Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PRAKTIKUM

PROSES PRODUKSI
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Proses Produksi
Dosen Pengampu: Muhammad Abdul Wahid, S.T.

Disusun Oleh:

KELOMPOK 8

Ja’far Shodiq 21103011057


Aris Rifaldi 21103011058
Idzatul Mudtaqin 21103011059
Stivener Arianal Haq 21103011065
Fariq Nauval J. 21103011066

LABORATURIUM PROSES PRODUKSI


PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
TAHUN 2023
HALAMAN PENGESAHAN

Dengan ini menerangkan bahwa mahasiswa dibawah ini:


Ja’far Shodiq 21103011057
Aris Rifaldi 21103011058
Idzatul Mudtaqin 21103011059
Stivener Arianal Haq 21103011065
Fariq Nauval J. 21103011066

Telah menyelesaikan Laporan Praktikum Proses Produksi dan telah diperiksa serta
disahkan pada:

Hari :

Tanggal :

Mengetahui,
Dosen Pembimbing Dosen Penanggung Jawab Praktikum

Muhammad Dzulfikar, S.T., M.T. Muhammad Abdul Wahid, S.T., M.T.


NIDN. 0614019102 NPP. 05.19.1.0550

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas yang berjudul: Laporan Praktikum Proses
Produksi dengan lancar dan tepat waktu. Laporan praktikum ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Praktikum Proses Produksi. Selain itu laporan praktikum ini bertujuan
untuk menambah wawasan terkait proses produksi. Segala kesulitan yang penulis hadapi
sungguh diberikan kemudahan oleh-Nya untuk dapat menyelesaikan laporan praktikum
proses produksi. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Sri Mulyo Bondan Respati, ST., MT. selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Wahid Hasyim Semarang.
2. Bapak Muhammad Dzulfikar, ST., MT. selaku ketua Jurusan Teknik Mesin dan
pembimbing praktikum Proses Produksi Universitas Wahid Hasyim Semarang.
3. Bapak Muhammad abdul wahid, ST. selaku dosen pengampu praktikum Proses Produksi
Universitas Wahid Hasyim Semarang.
4. Bapak Agung Nugroho, ST., MT. selaku kepala lapboratorium Proses Produksi
Universitas Wahid Hasyim Semarang.
5. Seluruh asisten laboratorium proses produksi Universitas Wahid Hasyim Semarang.

Penulis menyadari bahwa Laporan Praktikum Proses Produksi ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penulisan laporan
berikutnya. Semoga laporan ini membawa manfaat bagi penulis dan pembaca.

Semarang, 3 Juni 2023

Kelompok 8

2
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................................................1
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................................4
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................................5
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................5
1.2 Tujuan Praktikum...............................................................................................................5
1.3 Manfaat Praktikum.............................................................................................................5
BAB 2 DASAR TEORI....................................................................................................................7
2.1 Proses Bubut (Turning)........................................................................................................7
2.1.1 Pengertian Mesin Bubut..............................................................................................8
2.1.2 Parameter Proses Bubut..............................................................................................9
2.1.3 Geometri Pahat Bubut...............................................................................................12
2.1.4 Perencanaan dan Perhitungan Proses Bubut...........................................................13
BAB 3 ALAT DAN BAHAN..........................................................................................................15
BAB 4 PROSES KERJA...............................................................................................................16
BAB 5 PENUTUP..........................................................................................................................17
5.1 Kesimpulan.........................................................................................................................17
5.2 Saran...................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................18
LAMPIRAN.......................................................................................................................................19

3
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Proses Bubut (Turning).....................................................................................................3
Gambar 2. 2 Proses Dasar Bubut...........................................................................................................4
Gambar 2. 3 Proses Bubut Rata, Bubut Permukaan dan Bubut Tirus....................................................5
Gambar 2. 4 Skematis Mesin Bubut dan Nama pada Setiap Bagian......................................................5
Gambar 2. 5 Panjang Permukaan Benda Krja yang dilalui Pahat Setiap Putaran...................................6
Gambar 2. 6 Gerak Makan (f) dan Kedalaman......................................................................................7
Gambar 2. 7 Proses Permesinan yang Dapat Dilakukan pada Mesin Bubut..........................................7
Gambar 2. 8 Geometri Pahat Bubut HHD (Pahat Diasah Dengan Mesin Gerinda Pahat)......................8
Gambar 2. 9 Geometri Pahat Bubut Sisipam (Insert).............................................................................8
Gambar 2. 10 Macam - Macam Jenis Pahat...........................................................................................9
Gambar 2. 11 Proses Bubut...................................................................................................................9

4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era sekarang, dunia industri berkembang semakin pesat. Hal tersebut mendorong
pihak-pihak industri untuk melakukan evaluasi guna mendapatkan hasil produksi yang
semakin baik lagi. Pada saat ini proses produksi dengan menggunakan sebuah alat atau mesin
merupakan kebutuhan utama atau penting dalam sebuah produksi, karena dapat membantu
manusia dalam menghasilkan sebuah produk. Proses Produksi sendiri merupakan proses
lanjutan dalam pembentukan sebuah benda kerja atau juga merupakan proses akhir setelah
pembentukan logam menjadi bahan baku.
Seperti dalam komponen pada kendaraan bermotor, rantai yang berfungsi untuk
meneruskan putaran pada mesin ke roda belakang seiring berjalannya waktu dapat aus. Oleh
karena itu perlu digantinya komponen-komponen yang aus tersebut dan dalam
membongkarnya pun perlu komponen lain sebagai alat bantu. Komponen tersebut antara lain
seperti baut penekan, nut (mur), rahang C dan kepala rahang.
Untuk mendukung keberlangsungan tersebut, perlu dibuatnya komponen-komponen
tersebut seperti yang dilaksanakan dalam praktikum Proses Produksi mahasiswa Program
Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim. Dalam praktikum tersebut,
mahasiswa dikenalkan dengan beberapa alat Proses Produksi Konvensional seperti mesin
bubut, mesin frais, mesin milling, mesin bor, mesin gerinda, mesin las dan alat bangku.
Selain itu juga mempelajari cara pengoperasian alat tersebut serta menerapkan teori – teori
sehingga dapat menghasilkan produk sederhana seperti alat pembuka rantai
1.2 Tujuan Praktikum
Dari praktikum yang sudah dilakukan, terdapat tujuan dari praktikum Proses Produksi,
antara lain sebagai berikut:
1. Mengetahui fungsi pada sebuah alat
2. Mampu mempergunakan alat dengan baik sesuai dengan instruksi kerja
3. Menerapkan Prosedur K3 dalam setiap penggunaan sebuah alat
4. Mengetahui cara pengoperasian alat produksi konvensional untuk menghasilkan
produk baru.
1.3 Manfaat Praktikum
Adapaun manfaat dari praktikum Proses Produksi antara lain sebagai berikut:
1. Melatih mahasiwa dalam penerapan teori pada Mata Kuliah Proses Produksi

5
2. Menambah pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam menggunakan sebuah
alat Proses Produksi
3. Meningkatan wawasan berfikir dalam penerapan ilmu yang dipelajari dan diterapkan
secara langsung

6
BAB 2
DASAR TEORI
2.1 Proses Bubut (Turning)

Gambar 2. 1 Proses Bubut (Turning)

Proses turning atau bubut merupakan proses produksi yang melibatkan bermacam-
macam mesin yang pada prinsipnya adalah pengurangan diameter dari benda kerja. Proses –
proses pengerjaan pada mesin bubut secara umum dikelompokkan menjadi dua yaituproses
pemotongan kasar dan proses pemotongan halus atau semi halus. Pada mesin ini , gerakan
potong dilakukan oleh benda kerja dimana benda ini dijepit dan diputar oleh spindle
sedangkan gerak makan dilakukan oleh pahat gerak lurus. Pahat hanya bergerak pada sumbu
XY.

Untuk mengawali proses kerja pembubutan tersebut, benda kerja yang akandikerjakan
harus dipasang terlebih dahulu pada chuck atau pencekam yang terpasang pada spindle
mesin. Benda kerja yang terpasang harus dipastikan ter!ekam dengankuat, aman dan berputar
secara center. Alat potong yang berupa pahat bubut dipasang pada tool post dan harus diatur
sedemikian rupa sehingga ujung pahat harus setinggititik center benda kerja. Kemudian
spindle dan benda kerja diputar dengan ke!epatantertentu sesuai hasil perhitungan. Pahat
yang dipakai untuk membentuk benda kerja,akan disayatkan pada benda kerja yang sudah
berputar tersebut. Apabila pengaturanke!epatan putaran benda kerja sesuai dengan rumus
perhitungan yang ditentukan,maka alat potong akan dengan mudah melakukan pemotongan
benda kerja sehingga benda kerja dapat dibentuk sesuai yang diinginkan.

Salah satu indikator kualitas proses pembubutan adalah tingkat kehalusan permukaan
benda kerja yang dihasilkan. Hal ini tergantung pada beberapa hal yaitu jenis dan kualitas alat

7
potong, jenis matrial dari benda kerjadan parameter pemotongan pada proses pembubutan itu
sendiri.

2.1.1 Pengertian Mesin Bubut


Proses bubut adalah proses permesinan untuk menghasilkan bagian-bagian mesin yang
berbentuk silindris yang dikerjakan menggunakan mesin bubut. Untuk memperoleh bentuk
yang tertentu dengan benda kerja berputar dengan kecepatan yang ditentukan dengan sebuah
proses pemakanan sebuah pahat. Bentuk dasarnya dapat didefinisikan sebagai proses
permesinan permukaan luar benda silindres atau bubut rata :
1. Dengan benda kerja yang berputar
2. Dengan satu pahat bermata potong tunggal (with a single-point cutting)
3. Dengan gerakan pahat sejajar terhadap sumbu benda kerja pada jarak tertentu
sehingga akan membuang permukaan luar benda kerja

Gambar 2. 2 Proses Dasar Bubut

Keterangan :
a) Pembubutan memanjang
b) Pembubutan membidang
c) Pembubutan krucut
d) Pembubutan alur
e) Pembubutan dengan sablon penyalin

Proses bubut permukaan/surface turning ( Gambar 2.3 no.2 ) adalah proses bubut yang
identik dengan proses bubut rata, tetapi arah gerakan pemakanan tegak lurus terhadap sumbu
benda kerja. Proses bubut tirus/taper turning ( Gambar 2.3 no 3 ) sebenarnya identik dengan
proses bubut rata di atas, hanya jalannya pahat membentuk sudut tertentu terhadap sumbu
benda kerja.

8
Gambar 2. 3 Proses Bubut Rata, Bubut Permukaan dan Bubut Tirus

Demikian juga proses bubut kontur, dilakukan dengan cara memvariasi kedalaman
potong sehingga menghasilkan bentuk yang diinginkan. Walaupun proses bubut secara
khusus menggunakan pahat bermata potong tunggal, tetapi proses bubut bermata potong
jamak tetap termasuk proses bubut juga, karena pada dasarnya setiap pahat bekerja sendiri-
sendiri. Selain itu proses pengaturannya (seting) pahatnya tetap dilakukan satu persatu.
Gambar skematis mesin bubut dan bagian-bagiannya dijelaskan pada Gambar 2.4

Gambar 2. 4 Skematis Mesin Bubut dan Nama pada Setiap Bagian

2.1.2 Parameter Proses Bubut


Tiga parameter utama pada setiap proses bubut adalah kecepatan putar spindel (speed),
gerak makan (feed) dan kedalaman potong (depth of cut). Faktor yang lain seperti bahan
benda kerja dan jenis pahat sebenarnya juga memiliki pengaruh yang cukup besar, tetapi tiga
parameter di atas adalah bagian yang bisa diatur oleh operator langsung pada mesin bubut

9
1. Kecepatan putar n (speed) selalu dihubungkan dengan spindel (sumbu utama) dan
benda kerja. Karena kecepatan putar diekspresikan sebagai putaran per menit
(revolutions per minute, rpm), hal ini menggambarkan kecepatan putarannya. Akan
tetapi yang diutamakan dalam proses bubut adalah kecepatan potong (Cutting speed
atau V) atau kecepatan benda kerja dilalui oleh pahat/keliling benda kerja (lihat
Gambar 2.5). Secara sederhana kecepatan potong dapat digambarkan sebagai keliling
benda kerja dikalikan dengan kecepatan putar :

π dn
V= ..........................
1000
Dengan :
V : Kecepatan potong : m / menit
d : Diameter benda kerja : mm
n : Putaran benda kerja : puteran / menit

Gambar 2. 5 Panjang Permukaan Benda Krja yang dilalui Pahat Setiap Putaran

Dengan demikian kecepatan potong ditentukan oleh diamater benda kerja. Selain
kecepatan potong ditentukan oleh diameter benda kerja faktor bahan benda kerja dan
bahan pahat sangat menentukan harga kecepatan potong. Pada dasarnya pada waktu
proses bubut kecepatan potong ditentukan berdasarkan bahan benda kerja dan pahat.
Harga kecepatan potong sudah tertentu, misalnya untuk benda kerja Mild Steel dengan
pahat dari HSS, kecepatan potongnya antara 20 sampai 30 m/menit.
2. Gerak makan f (feed) , adalah jarak yang ditempuh oleh pahat setiap benda kerja
berputar satu kali (lihat Gambar 2.6), sehingga satuan f adalah mm/putaran. Gerak
makan ditentukan berdasarkan kekuatan mesin, material benda kerja, material pahat,
bentuk pahat, dan terutama kehalusan permukaan yang diinginkan. Gerak makan
biasanya ditentukan dalam hubungannya dengan kedalaman potong a. Gerak makan
tersebut berharga sekitar 1/3 sampai 1/20 a, atau sesuai dengan kehaluasan permukaan
yang dikehendaki.

10
Gambar 2. 6 Gerak Makan (f) dan Kedalaman

3. Kedalaman potong a (depth of cut), adalah tebal bagian benda kerja yang dibuang
dari benda kerja, atau jarak antara permukaan yang dipotong terhadap permukaan
yang belum terpotong (lihat Gambar 2.7). Ketika pahat memotong sedalam a , maka
diameter benda kerja akan berkurung 2a, karena bagian permukaan benda kerja yang
dipotong ada di dua sisi, akibat dari benda kerja yang berputar. Beberapa proses
pemesinan selain proses bubut pada Gambar 2.3 dapat dilakukan juga di mesin bubut
proses pemesinan yang lain, yaitu bubut dalam (internal turning), proses pembuatan
lubang dengan mata bor (drilling), proses memperbesar lubang (boring), pembuatan
ulir (thread cutting), dan pembuatan alur (grooving/ parting-off). Proses tersebut
dilakukan di mesin bubut dengan bantuan peralatan bantu agar proses pemesinan bisa
dilakukan.

Gambar 2. 7 Proses Permesinan yang Dapat Dilakukan pada Mesin Bubut

Keterangan:
a) Pembubutan champer (chamfering)
b) Pembubutan alur (parting-off)
c) Pembubutan ulir (threading)
d) Pembubutan lubang (boring)
e) Pembubutan lubang (boring)

11
f) Pembuatan kartel (knurling)

2.1.3 Geometri Pahat Bubut


Geometri pahat bubut terutama tergantung pada material benda kerja dan material
pahat. Terminologi standar ditunjukkan pada Gambar 2.8. Untuk pahat bubut bermata potong
tunggal, sudut pahat yang paling pokok adalah sudut beram (rake angle), sudut bebas
(clearance angle), dan sudut sisi potong (cutting edge angle). Sudutsudut pahat HSS yang
diasah dengan menggunakan mesin gerinda pahat (Tool Grinder Machine). Sedangkan bila
pahat tersebut adalah pahat sisipan yang dipasang pada tempat pahatnya, geometri pahat
dapat dilihat pada Gambar 2.9. Selain geometri pahat tersebut pahat bubut bisa juga
diidentifikasikan berdasarkan letak sisi potong (cutting edge) yaitu pahat tangan kanan
(Right- hand tools) dan pahat tangan kiri (Left-hand tools), lihat Gambar 2.10.

Gambar 2. 8 Geometri Pahat Bubut HHS (Pahat Diasah Dengan Mesin Gerinda Pahat)

Gambar 2. 9 Geometri Pahat Bubut Sisipam (Insert)

12
Gambar 2. 10 Macam - Macam Jenis Pahat

Sedangkan bentuk pahat bermacam-macam berdasarkan kegunaannya (lihat Gambar


2.10) macam pahat adalah : 1. Pahat kikis tekuk kanan, 2. Pahat kikis lurus kanan, 3. Pahat
kikis lurus kiri, 4. Pahat kikis samping kanan, 5. Pahat pucuk samping kanan, 6, 7. Pahat
poles pucuk, 8. Pahat poles lebar, 9. Pahat bubut samping kanan, 10. Pahat bubut samping
kiri, 11. Pahat alur, 12. Pahat ulir pucuk, 13. Pahat penggal, 14. Pahat bubut bentuk, 15. Pahat
bubut dalam, 17, 18. Pahat kait, 19. Pahat ulir dalam.

2.1.4 Perencanaan dan Perhitungan Proses Bubut


Dasar-dasar proses pembubutan dapat menggunakan rumus yang tertera pada gambar
2.10 dibawah dengan keterangan tertera sebagai berikut.

Gambar 2. 11 Proses Bubut

Keterangan :
Benda Kerja : Mesin Bubut :
do= Diameter mula , mm a= Kedalaman petong , mm
dm= Diameter akhir,mm f= Gerak makan ,mm/putaran
lt= Panjang pemotongan, mm n= putaran poros utama, putaran/menit
Pahat :

13
Xr = Sudut potong utama

1). Kecepatan potong


πdn
v= m/menit……………………………………………………………………
1000
1.2
2). Kecepatan makan
V f =f .n ; mm/menit……………………………………………………………….1.3

3). Waktu pemotongan

tc= ¿ menit .………………………………………………………………………1.4


vf

4). Kecepatan penghasilan beram


3
Z=A . v ; cm / menit……………………………...…………...……………………1.5

Perencanaan proses bubut tidak hanya menghitung elemen dasar proses bubut, tetapi
juga meliputi penentuan/pemilihan material pahat berdasarkan material benda kerja,
pemilihan mesin, penentuan cara pencekaman, penentuan langkah kerja/langkah penyayatan
dari awal benda kerja sampai terbentuk benda kerja jadi, penentuan cara pengukuran dan alat
ukur yang digunakan.

14
2.1.5 Hasil Proses Pembubutan.

Gambar .12 Baut Penekan

Gambar 2.12 Nut ( Mur )

15
Daftar Pustaka
Arifin, Achmad. “Prinsip Kerja Mesin Bubut (Turning Machine)”. 28 April 2015.
http://achmadarifin.com/permesinan/prinsip-kerja-mesin-bubut-turning-machine
(diakses pada 9 Oktober 2016)

16
BAB 3
PROSES KERJA BANGKU

3.1 PROSES KERJA BANGKU

17
3.1.1 Latar Belakang
Proses kerja bangku (Benchwork) merupakan aktivitas kerja yang dilakukan dengan
tenaga dan keahlian dari manusia di meja kerja. Teknik kerja bangku adalah
teknik dasar yang harus dikuasai oleh seseorang dalam mengerjakan kerja bangku didalam
dunia teknik permesinan pada tingkat selanjutnya. Kegiatan kerja bangku lebih
dititikberatkan pada pembuatan benda kerja dari material logam dengan perkakas tangan, dan
dilakukan di bangku kerja.
Pekerjaan kerja bangku meliputi berbagai jenis kontruksi geometris yang sesuai
dengan jobsheet atau perintah kerja. Persyaratan kualitas terletak kepada pemahaman
seseorang dalam praktek kerja bangku dan pelaksanaannya di tempat kerja yang meliputi
tingkat ketrampilan dasar penguasaan alat tangan, Tingkat kesulitan produk yang dibuat, dan
tingkat kepresisian hasil kerja, kerja bangku tidak menitikberatkan pada pencapaian hasil
kerja, tetapi juga pada prosesnya. Dimana pada proses tersebut lebih menitikberatkan pada
etos kerja yang meliputi ketekunan, disiplin, ketahanan, serta teknik sebagai dasar sebelum
melanjutkan ke pengerjaan yang menggunakan mesin-mesin produksi.

3.1.2 Tujuan
Adapun tujuan nya yaitu:
- Mahasiswa dapat mengetahui langkah-langkah mengikir, mengetap, menandai dan
menggergaji yang benar pada praktek kerja bangku.
- Mahasiswa dapat mengetahui penyebab dan kendala yang terjadi selama proses
praktikum kerja bangku.
3.1.3 Manfaat
Manfaat praktik kerja bangku adalah sebagai berikut:
1. Melatih praktikan (mahasiswa) mampu melaksanakan kegiatan kerja bangku, sehingga
terampil melaksanakannya.
2. Memberi bekal praktikan (mahasiswa) tentang kegiatan kerja bangku sehingga mampu
melaksanakan kerja bangku di dunia industry.
3. Memberi bekal praktikan (mahasiswa) tentang kerja bangku sehingga saat menjadi tenaga
pendidik mampu mengajarkan siswanya dengan baik.
4. Melatih kemampuan praktikan (mahasiswa) mampu menggnakan alat-alat kerja bangku.
3.1.4 Alat-alat kerja bangku

18
3.1.4.1 Ragum

Gambar 2.14 Ragum


Seluruh kerja bangku selalu dilengkapi dengan perlengkapan ini, karena hamper
semua benda yang dikerjakan bengkel ini seluruhnya dijepit dengan peralatan jadi dapat
dikatakan ragum adalah alat yang sangat penting pada kerja bangku.
Ragum berfungsi untuk menjepit benda kerja secara kuat dan benar artinya penjepitan
oleh ragum tidak boleh merusak permukaan benda kerja dengan demikian ragum harus lebih
kuat dari benda kerja yang dijepitnya untuk itu ragum-ragum harus dibuat dari bahan yang
kuat seperti baja tuang atau besi tuang.
3.4.1.2 Kikir
Kikir adalah alat pekakas tangan yang berguna untuk pengikisan benda kerja.
Kegunaan kikir pada pekerjaan penyayatan untuk meratakan dan menghaluskan suatu bidang.
Membuat rata dan menyiku antara bidang satu dengan bidang lainnya, membuat rata dan
sejajar, membuat bidang-bidang berbentuk dan sebagainya.

Gambar 2.13 Kikir

19
3.1.4.4 Sney
Sney merupakan alat yang digunakan untuk membuat ulir luar. Baja penyusun
sney adalah baja karbon yang sangat kuat dan keras. Sney juga befungsi untuk membuat baut
sebagai pasangan dari benda kerja yang telah melalui proses tap sebelumnya. Dan
kebanyakan sney hanya digunakan untuk membuat baut ukuran kecil, karena pembuatan baut
ukuran kecil sangat sulit saat menggunakan mesin bubut karena rawan patah.

Gambar 2.14 Sney


3.1.4.6 Tap
Alat ini berfungsi untuk membuat ulir dalam tangan dapat juga disebut “tap tangan’’.
Mekanisme kerja tap yaitu setelah benda kerja dibor dan berlubang maka untuk membuat
sebuah ulir didalam lubang yang selesai di bor bisa menggunakan alat tap ini dengan hati-
hati.

Gambar 2.15 Tap

3.1.4.6 Penitik
Penitik memiliki bentuk mirip sebuah obeng dan memiliki ujung runcing. Fungsinya
ialah untuk memberikan tanda pada benda kerja yang akan di bor. Selain itu penitik juga
berfungsi untuk memberikan lubang kecil pada mata bor agar pada saat mengebor benda
kerja tidak melesat atau tidak kena sasaran. Umumnya penitik terbuat dari bahan baja karbon.

20
Gambar 2.6 Penitik

3.4.1.7 Penggaris baja


Mistar baja yaitu alat yang digunakan untuk mengukur dimensi panjang, lebar, dan
tebal. Ketelitiannya adalah ±0,5 mm.

Gambar 2.7 Penggaris baja


3.1.4.8 Jangka sorong
Jangka sorong atau vanier caliper. Dengan menggunakan jangka sorong kita dapat
mendapat control ukuran dan dimensi yang presisi dan akurat karena alat ukur ini
ketelitiannya dapat mencapai seperseratus millimeter.

21
Gambar 2.8 Jangka sorong

A. Gigi luar
Bagian ini berfungsi untuk mengukur bagian suatu benda dengan diapit.
B. Gigi dalam
Bagian ini berfungsi untuk mengukur sisi bagian dalam suatu benda dengan
cara diulur (misalnya ; lubang pipa).
C. Pengukur kedalaman
Bagian ini berfungsi untuk mengukur suatu lubang atau celah suatu benda
dengan cara menancapakan bagian pengukur. Bagian ini terletak didalam
pemegang.
D. Ukuran utama
Bagian ini berfungsi untuk membaca hasil pengukuran dalam satuan cm
untuk versi yang analog.
E. Ukuran sekunder
Sama dengan ukuran utama tetapi dengan satuan inch.

- Untuk menghentikan atau melancarkan geseran pengukuran


1. Jepit benda pada rahang jangka sorong dan pastikan mengunci, jepitkan
agar nilai ukur tetap.
2. Perhatikan dan baca skala pada batang jangka, lihatlah angka yang di
Capai oleh benda ukur yang tentunya dibatasi nol pada skala nonius.
3. Lihat skala nonius, cari skala utama dan skala nonius yang berhimpit.

22
Daftar pustaka
SARUNG, PROSES PEMBUATAN POROS PENGGERAK DAN, and POROS
DUDUKAN PISAU PADA MESIN. "PROYEK AKHIR."
Anom, Anak Agung Ngurah. "MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TEKNIK KERJA BANGKU SISWA
KELAS XI DPK KRIYA KREATIF KAYU DAN ROTAN PADA SEMESTER I TAHUN
PELAJARAN 2019/2020 SMK NEGERI 1 SUKASADA." Daiwi Widya 7.2 (2020): 123-
134.
NUR, T. AHMAD GHOZALI AWALUDDIN. ANALISA PENGARUH KECEPATAN
POTONG TERHADAP KEAUSAN MATA BOR DORMER A100 BRAZIL PADA BESI
COR KELABU (GRAY CAST IRON). Diss. Fakultas Teknik Universitas Islam Sumatera
Utara, 2023.

23
BAB 4
PROSES FRAIS (MILLING)
4.1 PROSES FRAIS (MILLING)
Mesin milling adalah suatu mesin perkakas yang menghasilkan sebuah bidang
datar dimana pisau berputar dan benda bergerak melakukan langkah pemakanan.
Sedangkan proses milling adalah suatu proses permesinan yang pada umumnya
menghasilkan bentuk bidang datar karena pergerakan dari meja mesin, dimana proses
pengurangan material benda kerja terjadi karena adanya kontak antara alat potong
(cutter) yang berputar pada poros dengan benda kerja yang tercekam pada meja mesin.
Pada Tahun 1818 mesin milling atau biasa disebut mesin frais, pertama kali
ditemukan di New Heaven Conecticut oleh Eli Whitney. Pada tahun 1952 John Parson
mengembangkan milling dengan kontrol basis angka (Milling Numeric Control) dalam
perkembangannya mesin frais mengalami berbagai perkembangan baik secara mekanis
maupun secara teknologi pengoperasiannya.

Mesin milling jika dikolaborasikan dengan suatu alat bantu atau alat potong
pembentuk khusus, akan dapat menghasilkan beberapa bentuk yang sesuai dengan
tuntutan produksi, misal : Uliran, Spiral, Roda gigi, Cam, Drum Scale, Poros bintang,
Poros cacing dan lain-lain.

4.2 Prinsip kerja mesin Milling

Tenaga untuk pemotongan berasal dari energi listrik yang diubah menjadi gerak
utama oleh sebuah motor listrik, selanjutnya gerakan utama tersebut akan diteruskan
melalui suatu transmisi untuk menghasilkan gerakan putar pada poros mesin milling.
Poros mesin milling atau mesin frais adalah bagian dari sistem utama yang bertugas
untuk memegang dan memutar cutter hingga menghasilkan putaran atau gerakan
pemotongan.

Gerakan pemotongan pada cutter jika dikenakan pada benda kerja yang telah
dicekam maka akan terjadi gesekan sehingga akan menghasilkan pemotongan pada

24
bagian benda kerja, hal ini dapat terjadi karena material penyusun cutter mempunyai
kekerasan diatas kekerasan benda kerja.

4.3 TUJUAN MESIN MILLING

Tujuan mesin frais adalah Menghasilkan benda kerja dengan permukaan yang
rata atau bentuk-bentuk lain yang spesifik seperti profil, radius, silindris, dan lain –
lain dengan ukuran dan kualitas tertentu.

Prinsip kerja mesin milling adalah menggunakan milling cutter sebagai alat
pemotong lapisan pada material. Milling Cutter ialah sejenis alat
pemotong rotary yang memiliki banyak sudut pemotongan, milling (penggilingan)
dan drilling (pengeboran) memiliki kesamaan dalam mekanik.

Perbedaannya pisau milling berputar pada porosnya dan maju kearah material
dan kembali pada posisi semula, ketika pisau mundur kembali ke posisi semula ini
berfungsi untuk menyisir sisa potongan agar rapi dan presisi.
Proses milling dengan hasil memuaskan akan tercapai jika perputaran pisau dan laju
maju mundur pisau ke ujung material dipelankan maka hasil potongan akan lebih
bagus.

Prinsip kerja mesin milling adalah menggunakan milling cutter sebagai alat
pemotong lapisan pada material. Milling Cutter ialah sejenis alat
pemotong rotary yang memiliki banyak sudut pemotongan, milling (penggilingan)
dan drilling (pengeboran) memiliki kesamaan dalam mekanik.

Perbedaannya pisau milling berputar pada porosnya dan maju kearah material
dan kembali pada posisi semula, ketika pisau mundur kembali ke posisi semula ini
berfungsi untuk menyisir sisa potongan agar rapi dan presisi.

Proses milling dengan hasil memuaskan akan tercapai jika perputaran pisau dan
laju maju mundur pisau ke ujung material dipelankan maka hasil potongan akan lebih
bagus.

25
4.4 BAGIAN PADA PROSES FRAIS (MILLING)
Pada proses milling dibagi menjadi tiga proses yaitu :
1. Face milling
Proses pemotongan terjadi pada sudut material setelah milling cutter, ini
berguna untuk memotong lapisan yang rata pada material atau media kerja dan
memotong rongga yang datar dan dalam.

2. Peripheral milling
Pemotongan ini berlangsung dengan lingkar dari cutter, ini agar bagian silang
yang terpotong akan terpotong sesuai dengan bentuk pisau
pemotongan. Peripheral milling sangat cocok memotong slot yang dalam dan
juga benang.
3. Frais jari (End milling)
pisau pada proses frais jari biasanya berputar pada sumbu yang tegak lurus
permukaan benda kerja. Pisau dapat digerakkan menyudut untuk menghasilkan
permukaan menyudut. Gigi potong pada pisau terletak pada selubung pisau dan
ujung badan pisau.

26
4.6 MANFAAT MESIN FRAIS ( MILLING )

Kelebihan atau keunggulan dari mesin frais / milling machine adalah :


Dapat menghasilkan bentuk yang kompleks, pada permukaan datar maupun permukaan
yang tidak beraturan. Dengan bantuan berbagai pemotong faris, pemotong dapat
melakukan pekerjaan dengan cepat. Dapat di operasi kan dengan CNC.

4.7 KEKURANGAN

Sedangkan kekurangan dari mesin frais / milling machine adalah: Dapat


mengkonsumsi lebih banyak listrik selama operasi. Milling tidak cocok untuk produksi
massal. Membutuhkan operator yang terampil untuk melakukan operasi frais secara
akurat.

27
DAFTAR PUSTAKA
Dibuat oleh “Maxipro.co.id”
https://maxipro.co.id/pengertian-mesin-milling-atau-frais-maxipro/
(di unggah pada by blog Maxipro : 2 Desember 2019)

28
BAB 5
PROSES PENGELASAN

5.1 Pengertian Proses Pengelasan


Berdasarkan definisi dari Deutche Industries Normen (DIN), las adalah ikatan
metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan
lumer atau cair. Dari definisi tersbut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah
sambungan setempat dari beberapa batang logam yang menggunakan energi panas.

Dalam pengertian lain, las adalah penyambungan dua buah logam sejenis maupun
tidak sejenis dengan cara memanaskan (mencairkan) logam tersebut di bawah atau di atas
titik leburnya, disertai dengan atau tanpa tekanan dan disertai atau tidak disertai logam
pengisi.

Berdasarkan cara kerjanya, pengelasan diklasifikasikan menjadi tiga kelas utama yaitu
pengelasan cair, pengelasan tekan, dan pematrian.

1. Pengelasan cair adalah metode pengelasan dimana bagian yang akan disambung
dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik ataupun busur gas.
2. Pengelasan tekan adalah metode pangalasan dimana bagian yang akan disambung
dipanaskan sampai lumer (tidak sampai mencair), kemudian ditekan hingga menjadi
satu tanpa bahan tambahan.
3. Pematrian adalah cara pengelasan dimana bagian yang akan disambung diikat dan
disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair yang
rendah. Dengan metode pengelasan ini logam induk tidak ikut mencair.

5.2 Klasifikasi Las Berdasarkan Sambungan dan Bentuk Alurnya.


1. Sambungan Las Dasar
Sambungan las pada konstruksi baja pada dasarnya dibagi menjadi sambungan
tumpul, sambungan T, sambungan sudut dan sambungan tumpang. Sebagai
perkembangan sambungan dasar di atas terjadi sambungan silang, sambungan dengan
penguat dan sambungan sisi yang ditunjukan pada gambar 2.33.

29
Gambar 2.12 Jenis-jenis sambungan dasar
2. Sambungan Tumpul
Sambungan tumpul adalah jenis sambungan las yang paling efisien,
sambungan ini terbagi menjadi dua yaitu :
1) Sambungan penetrasi penuh
2) Sambungan penetrasi sebagian

Sambungan penetrasi penuh terbagi lagi menjadi sambungan tanpa plat


pembantu dan sambungan dengan plat pembantu. Bentuk alur dalam sambungan
tumpul sangat mempengaruhi efisiensi pekerjaan dan jaminan sambungan.

Pada dasarnya dalam pemilihan bentuk alur harus mengacu pada penurunan
masukan panas dan penurunan logam las sampai harga terendah yang tidak
menurunkan mutu sambungan.

3. Sambungan bentuk T dan bentuk silang


Sambungan bentuk T dan bentuk silang ini secara garis besar terbagi menjadi
dua jenis (seperti pada gambar 2.34), yaitu :
1) Jenis las dengan alur datar
2) Jenis las sudut
Dalam pelaksanaan pengelasan mungkin ada bagian batang yang
menghalangi, hal ini dapat diatasi dengan memperbesar sudut alur.

30
Gambar 2.13 Macam - macam sambunga T
4. Sambungan Tumpang

Sambungan tumpang dibagi menjadi tiga jenis seperti yang ditunjukan pada
gambar Gambar 2.35. Sambungan Tumpang dikarenakan sambungan jenis ini tingkat
keefisienannya rendah, maka jarang sekali jarang sekali digunaka untuk pelaksanaan
sambungan konstruksi utama.

Gambar 2.14 Sambungan Tumpang

5. Sambungan Sisi
Sambungan sisi dibagi menjadi dua (seperti ditunjukan pada gambar 2.36),
yaitu :
1) Sambungan las dengan alur : Untuk jenis sambungan ini platnya harus dibuat alur
terlebih dahulu.
2) Sambungan las ujung Sedangkan untuk jenis sambungan ini pengelasan dilakukan
pada ujung plat tanpa ada alur. Sambungan las ujung hasilnya kurang memuaskan,
kecuali jika dilakukan pada posisi datar dengan aliran listrik yang tinggi. Oleh karena

31
itu, maka pengelasan jenis ini hanya dipakai untuk pengelasan tambahan atau
pengelasan sementara pada pengelasan plat plat yang tebal.

Gambar 2.15 Sambungan Sisi


6. Sambungan Dengan Plat Penguat
Sambungan ini dibagi dalam dua jenis yaitusambungan dengan plat penguat
tunggal dan sambungam dengan plat penguat ganda seperti yang ditunjukan pada
gambar 2.37. Sambungan jenis ini mirip dengan sambungan tumpang, maka
sambungan jenis ini pun jarang digunakan untuk penyambungan konstruksi utama.

Gambar 2.16 Sambungan Dengan Penguat

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan las, oleh karena itu penyambungan
dalam proses pengelasan harus memenuhi beberapa syarat, antara lain :

1. Benda yang dilas tersebut harus dapat cair atau lebur oleh panas.
2. Bahwa antara benda-benda padat yang disambungkan tersebut terdapat kesesuain
sifat lasnya sehingga tidak melemahkan atau meninggalkan sambungan tersebut.

32
3. Cara-cara penyambungan harus sesuai dengan sifat benda padat dan tujuan dari
penyambungannya.
4. Perhitungan kekuatan las, seperti pada rumus di bawah ini:

Tegangan Total :

[ ]
2
F 6. H
τ= × √ 1+ (2.8)
0.7 . A l

Dengan :

F = Gaya yang bekerja; N

τ = Tegangan total; N/mm 2

H = Tinggi plat; mm

A = Luas penampang (A = 2.a.l )

a = Lebar pengelasan; mm

l = Panjang las

5.3 Las Listrik


Pada pengelasan dengan las listrik, panas yang dihasikan berasal dari busur listrik
yang timbul dari menempelnya benda kerja dengan elektroda. Elekttroda pengisian
dipanaskan mencapai titik cair dan diendapkan pada sambungan, hingga terbentuk
sambungan las. Panas yang dihasilkan oleh busur listrik mencapai 5500°C.

Pada saat pengelasan menggunakan las listrik, dilepaskan energi dalam jumlah yang
sangat besar dalam bentuk panas dan cahaya ultraviolet. Agar mata kita terlindungi dari sinar
ultra violet ini, kita harus menggunakan kacamata pelindung yang mampu, menangkal cahaya
tersebut demi keselamatan kerja.

Las listrik dapat digolongkan menjadi :

a. Las listrik dengan elektroda logam, misalnya : las listrik submerged, las listrik
dengan elektroda berselaput, las listrik TIG (Tungsten Inert Gas) atau MIG.
b. Las listrik dengan elektroda karbon, misalnya: las listrik derngan elektroda karbon
tunggal, las listrik dengan elektroda karbon ganda.

33
Penjelasan :

1) Las listrik dengan elektroda berselaput.


Busur listrik yang terjadi antara ujung elektroda dan bahan dasar(plat) akan
mencairkan ujung elektroda dan sebagian dasar selaput elektroda yang turut terbakar
akan mencair dan menghasilkan gas yang melindungi ujung elektroda kawat las, dan
daerah las disekitar busur listrik terhadap daerah udara luar.
2) Las listrik TIG.
Pada las TIG ini menggunakan elektroda wolfram. Busur yang terjadi antara
elektroda dan bahan dasar merupakan sumber panas bentuk pengelasan. Untuk
melindungi hasil pengelasan digunakan gas pelindung, seperti argon, helium atau
campuran gas tersebut.
3) Las Listrik MIG
Menggunakan elektroda gulungan kawat yang berbentuk rol yang gerakannya
diatur oleh sepasang roda gigi yang digerakan oleh motor listrik.
4) Las listrik Submerged
Busur elektroda (listrik) diantara ujung elektroda dan bahan dasar berada
didalam timbunan fluksi serbuk yang digunakan sebagai pelindung dari pengaruh luar
(udara bebas) sehingga tidak terjadi sinar las keluar seperti pada las listrik lainnya.
Las ini umumnya otomatis atau semi otomatis. Las busur litrik mempu otomatis. Las
busur litrik mempunyai 2 jenis yaitu : Las listrik AC (menggunakan arus searah
sebagai sumber listrik) dan Las listrik DC (menggunakan arus listrik bolak-balik
sebagai sumber listrik).

34
5.4 Macam-macam Peralatan Las Listrik
1. Pembangkit arus listrik
Sebagai alat yang memasok atau yang mengatur arus yang bekerja.

Sumber: Dokumentasi pribadi

2. Holder / Pemegang elektroda


Berfungsi untuk pemegang elektroda pada saat proses pengelasan.

Gambar 2.17 Holder di lab,produksi

35
3. Klem massa
Dipasang pada meja kerja las psds saat proses pengelasan.

Sumber:Dokumentasi pribadi
Gambar 2.18 Klem Massa di lab,produksi
4. Elektroda

Sebagai perekat atau bahan tambah pada proses pengelasan yang dipasang atau dijepit
pada holder / pemegang elektroda.

Gambar 2.41 Elektroda di lab,produksi

36
5. Tang penjepit
Berfungsi untuk menjepit atau memegang benda kerja yang telah dilas, karena panas
maka tidak dimungkinkan untuk dipegang dengan tangan terbuka.

Gambar 2.42 Tang cepit di lab,produksi


6. Palu las

Palu las digunakan untuk mngeluarkan kerak las pada jalur las dengan cara dipukul

Gambar 2.19 Palu

37
7. Sikat baja
untuk membersihkan benda kerja yang akan dilas dan kerak las yang sudah dilepas.

Gambar 2.20 Sikat baja

8. Sarung tangan
Untuk melindungi kita dari panas yang dihasilkan dari pengelasan dan percikan api
pada waktu pengelasan.

Gambar 2.21 Sarung tangan

38
9. Topeng las
Untuk melindungi mata kita dari cahaya las yang sangat menyilaukan mata.

Gambar 2.22 Topeng las

10. Baju kerja

Dipakai pada saat proses pengelasan agar terlindungi dari percikan api las.

Gambar 2.23 wearpack

5.5 Beberapa Teknik dalam Pengelasan


1. Posisi bawah tangan

39
Benda kerja terletak diatas bidang datar dan possisinya dibawah tangan dengan arah
tangan dari kiri ke arah kanan.
2. Posisi mendatar
Benda tegak berdiri dan arah pengelasan berjalan mendatar dari kiri ke arah kanan
sejajar dengan bahu pengelas.
3. Posisi tegak
Posisi benda kerja tegak dan arah pengelasan berjalan bisa naik dan bisa juga turun.
4. Posisi atas kepala
Pengelasan dari bawah dan benda kerja berada diatas operator.

Ada juga beberapa bentuk pengelasan/ gerakan elektroda :

a. Melingkar
b. Zig-zag
c. Trapesium

5.6 Cacat Las


Dalam setiap proses pengelasan sering kali terjadi cacat pada benda kerja.
Macam-macam cacatnya yaitu:
1. Terak yang tertimbun
Cacat seperti ini dicegah dengan cara :
- Tiap-tiap lapisan harus benar-benar dibersihkan
- Ayunan elektroda jangan lebar
- Kecepatan pengelasan harus kontinyu
2. Porositas (gelembung gas)
Cacat ini dapat dicegah dengan cara :
- Elektroda gas harus dikeringkan
- Gunakan panjang busur yang tepat dan tetap
- Kurangi kecepatan pengelasan
- Gunakan tipe elektroda yang lain
3. Undercut

Cacat ini dapat dicegah dengan :

- Mengurangi kuat arus pengelasan


- Posisi elektroda arah longitudinal dan transversal harus tepat

40
- Ayunan elektroda jangan terlalu cepat
- Usahakan benda kerja agak dingin pada tiap lapisan
4. Hot Cracking
Yaitu retakan yang biasanya timbul pada saat cairan las mulai membeku
karena luas penampang yang terlalu kecil dibandingkan dengan besar benda kerja
yang akan dilas, sehingga terjadi pendinginan. Cara mengatasi dengan menggunakan
elektroda las low hidrogen yang mempunyai sifat tegang yang relatif tinggi.
5. Cold Cracking
Cara mengatasinya dengan menggunakan elektroda las low hidrogen,
disamping pemanasan awal yang akan banyak membantu.
6. Underbread Cracking
Terjadi karena adanya hidrogen atau pun karena kuatnya konstruksi penguat
sampingan. Dapat ditanggulangi dengan menggunakan elektroda las low hidrogen
atau pemanasan awal benda kerja sampai suhu 120 C.
7. Lack of Fussion
Adalah cacat yang antara bahan dasar dengan logam las tidak terjadi
ditanggulangi dengan menambah kuat arus, ayunan las dapat ditambah.
8. Lack of Penetratic

Cara penanggulangannya yaitu dengan memilih dan mengganti elektroda


dengan diameter yang cocok serta menambah kuat arus pengelasan.

9. Wearnig foult
Adalah timbunan las yang berlebihan dapat diatasi dengan menjaga
kontinuitas kecepatan pengelasan.
10. Weld Spotter
Adalah percikan las yang terlalu banyak.

41
5.7 Hasil Proses Pemotongan danngelasan

Gambar 2.24 Alat pembuka rantai sebelum proses assembly

Gambar 2.25 Alat pembuka rantai setelah proses assembly

42
Penutup
5.8 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Proses Produksi yang telah dilaksanakan, maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1. Praktikum proses produksi terdiri dari beberapa tahapan antara lain pembuatan baut
penekan menggunakan mesin bubut, nut (mur), rahang C, tangkai pemutar, kepala
rahang, dan pengelasan serta perakitan.
2. Secara garis besar pembuatan benda kerja terdiri dari beberapa urutan yaitu
pengukuran, pemotongan atau drilling, finishing atau pembersihan.
3. Kondisi alat serta kecepatan pembubutan mempengaruhi waktu yang digunakan untuk
pengerjaan benda kerja.
5.9 Saran
Berdasarkan praktikum Proses Produksi yang telah dilaksanakan, maka terdapat
beberapa saran diantaranya
1. Pada saat pengukuran, pemotongan, drilling harus teliti.
2. Pembuatan benda kerja harus dilakukan secara urut.
3. Menggunakan APD yang lengkap dan memastikan kondisi meja kerja bersih dan rapih

43
DAFTAR PUSTAKA

44
LAMPIRAN
Lampiran 1 Alat dan Bahan

I
Lampiran 2 Kerja Bangku

II
Lampiran 3 Milling/Frais

III

Anda mungkin juga menyukai