Anda di halaman 1dari 138

Nama : Santi

Nim : 856816344

JAWABAN TUGAS TUTORIAL 3 PENELITIAN TINDAKAN KELAS

1. Berdasarkan tabel presentase di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata persentase kenaikan dari siklus I
ke siklus II adalah sebesar 20.1%, sedangkan dari siklus II ke siklus III adalah sebesar 19%. Hal ini
menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dalam keterlibatan aktif siswa dalam proses
pembelajaran dari siklus ke siklus. Selain itu, aspek yang diamati juga mengalami peningkatan yang
cukup baik dari siklus ke siklus. Hal ini menunjukkan bahwa metode pembelajaran yang digunakan
berhasil meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran secara keseluruhan.
LAPORAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA


MATERI PERUBAHAN SIFAT BENDA
MENGGUNAKAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING
AND LEARNING PADA SISWA KELAS V
SD NEGERI 65 LEBONG

OLEH
SANTI
NIM.856816344

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PROGRAM STUDI S1
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
2023
i
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA
MATERI PERUBAHAN SIFAT BENDA
MENGGUNAKAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING
AND LEARNING
PADA SISWA KELAS V
SD NEGERI 65 LEBONG

PENELTIAN TINDAKAN KELAS


Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam penyelesaian
Program Pendidikan Profesi Guru pada Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar
FKIP Universitas Terbuka

OLEH :
SANTI
NIM.856816344

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PROGRAM STUDI S1
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
LEBONG
2023
ii
LEMBAR PENGESAHAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Judul Penelitian : Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Ipa Materi


Perubahan Sifat Benda Menggunakan Pendekatan
Kontekstual Tipe Inkuiri Pada Siswa Kelas V Sdn 65
Lebong
Mata Pelajaran/ Bidang Kajian : Ilmu Penegetahuan Alam / Perubahan Sifat Benda
Identitas Peneliti
a. Nama Lengkap : Santi
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Nim : 856816344
d. Fakultas Jurusan : Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
e. Institute Universitas : Universitas Terbuka
f. Alamat : Mubai, Kec.Lebong Selatan kab.Lebong

Lebong , 23 November 2023


Mengetahui
Kepala Sekolah Peneliti

Rita Oktapia, S.Pd Santi

NIP. NIM.856816344
Mengetahui
Dosen Pembimbing

Rasno, M.Pd
NIP.197509081999031005
iii
ABSTRAK

. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Perubahan Sifat Benda


Menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri Pada
Siswa Kelas V SDN 65 LEBONG. Penelitian Tindakan Kelas
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar
Universitas Terbuka
Kata Kunci: Perubahan Sifat Benda, IPA, Pendekatan contextual Teaching and
Learning (CTL).
Permasalahan dalam proses pembelajaran, pembelajaran IPA masih menekankan
pada konsep-konsep yang terdapat di dalam buku dan juga belum memanfaatkan
pendekatan lingkungan dalam pembelajaran secara maksimal dan lebih
mengutamakan hasil daripada proses pembelajaran yang bermakna (meaningfull).
selain itu, masalh khusus adalah siswa kurang dapat membedakan materi “perubahan
wujud benda” dengan “perubahan sifat benda”. Oleh karena itu, perlu dicari strategi
baru untuk melibatkan proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif.
Penyampaian pembelajaran tidak sekedar ceramah seperti yang selama ini dilakukan
oleh guru. Pendekatan kontekstual tipe inkuiri merupakan salah satu alternatif yang
dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan aktivitas guru, meningkatkan aktivitas siswa, dan
meningkatkan hasil belajar siswa.
Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
yang dilaksanakan dalam dua siklus, dimana tiap siklus terdiri dari dua pertemuan.
Setting penelitian adalah siswa kelas V SDN 65 LEBONG tahun ajaran 2023/2024,
dengan jumlah siswa 26 orang yaitu terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 14 siswa
perempuan. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi aktivitas
guru dan siswa dalam pembelajaran, dan tes evaluasi siswa untuk mengetahui hasil
belajar siswa setiap akhir pertemuan. Teknik analisis data digunakan, distribusi,
frekuensi, persentasi, dan interpretasi.
Hasil penelitian membuktikan bahwa pendekatan Contextual Teacing and
Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi perubahan sifat benda
di kelas V SDN 65 LEBONG. Aktivitas guru meningkat, yakni rata-rata siklus I
72,75% meningkat menjadi 87,72% pada siklus II. Rata-rata aktivitas siswa pada
siklus I adalah 85% meningkat menjadi menjadi 97,50% pada siklus II. Hasil belajar
siswa meningkat yakni pada evaluasi siklus I 77,11 meningkat menjadi 96,92 pada
evaluasi siklus II. Ketuntasan klasikal pada siklus I mencapai 61,54% meningkat
menjadi 100% pada siklus II.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka disimpulkan bahwa hasil belajar IPA
materi Perubahan Sifat Benda menggunakan Pendekatan Contextual Teacing and
Learning (CTL) pada siswa kelas V SD N 65 LEBONGmeningkat dan hipotesis
dapat diterima. Disarankan untuk menjadikan pendekatan Contextual Teacing and
Learning ini sebagai alternatif pembelajaran IPA dikelas khususnya pada materi
perubahan sifat benda.
iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat RahmatNya
jualah sehingga penulis berhasil melaksanakan penelitian dan membuat laporan akhir
ini untuk penyelesaian laporan Penelitian Tindakan Kelas yang berjudul : “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Perubahan Sifat Benda Menggunakan
Pendekatan Contextual Teacing and Learning Pada Siswa Kelas V SD NEGERI 65
LEBONG”.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan dengan segala
kerendahan hati telah mempersiapkan dan menyusun laporan hasil penelitian ini
banyak menerima bimbingan, masukan dan dukungan dari dosen pembimbing.
Penulis dengan kerendahan hati ingin menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang dengan penuh kesabaran, ketekunan

memberikan arahan dan bimbingan. Oleh karena itu penulis dalam kesempatan ini

tak lupa untuk memberikan ucapan terima kasih kepada:

1. Seluruh Dosen Program S1 PGSD Universitas Terbuka yang telah banyak

memberi Ilmu pengetahuan.

2. Ibu Rita Oktapia, S. Pd selaku Kepala SDN 65 Lebong.

3. Guru dan siswa siswi kelas V SDN 65 Lebong.

4. Kepada orang tua yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materi.

Penulis merasa masih banyak sekali kekurangan yang terdapat dalam

penulisan laporan ini dan berharap kiranya ada kritik dan saran yang membangun.

Semoga bantuan dan dukungan yang telah diberikan oleh semua pihak

mendapatkan berkah dari Allah SWT. Mudah-mudahan hasil penelitian ini

bermanfaat bagi saya dan bagi kita semua untuk meningkatkan keprofesionalan

guru..
Lebong, 12 November 2023

Penulis

SANTI

NIM.856816344
V
DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i
LEMBAR LOGO .............................................................................................. ii
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... iii
LEMBAR ABSTRAK ....................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6

C. Rencana Pemecahan Masalah ........................................................ 6

D. Tujuan ............................................................................................ 10

E. Manfaat .......................................................................................... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Kerangka Teori .............................................................................. 12

1. Belajar dan Mengajar ................................................................. 12


2. Teori-Teori Belajar .................................................................... 20
3. Ilmu Pengetahuan Alam ............................................................. 23
4. Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri ........................................ 35
5. Hakikat Peserta Didik ................................................................ 41
6. Peran Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Kontekstual .......... 45
7. Penelitian yang Relevan ............................................................ 46
B. Kerangka Berpikir .......................................................................... 47
C. Hipotesis ......................................................................................... 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................................... 49
B. Setting Penelitian ........................................................................... 53

C. Faktor Yang Diteliti ....................................................................... 54

D. Skenario Tindakan ......................................................................... 55

E. Cara Pengumpulan Data ................................................................ 63

F. Indikator Keberhasilan ................................................................... 66

BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN TEMUAN


A. Deskripsi Setting/Lokasi Penelitian ............................................... 68

B. Persiapan Penelitian Tindakan Kelas ............................................. 69

C. Pelaksanaan Tindakan Kelas ......................................................... 70

D. Pembahasan ................................................................................... 126

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 137

B. Saran .............................................................................................. 138

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 139


LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 141
vi

DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1.1 Rencana Pemecahan ................................................................................ 5
Tabel 2.1 Kompetensi Dasar, Materi Pokok, dan Indikator .................................. 27
Tabel 2.2 Perbedaan Pendekatan CTL dengan Pendektan Konvensional ............. 30
Tabel 3.1 Rencana Pelaksanaan Tindakan Siklus 1 ................................................ 50
Tabel 3.2 Indikator dan Tujuan Siklus I Pertemuan 1 ........................................... 51
Tabel 3.3 Indikator dan Tujuan Siklus I Pertemuan 2 ............................................ 54
Tabel 4.1 Tanggal Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus I ....................................... 63
Tabel 4.2 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus I .................................................... 68
Tabel 4.3 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I ................................................... 77
Tabel 4.4 Distribusi Nilai Hasil Belajar Kelompok Siklus I .................................. 80
Tabel 4.5 Distribusi Nilai Hasil Belajar Individu Siklus I ...................................... 82
Tabel 4.6 Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus I ............................................. 84
Tabel 4.7 Tanggal Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus II ...................................... 89
Tabel 4.8 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus II ................................................... 95
Tabel 4.9 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus II ............................................... 104
Tabel 4.10 Distribusi Nilai Hasil Belajar Kelompok Siklus II ............................. 106
Tabel 4.11 Distribusi Nilai Hasil Belajar Individu Siklus II ................................ 108
Tabel 4.12 Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus II ....................................... 109
vii

DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 3.1 Alur Penelitian Tindakan Kelas ........................................................ 51
Gambar 4.1 Perbandingan Aktivitas Guru Pada Tiap Pertemuan Siklus I ........... 85
Gambar 4.2 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I ............................................. 89
Gambar 4.3 Hasil Belajar Kelompok Siklus I ....................................................... 91
Gambar 4.4 Persentasi Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus I ...................... 94
Gambar 4.5 Perbandingan Aktivitas Guru Pada Tiap Pertemuan Siklus II ........ 115
Gambar 4.6 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus II .......................................... 118
Gambar 4.7 Hasil Belajar Kelompok Siklus II .................................................... 120
Gambar 4.8 Persentasi Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus II .................. .123
Gambar 4.9 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus I dan Siklus II ........................ 127
Gambar 4.10 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II .....................130
Gambar 4.11 Perbandingan Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II ..... 133
viii

DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Pertama Siklus I ........ 142
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Kedua Siklus I ........... 166
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Pertama Siklus II ....... 191
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Kedua Siklus II ......... 220
Foto-Foto Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ............................................... 244
Lembar Observasi Aktivitas Guru Pertemuan Pertama Siklus I ...................... 251
Lembar Observasi Aktivitas Guru Pertemuan Kedua Siklus I......................... 252
Lembar Observasi Aktivitas Guru Pertemuan Pertama Siklus II ..................... 253
Lembar Observasi Aktivitas Guru Pertemuan Kedua Siklus II ....................... 254
Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan Pertama Siklus I..................... 255
Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan Kedua Siklus I ....................... 257
Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan Pertama Siklus II ................... 259
Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan Kedua Siklus II ...................... 261
Rekapitulasi Nilai Evaluasi Siswa ................................................................... 263
Hasil Kerja Siswa ............................................................................................. 265
ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan menurut Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional, adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan

yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No 20

pasal 3 tahun 2003).

Pendidikan yang telah diselenggarakan terus dikembangkan agar tujuan-

tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Berdasarkan UU No 19

tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, bab IV tentang standar proses,

dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan

secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta

didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi

prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi paradigma

pembelajaran di sekolah banyak mengalami perubahan, terutama dalam

pelaksanaan proses pembelajaran dari yang bersifat behavioristik menjadi

1
konstruktivistik, dari berpusat pada guru (teaching centered) menuju berpusat

pada siswa (student centered).

Konstruktivisme mengajarkan bahwa belajar adalah membangun

pemahaman atau pengetahuan (constructing understanding or knowledge), yang

dilakukan dengan cara mencocokkan fenomena, ide atau aktivitas yang baru

dengan pengetahuan yang telah ada dan sudah pernah dipelajari. Konsekuensi

dari konsep belajar seperti itu adalah siswa dengan sungguhsungguh

membangun konsep pribadi (mind concept) dalam sudut pandang belajar

bermakna dan bukan sekedar hafalan atau tiruan.

Oleh karena itu, peranan guru tidak semata-mata hanya memberikan ceramah y

ang sifatnya teksbook (book oriented) kepada siswa, melainkan guru harus

mampu merangsang/memotivasi siswa agar mampu membangun pengetahuan

dalam pikirannya. Cara yang dapat dilakukan oleh guru ad alah dengan

membangun jaring-jaring komunikasi dan interaksi belajar yang bermakna

melalui pemberian informasi yang sangat bermakna dan relevan dengan

kebutuhan siswa. Upaya guru tersebut dilakukan dengan cara memberi

kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-Ide

dan mengajak siswa untuk belajar menggunakan strategistra tegi mereka sendiri.

Implementasinya adalah setiap manusia memiliki gaya belajar yang unik, dan

setiap manusia memiliki kekuatan sendiri dalam belajar. Dengan demikian

peranan guru hanya terbatas pada pemberian rangsangan kepada siswa agar ia

dapat mencapai tingkat tertinggi, namun harus diupayakan siswa sendiri yang

mencapai tingkatan tertinggi itu dengan cara dan gayanya (ktiptk,2009: online).

Pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas hendaknya berlangsung

secara efektif dan mampu membangkitkan aktifitas dan kreatifitas anak. Dalam

hal ini, guru yang berperan penting dalam proses pembelajaran, para guru

hendaknya mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan

mengasikkan bagi siswa sehingga mereka betah di kelas.

2
Mata pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di

SD. Konsep-konsep yang terdapat dalam mata pelajaran IPA disesuaikan dengan

perkembangan dan kemampuan dasar anak SD. IPA berhubungan dengan

mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya

penguasaan kumpulan yang berupa fakta, konsep dan

prinsip-prinsip saja tetapi suatu proses penemuan.

Hakikat belajar IPA memiliki dimensi proses dan dimensi hasil yang

saling terkait satu sama lain, dimensi proses berkaitan dengan cara

memperoleh/memahami pengetahuan/konsep IPA, sedangkan dimensi hasil

berkaitan dengan keterampilan/pengetahuan/konsep IPA sebagai kemampuan

yang diperoleh sewaktu belajar IPA. Di SD, kadangkala “apa yang dipelajari

siswa” sering kurang penting dibanding dengan “bagaimana cara siswa

mempelajarinya”. Belajar IPA tidak sekedar menghafal sekumpulan fakta IPA

sebagai temuan para ahli tetapi juga mengembangkan keterampilan proses yang

antara lain meliputi keterampilan mengamati, merencanakan percobaan/

penelitian, melaksanakan percobaan/ penelitian, membuat kesimpulan, menilai

dan menyempurnakan kesimpulan dan

mengkomunikasikan temuan. (Ujang Sukandi, dkk, 2003: 38)

Berdasarkan hasil pengalaman guru IPA di SDN 65 L E B O N G, bahwa

pembelajaran IPA masih menekankan pada konsep-konsep yang terdapat di

dalam buku dan juga belum memanfaatkan pendekatan lingkungan dalam

pembelajaran secara maksimal. Mengajak siswa berinteraksi langsung dengan

lingkungan jarang dilakukan. Guru IPA sebagian masih mempertahankan

urutan-urutan dalam buku tanpa memperdulikan kesesuaian dengan lingkungan

belajar siswa. Hal ini membuat pembelajaran tidak efektif, karena siswa kurang

merespon terhadap pelajaran yang disampaikan. Maka pengajaran semacam ini

cenderung menyebabkan kebosanan kepada siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil

belajar yang ada di SDN 65 LE B O N G yaitu hanya 42,5% saja yang

3
mendapatkan nilai 70 dan sisanya masih dibawah angka 70 (hasil UAS tahun

ajaran 2023 /2024 ). Selain itu, khusus materi yang diangkat sebagai masalah

dalam penelitian ini, yakni perubahan sifat benda ada masalah tersendiri yang

dialami para siswa, yakni siswa cenderung menganggap perubahan sifat benda

sama dengan perubahan wujud benda. Hal ini dikarenakan konsep keduanya

yang belum tertanam secara kuat pada siswa. Hal tersebut mungkin disebabkan

pembelajaran mengenai materi tersebut hanya mengandalkan materi-materi

dibuku saja tanpa memberikan pembelajaran yang bermakna

(meaningfull) bagi siswa.


Oleh karena itu, perlu dicari strategi baru untuk melibatkan proses

pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif. Penyampaian pembelajaran

tidak sekedar ceramah seperti yang selama ini dilakukan dalam pembelajaran.

Guru harus merubah proses pembelajaran yang berpusat dari guru menjadi

pembelajaran yang berpusat pada siswa, untuk mendukung pencapaian tujuan

pembelajaran IPA. Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning

/CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi

yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam

kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu,

hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran

berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan

mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih

dipentingkan daripada hasil.

Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai

tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada

memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang

bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas

(siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata

4
guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan

kontekstual

Berdasarkan masalah dan alternatif tindakan diatas, maka perlu dilakukan

penelitian dengan judul:

“Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Perubahan Sifat Benda

Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning/ CTL Pada

Siswa Kelas V SDN 6 Padang Cermin Kecamatan Padang Cermin”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat

dirumuskan dalam penelitian ini yaitu, antara lain:

1. Apakah dengan menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri dapat


meningkatkan aktivitas guru di kelas V SDN 65 L E B O N G?
2. Apakah dengan menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri dapat
meningkatkan aktivitas siswa di kelas V SDN 65 L E B O N G?
3. Apakah dengan menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and
Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa tentang Perubahan Sifat
Benda di kelas V SDN 65 L E B O N G.
.

C. Rencana Pemecahan Masalah

Rendahnya hasil belajar IPA siswa sekolah dasar yang disebabkan oleh
berbagai faktor diantaranya kurangnya penguasaan konsep materi IPA secara
konkrit. Siswa hanya belajar fakta dan konsep IPA secara abstrak, membaca dan
menghafal. Padahal, pelajaran IPA berisi materi-materi yang pasti atau konkrit.
Sehingga pembelajarannya pun harus konkrit pula.
Peneliti memilih Pendekatan Contextual Teacing and Learning sebagai
alternatif pemecahan masalah dalam pembelajaran IPA materi Perubahan Sifat
Benda. Alasan pemilihan tersebut karena materi Perubahan Sifat Benda adalah
materi yang konkrit dan kontekstual yang sering ditemui anak dalam
kehidupannya sehari-hari, misalnya es yang mencair karena pemanasan, semen
yang mengeras bila dicampur dengan air, dan pembusukan buah. Hal itulah yang
juga menjadi alasan kenapa peneliti lebih memilih menggunakan Pendekatan
Contwxtual Teaching and Learning/ CTL daripada Pendekatan Keterampilan
Proses, karena selain alasan yang disebutkan di atas juga karena Pendekatan
Kontekstual ini sudah mencakup atau lebih luas daripada Keterampilan Proses.

Tabel 1.1 Rencana Pemecahan


Siklus Pertemuan Indikator Materi

5
I 1 Kognitif Sifat Benda
Produk
Mengindentifikasi
tentang sifat benda,
seperti bentuk, warna,
kelenturan, kekerasan,
dan bau.
Proses
Melakukan identifikasi
sifat benda dengan
percobaan.
Psikomotorik
Melakukan kegiatan
percobaan sifat-sifat
benda (pisang,
karet gelang,
paku, dan
tangkai kering).

Afektif
Mengembangkan
perilaku berkarakter,
meliputi: kreatif, rasa
ingin tahu, mandiri, dan
komunikatif.
Mengembangkan
keterampilan sosial,
meliputi: bertanya,
menjadi pendengar yang
baik, komunikasi.

6
2 Kognitif Perubahan Sifat Benda
Produk dengan Pemanasan dan
Pembakaran
Mengindentifikasi
tentang sifat
benda, seperti
bentuk, warna,
kelenturan,
kekerasan, dan
bau, sebelum dan
sesudah
mengalami
proses perubahan.
Proses Melaksanakan
percobaan
perubahan sifat
benda akibat
pemanasan dan
pembakaran.

Psikomotorik
Melakukan kegiatan
percobaan perubahan
sifat benda dengan
pemanasan dan
pembakaran.

Afektif
Mengembangkan
perilaku berkarakter,
meliputi: kreatif, rasa
ingin tahu, mandiri, dan
komunikatif.
Mengembangkan
keterampilan sosial,
meliputi: bertanya,
menjadi pendengar yang
baik, komunikasi.

Pendekatan Contextual Teaching and Learning/ CTL memiliki beberapa kelebihan

antara lain:

1) Dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada siswa, sehingga


siswa dapat mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan lebih baik.

7
2) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses
belajar yang baru.
3) Mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersifat
jujur, obyektif, dan terbuka.
4) Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya
sendiri.

5) Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik.

6) Situasi pembelajaran lebih menggairahkan.

7) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.

8) Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.


9) Menghindarkan diri dari cara belajar tradisional.

10) Dapat memberikan waktu kepada siswa secukupnya sehingga mereka dapat
mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.

Kelebihan-kelebihan yang dimiliki Pendekatan Contextual Teaching and


Learning tersebut diharapkan dapat membuat perubahan sikap dari peserta didik
kearah yang lebih baik, seiring dengan peningkatan hasil belajarnya.
Pendekatan Contextual Teaching and Learning ini dilakukan dengan
langkahlangkah sebagai berikut:
1) Guru memberikan penjelasan, instruksi atau pertanyaan terhadap materi yang
akan diajarkan.
2) Memberikan tugas kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan, yang
jawabannya bisa didapatkan pada proses pembelajaran yang dialami siswa.
3) Guru memberikan penjelasan terhadap persoalan-persoalan yang mungkin
membingungkan peserta didik.
4) Resitasi untuk menanamkan fakta-fakta yang telah dipelajari sebelumnya.

5) Siswa merangkum dalam bentuk rumusan sebagai kesimpulan yang dapat


dipertanggungjawabkan.

D. Tujuan Penelitian

1. Bagaimana peningkatan aktivitas guru di kelas V SDN 65 Lebong dengan

menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning.

2. Bagaimana peningkatan aktivitas siswa di kelas V SDN 65 Lebong


dengan menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning/
CTL.

3. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa di kelas V SDN 65 Lebong


dengan menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning/
CTL.

E. Manfaat Hasil Penelitian

8
1. Bagi Guru

Sebagai bahan informasi ilmiah tentang metode pembelajaran dengan

pendekatan kontekstual tipe inkuiri, di samping itu juga dapat meningkatkan

kemampuan dan pengalaman dalam mengembangkan pendekatan, media dan

metode pembelajaran yang lebih efektif dalam upaya memperbaiki proses

pembelajaran IPA kearah yang lebih baik.

2. Bagi Siswa

Siswa akan mempunyai pengalaman belajar yang lebih baik bermakna

sehingga dapat memudahkan pemahaman dan penugasan bukan hanya pada

materi pelajaran akan tetapi juga mampu meningkatkan prestasi belajar dan

perubahan tingkah laku.

3. Bagi Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang signifikan bagi

inovasi sekolah dalam rangka menigkatkan mutu pembelajaran.

4. Sebagai bahan masukan untuk penelitian berikutnya.

9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Belajar dan Mengajar

a. Konsep Belajar, Mengajar, dan Pembelajaran

Menurut Gagne, belajar adalah perubahan disposisi atau

kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan

disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan

seseorang secara alamiah (Suprijono, 2010: 2).

James O. Whittaker merumuskan belajar sebagai proses di mana

tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.

Cronbach berpendapat bahwa learning is shown by a change in

behaviour as result of experience. Belajar sebagai suatu aktivitas yang

ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.

Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the process by which

behavior (in the border sense) is originated or changed through practice

or training. Belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas)

ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan (Djamarah,

2008:12).

Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa

dan raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil

dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang

menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor Mengajar adalah

menyampaikan pengetahuan pada anak didik. Kemudian dalam

pengertian luas, mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas

mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan

menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Mengajar

10
dapat diartikan sebagai kegiatan mengorganisasi proses belajar

(Sardiman, 2006: 47-50).

Jadi, mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk

menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan

memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik

dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran

merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses

pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,

serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan

kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar

dapat belajar dengan baik

(Krisna,2009:online).

Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses

membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau

didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek

didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara

efektif dan efisien (Komalasari, 2010:3).

Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar

dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan

tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan

didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif

lama dan karena adanya usaha.

b. Hakikat Belajar

Hakikat belajar adalah perubahan dan tidak setiap perubahan

adalah sebagai hasil belajar (Djamarah, 2008: 15).

11
c. Tujuan Belajar

Ditinjau secara umum, maka tujuan belajar itu ada tiga jenis:

1. Untuk mendapatkan pengetahuan

Hal ini ditandai dengan kemapuan berpikir. Pemilikan

pengetahuan dan kemampuan berpikir sebagai yang tidak dapat

dipisahkan. Dengan kata lain, tidak dapat mengembangkan

kemampuan berpikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya

kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan. Tujuan inilah

yang memiliki kecenderungan lebih besar

perkembangannya di dalam kegiatan belajar. Dalam hal ini peranan

guru sebagai pengajar lebih menonjol.

Adapun jenis interaksi atau cara yang digunakan untuk

kepentingan pada umumnya dengan model kuliah (presentasi),

pemberian tugas-tugas bacaan. Dengan cara demikian, anak

didik/siswa akan diberikan pengetahuan sehingga menambah

pengetahuannya dan sekaligus akan mencarinya sendiri untuk

mengembangkan cara berpikir dalam rangka memperkaya

pengetahuannya.

2. Penanaman konsep dan keterampilan

Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga

memerlukan suatu keterampilan. Jadi soal keterampilan yang

bersifat jasmani maupun rohani. Keterampilan jasmaniah adalah

keterampilan-keterampilan yang dapat dilihat, diamati, sehingga

akan menitikberatkan pada keterampilan gerak/penampilan dari

anggota tubuh seseorang yang sedang belajar. Termasuk dalam hal

ini masalah-masalah “teknik” dan “pengulangan”. Sedangkan

keterampilan rohani lebih rumit, karena tidak selalu berurusan

dengan masalah-masalah keterampilan yang dapat dilihat

12
bagaimana ujung pangkalnya, tetapi lebih abstrak, menyangkut

persoalan-persoalan penghayatan, dan keterampilan berpikir serta

kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah

atau konsep. Jadi semata-mata bukan soal

“pengulangan”, tetapi mencari jawaban yang cepat dan tepat.

3. Pembentukan sikap

Pembentukan sikap mental dan prilaku anak didik, tidak akan

terlepas dari soal penanaman nilai-nilai, transfer of values.

Oleh karena itu, guru tidak sekedar “pengajar”, tetapi betul-betul

sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai-nilai itu kepada

anak didiknya. Dengan dilandasi nilai-nilai itu, anak didik/siswa

akan tumbuh kesadaran dan kemauannya untuk mempraktekkan

segala sesuatu yang sudah dipelajarinya (Sardiman, 2006 :2628).

Jadi, pada intinya tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan

pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap mental/nilai-nilai.

Pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan sebuah hasil

belajar.

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,

pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Merujuk

pemikiran Gagne, hasil belajar berupa:

1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan

dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan

merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik.

Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol,

pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan

konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari

kemampuan mengkategorisasi, kemampuan analisis-sintesis fakta-

13
konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.

Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan

aktivitas kognitif bersifat khas.

3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan

aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan

konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian

gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud

otomatisme gerak jasmani.

5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek

berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa

kemampuan menginternalisasikan dan eksternalisasi nilai-nilai.

Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai

standar prilaku.

Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif,

afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge

(pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan,

meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan,

menentukan hubungan) synthesis (mengorganisasikan, merencanakan,

membentuk bangunan baru), evaluation (menilai). Domain afektif adalah

receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing

(nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi).

Domain psikomotor meliputi initatory, pre-routine, rountinized.

Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial,

managerial, dan intelektual. Sementara, menurut Lindgren hasil

pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Yang

harus diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan

bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil

14
pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan

sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau

terpisah melainkan komprehensif (Suprijono, 2010: 5-7).

Jadi, hasil belajar adalah pencapaian dari tujuan belajar dalam aspek

kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara

lain:

1. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan anak didik. Selama

hidup anak didik tidak bisa menghindarkan diri dari lingkungan

alami dan lingkungan sosial budaya. Interaksi dari kedua

lingkungan yang berbeda ini selalu terjadi dalam mengisi

kehidupan anak didik. Keduanya mempunyai pengaruh cukup

signifikan terhadap belajar anak didik di sekolah.

2. Faktor Instrumental

Setiap sekolah mempunyai tujuan yang akan dicapai. Tujuan tentu

saja pada tingkat kelembagaan. Dalam rangka melicinkan kearah

itu diperlukan seperangkat kelengkapan dalam berbagai bentuk dan

jenisnya. Semuanya dapat diberdayagunakan menurut fungsi

masing-masing kelengkapan sekolah. Kurikulum dapat dipakai

oleh guru dalam merencanakan program pengajaran. Program

sekolah dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan kualitas belajar

mengajar. Sarana dan fasilitas yang tersedia harus dimanfaatkan

sebaik-baiknya agar berdaya guna dan berhasil guna bagi kemajuan

belajar anak didik di sekolah.

3. Kondisi Fisiologis

Kondisi fisiologi pada umumnya sangat berpengaruh terhadap

kemampuan belajar seseorang. Orang yang dalam keadaan segar

15
jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang dalam

keadaan kelelahan. Selain itu, hal yang tidak kalah pentingnya

adalah kondisi panca indera (mata, hidung, pengecap, telinga dan

tubuh), terutama mata sebagai alat untuk melihat dan telinga sebagi

alat untuk mendengar karena sebagian besar yang dipelajari

manusia (anak) yang belajar berlangsung dengan membaca,

melihat contoh atau model, melakukan observasi, mengamati hasil-

hasil eksperimen, mendengarkan keterangan guru, mendengarkan

ceramah, mendengarkan keterangan orang lain dalam diskusi dan

sebagainya.

4. Kondisi Psikologis

Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologis. Oleh karena itu,

semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi

belajar seseorang. Itu berarti belajar bukanlah berdiri sendiri,

terlepas dari faktor lain seperti faktor dari luar maupun faktor dari

dalam. Faktor psikologis sebagai faktor dari dalam tentu saja

merupakan hal yang utama dalam menentukan intesitas belajar

seorang anak. Meski faktor dari luar mendukung, tetapi faktor

psikologis tidak mendukung, maka faktor luar itu akan kurang

signifikan. Oleh karena itu, minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan

kemampuan-kemampuan kognitif adalah faktor-faktor psikologis

yang utama mempengaruhi proses dan hasil belajar anak didik

(Djamarah, 2008: 176-191).

Jadi dapat disimpulkan, ada 4 faktor yang mempengaruhi hasil

belajar, yakni faktor lingkungan, faktor instrumental, kondisi fisiologi,

dan kondisi psikologis.

2. Teori-Teori Belajar

16
a. Teori Belajar Menurut Para Ahli

1) Menurut Thorndike

Thorndike adalah orang yang mengemukakan teori

konektionisme. Dari penelitiannya dia menyimpulkan bahwa respon

lepas dari kurungan itu lambat laun diasosiasikan dengan situasi

stimulus dalam belajar coba-coba, trial and error. Inilah kesimpulan

Thorndike terhadap prilaku binatang dalam kurungan.

Ada tiga hukum belajar yang utama dan ini diturunkannya dari

hasil-hasil penelitiannya. Ketiganya adalah hukum efek, hukum

latihan, dan hukum kesiapan.

Jadi, menurut Thorndike dasar dari belajar tidak lain adalah

asosiasi antara kesan panca indera dengan impuls untuk bertindak.

Asosiasi ini dinamakan connecting. Sama maknanya dengan belajar

adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, antara

aksi dan reaksi. Antara stimulus dan respons ini akan terjadi suatu

hubungan yang erat bila sering dilatih. Berkat latihan yang terus

menerus, hubungan antara stimulus dan respon itu akan menjadi

terbiasa dan otomatis (Djamarah,

2008:24).

2) Teori Belajar Menurut Skinner

Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih

mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan

konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif.

Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi

melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian

menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang

dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon

yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-

17
stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar

stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon

yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-

konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya

perilaku. Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang

secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu

dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan

dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon

tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan

perubahanperubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah

laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat

yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya

(Madziatul,2009:online).

3) Teori Belajar Menurut Ausubel

David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan.

Menurut Ausubel (1996) bahan pelajaran yang dipelajari haruslah

“bermakna” (meaning full). Pembelajaran bermakna merupakan

suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan

yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif

ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasigeneralisasi yang

telah dipelajari dan diingat siswa.

Misalnya, dalam hal pembelajaran sejarah, bukan hanya sekedar

menekankan pada pengertian konsep-konsep sejarah belaka, tetapi

bagaimana melaksanakan proses pembelajarannya, dan

meningkatkan kualitas proses pembelajaran tersebut menajdi benar-

benar bermakna. Dengan cooperative learning tentu materi sejarah

yang dipelajarinya tidak hanya sekedar menjadi sesuatu yang dihafal

dan diingat, melainkan ada sesuatu yang dapat dipraktekkan dan

18
dilatihkan dalam situasi nyata dan terlibat dalam pemecahan

masalah. Untuk memperlancar proses tersebut diperlukan bimbingan

langsung dari guru, bak lisan maupun dengan contoh tindakan.

Sedangkan siswa diberi kebebasan untuk membangun

pengetahuannya sendiri (Isjoni, 2010:35-36).

b. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD

Ruang lingkup mata pelajaran sains dua aspek : 1) Kerja ilmiah yang

mencakup penyelidikan/penelitian, berkomunikasi ilmiah, pengembangan

kreatifitas dan pemecahan masalah, sikap dan nilai ilmiah, 2)

Pemahaman konsep dan penerapannya, yang mencakup. (a) Makhluk

hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan

interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. (b) Benda/materi, sifat-

sifat dan kegunaannya meliputi cair, padat, dan gas. (c) Energi dan

perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan

pesawat sederhana. (d) Bumi dan alam semsta meliputi: tanah, bumi, tata

surya, dan benda-benda langit lainnya. (e) Sains, lingkungan, teknologi,

dan masyarakat (salingtemas) merupakan penerapan konsep sains dan

saling keterkaitannya dengan lingkunga, teknologi dan masyarakat

melalui pembuatan suatu karya teknologi sederhana termasuk merancang

dan membuat.

3. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

a. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Hakikat IPA ada tiga yaitu IPA sebagai proses, produk, dan

pengembangan sikap.

(http://masmint.blogspot.com/2008/03/hakikat-ipa.html)

19
1) Konsep hakikat IPA sebagai proses

Proses adalah urutan atau langkah-langkah suatu kegiatan untuk

memperoleh hasil pengumpulan data melalui metode ilmiah.

Contoh: pengamatan tentang tumbuhan kacang hijau ditempat

terang dan ditempat gelap.

Tahapan dalam proses penelitian adalah:

a) Observasi

Adalah pengamatan suatu objek berdasarkan ciri-cirinya dengan

menggunakan beberapa indera.

Contoh: pengamatan ciri-ciri tanaman yang tumbuh ditempat

gelap.

a. Daunnya kuning kecil

b. Batangnya lebih panjang

c. Lebih cepat tumbuh

b) Klasifikasi

Adalah pengelompokan objek pengamatan berdasarkan

perbedaan dan persamaan sifat yang dimiliki.

Contoh: klasifikasi tumbuhan ditempat terang dan ditempat gelap

a. Bentuk daun
b. Batang tumbuhan
c. Warna tumbuhan
d. Tinggi tumbuhan

c) Interpretasi

Adalah menafsirkan data-data yang telah diperoleh dari kegiatan

observasi.

20
Contoh: daunnya kuning kecil pendek dan pertumbuhannya

lambat adalah tumbuhan kacang hijau ditempat gelap, sedangkan

daunnya lebar panjang, berwarna hijau dan pertumbuhannya cepat

adalah tumbuhan kacang hijau ditempat terang.

d) Prediksi

Adalah memperkirakan apa yang akan terjadi berdasarkan

kecenderungan atau pola hubungan yang terdapat pada data yang

telah diperoleh.

Contoh: kacang hijau akan tumbuh jika ditaruh ditempat yang

gelap.

e) Hipotesis

Adalah suatu pernyataan berupa dugaan tentang

kenyataankenyataan yang terdapat dialam melalui proses

pemikiran.

Contoh: kacang hijau akan lebih lambat tumbuh jika ditaruh

ditempat gelap dan akan lebih cepat tumbuh apabila ditaruh

ditempat yang terang.

f) Mengendalikan variabel

Adalah mengatur variabel sedemikian rupa sehingga perbedaan

pada akhir eksperimen adalah benar-benar karena pengaruh

variabel yang diteliti. Variabel terdiri dari 3 yaitu:


• Variabel bebas/variabel peubah: faktor yang menjadi penyebab

terjadi perubahan terhadap faktor yang lain. Contoh: cahaya

mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan.

• Variabel terikat adalah variabel yang mempengaruhi atau

diubah. Contoh: tanaman

• Variabel control adalah variabel yang dibuat tetap. Contoh:

wadah dan kapas

21
g) Merencanakan dan melaksanakan penelitian eksperimen

Penelitian dapat dipecahkan menjadi beberapa tahap dan

dikembangkan kepada anak didik satu persatu antara lain:

• menetapkan masalah penelitian: menetapkan suatu masalah

yang dijawab melalui suatu penelitian.

Contoh: pertumbuhan pada kacang hijau

• Menetapkan hipotesis penelitian

Contoh: benih kacang hijau yang berada ditempat gelap akan

lebih lambat tumbuh apabila benih kacang hijau yang berada

ditempat terang.

• Menetapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Contoh: kapas, wadah, air dan biji kacang hijau

• Menetapkan langkah-langkah percobaan serta waktu yang

dibutuhkan

Contoh:

persiapan: alat, tempat, tabel kerja dan regu kerja.

pelaksanaan: penanaman.

penyelesaian: penimbangan dan pengukuran.

h) Menetapkan format tabulasi data

2) Konsep hakikat IPA sebagai produk

Produk adalah hasil yang diperoleh dari suatu pengumpulan data

yang disusun secara lengkap dan sistematis.

Contoh: dari hasil pengamatan tanaman ditempat terang dan ditempat

gelap maka dihasilkan perbedaan antara lain.

22
bentuk daun tinggi

tumbuhan warna

tumbuhan

IPA sebagai produk ada 4 antara lain:

a) Fakta adalah pernyataan tentang benda yang benar-benar ada

atau terjadi

Contoh: Ayam berkembang biak dengan bertelur.

b) Konsep adalah kumpulan dari beberapa fakta yang saling

berhubungan

Contoh: Kumpulan makhluk hidup dalam satu tempat disebut

ekosistem.

c) Prinsip adalah kumpulan dari beberapa konsep

Contoh: tumbuhan akan tumbuh keatas

d) Teori atau hukum adalah prinsip-prinsip yang sudah diterima

Contoh: teori Jean Peaget

3) IPA sebagai sikap ilmiah

Beberapa aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada diri

anak SD yakni:

a) sikap ingin tahu

b) sikap ingin mendapatkan sesuatu

c) sikap kerja sama

d) sikap tidak putus asa

e) sikap tidak berprasangka

f) sikap mawas diri

g) sikap bertanggung jawab

h) sikap berpikir bebas

i) sikap kedisiplinan diri

23
b. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Ilmu Pengetahuan Alam, biasa disingkat IPA, adalah sebuah mata

pelajaran yang mempelajari ilmu alam untuk siswa sekolah dasar(SD),

dan sekolah menengah pertama (SMP/SLTP). Namun berbeda pada

istilah yang terdapat di sekolah menengah tingkas atas (SMA/SMU) dan

perguruan tinggi, kata IPA lebih dikenal sebagai salah satu penjurusan

kelas yang secara khusus lebih memfokuskan untuk membahas ilmu-ilmu

eksakta.

Dalam ilmu pengetahuan, istilah ilmu pengetahuan alam merujuk

kepada pendekatan logis untuk mempelajari alam semesta.

Ilmu pengetahuan alam mempelajari alam dengan menggunakan metode-

metode sains. Ilmu pengetahuan jenis ini berbeda dengan ilmu

pengetahuan sosial yang menggunakan metode sains untuk mempelajari

perilaku manusia dan masyarakat; ataupun ilmu pengetahuan formal

seperti matematika.

IPA sendiri berasal dari kata sains yang berarti alam. Sains menurut

Suyoso (1998:23) merupakan “pengetahuan hasil kegiatan manusia yang

bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui

metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku

secara universal”.

Menurut Abdullah (1998:18), IPA merupakan “pengetahuan teoritis

yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu

dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan

teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait

antara cara yang satu dengan cara yang lain”.

Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa IPA

merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh

24
dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode

ilmiah dan dididapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang

bersifat umum sehingga akan terus di sempurnakan.

c. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD

Setidaknya ada lima cakupan yang harus dipelajari dalam pelajaran

IPA di sekolah dasar. Keempat cakupan tersebut adalah:

1) Konsep IPA terpadu

2) biologi

3) fisika

4) ilmu bumi dan antariksa

5) IPA dalam perspektif interdisipliner

Sampai saat ini, konten sains bagi kebanyakan guru diberikan

melalui metode ceramah dan kegiatan pembuktian di laboratorium,

dengan sedikit fokus terhadap pemberian pengalaman dalam melakukan

penelitian atau aplikasi IPA dalam konteks teknologi. NSTA dalam

Science teacher Preparation ini membedakan kompetensi yang harus

dimiliki oleh guru IPA sekolah dasar yang memliki latar belakang IPA

dan guru-guru yang memiliki latar belakang keilmuan IPA SD dan SMP.

NSTA merekomendasikan guru SD yang tidak memiliki latar belakang

IPA untuk memiliki kompetensi dalam melangsungkan pembelajaran

yang

menitikberatkan pada kegiatan observasi dan mendeskripsikan kejadian,

memanipulasi objek dan system, serta melakukan identifikasi terhadap

pola yang ada di alam yang berhubungan dengan cakupan bidang studi

IPA. Guru-guru ini juga harus melibatkan siswa dalam memanipulasi

kegiatan yang mengarahkan pada pengembangan konsep melalui

kegiatan investigasi dan analisis terhadap pengalaman.

25
Sedangkan untuk guru yang memiliki latar belakang IPA untuk tingkat

SD dan SMP kriteria yang harus dimiliki adalah melangsungkan

pembelajaran yang menekankan pada kegiatan kolaboratif melalui inkuiri

yang dilangsungkan di laboratorium atau lapangan. Guru-guru yang

memiliki latar belakang pendidikan dalam IPA harus memiliki

pemahaman yang lebih dalam dibandingkan guru yang tidak memiliki

latar belakang pendidikan IPA, namun mereka harus memiliki tama-tema

dan perspektif yang sama terhadap IPA.

Hurd (1998) yang menyatakan bahwa orang yang dinyatakan

melek sains memiliki 3 ciri sebagai berikut:

1) dapat membedakan teori dari dogma, data dari hal-hal yang bersifat

mistis, sains dari pseudo sains, bukti dari propaganda dan

pengetahuan dari pendapat.

2) mengenal dan memahami hakikat IPA, keterbatasan dari

saintifik inkuiri, kebutuhan untuk pengumpulan bukti.

3) memahami bagaimana cara untuk menganalisis dan memproses

data.

Diperlukan cara pengajaran yang bersifat konstruktif untuk menjadi

orang yang melek sains. Ciri pembelajaran yang bersifat konstruktif ini

dapat dibedakan dengan pembelajaran yang bersifat tradisional dengan

ciri-ciri sebagai berikut:

1) lebih memahami dan merespon minat, kekuatan, pengalaman dan

keperluan siswa secara individual.

2) senantiasa menyeleksi dan mengadaptasi kurikulum.


3) berfokus pada pemahaman siswa dan menggunakan

pengetahuan sains, ide serta proses inkuiri.

4) membimbing siswa dalam mengembangan saintifik inkuiri.

5) menyediakan kesempatan bagi siswa untuk berdiskusi dan

26
berdebat dengan siswa lain.

6) secara berkesinambungan melakukan asesmen terhadap

pemahaman siswa.

7) memberikan bimbingan pada siswa untuk berbagai tanggung jawab

dengan siswa lain.

8) mensuport pembelajaran kooperatif (cooperative learning),

mendorong siswa untuk bekerjasama dengan guru sains lain dalam

mengembangkan proses inkuiri.

Tabel 2.1 Kompetensi Dasar, Materi Pokok, dan Indikator Materi

Perubahan Sifat Benda


Kompetensi Dasar Materi Pokok Indikator

27
Menyimpulkan hasil Sifat Benda Kognitif
penyelidikan tentang Produk
perubahan sifat benda, Mengindentifikasi tentang sifat
baik sementara maupun benda, seperti bentuk, warna,
tetap. kelenturan, kekerasan, dan bau.
Proses
Melakukan identifikasi sifat
benda dengan percobaan.
Psikomotorik
Melakukan kegiatan percobaan
sifat-sifat benda (pisang, karet
gelang, paku, dan tangkai kering).
Afektif
Mengembangkan perilaku
berkarakter, meliputi: kreatif, rasa
ingin tahu, mandiri, dan
komunikatif.
Mengembangkan keterampilan
sosial, meliputi: bertanya,
menjadi pendengar yang baik,
komunikasi.

Perubahan Sifat Kognitif


Benda Produk
(Pemanasan dan Mengindentifikasi tentang sifat
Pembakaran) benda, seperti bentuk, warna,
kelenturan, kekerasan, dan bau,
sebelum dan sesudah mengalami
proses perubahan.

28
Proses
Melaksanakan percobaan
perubahan sifat benda
akibat pemanasan dan
pembakaran.
Psikomotorik
Melakukan kegiatan percobaan
perubahan sifat benda dengan
pemanasan dan pembakaran.
Afektif
Mengembangkan perilaku
berkarakter, meliputi: kreatif, rasa
ingin tahu, mandiri, dan
komunikatif.
Mengembangkan keterampilan
sosial, meliputi: bertanya,
menjadi pendengar yang baik,
komunikasi.

Perubahan Kognitif
Sifat Benda Produk
(Pencampuran Mengindentifikasi tentang sifat
dengan air dan benda, seperti bentuk, warna,
Pembusukan)
kelenturan, kekerasan, dan bau,
sebelum dan sesudah mengalami
proses perubahan.
Proses
Melaksanakan percobaan
perubahan sifat benda
akibat pencampuran dengan air
dan pembusukan.
Psikomotorik
Melakukan kegiatan percobaan

29
perubahan sifat benda dengan
pencampuran dengan air dan
pembusukan.
Afektif
Mengembangkan perilaku
berkarakter, meliputi: kreatif, rasa
ingin tahu, mandiri, dan
komunikatif.
Mengembangkan keterampilan
sosial, meliputi: bertanya,
menjadi pendengar yang baik,
komunikasi.

4. Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri

a. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and learning)

adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi

yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong

siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan

tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme

(Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri),

masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling), dan

penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).

Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan

Konvensional:

Tabel 2.2 Perbedaan Pendekatan CTL dengan Pendekatan Konvensional


No. CTL Konvensional
1. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan Pemilihan informasi di-tentukan oleh guru
siswa

30
2. Siswa terlibat secara aktif dalam proses Siswa secara pasif menerima informasi
pembelajaran

3. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis


nyata/-masalah yang disi-mulasikan

4. Selalu mengkaitkan informasi dengan Memberikan tumpukan informasi kepada


pengetahuan yang telah dimiliki siswa siswa sampai saatnya diperlukan

5. Cenderung mengintegrasikan Cenderung terfokus pada satu bidang


beberapa bidang (disiplin) tertentu
6. Siswa menggunakan waktu belajarnya Waktu belajar siswa se-bagian besar
untuk menemukan, menggali, berdiskusi, dipergu-nakan untuk mengerja-kan buku
berpikir kritis, atau mengerjakan proyek tugas, men-dengar ceramah, dan mengisi
dan pemecahan masalah (melalui kerja latihan yang membosankan (melalui kerja
kelompok) individual)

7. Perilaku dibangun atas kesadaran diri Perilaku dibangun atas kebiasaan


8. Keterampilan dikem-bangkan atas dasar Keterampilan dikem-bangkan atas dasar
pemahaman latihan

9. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan Hadiah dari perilaku baik adalah pujian
diri atau nilai (angka) rapor

10. Siswa tidak melakukan hal yang buruk Siswa tidak melakukan sesuatu yang
karena sadar hal tsb keliru dan merugikan buruk karena takut akan hukuman

11. Perilaku baik berdasar-kan Perilaku baik berdasar-kan


motivasi intrinsik motivasi ekstrinsik

12. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas
konteks dan setting

14. Hasil belajar diukur melalui penerapan Hasil belajar diukur melalui kegiatan
penilaian autentik. akademik dalam bentuk
tes/ujian/ulangan.

Karakteristik pembelajaran CTL meliputi kerjasama, saling

menunjang, menyenangkan, tidak membosankan, belajar dengan

bergairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber,

siswa aktif, sharing dengan teman, siswa kritis guru kreatif, dinding dan

lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel,

31
humor dan lain-lain, laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi

hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain.

b. Inkuiri

Metode inkuiri adalah metode yang mampu menggiring peserta didik

untuk menyadari apa yang telah didapatkan selama belajar. Inkuiri

menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar yang aktif (Mulyasa ,

2003:234).

Kendatipun metode ini berpusat pada kegiatan peserta didik, namun

guru tetap memegang peranan penting sebagai pembuat desain

pengalaman belajar. Guru berkewajiban menggiring peserta didik untuk

melakukan kegiatan. Kadang kala guru perlu memberikan penjelasan,

melontarkan pertanyaan, memberikan komentar, dan saran kepada

peserta didik. Guru berkewajiban memberikan kemudahan belajar

melalui penciptaan iklim yang kondusif, dengan menggunakan fasilitas

media dan materi pembelajaran yang bervariasi.

Inkuiri pada dasarnya adalah cara menyadari apa yang telah dialami.

Karena itu inkuiri menuntut peserta didik berfikir. Metode ini melibatkan

mereka dalam kegiatan intelektual. Metode ini menuntut peserta didik

memproses pengalaman belajar menjadi suatu yang bermakna dalam

kehidupan nyata. Dengan demikian , melalui metode ini peserta didik

dibiasakan untuk produktif, analitis,dankritis. Langkah-langkah dalam

proses inkuiri adalah menyadarkan keingintahuan terhadap sesuatu,

mempradugakan suatu jawaban, serta menarik kesimpulan dan membuat

keputusan yang valid untuk menjawab permasalahan yang didukung oleh

bukti-bukti. Berikutnya adalah menggunakan kesimpulan untuk

menganalisis data yang baru.

32
Strategi pelaksanaan inkuiri adalah:

1) Guru memberikan penjelasan, instruksi atau pertanyaan terhadap

materi yang akan diajarkan.

2) Memberikan tugas kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan,

yang jawabannya bisa didapatkan pada proses pembelajaran yang

dialami siswa.

3) Guru memberikan penjelasan terhadap persoalan-persoalan yang

mungkin membingungkan peserta didik.

4) Resitasi untuk menanamkan fakta-fakta yang telah dipelajari

sebelumnya.

5) Siswa merangkum dalam bentuk rumusan sebagai kesimpulan yang

dapat dipertanggungjawabkan (Mulyasa, 2005:236).

Metode inkuiri menurut Roestiyah (2001:75) merupakan suatu teknik

atau cara yang dipergunakan guru untuk mengajar di depan kelas, dimana

guru membagi tugas meneliti suatu masalah ke kelas. Siswa dibagi

menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat

tugas tertentu yang harus dikerjakan, kemudian mereka mempelajari,

meneliti, atau membahas tugasnya di dalam kelompok. Setelah hasil

kerja mereka di dalam kelompok didiskusikan, kemudian dibuat laporan

yang tersusun dengan baik. Akhirnya hasil laporan dilaporkan ke sidang

pleno, dan terjadilah diskusi secara luas. Dari sidang pleno kesimpulan

akan dirumuskan sebagai kelanjutan hasil kerja kelompok. Dan

kesimpulan yang terakhir bila masih ada tindak lanjut yang harus

dilaksanakan, hal itu perlu diperhatikan.

Guru menggunakan teknik bila mempunyai tujuan agar siswa

terangsang oleh tugas, dan aktif mencari serta meneliti sendiri pemecahan

masalah itu. Mencari sumber sendiri, dan mereka belajar bersama dalam

kelompoknya. Diharapkan siswa juga mampu mengemukakan

33
pendapatnya dan merumuskan kesimpulan nantinya. Juga mereka

diharapkan dapat berdebat, menyanggah dan mempertahankan

pendapatnya. Inkuiri mengandung proses mental yang lebih tinggi

tingkatannya, seperti merumuskan masalah, merencanakan eksperimen,

melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisa data, menarik

kesimpulan. Pada metode inkuiri dapat ditumbuhkan sikap obyektif,

jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, dan sebagainya. Akhirnya dapat

mencapai kesimpulan yang disetujui bersama. Bila siswa melakukan

semua kegiatan di atas berarti siswa sedang melakukan inkuiri.

Teknik inkuiri ini memiliki keunggulan yaitu :

1) Dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada

siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar ideide

dengan lebih baik.

2) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada

situasi proses belajar yang baru.

3) Mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya

sendiri, bersifat jujur, obyektif, dan terbuka.

4) Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan

hipotesanya sendiri.

5) Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik.

6) Situasi pembelajaran lebih menggairahkan.

7) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.

8) Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.

9) Menghindarkan diri dari cara belajar tradisional.

10) Dapat memberikan waktu kepada siswa secukupnya sehingga

mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.

Metode inkuiri menurut Suryosubroto (2002:192) adalah perluasan

proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Artinya proses inkuiri

34
mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya,

misalnya merumuskan problema, merancang eksperimen, melakukan

eksperimen, mengumpulkan dan menganalisa data, menarik kesimpulan

dan lain sebagainya.

5. Hakikat Peserta Didik

a. Pengertian Peserta Didik

Menurut Sinolungan (1997) peserta didik dalam arti luas adalah

setiap orang yang terkait dengan proses pendidikan sepanjang hayat,

sedangkan dalam arti sempit adalah setiap siswa yang belajar di sekolah.

Departemen Pendidikan Nasional (2003) menegaskan bahwa, peserta

didik adalah anggota masyarakat yang berusaha

mengembangkan dirinya melalui, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

Peserta didik usia SD/MI adalah semua anak yang berada pada rentang

usia 6-12/13 tahun yang sedang berada dalam jenjang pendidikan SD/MI

(Kurnia, 2007: 4).

b. Karakteristik Peserta Didik Usia Sekolah Dasar (SD)

Menurut Nasution (1993) masa usia sekolah dasar sebagai masa

kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-

kira sebelas atau dua belas tahun. Usia ini ditandai dengan mulainya anak

masuk sekolah dasar, dan dimulainya sejarah baru dalam kehidupannya

yang kelak akan mengubah sikap-sikap dan tingkah lakunya. Para guru

mengenal masa ini sebagai “masa sekolah”. Tetapi bisa juga dikatakan

bahwa masa usia sekolah adalah masa matang untuk belajar maupun

masa matang untuk sekolah.

Disebut masa sekolah, karena anak sudah menamatkan taman

kanakkanak, sebagai lembaga persiapan bersekolah yang sebenarnya.

35
Disebut masa matang untuk belajar, karena anak sudah berusaha untuk

mencapai sesuatu, tetapi perkembangan aktivitas bermain yang hanya

bertujuan untuk mendapatkan kesenangan pada waktu melakukan

aktivitasnya itu sendiri. Disebut masa matang untuk bersekolah, karena

anak sudah menginginkan kecakapan-kecakapan baru, yang dapat

diberikan sekolah. Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif

anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya.

Masa ini menurut Suryobroto dapat diperinci menjadi dua fase, yaitu:

a. Masa Kelas-Kelas Rendah Sekolah Dasar

Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain adalah

seperti yang disebutkan dibawah ini:

1) Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan

pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah.

2) Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi peraturan-

peraturan permainan yang tradisional.

3) Ada kecenderungan memuji diri sendiri.

4) Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain kalau hal

itu dirasanya menguntungkan untuk meremehkan anak lain.

5) Kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu soal, maka soal itu

dianggapnya tidak penting.

6) Pada masa ini (terutama pada umur 6-8 tahun) anak

menghendaki nilai (angka rapor) yang baik, tanpa mengingat

apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.

b. Masa Kelas-Kelas Tinggi Sekolah Dasar

Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini adalah sebagai

berikut.

36
1) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret,

hal ini menimbulkan adanya kecendrungan untuk membandingkan

pekerjaan-pekerjaan yang praktis.

2) Amat realistik, ingin tahu, dan ingin belajar.

3) Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata

pelajaran khusus, yang oleh para ahli ditafsirkan sebagai mulai

menonjolnya faktor-faktor.

4) Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau

orang-orang dewasa lainnya.

5) Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya

biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan

ini biasanya anak tidak lagi terikat pada aturan permainan yang

tradisional, mereka membuat peraturan sendiri.

Melihat sifat-sifat khas anak seperti dikemukakan di atas, maka memang

beralasan pada saat umur anak antara umur 7 sampai dengan 12 tahun

dimasukkan oleh para ahli kedalam tahap perkembangan intelektual

(Djamarah, 2008: 123-125).


Para ahli psikologi dan ahli pendidikan banyak yang telah melakukan

penelitian tentang perkembangan intelektual/perkembangan kognitif atau

mental anak. Hasil penelitian yang paling popular adalah Jean Piaget. Piaget

adalah ahli ilmu jiwa anak dari Swiss. Ia berkeyakinan bahwa dengan

memahami proses berpikir yang terjadi pada anak, dia dapat menajwab

pertanyaan: “Bagaimana memperoleh pengetahuan?”; dan

“Bagaiman kita tahu apa yang kita ketahui?” (Depdiknas, 2005:7).

Jean Piaget membagi perkembangan kognitif menjadi empat tahapan,

yaitu: Tahap Sensori Motoris, tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Pada

tahap ini anak berada dalam suatu masa pertumbuhan yang ditandari oleh

kecendrungan-kecenderungan sensori motoris yang amat jelas. Segala

37
perbuatan merupakan perwujudan dari proses pematangan aspek sensori

motoris tersebut. Tahap praoperasional, tahap ini berlangsung pada usia 2-

7 tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab perkembangan kognitifnya

memperlihatkan kecendrungan yang ditandari oleh suasana intuitif; dalam arti

semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh tapi oleh unsur perasaan,

kecendrungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang

bermakna, dan lingkungan sekitarnya. Pada tahap ini menurut Piaget, anak

sangat bersifat egosentris sehingga seringkali mengalami masalah dengan

lingkungannya, termasuk dengan orang tuanya. Tahap operasional konkrit,

tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Pada tahap ini anak mulai

menyesuaikan diri dengan realitas konkrit dan sudah mulai berkembang rasa

ingin tahunya. Pada tahap ini, menurut

Piaget, interaksinya dengan lingkungan, termasuk dengan orang tuanya,

sudah semakin berkembang dengan baik karena egosentrisnya sudah semakin

berkurang. Anak sudah dapat mengamati, menimbang,

mengevaluasi, dan menjelaskan pikiran-pikiran orang lain dalam cara-cara

yang kurang egosentris dan lebih obyektif. Tahap operasional formal, tahap

ini dialami oleh anak pada usia 11 tahun ke atas. Pada masa ini anak telah

mampu mewujudkan suatu kesuluruhan dalam pekerjaannya yang merupakan

hasil dari berpikir logis. Aspek perasaan dan moralnya juga telah berkembang

sehingga dapat mendukung penyelesaian tugas-tugasnya

(Asrori, 2007:49).

6. Peran Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Kontekstual

Setiap siswa mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar. Perbedaan

yang dimiliki siswa tersebut disebut sebagai unsur modalitas belajar

38
(Deporter(Sanjaya, 2010: 262)). Menurutnya ada tiga tipe gaya belajar siswa,

yaitu tipe visual, auditoris, dan kinestesis.

Peran seorang guru dalam pembelajaran kontekstual adalah guru harus

memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan

gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Oleh karena itu ada beberapa hal

yang harus diperhatikan bagi setiap guru dalam menggunakan pembelajaran

kontekstual, yaitu:

a. Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang

berkembang. Kemampuan belajar seorang akan dipengaruhi oleh tingkat

perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimiliki (Sanjaya, 2010:

263). Ajarkanlah siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya.

b. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan

penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal yang dianggap

aneh dan baru. Oleh karena itu belajar bagi mereka merupakan mencoba

memecahkan setiap persoalan yang menantang (Sanjaya, 2010: 263).

Berilah siswa bahan-bahan belajar yang penting dan memberikan

tantangan pada siswa.

c. Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan

antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan

demikian guru perlu membantu agar setiap siswa mampu menemukan

keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya

(Sanjaya, 2010: 263).

d. Berdasarkan hal yang telah disebutkan di atas, belajar bagi anak adalah

proses menyempurnakan skema yang telah ada (asimilasi) atau proses

pembentukan skema baru (akomodasi), dengan demikian tugas guru

adalah memfasilitasi agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan

proses akomodasi (Sanjaya, 2010: 263).

39
Selain itu, menurut Gage dan Berliner, mengemukakan peran guru dalam

proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup :

a. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang

akan dilakukan didalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).

b. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi,

memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan

belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai

orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana

dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses

berlangsung (during teaching problems).

c. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa,

menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement),

atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang

ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi

produknya.

(education,2010:Online)

7. Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh

Asmawati pada tahun 2019 dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Siswa

Memahami Konsep Pesawat Sederhana Menggunakan Pendekatan Contextual

Teaching and Learning di SDN 6 Padang Cermin”. Kegiatan penelitian

tindakan kelas pada pembelajaran IPA/Sains di kelas V SDN Indrasari

Kecamatan Padang Cermin pada semester ganjil tahun ajaran 2018/2019

untuk materi “Pesawat Sederhana ” dinyatakan berhasil. Hal ini ditunjukkan

oleh tercapainya indikator keberhasilan penelitian pada akhir siklus II

pendekatan kontektual berbasis inquiri yakni rata-rata kelas sebesar 7,86 dan

ketuntasan belajar siswa sebanyak 28 orang (100 %).

40
.

B. Kerangka Berpikir

Usia siswa kelas V pada umumnya berkisar 10-11 tahun. Menurut Piaget

anak dalam rentang umur tersebut masuk dalam tahap operasional konkrit. Salah

satu ciri dari anak yang masuk pada tahap tersebut adalah anak mulai menyukai

hal-hal yang bersifat konkrit dan sifat egosentrisnya yang sudah mulai

berkurang, sehingga anak lebih mudah dalam bekerja sama. Kelas V termasuk

dalam kelas tinggi, dimana anak pada kelas ini umumnya menyukai membentuk

kelompok-kelompok untuk bermain dengan teman sebayanya.

Hakikat IPA ada tiga yaitu IPA sebagai proses, produk, dan pengembangan

sikap. Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan belajar yang mencakup 3 hal

tersebut dan juga sesuai dengan perkembangan anak pada usia tersebut atau

kelas V.

Salah satu pendekatan belajar yang dapat digunakan dan sesuai dengan

karakteristik anak adalah dengan pendekatan kontekstual. Pada pendekatan ini

siswa lebih aktif belajar bersama dengan teman-temannya, peranan guru lebih

kepada fasilitator dan siswa menjadi subjek belajar. Selain itu, dengan

pendekatan kontekstual materi disajikan secara konkrit dan dekat dengan

kehidupan anak sehari-hari. Pendekatan kontekstual memiliki 7

komponen/tipe dan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe Inkuiri.

Pendekatan kontekstual tipe inkuiri memiliki banyak kelebihan diantaranya,

dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada siswa, sehingga

siswa dapat mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan lebih baik,

mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya sendiri,

mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersifat

jujur, obyektif, dan terbuka dan dapat mengembangkan bakat atau kecakapan

individu. Kelebihan-kelebihan ini sesuai dengan hakikat IPA yang mencakup

proses, produk, dan pengembangan sikap.

41
Hal ini juga didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Asmawati

yang juga menerapkan pendekatan kontekstual pada pelajaran IPA materi

Pesawat Sederhana.

42
C. Hipotesis

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah: “Jika menerapkan pendekatan Contextual Teaching and Learning, maka

hasil belajar siswa kelas V SDN 6 Padang Cermin Kecamatan Padang Cermin

dapat ditingkatkan”.

43
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah bagaimana

sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran

mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Mereka dapat mencobakan

suatu gagasan perbaikan dalam praktek pembelajaran mereka, dan melihat

pengaruh nyata dari upaya itu (Wiriaatmadja, 2008: 13).

Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah sebuah kegiatan refleksi diri yang

dilakukan oleh para pelaku pendidikan dalam situasi kependidikan untuk

memperbaiki rasionalitas dan keadilan tentang:

1. Praktek-praktek kependidikan mereka.

2. Pemahaman mereka tentang praktek-praktek tersebut.

3. Situasi dimana praktek-praktek tersebut dilaksanakan .

Menurut Kemmis dan McTaggart (dalam Soly Abimanyu, 1995), penelitian

tindakan adalah studi yang dilakukan untuk memperbaiki diri sendiri,

pengalaman kerja sendiri, tetapi dilaksanakan secara sistematis, terencana, dan

sikap mawas diri (Suwandi, 2010:9).

Tujuan utama dalam penelitian tindakan kelas ini adalah untuk peningkatan

dan perbaikan praktek pembelajaran yang seharusnya dilakukan oleh guru

(Sukidin, dkk, 2008: 38).

Selain itu, dengan melakukan penelitian tindakan kelas dapat mengubah

citra dan meningkatkan keterampilan professional guru. Seorang guru yang

profesional adalah yang selalu mengembangkan diri untuk memenuhi tuntutan

dalam tugasnya sebagai pendidik dan dengan melakukan penelitian tindakan

kelas adalah sebagai salah satu cara untuk meningkatkan cara mengajar.

44
Ada beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan dengan

bagan yang berbeda, namun secara garis besar terdapat empat tahapan yang

lazim dilalui, yaitu tahap: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan

(4) refleksi. Adapun model dan penjelasan untuk masingmasing tahap adalah

sebagai berikut.

Perencanaan

SIKLUS Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi

Refleksi SIKLUS Pelaksanaan

II

Pengamatan

45
Gambar 3.1 Alur Penelitian Tindakan Kelas

(Suharsimi, dkk, 2010: 16).

Tahap 1: Perencanaan tindakan

Tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh

siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Penelitian tindakan yang ideal

sebetulnya dilakukan secara berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan

dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan (apabaila dilaksanakan

secara kolaboratif). Cara ini dikatakan ideal karena adanya upaya untuk

mengurangi unsur subjektivitas pengamat serta mutu kecermatan amatan yang

dilakukan. Bila dilaksanakan sendiri oleh guru sebagai peneliti maka instrumen

pengamatan harus disiapkan disertai lembar catatan lapangan. Yang perlu diingat

bahwa pengamatan yang diarahkan pada diri sendiri biasanya kurang teliti

dibanding dengan pengamatan yang dilakukan terhadap hal-hal yang berada di

luar diri, karena adanya unsur subjektivitas yang berpengaruh, yaitu cenderung

mengunggulkan dirinya. Dalam pelaksanaan pembelajaran rencana tindakan

dalam rangka penelitian dituangkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP).

Tahap 2: Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan, yaitu implementasi atau penerapan isi rencana tindakan di

kelas yang diteliti. Hal yang perlu diingat adalah bahwa dalam tahap 2 ini

pelaksana guru harus ingat dan berusaha mentaati apa yang sudah dirumuskan

dalam rencana tindakan, tetapi harus pula berlaku wajar, tidak kaku dan tidak

46
dibuat-buat. Dalam refleksi, keterkaitan antara pelaksanaan dengan perencanaan

perlu diperhatikan.

Tahap 3: Pengamatan terhadap tindakan

Pengamatan terhadap tindakan yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan

oleh pengamat (baik oleh orang lain maupun guru sendiri). Seperti telah

dijelaskan sebelumnya bahwa kegiatan pengamatan ini tidak terpisah dengan

pelaksanaan tindakan karena pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang

dilakukan. Jadi keduanya berlangsung dalam waktu yang sama. Sebutan tahap 2

dan 3 dimaksudkan untuk memberikan peluang kepada guru pelaksana yang

berstatus juga sebagai pengamat, yang mana ketika guru tersebut sedang

melakukan tindakan tentu tidak sempat menganalisis peristiwanya ketika sedang

terjadi. Oleh karena itu kepada guru pelaksana yang berstatus sebagai pengamat

ini untuk melakukan “pengamatan balik” terhadap apa yang terjadi ketika

tindakan berlangsung. Sambil melakukan pengamatan balik ini guru pelaksana

mencatat sedikit demi sedikit apa yang

terjadi.

Tahap 4: Refleksi terhadap tindakan

Merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah

dilakukan. Istilah “refleksi” dari kata bahasa Inggris reflection, yang

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia pemantulan. Kegiatan refleksi ini

sebetulnya lebih tepat dikenakan ketika guru pelaksana sudah selesai melakukan

tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk

mendiskusikan implementasi rancangan tindakan. Inilah inti dari penelitian

tindakan, yaitu ketika guru pelaku tindakan mengatakan kepada peneliti

pengamat tentang hal-hal yang dirasakan sudah berjalan baik dn bagian mana

yang belum. Apabila guru pelaksana juga berstatus sebagai pengamat, maka

47
refleksi dilakukan terhadap diri sendiri. Dengan kata lain guru tersebut melihat

dirinya kembali, melakukan “dialog” untuk menemukan hal-hal yang sudah

dirasakan memuaskan hati karena sudah sesuai dengan rancangan dan mengenali

hal-hal yang masih perlu diperbaiki. Dalam hal seperti ini maka guru melakukan

“self evaluation” yang diharapkan dilakukan secara obyektif. Untuk menjaga

obyektifitas tersebut seringkali hasil refleksi ini diperiksa ulang atau divalidasi

oleh orang lain, misalnya guru/teman sejawat yang diminta mengamati, ketua

jurusan, kepala sekolah atau nara sumber yang menguasai bidang tersebut. Jadi

pada intinya kegiatan refleksi adalah kegiatan evaluasi, analisis, pemaknaan,

penjelasan, penyimpulan dan identifikasi tindak lanjut dalam perencanaan siklus

selanjutnya.

Keempat tahap dalam penelitian tindakan tersebut adalah unsur untuk

membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun, dari tahap

penyusunan rancangan sampai dengan refleksi, yang tidak lain adalah evaluasi.

Apabila dikaitkan dengan “bentuk tindakan” sebagaimana disebutkan dalam

uraian ini, maka yang dimaksud dengan bentuk tindakan adalah siklus tersebut.

Jadi bentuk penelitian tindakan tidak pernah merupakan kegiatan tunggal tetapi

selalu berupa rangkaian kegiatan yang akan kembali ke asal, yaitu dalam bentuk

siklus.

B. Setting Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada mata pelajaran IPA kelas V

semester 1 SDN SDN 65 Lebong tahun ajaran 2023/2024 dengan materi

Perubahan Sifat Benda. Jumlah siswa pada kelas V SDN 65 Lebong adalah 26

orang yang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Siswa kelas

V berada dalam tahap operasional konkrit, dimana anak pada usia tersebut rasa

ingin tahunya sangat besar terhadap halhal yang ada disekitarnya. Selain itu,

anak pada usia tersebut sudah mulai berkurang sifat egosentrisnya dan

48
cenderung lebih menyukai membentuk kelompok-kelompok dengan teman

sebayanya. Hal ini tentu saja sesuai dengan pendekatan kontekstual tipe inkuiri

yang menggali pengetahuan siswa dari rasa ingin tahunya dan mengaitkan materi

yang ada dengan kehidpuan sehari-hari anak. Anak selain belajar, juga dapat

berlatih bekerjasama sekaligus bermain. sehingga hakikat IPA yang mencakup

proses, produk, dan pengembangan sikap dapat tercapai.

C. Faktor yang diteliti

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya meningkatkan

hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA dengan materi perubahan sifat

benda. Adapun faktor-faktor yang diteliti dalam tindakan

kelas ini yaitu :

1. Faktor Guru, yaitu mengamati kegiatan dan langkah-langkah dalam guru

dalam menyampaikan dan menyajikan materi pelajaran serta kegiatan

membimbing siswa dalam kelompok pada materi perubahan sifat benda

dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning/CTL.

2. Faktor Siswa. Adapun aspek siswa yang diamati adalah sebagai berikut:

a. Mengambil atau menyediakan alat dan bahan yang diperlukan.

b. Mengamati sifat benda yang di uji coba.


c. Melakukan uji coba sifat benda.

d. Membuat kesimpulan.

e. Melakukan presentasi.

3. Faktor Hasil Belajar, yaitu mengetahui peningkatan hasil belajar siswa

setelah menjalani proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual

tipe inkuiri melalui tes tertulis.

D. Skenario Tindakan

49
Seperti yang sudah dijelaskan tindakan ang dilakukan membentuk sebuah

siklus. Satu siklus terdiri dari empat bagian, yakni perencanaan tindakan,

pelaksanaan tindakan, observasi tindakan, dan refleksi tindakan serta diadakan

dua kali pertemuan untuk tiap siklus.

1. Perencanaan Tindakan

Pada tahap perencanaan tindakan ini ada beberapa hal yang

dikerjakan, yakni:

a. Membuat skenario pembelajaran berdasarkan rencana pembelajaran dan

media yang sesuai dengan pembelajaran.

b. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

c. Membuat atau menyusun lembar observasi guru untuk pengamat.

(lembar observasi terlampir)

d. Membuat atau menyusun lembar aktivitas siswa, meliputi lembar

pengamatan psikomotorik, perilaku berkarakter, dan keterampilan

sosial. (lembar terlampir)

Tabel 3.1 Rencana Pelaksanaan Tindakan Siklus I


Pendekatan dan Lokasi
Siklus Pertemuan Materi Pokok
Model Pembelajaran
1 I Sifat Benda Pendekatan SDN 65 Lebong
Contextual
Teaching and
Learning
II Perubahan Sifat Pendekatan SDN 65 Lebong
Benda (Pemanasan Contextual
dan Pembakaran) Teaching and
Learning

2. Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap pelaksanaan tindakan ini terdiri dari dua kali pertemuan atau

tatap muka yang tergabung dalam satu siklus dengan skenario sebagai

berikut:

50
Siklus 1 Pertemuan 1
Mata pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Kelas / Semester : V/1

Alokasi Waktu : 2 x 35 Menit

Pokok Bahasan : Sifat Benda

Tabel 3.2 Indikator dan Tujuan Siklus I Pertemuan 1

Indikator Tujuan
Kognitif Produk Produk
Mengindentifikasi Siswa dapat mengindentifikasi
tentang sifat tentang sifat benda, seperti
benda, seperti
bentuk, bentuk, warna, kelenturan,
warna, kelenturan, kekerasan, dan bau.
kekerasan, dan
bau.
Proses Proses
Melakukan identifikasi Siswa dapat melakukan
sifat benda dengan identifikasi sifat benda dengan
percobaan. percobaan.

Psikomotorik Melakukan kegiatan Siswa dapat melakukan


percobaan sifat-sifat kegiatan percobaan sifat-sifat
benda (pisang, karet benda (pisang, karet gelang,
gelang, paku, dan tangkai paku, dan tangkai kering).
kering).

51
Afektif Mengembangkan Terlibat dalam proses belajar
perilaku berkarakter, mengajar yang berpusat pada
meliputi: kreatif, rasa siswa, paling tidak siswa dapat
ingin tahu, mandiri, dan menunjukkan kemajuan dalam
komunikatif. menunjukkan perilaku
berkarakter, meliputi: kreatif,
rasa ingin tahu, mandiri, dan
komunikatif.
Mengembangkan Terlibat dalam proses belajar
keterampilan sosial, mengajar yang berpusat pada
meliputi: bertanya, siswa, paling tidak siswa dapat
menjadi pendengar yang menunjukkan kemajuan dalam
baik, komunikasi. menunjukkan keterampilan
sosial, meliputi: bertanya,
menjadi pendengar yang baik,
komunikasi

A. Kegiatan Awal ( 5 menit )

1. Menyiapkan siswa secara fisik dan psikis untuk belajar

2. Melakukan apersepsi:

a. Menanyakan pelajaran yang telah dipelajari


sebelumnya

b. Bertanya jawab tentang benda-benda yang ada dikelas.

3. Menjelaskan tujuan pembelajaran, yakni:

Siswa dapat mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti

bentuk, warna, kelenturan, kekerasan, dan bau.

4. Menyampaikan materi yang akan dipelajari yakni tentang

Sifat-Sifat Benda.

B. Kegiatan inti ( 50 menit )

Tahap Eksplorasi

5. Guru menjelaskan tentang sifat-sifat benda meliputi bentuk,

warna, kelenturan, kekerasan, dan bau.

52
6. Guru membagi siswa dikelas menjadi 5 kelompok. Pembagian

kelompok dilakukan secara heterogen. (daftar kelompok

terlampir)

7. Guru meminta perwakilan masing-masing kelompok untuk

mengambil alat dan bahan yang diperlukan.

8. Guru membagikan LKK pada masing-masing kelompok.

Tahap Elaborasi

9. Siswa diminta untuk mengerjakan/melakukan percobaan

berdasarkan LKK yang diberikan

10. Guru membimbing siswa dalam melakukan percobaan.

11. Guru meminta masing-masing kelompok


untuk

mempresentasikan hasil percobaannya.

Tahap Konfirmasi

12. Guru memberikan tanggapan terhadap hasil percobaan dan

presentasi siswa.

13. Guru memberikan penghargaan kelompok.

C. Kegiatan akhir ( 15 Menit )

1. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan pelajaran yang

telah dibahas.

2. Guru melakukan penilaian dan refleksi.

3. Guru memberikan umpan balik.

4. Guru memberikan tindak lanjut.

5. Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan

berikutnya.

Siklus 1 Pertemuan 2

53
Mata pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Kelas / Semester : V/1

Alokasi Waktu : 2 x 35 Menit

Pokok Bahasan : Perubahan Sifat Benda (Pemanasan dan

Pembakaran

Tabel 3.3 Indikator dan Tujuan Siklus I Pertemuan 2

Indikator Tujuan
Kognitif Produk Produk
Mengindentifikasi Siswa dapat mengindentifikasi
tentang sifat benda, tentang sifat benda, seperti
seperti bentuk, warna, bentuk, warna, kelenturan,
kelenturan, kekerasan, kekerasan, dan bau, sebelum
dan bau, sebelum dan dan sesudah mengalami proses

sesudah mengalami perubahan.


proses perubahan.
Proses Proses
Melaksanakan percobaan Siswa dapat melaksanakan
perubahan sifat benda percobaan perubahan sifat
akibat pemanasan dan benda akibat pemanasan dan
pembakaran. pembakaran.

Psikomotorik Melakukan kegiatan Siswa dapat melakukan


percobaan perubahan kegiatan percobaan perubahan
sifat benda dengan sifat benda dengan pemanasan
pemanasan dan dan pembakaran.
pembakaran.

54
Afektif Mengembangkan Terlibat dalam proses belajar
perilaku berkarakter, mengajar yang berpusat pada
meliputi: kreatif, rasa siswa, paling tidak siswa dapat
ingin tahu, mandiri, dan menunjukkan kemajuan dalam
komunikatif. menunjukkan perilaku
berkarakter, meliputi: kreatif,
rasa ingin tahu, mandiri, dan
komunikatif.
Mengembangkan Terlibat dalam proses belajar
keterampilan sosial, mengajar yang berpusat pada
meliputi: bertanya, siswa, paling tidak siswa dapat
menjadi pendengar yang menunjukkan kemajuan dalam
baik, komunikasi. menunjukkan keterampilan
sosial, meliputi: bertanya,
menjadi pendengar yang baik,
komunikasi

A. Kegiatan Awal ( 5 menit )

1. Menyiapkan siswa secara fisik dan psikis untuk belajar

2. Melakukan apersepsi:

a. Menanyakan pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya

b. Bertanya jawab tentang benda-benda yang ada dikelas.

3. Menjelaskan tujuan pembelajaran, yakni:

Siswa dapat mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti

bentuk, warna, kelenturan, kekerasan, dan bau.

4. Menyampaikan materi yang akan dipelajari yakni tentang

Perubahan Sifat Benda dengan Pemansan dan Pembakaran.

B. Kegiatan inti ( 50 menit )

Tahap Eksplorasi

1. Guru menjelaskan tentang perubahan sifat benda, yakni

tentang pemanasan dan pembakaran.

55
2. Guru membagi siswa dikelas menjadi 5 kelompok. Pembagian

kelompok dilakukan secara heterogen. (daftar kelompok

terlampir)

3. Guru meminta perwakilan masing-masing kelompok untuk

mengambil alat dan bahan yang diperlukan.

4. Guru membagikan LKK pada masing-masing kelompok.

Tahap Elaborasi

5. Siswa diminta untuk mengerjakan/melakukan percobaan

berdasarkan LKK yang diberikan

6. Guru membimbing siswa dalam melakukan percobaan.


7. Guru meminta masing-masing kelompok
untuk

mempresentasikan hasil percobaannya.

Tahap Konfirmasi

8. Guru memberikan tanggapan terhadap hasil percobaan dan

presentasi siswa.

9. Guru memberikan penghargaan kelompok.

C. Kegiatan akhir ( 15 Menit )

10. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan pelajaran yang

telah dibahas.

11. Guru melakukan penilaian dan refleksi.

12. Guru memberikan umpan balik.

13. Guru memberikan tindak lanjut.

14. Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan

berikutnya.

3. Observasi Tindakan

Pada tahapan ini diadakannya kegiatan observasi terhadap kegiatan

pembelajaran, aktivitas guru, dan aktivitas siswa dengan menggunakan

56
lembar pengamatan yang telah dibuat dan dilanjutkan dengan evaluasi

terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Observasi yang dilaksanakan dalam tindakan kelas ini dilakukan dengan

dua cara yaitu :

a. Pengamatan langsung yang dilaksanakan oleh peneliti terhadap aktivitas

siswa dalam kelompok.

b. Pengamatan yang dilakukan oleh observasi terhadap jalannya

pembelajaran yang dilaksanakan oleh peneliti.

4. Refleksi Tindakan

Hasil observasi dan evaluasi dengan menggunakan lembar observasi

guru, lembar observasi aktivitas siswa, dan hasil tes evaluasi, yang diperoleh

setiap pertemuan, dianalisis kembali pada tahap ini secara deskriptif, yakni

data kuantitatif dan data kualitatif, kemudian diinterpretasikan untuk

mengetahui sejauh mana peningkatan pemahaman siswa, ketercapaian

tujuan yang diinginkan, dan juga dapat digunakan oleh guru untuk

mengevaluasi dirinya, sejauh mana kemampuan dalam mengajar dan

mengelola kelas, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan untuk peningkatan

proses pembelajaran dalam pelaksanaan siklus selanjutnya.

Penelitian tindakan kelas ini berhasil apabila memenuhi beberapa syarat

yaitu aktivitas guru sudah mencapai 70% atau pada kriteria baik, aktivitas

siswa sudah mencapai 70% atau pada kriteria baik, dan hasil belajar

siswa telah memenuhi indikator keberhasilan yakni mencapai ketuntasan

belajar secara individual dengan nilai minimal 70 serta dapat mencapai

ketuntasan belajar secara klasikal minimal sebesar 80% mendapat nilai

75.

57
E. Cara Pengumpulan Data

Peneliti dalam penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif dengan

cara mengumpulkan hasil pekerjaan siswa setiap akhir pertemuan untuk

mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan.

1. Sumber Data

Sumber data dari penelitian ini adalah siswa kelas V Semester 1 tahun

ajaran 2023/2024 SDN 65 Lebong Kecamatan Lebong Selatan Kab.Lebong

provinsi Bengkulu. Data ini diperoleh dengan melakukan Penelitian

Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan pada siswa kelas V Semester 1 tahun

ajaran 2023/2024 SDN 65 Lebong yang berjumlah 26 siswa yang terdiri dari

12 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan.

2. Jenis Data

a. Data kuantitatif yaitu data tentang hasil belajar siswa setelah mengikuti

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

kontekstual tipe inkuiri.

b. Data kualitatif yaitu data tentang aktivitas guru dalam pembelajaran,

aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran menggunakan

pendekatan kontekstual tipe inkuiri.

3. Alat Pengambilan Data

a. Data aktifitas siswa diambil atau dikumpulkan dengan teknik observasi

menggunakan lembar observasi aktivitas siswa.

b. Data aktifitas guru diambil atau dikumpulkan dengan teknik observasi

menggunakan lembar observasi aktivitas guru.

c. Data hasil belajar siswa diperoleh dari tes tertulis pada akhir proses

pembelajaran menggunakan lembar evaluasi.

4. Analisis Data

a. Data Kuantitatif

58
Data kuantitatif berupa nilai evaluasi pada akhir pertemuan

dianalisis dengan teknik persentase, kemudian didistribusikan dalam

bentuk tabel, dan difrekuensikan dengan grafik. Ketuntasan individual

dan klasikal dihitung dengan rumus:

Jumlah siswa yang tuntas belajar


Persentase = x 100%
Jumlah seluruh siswa.

b. Data Kualitatif

Data kualitatif berupa observasi aktivitas guru dan siswa selama

proses pembelajaran. Persentase keaktifan guru dan siswa diolah

dengan rumus sebagai berikut:

Nilai Perolehan
Y= X 100%
Nilai Maksimum

Keterangan:

Y = Persentase keaktifan guru dan siswa

Nilai Perolehan = Total nilai yang didapat dari hasil

observasi aktifitas guru dan siswa

Nilai Maksimum = Nilai tertinggi hasil observasi aktifitas

guru.

Interpretasi persentase keaktifan guru dan siswa tersebut di

tentukan dengan cara sebagai berikut:

Tabel 3.4 Interpretasi persentasi keaktifan guru dan siswa


Angka Persentasi Keterangan

81,00 % - 100,00 % Sangat baik

61,00 % - 80,00 % Baik

41,00 % - 60,00 % Cukup

21,00 % - 40,00 % Kurang

00,00 % - 20,00 % Kurang sekali

59
F. Indikator Keberhasilan

1. Indikator Peningkatan Aktivitas Guru

Aktivitas guru bisa dikatakan meningkat atau berhasil jika persentase

aktivitas guru mencapai ≥ 70,00% berdasarkan tabel interpretasi keaktifan

guru dan siswa.

2. Indikator Peningkatan Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa bisa dikatakan meningkat atau berhasil jika persentase

aktivitas siswa mencapai ≥ 70,00% berdasarkan tabel interpretasi

keaktifan guru dan siswa.

3. Indikator Ketuntasan Hasil Belajar

Indikator keberhasilan penelitian ini adalah apabila ketuntasan belajar

individual mencapai ≥70 sesuai dengan KKM sekolah untuk mata pelajaran

IPA. Indikator keberhasilan pada ketuntasan klasikal minimal mencapai

80% mendapat nilai ≥75.

BAB IV
PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN TEMUAN

A. Deskripsi Setting/ Lokasi Penelitian

SDN 65 Lebong terletak di Kelurahan Taba Anyar, Kecamatan lebong

selatan, KabupatenLlebong. Kelas yang dijadikan sebagai objek penelitian

adalah kelas V. Jumlah siswa di kelas V adalah 26 siswa yang terdiri dari 12

siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Siswa dikelas ini seluruhnya beragama

Islam. Bahasa pengantar pelajaran yang digunakan dikelas adalah Bahasa

Indonesia.

60
Bangunan 6 kelas. Suasana dikelas sangat mendukung kegiatan

pembelajaran. Fasilitas pembelajaran cukup lengkap, mulai dari papan tulis

hingga televisi dan DVD player. Selain itu kelas ini juga dilengkapi 3 buah kipas

angin dan satu buah dispenser. Didalam kelas, siswa tidak menggunakan sepatu

karena alas lantainya adalah keramik. Setiap siswa duduk masing-masing. Papan

tulis yang digunakan berjenis White Board dengan alat tulisnya adalah spidol.

Didalam kelas juga banyak sekali dipajang hasil karya siswa. Sehingga dapat

disimpulkan sarana dan prasarana kelas V sudah memenuhi standar dan sangat

mendukung kegiatan pembelajaran

dikelas.

Nilai rata-rata hasil belajar siswa masih belum mencapai SKBM yang

ditetapkan sekolah untuk mata pelajaran IPA yakni ≥70.

Proses pembelajaran yang tidak konkrit untuk mata pelajaran IPA

menyebabkan pelajaran menjadi kurang bermakna bagi siswa. Sehingga siswa

kurang memahami konsep dari perubahan sifat benda itu sendiri. Hal inilah

menjadi penyebab tidak tercapainya SKBM yang dtetapkan sekolah

B. Persiapan Penelitian Tindakan Kelas

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini terlebih dahulu diawali dengan

persiapan peneliti dari berbagai aspek, antara lain:

1. Persiapan Administrasi

Penelitian tindakan kelas ini merupakan salah satu tugas akhir dari

Program Pendidikan Profesi Guru Sekolah Dasar (PPG SD). Sehingga proses

administrasinya menjadi satu kesatuan dengan Program PPG SD.

2. Persiapan Observer

Observer pada penelitian tindakan kelas ini adalah Kepala Sekolah SDN

65 Lebong. Selain sebagai observer, beliau juga membimbing peneliti dalam

pelaksanaan penelitian tindakan kelas, mulai dari penetapan materi yang

61
dianggap bermasalah hingga penentuan alternatif pemecahan masalah yang

digunakan. Sebelum pelaksanaan tindakan kelas (tatap muka) peneliti

melakukan konsultasi tentang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan

kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan dengan beliau.

C. Pelaksanaan Tindakan Kelas

1. Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus I

a. Perencanaan

Pelaksanaan tindakan kelas siklus I ini dilaksanakan dalam dua kali

pertemuan dan dilaksanakan dikelas V SDN 65 Lebong dengan

menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning. Adapun

kegiatan tersebut dengan perencanaan terlebih dahulu sebelum

melaksanakan pembelajaran:

1) Membuat skenario pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah

PendekatanContextual Teaching and Learning/ TCL.

2) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk 2 kali

pertemuan dengan tema Perubahan Sifat Benda.

3) Membuat atau menyusun lembar observasi guru untuk pengamat

(observer).

4) Membuat atau menyusun lembar aktivitas siswa.

5) Membuat media pembelajaran.

6) Menyiapkan lembar kerja untuk kegiatan siswa (LKS dan LKK).

62
7) Mempersiapkan alat evaluasi (lembar evaluasi) untuk mengetahui

sejauh mana keberhasilan siswa dalam menguasai materi yang

diajarkan pada tiap pertemuan.

8) Melakukan koordinasi dengan observer/kepala sekolah dan wali

kelas, baik jadwal dan waktu pelaksanaan.

Tabel 4.1 Tanggal Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus I

No. Hari/ Pertemuan Jumlah Materi Penilaian


Tanggal ke Jam
1. Selasa, 20 1 2 Sifat Benda Tes tertulis
Oktober (Essay)
2023
2. Kamis , 22 2 2 Perubahan Sifat Benda dengan Tes tertulis
Oktober Pemanasan dan (Essay)
2023 Pembakaran
3. Jumat, 23 Evaluasi Siklus I Tes tertulis
Oktober (Essay)
2023

b. Pelaksanaan

1) Siklus I Pertemuan ke 1

Indikator pada pertemuan pertama ini ada 3, yaitu indikator

kognitif yang meliputi indikator produk dan proses. Indikator produk

adalah mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti bentuk, warna,

kelenturan, kekerasan, dan bau. Indikator proses adalah melakukan

indentifikasi sifat benda dengan percobaan. Indikator psikomotorik

adalah melakukan kegiatan percobaan sifat-sifat benda (kertas, karet

gelang, paku, dan tangakai kering). Indikator afektif terdiri dari

perilaku berkarakter dan keterampilan sosial. Indikator perilaku

berkarakter adalah mengembangkan perilaku berkarakter, meliputi:

63
kreatif, rasa ingin tahu, mandiri, dan komunikatif. Indikator

keterampilan sosial adalah mengembangkan keterampilan sosial,

meliputi: bertanya, menjadi pendengar yang baik, komunikasi.

a) Kegiatan awal.

Guru masuk ke dalam ruang kelas V dengan memberi salam,

mengkondisikan siswa baik fisik maupun psikisnya untuk siap

belajar dengan menanyakan kabar dan meminta siswa untuk

menyiapkan perlengkapan belajar. Guru memulai pelajaran

dengan melakukan apersepsi dengan menanyakan benda-benda

yang ada dikelas. Kemudian guru menyampaikan tujuan

pembelajaran kepada siswa yakni siswa dapat

mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti bentuk, warna,

kelenturan, kekerasan, dan bau. Terakhir, guru menyampaikan

uraian singkat tentang materi yang akan dipelajari dan kegiatan

pembelajaran yang akan dilakukan siswa.

b) Kegiatan inti.

Guru menjelaskan materi yang dipelajari, yakni tentang sifat

benda. Penjelasannnya meliputi bentuk, warna, kekerasan,

kelenturan, dan bau suatu benda. Setelah menyampaikan materi

guru membagi siswa dikelas menjadi 5 kelompok. Pembagian

dilakukan secara heterogen. Setelah siswa membentuk kelompok

guru membagikan Lembar Kerja Kelompok (LKK), masing-

masing kelompok mendapat satu LKK. Guru menjelaskan

kegiatan yang akan dilakukan setiap kelompok dan LKK yang

diberikan. Kemudian guru meminta siswa mengambil dan

menyediakan alat dan bahan yang diperlukan untuk percobaan,

yakni kertas, karet gelang, paku, dan tangkai kering. Guru

membimbing siswa dalam melakukan percobaan dan dalam

64
pengerjaan LKK. Setelah kegiatan percobaan dan pengerjaan

LKK selesai, setiap kelompok diminta untuk melakukan

presentasi didepan kelas berdasarkan hasil percobaan dan LKK

yang dikerjakan. Setelah presentasi selesai, guru memberikan

tanggapan terhadap percobaan yang telah dilakukan tiap

kelompok. Guru memberikan penghargaan kelompok sebagai

rangkaian kegiatan terakhir dari kegiatan inti pembelajaran.

c) Kegiatan akhir.

Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Siswa

mengerjakan soal evaluasi berupa soal essay sebanyak 5 soal,

kemudian guru memberikan umpan balik terhadap

pembelajaran yang telah dilakukan. Guru memberikan tindak

lanjut berupa menugaskan siswa untuk mempelajari materi

selanjutnya dan meminta siswa untuk menyiapkan bahan untuk

percobaan selanjutnya. Guru mengakhiri pelajaran dengan

memberikan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada

pertemuan berikutnya.

2) Siklus I Pertemuan ke 2

Indikator pada pertemuan kedua ini ada 3, yaitu indikator kognitif

yang meliputi indikator produk dan proses. Indikator produk adalah

mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti bentuk, warna,

kelenturan, kekerasan, dan bau, sebelum dan sesudah proses

perubahan. Indikator proses adalah melaksanakan percobaan

perubahan sifat benda akibat pemanasan dan pembakaran. Indikator

65
psikomotorik adalah melakukan kegiatan percobaan perubahan sifat

benda dengan pemanasan dan

pembakaran. Indikator afektif terdiri dari perilaku berkarakter dan

keterampilan sosial. Indikator perilaku berkarakter adalah

mengembangkan perilaku berkarakter, meliputi: kreatif, rasa ingin

tahu, mandiri, dan komunikatif. Indikator keterampilan sosial adalah

mengembangkan keterampilan sosial, meliputi: bertanya, menjadi

pendengar yang baik, komunikasi.

a) Kegiatan awal.

Guru masuk ke dalam ruang kelas V dengan memberi salam,

mengkondisikan siswa baik fisik maupun psikisnya untuk siap

belajar dengan menanyakan kabar dan meminta siswa untuk

menyiapkan perlengkapan belajar. Guru memulai pelajaran

dengan melakukan apersepsi dengan menanyakan sifat-sifat

benda-benda yang sudah diuji cobakan pada pertemuan

sebelumnya. Kemudian guru menyampaikan tujuan

pembelajaran kepada siswa yakni siswa dapat mengindentifikasi tentang

sifatbenda, seperti bentuk, warna, kelenturan, kekerasan, dan bau, sebelum dan

sesudah proses perubahan. Terakhir, guru menyampaikan uraian singkat tentang

materi yang akan dipelajari dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan siswa.

b) Kegiatan inti.

Guru menjelaskan materi yang dipelajari, yakni tentang

faktor penyebab perubahan sifat benda. Penjelasannnya meliputi

faktor perubahan sifat benda karena pemanasan dan pembakaran.

Setelah menyampaikan materi guru membagi siswa dikelas

menjadi 5 kelompok. Pembagian dilakukan secara heterogen.

Setelah siswa membentuk kelompok guru membagikan Lembar

Kerja Kelompok (LKK), masing-masing kelompok mendapat satu

66
LKK. Guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan setiap

kelompok dan LKK yang diberikan. Kemudian guru meminta

siswa mengambil dan menyediakan alat dan bahan yang

diperlukan untuk percobaan, yakni kertas, korek api, lilin, dan es.

Guru membimbing siswa dalam melakukan percobaan dan dalam

pengerjaan LKK. Untuk pertemuan kedua ini, kegiatan percobaan

dilakukan diluar kelas. Setelah kegiatan percobaan dan

pengerjaan LKK selesai, setiap kelompok diminta untuk

melakukan presentasi didepan kelas berdasarkan hasil percobaan

dan LKK yang dikerjakan. Setelah presentasi selesai, guru

memberikan tanggapan terhadap percobaan yang telah dilakukan

tiap kelompok. Guru memberikan penghargaan kelompok sebagai

rangkaian kegiatan terakhir dari kegiatan inti pembelajaran.

c) Kegiatan akhir.

Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Siswa

mengerjakan soal evaluasi berupa soal essay sebanyak 5 soal,

kemudian guru memberikan umpan balik terhadap

pembelajaran yang telah dilakukan. Guru memberikan tindak

lanjut berupa menugaskan siswa untuk mempelajari materi

selanjutnya dan meminta siswa untuk menyiapkan bahan untuk

percobaan selanjutnya. Guru mengakhiri pelajaran dengan

memberikan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada

pertemuan berikutnya.

c. Observasi

Observasi yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat

(baik oleh orang lain maupun guru sendiri) yang dilakukan pada waktu

tindakan sedang dilakukan.

67
1) Hasil Observasi Aktivitas Guru

Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I menyimpulkan

kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan sudah berlangsung cukup

efektif. Namun, masih ada beberapa kegiatan/tahapan yang harus

ditingkatkan pada kegiatan inti dan kegiatan penutup.

Tabel 4.2 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus 1

S P Kegiatan Awal Kegiatan Inti Kegiatan Akhir ∑ % Ket


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
P1 Baik
3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 4 3 3 3 2 3 49 72
Ṝ (%) 75 71,8 70
S1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
P2 Baik
3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 4 3 3 3 3 3 50 73,5
Ṝ (%) 75 71,8 75

Keterangan:

S1 = Siklus 1

P1 = Pertemuan ke 1

P2 = Pertemuan ke 2

Kegiatan Awal

1. Menyiapkan kondisi fisik dan psikis siswa untuk belajar.

2. Memberikan apersepsi

3. Menyampaikan kompetensi (tujuan) yang akan dicapai.

4. Menjelaskan materi pelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan.

Kegiatan Inti

5. Memberikan penjelasan materi.

6. Melakukan pembagian kelompok secara heterogen.

7. Memberikan penjelasan kegiatan yang akan dilaksanakan.

8. Membimbing siswa dalam melakukan percobaan.

68
9. Membimbing siswa dalam mengerjakan LKK

10. Melakukan presentasi.

11. Memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi siswa.

12. Memberikan penghargaan kelompok.

Kegiatan Akhir

13. Membuat kesimpulan bersama-sama siswa.

14. Melakukan evaluasi atau penilaian.

15. Melakukan refleksi/umpan balik pembelajaran

16. Memberikan tindak lanjut

17. Menyampaikan rencana pembelajaran berikutnya.

Skor yang diberikan atas pertimbangan:


No Aspek Yang Diamati Nilai Rubrik
1 Menyiapkan kondisi
siswa untuk
fisik 1 Jika guru sama sekali tidak
dan psikis belajar. menyiapkan kondisi fisik dan
psikis siswa untuk belajar

2 Jika guru hanya menyiapkan


kondisi fisik siswa saja (absensi,
memeriksa kelengkapan belajar
seperti buku, alat tulis, dll) tetapi
tidak menyiapkan kondisi psikis
siswa.

3 Jika guru hanya menyiapkan


kondisi psikis siswa saja
(menanyakan kabar, kondisi
kesehatan, menanyakan
kesiapan belajar, memotivasi
siswa, dll

4 Jika guru menyiapkan kondisi


fisik dan psikis siswa.

2 Memberikan apersepsi 1 Tidak memberikan apersepsi


2 Memberikan apersepsi yang
relevan, tapi tidak kontekstual.

69
3 Memberikan apersepsi yang
tidak relevan, tapi kontekstual

4 Memberikan apersepsi yang


relevan dan kontekstual
3 Menyampaikan kompetensi 1 Tidak menyampaikan
(tujuan) yang akan dicapai kompetensi (tujuan) yang akan
dicapai.

2 Menyampaikan sebagian kecil


kompetensi (tujuan) yang akan
dicapai.

3 Menyampaikan sebagian besar


kompetensi (tujuan) yang akan
dicapai

4 Menyampaikan seluruh
kompetensi (tujuan) yang akan
dicapai.

4 Menjelaskan materi 1 Tidak menjelaskan materi


pelajaran dan kegiatan yang pelajaran dan kegiatan yang
akan dilakukan. akan dilakukan.

2 Hanya menjelaskan materi


pelajaran tapi tidak menjelaskan
kegiatan yang akan dilakukan.

3 Tidak menjelaskan materi


pelajaran, tetapi menjelaskan
kegiatan yang akan dilakukan.

4 Menjelaskan materi pelajaran


dan kegiatan yang akan
dilakukan.

5 Memberikan penjelasan 1 Tidak memberikan penjelasan


materi materi

2 Memberikan penjelasan materi


yang sistematis tapi tidak
relevan

3 Memberikan penjelasan materi

70
yang relevan tapi tidak
sistematis
4 Memberikan penjelasan materi
yang relevan dan sistematis

6 Melakukan pembagian 1 Tidak melakukan pembagian


kelompok secara heterogen
kelompok secara heterogen
2 Melakukan pembagian
kelompok secara heterogen, tapi
hanya berdasarkan jenis kelamin
saja.

3 Melakukan pembagian
kelompok secara heterogen, tapi
hanya berdasarkan prestasi saja.

4 Melakukan pembagian
kelompok secara heterogen,
berdasarkan jenis kelamin dan
prestasi.

7 Memberikan penjelasan 1 Tidak memberikan penjelasan


kegiatan yang akan kegiatan yang akan dilaksanakan

dilaksanakan
2 Memberikan penjelasan kegiatan
yang akan dilaksanakan relevan
tapi tidak sistematis

3 Memberikan penjelasan kegiatan


yang akan dilaksanakan tidak
relevan tapi sistematis

4 Memberikan penjelasan kegiatan


yang akan dilaksanakan relevan
dan sistematis.

8 Membimbing siswa dalam 1 Tidak membimbing siswa dalam


melakukan percobaan melakukan percobaan

2 Membimbing siswa dalam

melakukan percobaan, tapi


hanya sebagian kecil kelompok
saja.

71
3 Membimbing sebagian besar
kelompok dalam melakukan
percobaan.

4 Membimbing semua
kelompok/siswa dalam
melakukan percobaan
9 Membimbing siswa dalam 1 Tidak membimbing siswa dalam
mengerjakan LKK mengerjakan LKK.

2 Membimbing siswa dalam


mengerjakan LKK, tapi hanya
sebagian kecil kelompok saja.

3 Membimbing sebagian besar


kelompok dalam mengerjakan
LKK.

4 Membimbing semua
kelompok/siswa dalam
melakukan percobaan
10 Melakukan presentasi. 1 Tidak melakukan presentasi
2 Sebagian kecil kelompok saja
yang melakukan presentasi.

3 Sebagian besar kelompok yang


melakukan presentasi.

4 Semua kelompok melakukan


presentasi
11 Memberikan tanggapan 1 Tidak memberikan tanggapan
terhadap hasil diskusi siswa. terhadap hasil diskusi siswa.

2 Memberikan tanggapan yang


sistematis, tapi tidak relevan.

3 Memberikan tanggapan yang

relevan, tapi tidak sistematis.


4 Memberikan tanggapan yang
sistematis, dan relevan.

12 Memberikan penghargaan 1 Tidak memberikan penghargaan


kelompok. kelompok.

72
2 Hanya memberikan penghargaan
kelompok pada tim terbaik
pertama.

3 Hanya memberikan penghargaan


kelompok pada tim terbaik
pertama dan kedua.

4 Memberikan penghargaan
kelompok kepada 3 kelompok
terbaik.

13 Membuat kesimpulan 1 Tidak membuat kesimpulan.


bersama-sama siswa
2 Hanya guru yang
membuat kesimpulan.

3 Siswa membuat kesimpulan


tanpa dibimbing guru.

4 Guru dan siswa membuat


kesimpulan bersama-sama.

14 Melakukan evaluasi atau 1 Tidak melakukan evaluasi atau


penilaian penilaian.

2 Evaluasi relevan tapi tidak jelas


dan tidak dipahami anak.

3 Evaluasi relevan dan jelas, tapi


tidak dipahami anak.

4 Evaluasi relevan, jelas, dan


dipahami anak.

15 Melakukan refleksi/umpan 1 Melakukan refleksi/umpan balik


balik pembelajaran pembelajaran.

2 Memberikan umpan balik


positif, tapi tidak relevan
3 Memberikan umpan balik
relevan, tapi tidak positif
4 Memberikan umpan balik
relevan dan positif
16 Memberikan tindak lanjut 1 Tidak memberikan lanjut

73
2 Memberikan tindak lanjut berupa
PR yang relevan tapi tidak jelas
dan tidak dipahami anak.

3 Memberikan tindak lanjut berupa


PR yang relevan dan jelas, tapi
tidak dipahami anak.

4 Memberikan tindak lanjut berupa


PR yang relevan, jelas, dan
dipahami anak.

17 Menyampaikan rencana 1 Tidak menyampaikan rencana


pembelajaran berikutnya.
pembelajaran berikutnya
2 Hanya menyampaikan judul
materi berikutnya yang akan
dipelajari.

3 Menyampaikan materi dan


kisikisi pelajaran yang akan
dipelajari berikutnya.

4 Menyampaikan materi, kisi-kisi


pelajaran yang akan dipelajari
berikutnya dan kegiatan yang
akan dilakukan.

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa aktivitas guru pada

pertemuan ke 1, kegiatan awal memperoleh persentase 75%,

kegiatan inti sebesar 71,8%, dan kegiatan akhir memperoleh

persentase 70% dan secara keseluruhan persentase kegiatan

pembelajaran pada pertemuan 1 ini adalah 72%. Sedangkan pada

pertemuan ke 2 dapat dilihat bahwa persentase pada kegiatan awal

dan kegiatan inti tidak mengalami peningkatan yakni masih 75% dan

71,8%. Sedangkan pada kegiatan penutup mengalami peningkatan

sebanyak 5% menjadi 75%. Sehingga secara

74
keseluruhan aktivitas guru pada kegiatan pembelajaran pertemuan

kedua ini adalah 73,5%. Secara keseluruhan aktivitas guru dalam

kegiatan pembelajaran baik pada pertemuan pertama maupun kedua

sudah mencapai indikator keberhasilan aktivitas guru yang

ditetapkan peneliti yakni 70,00%. Namun, pada bagian-bagian

tertentu harus ditingkatkan seperti pada pertemuan pertama yakni

pembagian kelompok secara heterogen, karena jumlah siswa lakilaki

lebih sedikit dari siswa perempuan, sehingga ada kelompok yang

seluruh anggotanya perempuan. Kemudian, setelah presentasi guru

memberikan tanggapan atas hasil percobaan siswa. Berdasarkan

hasil pengamatan observer tanggapan yang diberikan oleh peneliti

masih kurang relevan. Karena pengelolaan waktu yang kurang

efektif, kegiatan memberikan tindak lanjut menjadi tidak optimal.

Pada pertemuan kedua, pada kegiatan pembagian kelompok secara

heterogen dan pemberian tanggapan masih perlu ditingkatkan Oleh

karena itu, perlu diperbaiki dan ditingkatkan lagi pada siklus

berikutnya agar dapat mencapai indikator yang ditetapkan dan

kegiatan pembelajaran yang direncanakan dapat berlangsung

optimal.

100.00 100.00
% %
90.00 90.00 75.00% %75
71.80 73.50
% %
K. Awal
% 75.00% % 72.00% % K. Awal
71.80 75%
80.00 80.00
% %
70.00 K. Inti 70.00 K. Inti
% %
60.00 60.00
% % K. Akhir
K. Akhir
50.00 50.00
% % Total
40.00% 40.00% Pertemuan 2
Total Pembelajaran
30.00% 30.00%
Pertemuan 1 Pembelajaran
20.00% 20.00%
10.00% 10.00%
0.00% 0.00%
Gambar 4.1. Perbandingan Aktivitas Guru Pada Tiap Pertemuan Siklus I

75
2) Observasi Aktivitas Siswa

Hasil pengamatan dapat kita lihat melalui lembar observasi

aktivitas siswa siklus I pertemuan pertama dan pertemuan kedua.

Aktivitas siswa yang di observasi adalah kegiatan siswa dalam

berkelompok dan diamati sendiri oleh peneliti. Berikut adalah tabel

perbandingan aktivitas siswa pada sikus I.

76
Tabel 4.3 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus
I
E
S P A B C D

Kelom 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 23 4
pok
P1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 4 44 4

P2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 2 2 3 2 4 44 4
S1

Ṝ (%) 1 1 100 1 1 1 1 1 1 1 8 6 62, 87, 6 62, 50 50 62, 50 10 1 1 100


0 00 00 00 00 00 00 00 00 7, 2, 5 5 2, 5 5 0 00
0 5 5 5 00

Keterangan :

A = Mengambil atau menyediakan alat dan bahan yang diperlukan.

1 = Tidak mengambil atau menyediakan alat dan bahan yang diperlukan

2 = Mengambil tetapi tidak menyediakan alat dan bahan yang diperlukan

3 = Tidak mengambil tetapi menyediakan alat dan bahan yang diperlukan

4 = Mengambil dan menyediakan alat dan bahan yang diperlukan

86
B = Mengamati sifat benda yang di uji coba.

1 = Tidak mengamati sifat benda yang diuji coba

2 = Hanya mengamati satu benda yang diuji coba

3 = Mengamati 2-3 benda yang diuji coba

4 = Mengamati semua benda yang diuji coba

C = Melakukan uji coba sifat benda.

1 = Tidak melakukan uji coba terhadap sifat benda

2 = Melakukan uji coba terhadap 1-2 sifat benda saja

3 = Melakukan uji coba terhadap 3-4 sifat benda

4 = Melakukan uji coba terhadap semua sifat benda

D = Membuat kesimpulan berdasarkan percobaan

1 = Tidak membuat kesimpulan

2 = Sebagian kecil anggota kelompok yang membuat

kesimpulan

3 = Sebagian besar anggota kelompok yang membuat

kesimpulan

4 = Semua anggota kelompok membuat kesimpulan

E = Melakukan presentasi

1 = Tidak melakukan presentasi

2 = Sebagian kecil anggota kelompok melakukan presentasi

3 = Sebagian besar anggota kelompok melakukan presentasi

4 = Seluruh anggota kelompok melakukan presentasi

Berdasarkan tabel perbandingan aktivitas siswa pada siklus I,

setiap kelompok menunjukkan hasil yang memuaskan pada beberapa

aspek yang dinilai. Namun, ada beberapa aspek yang harus

ditingkatkan, yakni aspek melakukan uji coba sifat benda dan

78
membuat kesimpulan. Pada aspek melakukan uji coba sifat benda,

ada beberapa kelompok yang hanya melakukan uji coba pada

beberapa benda saja (tidak keseluruhan benda). Hal ini mungkin

disebabkan karena anak merasa sudah mengenal bendabenda

tersebut sehingga tidak perlu melakukan uji coba. Hal ini terlihat

pada kelompok 2, kelompok 3, dan kelompok 5 yang hanya

mendapat rata-rata nilai persentase 62,5% pada aspek tersebut.

Sedangkan pada aspek membuat kesimpulan yang merupakan salah

satu aspek vital dalam pendekatan kontekstual tipe inkuiri justru

mendapatkan hasil yang kurang memuaskan, seluruh kelompok

belum mencapai indikator yang ditetapkan yakni 70%. Rata-rata

persentase untuk aspek ini hanya berkisar antara 50%-62,5% saja.

Hal ini mungkin disebabkan karena masing-masing kelompok hanya

mempercayakan pembuatan kesimpulan hanya pada satu atau dua

orang saja dan bahkan ada kelompok yang sebagian besar

anggotanya masih asyik melakukan percobaan sedangkan teman

yang lain membuat kesimpulan, padahal waktu untuk melakukan

percobaan. Akan tetapi secara keseluruhan untuk aktivitas siswa

pada pertemuan pertama dan kedua siklus 1 sudah menunjukkan

hasil yang memuaskan. Pada pertemuan pertama rata-rata aktivitas

siswa mencapai 82%, sedangkan pada pertemuan kedua meningkat

menjadi 89%. Hal ini dsebabkan karena 3 aspek lainnya memperoleh

rata-rata persentase yang tinggi yakni 100%.

Berikut data pada tabel 4.3 disajikan dalam bentuk grafik.

79
100.00%
90.00%
80.00%
70.00%
60.00% A

50.00% B

40.00% C

30.00% D

20.00% E

10.00%
0.00%
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5

Gambar 4.2 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus 1

Keterangan :

A = Mengambil atau menyediakan alat dan bahan yang

diperlukan.

B = Mengamati sifat benda yang di uji coba.

C = Melakukan uji coba sifat benda.

D = Membuat kesimpulan.

E = Melakukan presentasi.

Observasi pada hasil belajar kelompok siklus I pertemuan ke

1 dan pertemuan ke 2 dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4. Distribusi Nilai Hasil Belajar Kelompok Siklus I

Kelompok
Siklus Pertemuan
1 2 3 4 5

1 100 90 70 100 70
S1
2 80 70 70 100 60

Rata-Rata 90 80 70 100 65

80
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat, nilai-nilai yang didapatkan

setiap kelompok bervariasi. Hal ini disebabkan karena peneliti

mengacak anggota kelompok setiap pertemuan dengan tujuan agar

anak dapat belajar bekerjasama dengan seluruh siswa dikelas. Selain

itu, kegiatan percobaan yang dilakukan juga bervariasi mulai dari

tingkat yang sederhana dan mudah pada pertemuan pertama

kemudian meningkat pada percobaan yang cukup sulit dan kompleks

pada pertemuan kedua. Nilai-nilai tersebut diperoleh dari nilai LKK

yang dikerjakan siswa secara berkelompok. Data pada tabel 4.4

dapat digambarkan dalam

bentuk grafik berikut ini.

100 100100
100 90
90 80
80 70 70 70 70
70 60
60
50 Pertemuan 1
40
30 Pertemuan 2
20
10
0
Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok
1 2 3 4 5

Gambar 4.3 Hasil Belajar Kelompok Siklus I

3) Observasi Hasil Belajar Siswa

Data hasil belajar siswa diperoleh dari evaluasi yang dilakukan

setiap akhir pertemuan, ditambah dengan evaluasi yang dilakukan

pada akhir siklus I. Evaluasi yang dilakukan berbentuk soal essay

81
dan isian sebanyak 5 butir soal yang mencakup tujuan pembelajaran

tiap kali pertemuan. Kemudian untuk evaluasi siklus I mencakup

soal pada pertemuan 1 dan pertemuan 2. Untuk evaluasi siklus 1 juga

berjumlah 5 soal essay dan isian. Berikut data hasil belajar siswa

pada pertemuan pertama, pertemuan kedua, dan evaluasi siklus I

yang didistribusikan kedalam bentuk tabel.

Tabel 4.5. Distribusi Nilai Hasil Belajar Individu Siklus 1


Pertemuan 1 Pertemuan 2 Evaluasi Siklus I
No Nilai Keterangan
F (%) F (%) F (%)
1. 100 0 0 2 7.7 1 3.85 Tuntas
2. 95 0 0 0 0 0 0 Tuntas
3. 90 1 3.85 4 15.4 6 23.1 Tuntas
4. 85 0 0 3 11.55 2 7.7 Tuntas
5. 80 1 3.85 1 3.85 5 19.23 Tuntas
6. 75 1 3.85 0 0 2 7.7 Tuntas
7. 70 6 23 4 15.4 2 7.7 Tuntas
8. 65 3 11.55 2 7.7 5 19.23 Belum
9. 60 0 0 1 3.85 3 11.55 Belum
10. 55 4 15.40 1 3.85 0 0 Belum
11. 50 0 0 2 7.7 0 0 Belum
12. 45 1 3.85 0 0 0 0 Belum
13. 40 1 3.85 5 19.23 0 0 Belum
14. 35 2 7.70 0 0 0 0 Belum
15. 30 3 11.55 0 0 0 0 Belum
16. 25 1 3.85 1 3.85 0 0 Belum
17. 20 0 0 0 0 0 0 Belum
18. 15 2 7.70 0 0 0 0 Belum
Jumlah 26 100 26 100 26 100
Rata-rata 53,07 67,11 77,11
Ketuntasan
34,61% 53,84% 69,23%
Individual
Ketuntasan
11,53% 38,46% 61,53%
Klasikal

82
Berdasarkan tabel 4.5, pada pertemuan pertama hanya 9 siswa

yang berhasil mencapai ketuntasan individual (≥70) atau sekitar

34,61% dan masih ada 17 siswa yang belum mencapai ketuntasan

individual. Adapun ketuntasan klasikal pada pertemuan pertama ini

hanya mencapai 11,53% atau hanya 3 siswa saja yang mencapai

ketuntasan klasikal (≥75). Rata-rata kelas yang diperoleh pada

pertemuan pertama ini adalah 53,07.

Sehingga dapat disimpulkan hasil belajar siswa pada pertemuan

pertama ini masih belum mencapai indikator keberhasilan yang

ditetapkan peneliti secara klasikal yakni 80% siswa mendapatnilai 75.

Pada pertemuan kedua, jumlah siswa yang mencapai ketuntasan

individual mengalami peningkatan. Jika pada pertemuan pertama

ketuntasan individual hanya mencapai

34,61% (9 siswa), maka pada pertemuan kedua ini naik mencapai

53,84% (14 siswa). Peningkatan juga terjadi pada ketuntasan

klasikal, yakni dari 11,53% naik menjadi 38,46% (10 siswa). Rata-

rata kelas pun mengalami peningkatan yakni dari 53,07 menjadi

67,11 atau naik sebanyak 14,04. Namun, hasil belajar pada

pertemuan kedua ini tetap masih belum mencapai indikator

keberhasilan yang ditetapkan peneliti yakni 80% siswa mendapat

nilai ≥75.

Pada akhir siklus I, juga dilaksanakan evaluasi akhir siklus I

yang mencakup materi pada pertemuan pertama dan pertemuan

kedua. Dapat dilihat pada tabel 4.5, terdapat peningkatanpeningkatan

yang cukup signifikan. Ketuntasan individual naik menjadi 69,23%

atau 18 siswa. Ketuntasan klasikal pun naik menjadi 61,53% atau 16

siswa. Rata-rata kelas juga mengalami peningkatan menjadi 77,11.

Sehingga dapat disimpulkan hasil belajar pada evaluasi akhir siklus I

83
ini mengalami peningkatan dari sebelumnya. Namun, peningkatan

tersebut masih belum mencapai indikator keberhasilan yang

ditetapkan peneliti yakni

80% siswa mendapat nilai ≥75.

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dibuat tabel ketuntasan klasikal

siswa berdasarkan indikator yang ditetapkan yakni 80% siswa

mendapat nilai 75.

Tabel 4.6 Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus 1


Pertemuan 1 Pertemuan 2 Evaluasi S1
Nilai Ket
F % F % F %
≥75 3 11,53 10 38,46 16 61,54 Tuntas
<75 23 88,47 16 61,54 10 38,46 Tidak Tuntas

Dilihat dari tabel 4.6, ketuntasan klasikal masih belum

memenuhi indikator yang ditetapkan peneliti, baik pada pertemuan

pertama, pertemuan kedua, dan evaluasi siklus I. Dimana indikator

keberhasilan yang ditetapkan peneliti untuk ketuntasan klasikal

adalah 80% siswa mendapatkan nilai 75.

Berikut ini dibuat diagram nilai ketuntasan secara klasikal siklus


I adalah sebagai berikut :
Pertemuan 2 Siklus I
Pertemuan 1 Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tidak Tuntas

Tuntas Tidak Tuntas

12% 38% 38%


62% 62%

88%

Gambar 4.4 Persentasi Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus I

d. Refleksi

Berdasarkan hasil pengamatan melalui observasi kegiatan

84
pembelajaran dan kegiatan siswa serta nilai hasil belajar pada siklus I,

maka dapatlah direfleksikan hal-hal sebagai berikut:

1) Aktivitas Guru

Secara keseluruhan aktivitas guru pada siklus 1 baik pada

pertemuan pertama dan pertemuan kedua sudah berjalan dengan

baik. Hal ini terlihat dari semua aktivitas yang direncanakan sudah

terlaksana. Namun, pada beberapa aktivitas masih perlu ditingkatkan

lagi, diantaranya adalah pembagian kelompok secara heterogen.

Perbandingan jumlah siswa laki-laki dan siswa perempuan yang

sangat jauh, yakni 8 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan,

sehingga peneliti kesulitan untuk melakukan pembentukan kelompok

yang heterogen berdasarkan jenis kelamin, sehingga ada satu

kelompok yang anggotanya seluruhnya perempuan. Selain

pembagian kelompok yanag kurang heterogen, pemberian tanggapan

terhadap hasil presentasi siswa juga perlu ditingkatkan, karena

berdasarkan pengamatan observer, tanggapan yang diberikan oleh

peneliti masih kurang relevan meskipun sudah sistematis. Hal ini

mungkin disebabkan karena tanggapan yang diberikan peneliti

terkesan seadanya yang disebabkan karena keterbatasan waktu.

Semestinya setiap kelompok yang melakukan presentasi peneliti

memberikan tanggapan terhadap presentasi siswa, sehingga terjadi

komunikasi dua arah yakni antara kelompok siswa dengan guru. Hal

tersebut diataslah yang terjadi pada pertemuan pertama dan

pertemuan kedua. Tambahan untuk pertemuan pertama adalah

pemberian tindak lanjut, yang menurut penilaian observer pemberian

tindak lanjut yang dilakuan peneliti masih kurang, karena tindak

lanjut yang diberikan kepada anak masih kurang bisa dipahami. Hal-

hal tersebut diatas akan menjadi bahan perbaikan pada siklus kedua.

85
2) Aktivitas Siswa

Baik pada pertemuan pertama maupun kedua, aspek

melakukan uji coba sifat benda dan membuat kesimpulan adalah

aspek yang perlu ditingkatkan lagi, terutama aspek membuat

kesimpulan. Dua aspek ini saling berkaitan, ketika siswa melakukan

uji coba, mereka akan menemukan sesuatu, dan akhirnya mereka

membuat suatu kesimpulan terhadap sesuatu dari hasil uji coba

mereka. Akan tetapi, justru dua aspek yang merupakan inti dari

inkuiri ini yang masih perlu ditingkatkan, karena persentasenya

kurang dari yang diharapkan. Untuk aspek uji coba sifat benda

penyebab kurangnya persentase keaktifan siswa karena uji coba yang

dilakukan cukup sederhana dan sudah sering mereka temui. Khusus

untuk membuat kesimpulan, hal ini lebih dikarenakan kurangnya

kerjasama antar siswa. Untuk pembuatan kesimpulan, setiap

kelompok cenderung hanya mempercayakannya pada satu atau dua

orang saja. Sehingga diperlukan sesuatu untuk merangsang atau

memotivasi anak untuk membuat kesimpulan masing-masing. Hal

inilah yang harus diperbaiki dan ditingkatkan oleh peneliti pada

pertemauan

selanjutnya (siklus 2).

3) Hasil Belajar

Hasil belajar siswa pada pertemuan pertama masih belum

memuaskan dan masih belum mencapai indikator ketuntasan yang

ditetapkan baik secara individual maupun klasikal. Secara individual

hanya 9 siswa (34,61%) yang mencapai indikator yang ditetapkan (

70). Secara klasikal, ketuntasan yang diperoleh hanya 11,54% atau

86
hanya 3 orang saja yang dapat mencapai ketuntasan secara klasikal.

Hal ini sangat jauh dari indikator keberhasilan yang ditetapkan

peneliti, yakni 80%. Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah

konsentrasi siswa yang sudah mulai menurun dan pengelolaan waktu

yang masih kurang dari guru sehingga waktu yang digunakan siswa

untuk mengerjakan

evaluasi terbatas. Selain itu, ada 2 butir soal evaluasi yang lebih dari

90% siswa tidak dapat menjawabnya atau salah, yakni soal nomor 5.

Soal tersebut terdiri lagi dari 5 butir soal yang berkaitan dengan

sifat-sifat benda. Kebanyakan siswa hanya menjawab satu butir saja

atau bahkan tidak menjawab sama sekali. Hal ini mungkin

disebabkan karena siswa yang kurang memahami maksud soal yang

diberikan. Secara keseluruhan hasil belajar siswa pada pertemuan

kedua mengalami peningkatan. Nilai ratarata kelas pada pertemuan

pertama 53,07 menjadi 67,11. Namun, masih jauh dari standar

ketuntasan yang ditetapkan oleh peneliti. Ketuntasan individual

hanya mencapai 53,84%, sedangkan ketuntasan klasikalnya hanya

mencapai 38,46%. Adapun soal yang tidak dapat dikerjakan siswa

dengan benar bervariasi, sehingga tidak mutlak hanya pada satu soal

saja. Sama pada pertemuan pertama, pengelolaan waktu yang kurang

efektif oleh peneliti menyebabkan siswa tergesa-gesa dalam

mengerjakan soal evaluasi. Hal ini terlihat ketika siswa mengerjakan

soal evaluasi siklus I, dimana peneliti menyediakan waktu yang lebih

banyak, nilai rata-rata yang diperoleh siswa meningkat menjadi

77,11 dengan ketuntasan individual 69,23% dan ketuntasan klasikal

61,53%. Sama seperti pertemuan kedua, soal yang tidak bisa

dikerjakan siswa dengan benar bervariasi, sehingga tidak mutlak

hanya pada satu atau dua soal saja.

87
Berdasarkan temuan-temuan pada kegiatan pelaksanaan yang

dijabarkan pada refleksi, maka perlu dilaksanakan siklus ke-2. Adapun

tindakan-tindakan yang akan dilakukan peneliti pada siklus ke-2 adalah

sebagai berikut:

1) Memperbaiki teknik pembagaian kelompok, agar kelompok yang

terbentuk benar-benar heterogen yakni dengan cara membagi

terlebih dahulu siswa yang ada dikelas.

2) Memberikan motivasi lebih banyak dan memperbaiki pengelolaan

waktu, sehingga setiap kegiatan baik pada aspek guru, aspek siswa,

dan hasil belajar dapat dilaksanakan dengan baik.

3) Memperbaiki sistem kerja kelompok agar setiap anak dapat membuat

kesimpulan sistem masing-masing. Berdasarkan saran dari observer,

lembar kerja kelompok (LKK) jangan hanya satu saja setiap

kelompok, akan tetapi diberikan masing-masing kepada siswa,

sehingga setiap siswa memiliki pegangan dan tanggung jawab

terhadap lembar kerja kelompoknya meskipun dikerjakan secara

bersama-sama.

4) Memperbaiki soal-soal evaluasi dengan cara menyesuaikan

dengan karakteristik berpikir siswa.

2. Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus II

a. Perencanaan

Pelaksanaan tindakan kelas siklus II ini dilaksanakan dalam dua kali

pertemuan dan dilaksanakan dikelas V SDN 65 Lebong dengan

menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri. Adapun kegiatan

tersebut dengan perencanaan terlebih dahulu sebelum melaksanakan

pembelajaran:

1) Membuat skenario pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah

88
Pendekatan Contextual Teaching and Learning/ CTL.

2) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk 2 kali

pertemuan dengan tema Perubahan Sifat Benda.

3) Membuat atau menyusun lembar observasi guru untuk pengamat

(observer).

4) Membuat atau menyusun lembar aktivitas siswa.

5) Membuat media pembelajaran.

6) Menyiapkan lembar kerja untuk kegiatan siswa (LKS dan LKK).

7) Mempersiapkan alat evaluasi (lembar evaluasi) untuk mengetahui

sejauh mana keberhasilan siswa dalam menguasai materi yang

diajarkan pada tiap pertemuan.

8) Melakukan koordinasi dengan observer/kepala sekolah dan wali

kelas, baik jadwal dan waktu pelaksanaan.

Tabel 4.7 Tanggal Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus II

No. Hari/ Pertemuan Jumlah Materi Penilaian


Tanggal ke Jam
1. Selasa, 2 1 2 Perubahan Sifat Benda dengan Tes tertulis
Nopember Pencampuran dengan air dan (Essay)
Pembusukan
2023
2. Kamis , 5 2 2 Perubahan Sifat Benda yang Tes tertulis
Nopember bersifat sementara (dapat (Essay)
2023 balik) dan bersifat tetap
(tidak dapat balik)
3. Jumat, 6 Evaluasi Siklus I Tes tertulis
Nopember (Essay)
2023

89
b. Pelaksanaan

1) Siklus II Pertemuan ke 1

Indikator pada pertemuan pertama ini ada 3, yaitu indikator

kognitif yang meliputi indikator produk dan proses. Indikator produk

adalah mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti bentuk, warna,

kelenturan, kekerasan, dan bau, sebelum dan sesudah mengalami

proses perubahan. Indikator proses adalah melaksanakan percobaan

perubahan sifat benda akibat pencampuran dengan air dan

pembusukan. Indikator psikomotorik adalah melakukan kegiatan

percobaan perubahan sifat benda dengan pencampuran dengan air

dan pembusukan. Indikator afektif terdiri dari perilaku berkarakter

dan keterampilan sosial. Indikator perilaku berkarakter adalah

mengembangkan perilaku berkarakter, meliputi: kreatif, rasa ingin

tahu, mandiri, dan komunikatif. Indikator keterampilan sosial adalah

mengembangkan keterampilan sosial, meliputi: bertanya, menjadi

pendengar yang baik, komunikasi.

a) Kegiatan Awal

Guru masuk ke dalam ruang kelas V dengan memberi salam,

mengkondisikan siswa baik fisik maupun psikisnya untuk siap

belajar dengan menanyakan kabar dan meminta siswa untuk

menyiapkan perlengkapan belajar. Guru memulai pelajaran

dengan melakukan apersepsi dengan menanyakan faktor

perubahan sifat benda yang sudah diuji cobakan sebelumnya

yakni pemanasan dan pembakaran. Kemudian guru

menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa yakni siswa

dapat mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti bentuk,

warna, kelenturan, kekerasan, dan bau, sebelum dan sesudah

proses perubahan. Terakhir, guru menyampaikan uraian singkat

90
tentang materi yang akan dipelajari dan kegiatan pembelajaran

yang akan dilakukan siswa.

b) Kegiatan inti.

Guru menjelaskan materi yang dipelajari, yakni tentang

faktor penyebab perubahan sifat benda. Penjelasannnya meliputi

faktor perubahan sifat benda karena pencampuran dengan air dan

pembusukan serta tambahan penjelasan mengenai perkaratan.

Setelah menyampaikan materi guru membagi siswa dikelas

menjadi 5 kelompok. Pembagian dilakukan secara heterogen.

Setelah siswa membentuk kelompok guru membagikan Lembar

Kerja Kelompok (LKK), masing-masing orang mendapatkan satu

LKK, tapi tetap dikerjakan secara bersama-sama. Guru

menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan setiap kelompok dan

LKK yang diberikan. Kemudian guru meminta siswa mengambil

dan menyediakan alat dan bahan yang diperlukan untuk

percobaan, yakni wadah, pengaduk, semen putih, tepung, dan air.

Sebelumnya, peneliti sudah melakukan kegiatan pra penelitian,

yakni meminta siswa untuk membawa pisang pada hari Kamis

tanggal 3 Nopember 2023. Siswa diminta mengamati dan

mengindentifikasi sifat-sifat pisang tersebut. Sehingga ketika

percobaan dikelas pisang tersebut sudah mengalami pembusukan.

Guru membimbing siswa dalam melakukan percobaan dan dalam

pengerjaan LKK. Untuk pertemuan pertama ini, kegiatan

percobaan dilakukan di dalam dan diluar kelas. Setelah kegiatan

percobaan dan pengerjaan LKK selesai, setiap kelompok diminta

untuk melakukan presentasi didepan kelas berdasarkan hasil

percobaan dan LKK yang dikerjakan. Setelah presentasi selesai,

guru memberikan tanggapan terhadap percobaan yang telah

91
dilakukan tiap kelompok. Guru memberikan penghargaan

kelompok sebagai rangkaian

kegiatan terakhir dari kegiatan inti pembelajaran.

c) Kegiatan akhir.

Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Siswa

mengerjakan soal evaluasi berupa soal essay sebanyak 5 soal,

kemudian guru memberikan umpan balik terhadap

pembelajaran yang telah dilakukan. Guru memberikan tindak

lanjut berupa menugaskan siswa untuk mempelajari materi

selanjutnya dan meminta siswa untuk menyiapkan bahan untuk

percobaan selanjutnya. Guru mengakhiri pelajaran dengan

memberikan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada

pertemuan berikutnya.

2) Siklus II Pertemuan ke 2

Indikator pada pertemuan pertama ini ada 3, yaitu indikator

kognitif yang meliputi indikator produk dan proses. Indikator produk

adalah mengindentifikasi perubahan sifat benda yang bersifat

sementara dan tetap. Indikator proses adalah melaksanakan

percobaan untuk mengamati perubahan benda yang bersifat

sementara dan tetap. Indikator psikomotorik adalah melakukan

kegiatan percobaan perubahan sifat benda yang

bersifat sementara dan tetap. Indikator afektif terdiri dari perilaku

berkarakter dan keterampilan sosial. Indikator perilaku berkarakter

adalah mengembangkan perilaku berkarakter, meliputi: kreatif, rasa

ingin tahu, mandiri, dan komunikatif. Indikator keterampilan sosial

adalah mengembangkan

92
keterampilan sosial, meliputi: bertanya, menjadi pendengar yang

baik, komunikasi.

a) Kegiatan Awal

Guru masuk ke dalam ruang kelas V dengan memberi salam,

mengkondisikan siswa baik fisik maupun psikisnya untuk siap

belajar dengan menanyakan kabar dan meminta siswa untuk

menyiapkan perlengkapan belajar. Guru memulai pelajaran

dengan melakukan apersepsi dengan menanyakan faktor

perubahan sifat benda yang sudah diuji cobakan sebelumnya

yakni pemanasan, pembakaran, pencam,puran dengan air, dan

pembusukan. Kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran

kepada siswa yakni siswa dapat mengindentifikasi perubahan sifat

benda yang bersifat sementara dan tetap. Terakhir, guru

menyampaikan uraian singkat tentang materi yang akan dipelajari

dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan siswa.

b) Kegiatan inti.

Guru menjelaskan materi yang dipelajari, yakni tentang

perubahan sifat benda yang bersifat sementara dan bersifat tetap.

Penjelasannnya meliputi pengertian perubahan sifat benda yang

bersifat sementara beserta contoh dan faktor penyebabnya dan

pengertian perubahan sifat benda yang bersifat tetap beserta

contoh dan faktor penyebabnya. Peneliti juga menekankan

perbedaan antara perubahan sifat benda dengan perubahan wujud

benda. Setelah menyampaikan materi guru membagi siswa

dikelas menjadi 5 kelompok. Pembagian dilakukan secara

heterogen. Setelah siswa membentuk kelompok guru membagikan

Lembar Kerja Kelompok (LKK), masing-masing orang

mendapatkan satu LKK, tapi tetap dikerjakan secara bersama-

93
sama. Guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan setiap

kelompok dan LKK yang diberikan. Kemudian guru meminta

siswa mengambil dan menyediakan alat dan bahan yang

diperlukan untuk percobaan, yakni lilin, korek api dan tempat

untuk meletakkan lilin. Guru membimbing siswa dalam

melakukan percobaan dan dalam pengerjaan LKK. Untuk

pertemuan pertama ini, kegiatan percobaan dilakukan di dalam

dan diluar kelas. Setelah kegiatan percobaan dan pengerjaan LKK

selesai, setiap kelompok diminta untuk melakukan presentasi

didepan kelas berdasarkan hasil percobaan dan LKK yang

dikerjakan. Setelah presentasi selesai, guru memberikan

tanggapan terhadap percobaan yang telah dilakukan tiap

kelompok. Guru memberikan penghargaan kelompok sebagai

rangkaian

kegiatan terakhir dari kegiatan inti pembelajaran.

c) Kegiatan akhir.

Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Siswa

mengerjakan soal evaluasi berupa soal essay sebanyak 5 soal,

kemudian guru memberikan umpan balik terhadap

pembelajaran yang telah dilakukan. Guru memberikan tindak

lanjut berupa menugaskan siswa untuk mengerjakan soal latihan

yang ada dibuku LKS siswa. Guru mengakhiri pelajaran dan

mengingatkan siswa untuk belajar lagi dirumah untuk

menghadapi Ulangan Akhir Semester.

c. Observasi

94
Observasi yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat

(baik oleh orang lain maupun guru sendiri) yang dilakukan pada waktu

tindakan sedang dilakukan.

1) Hasil Observasi Aktivitas Guru

Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I menyimpulkan

kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan sudah berlangsung cukup

efektif. Namun, masih ada beberapa kegiatan/tahapan yang harus

ditingkatkan pada kegiatan inti dan kegiatan penutup.

Tabel 4.8 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus 2

S P Kegiatan Awal Kegiatan Inti Kegiatan Akhir ∑ % Ket


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
P1 Baik
3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 53 77,94
Ṝ (%) 81,25 78,12 75
S2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Sangat
P2 Baik
4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 66 97,05
Ṝ (%) 93,75 100 95

Keterangan:

S1 = Siklus 2

P1 = Pertemuan ke 1

P2 = Pertemuan ke 2

Kegiatan Awal

1. Menyiapkan kondisi fisik dan psikis siswa untuk belajar.

2. Memberikan apersepsi

3. Menyampaikan kompetensi (tujuan) yang akan dicapai.

4. Menjelaskan materi pelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan.

Kegiatan Inti

5. Memberikan penjelasan materi.

95
6. Melakukan pembagian kelompok secara heterogen.

7. Memberikan penjelasan kegiatan yang akan dilaksanakan.

8. Membimbing siswa dalam melakukan percobaan.


9. Membimbing siswa dalam mengerjakan LKK

10. Melakukan presentasi.

11. Memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi siswa.

12. Memberikan penghargaan kelompok.

Kegiatan Akhir

13. Membuat kesimpulan bersama-sama siswa.

14. Melakukan evaluasi atau penilaian.

15. Melakukan refleksi/umpan balik pembelajaran

16. Memberikan tindak lanjut

17. Menyampaikan rencana pembelajaran berikutnya.

Skor yang diberikan atas pertimbangan:


No Aspek Yang Diamati Nilai Rubrik
1 Menyiapkan kondisi
siswa untuk
fisik 1 Jika guru sama sekali tidak
dan psikis belajar. menyiapkan kondisi fisik dan
psikis siswa untuk belajar

2 Jika guru hanya menyiapkan


kondisi fisik siswa saja (absensi,
memeriksa kelengkapan belajar
seperti buku, alat tulis, dll) tetapi
tidak menyiapkan kondisi psikis
siswa.

3 Jika guru hanya menyiapkan


kondisi psikis siswa saja
(menanyakan kabar, kondisi
kesehatan, menanyakan
kesiapan belajar, memotivasi
siswa, dll

4 Jika guru menyiapkan kondisi


fisik dan psikis siswa.

2 Memberikan apersepsi 1 Tidak memberikan apersepsi

96
2 Memberikan apersepsi yang
relevan, tapi tidak kontekstual.

3 Memberikan apersepsi yang


tidak relevan, tapi kontekstual
4 Memberikan apersepsi yang
relevan dan kontekstual
3 Menyampaikan kompetensi 1 Tidak menyampaikan
(tujuan) yang akan dicapai kompetensi (tujuan) yang akan
dicapai.

2 Menyampaikan sebagian kecil


kompetensi (tujuan) yang akan
dicapai.

3 Menyampaikan sebagian besar


kompetensi (tujuan) yang akan
dicapai

4 Menyampaikan seluruh
kompetensi (tujuan) yang akan
dicapai.

4 Menjelaskan materi 1 Tidak menjelaskan materi


pelajaran dan kegiatan yang pelajaran dan kegiatan yang
akan dilakukan. akan dilakukan.

2 Hanya menjelaskan materi


pelajaran tapi tidak menjelaskan
kegiatan yang akan dilakukan.

3 Tidak menjelaskan materi


pelajaran, tetapi menjelaskan
kegiatan yang akan dilakukan.

4 Menjelaskan materi pelajaran


dan kegiatan yang akan
dilakukan.

5 Memberikan penjelasan 1 Tidak memberikan penjelasan

materi materi
2 Memberikan penjelasan materi
yang sistematis tapi tidak
relevan

97
3 Memberikan penjelasan materi
yang relevan tapi tidak
sistematis
4 Memberikan penjelasan materi
yang relevan dan sistematis

6 Melakukan pembagian 1 Tidak melakukan pembagian


kelompok secara heterogen kelompok secara heterogen

2 Melakukan pembagian
kelompok secara heterogen, tapi
hanya berdasarkan jenis kelamin
saja.

3 Melakukan pembagian
kelompok secara heterogen, tapi
hanya berdasarkan prestasi saja.

4 Melakukan pembagian
kelompok secara heterogen,
berdasarkan jenis kelamin dan
prestasi.

7 Memberikan penjelasan 1 Tidak memberikan penjelasan


kegiatan yang akan kegiatan yang akan dilaksanakan

dilaksanakan
2 Memberikan penjelasan kegiatan
yang akan dilaksanakan relevan
tapi tidak sistematis

3 Memberikan penjelasan kegiatan


yang akan dilaksanakan tidak
relevan tapi sistematis

4 Memberikan penjelasan kegiatan

yang akan dilaksanakan relevan


dan sistematis.

8 Membimbing siswa dalam 1 Tidak membimbing siswa dalam


melakukan percobaan melakukan percobaan

98
2 Membimbing siswa dalam
melakukan percobaan, tapi
hanya sebagian kecil kelompok
saja.

3 Membimbing sebagian besar


kelompok dalam melakukan
percobaan.

4 Membimbing semua
kelompok/siswa dalam
melakukan percobaan
9 Membimbing siswa dalam 1 Tidak membimbing siswa dalam
mengerjakan LKK mengerjakan LKK.

2 Membimbing siswa dalam


mengerjakan LKK, tapi hanya
sebagian kecil kelompok saja.

3 Membimbing sebagian besar


kelompok dalam mengerjakan
LKK.

4 Membimbing semua
kelompok/siswa dalam
melakukan percobaan
10 Melakukan presentasi. 1 Tidak melakukan presentasi
2 Sebagian kecil kelompok saja
yang melakukan presentasi.

3 Sebagian besar kelompok yang


melakukan presentasi.

4 Semua kelompok melakukan


presentasi

11 Memberikan tanggapan 1 Tidak memberikan tanggapan


terhadap hasil diskusi siswa. terhadap hasil diskusi siswa.

2 Memberikan tanggapan yang


sistematis, tapi tidak relevan.

3 Memberikan tanggapan yang


relevan, tapi tidak sistematis.

99
4 Memberikan tanggapan yang
sistematis, dan relevan.

12 Memberikan penghargaan 1 Tidak memberikan penghargaan


kelompok. kelompok.

2 Hanya memberikan penghargaan


kelompok pada tim terbaik
pertama.

3 Hanya memberikan penghargaan


kelompok pada tim terbaik
pertama dan kedua.

4 Memberikan penghargaan
kelompok kepada 3 kelompok
terbaik.

13 Membuat kesimpulan 1 Tidak membuat kesimpulan.


bersama-sama siswa
2 Hanya guru yang
membuat kesimpulan.

3 Siswa membuat kesimpulan


tanpa dibimbing guru.

4 Guru dan siswa membuat


kesimpulan bersama-sama.

14 Melakukan evaluasi atau 1 Tidak melakukan evaluasi atau


penilaian.
penilaian
2 Evaluasi relevan tapi tidak jelas
dan tidak dipahami anak.

3 Evaluasi relevan dan jelas, tapi

tidak dipahami anak.


4 Evaluasi relevan, jelas, dan
dipahami anak.

15 Melakukan refleksi/umpan 1 Melakukan refleksi/umpan balik


balik pembelajaran pembelajaran.

2 Memberikan umpan balik


positif, tapi tidak relevan

100
3 Memberikan umpan balik
relevan, tapi tidak positif
4 Memberikan umpan balik
relevan dan positif
16 Memberikan tindak lanjut 1 Tidak memberikan lanjut
2 Memberikan tindak lanjut
berupa PR yang relevan tapi
tidak jelas dan tidak dipahami
anak.

3 Memberikan tindak lanjut


berupa PR yang relevan dan
jelas, tapi tidak dipahami anak.

4 Memberikan tindak lanjut


berupa PR yang relevan, jelas,
dan dipahami anak.

17 Menyampaikan rencana 1 Tidak menyampaikan rencana


pembelajaran berikutnya.
pembelajaran berikutnya
2 Hanya menyampaikan judul
materi berikutnya yang akan
dipelajari.

3 Menyampaikan materi dan


kisikisi pelajaran yang akan
dipelajari berikutnya.

4 Menyampaikan materi, kisi-kisi


pelajaran yang akan dipelajari

berikutnya dan kegiatan yang


akan dilakukan.

Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa aktivitas guru pada

siklus 2 pertemuan ke 1, kegiatan awal memperoleh persentase,

81,25%, kegiatan inti sebesar 78,12 %, dan kegiatan akhir

memperoleh persentase 75% dan secara keseluruhan persentase

kegiatan pembelajaran pada pertemuan 1 ini adalah 77,94%.

Sedangkan pada pertemuan ke 2 dapat dilihat bahwa persentase pada

101
kegiatan awal meningkat sebanyak 12,5% menjadi 93,75%, kegiatan

inti meningkat sebanyak 21,88%, menjadi 100% dan kegiatan akhir

juga tetap 95%. Sehingga secara keseluruhan aktivitas guru pada

kegiatan pembelajaran pertemuan kedua ini adalah 97,05%. Setiap

kegiatan pembelajaran pada pertemuan 1 dan pertemuan 2 sudah

mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan peneliti yakni 70%.

Dan secara keseluruhan kegiatan pembelajaran juga menunjukkan

hasil yang memuaskan. Hanya saja pemberian tindak lanjut dalam

bentuk PR masih kurang begitu optimal, karena PR yang diberikan

hanya secara lisan saja.

Pertemuan 2
Pertemuan 1 93.75% 97.50%
100.00% 100.00%
90.00% K. Awal 90.00%
78.12% 77.94%
80.00% 80.00% K. Awal
70.00% 70.00%
60.00% K. Inti 60.00%
K. Inti
50.00% 50.00%
40.00% 40.00%
30.00% K. Akhir 30.00% K. Akhir
20.00% 20.00% Pertemuan 2
10.00% Pertemuan 1 Total 10.00% Total
0.00% Pembelajaran 0.00% Pembelajaran
Gambar 4.5 Perbandingan Aktivitas Guru Pada Tiap Pertemuan Siklus II

2) Observasi Aktivitas Siswa

102
Hasil pengamatan dapat kita lihat melalui lembar observasi

aktivitas siswa siklus II pertemuan pertama dan pertemuan kedua

yang ada bagian lampiran. Aktivitas siswa yang diobservasi adalah

kegiatan siswa dalam berkelompok dan diamati sendiri oleh peneliti.

Berikut adalah tabel perbandingan aktivitas siswa pada sikus II.

103
Tabel 4.9 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus II
S P A B C D
Kelompok 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4
S P1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 4 4 4 4
2 P2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Ṝ (%) 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 87,5 87,5 87,5 87,5 87,5 100 100 100 100

Keterangan :

A = Mengambil atau menyediakan alat dan bahan yang diperlukan.

1 = Tidak mengambil atau menyediakan alat dan bahan yang diperlukan

2 = Mengambil tetapi tidak menyediakan alat dan bahan yang diperlukan

3 = Tidak mengambil tetapi menyediakan alat dan bahan yang diperlukan

4 = Mengambil dan menyediakan alat dan bahan yang diperlukan

116
B = Mengamati sifat benda yang di uji coba.

1 = Tidak mengamati sifat benda yang diuji coba

2 = Hanya mengamati satu benda yang diuji coba

3 = Mengamati 2-3 benda yang diuji coba

4 = Mengamati semua benda yang diuji coba

C = Melakukan uji coba sifat benda.

1 = Tidak melakukan uji coba terhadap sifat benda

2 = Melakukan uji coba terhadap 1-2 sifat benda saja

3 = Melakukan uji coba terhadap 3-4 sifat benda

4 = Melakukan uji coba terhadap semua sifat benda

D = Membuat kesimpulan berdasarkan percobaan

1 = Tidak membuat kesimpulan

2 = Sebagian kecil anggota kelompok yang membuat

kesimpulan

3 = Sebagian besar anggota kelompok yang membuat

kesimpulan

4 = Semua anggota kelompok membuat kesimpulan

E = Melakukan presentasi

1 = Tidak melakukan presentasi

2 = Sebagian kecil anggota kelompok melakukan presentasi

3 = Sebagian besar anggota kelompok melakukan presentasi

4 = Seluruh anggota kelompok melakukan presentasi

Berdasarkan tabel perbandingan aktivitas siswa pada siklus II,

baik pada pertemuan pertama maupun kedua, semua aspek yang

dinilai sudah menunjukkan hasil yang memuaskan. Kesemua aspek

105
sudah mencapai target indikator keberhasilan yang ditetapkan oleh

peneliti. Berikut data pada tabel 4.9 disajikan dalam bentuk grafik.

Berikut data pada tabel 4.9 disajikan dalam bentuk grafik.


100.00%
95.00%
90.00%
85.00%
80.00% A

75.00% B

70.00% C

65.00% D

60.00% E

55.00%
50.00%
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5

Gambar 4.6 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus 2

Keterangan :

A = Mengambil atau menyediakan alat dan bahan yang

diperlukan.

B = Mengamati sifat benda yang di uji coba.

C = Melakukan uji coba sifat benda.

D = Membuat kesimpulan.

E = Melakukan presentasi.
Observasi pada hasil belajar kelompok siklus II pertemuan ke 1

dan pertemuan ke 2 dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.10 Distribusi Nilai Hasil Belajar Kelompok Siklus II

Kelompok
Siklus Pertemuan
1 2 3 4 5

1 70 100 100 80 80
S2
2 100 80 80 100 100

106
Rata-Rata 85 90 90 90 90

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat, nilai-nilai yang didapatkan

setiap kelompok bervariasi. Hal ini disebabkan karena peneliti

mengacak anggota kelompok setiap pertemuan dengan tujuan agar

anak dapat belajar bekerjasama dengan seluruh siswa dikelas. Selain

itu, kegiatan percobaan yang dilakukan juga bervariasi mulai dari

tingkat yang sederhana dan mudah pada pertemuan pertama

kemudian meningkat pada percobaan yang cukup sulit dan kompleks

pada pertemuan kedua. Nilai-nilai tersebut diperoleh dari nilai LKK

yang dikerjakan siswa secara berkelompok. Data pada tabel 4.4

dapat digambarkan dalam

bentuk grafik berikut ini.

100 100 100 100 100


100
90 80 80 80 80
80 70
70
60
50 Pertemuan 1
40
30 Pertemuan 2
20
10
0
Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok
1 2 3 4 5

Gambar 4.7 Hasil Belajar Kelompok Siklus II

3) Observasi Hasil Belajar Siswa

Data hasil belajar siswa diperoleh dari evaluasi yang dilakukan

setiap akhir pertemuan, ditambah dengan evaluasi yang dilakukan

pada akhir siklus II. Evaluasi yang dilakukan berbentuk soal essay

107
dan isian sebanyak 5 butir soal yang mencakup tujuan pembelajaran

tiap kali pertemuan. Kemudian untuk evaluasi siklus II mencakup

soal pada pertemuan 1 dan pertemuan 2. Untuk evaluasi siklus II

juga berjumlah 5 soal essay dan isian. Berikut data hasil belajar

siswa pada pertemuan pertama, pertemuan kedua, dan evaluasi siklus

II yang didistribusikan kedalam bentuk tabel.

Tabel 4.11 Distribusi Nilai Hasil Belajar Individu Siklus 2


Pertemuan 1 Pertemuan 2 Evaluasi Siklus I
No Nilai Keterangan
F (%) F (%) F (%)
1. 100 7 26.90 18 69.23 18 69.23 Tuntas
2. 95 0 0 0 0 0 0 Tuntas
3. 90 3 11.55 0 0 8 30.77 Tuntas
4. 85 1 3.85 0 0 0 0 Tuntas
5. 80 4 15.39 8 30.77 0 0 Tuntas
6. 75 0 0 0 0 0 0 Tuntas
7. 70 4 15.39 0 0 0 0 Tuntas
8. 65 1 3.85 0 0 0 0 Belum
9. 60 6 23.07 0 0 0 0 Belum
10. 55 0 0 0 0 0 0 Belum
11. 50 0 0 0 0 0 0 Belum
12. 45 0 0 0 0 0 0 Belum
13. 40 0 0 0 0 0 0 Belum
14. 35 0 0 0 0 0 0 Belum
15. 30 0 0 0 0 0 0 Belum
16. 25 0 0 0 0 0 0 Belum
17. 20 0 0 0 0 0 0 Belum
18. 15 0 0 0 0 0 0 Belum
Jumlah 26 100 26 100 26 100
Rata-rata 80 93.84 96,92
Ketuntasan
73,07% 100% 100%
Individual
Ketuntasan
57,69% 100% 100%
Klasikal

Berdasarkan tabel 4.11, pada pertemuan pertama ini ada 19 siswa

atau 73,07% yang sudah mencapai indikator ketuntasan individual

(≥70). Adapun ketuntasan klasikal pada pertemuan pertama ini

belum berhasil mencapai indikator ketuntasan yang ditetapkan yakni

108
hanya 57,69%, dimana indikator yang ditetapkan yakni 80% siswa

mendapat nilai ≥75. Rata-rata kelas yang diperoleh pada pertemuan

pertama ini adalah 80. Sehingga dapat disimpulkan hasil belajar

siswa pada pertemuan pertama siklus II ini meningkat, tetapi

ketuntasan klasikal masih belum mencapai indikator yang

ditetapkan.

Pada pertemuan kedua rata-rata kelas, ketuntasan individual, dan

ketuntasan klasikal mengalami peningkatan. Rata-rata kelas

meningkat menjadi 93,84. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan

individual meningkat menjadi 26 siswa atau 100%. Ketuntasan

klasikal pun meningkat menjadi 100%. Sehingga dapat disimpulkan

hasil belajar siswa pada pertemuan kedua ini meningkat.

Pada akhir siklus II, juga dilaksanakan evaluasi akhir siklus II

yang mencakup tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada

pertemuan pertama dan kedua. Dapat dilihat pada tabel 4.11, terjadi

peningkatan-peningkatan yang signifikan seperti pertemuan kedua.

Hal ini terlihat dari rata-rata kelas yang meningkat menjadi 96,92.

Sedangkan ketuntasan individual dan klasikal tetap 100%.

Berdasarkan tabel 4.11 dapat dibuat tabel ketuntasan klasikal

siswa berdasarkan indikator yang ditetapkan yakni 80% siswa

mendapat nilai 75.

Tabel 4.12 Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus 2


Pertemuan 1 Pertemuan 2 Evaluasi S2
Nilai Ket
F % F % F %
≥75 15 73,07 26 100 26 100 Tuntas
<75 11 26,93 0 7,14 0 0 Tidak Tuntas

Dilihat dari tabel 4.12, indikator keberhasilan ketuntasan klasikal

yang ditetapkan peneliti yakni 80% siswa mendapatkan nilai ≥ 75

109
berhasil dipenuhi. Sehingga dapat disimpulkan hasil belajar siswa

pada siklus II ini berhasil.

Berikut ini dibuat diagram nilai ketuntasan secara klasikal siklus


II adalah sebagai berikut :

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Siklus 2


Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tidak Tuntas

0% 0%
27%

73% 100%

100%

Gambar 4.8 Persentasi Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus II

d. Refleksi

Berdasarkan hasil pengamatan melalui observasi kegiatan

pembelajaran dan kegiatan siswa serta nilai hasil belajar pada siklus

II, maka dapatlah direfleksikan hal-hal sebagai berikut:

1) Aktivitas Guru

Berdasarkan refleksi pada siklus I, maka proses pembelajaran

diperbaiki pada siklus II ini. Hasilnya pada pertemuan pertama semua

kegiatan pembelajaran yang direncanakan sudah terlaksana dengan

baik. Setiap kegiatan pembelajaran memperoleh persentase yang

cukup tinggi. Begitu pun pada pertemuan kedua, kegiatan

pembelajaran sudah terlaksana dengan baik. Tidak ada lagi kegiatan

yang sudah direncanakan belum terlaksana. Hal ini karena

pengelolaan waktu yang efektif dan efisien oleh guru. Setiap sintak

atau kegiatan belajar siswa diberi batasan waktu yang cukup.

Sehingga dengan waktu yang ada, semua kegiatan dapat terlaksana

dan juga tanpa mengurangi kualitas proses pembelajaran itu

110
sendiri.

2) Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa pada siklus II ini sudah menunjukkan hasil yang

sangat memuaskan. Pada pertemuan kedua aktivitas siswa mengalami

peningkatan yang signifikan dari pertemuan sebelumnya. Semua

aspek yang dinilai sudah siswa laksanakan dengan baik. Hasilnya pun

cukup memuaskan, hal ini dapat dilihat dari persentase keaktifan

siswa yang meningkat pada setiap aspeknya. Begitu juga pada

pertemuan kedua, aktivitas siswa juga mengalami peningkatan dari

pertemuan pertama. Peningkatanpeningkatan ini tidak lepas dari

pemberian motivasi dari guru dan yang tak kalah penting adalah guru

dapat memancing rasa ingin tahu siswa sehingga siswa lebih aktif

Selain itu, siswa sudah mulai terbiasa belajar dengan menggunakan

pendekatan kontekstual tipe inkuiri. Apalagi dengan adanya

pemberian penghargaan membuat para siswa lebih termotivasi dan

antusias dalam belajar.

3) Hasil Belajar

Hasil belajar siswa pada pertemuan pertama siklus II mengalami

peningkatan yang signifikan daripada pertemuan sebelumnya. Secara

individual 15 siswa atau 73,07% sudah berhasil mencapai indikator

ketuntasan individual yang ditetapkan peneliti, yakni ≥70. Meskipun

111
ketuntasan klasikal belum mencapai indikator yang ditetapkan peneliti

yakni 80% siswa mendapat nilai

≥75. Ketuntasan klasikal yang diperoleh pada pertemuan pertama ini

hanya 57,69%. Niali rata-rata kelas juga mengalami peningkatan,

yakni pada pertemuan pertama ini adalah 80. Meskipun pada

pertemuan pertama ini masih ada tujuh siswa yang belum mencapai

ketuntasan individual. Pada pertemuan kedua, hasil belajar mengalami

peningkatan lagi. Ketuntasan individu meningkat menjadi 100% dan

ketuntasan klasikal meningkat menjadi 100%. Rata-rata kelas

meningkat menjadi 93,84. Pada evaluasi siklus II, rata-rata kelas

meningkat menjadi 96,92. Sedangkan ketuntasan individual dan

klasikal tetap 100% Peningkatan-peningkatan hasil belajar pada siklus

II ini tidak lepas dari dua hal yakni kegiatan pembelajaran dan

aktivitas siswa. Dua hal tersebut mengalami peningkatan sehingga

hasil belajar pun juga meningkat. Kegiatan pembelajaran mengalami

peningkatan karena pengelolaan waktu yang efektif, sehingga waktu

untuk siswa dalam mengerjakan soal evaluasi lebih banyak.

Kemudian, peningkatan aktivitas siswa disebabkan karena siswa mulai

terbiasa dengan pembelajaran secara kontekstual dan inkuiri ini dan

motivasi yang diberikan oleh guru, sehingga pemahaman siswa secara

inkuiri terhadap materi yang diberikan juga meningkat. Pemahaman

akan materi inilah yang juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

D. Pembahasan

Penelitian ini dilaksanakan di kelas V SDN 65 Lebong, Kecamatan lebong

selatan kabupaten lebong provinsi Bengkulu

pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Penelitian ini terdiri dari 2

siklus, dimana setiap siklusnya terdiri dari 2 pertemuan, dengan jumlah siswa 26

112
orang yakni 12 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Penelitian ini

menggunakan Pendekatan Kontekstual (CTL) Tipe Inkuiri pada mata pelajaran

Ilmu Pengetahuan Alam materi Perubahan Sifat Benda. Materi ini terbagi dalam

3 sub pokok bahasan yakni sifat-sifat benda meliputi bentuk, warna, kekerasan,

kelenturan, dan bau. Faktor penyebab perubahan sifat benda meliputi

pemanasan, pembakaran, pembusukan, dan pencampuran dengan air. Perubahan

sifat benda meliputi perubahan sifat benda yang bersifat sementara dan

perubahan sifat benda yang bersifat tetap. Adapun pembahasannya adalah

sebagai berikut:

1. Aktivitas Guru

Berikut perbandingan rata-rata aktivitas guru pada siklus I dan siklus II

yang digambarkan dalam bentuk grafik 4.9 berikut ini

Perbandingan Aktivitas Guru


Siklus I dan Siklus II
97.50%
100.00% 87.72%
90.00% 77.94%
72.00% 73.50% 72.75%
80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00% Aktivitas Guru
20.00%
10.00%
0.00%

Gambar 4.9 Perbandingan A ktivitas Guru Siklus I dan Siklus II

Berdasarkan gambar 4.9 pada siklus I, rata-rata aktivitas guru mencapai

72,75%. Persentasi ini sudah termasuk baik, namun masih perlu ditingkatkan

lagi. Karena dengan persentasi tersebut berarti masih ada kegiatan

pembelajaran dengan pendekatan kontekstual tipe inkuiri yang masih belum

113
terlaksana dengan baik, seperti pembagian kelompok secara heterogen,

pemberian tanggapan, dan pemberian tindak lanjut. Seperti yang dikatakan

Gage dan Berliner salah satu peran guru dalam pembelajaran peserta didik

adalah sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi,

memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar

mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber

(resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti

demokratik & humanistik

(manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems)

Karena guru belum begitu melaksanakan perannya sebagai pelaksana yang

baik, dalam hal ini mengarahkan kegiatan pembelajaran sesuai yang

direncanakan dan mengatur pengelolaan waktu yang efektif dan efisien,

sehingga ada kegiatankegiatan pembelajaran yang direncanakan tidak

berlangsung efektif dan

efisien.

Peran seorang guru dalam pembelajaran kontekstual adalah guru harus

memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan

gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Oleh karena itu ada beberapa hal

yang harus diperhatikan bagi setiap guru dalam menggunakan pembelajaran

kontekstual, diantaranya setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar

hal-hal yang baru dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal

yang dianggap aneh dan baru. Oleh karena itu belajar bagi mereka merupakan

mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang. Berilah siswa

bahan-bahan belajar yang penting dan memberikan tantangan pada siswa

(Sanjaya, 2010: 263). Pada siklus I guru memberikan bahan-bahan belajar

yang penting dan kontekstual, akan tetapi kurang menantang bagi siswa.

Benda-benda yang digunakan untuk percobaan sudah terlalu sering ditemui

siswa dan sebagian siswa sudah mengetahuinya walau tanpa percobaan.

114
Berdasarkan hasil observasi dan refleksi siklus I, peneliti harus melakukan

pengelolaan waktu yang efektif dan efisien pada siklus II, ditambah lagi

dengan pemberian motivasi, sehingga kegiatan pembelajaran dengan

pendekatan CTL dapat berlangsung dengan optimal. Hasilnya, rata-rata

aktivitas guru pun meningkat pada siklus II ini yakni sebanyak 87,72%. Nilai

ini sudah termasuk dalam kategori sangat baik. Pengelolaan waktu yang tepat

menjadi kunci peningkatan aktivitas guru. Peneliti memberikan batasan waktu

untuk tiap kegiatan pembelajaran, sehingga semua kegiatan pembelajaran

dapat dilaksanakan. Pembatasan waktu yang dilakukan tidak mengurangi

kualitas dari pembelajaran, tapi justru malah membuat kegiatan pembelajaran

itu sendiri menjadi lebih optimal. Selain itu, pada kegiatan ini keterlibatan

guru dalam proses belajar mengajar semakin berkurang dalam arti guru

menjadi pusat kegiatan kelas. Ditambah lagi dengan pembagian LKK pada

masing-masing siswa dan bukan hanya pada satu kelompok, membuat

keatifan siswa meningkat sehingga meningkatkan kualitas pembelajaran.

Selain teori diatas, peningkatan aktivitas guru dengan menggunakan model

pembelajaran CTL tipe inkuiri ini ini juga didukung dengan penelitian-

penelitian sebelumnya, antara lain adalah penelitian yang dilakukan dengan

judul “MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG

MASALAH SOSIAL DENGAN MODEL

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA KELAS

V DI SDN 65 LEBONG” kegiatan pembelajaran tentang masalah sosial

dengan menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL) yang

digunakan oleh guru berlangsung efektif selama 2 siklus yang terdiri dari 4

kali pertemuan yang setiap pertemuan 2 X 35 menit, hal ini dapat dilihat dari

aktivitas pembelajaran guru yang meningkat dari 89,47% pada siklus I

menjadi 94,73% pada siklus II.

115
2. Aktivitas Siswa

Berikut perbandingan rata-rata aktivitas siswa pada siklus I dan Siklus II

yang digambarkan dalam bentuk grafik berikut ini:

Perbandingan Aktivitas Siswa


Siklus I dan Siklus II
95.00% 100.00% 97.50%
100.00% 89.00% 85.50%
82.00%
90.00%
80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00% Aktivitas Siswa
20.00%
10.00%
0.00%

Gambar 4.10 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II

Berdasarkan gambar 4.10, rata-rata aktivitas siswa pada siklus I adalah

82%. Pada pertemuan kedua siklus I, aktivitas siswa meningkat menjadi 89%.

Meskipun nilai ini masuk dalam kategori baik, namun masih perlu

ditingkatkan. Hal-hal yang perlu ditingkatkan antara lain, melakukan uji coba

terhadap sifat benda dan membuat kesimpulan. Kedua hal tersebut berkaitan

dengan kegiatan pembelajaran yang direncanakan oleh guru.. Guru sebagai

perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan

didalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems)

(education,2010:Online). Pada siklus II ini kegiatan pembelajaran yang

direncanakan guru kurang mengaktifkan siswa, meskipun sudah sesuai dan

sistematis namun masih kurang menarik bagi siswa. Contohnya pada

pertemuan pertama, kegiatan percobaannya mengindentifikasi sifat-sifat

benda saja dan pertemuan kedua menyelidiki faktor penyebab perubahan sifat

benda pemanasan dan pembakaran. Kedua percobaan tersebut sudah biasa

116
dilakukan siswa atau sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Pada siklus

II, kegiatan percobaan yang dilakukan siswa dibuat lebih menarik perhatian

siswa diantaranya pada pertemuan pertama menggunakan semen dan tepung

serta pembusukan buah dan pada pertemuan kedua rasa ingin tahu siswa

dipancing menggunakan percobaan lilin. Selain itu, pada siklus I siswa juga

kurang dalam hal membuat kesimpulan. hal tersebut disebakan karena

kurangnya kerjasama dan tanggung jawab siswa terhadap LKK yang

diberikan pada masing-masing kelompok. Berdasarkan saran dari observer,

hendaknya LKK tersebut tidak hanya dibagikan pada kelompok saja, tetapi

tiap individu dalam kelompok. Jadi, siswa merasa bertanggung jawab

terhadap LKK yang diberikan. Namun, hal ini bukan berarti membuat kerja

kelompok siswa menjadi berkurang, tapi malah meningkatkannya. Karena

dalam mengerjakannya, mereka tetap bersama-sama.

Dengan perbaikan-perbaikan di atas, dapat dilihat hasilnya pada siklus II

yang membuat rata-rata aktivitas siswa pada siklus II meningkat, yakni

menjadi 97,50%, yang pada siklus I rata-rata hanya mencapai 85,50%. selain

dari perbaikan di atas, peningkatan ini terjadi karena guru mulai

memperbanyak memberikan motivasi kepada siswa dan juga siswa sudah

mulai terbiasa dengan kegiatan belajar berkelompok (kooperatif), apalagi

berdasarkan refleksi siklus I, guru harus memperbaiki sistem pembagian

kelompok, sehingga terbentuk kelompok yang benar-benar heterogen. Hal

yang perlu digaris bawahi adalah ketika siswa sudah terbiasa dan pada

akhirnya siswa merasa senang serta antusias dengan kegiatan pembelajaran

yang dilakukan. Metode belajar yang menekankan belajar dalam kelompok

heterogen saling membantu satu sama lain, bekerjasama menyelesaikan

masalah, dan menyatukan pendapat untuk memperoleh keberhasilan yang

optimal baik kelompok maupun individual (Suyatno, 2009: 51).

117
Hal lain yang mendukung adalah menurut Djamarah anak-anak pada

masa ini (masa kelas tinggi) gemar membentuk kelompok sebaya biasanya

untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini biasanya anak

tidak lagi terikat pada aturan permainan yang tradisional, mereka membuat

peraturan sendiri (Djamarah, 2008: 125). Jadi, pembelajaran secara

kelompoksangat cocok diterapkan pada anak pada masa usia kelas tinggi

(kelas V).

Hal tersebut juga didukung oleh beberapa hasil penelitian, antara lain:

Penelitian yang dilakukan oleh Ratna Prihatiningsih (2018) dengan judul

“MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG MASALAH

SOSIAL DENGAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND

LEARNING (CTL) PADA KELAS IV DI SDN 65 LEBONG”

aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran menggunakan model Contextual

Teaching and Learning (CTL) terjadi peningkatan. Jumlah siswa yang berada

pada kualifikasi aktif dan sangat aktif pada siklus I hanya mencapai 50,66%,

namun meningkat pada siklus II menjadi

65,11%.
Selain itu penelitian yang dilakukan Asmawati (2022) yang berjudul

Meningkatkan Kemampuan Siswa Memahami Konsep Pesawat Sederhana

Menggunakan Pendekatan Kontekstual Berbasis Inkuiri di SDN 12 LEBONG

Respon siswa terhadap pembelajaran tentang konsep pesawat sederhana

menggunakan metode eksperimen sangat baik

(88,17%).

3. Hasil Belajar Siswa

118
Gambar 4.11 Perbandingan Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian,

sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Menurut Bloom, hasil belajar

mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik (Suprijono, 2010:

5-7). Oleh karena itu, hasil belajar siswa diperoleh dari tes evaluasi yang

dilakukan pada tiap akhir pertemuan dan untuk mengukur kemampuan siswa

dalam menguasai materi yang diberikan sesuai dengan tujuan pembelajaran

pada pertemuan tersebut, juga dilakukan evaluasi pada tiap akhir siklus yang

mencakup tujuan pembelajaran pada dua pertemuan di siklus tersebut.

Evaluasi yang dilakukan dalam bentuk soal isian dan essay sebanyak 5 butir

soal. Tujuan pembelajaran pada tiap pertemuan itulah yang mencakup 3

kemampuan menurut Bloom, yakni kognitif, psikomotorik dan afektif.

Berdasarkan tabel 4.15, nilai hasil belajar siswa dari evaluasi pertemuan

pertama siklus I hingga evaluasi akhir siklus II terus mengalami peningkatan.

Pada evaluasi pertemuan pertama nilai rata-rata kelas hanya mencapai 53,07,

kemudian meningkat menjadi 67,11 pada evaluasi pertemuan kedua dan pada

evaluasi akhir siklus I meningkat menjadi 77,11. Namun, peningkatan-

119
peningkatan pada siklus I ini masih belum mencapai indikator ketuntasan

hasil belajar yang ditetapkan peneliti yakni 80% siswa mendapat nilai ≥75

sedangkan pada evaluasi akhir siklus I hanya mencapai 61,54%. Sehingga

masih perlu diadakan perbaikan lagi

pada siklus II.

Nilai evaluasi pertemuan pertama siklus II adalah 80. Pada evaluasi

pertemuan kedua siklus II nilai rata-rata kelas kembali meningkat menjadi

93,84 dan evaluasi siklus II rata-rata kelas meningkat lagi menjadi 96,92.

Sehingga indikator ketuntasan hasil belajar yang ditetapkan peneliti yakni

80% siswa mendapat nilai ≥75 berhasil dicapai bahkan melebihi indikator

yang ditetapkan, yakni 100% . Peningkatan-peningkatan hasil belajar yang

terjadi pada siklus II tidak lepas dari aktivitas guru dan aktivitas siswa itu

sendiri. Guru berhasil membuat kegiatan pembelajaran yang bermakna

(meaningfull) dan dekat dalam kehidupan anak, sehingga siswa menjadi

antusias dan aktif dalam belajar dan hal itulah yang pada akhirnya dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Karena apa yang dipelajari siswa tertanam

dalam pikirannya, sehingga ketika mengerjakan soal evaluasi yang

berdasarkan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan, siswa dapat

mengerjakannya dengan baik dan benar. Pengelolaan waktu dalam setiap

kegiatan pembelajaran juga menjadi kunci dalam peningkatan hasil belajar

siswa. Karena memberikan waktu yang benar-benar efektif dan efisien antara

belajar (proses) dengan mengerjakan evaluasi (hasil belajar).

Selain itu, motivasi juga mempengaruhi hasil belajar siswa. Motivasi

termasuk dalam faktor psikologis, yaitu salah satu faktor yang mempengaruhi

hasil belajar siswa. Faktor psikologis sebagai faktor dari dalam tentu saja

merupakan hal yang utama dalam menentukan intesitas belajar seorang anak.

Meski faktor dari luar mendukung, tetapi faktor psikologis tidak mendukung,

maka faktor luar itu akan kurang signifikan (Djamarah, 2008: 178).

120
Peningkatan hasil belajar pada penelitian ini senada dengan beberapa

hasil penelitian lain, yakni: Penelitian yang dilakukan oleh Ratna

Prihatiningsih (2022)

dengan judul “MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG

MASALAH SOSIAL DENGAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING

AND LEARNING (CTL) PADA KELAS IV 12 LEBONG” kegiatan

pembelajaran tentang masalah sosial dengan menggunakan model Contextual

Teaching and Learning (CTL) yang digunakan oleh guru berlangsung efektif

selama 2 siklus yang terdiri dari 4 kali pertemuan yang setiap pertemuan 2 X

35 menit, hal ini dapat dilihat dari aktivitas pembelajaran guru yang

meningkat dari 89,47% pada siklus I menjadi 94,73% pada siklus II.

Selain itu penelitian yang dilakukan Asmawati (2022) yang berjudul

Meningkatkan Kemampuan Siswa Memahami Konsep Pesawat Sederhana

Menggunakan Pendekatan Kontekstual Berbasis Inkuiri juga memperlihatkan

hal yang senada yakni tercapainya indikator keberhasilan penelitian pada

akhir siklus II pendekatan kontektual berbasis inquiri yakni rata-rata kelas

sebesar 7,86 dan ketuntasan belajar siswa sebanyak 26 orang (100%).

Berdasarkan hasil penelitian inilah, peneliti menyimpulkan bahwa

dengan menggunakan pendekatan kontekstual (CTL) tipe inkuiri dapat

meningkatkan hasil belajar IPA materi Perubahan Sifat Benda pada siswa

kelas V SDN 65 Lebong. Sehingga hipotesis pada Bab II yang berbunyi “Jika

menerapkan pendekatan Contextual Teaching and Learning/ CTL, maka hasil

belajar siswa kelas V SDN 65 Lebong dapat ditingkatkan” dapat diterima.

121
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, Upaya Meningkatkan

Hasil Belajar IPA Materi Perubahan Sifat Benda Menggunakan Pendekatan

Kontekstual Tipe Inkuiri Pada Siswa Kelas V SDN 65 Lebong Kecamatan

lebong selatan, diperoleh peningkatan yang signifikan. Peningkatan tersebut

dapat dilihat dalam beberapa indikator berikut ini:

1. Aktivitas guru meningkat setelah menggunakan pendekatan kontekstual tipe

inkuiri, yakni rata-rata siklus I 72,75% meningkat menjadi 87,72% pada

siklus II.

2. Aktivitas siswa pada siklus I pertemuan pertama adalah 82% dan pertemuan

kedua 89%. Peningkatan terjadi pada siklus II pertemuan pertama menjadi

95%, kemudian meningkat lagi pada pertemuan kedua menjadi 100%.

3. Hasil belajar siswa meningkat setelah menggunakan pendekatan Contextual

Teaching and Learning/CTL, yakni pada siklus I, rata-rata nilai evaluasi

pertemuan pertama adalah 53,07 meningkat menjadi 67,11 pada pertemuan

kedua, kemudian meningkat lagi pada evaluasi siklus I yakni 77,11. Pada

siklus II, rata-rata nilai evaluasi pertemuan pertama adalah 80 meningkat

menjadi 93,84 pada pertemuan kedua, kemudian meningkat lagi pada

evaluasi siklus II yakni 96,92. Ketuntasan klasikal pada siklus I mencapai

61,54% meningkat menjadi 100% pada siklus II.

B. Saran

122
Sebagai tindak lanjut terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan,

peneliti dapat memberikan beberapa saran, antara lain:

1. Kepada guru hendaknya dapat menerapkan pendekatan Contextual Teaching

and Learning/ CTL agar dapat meningkatn hasil belajar siswa.

2. Kepada siswa agar lebih meningkatkan lagi aktivitasnya pada materi ini

dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning/ CTL,

sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.

3. Kepada kepala sekolah hendaknya dapat meningkatkan penggunaan model-

model pembelajaran agar dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil

belajar siswa.

4. Kepada teman-teman sejawat yang ingin melakukan Penelitian Tindakan

Kelas terutama yang menggunakan pendekatan Contextual Teaching and

Learning/ CTL, hendaknya menjadikan penelitian ini sebagai bahan masukan.

DAFTAR PUSTAKA

Amri, Sofan & Ahmadi, Lif Khoiru.2010.Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif
dalam Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Arends, Richard I.2008. Learning to Teach Belajar untuk Mengajar. Jakarta: Pustaka
Pelajar.
Arikunto, Suharsimi, dkk.2010.Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Asrori, Muhammad.2007. Psikologi Pembelajaran.Bandung:

123
Depdiknas.2005.Materi Pelatihan Terintegrasi: Ilmu Pengetahuan
Alam.Jakarta:Depdiknas.
Depdiknas.2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar Model
Silabus Kelas V.Jakarta: Depdiknas.
Djamarah, Syaiful Bahri.2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Fatchan, Achmad & Wayan Dasna.2009.Metode Penelitian
Tindakan Kelas.Malang:Jenggala Pustaka Utama.
Jumiyem.2008.Meningkatkan Kemampuan Siswa Memahami Konsep Pesawat
Sederhana Menggunakan Pendekatan Kontekstual Berbasis Inkuiri di
SDN12 lebong.Lebong: Tidak diterbitkan.
Komalasari, Kokom.2010.Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung:
Refika Aditama
Krisna.2009.Pengertian dan Ciri-Ciri Pembelajaran.
Kunandar.2010.Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai
Pengembangan Profesi Guru.Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Kurnia, Ingridwati.2007.Perkembangan Belajar Peserta Didik.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Madziatul. 2009. Teori Belajar Behavioristik.
Nurliani.2011.Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Tentang Masalah Sosial Dengan
Model Contextual Teaching And Learning (CTL) Pada Kelas Iv
Roestiyah. 2001.Strategi Belajar Mengajar.Rieneka Cipta: Jakarta.
Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta : Kencana.
Sardiman.2006.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta: PT Raagrafindo
Persada.
Sugiyanto.2010.Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta:Yuma Pustaka.
Sukidin, dkk.2008.Manajemen Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta:Insan Cendekia.
Suwandi, Sarwiji.2010. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penulisan Karya
Ilmiah. Surakarta: Yuma Pustaka.
Suyatno.2009.Menjelajah Pembelajaran Inovatif.Surabaya: Masmedia Buana
Pustaka.
Takari, Enjah.2009.Pembelajaran IPA dengan SAVI dan Kontekstual. Sumedang: PT
Genesindo.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Wiriaatmadja, Rochiati.2008.Metode Penelitian Tindakan Kelas.Bandung:PT
Remaja Rosdakarya.
----------.2009. laporan penelitian tindakan kelas ptk
pkn.

124

Anda mungkin juga menyukai