Anda di halaman 1dari 17

Konten Islami

SABAR DAN RIDHA ATAS TAKDIR ALLAH


Allah SWT menciptakan manusia senantiasa dalam kesulitan. Terkadang ia akan
mendapatkan ketetapan Allah yang ia senangi, dan terkadang ia benci. Manusia tidak
berkuasa untuk memilih setelah semua terjadi, karena manusia adalah makhluk lemah yang
membutuhkan Allah SWT, Dzat Yang Maha Kuasa atas segalanya. Oleh karena itu, salah satu
rukun iman yang wajib kita imani dan yakini adalah beriman kepada ketetapan
dan takdir Allah, baik takdir baik maupun takdir buruk. Semua takdir baik dan buruk
berasal dari Allah, dan kita harus lapang hati dan ridha menerima semua takdir-Nya.
Namun tak jarang kita tidak bisa menerima takdir Allah dengan hati yang ridha dan lapang,
meski sebenarnya hal itu merupakan alat yang digunakan Allah untuk penempaan
dan tarbiah manusia untuk mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi di hadapan Allah
SWT. Al-Qur'an menyatakan, "Dan sesungguhnya Kami telah menguji orangorang yang
sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orangorang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta." (Q.S. Al-Ankabut: 2-3)
Rasulullah Saw juga bersabda, "Sungguh menakjubkan perkaranya orang mukmin. Segala
sesuatu yang terjadi padanya semua merupakan kebaikan. Ini terjadi hanya pada orang
mukmin. Jika mendapat sesuatu yang menyenangkan dia bersyukur, maka itu kebaikan
baginya. Jika mendapat keburukan dia bersabar, maka itu juga kebaikan baginya." (H.R.
Muslim)
Bagaimana kiat dan tips bagi kita, agar dapat menjadi hamba yang ikhlas dan sabar dalam
menerima takdir Allah?

Mengimani Takdir Allah SWT Baik dengan Benar


Setiap kita menerima ketetapan Allah SWT yang baik atau tidak baik, maka hendaknya kita
memahami bahwa apa pun yang telah terjadi sudah Allah takdirkan untuk kita sejak 50.000
tahun sebelum penciptaan langit dan bumi pastilah terjadi dan tidak mungkin kita
menghindarinya. Adapun untuk yang belum terjadi, wajib bagi kita untuk ikhtiar dan
berusaha sembari menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT.
Nabi Saw bersabda, "Allah telah mencatat takdir setiap makhluk, 50.000 tahun sebelum
penciptaan langit dan bumi." (H.R. Muslim)
Beriman kepada takdir, inilah landasan kebaikan yang akan membuat seseorang
semakin ridha dengan setiap cobaan dan ujian yang diterimanya; menyenangkan atau tidak
menyenangkan. Allah Ta'ala berfirman, "Tidak ada satu pun musibah yang menimpa kecuali
dengan izin Allah dan siapa yang beriman kepada Allah yaitu ia sabar menghadapi takdir,
ia ridha terhadap takdir, ia pun berusaha untuk sabar, Allah pasti berikan hidayah ke dalam
hatinya." (Q.S.At-Taghabun: 11)

Meyakini Bahwa Selalu Ada Hikmah Baik dari


Setiap Kejadian
Allah SWT sedikit pun tidak pernah menzalimi hamba-Nya. Maka dari itu mukmin yang baik
harus mengimani bahwa setiap yang Allah kehendaki pasti ada hikmah kebaikannya.
Mungkin hanya perlu waktu bagi kita untuk bisa memahaminya. Allah SWT berfirman yang
artinya, "Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara
main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Mahatinggi
Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) 'Arsy
yang mulia." (Q.S. Al-Mu'minun: 115- 116)

Meyakini Bahwa Allah SWT Tidak Pernah


Membebani di Luar Kemampuan Kita
Allah SWT berfirman yang artinya, "Tidaklah Allah membebani seseorang kecuali sebatas
kemampuannya." (Q.S. Al-Baqarah: 286) Kita harus yakin bahwa kita kuat, kita mampu
melewati semua karena Allah memilih kita. Sembari kita juga membuka kedua mata kita
bahwa masih banyak orang yang jauh lebih sulit ujiannya.
Para Nabi, Rasul juga Rasulullah Saw dan sahabat-sahabat beliau yang lain telah
mendapatkan cobaan bertubi-tubi, jauh lebih berat dari kita semua, maka beliau berpesan
kepada kita dalam sabda beliau yang artinya, "Musibah yang menimpaku sungguh akan
menghibur kaum muslimin." (Shahih al-Jami').

Memahami Bahwa Ujian dan Cobaan Adalah


Tanda Kasih Sayang Allah SWT
Dari Anas bin Malik Ra bahwa Nabi Saw bersabda, "Sesungguhnya apabila Allah SWT
mencintai suatu kaum, maka Dia mengujinya. Barang siapa ridha terhadap ujian-Nya, maka
dia memperoleh ridhaNya dan barang siapa tidak suka, maka mendapat murka-Nya.'' (H.R.
Tirmidzi)
Diriwayatkan pula dari Mush'ab bin Sa'id -seorang tabi'in- dari ayahnya, ia berkata, "Wahai
Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?" Beliau Saw menjawab, "Para
Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan
kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula
ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya.
Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi
dalam keadaan bersih dari dosa. (H.R. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad Darimi no.
2783).

Meyakini Bahwa Semua Akan Berlalu


Bagaimana pun keadaan kita saat ini, pasti akan berlalu dan berganti dengan izin Allah.
Semua bisa berubah menjadi lebih baik. Allah SWT beberapa kali meyakinkan kita dengan
firman-Nya, "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." (Q.S. Al-Insyirah:
5)

Meyakini Bahwa Pahala Sabar dan Ikhlas Itu


Begitu Besar
Semua bisa mendapatkan solusi dari permasalahan, hanya perlu bersabar. Dan mungkin
sabar itulah yang tidak mudah untuk kita terapkan. Namun demikian Allah SWT berfirman,
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa
batas." (Q.S. Az-Zumar: 10).

Berdoa Istirjaa'
Dengan mengucapkan: "Inna lillahi wa inna ilaihi raaji'un … " dan terus berdoa. Istirjaa'
maknanya mengembalikan semuanya kepada Allah SWT, yang menentukan takdir kita.
Sehingga Allah akan berikan kebaikan dari apa yang kita dapatkan dari ketetapannya. Hal ini
sebagaimana yang Allah sampaiakan dalam surah Al-Baqarah ayat 155-157.
Juga sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Saw yang artinya, "Siapa saja dari hamba yang
tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: "Inna lillahi wa inna ilaihi rooji'un.
Allahumma'jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa [Segala sesuatu adalah
milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah yang
menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik]", maka Allah akan memberinya
ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik." Ketika, Abu
Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut doa sebagaimana yang Rasulullah Saw
perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu
yaitu Rasulullah Saw." (H.R. Muslim no. 918)

Berfikir Positif dan Introspeksi Diri


Meskipun segala hal terjadi atas kehendak dan ketetapan Allah, tetapi sebagai hamba yang
bijak kita tetap diharapkan untuk berfikir positif dan mawas diri karena bisa jadi Allah
menetapkan itu semua karena dosa-dosa yang pernah kita perbuat sebelumnya. Allah SWT
berfirman, "Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri." (Q.S. Asy Syura: 30)

Tidak Menyerah dan Putus Asa Sembari Minta


Nasihat dari Sesama
Rasulullah SAW selalu memerintahkan umatnya untuk berusaha semaksimal mungkin
sesuai kemampuannya. Dan salah satu cara dalam menyikapi takdir Allah ialah dengan
berusaha dan tidak boleh menyerah, putus asa. Hal ini tentunya bisa lebih mudah untuk kita
lakukan dengan adanya dukungan dari orang lain. Beliau bersabda, "Bersemangatlah untuk
memperoleh apa yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan
jangan sekali kali kamu merasa tidak berdaya" (H.R. Muslim).
Penulis: Nur Silaturohmah, Lc - Dosen

Merasa Kecewa dengan Takdir Allah?


Ingat Nasihat ini
Sebagian dari kita mungkin pernah kecewa dengan takdir Allah.
Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
omREPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sebagian dari kita mungkin ada yang merasa

tidak senang atau kecewa terhadap takdir Allah SWT atas dirinya. Karena
kecewa, maka yang bersangkutan sampai melakukan sesuatu di luar batas
kenormalan.
Pendakwah wanita Mesir, Dr Fatimah 'Antar mengingatkan agar menghindari
sikap tidak senang atau kecewa atau bahkan tidak ridha terhadap apa yang telah
Allah SWT tetapkan. Dia mengatakan, sampai saat ini masih ada orang yang
tidak senang dan tidak menerima kodratnya.
"Hingga saat ini masih ada orang yang tidak menerima apa yang telah Allah
berikan kepada mereka. Ada perempuan-perempuan yang tidak senang karena
tercipta sebagai perempuan, sehingga meniru laki-laki dalam hal penampilan
dan cara berbicara. Ini karena dia tidak puas pada takdir Allah SWT atas
dirinya," kata dia, dilansir Masrawy.

Padahal, Fatimah mengatakan, seorang Muslim maupun Muslimah tentu harus


menerima dan menenangkan hatinya serta bersikap lapang terhadap ketetapan
Allah atas dirinya. Hanya dengan sikap itulah, seorang hamba bisa meraih ridho
Allah SWT.

Fatimah menjelaskan, ridha berarti bahagia, tenang, dan keberterimaan hati


serta kelapangan terhadap takdir dan ketetapan Allah SWT. Ketika menerima
sesuatu yang tidak mengenakkan atau yang tidak disukai, maka di situlah
pentingnya sikap sabar dan ridha dalam menerimanya.

Dalam kondisi demikian, seorang Muslim juga harus senantiasa kembali kepada
Allah dengan selalu berdzikir. Ingat pula bahwa cobaan hidup bisa berupa hal
yang baik atau buruk. Maksudnya, cobaan hidup itu bisa dalam bentuk sesuatu
yang disenangi manusia atau yang tidak disukai mereka.

Allah SWT berfirman:

"Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan


diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku".
Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata:
"Tuhanku menghinakanku". Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak
memuliakan anak yatim. Dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang
miskin. Dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan
(yang halal dan yang bathil). Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan
yang berlebihan." (QS Al Fajr ayat 15-20)

Percaya pada qadha dan qadhar adalah salah satu rukun iman. Rasulullah SAW
bersabda, "Iman adalah engkau beriman (percaya) kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, dan engkau percaya
kepada takdir Allah yang baik maupun yang buruk."

Dalam hadits riwayat Abdullah bin Amr bin Al 'Ash, Rasulullah SAW bersabda,
"Allah telah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan
langit dan bumi." (HR Muslim)

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda, "Segala sesuatu itu ada hakikatnya.
Seorang hamba tidak akan sampai kepada hakikat iman sampai ia meyakini
bahwa apapun yang (ditakdirkan) menimpanya, tidak akan meleset darinya. Dan
apapun yang (ditakdirkan) tidak menimpanya maka tak akan menimpanya." (HR
Muslim dari Abu Darda)

Hadits-hadits tersebut menunjukkan, seberapa kerasnya seorang hamba


menghindar dari sesuatu, atau berusaha mencapai sesuatu, itu tidak akan terjadi
bila Allah SWT tidak menetapkannya demikian. Jika Allah SWT menghendaki
sesuatu terhadap diri seorang hamba, maka terjadilah. Di sinilah pentingnya
berserah diri kepada Allah SWT.
Apa yang Engkau Risaukan?
oleh Bini Arta Utama 7 Februari 2024

Setiap manusia tak lepas dari takdir yang ditetapkan bagi dirinya, baik itu takdir yang baik maupun buruk.
Sering kali manusia risau apabila takdir buruk menimpanya. Tak jarang pula manusia risau karena khawatir
tak bisa mendapatkan dunia yang selalu ia kejar.

Beriman kepada Takdir


Iman kepada takdir yang baik maupun yang buruk adalah salah satu dari keenam rukun iman yang perlu
diyakini oleh seorang mukmin. Perbuatan Allah dalam menetapkan takdir seorang hamba semuanya baik.
Namun, takdir yang ditetapkan bisa baik, bisa juga buruk.

Allah mengetahui bahwa sesuatu akan terjadi sebelum terjadinya sesuatu tersebut. Sebab, Allah memiliki
sifat Al-‘Alim yang sempurna, tidak diawali dengan tidak tahu, tidak ada akhirnya, serta tidak diiringi lupa.
Dengan kesempurnaan ilmu Allah tersebut, hendaknya seorang mukmin meyakini bahwa Allah telah
mengetahui hal yang terbaik bagi hamba-Nya. Dia-lah yang telah menciptakan hamba-Nya, sehingga Dia
yang paling mengerti tentang hamba-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

‫َوِع ْنَدُه َم َفاِتُح اْلَغْيِب َالَيْع َلُمَهآ ِإَّال ُهَو َوَيْع َلُم َم اِفي اْلَبِّر َو اْلَبْح ِر َوَم ا َتْس ُقُط ِم ن َوَر َقٍة َيْع َلُمَها َو َالَح َّبٍة ِفي ُظُلَم اِت ْاَألْر ِض َو َالَر ْطٍب َو َالَياِبٍس ِإَّال ِفي ِكَتاٍب ًّم ِبيٍن‬

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri,
dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan
Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang
basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfudz).” (QS. Al-An’am: 59)

Ketenangan Hati
Kunci bagi ketenangan hati ketika menerima takdir yang baik ataupun buruk adalah bertawakal kepada
Allah. Seorang mukmin akan tenang ketika menerima takdir yang baik. Ia akan meyakini bahwa hal baik
yang ia peroleh semata-mata nikmat dari Allah, bukan karena kehebatan dirinya, sehingga terhindar dari
ujub dan sombong. Seorang mukmin akan tenang ketika menerima takdir yang buruk. Ia akan meyakini
bahwa hal buruk yang ia peroleh mengandung hikmah di dalamnya, sehingga akan terlepas dari kesedihan,
kegundahan, dan kesulitan.

Bertawakal, yakni menyandarkan hati kepada Allah semata. Bertawakal dalam masalah dunia bukan berarti
berdiam diri dan tidak melaksanakan apapun untuk mencari rezeki. Ibaratnya, seseorang yang lapar
tidaklah akan kenyang jika ia hanya berdiam diri dan tidak melakukan aktivitas makan. Begitu pula dengan
rezeki, manusia tetap harus bergerak untuk mencarinya. Namun, seberapa banyak yang akan ia dapatkan,
hendaknya diserahkan kepada Allah semata.

Dari ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َلْو َأَّنُكْم َتَتَو َّكُلوَن َع َلى الَّلِه َح َّق َتَو ُّك ِلِه َلَر َز َقُكْم َكَم ا َيْر ُز ُق الَّطْيَر َتْغ ُدو ِخ َم اصًا َو َتُروُح ِبَطانًا‬

”Seandainya kalian betul-betul bertawakal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rizki
sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan
kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad (1/30), at-Tirmidzi no. 2344, Ibnu Majah no.
4164, dan Ibnu Hibban no. 402)

Allah telah menjamin rezeki setiap manusia. Maka, tak perlu risau dengan rezeki, tak perlu mengejar dunia
hingga melupakan akhirat.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Fokuskanlah pikiran Anda untuk bisa mengerjakan segala yang
diperintahkan kepada Anda, jangan sibukkan ia dengan urusan rezeki dan ajal; karena rezeki dan ajal
adalah dua hal yang sudah pasti akan menyertai hidup Anda. Selama Anda masih hidup, rezeki pasti
datang menyapa. Apabila Allah, dengan hikmah-Nya, menutup satu pintu rezeki niscaya Dia akan
membukakan bagi Anda, dengan rahmat-Nya, pintu rezeki lain yang lebih bermanfaat dari pintu
sebelumnya.”

Ketika takdir buruk menimpa, hendaknya seorang mukmin meyakini bahwa takdir yang menimpanya sudah
ditetapkan. Dalam takdir buruk tersebut, pasti terdapat hikmah.

‫} ِلَكْيَال َتْأَسْو ا َع َلى َم اَفاَتُكْم َو َالَتْفَر ُحوا ِبَم آ َء اَتاُكْم‬22{ ‫َم آَأَص اَب ِم ن ُّمِص يَبٍة ِفي ْاَألْر ِض َو َالِفي َأنُفِس ُكْم ِإَّال ِفي ِكَتاٍب ِّم ن َقْبِل َأن َّنْبَر َأَهآ ِإَّن َذ ِلَك َع َلى اللِه َيِس يٌر‬
}23{…

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah
tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap
apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya
kepadamu…” (QS. Al-Hadid: 22-23)

Tetaplah Berusaha
Manusia tetap diperintahkan untuk berusaha dan tidak bermalas-malasan, bukan pasrah kepada takdir
sepenuhnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ َو َلِكْن ُقْل َقَدُر الَّلِه َوَم ا َشاَء َفَعَل َفِإَّن َلْو َتْفَتُح َع َم َل‬.‫اْح ِرْص َع َلى َم ا َيْنَفُعَك َو اْسَتِع ْن ِبالَّلِه َو َال َتْع ِج ْز َوِإْن َأَصاَبَك َشْىٌء َفَال َتُقْل َلْو َأِّنى َفَع ْلُت َك اَن َكَذ ا َو َكَذ ا‬
‫الَّشْيَطاِن‬

“Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah.
Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian
dan demikian.’ Akan tetapi, hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia
kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan ‘law’ (seandainya) dapat membuka pintu setan.” (HR. Muslim no.
2664)

Ketika telah berusaha namun tidak mendapatkan apa yang diharapkan, hendaknya tidak risau karena yakin
bahwa hal itu merupakan ketetapan Allah.

Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di rahimahullah berkata dalam kitabnya, Al-Qaulus Sadid, “(Wajib) diketahui
bahwa suatu sebab, meskipun besar dan kuat (pengaruhnya), maka sesungguhnya tetap terikat dengan
takdir Allah, tidak bisa terlepas darinya”.

Sekuat apapun usaha yang dilakukan seorang hamba, apabila Allah tidak menghendakinya berpengaruh,
maka tidak dapat berpengaruh. Usaha yang dilakukan dapat berpengaruh hanya jika Allah
menghendakinya.

Sebagai contoh, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam tidak hangus ketika dibakar oleh api yang besar. Api yang
besar tidak berpengaruh karena Allah menghendakinya menjadi dingin.

‫ُقْلَنا َيا َناُر ُك وِني َبْر ًدا َوَساَل ًم ا َع َلٰى ِإْبَر اِهيَم‬

“Kami berfirman: ‘Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi sebab keselamatanlah bagi Ibrahim’.” (QS. Al-
Anbiya`: 69)

Demikianlah, semoga bermanfaat.

Wallahu waliyyut taufiq.

Penulis: Bini Arta Utama

Referensi :

Fawaidul Fawaid (Terjemah), Ibnu Qayyim al-Jauziyah, tahqiq: Syaikh ‘Ali bin Hasan al-Halabi, cetakan Pustaka Imam asy-Syafi’i,
Jakarta.
Memahami Takdir dengan Benar, al-Ustadz Abu ‘Athifah Adika Mianoki hafizhahullahu Ta’ala, https://muslim.or.id/2156-
memahami-takdir-dengan-benar.html.
Hukum Sebab (6), al-Ustadz Sa’id Abu Ukasyah hafizhahullahu Ta’ala, https://muslim.or.id/26682-hukum-sebab-6.html.
Artikel Muslimah.or.id
Sumber: https://muslimah.or.id/16927-apa-yang-engkau-risaukan.html
Copyright © 2024 muslimah.or.id

Suami Harus Sabar Menghadapi Istri


Muhammad Abduh Tuasikal, MSc Follow on XSend an emailJanuary 26, 20210 43,856 3 minutes read
Bukan hanya istri yang mesti sabar menghadapi suami, suami pun mesti sabar menghadapi istri karena bisa jadi didapati pada
istri ada kekurangan dari segi agama, akhlak, kata-kata, dan lainnya.

Allah Ta’ala berfirman,

‫َيا َأُّيَها اَّلِذيَن آَم ُنوا اَل َيِح ُّل َلُكْم َأْن َتِرُثوا الِّنَساَء َكْر ًها ۖ َو اَل َتْعُض ُلوُهَّن ِلَتْذ َهُبوا ِبَبْع ِض َم ا آَتْيُتُموُهَّن ِإاَّل َأْن َيْأِتيَن ِبَفاِح َش ٍة ُمَبِّيَنٍة ۚ َو َعاِش ُروُهَّن ِباْلَم ْعُروِف ۚ َفِإْن َك ِرْهُتُموُهَّن َفَعَسٰى َأْن َتْك َر ُهوا َشْيًئا‬
‫َوَيْج َعَل الَّلُه ِفيِه َخْيًرا َكِثيًرا‬

“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan
mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka
melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka,
(maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
(QS. An-Nisaa’: 19)

Baca juga: Boleh Jadi Apa yang Engkau Benci, Itu Baik Bagimu

Ibnul Arabi menyebutkan bahwa telah menceritakan kepadanya Abul Qasim bin Abu Hubaib, dari Abul Qasim As-Suyuri, dari Abu
Bakar bin ‘Abdurrahman, tentang Syaikh Abu Muhammad bin Abu Zaid Al-Qairawani yang sangat terkenal dengan ilmu dan
agamanya, di mana Abu Bakar bercerita,

‫ َو ُتْؤ ِذ يِه ِبِلَساِنَها َفُيَقاُل َلُه ِفي َأْم ِرَها َفَيْسُدُل ِبالَّصْبِر َع َلْيَها‬، ‫ َو َكاَنْت ُتَقِّصُر ِفي ُح ُقوِقِه‬، ‫َو َكاَنْت َلُه َز ْو َج ٌة َسِّيَئُة اْلِع ْش َرِة‬

“Istri Syaikh Abu Muhammad Al-Qairawani diketahui berperangai buruk, tidak menjalankan kewajibannya sebagai istri, dan selalu
menyakiti suaminya dengan lidahnya. Orang-orang banyak yang heran dan mencela sikap sabar dari Syaikh Abu Muhammad
terhadap sang istri.”

Syaikh Abu Muhammad berkata,

‫ َفَأَخاف إَذ ا َفاَر ْقُتَها َأْن َتْنِزَل ِبي ُع ُقوَبٌة ِهَي َأَشُّد ِم ْنَها‬، ‫ َفَلَع َّلَها ُبِع َثْت ُع ُقوَبًة َع َلى ِد يِني‬، ‫ َوَم ا َم َلَك ْت َيِم يِني‬، ‫ َأَنا َر ُجٌل َقْد َأْك َم َل الَّلُه َع َلَّي الِّنْع َم َة ِفي ِص َّح ِة َبَدِني َوَم ْع ِرَفِتي‬.

“Aku adalah orang yang telah diberikan oleh Allah berbagai macam nikmat berupa kesehatan badan, ilmu, dan dikaruniakan
kepadaku budak-budak. Mungkin sikap jelek istriku adalah hukuman Allah atas kekurangan agamaku. Aku hanya takut jika ia
kuceraikan akan turun ujian kepadaku lebih berat dari itu.” (Ahkam Al-Qur’an, 1:487)

Dari penjelasan Syaikh Ibnu Abu Zaid menunjukkan bahwa kadang cobaan suami itu pada istrinya adalah karena kekurangan
agama atau memang cobaan untuknya, moga dapat menghapus dosa-dosa.

Ibnul ‘Arabi rahimahullah berkata mengenai firman Allah,

‫َفِإْن َك ِرْهُتُموُهَّن َفَعَسٰى َأْن َتْك َر ُهوا َشْيًئا َوَيْج َعَل الَّلُه ِفيِه َخْيًرا َكِثيًرا‬

“Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisaa’: 19)

Maksud ayat ini adalah, “Jika seseorang mendapati pada istrinya hal yang tidak ia sukai dan ia benci, selama ia tidak melakukan
perbuatan fahisyah (zina) dan nusyuz (pembangkangan), bersabarlah terhadap gangguannya dan sedikitlah berbuat adil karena
bisa jadi seperti itu lebih baik baginya.” (Ahkam Al-Qur’an, 1:487)

Yang jelas kalau melihat kekurangan pada akhlak istri, maka lihatlah dari sisi lain, pasti ada yang bisa menutupi kekurangan tadi.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َال َيْفَر ْك ُمْؤ ِم ٌن ُمْؤ ِم َنًة ِإْن َك ِرَه ِم ْنَها ُخُلًقا َرِض َى ِم ْنَها آَخ َر‬

“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika si pria tidak menyukai suatu akhlak pada si wanita, hendaklah ia
melihat sisi lain yang ia ridai.” (HR. Muslim, no. 1469)

Yang dimaksud dengan hadits di atas adalah jika mendapati pada istri suatu kekurangan, janganlah membencinya secara total.
Walaupun akhlaknya ada yang jelek, di sisi lain ia memiliki agama yang bagus, ia cantik, ia ‘afifah (menjaga diri dari zina), atau ia
adalah kekasih yang baik. Demikian kata Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim, 10:56.

Baca juga: Boleh Jadi Apa yang Engkau Benci, Itu Lebih Baik Bagimu

Yang jelas seorang suami bisa saja mendapati ujian dari istrinya sendiri, bahkan dari kata-kata istrinya yang pedas.

Imam Al-Ghazali rahimahullah dalam Ihya’ Ulum Ad-Diin berkata,

‫الَّصْبُر َع َلى ِلَس اِن الِّنَساِء ِمَّما ُيْم َتَح ُن ِبِه اَألْو ِلَياُء‬

“Bersabar dari kata-kata (menyakitkan) yang keluar dari mulut para istri adalah salah satu cobaan para wali.” (Ihya’ Ulum Ad-Diin,
2:38)
Baca juga: Doa Berlindung dari Istri yang Cerewet

Semoga Allah beri taufik kepada para suami untuk banyak bersabar dan sebagai pemimpin bisa memegang kendali rumah tangga
dengan baik. Tugas kita sebagai pemimpin di rumah, moga bisa mengantarkan istri dan anak menuju surga Allah, Ya Allah
kabulkanlah.

Referensi:
Ahkam Al-Qur’an. Cetakan Tahun 1432 H. Abu Bakar Muhammad bin ‘Abdullah (Ibnul ‘Arabi). Penerbit Darul Hadits.
Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj. Cetakan pertama, Tahun 1433 H. Yahya bin Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar Ibnu
Hazm.
Ihya’ Ulum Ad-Diin. Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Abu Hamid. Penerbit Darul Ma’rifah. (Asy-Syamilah)

Sumber https://rumaysho.com/26704-suami-harus-sabar-menghadapi-istri.html

Abu Bakr bin Al-Liban yang Sabar


Terima Celaan Istri
Meilani Teniwut 31/3/2023 16:30A-

KISAH hikmah kali ini ialah Syekh Abu Bakr bin Al-Liban. Ia seorang sufi asal Afrika,
ahli fikih, bermazhab Malikiyah. Yang paling penting dalam kisah hikmah ini ialah istri
beliau. Untuk referensinya bisa dicari di buku Ulama Takut Istri cetakan Lirboyo Press halaman 49 sebagaimana
dilansir @limproduction di Instagram.

Kenapa istri beliau menjadi hal yang paling penting dalam kisah hikmah ini? Itu karena
sang istri berkaitan dengan kesabaran beliau. Lagi-lagi topiknya suami sabar sama istri.
Ya, istri beliau ini sangat, sangat, sangat luar biasa. Hampir setiap hari beliau diomeli,
dicaci, diterpa sumpah serapah sama si istri.

AdvertisementJika Anda Minum Ini, Pagi-pagi Semua Parasit akan Keluar!


AdvertisementIni adalah pembunuh prostatitis. Pria harus membaca ini sekarang.
Ga perlu gigi palsu! Veneer mengatasi masalah gigi patah dan tidak rata.
AdvertisementMakanlah 1 sendok teh setiap hari dan lihat apa yang terjadi dalam seminggu

Dikisahkan bahwa pada suatu hari ini si istri mengatakan kepada beliau yang sangat
ter...la...lu. "Hei tukang zina!" teriak sang istri.

Sampai segitunya. Syekh Abu Bakr balik bertanya dong. Namun ia bertanya lewat
muridnya. "Tolong tanyakan, aku zina sama siapa? Tanyakan!"

Setelah salah seorang santrinya bertanya, sang istri menjawab, "Gurumu itu zina sama
pembantunya sendiri!" Untungnya Syekh Abu Bakr masih sabar dan tidak ambil pusing
sama tingkah istrinya.
Fenomena yang sangat tidak mengenakkan sekaligus menyulut emosi membuat murid-
murid beliau akhirnya memberanikan diri untuk mencoba memberi masukan. "Guru
ceraikan saja. Nanti urusan administrasi, terus hak-haknya sama tanggungan yang lain,
biar kami saja yang menanggung, Guru."

Usulan para murid sebenarnya solutif. Maklum, keadaan yang terjadi sebenarnya
sangat menggoncangkan, iya kan?
Namun, karena beliau ini ulama, seorang sufi, jawaban beliau juga agak menggetarkan
juga.

"Begini, santriku. Kalau dia diceraikan, aku takut orang lain akan mendapat ujian dari
istriku. Ya mungkin Gusti Allah melindungiku dari ujian yang lebih besar dengan cara
cukup menderita dari perlakuan buruknya."

Para santri heran, tetapi kan beliau ulama terkenal. Syekh Abu Bakr melanjutkan, "Aku
menjaga istriku untuk orangtuanya. Dulu aku pernah melamar kepada orang-orang,
tetapi mereka semua menolakku. La piye mane wong cuma seorang penulis, kan?"

Pesan moral dari cerita ini singkat. Menurut Gus Baha, ada beberapa ulama yang
dicobai dengan istri berakhlak buruk. Namun, dengan kesabaran para ulama itu, ujian
tersebut mengangkat mereka menjadi wali. (Z-2)

Suami Yang Baik: Bukan Menahan Diri Tidak Menyakiti Istri Tetapi Sabar Terhadap “Gangguan” Istri
Raehanul Bahraen27 February 201514 114,523 3 minutes read

Para ulama berkata:

‫ اقتداًء برسول الله صلى الله عليه وسلم‬،‫ والحلم على طيشها وغضبها‬،‫ليس حسن الخلق مع المرأة كف األذى عنها بل احتمال األذى منها‬

“Bukanlah termasuk akhlak suami yang baik yaitu hanya menahan diri agar tidak menyakiti istri akan tetapi
sabar terhadap “gangguan” dari istri. Lembut menghadapi kekurangan dan kemarahannya. Hal Ini adalah
meneladani Rasulullah ‫“ ﷺ‬. (Mukhtashar Minhajul Qashidin 2/12)

Merupakan hal yang BIASA dan perlu dimaklumi oleh suami jika seorang istri tekadang “menganggu”
suaminya (ingat kadang-kadang lho, bukan sering).

Misalnya kadang marah-marah atau mengomel dengan tanpa sebab


Kadang memberatkan suami atau meminta sesuatu yang bukan pada tempatnya
Kadang bersikap seperti kekanak-kanakan dan tidak bijaksana dengan suaminya
Kadang mendahulukan perasaan dan emosi dibandingkan akal sehat, sehingga suami terkadang melihat
sesuatu yang aneh dan mengganjal
Hal ini memang diakui dalam Islam. Karena wanita itu bengkok, mereka juga dipengaruhi oleh hormon
sehingga moody. Mereka diciptakan dengan perasaan yang mendalam dan mudah tersentuh. Ini
mempunyai kelemahan dan kelebihan

kelemahannya: terkadang mendahulukan perasaan dan emosi dibandingkan akal sehat


Kelebihannya: perasaan yang mendalam cocok bagi fitrah istri sebagai ibu bagi anak-anak mereka. Dengan
perasaan yang mendalam maka istri bisa sabar mendidik dan membesarkan anak-anak (coba saja para
suami, pegang dan bayi anda setengah jam saja, pasti mulai tidak sabar)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ َوِإْن َذ َهْبَت ُتِقْيُمَها َك َسْر َتَها َو َكْسُرَها َطَالُقَها‬, ‫ َفِإِن اْسَتْم َتْعَت ِبَها ِاْسَتْم َتْعَت ِبَها َو ِفْيَها ِعَو ٌج‬, ‫ َلْن َتْسَتِقْيَم َلَك َع َلى َطِرْيَقٍة‬,‫ِإَّن اْلَم ْر َأَة ُخ ِلَقْت ِم ْن ِض َلٍع‬

“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk, ia tidak bisa lurus untukmu di atas satu jalan. Bila
engkau ingin bernikmat-nikmat dengannya maka engkau bisa bernikmat-nikmat dengannya namun
padanya ada kebengkokan. Jika engkau memaksa untuk meluruskannya, engkau akan memecahkannya.
Dan pecahnya adalah talaknya.”(HR. Muslim)

Jadi para suami harus menghadapinya dengan sabar dan lemah lembut, jangan meluruskan yang bengkok
dengan paksa sehingga akan mematahkannya.
Perlu suami sadari adalah HAL YANG BIASA jika istri TERAKADANG “mengganggu” suami. Sehingga
Islam mengingatkan kepada para istri agar banyak mensyukuri kebaikan suami dan tidak lupa. Salah satu
yang paling banyak memasukkan wanita ke nereka adalah tidak mensyukuri kebaikan suami.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

,‫ ُثَّم َر َأْت ِم ْنَك َشْيًئا‬, ‫ َلْو َأْح َسْنَت َإَلى ِإْح َداُهَّن الَّدْهَر‬, ‫ َيْكُفْر َن اْلَعِش ْيَر َوَيْكُفْر َن ْاِإل ْح َساَن‬:‫ قال‬, ‫ َأَيْكُفْر َن ِباللِه ؟‬: ‫ ِقْيَل‬. ‫ُأِرْيُت الَّناَر َفِإَذ ا َأْكَثُر َأْهِلَها الِّنَساُء َيْكُفْر َن‬
‫ َم ا َر َأْيُت ِم ْنَك َخْيرًا َقُّط‬: ‫َقاَلْت‬

“Telah diperlihatkan neraka kepadaku, kulihat mayoritas penghuninya adalah wanita, mereka telah kufur
(ingkar)!” Ada yang bertanya, “apakah mereka kufur (ingkar) kepada Allah?” Rasullah -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- menjawab, “Tidak, mereka mengingkari (kebaikan) suami. Sekiranya kalian senantiasa berbuat
baik kepada salah seorang dari mereka sepanjang hidupnya, lalu ia melihat sesuatu yang tidak berkenan, ia
(istri durhaka itu) pasti berkata, “Saya sama sekali tidak pernah melihat kebaikan pada dirimu”. (HR. Bukhari
dan Muslim)

Jadi perlu ketenangan dan akal sehat suami untuk menghadapinya. Dihadapi dengan rumus

“Tetap saja suami yang minta maaf”

Suami salah, segera suami minta maaf kepada Istri


Istri salah, suami membenarkan atau menegur, kemudian suami minta maaf kepada istri (misalnya minta
maaf karena kurang perhatian atau kurang bisa mendidik)
Suami harus sadar ini adalah kunci sukses rumah tangga, jika istri sangat berbahagia dengan anda, maka
anak anda akan mendapat perhatian dan pendidikan terbaik serta rumah anda akan menjadi yang terbaik.

Sekali iagi Istri seperti ini adalah istri yang BIASA yang harus banyak dimaklumi oleh suami.

Akan tetapi ada istri yang LUAR BIASA, yaitu

-Istri yang malah meminta maaf dahulu kepada suaminya dan mencari ridha suaminya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ُأ‬ ‫ُأ‬
‫ َال َأْك َتِح ُل ِبَغ ْم ٍض‬،‫ َهِذِه َيِد ْي ِفي َيِد َك‬: ‫ َقاَلْت‬،‫ ِإَذ ا َغ ِضَبْت َأْو ِسْي َء ِإَلْيَها َأْو َغ ِضَب َز ْو ُج َها‬، ‫َأَال ْخ ِبُر ُكْم ِبِنَس اِئُكْم ِفي اْلَج َّنِة؟ُقْلَنا َبَلى َيا َرُسْو َل الله ُك ُّل َو ُد ْوٍد َو ُلْو ٍد‬
‫َح َّتى َتْر َض ى‬

“Maukah kalian aku beritahu tentang istri-istri kalian di dalam surga?” Mereka menjawab: “Tentu saja wahai
Rasulullaah!” Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Wanita yang penyayang lagi subur. Apabila ia
marah, atau diperlakukan buruk atau suaminya marah kepadanya, ia berkata: “Ini tanganku di atas
tanganmu, mataku tidak akan bisa terpejam hingga engkau ridha.” (HR. Ath Thabarani dalam Al Ausath dan
Ash Shaghir. Lihat Ash Shahihah hadits no. 3380)

-Berusaha menjaga dan menunaikan hak suami karena suami adalah pinta menuju surga atau neraka bagi
istri

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َلْو ُكْنُت آُم ًرا َأَح ًدا َأْن َيْسُجَد َألَحٍد َألَم ْر ُت اْلَم ْر َأَة َأْن َتْسُجَد ِلَز ْو ِج َها‬

“Sekiranya aku memerintahkan seseorang untuk sujud kepada lainnya, niscaya akan kuperintahkan
seorang istri sujud kepada suaminya” . (HR. At-Tirmidziy , shahih Al-Irwa’ 1998)

-Berusaha mensyukuri kebaikan suami dan tidak melupakan sama sekali

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َال َيْنُظُر اللُه ِإَلى اْمَر َأٍة َال َتْشُك ُر ِلَز ْو ِج َها َوِهَي َال َتْسَتْغ ِنْي َع ْنُه‬

“Allah tidak akan melihat seorang istri yang tidak mau berterima kasih atas kebaikan suaminya padahal ia
selalu butuh kepada suaminya” .[HR. An-Nasa’i, shahih, Ash-Shohihah 289)

Perlu para istri ketahui, Bukanlah maksud syariat Islam memerintahkan agar istri lebih rendah dari suami
tetapi semua orang sudah tahu bahwa psikologis suami pasti ingin dihormati dan dipatuhi. Jika suami sudah
merasa dihormati oleh istri, maka suami yang berjiwa hanif pasti akan sangat sayang kepada Istrinya.
Demikian semoga bermanfaat dan semoga kami bisa menerapkan ilmu ini.

@perpus FK UGM, Yogyakarta tercinta

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com

Islam Punya 5 Cara Sembuhkan


Trauma Hati, Apa Saja?
LANGIT7.ID - , Jakarta - Self healing belakangan ramai jadi topik
pembicaraan. Banyak definisi yang diutarakan pakar psiokologi
terkait hal ini. Self healing adalah proses pemulihan atau
penyembuhan gangguan psikologis, trauma, atau pengalaman buruk
yang berdampak pada emosional seseorang.

Lalu, bagaimana Islam memandang self healing?

"Rasulullah mengajarkan kepada kita, bahkan Allah SWT banyak


menyampaikan di dalam Al-Qur'an yang kita kenal dengan istilah
tazkiyatun nafs. Artinya menyucikan hati atau menyucikan jiwa. Itu
sebetulnya adalah self healing dalam Islam," kata Ustadz Taufik Al
Maftah, pada Kajian Online bertajuk "Self Healing dalam Islam"
dilansir dari Youtube channel Pemburu Kajian, Selasa (11/1/22).

Menurut Ustadz Taufik, sumber masalah dari self healing ialah dari
hati, karena luka yang dideritanya yakni luka batin.

"Apapun masalahnya, sumbernya dari hati dan lukanya adalah luka


batin. Maka dari itu, pemulihan self healing harus dilakukan dari
sumbernya. Jadi, tidak ada ceritanya self healing itu untuk
menyembuhkan penyakit kanker, menyembuhkan penyakit stroke
dan lainnya. Tapi yang dikejar bagaimana luka hatinya terobati,
hatinya menjadi tenang," jelasnya.

Ia menambahkan, kajian-kajian self healing yang ada saat ini


mengangkat tema yang berhubungan dengan hati. Seperti
bagaimana mengendalikan amarah, rasa takut tidak berlebihan,
mudah trauma, yang semuanya berhubungan dengan hati.
Ustadz Taufik mengatakan, Rasulullah SAW pernah bersabda,
"Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau
segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya.
Tetapi, bila rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya.
Segumpal daging itu bernama qolbu.” (HR Bukhari dan Muslim).

"Qolbu artinya hati. Jadi berbicara tentang self healing, yakni


bagaimana memperbaiki hati kita" imbuhnya.

Dalam menyikapi ini, Ustadz Taufik mengatakan umat muslim harus


mengatasinya dengan mengikuti cara yang Allah inginkan. Ia pun
menjelaskan ada lima langkah untuk self healing dalam Islam.

Pertama dengan bertobat kepada Allah SWT. Kedua, jadilah pribadi


yang memaafkan. Karena jika hubungan kepada Allah SWT sudah
dapat diatasi, maka hubungan kepada manusia juga harus
diperbaiki. Hal ini akan membawa ketenangan bagi diri sendiri.

Ketiga, ridho dengan takdir atau menerima takdir. Jika Anda ridho
terhadap ketentuan Allah SWT, maka semuanya selesai. Keempat,
sering mengingat Allah dengan cara berdzikir. Melalui dzikir maka
hati akan tenang.

"Orang yang mengedepankan dzikir dalam urusan apa pun, maka ia


akan dijauhkan dari sifat cemas, stres, dan khawatir yang
berlebihan," kata Ustadz Taufik.

Kelima, jangan jauh dari Al-Qur'an, sebab hakikatnya kitab suci umat
Islam ini bagian dari zikrullah, yakni ibadah yang mudah diamalkan.
Membaca Alquran dapat membuat Anda menjadi pribadi yang
tenang.

Bentuk-bentuk dzikir di antaranya ialah membaca Alquran,


merutinkan tahmid, tasbih, dan tahlil, bershalawat kepada Rasulullah.
Bacaan dzikir dapat diucapkan secara keras (sebatas terdengar),
lirih, maupun dalam hati.

Surat Ar Ra'd ayat 28:

‫ۗ اَّلِذْي َن ٰا َم ُنْو ا َو َت ْط َم ِٕىُّن ُقُلْو ُبُهْم ِبِذ ْك ِر ِهّٰللاۗ َااَل ِبِذ ْك ِر ِهّٰللا َت ْط َم ِٕىُّن اْلُقُلْو ُب‬

Arti: "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi


tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah hati menjadi tenteram."

، ‫ َو َز ِّك ها َأْن َت َخ ْيُر َم ْن َز َّك اَها‬، ‫ الَّلُهَّم آِت َن ْف ِس ي َت ْق َو اَها‬، ‫ َو َع َذ اِب الَقْب ِر‬، ‫ والُبْخ ِل والَهَر ِم‬، ‫الَّلُهَّم ِإِّن ي َأُعوُذ ِبَك ِمَن الَع ْج ِز َو الَك َس ِل‬
‫ َو ِمْن َن ْف ٍس َال َت ْش َبُع ؛ َو ِمْن َد ْع َو ٍة َال ُيْس َت َج اُب َلَها‬، ‫ الَّلُهَّم إِّن ي َأُعوُذ ِبَك ِمْن ِع ْلٍم ال َي ْن َفُع؛ َو ِمْن َق ْلٍب َال َي ْخ َش ُع‬، ‫َأْن َت َو ِلُّيَها َو َم ْو َالَها‬

Latin:
‘ALLOHUMMA INNI A’UDZU BIKA MINAL ‘AJZI WAL KASALI, WAL BUKHLI WAL
HAROMI, WA ‘ADZAABIL QOBRI. ALLOHUMMA AATI NAFSII TAQWAAHAA, WA
ZAKKIHAA ANTA KHOIRU MAN ZAKKAHAA, ANTA WALIYYUHAA WA MAWLAAHAA.
ALLOHUMMA INNI A’UDZU BIKA MIN ‘ILMIN LAA YANFA’, WA MIN QOLBIN LAA
YAKH-SYA’, WA MIN NAFSIN LAA TASYBA’, WA MIN DA’WATIN LAA YUSTAJAABU
LAHAA’

Artinya:
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, kekikiran, ketuaan—
kepikunan–, dan siksa kubur,"
"Ya Allah, datangkanlah pada jiwaku ini ketakwaannya dan bersihkanlah ia,"
"Engkaulah sebaik-baik yang dapat membersihkannya, Engkaulah Pelindungnya dan
Rabbnya.,"
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak
khusyuk, nafsu yang tidak pernah puas, dan doa yang tidak dikabulkan,"

KETIKA UJIAN BERAT YANG MENYESAKAN DADA

‫َأل‬
‫ َو َر ُّب الَع ْر ِش‬، ‫ َو َر ُّب ا ْر ِض‬،‫ َال إلَه ِإَّال ُهللا َر ُّب الَّسَماَو اِت‬، ‫ َال ِإلَه ِإَّال ُهللا َر ُّب الَع ْر ِش الَع ِظ ْي ِم‬، ‫َال ِإَلَه ِإَّال ُهللا الَع ِظ يُم الَح ليُم‬
‫الَك ِر ِمي‬

Latin:
"LAA ILAAHA ILLALLOH AL-‘AZHIIM AL-HALIIM, LAA ILAAHA ILLALLOH ROBBUL
‘ARSYIL ‘AZHIIM. LAA ILAAHA ILLALLOH, ROBBUS SAMAAWAATI WA ROBBUL
ARDHI WA ROBBUL ‘ARSYIL KARIIM.

“Istriku, diriku memang tak sempurna.”

Dalam kisah syafa’atul uzhma (syafa’at besar yang akan diberikan pada hari kiamat), dapat kita ambil
pelajaran sebab para nabi enggan meminta syafa’at untuk umatnya karena merasa punya salah.

1- Nabi Adam pernah melanggar pohon larangan.

2- Nabi Nuh, ia memiliki doa yang mustajab yang ia gunakan untuk mendoakan jelek kaumnya.

3- Nabi Ibrahim pernah berbohong tiga kali.

4- Nabi Musa membunuh satu jiwa yang tidak halal untuk dibunuh.

5- Nabi Isa mengaku punya salah namun ia tidak menyebutkan kesalahannya.

* HR. Bukhari dan Muslim dalam hadits yang panjang.


Lihatlah para nabi besar punya salah. APALAGI KITA-KITA. Begitu pula orang dekat kita, pasti ada
kekurangan dan keleliruan.

“Tak ada gading yang tak retak.”


Tugas kita tetap saling menasihati dalam kebaikan dan mengingatkan ketika keliru antara orang dekat,
antara pasangan suami-istri, antara shahib dan kawan. Kita sendiri tidak sempurna, begitu pula orang
lain.

Sama seperti kita menyikapi ulama, wali Allah, orang shalih, para ulama, para da’i dan ustadz-ustadz
kita. Mereka pun tak lepas dari kekurangan dan ketidaksempurnaan.

Kesempurnaan hanya milik Sang Khaliq, Allah Jalla wa ‘Ala.

Aku sebagai suami, memang tak sempurna …

Maafkan diriku yah sayang … I miss you.

* Untuk istriku …

Dari suamimu yang penuh kekurangan.

Menanti mentari pagi, 16 Safar 1437 H di Bumi Sekar, Gunung Selatan

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber https://rumaysho.com/12429-istriku-aku-tak-sempurna.html

Renungan Bagi Yang Tertimpa Musibah


26 November 2013
Ujian menyerang siapa saja tidak pandang bulu. Sebagaimana orang miskin diuji, orang kaya pun
demikian. Sebagaimana rakyat jelata diuji, maka para penguasa juga diuji. Bahkan, bisa jadi ujian yang
dirasakan oleh penguasa dan orang-orang kaya lebih berat daripada orang miskin dan rakyat jelata.

Jangan disangka hanya si miskin yang menangis akibat ujian yang ia hadapi, atau hanya si miskin yang
merasakan ketakutan, bahkan penguasa bisa jadi lebih banyak tangisannya dan lebih parah ketakutan
yang menghantuinya daripada si miskin. Intinya, setiap yang bernyawa pasti diuji sebelum maut
menjemputnya, siapapun orangnya. Entah diuji dengan kesulitan, atau diuji dengan kelapangan,
kemudian ia akan dikembalikan kepada Allah untuk dimintai pertanggungjawaban bagaimana sikap
dia dalam menghadapi ujian tersebut. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Tiap-tiap yang berjiwa
akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan
(yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan” (QS. Al Anbiyaa’ : 35).

Memang dunia ini adalah medan ujian, kehidupan ini ada medan perjuangan, Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya), “Maha Suci Allah yang ditangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu
yang lebih baik amalnya dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. Al Mulk : 1-2).
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu
yang lebih baik amalnya” (QS. Huud : 7).

Jikalau orang kafir juga tidak selamat dari ujian kehidupan, maka bagaimana dengan seorang yang
beriman kepada Allah? Pasti akan menghadapi ujian juga. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan ‘kami telah beriman’,
sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al- Ankabuut : 2). Begitu juga dengan firman Allah Ta’ala (yang
artinya), “ Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan
dan kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar” (QS. Al- Baqoroh : 155).

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga,
padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum
kamu? Mereka ditimpa oleh melapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-
macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya :’bilakah
datangnya pertolongan Allah?’. Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” (QS. Al-
Baqoroh : 214).

Bahkan semakin tinggi iman sseorang maka semakin banyak ujian yang akan ia hadapi. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Orang yang paling berat ujiannya adalah para
Nabi, kemudian ya Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),ng paling sholeh dan seterusnya. Seseorang
diuji berdasarkan agamanya, jika agamanya lemah maka ia diuji berdasarkan agamanya. Dan ujian
senantiasa menimpa seorang hamba hingga meninggalkan sang hamba berjalan di atas bumi tanpa
ada sebuah dosapun” (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no. 143).

Jika anda terkadang merasakan ujian yang terus menimpa anda maka itulah yang pernah dirasakan
oleh seorang Imam besar sekelas Imam Syafii. Al-Imam Asy Syafii rahimahullah berkata : “Cobaan
zaman banyak tidak habis-habisnya...

Dan kegembiraan zaman mendatangimu (sesekali) seperti sesekalinya hari raya. Bahkan terkadang
ujian datang bertubi-tubi dan bertumpuk-tumpuk. Imam Syafii rahimahullah juga berkata : “ hal-hal
yang dibenci tatkala datang bertumpuk-tumpuk... Dan aku melihat kegembiraan datang sesekali”.

Berikut ini 10 perkara yang hendaknya direnungkan oleh saya, anda dan kita semua jika ditimpa
musibah atau ujian :

1. Yakinlah bahwa selain andapun juga diuji. Ada yang diuji dengan kemiskinan, ada yang diuji
dengan harta, jabatan dan kekuasaan, ada yang diuji dengan istri yang berakhlak buruk, ada
wanita yang diuji dengan suami bejat, ada wanita yang diuji dengan mertua yan jahat, ada yang
diuji dengan ibnya dan terlalu banyak model ujian yang menimpa manusia. Maka anda
sebagaimana manusia-manusia yang lain yang juga ditimpa musibah/ujian yang beraneka ragam.
2. Sabarlah dengan ujian yang sedang anda hadapi. Alhamdulillah anda masih bisa memikulnya.
Bisa jadi jika anda diuji dengan ujian yang lain maka anda tidak akan mampu menghadapinya.
Yakinlah bahwa tidaklah Allah menguji kecuali dengan ujian yang mampu dihadapi oleh seorang
hamba.
3. Terkadang syaithan membisikkan kepada anda bahwa ujian yang anda hadapi sangatlah berat
dan tidak mungkin untuk anda pikul, maka ingatlah bahwa saat ini masih terlalu banyak orang
yang diuji dengan ujian yang jauh lebih berat dengan ujian yang sedang anda hadapi.
4. Bukankah ujian jika dihadapin dengan kesabaran maka akan menghapus dosa-dosa dan
meninggikan derajat?
5. Bahkan bisa jadi Allah menghendaki anda untuk meraih sebuah tempat yang tinggi di surga yang
tidak mungkin anda peroleh dengan hanya sekedar amalan-amalan sholeh anda. Amalan sholeh
anda tidak cukup untuk menaikkan anda ke tempat tinggi tersebut. Anda tidak akan mampu
untuk sampai ke tempat tinggi tersebut kecuali dengan menjalani ujian-ujian yang tidak henti-
hntinya untuk mengangkat derajat anda.
6. Ingatlah, dengan ujian terkadang kita baru sadar bahwasanya kita ini sangatlah lemah dan selalu
butuh kepada Allah Yang Maha Kuasa. Terkadang kita baru mengenal yang namanya kusyu’
dalam sholat. Kita baru bisa merasakan kerendahan yang disertai deraian air mata. Kita baru bisa
merasakan nikmatnya ibadah tatkala ujian datang, tatkala musibah menerpa.
7. Ingatlah, dengan ujian atau musibah yang menimpa kita terkadang menghilangkan sifat ujub
pada diri kita. Karena tatkala kita rajin beribadah dan selalu mendapatkan kenikmatan terkadang
timbul ujub dalam diri kita dengan merasa bahwa diri kita hebat selalu beruntung. Jangan
sampai kita salah persepsi dengan menganggap tanda kecintaan Allah kepada seorang hamba
adalah tidak ditimpanya sang hamba dengan musibah. Bahkan perkaranya justru sebaliknya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Jika Allah mencintai sebuah kaum
maka Allah akan menguji mereka” (Dishahihkan oleh Al- Albani dalam As-Shahihah no. 146).
8. Berhuznudzonlah kepada Allah, yakinlah bahwa dibalik ujian dan musibah yang menimpamu ada
kebaikan dan hikmah. Justru jika ujian tersebut tidak datang dan jika musibah tersebut tidak
menimpamu, maka akan lebih buruk kondisimu. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan
boleh jadi kalian membenci sesuatu padahal ia amat baik bagi kalian” (QS. Al-Baqoroh : 216).
9. Bahkan bisa jadi musibah atau ujian yang kita benci tersebut bahkan mendatangkan banyak
kebaikan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka mungkin kalian membnci sesuatu padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (QS. An-Nissa : 19).
Ingatlah bahwasanya tidak ada istirahat total, kegembiraan total, kecuali di akherat kelak. Selama
anda masih hidup di dunia maka siap-siaplah dengan ujian yang menghadang. Bersabarlah, tegarlah
demi meraih ketentraman dan kebahagiaan abadi kelak di surga. Ada orang awan yang berkata “Kalau
mau hidup di dunia harus siap diuji ya, jangan hidup di dunia!”.

Banjarmasin (10/10/2023) kembali dilaksanakan halaqah kitab kuning yang dibimbing oleh ustadz
Araby di Masjid Abdurrahman Ismail. Dan pada pertemuan kali ini mahasiswa yang bertugas ialah:

• Muhammad Romadhoni
• Muhammad Ihsan
• Budiyanto
• Ahmad Permana

Dimulai dengan kisah seseorang yang pergi mengahadap Umar RA karena ingin mengadu perihal
perilaku istrinya yang kurang baik. Ketika ia sampai didepan rumah Umar RA, ia mendengar Umar RA
sedang diomeli oleh istri beliau sedangkan Umar RA hanya berdiam diri. Kemudian orang tersebut
kembali sambil bergumam dalam hati “jika saja amirul mukminin (Umar RA) begitu, bagaimana
dengan diriku.” Dan belum sempat orang tersebut benar benar pergi dari rumah Umar RA, Umar RA
keluar dan segera memanggil dan bertanya mengenai mengapa ia datang. “Ada perihal penting apa?”
Orang tersebut menjawab “Kedatanganku sendiri sebenarnya hendak mengadu kepada engkau
perihal istriku yang suka mengomeliku. Tetapi begitu mendengar engkau diomeli oleh istrimu juga,
aku kembali dan bergumam jika saja amirul mukminin (Umar RA) begitu, bagaimana dengan diriku”.
Lalu Umar RA berkata kepada orang tersebut “Wahai saudaraku, sesungguhnya aku rela menanggung
perlakuan seperti itu dari istriku karena ada beberapa hak yang ada padanya. Istriku selalu
memasakkan aku makanan, mencuci pakaianku, menyusui anak-anakku, padahal semua itu bukan
kewajibannya. Aku cukup tentram tidak melakukan perkara haram lantaran pelayanan istriku karena
itu aku rela dimarahi”. Lantas orang itu bertanya kembali “Wahai Amirul Mukminin, demikiankah
pulakah terhadap istriku?” Dan Umar RA menjawab “Iya, terimalah marahnya karena yang dilakukan
istrimu tidaklah akan lama, hanya sebentar saja” Demikian juga sebagaimana yang dijelaskan oleh
ustadz Araby karena pastinya dalam berumah tangga tidak selalu berjalan lancar dan penuh dengan
perjuangan, ada saatnya seorang suami tidak bisa menunaikan hak-hak istrinya dan begitu pula
sebaliknya. Oleh karena itu hendaknya tetap selalu menjaga keharmonisan akan rumah tangga dan
jangan berlama-lama diam ketika marah karena tidak akan menyelesaikan masalah.

Lalu dilanjutkan lagi kisah dari Asiyah istri Fir’aun yang mana ketika Nabi Musa As mengalahkan para
tukang sihir kerajaan. Keimanan Asiyah menjadi makin mantap, begitu suaminya Fir’aun mengetahui
hal tersebut lantas ia memberikan hukuman kepada Asiyah. Hukumannya sendiri ialah kedua tangan
dan kakinya diikat dan ditelentangkan diatas tanah yang panas. Dan ketika saat itu para malaikat atas
izin Allah SWT menutup matahari tersebut agar tidak terasa siksaan oleh Asiyah tersebut. Namun
ternyata tidak cukup dengan itu, Fir’aun kembali memerintahkan algojonya untuk menjatuhkan batu
besar kepada Asiyah. Manakala batu tersebut hendak jatuh, Asiyah berdoa “Rabbi Habli ‘Indaka fil
Jannah” lantas langsung Allah SWT perlihatkan kepada Asiyah sebuah bangunan gedung di surga yang
indah, kemudian Asiyah berbahagia lalu ruhnya keluar dari jasadnya sebelum batu tersebut jatuh ke
tubuh Asiyah, sehingga ia tidak merasakan sakit sama sekali karena jasadnya telah tidak memiliki
nyawa.

Lalu dikatakan oleh Syaikh Habib Abdullah al-Haddad “Seseorang yang sempurna adalah orang yang
mempermudah hak-haknya, tetapi tidak mempermudah hak-hak Allah. Sebaliknya orang yang kurang
sempurna ialah orang yang menyulitkan hak-haknya dan mempermudah hak-hak Allah”

Kemudian dilanjut ke kisah kembali yaitu ada seorang yang shaleh dan mempunya kawan yang shaleh
juga. Suatu hari orang tersebut mengunjungi rumah kawannya dan mengetuk pintu tersebut, lantas
terdengar suara wanita “Siapa itu?” Orang tersebut menjawab “Aku teman suamimu, aku berkunjung
karena Allah semata” lantas istri tersebut menjawab “Suamiku sedang mencari kayu bakar dan
semoga ia tidak kembali” *(Sebuah Cacian). Tak lama kemudian datanglah suami istri tersebut sambil
menuntun seekor harimau yang sedang membawa seikat kayu bakar, dan ketika melihat kawannya
berkunjung lantas ia memberi salam. Lalu suami tersebut menurunkan kayu bakar dari harimau
tersebut dan berkata “Sekarang pergilah kamu, mudahan Allah memberkahimu”.

Kemudian suami tersebut mempersilahkan kawannya untuk masuk kerumah, sementara istri tersebut
rupanya masih bergumam mencaci suaminya sendiri. Namun ketika jauh istri tersebut hanya diam
tanpa menunjukkan reaksi kebencian dan tak lama makananpun dihidangkan dan suami dan
kawannya pun mengobrol seperti biasa.

Setelah berpamitan pulang, kawan suami tersebut kagum akan kawannya yang sangat sabar akan
sikap istrinya yang suka mengomel dan cerewet. Dan ketika tahun berikutnya ia berkunjung lagi dan
mengetuk pintu ketika sampai didepan pintu rumah, lantas istrinya keluar dan menjawab “Anda
siapa?” Dan orang tersebut menjawab “Saya adalah temen suamimu” kemudian istri tersebut
menyambut teman suaminya tersebut dengan penuh keramahan dan tak lama datang suaminya
(kawan) sambil membawa kayu bakar dipunggungnya. Dan akhirnya mereka mengobrol santai hingga
ketika hendak berpisah kawannya pun bertanya perihal bagaimana ia dahulu dapat menundukkan
seekor harimau yang mau diperintah membawa kayu bakar dan sekarang kau malah membawa kayu
bakar itu sendiri. Lalu suami (kawan) tersebut menjawab: “Ketahuilah kawanku, istriku yang dahulu
berlidah panjang (suka mengomel) itu sudah meninggal, pada saat itu aku sebisa mungkin bersabar
atas perangai buruknya sehingga Allah SWT memberikan aku kemudahan diriku untuk menudukkan
harimau sebagaimana yang pernah kau lihat, hal itu terjadi lantaran kesabaranku selama ini. Lalu
kemudian aku menikah lagi dengan perempuan sholehah ini, aku sangat bahagia padanya. Maka
harimau itupun dijadikan jauh dariku, karena itu aku memanggul sendiri kayu bakar lantaran aku
bahagia terhadap istriku yang shalehah ini.” Demikian cerita tadi, ustadz Araby pun memberikan
nasihat kepada para mahasiswa mengenai menikah dan agar tidak terburu-buru. Dan ketika kita
menikah itu akan banyak hal yang akan mendatangi kita dan tidak seindah yang dibayangkan. Dan
beliau juga memberi nasehat agar bersikap dewasa, pengertian dan sabar terhadap pasangan karena
menjaga keharmonisan itu penting.

Wallahu A’lam

Anda mungkin juga menyukai