Anda di halaman 1dari 4

1.

Perbedaan Empirisme Ibnu Taimiyah dan Francis Bacon

Empirisme adalah pendekatan filosofis yang menekankan pentingnya pengamatan


dan pengalaman sebagai dasar pengetahuan. Sementara itu, baik Ibn Taimiyah dan
Francis Bacon memiliki kontribusi penting dalam pemikiran empiris, terdapat perbedaan
dalam konteks dan fokus pendekatan empirisme mereka.

Ibn Taimiyah (1263-1328) adalah seorang teolog dan filosof Muslim yang hidup
pada periode abad pertengahan di dunia Islam. Dalam pemikirannya, Ibn Taimiyah
menekankan pentingnya pengamatan dan pengalaman sebagai landasan pengetahuan.
Namun, pendekatannya lebih berfokus pada pengetahuan agama dan memperoleh
kebenaran melalui pemahaman terhadap ajaran Islam. Bagi Ibn Taimiyah, pengalaman
dan pengamatan dalam konteks agama merupakan sumber pengetahuan yang penting.

Sementara itu, Francis Bacon (1561-1626) adalah seorang filsuf dan ilmuwan
Inggris yang hidup pada periode Renaisans. Ia dikenal sebagai salah satu pendiri
empirisme modern. Bacon menekankan pentingnya metode ilmiah dalam memperoleh
pengetahuan yang akurat dan valid. Ia merumuskan metode induksi yang berfokus pada
pengumpulan data melalui pengamatan dan eksperimen untuk kemudian menghasilkan
generalisasi dan hukum-hukum umum. Bacon berpandangan bahwa pengetahuan yang
diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman adalah dasar yang kuat untuk ilmu
pengetahuan.

Jadi, meskipun keduanya berfokus pada pengamatan dan pengalaman sebagai


dasar pengetahuan, perbedaan utama antara Ibn Taimiyah dan Francis Bacon terletak
pada konteks dan fokus pendekatan empirisme mereka. Ibn Taimiyah lebih fokus pada
pengetahuan agama dan pemahaman terhadap ajaran Islam, sementara Bacon berfokus
pada pengembangan metode ilmiah dan pengetahuan dalam konteks umum.

2. Batasan –batasan akal untuk melakukan interprestasi oengetahuan

Menurut Ibn Taimiyah, manusia memiliki kemampuan akal yang terbatas dalam
melakukan interpretasi terhadap sumber-sumber pengetahuan agama. Ia mengakui bahwa
manusia memiliki akal yang diberikan oleh Allah, tetapi ia juga menekankan bahwa akal
manusia memiliki keterbatasan dan tidak bisa menggantikan wahyu yang diturunkan.

Ibn Taimiyah berpandangan bahwa interpretasi yang benar dalam agama harus
didasarkan pada dalil-dalil naqli yang jelas dan tegas, seperti teks-teks kitab suci dan
hadis yang memuat perintah dan larangan yang tegas. Ia menolak penafsiran spekulatif
yang berlebihan atau menjauh dari teks-teks tersebut.

Dalam pandangan Ibn Taimiyah, akal manusia tidak memiliki kewenangan untuk
mengubah makna teks-teks agama yang jelas dan tegas. Ia menganggap bahwa
pengetahuan yang diperoleh melalui akal harus sesuai dengan wahyu dan tidak boleh
bertentangan dengan ajaran agama.

Namun, penting untuk dicatat bahwa Ibn Taimiyah tidak menolak penggunaan
akal secara keseluruhan. Ia mengakui bahwa akal dapat digunakan dalam memahami
teks-teks agama dan menafsirkan aspek-aspek yang membutuhkan pemahaman lebih
mendalam. Namun, batasan interpretasi terletak pada menjaga kesesuaian interpretasi
dengan dalil-dalil naqli yang jelas.

Dalam praktiknya, batasan interpretasi menurut Ibn Taimiyah sering kali terkait
dengan penolakan terhadap penafsiran spekulatif atau penafsiran yang bertentangan
dengan teks-teks agama yang jelas. Ia mendorong umat Muslim untuk mengembalikan
diri kepada teks-teks agama secara harfiah dan tidak mengada-ada dalam memberikan
interpretasi yang melampaui batas yang ditentukan oleh dalil-dalil naqli yang jelas.

3. Pandangan Ibnu taimiyyah terhadap ayat-ayat israiliyyat

Ibn Taimiyah memandang ayat-ayat Al-Qur'an yang diluar nalar sebagai sesuatu yang
harus diterima tanpa mencoba memahaminya secara rasional atau logis. Dalam pandangan
empirisme Ibn Taimiyah, pengetahuan yang diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman
adalah penting, namun pengetahuan tentang hal-hal yang melebihi akal manusia atau diluar
jangkauan nalar manusia harus diterima sebagai wahyu ilahi yang harus diyakini.
Ibn Taimiyah berpandangan bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah yang sempurna
dan tidak mungkin mengandung kesalahan atau sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat.
Oleh karena itu, jika terdapat ayat-ayat yang tidak dapat dipahami atau bertentangan dengan
pemahaman akal manusia, Ibn Taimiyah menegaskan bahwa orang harus menerima dan
mengimani ayat-ayat tersebut tanpa mencoba memakai logika atau nalar untuk
memahaminya.

Dalam hal ini, Ibn Taimiyah menekankan pentingnya ketaatan dan keyakinan yang
tulus terhadap wahyu Allah yang terdapat dalam Al-Qur'an. Ia menganggap bahwa ada
beberapa aspek dalam agama yang melebihi kemampuan akal manusia untuk memahaminya,
dan keyakinan terhadap wahyu Allah adalah hal yang lebih utama daripada upaya rasional
untuk memahaminya.

Namun, penting untuk dicatat bahwa Ibn Taimiyah juga menekankan pentingnya
memahami dan mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh. Meskipun ada aspek-aspek
yang diluar nalar, ia berpendapat bahwa umat Muslim harus mencoba memahami dan
menerapkan ajaran-ajaran yang dapat dipahami secara logis dan rasional, serta menghindari
penafsiran yang bertentangan dengan nash-nash Al-Qur'an yang jelas dan tegas.
Kritik

1. Fokus pada filsafat ilmunya dalam kitab ar radd ala mantiqiyin

Pertanyaan

1. Adakah konsekuensi empirisme ibnu taimiyah dalam kehidupan sehari-hari


2. Apa perbedaan empirisme ibnu taimiyah dan empirisme francis bacon.
3.

Anda mungkin juga menyukai