Anda di halaman 1dari 16

STUDI QUR’AN

Aisyah Firdaus1
Program Pascasarjana Pendidikan Islam
Universitas Islam Negeri Sumatera
Utara Firdausaisyah80@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan menganalisis Al-Qur’an sebagai pedoman bagi
umat Islam, menjamin keselamatannya, mencegah maksiat, dan menerima keberkahan hidup
dan akhirat. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, menyelidiki kondisi
alam suatu objek dan sekelompok orang, objek, kondisi, sistem pemikiran, atau peristiwa
yang terjadi saat ini. Metode pengumpulan data meliputi observasi non partisipan dan studi
literatur yang melibatkan pengumpulan data dari berbagai sumber. Al-Qur'an merupakan
mukjizat dan kumpulan wahyu dari Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
melalui malaikat Jibril As. Ini berfungsi sebagai nasihat spiritual dan menyoroti
perkembangan awal penyembahan berhala dan tirani masyarakat. Al-Qur'an versi standar,
Mushaf Al Ottoman, meletakkan dasar bagi ilmu bentuk lisan Al-Qur'an. Pemahaman ilmiah
terhadap Al-Qur'an pada masa pemerintahan Ali Bin Abi Thalib terfokus pada aspek
gramatikal. Kesimpulannya, memahami dan menganalisa Al-Qur'an sangat penting bagi umat
Islam untuk menjamin keselamatannya, terhindar dari maksiat, dan mendapat keberkahan
hidup dan akhirat.

Kata Kunci: Al-Quran, Wahyu, Ilham

Abstract

This research aims to understand and analyze the Al-Qur'an as a guide for Muslims,
guaranteeing their safety, preventing immorality, and receiving the blessings of life and the
afterlife. This research uses a qualitative descriptive method, investigating the natural
conditions of an object and a group of people, objects, conditions, systems of thought, or
events that are currently occurring. Data collection methods include non-participant
observation and literature studies which involve collecting data from various sources. The
Qur'an is a miracle and a collection of revelations from Allah which were revealed to the
Prophet Muhammad SAW through the angel Jibril As. It serves as spiritual advice and
highlights the early development of idolatry and societal tyranny. The standard version of the
Qur'an, Mushaf Al Ottoman, laid the foundation for the science of the oral form of the
Qur'an. Scientific
understanding of the Koran during the reign of Ali Bin Abi Talib focused on grammatical
aspects. In conclusion, understanding and analyzing the Koran is very important for Muslims
to ensure their safety, avoid immorality, and obtain blessings in life and the afterlife.

Keywords: Al-Quran, Revelation, Inspiration

PENDAHULUAN
Al-Qur'an merupakan kitab suci Ilahi yang menjadi bukti ajaib keaslian kenabian
Muhammad. Hal itu diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan dicatat dalam mushaf.
Narasinya diterima secara luas sebagai mutawātir, dan orang yang membacanya dianggap
terlibat dalam tindakan pengabdian.
Al-Qur'an merupakan kitab suci umat Islam yang dianggap sebagai wahyu ajaib yang
dianugerahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Ia berfungsi sebagai paradigma, kompas, dan
pedoman perilaku bagi seluruh umat Islam, termasuk masalah keimanan, ibadah, perundang-
undangan, etika, dan catatan sejarah.
Choiruddin Hadliri menyatakan dalam penelitian yang dilakukan Wahyudin dan
Saifulloh (2013) bahwa Al-Qur’an tidak hanya memberikan petunjuk tentang hubungan
manusia dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur interaksi manusia satu sama lain, serta
interaksinya dengan alam. lingkungan. Oleh karena itu, untuk memahami ajaran Islam secara
sempurna, kebutuhan pertama adalah mencapai pemahaman.
Al-Qur'an diturunkan secara ilahi oleh Allah sebagai sarana bagi umat manusia untuk
terlibat dalam pembacaan dan penerapan praktis. Dia telah menunjukkan kepemimpinan yang
luar biasa dalam membimbing individu untuk meminimalkan durasi perjalanan hidup mereka.
Untuk memahami isi Al-Qur'an, manusia harus terlibat dalam membaca. Lebih jauh lagi,
untuk benar-benar merasakan keunggulan dan makna petunjuk Allah dalam Al-Qur’an,
manusia harus terlibat aktif dalam menerapkannya.
Di tengah masa globalisasi saat ini, terjadi perubahan nilai-nilai kemasyarakatan yang
signifikan karena banyaknya generasi kita yang kurang memiliki kemampuan membaca dan
memahami Al-Quran. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk memulai proses
mendidik anak dan menumbuhkan kebiasaan membaca Al-Quran sedini mungkin.
Dengan membaca atau mendengarkan bacaan Al-Qur'an, seseorang dapat memperoleh ilmu
dan menginternalisasikan ajarannya, sehingga mendapat arahan dari Allah SWT dan
merasakan rasa ketenangan. Fenomena ini disebut sebagai anugerah yang dianugerahkan
Allah SWT (Thalib, 2005).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka sangat penting bagi setiap umat Islam untuk
memahami dan menganalisis Al-Qur'an sebagai pedoman dan petunjuk hidup. Hal ini
menjamin keselamatan mereka secara terus-menerus, mencegah mereka terjerumus ke dalam
perangkap maksiat, dan memungkinkan mereka menerima keberkahan dalam kehidupan
mereka, baik di kehidupan sekarang maupun di akhirat.
Tabel 1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Tahun Judul Hasil


Tafsir kontekstual Al-Qur'an Abdullah Saeed
merupakan metode yang mengaitkan ayat-ayat
Al-Qur'an dengan kehidupan dan kondisi
The Concepts Of
Nabila masyarakat masa kini, mengatasi berbagai
Contextual
1 Fajriyanti 2023 persoalan. Pendekatan Saeed mempunyai
Interpretation Of The
Muhyin keunggulan dibandingkan metode gerakan
Qur’an Abdullah Saeed
ganda Fazlur Rahman, yaitu memberikan
langkah-langkah sistematis dan operasional
untuk mengontekstualisasikan Al-Qur'an.
Kajian Abu Zaid tentang wahyu berfokus pada
hubungan antara wahyu dan budaya,
menyoroti peran penting budaya sosial dalam
kemunculan teks. Ia meminjam teori model
Wahyu Dalam komunikasi Roman Jakobson untuk
Miftahuddin dan
2 2018 Pandangan Nasr Hamid menjelaskan proses pewahyuan Al-Qur'an
Irma Riyani
Abu Zaid yang terdiri dari Tuhan sebagai pembicara,
Nabi Muhammad sebagai penerima, Arab
sebagai kode komunikasi, dan Ruhul Kudus
sebagai canel. Abu Zaid juga dipengaruhi oleh
Toshihiko Izutsu dan al-Jurjani.

METODE
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Menurut
Sugiyono (2016), metode penelitian kualitatif adalah metode yang digunakan untuk
menyelidiki keadaan alam suatu objek, dimana peneliti berperan sebagai instrumen kuncinya.
Menurut Nazir (2014), penelitian deskriptif mengkaji keadaan kelompok manusia, objek,
kondisi, sistem pemikiran, atau peristiwa terkini dengan tujuan untuk secara sistematis,
faktual, dan akurat menciptakan gambaran deskriptif atas fakta yang diteliti. Menurut Nana
Syaodih
Sukmadinata (2011:73), penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk mendeskripsikan dan
menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik alam maupun rekayasa manusia, dengan
fokus yang lebih besar pada karakteristik, kualitas, dan keterkaitan lintas aktivitas.
Ada beberapa metode pengumpulan data yang dapat digunakan penulis agar dapat
mengumpulkan data, informasi yang lebih dalam untuk diolah dengan bermacam cara, yaitu
sebagai berikut:
1. Observasi
Metode observasi yang digunakan adalah observasi non partisipan, dimana peneliti
berperan sebagai pengamat yang tidak memihak dan tidak berpartisipasi aktif dalam
kegiatan yang diamati (Basrowi dan Suwandi, 2008: 109).
2. Studi Kepustakaan
penulis menggunakan metodologi studi kepustakaan untuk mengumpulkan data dari
beberapa sumber, termasuk volume referensi yang berkaitan dengan penyelidikan
(Nazir, 2011: 101).

PEMBAHASAN
Pengertian Al-Qur’an
Berbicara mengenai pengertian al-Qur’an, baik itu dipandang dari sudut bahasa
maupun istilah. Banyak diantara para ulama berbeda pandangan dalam mendefenisikan
mengenai pengertian al-Qur’an. Qara’a memiliki arti mengumpulkan dan menghimpun, dan
Qira’ah memiliki arti menghimpun beberapa huruf-huruf dan kata-kata satu dengan kata yang
lain dalam suatu ucaoan yang sudah tersusun rapi. Quran pada dasarnya seperti Qira’ah yaitu
masdar (infinitive) dari kata Qara’a, qira’atan, qur’anan (Al-Qattan, 2000). sebagaimana
dalam firman Allah:

Artinya:
“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (dalam dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya, apabila kami telah selesai membacakannya maka ikutilah
bacaannya itu.” (Al-Qiyamah/17-18).
Adapun pengertian Al-Qur’an menurut istilah yang telah disepakati oleh para ulama
adalah “kalam Allah yang bernilai mukjizat yang diturunkan kepada “pungkasan” para nabi
dan rasul (Nabi Muhammad Saw) dengan perantaraan melalui malaikat jibril As, yang tertulis
pada mushahif, diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, yang membacanya dinilai sebagai
ibadah yang diawali dengan surah al-Fatihah dan di tutup dengan surah An-Nas”. (Ash-
Shabuni, 2001)
Al-Qur’an menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikumukakakn oleh Dr.
Subhi Al Salih berarti ”bacaan”, asal kata qara’a. Kata Al-Qur’an ini berbentuk masdaar
dengan arti isim maf’ul yaitu maqru’.
Al- Qur’an yang mulia menegaskan di beberapa ayat, bahwa ia adalah kalam Allah
yang maha Agung, yakni bahwa ia bersumber dari Allah. Untuk membuktikan bahwa ia
merupakan kalam (firman) Allah yang sebenarnya dan bukan hasil ciptaan manusia, Al-
Qur’an menantang semua manusia untuk mendatangkan, walaupun hanya satu ayat, yang
serupa dengannya. Ini menunjukkan bahwa Al- Qur’an itu mukjizat, yang tak seorang pun
sanggup mendatangkan (membuat) satu ayat serupa dengannya.
Quran dikhususkan sebagai nama bagi kitab yang diturunkan kepada Muhammad
Saw, sehingga quran menjadi nama khas kitab itu, sebagai nama diri. Dan secara gabungan
kata dipakai untuk quran secara keseluruhan, begitu juga untuk penamaan ayar-ayatnya.
Allah menamakan quran dengan beberapa nama, yakni sebagai berikut:
1. Quran
Artinya : “Quran ini memberi petunjuk kepada jalan yang lebih lurus. Dan memberi
jabat gembira bagi orang-orang yang beriman yang salah dan bagi mereka pahala
yang besar”.(Q.S. Al-Isra/9).
2. Kitab
Artinya: “Telah kami turunkan kepadamu al-kitab yang di dalamnya terdapat sebab-
sebab kemuliaan bagimu”.(Q.S. Al-Anbiya’/10).
3. Zikr
Artinya: “Sesungguhnya kaidah yang telah menurunkan az-zikr (quran), dan
sesungguhnya jadilah yang benar-benar akan menjaganya.(Q.S. Al-Hijr/9).
Al-Quran diturunkan dalam 2 (dua) periode, yang pertama periode menikah, yakni
saat Nabi Muhammad Saw bermukim di menikah (610-622 M) sampai Nabi Muhammad Saw
melakukan Hijrah. Ayat- ayat yang diturunkan pada masa itu disebut ayat-ayat makkiyah.
Yang berjumlah 4.726 ayat, meliputi 89 surah. Kedua adalah periode Madinah yaitu masa
Nabi Muhammad Saw hijrah ke Madinah (622 - 632 M). ayat-ayat yang turun dalam periode
ini dinamakan ayat-ayat madaniyah meliputi 1510 ayat dan mencakup 25 surah.

Pengertian Wahyu
Alquran dengan Wahyu memiliki kaitan yang erat karena Al-Quran merupakan
wahyu Allah yang telah disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw, sebagaimana Allah telah
menyampaikan wahyu kepada Rasulullah sebelumnya.
Artinya Kata Wahyu sebagaimana dikatakan wahaitu ilaih dan auhaitu, bila kita
berbicara kepadanya agar tidak diketahui orang lain. Wahyu adalah isyarat yang cepat. Itu
terjadi melalui pembicaraan yang berupa rumus dan lambang, dan terkadang melalui suara
semata, dan terkadang pula melalui isyarat dengan sebagian anggota badan (Al-Qattan,
2000). Sementara itu menurut pendapat lain, yang mendefinisikan Wahyu dari segi bahasa
maupun secara istilah adalah sebagai berikut: bahwa Wahyu secara sematik diartikan sebagai
isyarat yang cepat termasuk bisikan di dalam hati dan Ilham, surat, tulisan, dan segala sesuatu
yang disampaikan kepada orang lain untuk diketahui titik sedangkan menurut istilah adalah
pengetahuan seseorang di dalam dirinya serta diyakininya bahwa pengetahuan itu datang dari
Allah, baik dengan perantaraan atau tanpa suara maupun tanpa perantaraan (Shihab dkk,
2000). Pengertian wahyu dalam makalah ini adalah kitab Alquran yang di dalamnya
merupakan kumpulan-kumpulan dari Wahyu yang membenarkan wahyu-wahyu sebelumnya
(Taurat, Injil, Zabur) dan diturunkan oleh Allah hanya kepada Nabi Muhammad Saw selama
hampir 23 tahun. Berdasarkan surah 42 asy-syu'ara pada ayat 51 menurutnya kosakata
Wahyu yang digunakan oleh ayat sulit untuk diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa
manusia yang tidak sakral, Itulah sebabnya dia tidak menterjemahkan kata kunci Wahyu.
Ia hanya berpendapat bahwa Wahyu dan Alquran sebagai bacaan yang diartikulasikan
ucapan dalam bahasa manusia dan dikomunikasikan kepada nabi secara langsung dengan
melalui perantara
seorang malaikat.
Turunnya wahyu dalam tiga cara. Pertama informasi Wahyu dengan jalan Ilham yaitu
menyampaikan makna tertentu ke hati nabi sekaligus bersama ilmu yang yakin bahwa hal itu
hanya datang dari Allah, baik lewat mimpi maupun saat terjaga dalam keadaan sadar. Kedua,
pembicaraan lewat balik hijab Di mana nabi tidak melihat Allah saat berlangsungnya
pembicaraan, seperti halnya Nabi Musa saat menerima wahyu pertama kali. yang ketiga,
penyampaian Wahyu lewat malaikat.
Untuk menunjukkan bahwa Wahyu yang disampaikan Allah kepada Nabi Muhammad
Shallallahu Alaihi Wasallam melalui Malaikat Jibril sama dengan Alquran yang ada sekarang
mushaf Utsmani marilah kita kaji dua hadis dari Fatimah dan Ibnu Abbas titik dalam
memelihara ingatan Nabi Muhammad terhadap Alquran, Malaikat Jibril berkunjung
kepadanya setiap tahun. Hal ini dapat dilihat dalam hadis yang pertama dari Fatimah ia
mengatakan bahwa Nabi Muhammad memberitahukan kepadanya secara rahasia, yaitu
tentang malaikat jibril yang
hadir membacakan Alquran pada nabi dan beliau membacakannya sekali setahun titik hanya
tahun dekat kematiannya saja membacakan seluruh isi kandungan Alquran selama dua kali
(Purba, 2016).
Pengertian Ilham
Kalimat Ilham dalam Alquran hanya disebutkan sebanyak satu kali, yaitu dengan
ungkapan yang menggunakan fi'il madhi titik kalimat tersebut terdapat dalam surah al-syams
yang berbunyi:

Artinya:
“Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaannya). Maka dia mengilhamkan kepadanya (Jalan)
kejahatan dan ketakwaannya.” (Q.S. al-syams/ 7-8)
Dalam kamus lisan al- Arab dikatakan yang dimaksud dengan Ilham adalah sesuatu
yang Allah berikan kepada jiwa manusia, yang menggerakkan manusia untuk melakukan
Atau meninggalkan sebuah pekerjaan. Al Imam sa'duddin al-taftazmi menyatakan dalam
kitabnya yang berjudul Al ‘Aqaid Al-nasafiyyah bahwa Ilham adalah sebuah anugerah yang
diberikan ke dalam jiwa manusia dengan cara pencerahan atau pelimpahan.
Al Imam Al Syarif al-jurjani dalam kitabnya yang berjudul Al- Ta’rifat
mendefinisikan Ilham sebagai sesuatu yang dianugerahkan ke dalam hati manusia dengan
cara pelimpahan titik dari beberapa definisi yang diberikan oleh para ulama dapat kita
simpulkan bahwa yang dimaksud dengan Ilham adalah menganugerahkan sesuatu yang
bersifat maknawi atau sesuatu yang bersifat pemikiran, kabar, atau hakikat dari sesuatu ke
dalam jiwa.

Asal Usul Pengkajian Qur’an Dalam Komunitas Muslim Awal


Pada masa ketika Al-Qur'an diturunkan kepada orang-orang Arab, yang terlibat dalam
banyak kegiatan budaya, setiap ayat yang disampaikan oleh Allah tidak dilihat sebagai
ungkapan tersendiri, namun lebih terkait erat dengan keadaan sehari-hari yang mereka temui.
Pendekatan ini memudahkan pemahaman makna ayat tersebut. Terdapat sedikit masalah
signifikan yang terdeteksi. Selain itu, para sahabat Nabi memiliki kecerdasan yang tinggi,
memungkinkan mereka memahami dan mengasimilasi kandungan sastra Al-Qur'an yang
mendalam.
Sejak masa Nabi hingga masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar dan Umar Bin
Khattab, mushaf-mushaf yang ditulis oleh para sahabat yang ditunjuk Nabi dikumpulkan dan
disimpan dalam satu tempat. Bahkan setelah pemerintahan Utsman bin Affan, ilmu Al-Quran
terus disebarkan secara lisan. Pada periode ini, bangsa Arab mulai berinteraksi dengan bangsa
lain, sehingga naskah-naskah tersebut dibawa keluar, ditulis ulang, disusun ulang, dan
kemudian dikirim ke berbagai wilayah di luar Arab.
Naskah Al-Quran baru tersebut mengalami proses reorganisasi hingga menjadi versi
standar yang dikenal dengan nama Mushaf Al Utsmani. Versi ini, yang disetujui oleh
Khalifah Usman, meletakkan dasar bagi ilmu bentuk lisan Al-Qur'an. Ia dianggap sebagai
cabang dari Ulumul Quran, khususnya dalam hal ekspresi tertulisnya (Shihab et al, 2000).
Apalagi pada masa pemerintahan Ali Bin Abi Thalib terjadi perkembangan
pemahaman keilmuan terhadap Al-Qur'an yang terfokus pada aspek gramatikanya. Tindakan
ini dilakukan karena adanya kekhawatiran pihak asing akan merugikan kaidah bahasa Arab.
Kerusakan ini dikhawatirkan akan menjalar ke bahasa Arab itu sendiri, termasuk bahasa Al-
Quran yaitu bahasa Arab. Untuk menjaga kemurnian tata bahasa Al-Qur'an dan
melindunginya dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, Abul
Aswadwali diperintahkan untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab.
Menyusul era Khulafaur Rasyidin, terjadi kebangkitan kajian Al-Quran, ulama yang
dikenal dengan istilah tab'i dan tabi'in menghadirkan sudut pandang berbeda terhadap
ajarannya. Selanjutnya ada pula yang berdiskusi tentang penafsiran kitab suci yang
meniadakan dan meniadakan ayat lain, dan lain sebagainya. Selanjutnya dilanjutkan dengan
tahap pendokumentasian atau transkripsi berbagai cabang Ulumul Quran, dengan cabang
pertama yang didokumentasikan adalah Tafsir Al-Quran. Tafsir Al-Quran dianggap sebagai
disiplin ilmu dasar dari ilmu-ilmu Al-Quran lainnya.
Tidak ada bukti yang mendukung pernyataan bahwa Nabi Muhammad SAW
mempunyai keterampilan menulis, dan diterima secara luas bahwa ia tetap buta huruf
sepanjang hidupnya. Nabi Muhammad mendedikasikan upaya yang signifikan untuk
kemajuan pendidikan, dengan beberapa bagian dari Al-Qur'an diturunkan di Mekah. Al-
Qur'an berfungsi sebagai semacam nasihat spiritual, yang menunjukkan bahwa mereka yang
menyembah berhala akan terus-menerus mengalami ketidakpuasan. Lebih jauh lagi, hal ini
menyoroti bahwa perkembangan awal penyembahan berhala disertai dengan tirani
masyarakat. Umat Islam memfasilitasi pertemuan mereka dengan Nabi Muhammad. Kitab
yang sekarang kita sebut Al-Quran ini tidak dikenal oleh Nabi Muhammad semasa hidupnya.
Turunnya Al-Quran penuh dengan kesulitan, khususnya dalam menjaga tulisan-tulisan
ilahi Allah. Sumber-sumber sejarah menunjukkan bahwa setelah menerima wahyu, Nabi
segera menyampaikannya kepada para pengikutnya, memerintahkan mereka untuk
mengingatnya, menuliskannya, dan menetapkan tatanan metodisnya. Teman-temannya
menyimpannya dalam
ingatan dengan menuliskannya pada daun, kulit, batu, dan tulang. Selain itu, untuk menjaga
keaslian Alquran, ia melarang penyusunan teks apa pun selain Alquran, karena ia khawatir
akan potensi kerancuan antara perkataannya sendiri dan firman Tuhan (Purba, 2016).

Pendekatan Pendekatan Dalam Studi Al-Qur’an


Untuk mengetahui lebih lanjut tentang Alquran dapat diuraikan secara ringkas tentang
pendekatan-pendekatan studi Alquran antara lain sebagai berikut:
a. Pendekatan kesusahan (analisis bahasa)
Pendekatan validitas sepakat bahwa memahami isi Alquran memerlukan pengetahuan
bahasa Arab. Untuk menentukan makna suatu kata dalam rangkaian ayat, seseorang
harus menelaah maknanya dan memperhatikan segala aspek yang berkaitan dengan
ayat tersebut. Peneliti harus mampu memahami kaidah-kaidah dalam bahasa Al-
Quran, khususnya bahasa Arab, agar ayat tersebut menjadi acuan dan memahami
isinya.
b. Pendekatan korelasi antar ayat dengan ayat yang lain (analisis ayat per ayat)
Pendekatan korelasi antara ayat dengan ayat lain ialah memahami pengertian suatu
kata dalam rangkaian satu ayat tidak dapat terlepas dari konteks kata tersebut
dengan keseluruhan kata-kata dari ayat tersebut maksudnya adalah pemaknaan suatu
ayat tidak akan sempurna jika tidak diikuti oleh makna ayat sebelumnya atau
sesudahnya. Oleh karena itu terjadinya hubungan sebab akibat antara suatu ayat
dengan ayat yang lain baik sebelum maupun sesudahnya.
c. Sifat penemuan ilmiah
Penemuan ilmiah dipengaruhi oleh faktor pribadi dan eksternal, sehingga
menimbulkan perbedaan pendapat terhadap Al-Qur'an. Quraisy Shihab berpendapat,
para ahli dari berbagai disiplin ilmu menyajikan pendekatan yang jauh berbeda dari
kebenaran, karena pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan pengalaman pribadi
mempengaruhi pemahaman redaksional Al-Qur'an. Seseorang Bahkan tidak dapat
mengatasnamakan Alquran dalam kaitan dengan pendapatnya, jika pendapatan di
melebihi kandungan redaksi ayat titik tetapi hal ini bukan berarti seseorang dihalangi
untuk memahami suatu ayat Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan hanya
selama pemahaman tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip Ilmu Tafsir yang telah
disepakati (Daulay, 2014).
d. Studi humeneutik
Study humanitik adalah sebagai cara pendekatan baru tidak selamanya bisa diterima
oleh seluruh umat Islam. Karena barangkali kata tersebut Masih aneh dan sulit
ditemukan dalam katalog Khazanah Islam klasik. Namun perlu diakui bahwa dengan
pendekatan hermeuitik kajian tersebut lebih bersifat interdisipliner mengenai Alquran.
Sebab Alquran selain berbicara tentang nilai-nilai keagamaan, juga banyak berbicara
isyarat-isyarat ilmu pengetahuan bahkan rekaman sejarah Nabi masa-masa sebelum
Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai Rasulullah terakhir (Purba,
2016).

Metodologi Dan Corak Tafsir Dalam Studi Al-Qur’an


Yang dimaksud dengan “penafsiran” dalam pasal ini adalah proses memahami kitab
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan menjelaskan maknanya serta
menetapkan kaidah dan hikmahnya. Dalam menelaah substansi Al-Quran, Al Farabi
mengemukakan empat pendekatan penafsiran, yaitu:
1. Metode tahlily (analisis ayat per ayat)
Tafsir Tahlili merupakan suatu metode komprehensif yang mengharuskan musafir
memperhatikan seluruh aspek suatu ayat untuk menghasilkan makna yang benar.
Metode ini telah digunakan oleh sebagian besar mesafer di masa lalu dan masih
berkembang hingga saat ini. Kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode ini antara
lain yang panjang karya Al-alussi, Fakhr al-Din al-Razi, Ibnu Jabir al-Tabahri, Imam
Al Baidhawi dan Naisaburi, serta yang ringkas seperti Jalal Al-din Suyuthi dan Jalal
Al-din Al mahalli . Kitab tafsir karya Muhammad Farid Wajdi juga merupakan contoh
penting.
Metode tafsir tahlili merupakan pendekatan tafsir yang bertujuan untuk menjelaskan
isi ayat-ayat Al-Quran dari segala aspek. Penafsir mengikuti tuntutan ayat yang
disusun dalam mushaf, diawali dengan makna kosa kata kemudian menjelaskan
makna global ayat tersebut. Mereka juga mendiskusikan munasabah, atau korelasi
ayat-ayat, dan hubungan antara makna-maknanya. Cara ini sering kali memuat
argumentasi Rasulullah SAW, para sahabat, atau tabiin, terkadang juga memasukkan
pendapat dan latar belakang pendidikannya sendiri. Metode tahlily yang disebut juga
tafsir tafsir tajzi'iy merupakan gabungan pembahasan kebahasaan dan lainnya untuk
membantu memahami teks Alquran.
2. Metode Ijmaly (secara global)
Pengertian metode ijmali adalah suatu metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat
Alquran dengan mengemukakan makna Global. Dengan menggunakan metode ini,
musafir menjelaskan makna ayat-ayat Alquran secara global atau secara garis besar.
Sistematikanya harus mengikuti urutan surah-surah Alquran sehingga maknanya
dapat saling berhubungan dengan menyajikan makna-makna ini, musafir
mengemukakan ungkapan dari Alquran itu sendiri dengan menambah kata-kata atau
kalimat penghubung sehingga memudahkan para pembaca untuk memahaminya.
Adapun kitab tafsir yang disusun menurut metode ini antara lain tafsir alquranul
Karim dan (Muhammad Farid Wajdi) dan Al-Wasith (karya tim lembaga penelitian).
Keistimewaan tafsir ini praktis sederhana, mudah dipahami, bebas dari penafsiran
israiliyat, akrab dengan bahasa alquran serta pesan dalam Alquran mudah Ditangkap
titik sedangkan kelemahannya pada penjelasannya yang terlalu ringkas hingga tidak
dapat menguak makna ayat secara luas dan tidak dapat menyelesaikan masalah secara
tuntas. Selain itu tidak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai.
3. Metode Muqarin (perbandingan)
Metode ini bertujuan untuk menyajikan tafsir ayat-ayat Al-Qur'an yang ditulis oleh
berbagai musafir. Seorang musafir mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran dan mengkaji
tafsir para musafir tersebut melalui kitab-kitab tafsirnya, meneliti apakah mereka
berasal dari generasi Salaf atau Khalaf, tafsir Bi Alma'tsur, atau pada tafsir bi ar-Ra'yi.
Metode ini menggunakan perbandingan, yaitu membandingkan ayat yang satu dengan
ayat yang lain, Al-Quran dengan hadis, dan musafir yang satu dengan musafir yang
lain. Namun metode ini hanya sebatas masalah editorial dan tidak membahas makna-
makna yang saling bertentangan, sebagaimana dibahas dalam ilmu nasikh dan enterh.
Metode tersebut diperlukan karena banyak ayat-ayat dalam Al-Quran yang
mempunyai penyuntingan atau pengucapan yang mirip, sehingga perlu dilakukan
perbandingan ayat-ayat tersebut dari segi penyuntingan atau pengucapannya dalam
permasalahan atau kasus yang berbeda.
4. Metode mudhu’i (bertolak dari tema tertentu)
Pada metode tafsir maudhu'i disebut dengan metode tematik yakni menghimpun ayat-
ayat pada Alquran yang mempunyai maksud yang sama, dalam arti, sama-sama
membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasarkan kronologi serta
sebab turunnya ayat-ayat tersebut. Kemudian penafsiran mulai memberikan
keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan. Secara khusus, penafsir
melakukan studi tafsirnya ini dengan metode mau di mana ia melihat ayat-ayat
tersebut dari seluruh seginya dan melakukan analisis berdasarkan ilmu yang benar dan
baik sehingga digunakan oleh pembahas untuk menjelaskan pokok permasalahan.
Sehingga ia dapat memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul
menguasainya
sehingga kemungkinan baginya untuk memahami maksud yang Terdalam dan dapat
menolak segala kritik. Metode ini memiliki dua bentuk yakni:

Metode tafsir Maudhu'i, disebut juga metode tematik, melibatkan pengumpulan ayat-
ayat Al-Qur'an yang membahas topik permasalahan umum. Penafsir menganalisis ayat-ayat
tersebut berdasarkan kronologis dan alasan turunnya wahyu, memberikan keterangan,
penjelasan, dan kesimpulan. Metode ini digunakan dalam kajian tafsir, dimana penafsir
menganalisis ayat-ayat dari segala aspek untuk membantu pembahas memahami pokok
permasalahan, memahami maksud mendalam, dan menolak kritik. Metode ini mempunyai
dua bentuk.

Perkembangan Modern Dalam Studi Al-Qur’an


Perkembangan studi Alquran ini telah melalui beberapa fase atau masa perkembangan
yang sejalan dengan perkembangan agama Islam titik diawali dengan pada masa Nabi
Muhammad dan kemudian diikuti oleh para sahabat terdekat yaitu Khulafaur Rasyidin serta
diperluas oleh Nabi dan tabi'u atabiin serta dituliskan oleh para ulama yang berbagi dalam
beberapa fase yaitu:
a. Fase pertama (masa hidupnya nabi Muhammad Saw hingga abad 11H)
Pada masa ini Perkembangan studi alquran sudah dijelaskan pada penjelasan
sebelumnya bahwa keadaan studi Alquran pada saat itu masih dalam perumusan yang
dipelopori oleh para sahabat Nabi Muhammad saw.
b. Fase kedua ( abad III dan X H)
Pada masa ini kajian studi alquran sudah mulai berkembang yang ditandai dengan
banyaknya ulama yang mengkhususkan kajian studi Alquran pada satu pokok
pembahasan, seperti pembahasan tentang asbabun nuzul, Nasikh dan mansukh Qur'an
dan ilmu-ilmu lainnya yang menyangkut tentang Alquran. Tidak ketinggalan
pembahasan terhadap Tafsir Alquran Pada masa ini yang sudah menjamur. Dengan
demikian meluasnya pengkajian terhadap studi Alquran maka para ulama Alquran
pada saat itu bersepakat untuk menggabungkan seluruh kajian Mereka dalam satu
bentuk pembahasan yang dimaksud dengan Ulumul Quran dan terlebih lagi dalam
satu bentuk pembahasan pada masa ini muncul istilah Ulumul Quran yang terpadu
maksudnya adalah yang sistematis, ilmiah, dan integratif yang perkembangannya
disempurnakan oleh seorang ulama Alquran pada abad ke-10 Hijriyah yang bernama
Imam AsySuyuti.
c. Fase ketiga (Abad XVI H- abad Modern)
Perkembangan studi Alquran mengalami kemunduran yaitu dengan terhentinya
gerakan penulisan Ulumul Quran sehingga pada abad modern gerakan penulisan dan
pengkajian tersebut muncul dan berkembang kembali. Hal ini, ditandai dengan
banyaknya bermunculan ulama yang mengarang Ulumul Quran dan menulis kitab-
kitabnya, baik tafsir maupun macam-macam kitab Ulumul Quran lainnya.

Karya Karya Referensi Modern Dalam Studi Al-Qur’an


Diantar para ulama yang menulis tafsir/ulumul quran pada abad modern ialah:
a. Ad-Dahlawi; al-fauzul kabar fi ushulit Tafsir
b. Thahir al-jazari; at-Thibyan Fi ulumul quran
c. Abu Daqiqah ; ulumul Quran
d. M. Ali slamat; Minhajul Furqan Fi Ulumul Quran
e. Muhammad Bahist ; Nuzulul Quran ‘ala sab’ati ahrufin dan lain sebagainya. (Djalal,
2000)

Studi Al-Qur’an Dikalangan Orientalis


Orientalis berasal dari kata Orient yang mengandung pengertian Timur kata-kata
tersebut berarti ilmu-ilmu yang berhubungan dengan dunia timur.16 orang-orang yang
mempelajari budaya Timur dari segala aspeknya disebut orientalis atau ahli ketimuran.
Orientalis adalah suatu gaya berpikir yang berdasarkan pada perbedaan ontologis dan
epidemiologis yang dibuat antara timur dan barat. secara definisi orientalis ialah segolongan
sarjana barat yang mendalami bahasa-bahasa, budaya, politik, etnis dunia timur, sejarahnya,
adat istiadatnya dan ilmu-ilmunya.
Motivasi awal orang-orang barat mempelajari Islam, tidaklah untuk menyerang Islam.
Mungkin saja pada awalnya mereka benar-benar mempelajari Islam sebagai suatu ilmu.
Namun akhirnya orientalis tetap saja membawa bau sentimen barat terhadap Islam titik
sehingga jadilah kajian-kajian orientalis merupakan syubhat-syubhat yang menimbulkan
keraguan di kalangan muslimin terhadap ajaran Islam beberapa serangan mereka terhadap
Islam antara lain:
 Menghujat Al-Qur’an
Banyak penelitian para orientalis menyebarkan berbagai syubhat batil seputar
Alquran. Seorang orientalis bernama noeldeke dalam bukunya tarik Alquran, menolak
keabsahan huruf pembuka dalam banyak surat Alquran dengan mengklaim bahwa itu
hanyalah simbol-simbol dalam beberapa teks mushaf yang ada pada kaum
muslimin generasi
awal dahulu seperti yang ada pada teks mushaf Utsmani ia berkata bahwa huruf mim
adalah simbol untuk Mushaf Al muqirah kurva adalah simbol untuk mushaf Abu
Hurairah huruf nun untuk mushaf Utsman menurutnya simbol-simbol itu secara tidak
sengaja dibiarkan pada mushaf mushaf tersebut sehingga pada akhirnya terus melekat
pada mushaf Alquran dan menjadi bagian dari Alquran hingga kini. Berkaitan dengan
sumber penulisan Alquran kaum orientalis menuduh bahwa isi alquran berasal dari
ajaran Nasrani seperti tuduhan brokenment. Sedangkan penduduknya berasal dari
ajaran Yahudi. Kaum orientalis yakin bahwa Alquran adalah buatan Muhammad
dalam bukunya, Al Wahyu Al Muhammadiyah berkata bahwa Alquran hanya buatan
orang tertentu, yaitu Muhammad yang hidup di lingkungan khusus, yaitu di kalangan
Makkah sehingga kehidupan beliau serta mewarnai oleh apa yang beliau ungkapkan.
Ternyata tidak semua orientalis mempunyai pemikiran yang sama di mana mereka
mempelajari Islam untuk menyerang Islam itu tetapi justru banyak diantara mereka juga yang
membela Islam, seperti William montego Merry What yang mengklaim sebagai orientalis
objektif dan paling simpatik terhadap Islam Ia berpendapat bahwa kebenaran Nabi
Muhammad didasarkan pada fakta sejarah umat Islam sendiri. Bagian pesan-pesan Wahyu
Nabi Muhammad telah mengantarkan komunitas umat Islam berkembang sejak masa
kerasulan Nabi Muhammad hingga sekarang umat Islam menaati ajaran, merasakan kepuasan
dan kebahagiaan, serta menjadi soleh dan taat dalam keislamannya meskipun hidup dalam
lingkungan yang sulit. Ia mengatakan (hal-hal tersebut menghasilkan konklusi bahwa
pandangan tentang realitas yang terkandung dalam Alquran ialah benar dan bersumber dari
Tuhan titik Dengan demikian, Muhammad adalah nabi yang sesungguhnya).
Hal senada juga diungkapkan oleh G. Margolioth (1858-1940) “ Adapun Alquran
menempati kedudukan Yang Maha penting dalam barisan agama yang besar di dunia titik
meskipun umumnya yang relatif mudah Ia mempunyai bagian dalam ilmu kitab yang pernah
mencapai keberhasilan yang belum pernah dicapai sebelumnya. Alquran yang telah
mengubah cara berpikir dalam lingkaran manusia dan membawa anjuran tentang peradaban
tinggi serta menggerakkan bangsa Arab yang sedang dalam alam gulita menjadi suatu bangsa
yang gagah dan berani titik-titik Alquran yang telah membawa bangsa itu masuk ke dalam
pemuka agama yang berdasarkan politik, sehingga dapat membangun sebuah organisasi
Islam yang mengagungkan.
KESIMPULAN
Al-Qur'an merupakan wahyu ajaib dari Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW melalui malaikat Jibril As. Merupakan kumpulan wahyu yang
meneguhkan wahyu- wahyu sebelumnya, sedangkan Wahyu adalah ilmu yang ada dalam diri
seseorang dan keyakinannya bahwa ilmu tersebut berasal dari Allah. Al-Qur'an berfungsi
sebagai nasihat spiritual dan menyoroti perkembangan awal penyembahan berhala dan tirani
masyarakat. Nabi Muhammad SAW buta huruf sepanjang hidupnya, namun mendedikasikan
upaya yang signifikan untuk pendidikan dan menurunkan sebagian Al-Qur'an di Mekah. Al
Farabi mengemukakan empat pendekatan tafsir: metode Tahlily, metode tafsir, dan metode
tafsir tahlili. Metode Ijmali menyajikan makna melalui pendekatan sistematis, sedangkan
metode Muqarin membandingkan penafsiran terhadap ayat-ayat yang ditulis oleh musafir
yang berbeda. Metode Mudhu'i mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an dan menganalisisnya
berdasarkan kronologi dan alasan turunnya wahyu.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Mabahits fi Ulumil Quran, Terj.Mudzakkir As, Studi Ilmu-Ilmu
Quran, (Jakarta: Litera Antar Nusa, 2000).
As-Shalih, Subhi. Mabahits fi Ulumul Quran, Terj. Membahas Ilmu-Ilmu Quran, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1985).
Basrowi dan Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka
Cipta Djalal, Abdul. Ulumul Quran, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000).
Margoliouth, D.S. Mohammed and The Rise of Islam, (New York: Book For Librarian Press,
1975).
Moh, Nazir. (2011). Metode Penelitian (cetakan ke 6). Bogor: PT. Ghalia Indonesia.
Miftah, Miftah dan Riyani, Irma. (2018). Wahyu Dalam Pandangan Nasr Hamid Abu Zaid.
Al- Bayan: Jurnal Studi Qur’an dan Tafsir
Muhyin, N. F. (2023). The Concepts Of Contextual Interpretation Of The Qur’an Abdullah
Saeed. Tanzil: Jurnal Studi Al-Quran, 6(1), 1–16.
https://doi.org/10.20871/tjsq.v6i1.289
Muhammad Thalib, Fungsi dan Fadhilah Membaca Al-Qur’an, ( Surakarta : Kaffah Media,
2005), hlm. 11-12.
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000).
Shihab, Quraish, dkk. Sejarah dan Ulumul Quran, (Jkarta: Pustaka Firdaus,
2000).
Shihab, Quraish. Membumukan Alquran (Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat), (Bandung: Mizan, 1994).
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT Alfabet
Sukmadinata. Nana Syaodih, 2011, Landasan Psikologi Proses Pendidikan,. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Wahyuddin, dan Saifulloh. “Ulum Al-Quran,Sejarah Dan Perkembangannya.” Jurnal Sosial
Humaniora 6(2013). https://doi.org/10.12962/j24433527.v6i1.608.
Watt, W. Montogomery, Islam and Critianity Today, (London: Routledge & Kagen Paul,
1983).

Anda mungkin juga menyukai