Anda di halaman 1dari 52

BAB VII

KERAGAMAN
SOMAKLONAL
oleh :
Prof. Dr. Ir. Hj. Nurhajati Ansori Mattjik, M.S
Pengertian Keragaman Somaklonal
Kultur jaringan tanaman adalah:
Metode atau teknik mengisolasi jaringan, organ, sel
maupun protoplasma tanaman menjadikan eksplan dan
menumbuhkannya ke dalam media pertumbuhan yang
aseptik sehingga eksplan tersebut dapat tumbuh dan
berkembang berorganogenesis dan dapat beregenerasi
menjadi tanaman sempurna.

Teknik kultur jaringan beranjak dari teori totipotensi (total


genetic potential) yang disampaikan oleh Schleiden dan
Schwan pada tahun 1838.

Sel tanaman adalah suatu unit yang otonom yang


didalamnya mengandung material genetik apabila
ditumbuhkan di dalam lingkungan tumbuh yang sesuai,
dapat tumbuh dan berdiferensiasi menjadi tanaman
lengkap.
Teknik kultur jaringan mempunyai 2 kegunaan
(Coponetti,2005), yaitu:
1. Menghasilkan propagula yang bermutu,
2. Perbaikan tanaman untuk menghasilkan kultivar baru

Penyimpangan mitosis dalam kultur jaringan akan


mengakibatkan
tanaman baru yang dihasilkan secara genetik tidak sama
dengan induknya
yang disebut keragaman somaklonal.

Keragaman somaklonal didefinisikan sebagai keragaman


genetik dari tanaman
yang dihasilkan oleh sel somatik tanaman yang
ditumbuhkan secara in vitro (Larkin
dan Scowcroft,1981).
Menurut Skirvin (1978) keragaman yang
berhubungan dengan kultur jaringan diantaranya
disebabkan oleh perubahan jumlah kromosom
melalui penggandaan atau reduksi. Keragaman
tersebut dapat berasal dari eksplan yang telah
memiliki kromosom polisomik seperti pada sel
daun dan sel akar (Ramulu, 1985)

Timbulnya keragaman genetik dapat terjadi karena


pengaruh alam atau perbuatan manusia. Manusia
dapat menimbulkan keragaman genetik suatu
komoditi dengan berbagai cara, antara lain melalui
persilangan, mutasi, rekayasa genetik, dan
penggunaan mitagen.
MUTASI/ KERAGAMAN SOMAKLONAL
Menurut Suzuki et al (1981) terdapat 2 dasar
terjadinya mutasi :

1. Mutasi gen, dimana gen dapat bermutasi dari


bentuk dominan, ke bentuk resesif dan
sebaliknya
2. Mutasi kromosom, segmen kromosom suatu
kromosom dapat terlibat dalam perubahan.
Perubahan susunan maupun jumlah kromosom ini
disebut abrasi. Abrasi ini dapat diklasifikasikan
menjadi 2 (Suzuki et al, 1981) :

1. Abrasi struktur kromosom meliputi dilesi,


duplikasi, inversi, dan translokasi
2. Abrasi jumlah kromosom terdiri dari : euploid,
keragaman dari satu set kromosom, pada
keadaan abnormal dapat menjadi satu
(monoploid atau haploid), dua set (diploid), tiga
set (triploid), dan empat set (tetraploid).
Dalam kasus perbanyakan kultur jaringan yang
terjadi adalah mutasi somatik. Kejadian ini banyak
dipengaruhi oleh keadaan sel itu sendiri. Sel yang
melakukan mutasi akan membelah, kemudian
membentuk kumpulan sel yang berbeda dengan
induknya, membentuk klon baru yang sifatnya
berbeda dengan induknya.

Tanaman yang baru ini bukan hasil rekombinan


atau segregasi seperti hasil persilangan.
Menurut Ahloowalia (1986) keragaman somaklonal yang
dihasilkan dari kultur jaringan memberi kesempatan untuk
pengembangan metode seleksi in vitro yang bermanfaat
dalam program pemuliaan tanaman

Keragaman somaklonal melalui kultur jaringan dapat terjadi


tergantung pada: (Jacobsen, 1987) :
1. Eksplan yang digunakan (sel, protoplasma, kalus,
bagian jaringan),
2. Jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh,
3. Lamanya fase pertumbuhan,
4. Komposisi bahan kimia yang digunakan dalam
media.

Keragaman somaklonal ini mungkin bermanfaat mungkin


juga tidak, bahkan dapat merusak baik pada tanaman
maupun produksinya.
Biasanya pada tanaman hias cukup banyak keragaman
somaklonal yang menguntungkan, seperti perubahan
warna petal bunga, warna daun, ketinggian tanaman, dsb.

Pada tanaman pangan yang dikhawatirkan akan


mengganggu produksinya, seperti penelitian yang
dilakukan oleh Soetjahjo (1994) mengenai pengaruh
salinitas tinggi pada tanaman jagung yang diperbanyak
dengan teknik kultur jaringan, diperoleh hasil yang
mempunyai kelainan pada tongkolnya, sehingga
merugikan.

Pada kenyataanya terjadi keragaman somaklonal ini


peluangnya sangat kecil sekali, tetapi dapat diusahakan
untuk terjadi.
Induksi Keragaman Somaklonal Secara Eksogen

Pengaturan Penanaman Eksplan

Perbaikan tanaman secara konvensional yang dikerjakan


oleh para pemulia, akan menggunakan sejumlah besar
tanaman untuk diseleksi di lapang. Selain dipengaruhi oleh
gennya, lingkungan juga akan berpengaruh terhadap
terjadinya mutasi. Melalui kultur jaringan memungkinkan
para pemulia untuk menyeleksi dari sejumlah tanaman
yang seragam, dimana jumlah tanamannya relatif sedikit.

Dengan demikian penggunaan teknik kultur jaringan


diharapkan dapat menghasilkan kultivar baru dalam waktu
yang relatif singkat (Li dan Gray, 2005)
Keadaan eksplan dan keseimbangan zat pengatur tumbuh
dalam media kultur jaringan dapat mempengaruhi
kestabilan genetik materi kultur (Ancora dan Sannino,
1987).

Menurut D’ Amito (1987) dan Baylis (1980) kultur jaringan


merupakan sumber potensial untuk mendapatkan
keragaman, yaitu dengan mengatur zat pengatur tumbuh
dalam komposisi media dan lamanya mengkulturkan.

Ramulu (9185) menyatakan eksplan yang berasal dari


daun dan akar kemungkinan mengandung sel-sel polisomik
yang dapat mengakibatkan keragaman
somaklonal.Contohnya pada tanaman kentang kultivar
Bintje yang dihasilkan dari kultur protoplasma yang
dilaporkan oleh Ramulu (9184) dan Ramulu et al (1986)
menunjukkan adanya keragaman somaklonal.
Terdapat 3 cara untuk memperoleh keragaman somaklonal
dari eksplan yang telah berhasil dikerjakan (Jacobsen,
1987) yaitu :
1. Eksplan yang langsung membentuk tunas dan akar
2. Induksi kalus terlebih dahulu kemudian dilanjutkan
dengan penanaman sel tunggal
3. Kultur protoplasma

Riesh (1983) mendaftarkan tanaman-tanamn yang


mengalami keragaman somaklonal melalui kultur langsung
dari eksplan membentuk tunas dan akar, diantaranya
Nicotiana tabacum L. dan Solanum tuberosum L. Eksplan
pucuk kentang dari kultivar Dessire (tetraploid) telah
banyak dipelajari khususnya untuk daunnya dan warna
umbi (Jacobsen, 1987)
Induksi Keragaman Somaklonal Dengan Mutagen
Perlakuan secara fisik yang dapat digunakan untuk
meningkatkan keragaman somaklonal adalah radiasi sinar
gamma dan sinar X. Bahan kimia yamg dapat digunakan
untuk induksi keragamansomaklonal antara lain kolkisin,
EMS, DEMS, NMU (Ancora dan Sannino, 1987).

Mutasi yang diperoleh dengan menggunakan mutagen


disebut mutasi buatan atau induce mutation (Ismachin,
1988).

Penggunaan mutagen dalam pemuliaan tanaman di lapang


dimulai sejak tahun 1940-an. Diantara peneliti yang
melakukan penelitian ini adalah Freisleben dan Halle dari
Jerman. Tolenaar berhasil mendapatkan mutan dari
tanaman tembakau yang diradiasi dengan sinar X di Deli,
Medan ( Ismachin, 1988)
Bahan kimia sebagai mutagen bila diberikan pada kultur
jaringan akan mengalami penetrasi pada jaringan dan sel,
bila dapat sampai untaian DNA-nya, akan dapat merubah
susunan DNA tersebut sehingga terjadi mutasi.

Selain yang diungkapkan oleh Ancora dan Sannino (1987)


bahan kimia yang dapat digunakan sebagai mutagen
adalah DES (Dietil Sulfat), EI (Etilen Amin), ENH (Etil
Nitroso Urea), MNH (Metil Nitroso Urea).

Mutagen fisik yang banyak digunakan dalam kegiatan


pemuliaan tanaman adalah hasil radiasi sinar X dan sinar
gamma (Ancora dan Sannino)
Kedua sinar ini adalah sinar elektromagnetik dimana proton
yang dihasilkannya akan meresap ke dalam materi dengan
suatu proses, selanjutnya sebagian atau seluruh energi
protonnya ditransfer ke energi kinetik suatu elektron.
Elektron ini kemudian kehilangan energinya karena
berinteraksi dengan atom molekul materi tersebut dan
melepaskan elektron lain (Ismachin, 1988)

Lebih lanjut diungkapkannya bahwa beberapa elektron ini


dapat menghasilkan energi yang cukup untuk
mengorganisir partikelnya sendiri. Proses ionisasi ini
menghasilkan radikal ion positif dan ion bebas. Dalam
sistem biologi elektron tersebut akan terjebak dalam sistem
polar, sehingga cukup waktu bagi ion radikal yang aktif
tersebut untuk bereaksi dengan molekul lain atau masuk ke
susunan jaringan (Ismachin, 1988).
Dinyatakan pula bahwa materi biologi selalu mengandung
air yang cukup banyak. Dengan demikian penyerapan sinar
pengion dalam materi biologi akan melibatkan proses fisika
dan kimia sebagai sumber kerusakan gen.

Dalam pelaksanaannya penggunaan sinar X maupun sinar


gamma adalah pada eksplan yang siap tanam kemudian
disterilkan lagi untuk menghindarkan kontaminasi, atau
kalus. Dosis yang digunakan tergantung tanamannya.
Kebanyakan hanya toleran antara 500 sampai 2000rad,
tetapi ada juga yang dapat tahan dan memungkinkan
terjadinya keragaman somaklon sampai 4000 rad.
Penggunaan sinar radiasi ini sepertinya akan melalui
hambatan dengan adanya lapisan-lapisan dari sel bila tidak
mengena inti selnya, hanya akan menghasilkan kimera
saja. Hal ini tentunya berhubungan dengan dosis yang
digunakan. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah dosis
yang tepat yang dapat menginduksi terjadinya keragaman
somaklonal, tetapi tidak merusak eksplan.
Teknik Kultur Jaringan Sebagai Sumber
Keragaman Somaklonal
Keragaman Somaklonal yang terjadi dari hasil
perbanyakan dengan menggunakan teknik kultur jaringan
membuktikan adanya kemungkinan terjadinya
penyimpangan dari teori totipopensi. Adapun faktor yang
mempengaruhi keragaman somaklonal: fisiologi, genetik
dan (Jayasankar,2005)

Sebenarnya bila mengikuti teori totipotensi dari kultur


jaringan, akan diperoleh tanaman baru yang mempunyai
sifat seperti induknya berupa:
• Calliclone
• Mericlone
• Protoclone
Penggunaan zat pengatur tumbuh telah
memungkinkan terjadinya penyimpangan dari
induknya, sekalipun mungkin hanya epigenetik
(Jayasankar,2005)

Setelah sekian tahun penelitian mengenai


keragaman somaklonal dipelajari untuk
mengetahui penyebabnya, maka Li dan Gray
(2005) menyatakan penyebabnya ialah:
• faktor fisiologi
• genetik
• biokimia
FISIOLOGI SEBAGAI PENYEBAB TERJADINYA
KERAGAMAN SOMAKLONAL

Penyebab keragaman somaklonal dapat


diketahui lebih dini tanpa harus
menggunakan alat.
Elemen komplek atau transposon pada
eksplan jaringan dapat merubah ekspresi
gen pada waktu terjadinya regenerasi.
Contoh: pada eksplan jaringan jagung,
elemen tersebut adalah Ac-Ds
Biokimia Sebagai Penyebab Terjadinya Keragaman
Somaklonal
Penyimpangan biokimia merupakan faktor yang paling
banyak menyebabkan terjadinya keragaman somaklonal
dalam kultur jaringan (Jayasancar,2005).
Contoh: metabolisme karotin yang menyebabkan
fotosintesis berkurang kemampuannya (albino pada padi),
biosintesa pati, lintasan karoten, metabolisme nitrogen, dan
resistensi terhadap anti biotik.

Resistensi terhadap antibiotik mudah terpengaruh


sehingga digunakan sebagai marka utama dalam
transformasi
Salah satu kejadian penting pada keragaman somaklonal
ialah metilasi yang tidak normal pada DNA tanaman hasil
kultur jaringan.
Metilasi ialah proses dimana nukleotida khususnya adenin
(A) dan sitosin (C) mempunyai tangan grup metil (CH3).
Biasanya kultur in vitro mempunyai pola metilasi yang
normal.
Bilamana metilasi terjadi pada DNA yang mengkode gen
aktif, maka gen tersebut akan menjadi tidak aktif, berarti
terjadi keragaman. Hal ini mungkin tidak tampak secara
fenotipik
Metilasi pada kultur jaringan telah ditunjukkan pada
beberapa spesies:
• Jagung (Zea Mays L.)
• Kentang (Solanum tuberosum L.)
• Kelapa sawit (Elaeis guinensis)
Tetapi belum diketahui mengapa hal itu terjadi
(Jayasancar, 2005)
Pengelompokkan Keragaman Somaklonal
Larkin dan Scowcroft, 1981; Scowcroft dan Larkin, 1982;
dan Orton, 1984
1.Perubahan jumlah kromosom (gross caryotipe
changes) baik euploid maupun uneoploid. Keragaman
kromosom yang terjadi karena perubahan jumlah
kromosom telah banyak dipelajari pada tanaman
kentang, tebu sorgum Pelargonium, dan tembakau
melalui teknik kultur jaringan.
2.Perubahan struktur dan susunan kromosom (caryoptic
changes associated with chromososme rearrangment).
Keragaman yang terjadi dalam sel kultur disebabkan
perubahan struktur dan susunan kromosom yang berupa
dilesi, duplikasi, inversi dan translokasi. Kemungkinan
terjadi pasangan heteromorfik seperti halnya pada
jagung. Contoh tanaman yang mengalami kejadian ini:
Vasia faba, bawang putih dan tembakau
3. Pindah silang somatik dan pertukaran kromatid (somatik
crossing over and sister chromatid exachange).
Faktor lingkungan dan mutagen seperti radio isotop
dapat meningkatkan frekuensi pindah silang somatik,
seperti pada kedelai.
Pertukaran kromatid bila keadaannya tidak simetris
dapat juga terjadi dilesi, duplikasi dari materi genetiknya.
Pertukaran kromatid ini diduga mempunyai frekuensi
yang tinggi, contohnya pada kultur jaringan barley.
4.Transposon (transposable element, transposable genetic
element) adalah bagian DNA yang dapat berpindah dari
satu kromosom ke kromosom yang lain.
Pelepasan dan penempelan transposon dapat
mempengaruhi ekspresi struktur gen tetangga.
Terdapat perbedaan antara transposon pada prokariota
dan eukariota. Pada prokariota elemen genetik pada
untaian DNA dapat pindah dari satu lokus ke lokus yang
lain dalam satu genom yang tentunya akan
mengakibatkan terganggunya gen tetangga, pada
penyusunannya dapat berupa dilesi atau inversi.
Pada eukariota merupakan mutasi yang tidak stabil yang
dapat diterangkan oleh transposon.
Contoh : Anthurium, tembakau hibrid, kedelei dan
tomat.
5.Pengurangan dan penambahan produk gen (gen
amplification dan delition) Gen yang spesifik dapat
bertambah selama diferensiasi atau sebagai respon
terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Jumlah
gen tersebut per genom haploid meningkat. Tergantung
dari ekpresi gen yang diregulasikan meningkatkan
mRNA dan protein yang dikodekan oleh gen tersebut.
Beberapa tanaman yang dilaporkan mengalami
perubahan dan pengurangan produk gen yang
mengkodekan mRNA : gandum, rey, Hyacinth, jagung,
Vicia, melon dan tembakau.

6.Perubahan susunan gen somatik (somatic gen


rearrangement), baru dapat dibuktikan pada tikus,
kemungkinan dapat terjadi pada tanaman tingkat tinggi.
7. Pembebasan virus (caryoptic virus elimination). Terdapat
dua kemungkinan yang akan timbul tahan atau peka
terhadap serangan patogen yang disebabkan oleh
organisme lain.
Hasil penelitian menyatakan akibat serangan virus
mengakibatkan lebih peka terhadap cendawan seperti
pada jagung, sorgum dan gandum.
Dengan menggunakan eksplan meristem dalam kultur
jaringan diperoleh tanaman yang bebas virus, sebagai
dampaknya dapat tahan terhadap penyakit yang
disebabkan oleh organisme lain seperti halnya
cendawan.
Identifikasi Keragaman Somaklonal

Untuk membuktikan bahwa metode dapat menginduksi


keragaman somaklonal, perlu dilakukan analisis pada
tanaman regeneran. Kemajuan biomolekular sangat
membantu dalam membuktikan terjadinya keragaman
somaklonal yang dihasilkan dari kultur jaringan.
Penggunaan analisis molekular dapat mendeteksi
terjadinya perubahan DNA dan RNA.

Metode analisis yang dapat digunakan adalah (Li dan


Gray, 2005) :
1. RAPD (Randomly Amplified Polymorphic DNA).

2. RFLP (Restiction Fragment Length Polimorphism)

3. DFA (DNA Amplification Fingerprinting)

4. AFLP (Amplified Fragment Length Polymorfism)


RAPD dan AFLP adalah dominannt marker; RFLP adalah
codominant marker.
Penggunaan RAPD paling sering dipakai dalam
mengidentifikasi terjadinya keragaman somaklonal 
mudah dilakukan dan lebih murah dibanding cara
identifikasi molekular lainnya. Terkadang metode ini kurang
berhasil dalam mengidentifikasi yang sifatnya sangat kecil.
Penggunaan RFLP telah dilakukan pada jagung hibrida
silang tunggal (Godshalk, 1990) pada pematangan buah
tomat (Kinzer et al, 1990), pada tomat efisiensi
penggunaan air (Martin et al, 1989) serta untuk produksi
dan karakter benih pada kedelai (Keim et al, 1990a,
1990b).
Penggunaan AFLP merupakan penemuan baru yang dapat
mengidentifikasi lebih cepat dalam jumlah besar. Telah
berhasil pada beberaa tanaman:
• pecan (Carya illinoinensis Wangenh),
• lettuce (Lactaca sativa L.)
• krisan (Denranthema grandiflora Tzvelev) (Li dan
Gray, 2005)
DAF sangat baik digunakan untuk identifikasi keragaman
somaklonal pada tanaman perenial yang diperbanyak
dengan menggunakan teknik kultur jaringan.
DAF dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi
keragaman yang secara fenotipik kurang tampak.

Selain analisis molekular, identifikasi yang banyak


digunakan untuk mengetahui keragaman somaklonal
adalah analisis isoenzim.
Perubahan dari satu basa DNA mungkin saja tidak dapat
dideteksi dalam analisis molekular, akan tetapi
kemungkinan dapat pole pita isoenzim.
Hasil-hasil Penelitian Mengenai Keragaman
Somaklonal
Keragaman somaklonal telah terjadi pada tanaman
pangan, perkebunan dan tanaman hortikultura. Komoditas
yang paling banyak berhasil diperbanyak dengan teknik
kultur jaringan adalah tanaman hortikultura, khususnya
tanaman hias dan bunga potong. Demikian pula halnya
dengan keragaman somaklonalnya terjadi pada komoditas
yang sama.

Karp (1986) mempelajari keragaman somaklonal tanaman


turunan dari hasil kultur jaringan dan kultur protoplasma.
Pada tanaman kentang regenerasi dari protoplasma
disertai dengan keragaman somaklonal yang ekstensif.
Dari hasil percobaan tersebut ternyata 50-60% yang
beregenerasi menunjukkan keadaan jumlah kromosom
yang normal tetraploi (2n=4x=48). Namun pada beberapa
tanaman terjadi perubahan jumlah kromosom yang dapat
dipantau.
Perubahan kromosom baik yang poliploidi maupun
aneuploidi telah banyak dilaporkan dari hasil-hasil
penelitian beberapa tanaman :
1. Sorgum (Ahloowalia, 1986)
2. Tebu (Heinz dan Mee, 1969 dan 1970; Heinz et
al, 1969; Liu dan Smith, 1983)
3. Padi (Oono, 1978)
4. Gandum (Ahloowalia, 1982; Karp dan Muddock,
1984)
5. Alfalfa (Bingham dan Saunders, 1974)
6. Tomat (Evans dan Sharp, 1986)
Keragaman somaklonal dari hasil persilangan antar
spesies yang ditanam dengan metode kultur jaringan telah
dilaporkan hasil penelitiannya :

1. Tebu (Alicchio et al, 1984)


2. Kentang (Karp et al, 1982)
3. Jagung (Green, 1977)
4. Oats (Cumming et al, 1976)
Hasil penelitian Yusnita (2005) mengenai ketahanan
kacang tanah (Arachius hypogea L) pada penyakit busuk
batang (Sclerotrium rolfsii), menyatakan dari pengamatan
yang dilakukan pada galur-galur somaklonal R0, R1 dan
R2 terdapat keragaman somaklon pada fenotipiknya,
abnormalitas junlah anak daun, percabangan berlebihan,
daun menggulung, daun variegata, albino, steril total,
jantan steril, perubahan tinggi dan jumlah polong.
Diperoleh tanaman yang resisten terhadap penyakit
tersebut.
Penelitian Yahya et al (2003) mengenai ketahanan
tanaman kedelai pada aluminium yang beragam,
menunjukkan bahwa galur-galur tertentu dari kedelai
tersebut dapat tumbuh dan berakar hingga 500ppm Al,
sedangkan galur-galur lain hanya tahan sampai 400m dan
300ppm Al
Widoretno et al (2003) menyeleksi tanaman kedelai tahan
kekeringan dengan cara memberikan polyetilen glicol
(PEG) pada media. Sebagian besar eksplain kedelai yang
diseleksi secara langsung dalam media dengan
penambahan 20% PEG menjadi coklat kehitaman
kemudian mati. Walaupun demikian ada juga yang
bertahan hidup membentuk embrio somatik.

Sutjahjo (1994) mengungkapkan hasil penelitiannya


mengenai ketahanan jagung pada keadaan salinitas tinggi.
Somaklonal yang diperoleh dari kultur in vitro mempunyai
ketahanan yang lebih baik dari induknya, ada yang dapat
tahan sampai 800uM. Hanya diperoleh tanaman yang
mengalami penyimpangan morfologi bunga dan letak
tongkolnya secara agronomis belum dapat dilihat
manfaatnya.
Sastra (1996) menyatakan dari hasil analisis isoenzim
diketahui bahwa perlakuan radioasi sinar gamma 40 Gy
ternyata paling efektif baik dalam regenerasi maupun
dalam meningkatkan keragaman somaklonal, diduga
sekitar 43,75% regenerannya diduga berbeda dengan
kontrol, sedang perlakuan 30m Gy hanya 25% dan
perlakuan 20 dan 10 Gy tidak menghasilkan perbedaan
genetik.

Soedjono (1987) meneliti keragaman somaklonal pada


tanaman begonia (Begonia simperflorens) yang diberi
radiasi sinar gamma. Penggunaan sinar gamma memberi
peluang terjadinya keragaman somaklonal pada warna dan
ukuran bunga.
Kurniati (2004) menyatakan hasil penelitiannya mengenai
pengaruh sinar gamma terhadap keragaman somaklonal
tanaman anggrek Phalaenopsis amabilis hasil analisis
isoenzim Peroxidase (PER) menghasilkan keragaman pola
pita yang kurang jelas, sehingga sulit diinterpretasikan
secara tepat.

Ansori (a93) mengungkap hasil penelitiannya mengenai


keragaman somaklonal pada tanaman anyelir (Dianthus
caryophyllus L.) yang diberi radiasi sinar gamma, retardan
Ancymidol dan semacam sitokinin. Ancymidol berpengaruh
baik terhadap ketegaran planlet. Sitokini zeatin lebih baik
dari kinetin dalam menginduksi terbentuknya planlet dari
embrio somatik. Keragaman somaklonal terjadi pada
tanaman yang diradiasi dan yang tidak diradiasi
Kristiningtias (2003) juga melakukan penelitian yang sama
pada tanaman anyelir yang diberi radiasi. Hasil analisis
RAPD belum menunjukkan adanya keragaman genetik
untuk semua dosis yang digunakan.

Kaepiyah (2004) meneliti mengenai anyelir yang diradiasi


sinar gamma yang diperbanyak secara in vito yang
diteruskan ke lapang. Tanaman yang mendapat perlakuan
200rad mengalami perubahan warna bunga sebanyak 6
tanaman, dari merah oranye menjadi merah muda.
Tanaman yang mendapat perlakuan 1000rad pada satu
tanaman terdapat percabangan yang menghasilkan bunga
merah muda, sedangkan cabang lainnya berbunga merah
muda berbintik-bintik putih.
Datta et al (2005) mengungkapkan hasil penelitiannya
mengenai pengaruh radiasi sinar gamma dan jenis sitokinin
pada beberapa kultivar krisan (Denranthema grandiflora
Tzvelev). Sinar gamma berpengaruh pada tinggi planlet,
ukuran daun dan bunga. Frequensi mutan tertinggi adalah
pada kultivar Sanil yaitu 18%.
Mutasi Kromosom  Aberasi
1. Delesi/Defisiensi
Ditemukan oleh Bridge (1917) pada Drosophila sp. Hilangnya sebagian dari
kromosom

Proses delesi
e e a e
Menyambung lagi c d
a a d
c
d
c  b b c
a b a a d
b b e
b
c c d e
d e

Delesi Terminal  a b c d  b c d
I

Delesi Intersial  a b c d e  a b c
I I
2. Duplikasi
Diperoleh tambahan gen pada kromosom

c b

a b c d
a b c b c d
a b c d

c
b
a b c c b d a b c d

a b c d
I
I
c c

a b b d

a d
c T
a b
b c c
a b
T

T T

a b c c b a
3. Inversi
Perpindahan tempat gen pada kromosom c
d
a b c d e a b c e
b
a d c b e d

a e

4. Translokasi
Perpindahan gen dari lokus satu kromosom ke kromosom yang lain

a b c d j k g h i e f
Kegagalan pembelahan sel  Endomitosis

Pembelahan sel yang normal:

Kromosom berganda

Kromosom terbagi

Kromosom bergerak ke kutub

Terjadi sitokinesis
Pembelahan yang tidak normal  endomitosis

1. a. Kromosom berganda
b. Kromosom terbagi
c. Kromosom bergerak ke kutub
d. Tidak terjadi sitokenesis

2. a. Kromosom berganda
b. Kromosom terbagi
c. Kromosom tidak bergerak ke kutub
d. Tidak terjadi sitokenesis

 Polisomik  sel poliploid


3. a. Kromosom berganda
b. Kromosom terbagi
c. Pergerakan abnormal
d. Terjadi sitokinesis

Jumlah kromosom tidak sama


Ketidakstabilan somotik

2. a. Kromosom berganda
b. Tidak terjadi pembagian
c. Tidak terjadi pergerakan
d. Tidak terjadi sitokinesis

 Polisomik  sel poliploid


5. a. Tidak terjadi penggandaan
b. Kromosom terbagi
c. Kromosom bergerak
d. Sitokinesis terjadi
Kromosom sedikit
Reduksi somatik
kelainan-kelainan seperti abrasi dan endomitosis ini
yang dapat mengakibatkan terjadinya variasi somaklon
pada kultur jaringan
Untuk tanaman hias cukup banyak yang dapat
menguntungkan  seperti perubahan warna bunga,
ketahanan terhadap lingkungan marjinal seperti salinitas
tinggi, tanah kering, tanah payau dan sebagainya
Untuk tanaman pangan masih banyak yang kurang
menguntungkan seperti pada jagung yang tahan
salinitas tinggi produksinya kurang bagus (Hadi
Sutjahyo, 1994)
Kejadian variasi somaklon dapat secara alami atau
diinduksi secara eksogen.
Variasi Somaklon Pada Tanaman Pangan Untuk Beberapa Karakter

Nama Tanaman Keragaman peotifik, hasil dan Reference


kualitas
Gandum Tinggi (-), Kesuburan (-) Ahloowalia 1982
Tinggi (±), Ketebalan Batang (+) Sherington 1985
Mayang >>, Jumlah Tunas (+) Larkin et. Al 1984
Warna sekam
Protein gliadin
Barley Tinggi tanaman Ahloowalia Unpub
Mayang >>
Daun Bendera (+)
Ketebalan batang (+)
Tebu Vigor Berkurang Heinz & Mce 1969
Pertumbuhan vigor bertambah, Liu & Chen 1976
pendek
Kandungan gula
Daun kaku, batang tebal
Kandungan gula
Ryegrass Tinggi tanaman (±) -
Lebar daun (±)
Panjang daun (±)
Kesuburan (±)
Jagung Polen steril Green 1977
Vigor bertambah pendek Hubard et al 1984
Bentuk dan posisi daun twin stalk

Oats Seed-set, sterility Cummings et al 1976

Kentang Hasil Umbi, Heinz & Mce 1969


komposisi maturity, flowering, Liu & Chen 1976
warna kulit,
mata yang dalam,
bentuk daun
Vigor
Tinggi tanaman
Tipe Resisten Pada Variasi Somaklon
Nama Tanaman Resisten dan perubahan Reference
Alfalfa Ethionine, Rersh et al 1981
Lysin dan Threonin
Tembakau Dilorsulfron dan sulfometuron methyl Chaleff & Ray 1984
herbicide
Tomat Toleran pada paraquat (bahan aktif Thomas & Prah 1982
herbisida yang bersifat kontak)
Jagung Mitochondria/DNA Helmintosporium Gangenbach et al 1977
maydis, male fertility Dixon et al 1982
Sitoplasmic male sterility Green & Phillips 1974
Lysin, fhreonin dan methionin
bertambah.
Padi oat dan Stress and Salt Anonymous 1983
tembakau
Mustard Toleran pada phonea, lingau Nabors & bykes upload
Sacrestan 1982
Kentang Phytophtora infestans Behnke,1979, 1980
Fusarium oxysporum
Tebu Eyespot, fiji desease,Downy mildew Heinz et al 1977
Menurut Ahloowalia (1985), orang
melakukan domestikasi tanaman sejak
10000 tahun yang lalu, sedangkan teknologi
teknologi somaklonal baru satu dekade
umurnya dan masih menunggu satu dekade
berikutnya untuk mendapatkan hasil yang
bernilai/berguna.

Anda mungkin juga menyukai