Anda di halaman 1dari 47

MODUL PENUNTUN PRAKTIKUM

DCS & SCADA

Job Sheet :
Water Level Controller | Colour Sortir Station | Automatic Transfer Switch | Integrated Control System

Tim Pengajar : Lutfi, ST., MT. ; Muhammad Fadli Azis, ST., M.Sc ; Muhammad Yusuf, ST.

LABORATORIUM KONTROL DAN OTOMASI


PROGRAM STUDI OTOMASI SISTEM PERMESINAN
POLITEKNIK ATI MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2022 - 2023
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Modul : Penuntun Praktikum

Mata Kuliah : DCS dan SCADA

Materi Modul : 1. Teori Singkat tentang Otomasi Industri


2. Jobsheet 1 = Water Level Controller
3. Jobsheet 2 = Colour Sortir Station
4. Jobsheet 3 = Automatic Transfer Switch
5. Jobsheet 4 = Integrated Control System

Tim Penyusun : 1. Lutfi, ST., MT (198604072018011001)


: 2. Muhammad Fadli Azis, ST., M.Sc (199206022019011002)
: 3. Muhammad Yusuf, ST. (199402092019011001)

Program Studi : D3 Otomasi Sistem Permesinan

Makassar, Januari 2023

Mengetahui,
Ketua Jurusan Penyusun,

Dr. Sitti Wetenriajeng Sidehabi, ST., M.MT Lutfi, ST.,MT


NIP. 198001062002122003 NIP. 198604072018011001

Menyetujui,

Pembantu Direktur I

Taufik Muchtar, ST., MT


NIP. 197708162003121001
KATA PENGANTAR
Sistem kontrol industri atau Industrial Control System (ICS) merupakan istilah kolektif yang digunakan
untuk menggambarkan berbagai jenis sistem kontrol dan instrumentasi terkait yang mencakup perangkat,
sistem, jaringan, dan kontrol yang digunakan untuk mengoperasikan dan atau mengotomatisasikan proses
industri. Saat ini perangkat dan protokol yang digunakan dalam ICS digunakan di hampir setiap sektor industri
dan infrastruktur penting seperti industri manufaktur, transportasi, energi, pengolahan air, dan sejenisnya.
Ada beberapa jenis ICS, yang paling umum dikenal yakni Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA),
dan Distributed Control Systems (DCS).
Kompetensi di bidang DCS dan SCADA merupakan kompetensi yang mutlak dipahami oleh para
operator yang bekerja diindustri pada bagian Central Controll Room (CCR), dimana para operator tersebut
bertugas untuk mengawasi dan mengendalikan instrument yang ada di level Field Devices berupa sensor-
sensor dan aktuator melalui perangkat-perangkat komputer di level Remote Stations.
Mata Kuliah DCS SCADA merupakan salah satu mata kuliah terbaru untuk kurikulum 2022 di Politeknik
ATI Makassar program studi Otomasi Sistem Permesinan. Mata kuliah ini menitikberatkan pada pemahaman
mahasiswa tentang desain tampilan Human Machine Interface (HMI), tentang koneksi controller berupa PLC
ke HMI menggunakan teknologi Open Protokol seperti Modbus dan OPC, serta koneksi HMI ke database.
Langkah tepat untuk memahami tentang DCS dan SCADA adalah melalui pembelajaran berbasis studi
kasus yang melibatkan perangkat-perangkat instrumentasi untuk Real Plant yang sangat mahal. Baik dari level
field devices, dari level Field Control Station atau Remote Terminal Unit, maupun dari level Human Interaface
Station atau Master Terminal Unit. Salah satu aplikasi yang dapat menjadi solusi tersebut adalah penggunaan
virtual plant yang dapat menghemat pengadaan perangkat-perangkat instrumentasi yang sangat mahal
tersebut. Aplikasi virtual plant yang cukup popular adalah aplikasi Factory I/O.
Factory I/O merupakan aplikasi simulasi pabrik 3D untuk mempelajari teknologi otomasi. Dirancang
agar mudah digunakan, memungkinkan untuk membangun simulasi pabrik 3D virtual dengan cepat
menggunakan pilihan suku cadang yang umum digunakan di industri. Factory I/O juga mencakup banyak studi
kasus atau skenario yang terinspirasi oleh aplikasi industri biasa, mulai dari tingkat kesulitan pemula hingga
lanjutan.
Sejumlah sample scene yang terdapat di Factory I/O telah diteliti bersama oleh dosen dan mahasiswa
dengan menggunakan berbagai metode pengendalian seperti pengendali dua posisi, pengendali tiga posisi,
pengendali PID dan Fuzzy Logic. Beberapa perangkat pengendali seperti PLC Siemens S7-1200 AC/DC/Rly, PLC
OMRON CP1L-L20DR-A, dan NI Labview dengan DCS Module telah digunakan untuk mengendalikan sample
scene tersebut. Hasil penelitian ini kemudian digunakan di dalam mata kuliah Sistem Kontrol atau Sistem
Kendali Proses dan mata kuliah Programmable Logic Controller (PLC). Selain itu, penelitian ini juga telah
dipublikasikan dalam berbagai bentuk seperti Paper, Journal, Proceeding, dan tugas akhir mahasiswa.
Modul praktikum ini telah menghasilkan empat lembar instruksi kerja (Job Sheet) yang dikembangkan
dari dua penelitian tugas akhir mahasiswa dan satu kasus proyek sederhana yang pernah diikuti oleh penulis.
Selain itu, modul praktikum ini juga melibatkan integrasi ketiga kasus tersebut dengan menggunakan aplikasi
HMI yang populer di industri, yaitu Intouch HMI.
Jobsheet pertama dalam modul praktikum ini didasarkan pada tugas akhir mahasiswa dengan judul
"Pengontrolan Tangki Air Menggunakan Pengendali Dua Posisi Berbasis PLC Siemens S7-1200 dan Factory
I/O" oleh Aridwan bin Marwan di bawah bimbingan Bapak Taufik Muchtar, S.T., M.T dan Ibu Atikah Tri Budi
Utami, ST., M.engSc. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan modul PLC trainer dengan virtual plant
dari sistem kontrol level tangki air berbasis pengendali dua posisi, yang menggunakan PLC Siemens S7-1200
dan Factory I/O. Pengendali dua posisi ini menggunakan batas atas dan batas bawah untuk mengontrol
pompa air. Oleh karena itu, PLC digunakan untuk mengatur sistem otomatis pada level kontrol tangki air ini.
Berdasarkan hasil pengujian sistem, pengontrolan level tangki air berhasil berjalan dengan batas bawah pada
30 cm pada level meter dan 2808 pada nilai ADC, dan batas atas pada 270 cm pada level meter dan 24673
pada nilai ADC. Data yang diambil memiliki akurasi sebesar 99,7283%, korelasi sebesar 99,9975%, dan presisi
sebesar 0,385%.
Jobsheet kedua dalam modul praktikum ini didasarkan pada tugas akhir mahasiswa dengan judul
"Rancang Bangun Modul Trainer PLC Pada Kasus Sortir Station Berbasis Siemens S7 1200 dan Factory I/O "
oleh Akbar Sudirman di bawah bimbingan Bapak Lutfi, S.T., M.T dan Ibu Wahidah, S.Si., M.Si. Penelitian ini
bertujuan untuk mengembangkan modul trainer PLC Siemens S7-1200 pada kasus Sortir Station berbasis
Factory I/O. Virtual Plant menggunakan vision sensor berbasis kamera untuk mendeteksi warna biru, hijau
dan metal pada objek. Sebuah reflector sensor berbasis infrared untuk mendeteksi posisi objek material.
Terdapat dua buah Belt conveyor dengan motor sebagai aktuator penggerak objek dan tiga buah pivot arm
sorter sebagai penyeleksi jalur objek. Berdasarkan hasil pengujian sistem, PLC Siemens S7-1200 dapat
berkomunikasi dengan virtual plant sortir station factory I/O menggunakan komunikasi ethernet dan ketiga
pivot arm sorter dapat menyeleksi masing-masing objek berwarna.
Jobsheet ketiga dalam modul praktikum ini terinspirasi dari sebuah proyek kecil yang pernah diikuti
oleh penulis yakni Automatic Transfer Switch (ATS) untuk Pengadaan dan Pemasangan Panel Tegangan
Menengah Lengkap dengan Jaringan Sistem Kontrol pada Main Power House (MPH2) di Bandar Udara I Gusti
Ngurah Rai di Bali Tahun 2015. Tantangan dalam proyek ini adalah mengatur posisi beberapa CB Kubikel
sesuai dengan dua belas urutan skenario yang telah ditetapkan oleh Main Kontraktor. Dua belas urutan
tersebut mencakup Kondisi Normal, PLN Off, Genset Start, Genset Synchron, Breaker Trafo Close, CB Kubikel
Close, PLN On, CB Kubikel Open, CB Kubikel PLN Close, Breaker Trafo Open, Genset Off, dan Kondisi Normal
Kembali.
Jobsheet keempat dalam modul praktikum ini menggabungkan ketiga jobsheet sebelumnya sehingga
dapat dimonitoring pada satu komputer. Hal ini dilakukan dengan menggunakan aplikasi Aveva Intouch HMI
sebagai HMI SCADA dan aplikasi Kepware OPC sebagai protokol komunikasi untuk menghubungkan beberapa
perangkat dengan vendor yang berbeda.
Kami menyadari bahwa materi yang kami susun ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan saran dan masukan untuk perbaikan agar tujuan dari penyusunan materi ini menjadi
lebih efektif. Demikian kami sampaikan, semoga Allah SWT memberikan tuntunan kepada kita dalam
melakukan berbagai upaya perbaikan dalam menunjang proses pelaksanaan praktikum.

Makassar, Januari 2023

TIM PENGAJAR DCS & SCADA


Teori Singkat tentang
Otomasi Industri
Otomasi industri adalah penggunaan teknologi dan sistem komputer untuk mengontrol dan mengoperasikan
berbagai macam peralatan dan mesin di lingkungan industri. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan
produktivitas, mengurangi biaya produksi, dan meningkatkan kualitas produk. Sistem otomasi industri biasanya
mencakup perangkat keras (seperti sensor, aktuator, dan peralatan kontrol) dan perangkat lunak (seperti program
komputer dan sistem pemantauan) yang bekerja bersama untuk mengotomatisasi proses produksi dan pengelolaan
produksi secara keseluruhan. Contoh aplikasi otomasi industri termasuk mesin otomatis, robot industri, sistem kontrol
otomatis, dan sistem manajemen produksi.
Ada dua jenis teknologi yang sering digunakan di industri dan bisnis yakni Information Technology (IT) dan
Operational Technology (OT). IT terkait dengan teknologi yang digunakan untuk mengelola informasi dan data, seperti
jaringan komputer, server, database, dan perangkat lunak. IT digunakan untuk mengelola dan menyimpan data, dan
menyediakan alat dan layanan yang digunakan untuk memproses dan menganalisis informasi. OT terkait dengan
teknologi yang digunakan untuk mengontrol dan mengelola proses fisik dalam industri atau sistem fisik yang terkait
dengan infrastruktur kritis, seperti pengaturan suhu dalam ruangan, kelistrikan, pengendalian mesin, sistem keamanan,
dan lain sebagainya. OT umumnya menggunakan perangkat keras seperti sensor, aktuator, kontroler, dan sistem
pemantauan untuk mengendalikan proses fisik tersebut.
Secara ringkas, IT terkait dengan data dan bertanggung jawab atas aliran data digital. Sedangkan OT terkait
dengan mesin dan bertanggung jawab atas operasi mesin dan proses fisik yang dilakukannya. IT terjadi di kantor dan
lebih sering dikaitkan dengan perangkat lunak. Sedangkan OT terjadi di lantai produksi dan lebih sering dikaitkan
dengan perangkat keras.

Gambar 1 : Salah satu hasil Konvergensi IT dan OT yakni IIoT (Industrial Internet of Things)
(Source : https://www.tanand.com.my/it-ot-convergence-how-does-it-benefits-digital-manufacturing )
Industrial Control System (ICS) adalah suatu sistem yang digunakan untuk mengotomatisasi dan mengontrol
berbagai jenis proses industri, termasuk manufaktur, transportasi, dan infrastruktur kritis seperti pembangkit listrik
dan sistem air bersih. ICS terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak yang terintegrasi untuk mengontrol,
mengawasi, dan mengoptimalkan operasi sistem industri secara efektif dan efisien.
ICS sering terdiri dari sistem pemantauan dan pengendalian yang terdiri
dari sensor dan aktuator yang mengumpulkan data tentang suatu sistem,
kemudian mengirimkan data tersebut ke komputer sentral atau server untuk
dianalisis dan dikendalikan. Sistem ICS juga dapat menggunakan jaringan
komputer untuk mengintegrasikan sistem-sistem yang berbeda dalam suatu
instalasi atau perusahaan. ICS juga dapat mencakup perangkat lunak yang
digunakan untuk memantau, mengendalikan, dan mengoptimalkan sistem secara
otomatis, termasuk sistem SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition) dan
DCS (Distributed Control System). Penggunaan sistem ICS memungkinkan industri
untuk meningkatkan efisiensi operasional, meningkatkan keamanan, dan
Gambar 2 : Scope of OT mengurangi biaya produksi secara keseluruhan.

5
Gambar 3 : Basic Operation dari sebuah Sistem Kontrol Industri (ICS)
(Source : https://nvlpubs.nist.gov/nistpubs/SpecialPublications/NIST.SP.800-82r3.ipd.pdf)
ISA-95 adalah standar internasional untuk integrasi sistem enterprise dan kontrol industri. Nama resminya
adalah “ANSI/ISA-95 Enterprise-Control System Integration” (dikenal secara internasional sebagai IEC/ISO 62264). ISA-
95 menggunakan model lapisan teknologi dan proses bisnis untuk perusahaan manufaktur sebagai level dalam standar
tersebut. Terdapat lima level dalam model ini, yaitu Level 0: Menjelaskan proses fisik yang sebenarnya, Level 1
Menjelaskan aktivitas yang terlibat dalam mendeteksi dan memanipulasi proses fisik tersebut, Level 2 Menjelaskan
aktivitas dalam memantau dan mengontrol proses fisik tersebut, Level 3 Menjelaskan aktivitas alur kerja untuk
menghasilkan produk akhir yang diinginkan dan Level 4 Menjelaskan aktivitas yang berhubungan dengan bisnis yang
diperlukan untuk mengelola operasi manufaktur. Kelima level tersebut dapat divisualisasikan dalam bentuk piramida
otomasi seperti gambar berikut :

Gambar 4 : Hierarchy Level of The Automation Pyramid a Typical Industrial Plant

6
Pada piramida otomasi terdapat tiga faktor yang dapat diamati, yaitu jumlah data (Amount of Data), jumlah
komponen (Number of Compoents), dan batas waktu (Time Constraints). Jika level hirarki semakin tinggi, maka jumlah
data akan semakin banyak, jumlah komponen semakin sedikit, dan batas waktu semakin lama. Sebaliknya, jika level
hirarki semakin rendah, maka jumlah data akan semakin sedikit, jumlah komponen semakin banyak, dan batas waktu
semakin cepat.
Piramida otomasi terdiri dari dua domain, yaitu domain IT dan domain OT. Di dalam domain OT terdapat tiga
level, yaitu field level yang bisa dipelajari dalam mata kuliah sistem instrumentasi, control level yang bisa dipelajari
dalam mata kuliah programmable logic controller, dan supervisory level yang bisa dipelajari dalam mata kuliah DCS
dan SCADA.
Pada piramida otomasi, DCS menempati posisi yang setara dengan PLC pada level kontrol dan setara dengan
SCADA pada level supervisory. Hal ini disebabkan oleh perkembangan fitur yang hampir sama pada PLC, DCS, dan
SCADA yang didorong oleh persaingan di segmen pasar yang sama yakni otomasi industri. Untuk memahami lebih
lanjut tentang hal ini, penting untuk melihat perkembangan arsitektur kontrol proses di industri. Perkembangan kontrol
proses secara garis besar terdiri atas lima periode, kelima periode itu dapat dijelaskan oleh gambar berikut :

Gambar 5 : Perkembangan kontrol proses sampai periode Aplikasi DCS


Pada era manual, sistem kontrol yang terdapat di industri adalah konsep yang sekarang dikenal dengan sebutan
sistem kontrol terdistribusi (tradisional). Pada konsep ini, peralatan instrumentasi dan sistem kontrol didistribusikan di
seluruh plant, dimana operator dapat membaca set point dan mengatur keluaran. Namun antara satu sistem kontrol
dengan sistem kontrol yang lain tidak dihubungkan, sehingga operator harus bertugas mengkoordinasikan sistem
kontrol yang terdistribusi tersebut. Komunikasi yang digunakan untuk mengintegrasikan pengoperasian dilakukan
dengan komunikasi verbal antara satu operator dengan yang lain (interface antara manusia - manusia). Konsep ini
tentunya hanya dapat dilakukan pada proses yang tidak rumit dan kecil. variasi performansi plant untuk akurasi rendah,
sering terjadi human error, emosi dan respon lambat.
Pada era analog, setelah ditemukan instrumentasi dan sistem kontrol pneumatik yang terhubung langsung
pada tahun 1930, konsep arsitektur sistem kontrol masih sama dengan sebelumnya, dimana elemen kontrol seperti
sensor, controller dan hubungan antara operator dengan aktuator tetap tersebar di seluruh plant. Situasi ini terus
berubah sesuai dengan meningkatnya kapasitas dan kerumitan. Suatu hal yang sulit untuk tetap mempertahankan
arsitektur dimana setiap elemen kontrol tersebar di setiap lokasi. Akhirnya setelah ditemukan sistem transmitter jenis
pneumatik, membuat arsitektur sistem kontrol berubah menjadi terpusat dimana monitoring dan pengendalian proses
dilakukan dari ruang kendali atau control room (interface manusia – mesin).

7
Mekanisme sistem kontrol dengan arsitektur terpusat seperti ini dilakukan dengan cara ; pengukuran proses
variabel dilakukan oleh sensor di lapangan, kemudian hasil pengukuran ditransmisikan oleh transmiiter ke controller
yang berlokasi di ruang kendali. Selanjutnya sinyal kontrol yang diinginkan ditransmisikan kembali ke aktuator pada
unit proses. Keuntungan arsitektur ini adalah semua informasi yang diperlukan dapat ditampilkan di ruang kontrol
sehingga mudah dilihat oleh operator dengan demikian operator dapat dengan mudah mengontrol proses.
Pada awal tahun 70-an, arsitektur sistem kontrol terpusat bergeser dari pneumatik menjadi elektronik.
Perubahan ini mengurangi biaya pemasangan sistem kontrol dan waktu tunda (lag time) yang terjadi pada sistem
kontrol pneumatik. Selain itu penggantian sistem kontrol pneumatic (3-15 psig atau 0.2-1.0 kg/cm2g) menjadi
elektronik (4-20 mA atau 1-5 V) juga mengganti tubing yang diperlukan untuk sistem pneumatik menjadi kabel.
Keuntungan system control elektronik ini, memungkinkan pabrik lebih mudah diperbesar atau dikembangkan.
Arsitektur sistem kontrol pada era manual dan analog (pneumatik dan elektronik) dikenal juga dengan sistem
kontrol tradisional. Kelanjutan evolusi sistem kontrol tradisional adalah sistem kontrol berbasis komputer. Penerapan
komputer dalam industri pertama dipasang pada stasiun pembangkit tenaga listrik untuk monitoring plant. Penemuan
ini memberikan kemampuan data acquisition yang sebelumnya tidak ada, dan membebaskan operator dari
pengoperasian plant berupa pengambilan dan penyimpanan data yang selama ini berulang dilakukan oleh operator.
Dalam waktu singkat setelah itu, sistem kontrol komputer dipasang di pabrik. Penerapan ini masih
menggunakan sistem kontrol analog elektronik sebagai controller utama. Komputer difungsikan sebagai supervisory
dimana menggunakan data masukan yang tersedia untuk menghitung setpoint kontrol yang menghasilkan kondisi
operasi yang efisien, selanjutnya setpoint ini dikirim ke controller analog yang berfungsi sebagai pengontrol loop
tertutup. Kemampuan supervisory computer dalam mengambil, memperagakan dan menyimpan data yang
dibutuhkan operator dapat memperbaiki pengoperasian pabrik dan menghasilkan nilai ekonomi yang optimum.

Gambar 6 : Centralized Computer Control System dengan arsitektur Supervisory Computer Control (SCC)
Tahap selanjutnya evolusi sistem kontrol komputer pada proses adalah penggunaan komputer pada loop
control utama, biasa disebut Direct Digital Control (DDC). Dalam pendekatan ini, pengukuran proses dilakukan
komputer secara langsung, komputer menghitung keluaran kontrolnya, kemudian mengirimkan keluaran tersebut
secara langsung ke alat penggerak (final element).
Sistem DDC tersebut pertama kali dipasang tahun 1970 pada pabrik kimia. Untuk keamanan, sistem kontrol
analog elektronik masih disediakan, untuk menjamin proses tetap berjalan meskipun komputer mengalami kegagalan
(failure). Ini disebabkan karena pada awal sistem DDC masih terdapat masalah kehandalan perangkat keras computer.
Meskipun ada masalah tersebut, ternyata sistem kontrol digital mempunyai kemampuan jauh lebih besar dari sistem
kontrol analog dalam hal penalaan (tuning) parameter dan set point. Algoritma control yang rumit dapat diterapkan
untuk memperbaiki pengoperasian plant, dan tuning parameter loop control dapat diset secara adaptif (self tuning)
mengikuti perubahan kondisisi operasi.

Gambar 7 : Centralized Computer Control System dengan arsitektur Direct Digital Control (DDC)
Arsitektur sistem kontrol proses berbasis Distributed Control System (DCS) mulai diperkenalkan dalam era
industri proses sekitar tahun 1976. Dari perkembangan DCS pertama kali hingga tahun 1995, telah terjadi penambahan
fungsi dan modifikasi sehingga pengunaannya menjadi lebih user friendly dan perawatan yang mudah.
DCS adalah suatu jaringan komputer kontrol yang dikembangkan untuk tujuan monitoring dan pengontrolan
proses variable pada industri proses. Sistem ini dikembangkan melalui penerapan teknologi microcomputer, software
dan network. Sistem hardware dan software mampu menerima sinyal input berupa sinyal analog, digital maupun pulsa
dari peralatan instrument di lapangan. Kemudian melalui fungsi feedback control sesuai algorithm control (P. PI. PID,

8
dll) maupun sequence program yang telah ditentukan, sistem akan menghasilkan sinyal output analog maupun digital
yang selanjutnya digunakan untuk mengendalikan final control element (control valve) maupun untuk tujuan
monitoring, reporting, dan alarm.
Perlu diperhatikan disini bahwa fungsi kontrol tidak dilakukan secara terpusat, melainkan ditempatkan di
dalam satellite room (out station) yang terdistribusi di lapangan (field). Setiap unit proses atau unit produksi biasanya
memiliki sebuah out station, di dalam out station tersebut terdapat peralatan controller (control station & monitoring
station) atau unit pengontrol lokal (Local Control Unit, LCU). Oleh karena peralatan tersebut berfungsi sebagai fasilitas
untuk koneksi dengan peralatan instrumen lapangan (instrument field devices), maka peralatan tersebut sering juga
disebut sebagai process connection device.
Arsitektur DCS dapat dilihat pada gambar 8 yang secara garis besar terdiri dari tiga bagian utama yaitu ; Man-
Machine Interface, Process Connection Device dan Data Communication Facilities.

Gambar 8 : Arsitektur Distributed Control System (General)

Gambar 9 : Arsitektur Distributed Control System (BPST Direktorat Pengolahan Angkt. XVII - Pertamina)
Man-Machine Interface (MMI) atau operator station atau Human Interface Station (HIS) berfungsi sebagai
pusat monitoring dan pengendalian proses di lapangan, dan ditempatkan secara terpusat di dalam ruang kendali
(control room). Fungsi utama operator station adalah sebagai layar monitor untuk menampilkan, mengoperasikan,
serta me-record data-data yang diperoleh dari controller yang ditempatkan di out station.
Process Connection Devices atau disebut juga Field Control Station (FCS) yang berfungsi sebagai peralatan
controller (control station & monitoring station) terdiri dari module-modul CPU (Processor), I/O Module,
Communication Module dan Power Supply Module, dlll.
Data communication facilities atau Connectivity Station berfungsi sebagai media komunikasi data secara real
time antara station-station yang terhubung pada communication-bus (data-hiway), terutama antara control station,
monitoring station dengan operator station.

9
Gambar 10 : Arsitektur Distributed Control System (Yokogawa Centum CS3000)
Teknologi DCS pertama kali dikenal pada tahun 1975, dimana DCS merupakan controller process berbasis
komputer (saat itu IBM 1800), karena pada saat itu teknologi minicomputer sedang populer dan berkembang pesat
(saat itu mungkin disebut “mini” namun tidak untuk era tahun > 2000an) . Pada saat itu untuk pertama kalinya
Honeywell dan Perusahaan Electrical Engineering Jepang yaitu Yokogawa mengembangkan DCS pertama untuk
melakukan kendali process untuk menggantikan system pneumatic.
Selain honeywell dan yokogawa, masih ada beberapa brand terkenal yang ikut mengembangkan teknologi DCS.
Berikut sepuluh perusahaan manufaktur dengan brand DCS terbaik versi www.automationforum.co :

10
Apa perbedaan antara DCS dan PLC? DCS berfungsi sebagai sistem pengendali proses yang didistribusikan
dalam sebuah sistem, sedangkan PLC atau Programmable Logic Controller merupakan pengendali logika yang dapat
diprogram untuk menjalankan tugas-tugas tertentu. PLC juga sering disebut sebagai PAC (Programmable Automation
Controller) karena fungsi-fungsinya yang semakin berkembang tidak hanya terbatas pada logika diskrit berbasis relay
kontak, melainkan juga pada proses analog pneumatik dan elektronik.

11
Saat ini PLC dan DCS yang sangat berbeda pada tahun-tahun 1970-1990 ini sekarang memiliki fitur yang hampir
serupa. sebelum membaha fitur, mari kita lihat sejarah awalnya tercipta DCS dan PLC.

Gambar 11 : Segment Market beserta Migrasi Vendor DCS dan PLC


Pada gambar 11 sebelah kiri, dapat dilihat segment market dimana semakin ke atas, yang dikendalikan adalah
sebuah process atau analog. dan semakin ke bawah yang dikendalikan adalah sebuah Discrete atau Logic. Pada gambar
sebelah kanan, dapat dilihat migrasi vendor DCS dan PLC Sistem kontrol hibrid merupakan sistem yang menwarkan
kemampuan gabungan antara fungsi kontrol diskret (Wilayah PLC) dan continue (Wilayah DCS). contoh produknya
adalah DeltaV (Fisher Rosemount), PlantScape (Honeywell), Micro I/A Series Controller (Foxboro), Siemens Simatic
PCS7, Rockwell ProcessLogix, Centum CS 100 Yokogawa.

Gambar 12 : Contoh visualisasi dari Central Control Room (CCR) untuk DCS modern

12
SCADA merupakan singkatan dari Supervisory Control And Data Acquisition yakni sebuah sistem kendali
terpusat yang mengawasi, mengontrol dan mengumpulkan data-data hasil pengukuran pada plant atau kendalian serta
merepresentasikan penyajian data dalam bentuk informasi yang mudah dimengerti.
Definisi yang lebih formal yang diberikan oleh NIST (National Institute of Standards and Technology) bahwa
SCADA merupakan Sistem terdistribusi yang digunakan untuk mengendalikan aset-aset yang tersebar secara geografis,
sering terpisah ribuan kilometer persegi, di mana kontrol dan akuisisi data terpusat sangat penting bagi operasi sistem.
Menurut NIST, Sistem SCADA banyak digunakan pada sistem terdistribusi seperti : Water Distribution and Wastewater
Collection System,Oil and Gas Pipelines, Electrical Power Grids, dan Railway Trasnportation Systems.
SCADA memiliki tiga fungsi utama yakni Telesignalling, Telemetering dan Telecontrol. Kata Tele pada tiap fungsi
menyatakan bahwa fungsi-fungsi tersebut dapat dilakukan dari jarak jauh. Untuk mendukung fungsi-fungsi tersebut
maka SCADA harus dibangun dengan empat komponen yakni Device unit yang terdiri atas sensor dan aktuator, Remote
Station atau Remote Terminal Unit (RTU), Master Station atau Master Terminal Unit (MTU) dan Sistem Komunikasi
jaringan.

Gambar 13 : SCADA System General Layout

Gambar 14 : Konfigurasi Elemen SCADA (kasus : Sistem Tenaga Listrik)


Telesignalling digunakan untuk memantau sinyal jarak jauh dari RTU ke MTU sehingga dapat mengetahui
kondisi atau status indikasi, sinyal alarm, dan sinyal lainnya dari sensor yang terhubung ke RTU. Data ini diperoleh
melalui peralatan Capturing seperti kontak elektromagnetik, relay, dan fototransistor.
Telemetering digunakan untuk mengukur nilai besaran listrik pada waktu tertentu. Teknologi ini dilakukan
dengan mengambil nilai analog dari transducer yang ada di RTU dan dikirim ke MTU. Besaran listrik tersebut
dikonversikan menjadi data digital melalui ADC Card yang terdapat di RTU. Beberapa besaran listrik yang diukur antara
lain tegangan, arus, daya aktif, daya reaktif, dan frekuensi.

13
Telecontrol digunakan untuk mengontrol aktuator yang terhubung ke RTU dari jarak jauh untuk meningkatkan
kinerja sistem dan memperbaiki masalah dengan cepat. Pengendalian dapat berupa buka-tutup perangkat pemutus
daya (CB), pemisah (DS), dan start/stop generator, pompa, katup, lampu atau motor. Selain itu, pengendalian perangkat
regulator seperti menaikkan dan menurunkan posisi tap charger atau pengaturan setpoint. Dan pengendalian juga
dapat dilakukan secara otomatis untuk memastikan keseragaman dan pengendalian perintah berurutan.
Field Device merupakan plant atau kendalian di lapangan yang terdiri dari objek yang memiliki berbagai sensor
dan aktuator. Nilai sensor dan aktuator inilah yang umumnya diawasi dan dikendalikan supaya plant berjalan sesuai
dengan keinginan pengguna
Remote Terminal Unit (RTU) merupakan unit slave pada arsitektur master/slave. RTU mengirimkan sinyal
kontrol pada peralatan yang dkendalikan, mengambil data dari peralatan tersebut, dan mengirimkan data tersebut ke
MTU. Kecepatan pengiriman data antara RTU dan alat yang dikontrol relatif tinggi dan metode kontrol yang digunakan
umumnya close loop. Sebuah RTU mungkin saja digantikan oleh Programmable Logic Controller (PLC). Beberapa
kebelihan PLC dibandingkan RTU adalah : solusi yang ekonomis, serbaguna dan fleksibel, mudah dalam perancangan
dan inslatalasi, lebih reliable, kontrol yang canggih, berukuran kecil secara fisik, serta troubleshoting dan diagnosa lebih
mudah.
Sistem komunikasi jaringan antara MTU – RTU ataupun RTU – Field devices dapat dilakukan dengan memilih
media komunikasi dan protokol komunikasi yang sesuai. Protokol komunikasi industri adalah standar yang digunakan
untuk mentransfer data antara perangkat di lingkungan industri. Protokol komunikasi industri ini sangat penting untuk
memastikan interoperabilitas antara perangkat dan sistem kontrol dalam lingkungan industri. Setiap protokol memiliki
karakteristik yang berbeda, termasuk kecepatan mentransfer data, keamanan, dan kehandalan. Oleh karena itu,
penting bagi para profesional industri untuk memilih protokol yang paling sesuai untuk kebutuhan spesifik mereka.
Contoh-contoh protokol komunikasi yang sering digunakan dalam industri yakni Modbus, Profibus, DeviceNet, CAN
(Controller Area Network), HART (Highway Addressable Remote Transducer), Ethernet/IP, OPC (OLE for Process Control
atau Open Platform Communications), Profinet, EtherCAT (Ethernet for Control Automation Technology), CANopen,
Modbus TCP, S7 (Simatic S7), AS-Interface, DH+, BACnet (Building Automation and Control network), KNX (Konex) , dll.
Media komunikasi SCADA terdiri atas :
1. Komunikasi via PLC (Power Line Carrier) yakni teknologi yang memungkinkan transmisi data digital melalui
jaringan distribusi listrik. PLC memanfaatkan kabel listrik sebagai media transmisi data sehingga
memungkinkan penggunaan jaringan listrik yang sudah ada tanpa perlu memasang kabel baru. PLC
biasanya digunakan dalam sistem automasi dan pengendalian jaringan listrik, seperti monitoring dan
kontrol jarak jauh, pemutusan dan penyambungan jaringan listrik secara otomatis, dan penyebaran
informasi mengenai status jaringan listrik.
2. Komunikasi Direct Cable yakni teknologi komunikasi yang menghubungkan dua perangkat elektronik
secara langsung menggunakan kabel khusus yang terhubung dari satu perangkat ke perangkat lainnya.
Teknologi ini biasanya digunakan untuk mengirimkan data dalam jarak yang pendek dan memiliki
kecepatan transfer data yang tinggi dan stabil. Contoh direct cable adalah fiber optik (FO), switched
telephone network, leased lines, coaxial, twisted pair (misalnya UTP tipe cross), dan kabel serial dengan
konektor standar industri seperti USB, RS232, RS485 dan RS422.
3. Komunikasi Wireless yakni teknologi komunikasi yang dilakukan tanpa menggunakan kabel atau koneksi
fisik, melainkan menggunakan gelombang elektromagnetik. Contoh komunikasi wireless adalah Wi-Fi,
Bluetooth, NFC atau Near Field Communication, satelit, infrared, zigbee, GSM network, radio modems dan
lain-lain.
Master Terminal Unit (MTU) merupakan unit master pada arsitektur master/slave. MTU berfungsi
menampilkan data pada operator melalui HMI, mengumpulkan data dari tempat yang jauh, dan mengirimkan sinyal
kontrol ke plant yang berjauhan. Kecepatan pengiriman data dari MTU dan plant jarak jauh relatif rendah dan metode
kontrol umumnya open loop karena kemungkinan terjadinya waktu tunda dan flow interruption. Berikut beberapa
fungsi dasar dari suatu MTU :
1. Input/Output Task : Interface sistem SCADA dengan peralatan di Plant;
2. Alarm Task : mengatur semua tipe alarm atau warning saat sistem dalam kondisi abnormal;
3. Trend Task: mengumpulkan data plant setiap waktu dan menggambarkan dalam grafik;
4. Report Task : memberikan laporan yang bersumber dari data plant;
5. Display Task : menampilkan data yang diawasi dan dikontrol operator dengan visualisasi yang user friendly.

14
Gambar 15 : Contoh HMI SCADA tanpa komputer (kiri) dan dengan komputer (kanan)
(Source : Bailey, David. Wright, Edwin. Practical SCADA for Industry. Elsevier, Great Britain 2003)
Secara umum HMI berfungsi untuk memudahkan operator untuk melakukan pengawasan plant, pengendalian
plant, penanganan alarm serta akses ke historical data dan historical trend, baik untuk keseluruhan proses ataupun
masing-masing peralatan yan ada dalam proses. Sebuah HMI yang baik akan memiliki struktur yang jelas dan lengkap.
Berikut ini salah satu contoh struktur HMI yang baik :

Main Menu

Historical Plant
Reports
Trend Overview

Area Graphic Area Graphic Area Graphic

Alarm Control Set Point Trend


Display Display Display Display
Gambar 16 : Struktur HMI
( Source : City of london environmental services automation & control volume 3 – programming (draft) )

Gambar 17 : Contoh Halaman Plant Overview beserta fitur menu untuk Report, Trend, Alarm, dan Security

15
Gambar 18 : Contoh Halaman Area Graphic beserta fitur Alarm dan Control Display
Berdasarkan tipe komunikasi data pada PLC dan konfigurasi PLC terhadap HMI maka perkembangan SCADA
dapat dibagi menjadi enam skema komunikasi yang dapat dijelaskan oleh gambar 19 hingga gambar 24 berikut :

Gambar 19 : Skema Komunikasi dan Konfigurasi Stand alone PLC (Bukan SCADA)

Gambar 20 : Skema Komunikasi dan Konfigurasi PLC with HMI (Stand alone)

Gambar 21 : Skema Komunikasi dan Konfigurasi Multiple PLC with HMI (RS485)

16
Gambar 22 : Skema Komunikasi dan Konfigurasi Multiple PLC with HMI (Special Bus)

Gambar 23 : Skema Komunikasi dan Konfigurasi Multiple PLC with Mutiple HMI (Special Bus & TCP/IP)

Gambar 24 : Skema Komunikasi dan Konfigurasi Multiple PLC with Mutiple HMI (TCP/IP)
Menurut NIST, Implementasi sistem SCADA memiliki beragam topologi komunikasi yang digunakan, termasuk
point-to-point, series, series-star, dan multi-drop. Gambar 25 menunjukkan berbagai topologi tersebut. Meskipun
point-to-point secara fungsional sederhana, ia membutuhkan biaya yang tinggi karena memerlukan saluran individu
untuk setiap koneksi. Konfigurasi series mengurangi jumlah saluran yang digunakan, namun berbagi saluran dapat
mempengaruhi efisiensi dan kompleksitas operasi SCADA. Sementara itu, konfigurasi series-star dan multi-drop
menggunakan satu saluran per perangkat, yang dapat mengurangi efisiensi dan meningkatkan kompleksitas sistem.

17
Gambar 25 : Basic SCADA Communication Topologies
Keempat topologi dasar pada Gambar 25 dapat diperluas menggunakan perangkat khusus untuk mengelola
pertukaran komunikasi serta pengalihan dan penyanggaan pesan. Sistem SCADA besar yang terdiri dari ratusan RTU
sering menggunakan sub-server kontrol untuk mengurangi beban pada server utama. Jenis topologi ini ditunjukkan
pada Gambar 26.

Gambar 26 : Large SCADA Communication Topologies

18
Gambar 27 menunjukkan contoh implementasi sistem SCADA. Sistem SCADA tertentu ini terdiri dari Primary
Control Center dan tiga Remote Station. Backup Control Center menyediakan redundansi dalam hal kerusakan Primary
Control Center. Koneksi point to point digunakan untuk semua komunikasi dari Control Center ke Remote Station,
dengan dua koneksi menggunakan telemetri radio. Remote Station ketiga terletak dekat dengan Control Center dan
menggunakan Wide Area Network (WAN) untuk komunikasiRegional Control Center berada di atas Primary Control
Center untuk tingkat pengawasan yang lebih tinggi. Corporate Enterprise Network memiliki akses ke semua Control
Center melalui WAN, dan Remote Station dapat diakses dari jarak jauh untuk operasi perawatan dan perbaikan.
Primary Control Center meminta Remote Station untuk data pada interval tertentu (misalnya, 5 detik, 60 detik) dan
dapat mengirim Setpoint baru ke Remote Station sesuai kebutuhan. Selain melakukan pemetaan dan mengeluarkan
perintah tingkat tinggi, server kontrol juga memantau gangguan prioritas yang berasal dari sistem alarm Remote
Station.

Gambar 27 : SCADA System Implementation Example (Distribution Monitoring and Control)

Gambar 28 menunjukkan contoh implementasi untuk pemantauan dan pengendalian rel. Contoh ini mencakup
Control Center rel yang menampung sistem SCADA dan tiga bagian dari Rail System. Sistem SCADA meminta informasi
dari bagian rel seperti status kereta, sistem sinyal, sistem elektrifikasi traksi, dan mesin penjual tiket. Informasi ini juga
diberikan ke konsol operator di stasiun HMI dalam Rail Control Center. Sistem SCADA juga memantau masukan operator
di Rail Control Center dan menyebarkan perintah operator tingkat tinggi ke komponen bagian rel. Selain itu, sistem
SCADA memantau kondisi di setiap bagian rel dan mengeluarkan perintah berdasarkan kondisi ini (misalnya,
menghentikan kereta untuk mencegah masuk ke daerah yang telah ditentukan sebagai banjir atau diduduki oleh kereta
lain berdasarkan pemantauan kondisi).

19
Gambar 28 : SCADA System Implementation Example (Rail Monitoring and Control)

Berikut dua belas perusahaan manufaktur dengan brand HMI SCADA terbaik versi www.automationforum.co :

NO HMI SCADA SOFTWARE OS SUPPORTED BRAND COMPANY COUNTRY


1 AVEVA Intouch Windows, Linux AVEVA Inggris
2 FactoryTalk view Windows Rockwell Automation Amerika Serikat
3 CIMPLICITY Windows GE Digital Amerika Serikat
4 SIMATIC WinCC V7 Windows Siemens AG Jerman
5 Ignition SCADA Windows, MAC, Linux Inductive Automation Amerika Serikat
6 Open Automation Software Windows and Linux Open Automation Software Amerika Serikat
7 VTSCADA Windows, Linux Trihedral Engineering Ltd., Kanada
8 ETAP eSCADA Windows ETAP - Operation Technology, Inc. Amerika Serikat
9 Litmus Edge Cloud Litmus Automation Kanada
10 GENESIS64 Cloud, Windows ICONICS Inc. Amerika Serikat
11 inVIEW IIOT platform Cloud Tatsoft LLC Amerika Serikat
12 AggreGate SCADA/HMI Linux, MAC Tibbo Systems Singapura

20
21
Jobsheet 1
Water Level Controller

RUMUSAN MASALAH :
Bagaimana mengendalikan level pada tangki air sederhana dengan pengendali dua posisi menggunakan PLC Siemens
S7-1200 AC/DC/Rly sebagai control device dan pada Factory I/O sebagai plant dan field device ?

MODEL FISIK TANGKI :

IPO DIAGRAM :

22
I/O LIST :

ALAT & BAHAN :


1. Satu unit Modul PLC Trainer (berbasis PLC Siemens S7-1200 AC/DC/Rly)
2. Satu unit Modul I/O Trainer (empat buah Push Button 24VDC dan empat buah Pilot Lamp 220VAC)
3. Satu Unit Komputer yang telah terinstall aplikasi TIA Portal V.15 dan Factory I/O V.2.4.3
4. Satu buah Kabel Power 220VAC yang sesuai dengan Modul PLC Trainer
5. Tujuh buah kabel jumper NYAF 0.75mm yang sesuai dengan modul PLC Trainer ke Modul I/O Trainer
6. Satu buah kabel Ethernet LAN tipe Cross
7. Satu buah Multimeter digital untuk menguji rangkaian
8. Gambar kerja yang terdiri atas wiring diagram, ladder diagram dan I/O List
9. Satu buah Obeng minus kecil
10. Seperangkat alat tulis untuk membuat laporan

INSTALASI PENGKABELAN PLC :

LADDER DIAGRAM PLC :

23
TAHAPAN PELAKSANAAN :
1. Instalasi Wiring pada Modul PLC Trainer dengan Modul I/O Trainer sesuai dengan gambar kerja menggunakan
kabel jumper NYAF 0.75mm.
2. Menghubungkan PLC Siemens S7-1200 ke supply 220VAC sesuai dengan pin terminalnya (L1 dan N)
menggunakan kabel power.
3. Menghubungkan PLC Siemens S7-1200 ke Komputer pada konektor RJ45 menggunakan kabel Ethernet LAN
tipe Cross.
4. Lakukan Pengujian koneksi PLC ke Komputer melalui Perintah “PING IP Address PLC” pada command prompt.
Jika sudah terkoneksi, lakukan juga pengujian koneksi PLC ke Factory I/O dengan menekan tombol Connect
pada fitur driver.
5. Membuka aplikasi TIA Portal V15 pada komputer sebagai Admin dan pastikan sudah license, kemudian pada
menu project pilih New lalu buat project baru.
6. Pada window Project Tree pilih “Add New Device” dan pilih “controller” - “Simatic S7-1200” - “CPU” - “CPU
1214C AC/DC/Rly” - “6ES7 214-1BG40-0XB0” lalu tekan OK.
7. Pada bagian tab “General” - “Protection and Security”, pada “access level”, pilih “Full Access (no Protection)”.
Kemudian pada pilihan “Connection mechanism”, centang pada fitur “Permit access WITH PUT/GET
communication from remote partner”.
8. Pada Aplikasi Tia Portal, Buatlah Tag I/O sesuai I/O List dan buatlah ladder diagram yang sesuai dengan kasus
yang diangkat.
9. Melakukan koneksi PLC ke aplikasi Tia Portal dengan memilih menu “ONLINE” - “Go Online”. Pada opsi “Type
of the PG/PC Interface”, pilih “PN/IE”. Pada “PG/PC Interface”, pilih jenis driver adapter yang sesuai.
10. Pilihlah Device PLC yang sesuai pada target device (tekan start search jika belum ada device yang sesuai).
Kemudian klik “Go Online”.
11. Setelah terkoneksi, download ladder diagram dengan memilih “Online: - “Download to Device” kemudian
tekan tombol Load kemudian Finish.
12. Membuka aplikasi Factory I/O, kemudian memilih menu File - Open - Scenes. Lalu memilih studi kasus Level
Tank.
13. Pada menu “File” - “Drivers”, klik pilihan “Siemens S7-1200/1500” pada listbox driver. Kemudian pilih
“CONFIGURATION”, pada model pilihlah “S7-1200”, pada “host”, ketik “IP Address” dan Pilihlah “Network
adapter” yang sesuai.

24
14. Pada I/O Point, isilah “Bool Inputs” Offset dengan 2 dan Count dengan 14 (Digital Input), kemudian isi juga
“Bool Outputs” Count dengan 10 (Digital Output).
15. Pada” I/O Config Numerical Data Type”, Ganti Dword menjadi Word. Kemudian pada “I/O Point Word Inputs
Offset dengan 100 dan Count dengan 2 (Analog Input) sedangkan pada Word Outputs” isi Count dengan 0
(Karena PLC tidak memiliki Analog Output).
16. Klik tanda panah pada kiri atas untuk kembali ke configuration, lalu tekan Connect dan pastikan simbol tanda
seru berwarna merah berubah menjadi simbol centang berwarna hijau.
17. Klik tanda panah pada kiri atas untuk kembali ke Scene atau studi kasus Level Tank.
18. Pilihlah mode PLC dengan mode RUN dan jalankan kasus Water Level Controller pada factory I/O dengan
menekan tombol Play kemudian pada modul trainer I/O, Tekanlah tombol push button PB1 hingga lampu PL1
menyala dan amati animasi kasus water level controller pada factory I/O.

PENGUJIAN KONEKSI KABEL ANTAR TERMINAL MODUL PLC TRAINER DAN MODUL I/O :

Terminal PLC Status


No Terminal Blok Comment
PIN Address OK Fail
1 L1 1 ✓ Phasa 220vAC
2 N 2 ✓ Netral 220VAC
3 Gnd 3 ✓ Grounding
4 L+ 4 ✓ Output 24VDC(+)
5 M 5 ✓ Output 24VDC(-)
6 1M 6 ✓ Common untuk DI
7 DI a 0 I0.0 7 ✓ 24 VDC Inputs
8 DI a 1 I0.1 8 ✓ 24 VDC Inputs
9 DI a 2 I0.2 9 ✓ 24 VDC Inputs
10 DI a 3 I0.3 10 ✓ 24 VDC Inputs
11 DI a 4 I0.4 11 ✓ 24 VDC Inputs
12 DI a 5 I0.5 12 ✓ 24 VDC Inputs
13 DI a 6 I0.6 13 ✓ 24 VDC Inputs
14 DI a 7 I0.7 14 ✓ 24 VDC Inputs
15 DI b 0 I1.0 15 ✓ 24 VDC Inputs
16 DI b 1 I1.1 16 ✓ 24 VDC Inputs
17 DI b 2 I1.2 17 ✓ 24 VDC Inputs
18 DI b 3 I1.3 18 ✓ 24 VDC Inputs
19 DI b 4 I1.4 19 ✓ 24 VDC Inputs
20 DI b 5 I1.5 20 ✓ 24 VDC Inputs
21 2M 21 ✓ Common untuk Analog
22 AI 0 IW64 22 ✓ Analog Inputs 16bit
23 AI 1 IW66 23 ✓ Analog Inputs 16bit
24 1L 24 ✓ Common 1 untuk DO
25 DO a 0 Q0.0 25 ✓ Relay Outputs
26 DO a 1 Q0.1 26 ✓ Relay Outputs
27 DO a 2 Q0.2 27 ✓ Relay Outputs
28 DO a 3 Q0.3 28 ✓ Relay Outputs
29 DO a 4 Q0.4 29 ✓ Relay Outputs
30 2L 30 ✓ Common 2 untuk DO
31 DO a 5 Q0.5 31 ✓ Relay Outputs
32 DO a 6 Q0.6 32 ✓ Relay Outputs
33 DO a 7 Q0.7 33 ✓ Relay Outputs
34 DO b 0 Q1.0 34 ✓ Relay Outputs
35 DO b 1 Q1.1 35 ✓ Relay Outputs

25
PENGUJIAN NILAI ADC AKTUAL DAN SENSOR TEGANGAN :

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa modul PLC trainer level kontrol tangki air
berbasis pengendali dua posisi telah berhasil dibuat, dengan batas atas dan batas bawah yang telah diketahui, data
yang diambil sudah memiliki akurasi 99,7283% , presisi 0,385% dan korelasi 99,9975% yang artinya data yang diambil
sudah dapat digunakan untuk batas atas dan batas bawah, batas bawah yaitu 30 cm pada level meter dan 2808 pada
nilai ADC, sedangkan untuk batas atas yaitu 270 cm pada level meter dan 24673 pada nilai ADC. Dengan begitu pada
saat pembuatan Ladder Diagram PLC nilai batas atas dan batas bawah dapat ditulis sesuai dengan nilai ADC yang sudah
ditentukan. Dan untuk pengosongan tangki air dilakukan secara manual dengan menggunakan discharge valve pada
factory I/O.

26
Jobsheet 2
Colour Sortir Station

RUMUSAN MASALAH :
Bagaimana mengendalikan belt conveyor dan pivot arm sorter untuk memilah objek material berdasarkan warnanya
menggunakan PLC Siemens S7-1200 AC/DC/Rly sebagai control device dan pada Factory I/O sebagai plant dan field
device ?

MODEL FISIK SISTEM :

IPO DIAGRAM :

27
I/O LIST :

ALAT & BAHAN :


1. Satu unit Modul PLC Trainer (berbasis PLC Siemens S7-1200 AC/DC/Rly)
2. Satu unit Modul I/O Trainer (empat buah Push Button 24VDC dan empat buah Pilot Lamp 220VAC)
3. Satu Unit Komputer yang telah terinstall aplikasi TIA Portal V.15 dan Factory I/O V.2.4.3
4. Satu buah Kabel Power 220VAC yang sesuai dengan Modul PLC Trainer
5. Tujuh buah kabel jumper NYAF 0.75mm yang sesuai dengan modul PLC Trainer ke Modul I/O Trainer
6. Satu buah kabel Ethernet LAN tipe Cross
7. Satu buah Multimeter digital untuk menguji rangkaian
8. Gambar kerja yang terdiri atas wiring diagram, ladder diagram dan I/O List
9. Satu buah Obeng minus kecil
10. Seperangkat alat tulis untuk membuat laporan

INSTALASI PENGKABELAN PLC :

28
LADDER DIAGRAM PLC :

29
TAHAPAN PELAKSANAAN :
1. Instalasi Wiring pada Modul PLC Trainer dengan Modul I/O Trainer sesuai dengan gambar kerja menggunakan
kabel jumper NYAF 0.75mm.
2. Menghubungkan PLC Siemens S7-1200 ke supply 220VAC sesuai dengan pin terminalnya (L1 dan N)
menggunakan kabel power.
3. Menghubungkan PLC Siemens S7-1200 ke Komputer pada konektor RJ45 menggunakan kabel Ethernet LAN
tipe Cross.
4. Lakukan Pengujian koneksi PLC ke Komputer melalui Perintah “PING IP Address PLC” pada command prompt.
Jika sudah terkoneksi, lakukan juga pengujian koneksi PLC ke Factory I/O dengan menekan tombol Connect
pada fitur driver.
5. Membuka aplikasi TIA Portal V15 pada komputer sebagai Admin dan pastikan sudah license, kemudian pada
menu project pilih New lalu buat project baru.
6. Pada window Project Tree pilih “Add New Device” dan pilih “controller” - “Simatic S7-1200” - “CPU” - “CPU
1214C AC/DC/Rly” - “6ES7 214-1BG40-0XB0” lalu tekan OK.
7. Pada bagian tab “General” - “Protection and Security”, pada “access level”, pilih “Full Access (no Protection)”.
Kemudian pada pilihan “Connection mechanism”, centang pada fitur “Permit access WITH PUT/GET
communication from remote partner”.
8. Pada Aplikasi Tia Portal, Buatlah Tag I/O sesuai I/O List dan buatlah ladder diagram yang sesuai dengan kasus
yang diangkat.
9. Melakukan koneksi PLC ke aplikasi Tia Portal dengan memilih menu “ONLINE” - “Go Online”. Pada opsi “Type
of the PG/PC Interface”, pilih “PN/IE”. Pada “PG/PC Interface”, pilih jenis driver adapter yang sesuai.
10. Pilihlah Device PLC yang sesuai pada target device (tekan start search jika belum ada device yang sesuai).
Kemudian klik “Go Online”.
11. Setelah terkoneksi, download ladder diagram dengan memilih “Online: - “Download to Device” kemudian
tekan tombol Load kemudian Finish.
12. Membuka aplikasi Factory I/O, kemudian memilih menu File - Open - Scenes. Lalu memilih studi kasus Sortir
Station pada pilihan Scene terakhir.
13. Pada menu “File” - “Drivers”, klik pilihan “Siemens S7-1200/1500” pada listbox driver. Kemudian pilih
“CONFIGURATION”, pada model pilihlah “S7-1200”, pada “host”, ketik “IP Address” dan Pilihlah “Network
adapter” yang sesuai.
14. Pada I/O Point, isilah “Bool Inputs” Offset dengan 2 dan Count dengan 14 (Digital Input), kemudian isi juga
“Bool Outputs” Count dengan 10 (Digital Output).
15. Pada” I/O Config Numerical Data Type”, Ganti Dword menjadi Word. Kemudian pada “I/O Point Word Inputs
Offset dengan 100 dan Count dengan 2 (Analog Input) sedangkan pada Word Outputs” isi Count dengan 0
(Karena PLC tidak memiliki Analog Output).
16. Klik tanda panah pada kiri atas untuk kembali ke configuration, lalu tekan Connect dan pastikan simbol tanda
seru berwarna merah berubah menjadi simbol centang berwarna hijau.
17. Klik tanda panah pada kiri atas untuk kembali ke Scene atau studi kasus sortir station.
18. Pilihlah mode PLC dengan mode RUN dan jalankan kasus sortir station pada factory I/O dengan menekan
tombol Play kemudian pada modul trainer I/O, Tekanlah tombol push button PB1 hingga lampu PL1 menyala
dan amati animasi kasus sortir station pada factory I/O.

30
PENGUJIAN KONEKSI KABEL ANTAR TERMINAL MODUL PLC TRAINER DAN MODUL I/O :

Terminal PLC Status


No Terminal Blok Comment
PIN Address OK Fail
1 L1 1 ✓ Phasa 220vAC
2 N 2 ✓ Netral 220VAC
3 Gnd 3 ✓ Grounding
4 L+ 4 ✓ Output 24VDC(+)
5 M 5 ✓ Output 24VDC(-)
6 1M 6 ✓ Common untuk DI
7 DI a 0 I0.0 7 ✓ 24 VDC Inputs
8 DI a 1 I0.1 8 ✓ 24 VDC Inputs
9 DI a 2 I0.2 9 ✓ 24 VDC Inputs
10 DI a 3 I0.3 10 ✓ 24 VDC Inputs
11 DI a 4 I0.4 11 ✓ 24 VDC Inputs
12 DI a 5 I0.5 12 ✓ 24 VDC Inputs
13 DI a 6 I0.6 13 ✓ 24 VDC Inputs
14 DI a 7 I0.7 14 ✓ 24 VDC Inputs
15 DI b 0 I1.0 15 ✓ 24 VDC Inputs
16 DI b 1 I1.1 16 ✓ 24 VDC Inputs
17 DI b 2 I1.2 17 ✓ 24 VDC Inputs
18 DI b 3 I1.3 18 ✓ 24 VDC Inputs
19 DI b 4 I1.4 19 ✓ 24 VDC Inputs
20 DI b 5 I1.5 20 ✓ 24 VDC Inputs
21 2M 21 ✓ Common untuk Analog
22 AI 0 IW64 22 ✓ Analog Inputs 16bit
23 AI 1 IW66 23 ✓ Analog Inputs 16bit
24 1L 24 ✓ Common 1 untuk DO
25 DO a 0 Q0.0 25 ✓ Relay Outputs
26 DO a 1 Q0.1 26 ✓ Relay Outputs
27 DO a 2 Q0.2 27 ✓ Relay Outputs
28 DO a 3 Q0.3 28 ✓ Relay Outputs
29 DO a 4 Q0.4 29 ✓ Relay Outputs
30 2L 30 ✓ Common 2 untuk DO
31 DO a 5 Q0.5 31 ✓ Relay Outputs
32 DO a 6 Q0.6 32 ✓ Relay Outputs
33 DO a 7 Q0.7 33 ✓ Relay Outputs
34 DO b 0 Q1.0 34 ✓ Relay Outputs
35 DO b 1 Q1.1 35 ✓ Relay Outputs

31
PENGUJIAN HASIL PENYORTIRAN SISTEM :

Jenis Material Hasil Seleksi Status Hasil Seleksi


NO Warna Material
(Random)
Pivot ( Biru) Pivot (Hijau) Pivot (Metal) OK Fail
1 Blue Raw Material Biru ✓ ✓
2 Blue Product Base Biru ✓ ✓
3 Green Produk Lid Hijau ✓ ✓
4 Metal Produk Lid Abu-abu ✓ ✓
5 Blue Product Lid Biru ✓ ✓
6 Green Raw Material Hijau ✓ ✓

7 Blue Product Base Biru ✓ ✓


8 Metal Produk Lid Abu-abu ✓ ✓
9 Green Produk Lid Hijau ✓ ✓
10 Metal Raw Material Abu-abu ✓ ✓
11 Blue Product Base Biru ✓ ✓
12 Blue Raw Material Biru ✓ ✓
13 Blue Product Base Biru ✓ ✓
14 Metal Produk Lid Abu-abu ✓ ✓
15 Green Produk Lid Hijau ✓ ✓
Nilai Total 15 0

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa modul PLC trainer untuk penyeleksi objek
berwarna telah berhasil dibuat, dimana untuk tombol start, tombol stop dan lampu indikator run menggunakan modul
I/O trainer secara nyata kemudian vision sensor, reflektor sensor, dua buah belt conveyor dan tiga buah pivot arm
sorter sebagai instrumen pada kasus sortir station menggunakan Factory I/O secara virtual plant. Hasil pengujian modul
trainer PLC dalam menjalankan kasus sortir station dengan factory I/O dengan 15 kali percobaan terhadap beberapa
objek material yang muncul secara random, sistem dapat menyeleksi atau menyortir material-material tersebut sesuai
dengan kelompoknya masing-masing.

32
Jobsheet 3
Automatic Transfer Switch

RUMUSAN MASALAH :
Bagaimana mengendalikan ATS antara Incoming PLN dengan tiga buah Genset sesuai dengan 12 urutan skenario yang
telah ditentukan ?

Catatan : Panel ATS menggunakan PLC LS XGB-XBCH sebagai Control device dan aplikasi LS XGT InfoU sebagai HMI
SCADA. Diharapkan dalam praktikum agar menerjemahkan ladder diagram dengan teknologi LSIS ke PLC
Siemens S7-1200 AC/DC/Rly dan Aveva Intouch HMI atau WinCC. Diskusikan bersama tim pengajar jika
terdapat kesulitan dalam praktikum.

MODEL FISIK PANEL ATS :

33
34
35
36
37
38
39
I/O LIST :

40
Tampilan HMI :

LADDER DIAGRAM :

41
42
43
44
45
PENGUJIAN KINERJA DARI TAHAPAN PROSEDUR 12 URUTAN SKENARION :
STATUS
NO TAHAPAN PROSEDUR COMMENT
OK FAIL

1 KONDISI NORMAL ✓

2 PLN OFF ✓
1. Undervoltage On, CB Open,
2. Perintah Genset Start

3 GENSET START ✓
1. Genset Start
2. Membaca status Genset Synchron

4 GENSET SYNCHRON ✓
1. Genset synchron, minimal 2 Genset On (Contoh G2&G3 On)
2. Perintah Breaker Trafo Close

5 BREAKER TRAFO CLOSE ✓


1. Minimal 2 Breaker Trafo Close (Contoh T1&T2)
2. Perintah CB kubikel Close sesuai dengan Trafonya yang Close

6 CB KUBIKEL CLOSE ✓
1. CB Kubikel Close, sesuai dengan Trafonya yang Close

7 PLN ON ✓
1. Undervoltage Off, menahan dengan timer selama 5 menit
2. Perintah CB kubikel Trafo 552-M2, 652-M2, 752-M2 Open (Contoh hanya 552-M2 dan
652-M2 yang sebelumnya dalam kondisi Close)

8 CB KUBIKEL OPEN ✓
1. CB kubikel 552-M2, 652-M2 Open
2. Kemudian perintah 152-M2 & 152-C Close

9 CB KUBIKEL PLN CLOSE ✓


1. 152-M2 & 152-C Close
2. 3 menit berikutnya, perintah Breaker Trafo Open

10 BREAKER TRAFO OPEN ✓


1. Breaker Trafo Open (Contoh T1&T2 yang sebelumnya dalam kondisi Close)
2. Kemudian perintah Genset Off

11 GENSET OFF ✓
1. Perintah Genset Off melalui panel synchron
2. Panel synchron perintah breaker genset open, sebelum genset off

12 KONDISI NORMAL KEMBALI ✓


1. Genset off
2. Kondisi kembali normal

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Panel ATS antara Incoming PLN dengan
tiga buah Genset telah berhasil dikendalikan dan berjalan otomatis sesuai dengan 12 urutan skenario yang telah
ditentukan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pengujian tahapan prosedur telah sesuai dengan jumlah status OK
sebanyak 100 %. Perlu adanya diskusi bersama untuk melakukan transformasi teknologi dari vendor LSIS (LG) ke
teknologi Siemens dan Aveva.

46
Jobsheet 4
Integrated Control System

RUMUSAN MASALAH :
Bagaimana mengintegrasikan ketiga jobsheet sebelumnya menjadi sebuah sistem kontrol terintegrasi menggunakan
aplikasi Aveva Intouch HMI sebagai HMI SCADA dan aplikasi Kepware Kepserverex sebagai OPC Server ?

Arsitektur Sistem Kontrol Terintegrasi DCS/SCADA :

1 2 3

Dari hasil desain arsitektur sistem kontrol terintegrasi dapat dilihat bahwa studi kasus pada job sheet 1, job
sheet 2 dan job sheet 3 akan dijadikan sebagai satu sistem dengan plant overview yang menampilkan tiga buah area
graphics sesuai jumlah job sheet sebelumnya. Perlu adanya diskusi bersama untuk mengimplementasikan desain
arsitektur tersebut sehubungan fitur DCS dan SCADA seperti tampilan mimic display, alarm display dan trend display.

☺☺☺ KEEP IN SHORT AND SIMPLE ☺☺☺

47

Anda mungkin juga menyukai