Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“KEBERAGAMAN VARIASI SOMAKLONAL”


Dosen Pengampu : Dr Indriati Husain, SP, M.Si

Di Susun Oleh :
Kelompok 5

Framaisella Manaf 613421059


Fatmawati Lauli 613421064
Moh Azhari Mamonto 613421060
Jamaludin B Hamsa 6134210

JURUSAN AGROTEKOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala, karena


berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
KEBERAGAMAN VARIASI SOMAKLONAL. Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah Bioteknologi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan


bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan
bagi kita semua.

Gorontalo, 11 Oktober 2023

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2 Tujuan.......................................................................................................... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 3

2.1 Variasi Somaklonal ..................................................................................... 3

2.2 Penyebab Variasi Somaklonal ..................................................................... 4

2.3 Teknik Mendapatkan Variasi Somaklonal .................................................. 7

2.4 Variasi Somaklonal pada Tanaman ........................................................... 10

3. KESIMPULAN ................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyediaan benih atau bibit dalam pengembangan suatu tanaman atau dalam
suatu proses produksi merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Proses
produksi skala besar seperti perkebunan akan memerlukan bibit dalam jumlah
besar, bibit dari varietas unggul, seragam, bebas dari hama dan penyakit, serta
penyediannya kontinyu.
Varietas unggul yang dihasilkan pemuliaan tanaman secara konvensional
membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mendapatkannya, sedangkan
pertumbuhan manusia dan kebutuhannya akan pangan teru menerus bertambah.
Kemajuan teknologi yang ada saat ini dapat sangat membantu usaha pembentukan
varietas unggul tersebut dan relatif lebih cepat. Kultur jaringan tanaman
merupakan teknologi yang memungkinkan membantu para pemulia tanaman dalam
memperbanyak tanaman (Karp, 1995).
Dengan berkembangnya teknik kultur jaringan, kendala dalam multiplikasi
untuk beberapa jenis tanaman dapat diatasi. Teknik kultur jaringan ini pada
mulanya ditujukan untuk membuktikan kebenaran teori totipotensi, yang
selanjutnya berkembang untuk penelitian dibidang fisiologi tanaman, dan biokimia.
Pada hakekatnya teori totipotensi ini tidak salah tetapi pada kenyataannya
telah dapat dibuktikan adanya penyimpangan dari pembelahan sel, dampak yang
diperoleh dari kejadian tersebut adalah terjadinya variasi kromosom didalam jenis
tanaman yang sama, jumlah kromosom yang berkurang, somatik yang menyusut
dan subtitusi kromosom. Akibat dari kejadian-kejadian inilah yang menyebabkan
terjadinya variasi somaklonal. Variasi somaklonal digunakan untuk memperoleh
tanaman potensial dengan sifat-sifat yang diinginkan. Variasi somaklonal ada yang
diwariskan (stabil) dan ada yang tidak diwariskan. Variasi somaklonal yang stabil
merupakan salah suatu peluang untuk mendapatkan keragaman genotipe tanaman
tanpa harus melakukan persilangan.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui keragaman yang disebabkan oleh variasi somaklonal
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya variasi
somaklonal
3. Untuk mengetahui teknik mendapatkan variasi somaklonal
4. Untuk mengetahui variasi somaklonal yang terjadi pada beberapa tanaman
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Variasi Somaklonal


Kultur jaringan tanaman merupakan teknologi yang membantu para pemulia
tanaman dalam memperbanyak tanaman (Karp, 1995). Teknik ini juga digunakan untuk
meningkatkan kecepatan atau efisiensi proses pemuliaan, meningkatkan aksesibilitas
terhadap plasma nutfah, dan mengkreasi variasi baru untuk perbaikan tanaman
(Scowcroft et al., 1985). Hal tersebut termasuk mikropropagasi, kultur anther (Karp,
1995), seleksi in vitro (Moon et al., 1997), penyelamatan embrio (embryo rescue), variasi
somaklonal (Maralappanavar et al., 2000), hibridisasi somatik (Thrope, 1990), dan
transformasi (Walden dan Wingender, 1995). Dalam hal ini, variasi somaklonal
menduduki posisi yang unik, karena keuntungan dan kerugiannya dalam sistem kultur
jaringan (Riduan, 2007).
Variasi somaklonal pertama kali dikemukakan oleh Larkin dan Scowcroft, yang
didefinisikan sebagai keragaman genetik dari tanaman yang dihasilkan melalui kultur sel,
baik sel somatik seperti sel daun, akar, dan batang, maupun sel gamet. Variasi tersebut
dapat berasal dari keragaman genetik eksplan yang digunakan atau yang terjadi dalam
kultur jaringan. Variasi somaklonal yang terjadi dalam kultur jaringan merupakan hasil
kumulatif dari mutasi genetik pada eksplan dan yang diinduksi pada kondisi in vitro.
Variasi somaklonal merupakan perubahan genetik yang bukan disebabkan oleh segregasi
atau rekombinasi gen, seperti yang biasa terjadi akibat proses persilangan. Thrope (1990)
menggunakan istilah pre-existing cellular genetic, yaitu keragaman yang diinduksi oleh
kultur jaringan. Keragaman ini dapat muncul akibat penggandaan dalam kromosom (fusi,
endomitosis), perubahan jumlah kromosom (tagging dan nondisjunction), perubahan
struktur kromosom, perubahan gen, dan perubahan sitoplasma(Yunita, Rossa. 2009).
Dasar variasi somaklonal belum sepenuhnya dimengerti dengan baik, tetapi
dicurigai bahwa perubahan kromosom, aktifitas tronsposon, perubahan status metilasi
DNA, dan mutasi titik merupakan faktor-faktor penyebabnya (Thrope, 1990).
2.2 Penyebab Variasi Somaklonal
Variasi somaklonal pada dasarnya terjadi akibat peristiwa mutasi, yaitu perubahan
suatu karakter yang diwariskan yang disebabkan oleh berubahnya pembawa sifat
menurun (inherited trait) baik pada tingkat DNA atau gen yang disebut juga mutasi kecil
atau mutasi titik, maupun pada tingkat kromosom yang disebut juga mutasi besar. Oleh
karena itu, mekanisme kejadiannya hampir sama dengan efek mutagenesis konvensional
(radiasi), yakni bersifat acak dan keragaman yang dihasilkan nya dapat bermanfaat atau
kurang bermanfaat, bahkan mungkin rnerugikan.
Faktor- faktor yang mempengaruhi variasi somaklonal menurut Karp (1995)
adalah:
• Tingkat pertumbuhan awal organ meristematik
Pertumbuhan di dalam kultur dapat terjadi dari meristem yang sudah dibentuk atau
dari bentuk yang tidak teratur sebagai kalus yang dihasilkan, dari embriogenesis somatik
atau organogenesis. Tingkat pertumbuhan awal organ merupakan elemen kunci dalam
variasi somaklonal, diduga bahwa dalam pertumbuhan yang tidak teratur, terjadi
penahanan (pengurangan) pembatasan yang bertindak untuk mengeleminasi variasi
genetik dalam meristem normal atau karena adanya mekanisme induksi ketidakstabilan
genetik. Di pihak lain, semakin besar tingkat pertumbuhan organ dan semakin lama
waktu yang digunakan tumbuh di media,maka semakin besar perubahan yang terjadi
sebagai hasil variasi somaklonal.
• Konstitusi genetik material awal
Banyak bukti mengindikasikan bahwa variasi somaklonal tergantung pada genotipe
tanaman darimana eksplan berasal. Pada tahun 1982, McCoy telah meneliti pengaruh
faktor genetik eksplan pada dua kultivar oat, dimana salah satu kultivar memberikan
frekuensi keragaman jumlah kromosom yang lebih tinggi dibanding dengan kultivar
lainnya. Genotipe merupakan faktor penting di dalam menimbulkan variasi
somaklonal, karena genotipe dapat mempengaruhi frekuensi regenerasi dan
frekuensi variasi somaklonal yang terjadi. Elemen genotipik merupakan aspek penting
untuk identifikasi, karena pemulia tanaman yang menggunakan variasi somaklonal
sebagai alat dalam galur atau kultivar tertentu dan untuk mengetahui apakah genotipe
sebagai penentu variabilitas.
Beberapa genom dapat lebih tidak stabil dibanding tanaman yang lainnya.
Perbandingan suspensi sel diploid, tetraploid, hexaploid gandum memperlihatkan bahwa
sel yang diploid lebih stabil dan yang heksaploid paling rendah kestabilannya.
Selanjutnya genom yang membawa elemen loncat (transposable elements) diperkirakan
lebih tidak stabil dalam kultur dibanding yang tidak membawa elemen tersebut. Bukti
tentang perubahan aktivitas transposon sebagai hasil kultur jaringan telah dilaporkan oleh
Peschke et al. (1991), tetapi tidak semua perubahan yang terjadi pada kultur jaringan
tanaman (yang mempunyai transposon) dicirikan oleh perpindahan transposon.
• Zat pengatur tumbuh di dalam medium kultur
Banyak bukti menunjukkan bahwa variasi somaklonal dipengaruhi oleh pemilihan
jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh di dalam media. Kemungkinan zat pengatur
tumbuh tersebut bertindak seperti mutagen. Konsentrasi garam-garam nutrien yang tinggi
seperti kalsium dan EDTA pada media kultur tampaknya meningkatkan ketidaknormalan
kromosom pada kultur sel. Selanjutnya, konsentrasi sukrosa yang tinggi (10 atau 20
sampai 30 g L-1) dapat menginduksi poliploidisasi sel kalus yang dihasilkan dari lini
dihaploid dan tetraploid. Auksinsintetik, 2,4-D (2,4- dichlorophenoxyacetic acid) mampu
meningkatkan mutasi sistem stamen pada Tradescantia dan erat kaitannya dengan
keragaman tanaman regenerasi pada. Demikian pula penggunaan 2,4-D dan NAA dalam
media kultur kentang juga meningkatkan frekuensi tanaman abnormal.
Zat pengatur tumbuh mempengaruhi variasi somaklonal selama fase kultur melalui
efeknya pada pembelahan sel, tingkat pertumbuhan yang tidak beraturan (fase
pengkalusan), dan proliferasi selektif sel spesifik. Dalam hal ini terdapat hubungan yang
erat antara keberadaan zat pengatur tumbuh dengan lamanya periode kultur, yaitu fase
kalus.
• Sumber Jaringan atau Eksplan
Sumber eksplan merupakan sumber yang sangat penting dalam menginduksi variasi
somaklonal. Karena jaringan yang berbeda dapat menimbulkan frekuensi variasi
somaklonal. Semakin tua atau semakin khusus suatu jaringan, maka akan semakin besar
variasi yang diperoleh dari tanaman yang diregenerasikan. Penggunaan daun, tangkai
daun atau batang kentang melalui fase kalus dapat meningkatkan keragaman
somaklonal.Pada tanaman Solanum brevidens mendapatkan 70% tanaman yang
diregenerasikan dari kotiledon dan 20% dari potongan daun adalah tetraploid. Pada
Chrysanthemum, tanaman yang diregenerasikan dari petal lebih mampu berbunga dan
lebih tinggi ketidaknormalannya daripada tanaman yang dihasilkan dari pedikel. Eksplan
yang berasal dari daun atau bagian daun memberikan keragaman genetik yang lebih besar
daripada eksplan dari bagian tanaman lainnya. Dari pengujian lapang pendahuluan di
Gabon menunjukkan bahwa tanaman ubi rambat (Ipomoea batatas L.) yang berasal dari
kultur protoplas menghasilkan variabilitas genetik yang besar dalam pertumbuhan dan
pembentukan umbinya dibandingkan
• Tanaman hasil kultur eksplan.
Tanaman kentang yang berbeda mempunyai tingkat ploidi yang berbeda pula.
Perbedaan tersebut terjadi karena enderoduplikasi pada beberapa bagian tanaman
sehingga menghasilkan polisomatik. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi
mutasi pada tanaman kentang yang diregenerasikan tanpa mutagen dari eksplan tangkai
dan daun mencapai sekitar 12,3% sampai 50,3%.

2.3 Teknik Mendapatkan Variasi Somaklonal


Ada tiga cara untuk mendapatkan tanaman somaklonal yaitu : regenerasi langsung,
kultur sel tunggal, kultur protoplasma.
Regenerasi Langsung
Teknik regenerasi tanaman melalui kultur jaringan berdasar pada konsep totipotensi
yang diajukan oleh Haberlandt pada tahun 1902. Percobaan awal adalah untuk
menumbuhkan potongan bagian tanaman, termasuk kultur akar (White, 1934) dan kultur
ujung batang (shoot tip) atau kuncup ketiak (axillary bud) untuk mikropropagasi.
Percobaan setelahnya adalah regenerasi seluruh bagian tanaman melalui embriogenesis
somatik dari kultur jaringan kallus wortel, serta regenerasi seluruh bagian tanaman dari
sel tunggal tembakau.
Pada waktu yang sama Miller (1955) melaporkan bahwa penambahan rasio auksin
dan sitokinin yang tepat dalam nutrisi medium dapat menginduksi regenerasi tanaman
dalam kultur. Musharagie dan Skoog (1962) mengembangkan formulasi nutrisi mineral
yang telah disempurnakan berdasar pada analisis komposisi daun tembakau, yang dapat
mendukung pertumbuhan dan pembelahan sel dan jaringan tembakau. Saat ini medium
tersebut dikenal dengan nama MS, dan telah memberikan kontribusi yang sangat besar
pada teknik kultur jaringan tanaman.
Dalam perkembangan selanjutnya, ditemukan teknik transfer gen dan regenerasi
tanaman transgenik yang dimediasi oleh Agrobacterium, yang terbukti sangat berguna
dalam proses introduksi sifat agronomis yang diinginkan pada tanaman transgenic.
Penemuan tersebut mempertegas pentingnya pemanfaatan teknik kultur jaringan tanaman
dalam berbagai penelitian, sejalan dengan usaha pemuliaan tanaman menggunakan
bioteknologi.
Pada cara ini pemilihan eksplan dan media memegang peranan penting. Pemilihan
eksplan untuk mendapat keragaman genetic juga penting didalam proses morfogenesis,
media terutama untuk menghasilkan tunas atau embrio somatik. Pada tanaman kentang
eksplan yang berasal dari daun lebih banyak memberikan keragaman genetic dari bagian
eksplan lainnya. Keragaman somaklonal dapat ditingkatkan dengan pemberian mutagen
pada eksplan, baik secara fisik maupun secara kimia.
Pemberian mutagen pada eksplan akan menghasilkan mutan utuh (solid mutan)
sedangkan pemberian mutagen pada kalus akan menghasilkan mutan parsial (chimeric
mutan), pemuliaan in vitro dengan cara regenerasi langsung relative lebih mudah
dibandingkan cara in vitro lainnya. Cara ini dapat dilakukan pada berbagai jenis bunga
seperti : mawar, garbera, dianthus, anthurium, petunia, dll.

Kultur Sel Tunggal


Kultur sel adalah sel yang dapat hidup secara in vitro dan masih mempunyai sifat-
sifat mirip dengan sel intak/sel asalnya. Lepas dari pengaruh sistemik, sel-sel tertentu
mengadakan proliferasi tetapi masih dalam keadaan tidak terdiferensiasi. Kultur sel dapat
dipakai untuk bermacam penelitian, misalnya antara lain antivitas intraseluler,
intraseluler flux, ekologi sel, dan interaksi antar sel.
Prosedur seleksi melalui kultur sel dimulai dari penanaman dan pemilihan eksplan,
induksi kalus, isolasi sel, penebaran sel, induksi tunas adventif, dan pemindahan
kelapangan, genotip dan umur tanaman untuk dijadikan eksplan sangat menentukan
proses selanjutnya ( pembentukan kalus dari regenerasi tunas). Selain factor eksplan,
factor media sangat menentukan keberhasilan organogenesis. Mulai dari penanaman
eksplan sampai perakaran tunas terdapat enam macam media, yang terutama berbeda di
dalam komposisi ZPT.
Seleksi dengan mempergunakan kultur sel ini adalah cara yang diinginkan pada
seleksi in vitro tanaman bunga. Kultur sel mirip dengan kultur protoplasma tapi jauh
lebih sederhana dari kultur protoplasma.
Kultur Protoplasma
Kultur protoplasma merupakan salah satu cara untuk memperbaiki major gen atau
poligen yang defektif pada kultivar yang ada. Sifat-sifat dari major gen itu berupa
ketahanan terhadap penyakit, toleransi terhadap stress dan sifat-sifat morfologi tertentu.
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki sifat beberapa jenis tanaman, terutama pada
tanaman kentang, petunia, dan tomat, Sifat-sifat yang diperbaiki pada tanaman kentang
berupa ketahanan terhadap penyakit, toleransi terhadap stress, bentuk dan warna kulit
umbi serta sifat morfologis lainnya. Protoplas adalah sel yang telah dihilangkan dinding
sel secara ensimatik atau sel telanjang.
- Urutan di dalam kerja protoplas adalah :
- Penyiapan eksplan
- Isolasi dan purifikasi protoplas
- Penebaran protoplas
- Rebenerasi protoplas kalus

Variasi Somaklonal pada Tanaman Stroberi


Salah satu cara mengembangkan kultivar stroberi di daerah tropis dengan
menginduksi variasi somaklonal dan seleksi varian yang stabil (heritable). Pada
penelitian Biswas et al. (2009), untuk menginduksi variasi somaklonal stroberi digunakan
teknik kultur jaringan yang berbeda- beda.
Teknik Kultur Jaringan
Untuk persediaan bahan tanam Biswas et al. (2009) melakukan pemilihan tanaman
stroberi (Fragaria x ananassa Duch.) yang memiliki pertumbuhan yang baik sebagai
bahan untuk kultur jaringan. Kemudian dilakukan teknik kultur jaringan yang berbeda-
beda diantaranya adalah kultur meristem, subkultur 2 kali, subkultur 12 kali,
organogenesis langsung, kultur kalus, dan Somatik embriogenesis (SE). Selanjutnya
tanaman hasil kultur jaringan ditanam di lahan dan dilakukan pemilihan terhadap variasi
somaklonal yang terbentuk. Tahapan yang dilakukan Biswas et al., 2009 meliputi induksi
variasi somaklonal melalui kultur jaringan, pemilihan somaklon di lapangan,
perbanyakan somaklon, perbanyakan somaklon, pemilihan somaklon terbaik dan stabil,
perbanyakan di lapangan, dan uji molecular RAPD. Pada teknik kultur jaringan lainnya,
Mohamed (2007) menggunakan ujung tunas dari stolon yang di subkultur pada umur satu
bulan untuk menginduksi variasi somaklonal. Pada penelitian Kumar et al., (1999)
induksi variasi somaklonal menggunakan stroberi frigo memberikan hasil vigor yang
lebih rendah. Nehra et al., (1994) menemukan 2 kultivar stroberi memiliki pertumbuhan
yang berbeda melalui kultur kalus yang berasal bukan dari jaringan meristem.
Somaklon Dari Kultur Jaringan
Berdasarkan hasil penelitian Biswas et al., (2009), dalam kebanyakan kasus
somaklon lebih vigor dari pada kontrol. Tangkai daun lebih pendek dan tebal dan lamina
relatif lebih besar dari kontrol. Sebagian besar daun berwarna hijau muda dan jumlah
daun lebih.
Untuk induksi variasi somaklonal, konsentrasi BAP yang tinggi diberikan untuk
menumbuhkan tunas adventif dari eksplan. Dalam jumlah yang tinggi, BAP
menyebabkan variasi dan telah banyak digunakan untuk menginduksi variasi somaklonal
pada tanaman yang berbeda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanaman regenerasi memiliki bobot per
buah, ukuran buah dan persen bertahan hidup lebih tinggi dari pada kontrol (Tabel 3).
Beberapa variasi kembali kesifat aslinya, pada generasi berikutnya menunjukkan sifat
epigenetiknya. Pada penelitian Biswas et al. (2009), dihasilkan 3 somaklon yang
memiliki sifat-sifat unggul dan bersifat stabil diantaranya adalah somaklon yang berasal
dari kultur meristem, subkultur 12 kali, dan S.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Variasi somaklonal pertama kali dikemukakan oleh Larkin dan Scowcroft (1981)
dalam Kadir (2007), yang didefinisikan sebagai keragaman genetik dari tanaman yang
dihasilkan melalui kultur sel, baik sel somatik seperti sel daun, akar, dan batang,
maupun sel gamet. Ada tiga cara untuk mendapatkan tanaman somaklonal yaitu
regenerasi langsung, kultur sel tunggal, kultur protoplasma. Variasi somaklonal
dalamkultur jaringan terjadi akibat penggunaan zat pengatur tumbuh dan Tingkat
konsentrasinya, lama fase pertumbuhan kalus, tipe kultur yang digunakan
(sel,protoplasma,kalus jaringan), serta digunakan atau tidaknya media seleksi dalam
kultur in vitro.
DAFTAR PUSTAKA

Biswas, M.K., M. Dutt, U.K. Roy. R. Islam, M. Hossain. 2009. Development and
evaluation of in vitro somaclonal variation in strawberry for improved
horticultural traits. Scientia Horticulturae 122: 409–416.

Karp, A. 1995. Somaclonal variation as a tool for crop improvement. Euphytica


85: 295-302.

Kumar, Mohan B., Reed E. Barker, and Barbara M. Reed. 1999. Morphological
and molecular analysis of genetic stability in micropropagated Fragraria x
ananassa cv. Pocahontas. In Vitro Cell. Dev. Biol. Plant 35 : 254-258.

Mohamed, Adel El-Sawy. 2007. Somaclonal variation in micropropagated


strawberry detected at the molecular level. International Journal of
Agrculture & Biology 9(5): 721–725.

Moon, D. H., L. M. M. Oftoboni, A. P. Souza, S. T. Silbov, M. Gaspar dan P.


Arruda. 1997. Somaclonal variation induced aluminum sensitive mutant
from an aluminum inbreed maize tolerant line. Plant Cell Reports 16.

Riduan, Ahmad. 2007. Variasi Somaklonal Sebagai Salah Satu Sumber


Keragaman Genetik Untuk Perbaikan Sifat Tanaman. Jurnal Agronomi, 11
(2) : 107–112

Thrope, T. A. 1990. The Current Status of Plant Tissue Culture. Elsevier Science
Publishers, Amsterdam.

Yunita, Rossa. 2009. Pemanfaatan Variasi Somaklonal dan Seleksi In Vitro dalam
Perakitan Tanaman Toleran Cekaman Abiotik. Jurnal Litbang Pertanian, 28
(4):142–14

Anda mungkin juga menyukai