Anda di halaman 1dari 5

DAMPAK NEGATIF APLIKASI KENCAN ONLINE UNTUK KEHARMONISAN

RUMAH TANGGA

Aplikasi kencan online dibuat untuk memudahkan orang-orang dalam mencari teman
dan berkomunikasi dengan sesama pengguna di aplikasi tersebut. Aplikasi ini banyak
digunakan untuk mencari pasangan baru dengan cara berkenalan lewat chatting, video call,
atau voice call. Jenis aplikasi kencan online yang populer digunakan di Indonesia adalah
Tinder, Bumble, OkCupid, Coffe Meets Bagel, Badoo, The League, dan Tantan (Orami.co.id,
2024). Melalui ftur-fitur menarik di aplikasi tersebut membuat penggunanya semakin nyaman
dan betah berlama-lama menggunakannya.
Penggunaan aplikasi kencan online banyak diminati di kalangan masyarakat.
Berdasarkan data dari Databoks.co.id, jumlah pengguna aplikasi kencan online di dunia pada
tahun 2021 sebanyak 323,9 juta pengguna, meningkat 10,3 persen dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yaitu 293,3 juta pengguna (Rizaty, 2022b). Aplikasi dengan jumlah unduhan
terbanyak dimenangkan oleh Tinder. Penggunanya mencapai 35,29 persen, bahkan dari 3000
responden yang diwawancarai, semuanya merupakan pengguna aktif Tinder (Fitriyanah et al.,
2023). Pengguna aplikasi Tinder dapat memasang foto profil semenarik mungkin, memasukkan
biodata untuk lebih memudahkan orang lain dalam mengenal secara umum. Ketika bertemu
dengan pasangan yang menarik, maka kedua belah pihak dapat memulai percakapan di private
room. Aplikasi ini menawarkan langganan berbayar berupa Tinder Gold, Tinder Plus, dan
Tinder Premium. Layanan berbayar ini memudahkan penggunanya untuk mendapatkan
pasangan yang cocok dengan preferensi dan ketertarikan mereka.
Usia pengguna aplikasi kencan online mayoritas berusia 18-24 tahun yaitu sebesar 35
persen. Disusul dengan pengguna berusia 25-34 tahun sebesar 25 persen. Sisanya dari usia 45-
54 tahun sebesar 8 persen (Rizaty, 2022a). Motivasi pengguna dalam menggunakan aplikasi
kencan online adalah untuk mencari pasangan. Mereka mendatangi aplikasi kencan online
karena putus asa dengan hubungan percintaan sebelumnya, ingin memenuhi fantasi seksual
yang tabu, dan mencari teman kencan dengan mudah karena sebelumnya merasa kesulitan
dalam mencari teman kencan secara langsung. Sebelum aplikasi kencan online muncul, cara
mencari pasangan terbatas secara geografis, harus melakukan pertemuan langsung, atau
melalui perantara keluarga dan teman (Saverius et al., 2024). Setelah munculnya aplikasi
kencan online, orang-orang dapat dengan mudah berkenalan dengan sesama pengguna dari
latar belakang yang berbeda.
Kemudahan dalam mengakses platform komunikasi seperti aplikasi kencan online tidak
hanya memberikan kesempatan bagi orang yang berniat untuk mencari pasangan, tetapi juga
berpotensi sebagai penyebab rusaknya keharmonisan rumah tangga. Salah seorang suami
maupun istri yang bermain kencan online menandakan perbuatan yang mengkhaianti pasangan
mereka. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fitriyanah et al., (2023), alasan seseorang
melakukan perbuatan tersebut adalah karena jarak yang memisahkan dia dengan pasangannya
(Long Distance Relationship) sehingga orang tersebut menganggap tidak akan ketahuan oleh
siapapun dan hubungannya akan tetap baik-baik saja. Alasan lainnya karena suami atau
isterinya tidak mampu memenuhi kewajibannya sehingga dia menginginkan orang lain untuk
menemani hidupnya. Selain itu, ada juga yang hanya mencari hiburan belaka untuk melepas
lelah dari pekerjaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Nabila et al., (2024) terhadap 243 responden di
Surabaya menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka mengetahui dan pernah terlibat
perselingkuhan dalam aplikasi kencan online. Mereka juga menyetujui bahwa bermain aplikasi
kencan online merupakan perbuatan yang menyenangkan, namun membawa dampak buruk
terhadap kehidupan sosial mereka, terutama terhadap pasangannya. Pasangan yang mengetahui
akan perbuatannya akan merasa sedih, kecewa, dan marah karena orang yang dipercayainya
justru mengkhianatinya dari belakang. Perasaan negatif yang diekspresikan oleh salah seorang
dapat menimbulkan keretakan hubungan rumah tangga. Komunikasi dalam rumah tangga
menjadi berkurang, bahkan tidak jarang yang akhirnya meninggalkan satu sama lain.
Suami atau istri yang gemar bermain aplikasi kencan online, baik untuk hanya sekadar
mengobrol atau memenuhi hasrat seksualnya dapat menimbulkan dampak negatif yang cukup
panjang apabila diketahui oleh pasangan sahnya (Moore, 2002). Pada awal terbukanya
perselingkuhan, keinginan untuk bercerai biasanya akan muncul. Suami atau istri akan berubah
menjadi tipe yang pencuriga dan berusaha mencari tahu perbuatan yang dilakukan pasangannya
setiap hari. Rasa curiga tersebut disebabkan oleh rasa sakit hati, marah, kecewa, depresi, cemas,
dan perasaan tidak berdaya yang secara intens dirasakan oleh korban.
Satiadarma (2001) mengungkapkan bahwa perselingkuhan ini merupakan perbuatan
rahasia yang dilakukan di luar pernikahan. Perbuatan selingkuh telah melanggar janji
pernikahan yang suci dan sakral. Perbuatan ini dapat melibatkan aspek seksual maupun
emosional yang melanggar komitmen dengan menjalani hubungan intim atau menyimpan
ketertarikan dan perasaan sayang kepada orang yang bukan pasangan sahnya.
Perselingkuhan dan ketidakharmonisan rumah tangga merupakan dua hal yang saling
berkaitan. Akibat perbuatan selingkuh, rumah tangga menjadi tidak harmonis yang berdampak
serius terhadap semua anggota keluarga yang terlibat. Dampak dari perselingkuhan
menimbulkan berbagai konsekuensi yang harus dialami oleh korban, seperti gangguan mental
maupun fisik.
1) Disregulasi emosional
Disregulasi emosional merupakan kondisi di mana korban mengalami kesulitan dalam
mengelola emosinya. Sesaat setelah mengetahui pasangannya berselingkuh, korban akan
merasa dikhianati, marah, malu, cemburu, takut, dan perasaan lainnya yang bercampur
sehingga sulit untuk mengendalikan diri (Brand et al., 2007). Kemudian, korban juga akan
mengalami fase kekacauan dan keragu-raguan terhadap masa depan hubungannya. Banyak
pertimbangan yang harus diperhatikan oleh korban, yaitu antara memutuskan untuk
mengakhiri hubungannya, atau tetap menyelamatkan hubungannya dengan berbagai
konsekuensi yang harus diterima (Olson et al., 2002).
2) Konsekuensi kognitif
Konsekuensi kognitif yang harus dihadapi oleh korban perselingkuhan adalah
munculnya persepsi bahwa stabilitas hubungannya dengan pasangan sudah terganggu yang
dikombinasikan dengan perasaan tidak aman pada dirinya. Pasangan yang dikhianati akan
mempersepsikan dunia sebagai tempat yang tidak aman baginya, hal ini karena pernikahan
sebagai bentuk komitmen secara emosional dan seksual sudah dilanggar secara sepihak
oleh orang yang sebelumnya dia percaya. Kemudian, korban juga akan meragukan
kesetiaan pasangannya di masa depan, bahkan ada kemungkinan bahwa korban
perselingkuhan akan mengalami isu kepercayaan terhadap orang lain di masa depan
(Johnson, 2013).
3) Perilaku membahayakan kesehatan pribadi
Pengkhianatan yang dilakukan oleh pasangan menimbulkan gejolak emosi yang sulit
dikendalikan oleh korban, apalagi ketika korban tidak mampu untuk melakukan strategi
manajemen emosi yang lebih konstruktif. Maka dari itu, korban berupaya untuk
melepaskan diri dari gejolak emosi tersebut dengan cara membahayakan kesehatan
pribadinya. Bentuknya seperti berkurangnya nafsu makan, olahraga berlebihan, terlalu
menyibukkan diri hingga lupa beristirahat, dan meminum alkohol (Shrout & Weigel, 2018).
Selain itu, korban juga mengalami kesulitan tidur yang berdampak pada menurunnya
kesehatan (Glass & Staeheli, 2003).
4) Perilaku yang diarahkan kepada korban terhadap pasangan
Perselingkuhan dapat menimbulkan emosi negatif pada korban, seperti munculnya
perasaan marah, benci, dan dendam. Saat perasaan tersebut muncul, keadaan yang
diciptakan adalah permusuhan dan keinginan untuk melakukan balas dendam atas apa
sudah menimpa diri korban. Tambahannya, korban akan melakukan serangan fisik terhadap
pelaku sebagai perilaku destruktif berupa penyerangan hingga pembunuhan (Cravens &
Whiting, 2014). Perbuatan tersebut seringkali terjadi pada laki-laki, karena mereka
memiliki power yang lebih untuk melakukan penyerangan terhadap pasangannya yang
telah melanggar komitmen (Dietrich & Schuett, 2013).
Dengan demikian, penggunaan aplikasi kencan online bagi orang yang sudah menikah
memiliki potensi untuk melakukan perbuatan yang melanggar komitmen pernikahan.
Perbuatan tersebut berupa perselingkuhan baik yang melibatkan aspek emosional maupun
aspek seksual. Perselingkuhan erat kaitannya dengan ketidakharmonisan rumah tangga.
Dampak negatif dari perselingkuhan yang diawali dengan bermain aplikasi kencan online
adalah timbulnya perasaan marah, kecewa, sakit hati, tidak berdaya, trauma, dan gangguan
psikis hingga fisik lainnya pada diri korban yang dikhianati.

DAFTAR PUSTAKA
Brand, R. J., Markey, C. M., Mills, A., & Hodges, S. D. (2007). Sex differences in self-reported
infidelity and its correlates. Sex Roles, 57, 101–109.
Cravens, J. D., & Whiting, J. B. (2014). Clinical implications of internet infidelity: Where
Facebook fits in. The American Journal of Family Therapy, 42(4), 325–339.
Dietrich, D. M., & Schuett, J. M. (2013). Culture of honor and attitudes toward intimate partner
violence in Latinos. Sage Open, 3(2), 2158244013489685.
Fitriyanah, E., Firdawaty, L., & Zaelani, A. Q. (2023). Tinjauan Hukum Keluarga Islam
Terhadap Fenomena Aplikasi Datting Tinder Dan Pengaruhnya Terhadap Keharmonisan
Keluarga. INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research, 3(2), 11099–11107.
http://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/view/1709%0Ahttps://j-
innovative.org/index.php/Innovative/article/download/1709/1259
Glass, S. P., & Staeheli, J. C. (2003). Not" just friends": Protect your relationship from
infidelity and heal the trauma of betrayal. Free Press.
Johnson, S. M. (2013). Broken bonds: An emotionally focused approach to infidelity. In
Handbook of the clinical treatment of infidelity (pp. 17–29). Routledge.
Moore, J. H. (2002). Selingkuh dan fakta-fakta tersembunyi di dalamnya.(S. Yudha, Trans.).
In Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Nabila, N. S., Wibowo, N. K., & Maharani, I. (2024). Analisis Penelitian Penyimpangan
Penggunaan Dating Apps di Surabaya. Jurnal Sosial Dan Teknologi Terapan AMATA,
03(1), 22–29.
Olson, M. M., Russell, C. S., Higgins‐Kessler, M., & Miller, R. B. (2002). Emotional processes
following disclosure of an extramarital affair. Journal of Marital and Family Therapy,
28(4), 423–434.
Orami.co.id. (2024). Rekomendasi 7 Aplikasi Dating Online Terpopuler, Intip!
Www.Orami.Co.Id. https://www.orami.co.id/magazine/aplikasi-dating-online-
terbaik?page=2
Rizaty, M. A. (2022a). Pelanggan Aplikasi Kencan Daring Tinder Meningkat 17,07% pada
Kuartal II 2021. Databoks.Katadata.Co.Id.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/02/08/pelanggan-aplikasi-kencan-
daring-tinder-meningkat-1707-pada-kuartal-ii-2021
Rizaty, M. A. (2022b). Pengguna Aplikasi Kencan Online Tembus 323 Juta Orang pada 2021.
Databoks.Katadata.Co.Id.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/02/14/pengguna-aplikasi-kencan-
online-tembus-323-juta-orang-pada-2021#:~:text=Menurut data dari
businessofapps.com%2C pada 2021 jumlah pengguna,banyak terjadi pada aplikasi
Tinder%2C Bumble%2C dan Engsel.
Satiadarma, M. P. (2001). Menyikapi perselingkuhan. Yayasan Obor Indonesia.
Saverius, S., Syalom, S., Palit, C., Aisyah, A. N., & Rimbun, A. (2024). Strategi Penipuan
Antarpribadi dalam Fenomena “ Tinder Swindler ” pada Pengguna Aplikasi Online
Dating Bumble. Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 2(2), 117–125.
Shrout, M. R., & Weigel, D. J. (2018). Infidelity’s aftermath: Appraisals, mental health, and
health-compromising behaviors following a partner’s infidelity. Journal of Social and
Personal Relationships, 35(8), 1067–1091.

Anda mungkin juga menyukai