW

Klasifikasi : Anderson,E.M (1905)


Lokasi : Sungai Biyonga

Unsur struktur : Kekar Gerus

stasiun strike dip strike dip


223 83 214 80
262 76 268 74
313 84 208 74
270 70 246 80
208 84 197 85
AM.
226 83 247 74
7.54
194 84 198 74
263 84 255 70
216 83 194 73
278 64 263 74
275 74 198 76

Arah Umum Kekar :N 196°E/79°NW

Klasifikasi : Anderson,E.M (1905)


Lokasi : Sungai Biyonga

Unsur struktur : Kekar Gerus

stasiun strike dip strike dip


275 77 220 75
250 85 245 84
280 67 215 76
240 86 276 80
235 85 237 86
AM. 258 82 270 75
7.58 284 83 249 76
251 86 279 84
242 82 255 76
210 85 278 77

Arah Umum Kekar :N 196°E/79°NW

Klasifikasi : Anderson,E.M (1905)


Lokasi : Sungai Biyonga

Unsur struktur : Kekar Gerus

stasiun strike dip strike dip


95 66 9 86
16 77 20 85
91 87 14 82
100 85 19 82
AM. 12 85 15 82
10.78 98 79 8 81
110 85 96 64
11 84 88 84
13 85 102 80
10 85 105 82

Arah Umum Kekar :N 14°E/83°SE

Klasifikasi : Anderson,E.M (1905)


Lokasi : Sungai Biyonga

Unsur struktur : Kekar Gerus

stasiun strike dip strike dip


14 68 102 75
12 80 109 88
16 74 115 64
18 81 118 84
AM. 15 64 124 73
10.79 17 75 103 82
10 75 100 80
14 79 101 78
15 79 114 79
21 85 110 88

Arah Umum Kekar :N 15°E/77°SE

Klasifikasi : Anderson,E.M (1905)


Lokasi : Sungai Biyonga

Unsur struktur : Kekar Gerus

stasiun strike dip strike dip


20 79 109 79
34 60 96 87
13 75 110 83
12 85 102 82
AM. 27 73 106 80
10.80 29 71 98 72
20 80 108 82
30 82 93 81
24 72 102 80
23 79 92 82

Arah Umum Kekar :N 25°E/77°SE

Klasifikasi : Anderson,E.M (1905)


1. Sesar Ayungola’a

Bidang Sesar : N 312°E/74° NE

Pitch : 13°

Netslip : 136°

Nama Sesar : Normal Left Slip Fault

Stasiun Strike dip Strike dip


295 75 310 85
345 85 315 56
288 83 316 60
355 84 307 80
AM. 304 80 312 71
4.37 46 80 306 71
283 65 290 85
350 78 290 68
263 88 285 87
347 74
2. Sesar Sungai Marisa

Stasiun AM. 3.23

Bidang Sesar : N 88°E/31° NE

Pitch : 31°

Netslip : 236°

Nama Sesar : Lag Left Slip Fault


CURRICULUM VITAE

A. Identitas
Ayub Immaduddin Mooduto, lahir di Jakarta pada
tanggal 06 September 1996. Anak pertama dari tiga
bersaudara, anak dari pasangan Mochammad Zain
Mooduto dan Shintawaty, beragama Islam. Menjadi
mahasiswa Strata satu (S1) di Universitas Negeri
Gorontalo dengan nomor registrasi 471414018 pada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
(FMIPA), Jurusan Ilmu Dan Teknologi Kebumian
Program Studi Teknik Geologi angkatan 2014.
E-mail : ayubmooduto@gmail.com
Alamat : Kelurahan Tenilo Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo.

B. Riwayat Pendidikan
 Pendidikan Formal
1. Tamat dari Sekolah Dasar Negeri 46 Kota Selatan, Kota Gorontalo pada
tahun 2008
2. Tamat dari Madrasah Tsanawiyah Hubulo Pada Tahun 2011
3. Tamat dari Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Gorontalo pada tahun
2014
4. Mendaftar dan diterima menjadi mahasiswa S1 Program Studi Teknik
Geologi pada tahun 2014
 Pendidikan Non Formal
1. Peserta Masa Orientasi Mahasiswa Baru (MOMB) kurikulum
2014/2015 Universitas Negeri Gorontalo
2. Peserta pelatihan komputer dan internet oleh PUSTIKOM Universitas
Negeri Gorontalo tahun 2014
3. Peserta Course & Excursion “Surface Exploration for Geothermal
Resource” oleh SM-IAGI Universitas Negeri Gorontalo
4. Peserta “Convergent Day” oleh Laboratorium Teknik Geologi
Universitas Negeri Gorontalo pada tahun 2016
5. Peserta Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Karangsambung Oleh
Universitas Negeri Gorontalo
6. Peserta Kuliah Kerja Sibermas (KKS) pengabdian masyarakat di desa
Bohulo oleh Universitas Negeri Gorontalo
7. Peserta seminar “Hulu Migas Goes to Campus” oleh SKK-MIGAS pada
tahun 2017
8. Peserta Workshop “J-Resources Ride To Campus” oleh MGEI
Universitas Negeri Gorontalo pada tahun 2018
9. Peserta “Petroleum Inspiring Talk & Trip” (PITT) di Kabupaten Blora,
Jawa Timur oleh PEM AKAMIGAS CEPU pada tahun 2018
10. Peserta magang Survey & GIS di PT. Palma Group pada tahun 2018
11. Peserta training Job Safety Analysis For Mining, Oil And Gas Industry
oleh PT.Solusimaxi pada tahun 2018
12. Peserta “Career, Training & Counseling” oleh UPT. PKM Universitas
Negeri Gorontalo tahun 2020
C. Pengalaman Organisasi
1. Anggota Organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi (HMTG)
Universitas Negeri Gorontalo pada tahun 2015
2. Panitia kegiatan “Convergent Day” oleh Himpunan Mahasiswa Teknik
Geologi dan Laboratorium Teknik Gelogi Universitas Negeri
Gorontalo pada tahun 2016
3. Kepala divisi Penalaran Keilmuan Organisasi Himpunan Mahasiswa
Teknik Geologi (HMTG) Universitas Negeri Gorontalo Pada Tahun
2017
4. Panitia kegiatan “Closing Academic Year” oleh Himpunan Mahasiswa
Teknik Geologi Laboratorium Teknik Gelogi Universitas Negeri
Gorontalo pada tahun 2017.
PETA LINTASAN
NTASAN
PETA GEOMORFOLOGI
PETA STRUKTUR GEOLOGI
PETA GEOLOGI

Anda mungkin juga menyukai