Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH KOMUNIKASI TERHADAP

SIKAP AGRESIF REMAJA

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1:


1. Ananda
2. Deswita Chaimur
3. Miftahul Huda
4. Nadya Dwi Anggraeni
5. Nur Faradhillah
6. Sashya Meilia

SMK FARMASI SAMARINDA


KELAS XI A
2024/2025
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL

Nama Kegiatan / Penelitian : Penelitian pengaruh komunikasi keluarga


Terhadap sikap agresif
Waktu Kegiatan : 21 Februari 2024
Lembaga : SMK Farmasi Samarinda

Ketua Panitia Sekretaris

( Sashya Meilia ) ( Deswita Chainur )

Mengetahui,

Pembina OSIS Kepala Sekolah

Decky Afrilianto,S.E H.Syahrudin, S.Hi, M.Si

Menyetujui, Kepala Yayasan

Drs, H. Muh.Darwis, S.MM


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sampai detik ini, isu mengenai komunikasi dalam lingkungan keluarga


tetap menjadi sebuah tantangan. Meskipun telah banyak penelitian yang
mempelajari masalah tersebut, komunikasi di lingkungan keluarga masih belum
mencapai tingkat efektivitas yang diinginkan. Ini menjadi perhatian penting
mengingat keluarga merupakan lingkungan pertama di mana sebuah individu
belajar untuk bagaimana bersosialisasi dan menerapkan komunikasi. Kondisi ini
mungkin bisa disebabkan oleh kurangnya kedekatan antar anggota keluarga.
Peran orang tua sangat penting untuk membentuk karakter seorang anak.
Ayah dan ibu merupakan manusia yang mempunyai asal usul yang berbeda-beda,
mulai dari cara berpikir hingga pola perilaku dan sifat-sifatnya. Perbedaan-
perbedaan tersebut idealnya diikat oleh ikatan perkawinan yang saling
melengkapi. Perbedaan tersebut juga mempengaruhi pola asuh dan kedisiplinan
anak. Oleh karena itu diperlukan kerja sama untuk merawat dan membesarkan
anak yang berakhlak dan berakhlak baik. Ibu adalah pendidik terpenting dan
pertama bagi anak. Tugas peran ibu sangatlah mulia. Dan peran ayah bukan hanya
untuk memberi nafkah dan mencukupkan kebutuhan, tetapi juga untuk
memberikan pengasuhan yang baik guna membentuk karakteristik dan
berkepribadian kepada anak, karena seorang ayah merupakan seorang “Model” di
lingkungan keluarga (Amalia, 2016).
Dalam penelitian ini peneliti lebih mengkaji kepada hubungan anak antar anggota
keluarga lainnya seperti ayah, ibu, dan saudara kandung
Dalam ilmu psikologi strict parents adalah ketika orang tua yang memiliki
standar tinggi serta sering kali menuntut anaknya untuk mengikuti arahannya.
Ketika orang tua memberikan tuntutan yang tinggi kepada anak dan memberikan
dukungan penuh kasih sayang, hal ini menandakan bahwa mereka memiliki gaya
pengasuhan yang otoritatif. Pola asuh seperti ini umumnya menjadikan anak
menjadi orang yang lebih baik. Namun berbeda dengan pola asuh otoriter, pola
asuh orang tua yang tegas biasanya tidak bersifat otoriter, melainkan cenderung
otoriter. Pola asuh otoriter adalah ketika orang tua menyuruh anak mereka untuk
mandiri, namun memberikan batasan dalam cara mereka membesarkan anak. Pola
asuh seperti itu dapat menimbulkan akibat negatif seperti kegagalan akademis,
hubungan yang tidak sehat, bahkan kekerasan seperti perkelahian dan perilaku
kriminal lainnya.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Farrington (Sochib, 2000), perilaku
agresif pada anak dikaitkan dengan sikap orang tua yang keras dan kasar, perilaku
menyimpang orang tua, hubungan buruk antara anak dengan orang tua, perceraian
, keadaan ekonomi yang lemah. menunjukkan bahwa hal itu mungkin dipengaruhi
oleh Manning (Sochib, 2000) menekankan bahwa keluarga sebuah pengaruh yang
besar terhadap perilaku agresif anak karena keluarga merupakan lingkungan
terdekat dan pertama bagi remaja serta merupakan akar dari agresi.
Perilaku agresif pada anak dan remaja umumnya dipengaruhi oleh faktor-
faktor seperti kondisi sosial lingkungan dan respon lingkungan terhadap perilaku
agresif. Jika perilaku ini tidak dikelola dengan baik oleh orang tua atau
lingkungan, kemungkinan besar perilaku tersebut akan menjadi persisten atau
permanen (Nadila & Izzati, 2019). Jika kondisi ini tidak ditangani, maka dapat
menimbulkan dampak serius di kemudian hari, antara lain:.Sulit mendekati anak.
Dalam konteks ini, proses komunikasi mempunyai dampak yang besar, karena
interaksi antara komunikasi dan komunikator terjadi melalui berbagai media. Dan
karena itu, orang tua harus memberikan contoh yang teladan kepada anak-anaknya
dan kalo orang tua berperilaku baik maka anak juga akan mencontohnya.
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari apakah komunikasi dalam
keluarga memiliki pengaruh terhadap munculnya sikap agresif pada remaja,
dengan harapan dapat memberikan sebuah pemahaman yangh lebih lanjut tentang
sejauh mana pengaruh dan sebab dari fenomena tersebut. Semoga penelitian ini
dapat memenuhi penelitian-penelitian sebelumnya dengan data yang relevan dan
memenuhi kebutuhan metodologi penelitian ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang ada di atas, dalam rumusan penelitian ini
apakah ada pengaruh antara pola komunikasi keluarga dengan perilaku
agresif yang ada pada remaja?
1.3 Tujuan Penelitian
Dengan latar belakang permasalahan di atas, adapun tujuan dalam
penelitian ini ialah untuk mengetahui apakah komunikasi keluarga dapat
mempengaruhi perkembangan sikap agresif pada remaja.
1.4 Signifikansi Penelitian
1. Fungsi teoritis
Fungsi penelitian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan
pengembangan ilmu psikologi khususnya yang berkaitan dengan
komunikasi interpersonal dengan orang tua dan perilaku agresif pada
remaja.
2. Fungsi praktis
Fungsi praktis penelitian ini adalah untuk memberikan
pemahaman kepada orang tua tentang pola komunikasi untuk memberikan
bimbingan yang lebih baik dan optimal dalam menghadapi perilaku agresif
pada remaja.
1.5 Sistematika penulisan
Bab 1 menguraikan tentang latar belakang sebuah masalah, rumusan
masalah, serta tujuan dan manfaat penelitian ini.
Bab 2 kerangka menguraikan landasan teori dan konsep-konsep yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti serta dapat menyelesaikan
permasalahan yang dilakukan sehubungan dengan masalah yang akan diteliti
dalam penelitian ini.
Bab 3 Metodologi Penelitian memaparkan metode deskriptif yang
digunakan, terkait paradigma, populasi, sampel, teknik mengumpulkan data,
dan teknik analisis data dan informasi
BAB II
KERANGKA KONSEP

2.1 Kajian Literatur Terdahulu

Nama Metode
NO Judul Penelitian Hasil Penelitian
Penulis Penelitian
1 Leilly Puji Pengaruh pola asuh Kuantitatif Hasil Penelitian tersebut
Rahayu orang tua dan adalah :
pengendalian diri 1) Tidak ada pengaruh
terhadap perilaku parenting style terhadap
agresif. perilaku agresif
2) Kontrol diri berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap perilaku agresif
3) Pola asuh orang tua dan
pengendalian diri berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap perilaku agresif
2 Arief Pengaruh Komunikasi Kuantitatif Hasil Penelitian tersebut
Hamazah Kekuarga Terhadap adalah : Ada pengaruh
Kenakalan Remaja komunikasi keluarga terhadap
kenakalan remaja
3 Patrix Penguatan Deskriptif Hasil survei ini menunjukkan
Brando Komunikasi Keluarga bahwa pendidikan dan
Rimporok Untuk Meminimalkan pengembangan anak sangat
Kenakalan Remaja di penting untuk mengurangi
Desa Maumbi kejahatan remaja di Desa
Kecamatan Karawat Maumbi, Kecamatan
Kabupaten Minaha Karawat, Kabupaten Minaha
Utara Utara, karena hampir semua
responden memberikan
tanggapan seperti itu.
.
2.2 Komunikasi Efektif Dalam Keluarga
Komunikasi yang efektif antara anggota keluarga akan menciptakan
sebuah suasana rumah yang positif, memberikan kenyamanan bagi anak-anak
di rumah. Kekurangan komunikasi dalam keluarga dapat menyebabkan
sebuah hubungan antar orang tua dengan anaknya menjadi renggang,
mengakibatkan kondisi yang tidak harmonis dan suasana rumah yang tidak
nyaman, kesulitan dalam menjalin hubungan bersama keluarga, dan membuat
anak tidak merasakan kenyamanan ketika berada di rumah. Dan pentingnya
komunikasi dalam keluarga untuk saling memahami dari perspektif masing-
masing, mendengarkan satu sama lain, dan menerima adannya perbedaan.
Terdapat 4 aspek yang perlu diperhatikan agar komunikasi dalam
keluarga terjalin efektif:
1. Rispek: Komunikasi harus dimulai dengan pengakuan. Butuhnya
pengakuan akan menciptakan kesan positif dari penerima pesan. Orang
tua yang berkomunikasi dengan anak dan mengawalinya dengan rasa
hormat akan memperoleh hasil yang sesuai dengan harapannya.
2. Jelas: Pesan yang disampaikan harus jelas agar isi pesan dapat dipahami
dengan baik dan harus terbuka antara anak dan orang tua
3. Empati: Kesanggupan untuk memahami situasi dan kondisi orang lain.
Orang tua tidak seharusnya memaksakan lebih dari kemampuan anak dan
dapat menempatkan diri dalam situasi anak.
4. Rendah hati: Dalam berkomunikasi, saling menghargai, bersikap lembut,
dan memiliki kendali diri sangat diperlukan.
2.3 Pengertian Komunikasi Interpersonal
Menurut Andrew E. Sikula (2017:145), komunikasi merupakan suatu
proses memberikan informasi, pengertian, dan pemahaman dari satu individu,
lokasi, atau objek ke individu, lokasi, atau objek lainnya. Dengan demikian,
komunikan akan menerima pengaruh dan mengalami perubahan perilaku
sesuai dengan isi pesan yang disampaikan oleh komunikator.
Komunikasi interpersonal ialah sebuah bentuk komunikasi yang
melibatkan dua orang atau lebih. Komunikasi interpersonal terjadi saat
individu terlibat dalam interaksi yang mencakup isyarat verbal dan nonverbal
serta respons saling balas. Menurut Dean Barnlund, jika tidak terjadi
pertukaran isyarat verbal dan nonverbal, itu tidak dapat disebut sebagai proses
komunikasi antarpribadi.
Komunikasi interpersonal adalah proses meyampaikan pesan dari
satu individu dan penerimaan pesan oleh individu lainnya atau sekelompok
kecil dari sebuah individu, yang dapat memberikan dampak tertentu dan
memberikan kesempatan untuk umpan balik secara langsung. Jika dilihat dari
segi hubungan interpersonal, komunikasi interpersonal merupakan interaksi
komunikasi yang terjadi antara dua individu yang memiliki sebuah hubungan
yang kuat dan terdefinisi dengan jelas. Komunikasi ini bisa terjadi antara
orang tua dan anak, atau antara individu-individu lainnya. Secara umum
melibatkan interaksi tatap muka (DeVito, 1997). Jadi, dapat disimpulkan
bahwa komunikasi interpersonal melibatkan pertukaran pesan antara dua
individu atau lebih dalam konteks komunikasi langsung.
2.4 Pengertian Keluarga
Menurut Bergess (1962), keluarga ialah sekelompok orang yang
mempunyai hubungan kekerabatan berdasarkan perkawinan, keturunan, atau
darah, baik secara kodrati maupun melalui pengangkatan anak. Keluarga-
keluarga ini tinggal bersama di rumah dan berinteraksi serta berkomunikasi
sambil memenuhi peran sosial tertentu. Meski juga memiliki adat dan budaya
yang berasal dari masyarakat sekitar, namun keluarga mempunyai identitas
tersendiri yang unik. Keluarga sebuah lembaga terkecil dalam masyarakat
yang memiliki fungsi sebagai tempat untuk menciptakan kehidupan yang
tenteram, aman, damai, dan sejahtera. Di dalamnya, terwujud suasana yang
harmonis cinta dan kasih sayang antara anggota keluarga. Hubungan dalam
keluarga dapat terbentuk melalui perkawinan atau hubungan persusuan, dan
juga dipengaruhi oleh praktik pengasuhan.
Peran keluarga untuk anak yaitu :

1. Sebagai pengajar
Keluarga merupakan pengajar pertama bagi anaknya, termasuk
anak penyandang disabilitas.
2. Sebagai wali
Keluarga melindungi anak-anak mereka dari perlakuan dan kondisi
yang dapat membahayakan keselamatan mereka atau menyebabkan
kesusahan.
3. Sebagai motivator
Anak bermasalah memerlukan dorongan dan dukungan dari
keluarganya. Oleh karena itu, keluarga harus mampu memotivasi anak-
anaknya agar tumbuh semangat dan semakin kaya.
4. Sebagai Pelayan Anak penyandang
Disabilitas mempunyai banyak keterbatasan dan kelemahan,
sehingga keluarga harus melayaninya dengan baik. Pelayanan ini
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisik, psikis dan sosial anak.
5. Sebagai sahabat yang hangat
Keluarga diharapkan menjadi tempat yang nyaman bagi anak
penyandang disabilitas untuk mengungkapkan perasaan dan menghadapi
permasalahannya.
2.5 Pengertian Remaja
Remaja merupakan individu yang sedang mengalami proses
pertumbuhan menuju kedewasaan, melibatkan aspek-aspek kematangan
mental, emosional, sosial, dan fisik. Mereka memiliki rasa keingintahuan
yang tinggi dan sedang menjalani tahap perkembangan sebagai persiapan
untuk memasuki fase dewasa.
World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja sebagai
kelompok masyarakat yang rentan usia antara 10 hingga 19 tahun. Sementara
Peraturan Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2014 menyebutkan
bahwa remaja adalah penduduk yang berada dalam rentang umur 10-18
tahun, dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN), rentang umur remaja mencakup 10-24 tahun yang belum menikah.
Dalam perspektif Monks dan Haditono, remaja adalah individu yang
ada di kisaran umur 12-21 tahun. Masa remaja merupakan fase transisi dari
masa anak-anak menuju dewasa, yang ditandai dengan perubahan pola pikir
dan proses menuju kedewasaan.
2.6 Pengertian Sikap Agresif
Agresi mengacu pada perilaku yang disengaja dengan maksud
untuk menjahati atau menyakiti orang lain secara fisik atau verbal. Istilah
“agresif” sering dikaitkan dengan keadaan psikologis seseorang dan
cenderung berkonotasi negatif dalam konteks perilaku. Dalam psikologi,
perilaku agresif diartikan sebagai setiap tindakan atau tindakan yang
ditujukan untuk menyerang atau merugikan makhluk hidup lain. Seperti yang
dijelaskan Leonard Berkowitz, perilaku agresif dapat berupa upaya menyakiti
orang lain secara fisik atau psikologis.
Menurut Bower & Bower (Psychemate 2007), ciri-ciri dan ciri-ciri
perilaku agresif adalah:
1. Meluapkan emosi tanpa mempertimbangkan ataupun menyakiti perasaan
orang lain.
2. Menatap dengan mata tanpa ekspresi, dingin, merendahkan dan
memalingkan muka saat berbicara.
3. Saya berbicara lebih cepat dan membicarakan hal-hal yang relevan bagi
saya.
4. Saya sering menyombongkan diri, apalagi jika dipuji orang lain, saya
cenderung membuat orang yang saya puji menjadi marah.
5. Mereka mempunyai sikap sok tahu, berusaha mengutarakan pendapatnya
mengenai segala hal berdasarkan sudut pandangnya sendiri, dan seringkali
membenarkan pendapatnya.
6. Cenderung menyerang, mengancam, mengkritik, dan memaksa orang
mencari penjelasan lebih lanjut.
7. Selalu lindungi hak Anda tanpa mengkhawatirkan hak orang lain.
8. Mereka cenderung mengungkapkan ketidakpuasannya secara eksplosif.
9. Anda cenderung menyerang orang yang tidak setuju dengan pendapat
Anda dengan menyela pembicaraan atau mengancam mereka
2.7 Definisi Konseptual
Definisi konseptual yaitu sebuah unsur dalam penelitian yang
menggambarkan ciri-ciri masalah yang akan diteliti. Berdasarkan landasan
teori yang telah dibahas, maka dapat ditampilkan definisi konseptual dari
masing-masing variabel sebagai berikut.
1. Komunikasi keluarga adalah komunikasi antara orang tua dan anak yang
bertujuan untuk memupuk rasa cinta dan kerjasama, saling
mengungkapkan perasaan, serta mewujudkan toleransi dan kepercayaan.
Keterbukaan ini menimbulkan sikap saling pengertian antar anggota
keluarga.
2. Perilaku agresif pada masa remaja merupakan keadaan emosi yang
merupakan sebuah campuran antara rasa frustasi dan perasaan benci atau
marah. Hal ini dapat dilampiaskan ke lingkungan, diri sendiri, atau
dengan cara yang merusak.
2.8 Hipotesis Teoritis
Hipotesis yang disarankan pada penelitian ini menyatakan bahwa
adannya korelasi antara komunikasi yang ada di keluarga dan perilaku agresif
anak. Semakin ketat didikan orang tua, semakin tinggi kemungkinan
terbentuknya perilaku agresif pada remaja.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Paradigma Penelitian


Pandangan terhadap keseluruhan proses penelitian kuantitatif ini
mengikuti paradigma positivis. Oleh karena itu, penelitian ini bersifat objektif
dan bebas dari nilai, bias, dan subjektivitas (Soekanto, 1997: –444)
Teori, analisis, serta perspektif yang muncul dalam penelitian ini
menghasilkan berbagai sudut pandang. Paradigma berfungsi sebagai
pedoman, acuan, dan pembimbing untuk menyusun elemen-elemen tersebut
ke dalam sebuah kesatuan yang logis. Pendekatan positivis berasumsi bahwa
masyarakat dapat dipelajari dan dipahami secara logis dan rasional, dan
bahwa penelitian ini berada pada tataran ilmiah yang sebanding dengan
bidang biologi dan fisika.
Penelitian positivis dicirikan oleh keyakinan akan adanya realitas
objektif yang hanya dapat diungkapkan melalui observasi empiris (Leslie dan
Earl, 2003: –46). Positivis menguji hipotesis kausal, mengkaji hubungan
sebab-akibat dengan menganalisis data kuantitatif dan sering menggunakan
metode eksperimen, survei, serta statistik. Tujuan akhir penelitian positivis
adalah menemukan hukum alam atau aturan. Peneliti tetap berperan sebagai
pengamat yang terpisah, netral, dan objektif selama melakukan penelitian.
3.2 Jenis Penelitian
Di dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif kuantitatif.
Metode ini dilakukan dengan menguji sebuah pengaruh antara variabel bebas
(x) dan variabel terikat (y), yaitu pengaruh komunikasi keluarga terhadap
adannya perilaku agresif remaja.
3.3 Populasi dan Sampel
Dalam konteks penelitian, populasi merujuk pada sekelompok besar
individu atau objek yang menjadi fokus utama pertanyaan ilmiah. Populasi
dapat mencakup berbagai kelompok individu, peristiwa, atau objek yang
menarik untuk diteliti oleh peneliti (Uma Sekaran dan Roger Bougie, 2016).
Dengan mengacu pada penelitian ini, populasi yang menjadi subjek penelitian
adalah remaja yang mengalami pola asuh ketat (strict parents) di lingkungan
SMK FARMASI Samarinda.
Sampling merupakan proses memilih sebuah individu, objek, atau
peristiwa yang dianggap mewakili seluruh populasi (Baxter dan Babbie,
2003). Proses pemilihan sampel merupakan tahap krusial dalam pengumpulan
data penelitian, karena data yang dikumpulkan harus berasal dari observasi
yang dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan penelitian (Baxter
dan Babbie, 2003).
Teknik pengambilan sampel probabilitas dengan menggunakan
sebuah teknik simple random sampling dipakai di penelitian ini.
Pengambilan sampel acak sederhana dianggap sebagai teknik pengambilan
sampel mendasar yang menjadi dasar perhitungan statistik dalam penelitian
kuantitatif di bidang komunikasi (Leslie A. Baxter dan Earl Babbie).
Pemilihan teknik sampling ini dilakukan karena banyaknya elemen remaja
yang mengalami pola asuh ketat (strict parents) di lingkungan SMK
FARMASI Samarinda.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode dalam mengumpulkan data yang digunakan dalam penelitian
yaitu kuesioner. Menurut Sugiyono (2017: 142), kuesioner merupakan suatu
metode mengumpulkan data dimana sebuah responden disajikan serangkaian
pertanyaan atau dokumen dan harus menjawab sesuai dengan serangkaian
pilihan. Responden hanya dapat memilih sebuah jawaban yang paling sesuai
dengan pendapatnya masing-masing.
3.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan sebuah jawaban sementara terhadap sebuah
masalah penelitian yang faktannya harus diuji secara empiris antara dua
variabel. Hipotesis dapat dikatakan juga sebagai kesimpulan penelitian yang
belum sempurna. Hipotesis menyatakan hubungan dari variabel akibat dan
variabel penyebab. Dalam penelitian ini akan mengambil hipotesis yang akan
dieliti, yaitu :
Ho : Tidak ada pengaruh komunikasi keluarga terhadap sikap agresif pada
remaja
Ha: Adakah pengaruh komunikasi keluarga terhadap sikap agresif pada
remaja
3.6 Metode Analisis Data
Analisis data merupakan sebuah proses untuk menyederhanakan
sebuah data ke dalam format yang gampang dibaca dan didefinisikan.
Menurut Sugiyono (2017), teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif
dilakukan setelah melakukan pengmpulan data dari seluruh responden atau
sumber-sumber data lainnya. Penggunaan metode kuantitatif dipilih oleh
penulis karena pengisian kuesioner memungkinkan responden memberikan
jawaban secara bersamaan tanpa gangguan. Pendekatan ini dianggap efektif
karena dapat dilakukan di mana saja tanpa menghabiskan banyak tenaga dan
waktu.
3.7 Kelemahan dan Hambatan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan yang berasal dari
hambatan penulis antara lain:
a. Sampel penelitian terbatas hanya pada satu lokasi, yaitu SMK FARMASI
Samarinda, sehingga hasil penelitian tidak dapat secara luas diterapkan
pada lingkungan yang berbeda.
b. Penggunaan kuesioner sebagai instrumen penelitian dapat memunculkan
potensi manipulasi atau rekayasa respons dari responden. Oleh karena itu,
disarankan untuk melengkapi penelitian dengan wawancara guna
memastikan keabsahan hasil.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyanuari, Lolita Dwi. “ Hubungan Antara Pola asuh Otoriter Orang Tua
Dengan Perilaku Agresif Pada Remaja”
Dameria sinaga (2014) Buku Ajar Statistik Dasar. Jakarta: Uki pres
Devito, J. (1997). Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Profesional Book.
Djamarah Syaiful , Pola komunikasi Orang Tua & Anak dalam keluaraga,2004
Fitriasari, Endah. Adi, Heryanto & Rahayu Astuti “Faktor-faktor yang
Berhubungan Dengan Perilaku Agresif Pada Remaja Di Stimart AMNI
Semarang, Jawa Tengah”
Friendly. (2002). Komunikasi dalam Keluarga. Jakarta: Family Altar.
Gunarsa, S.D. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT.
BPK Gunung Mulia.
Gunarsa, S. D dan Singgih D.G. (2012). Psikologi Praktis : Anak, Remaja dan
Keluarga. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Hamzah B. Uno (2020) PARADIGMA PENELITIAN.Universitas Negeri
Gorontalo
Hardining, Sri; Erliana, Yossy Dwi. “Pengaruh Pola Komunikasi Orang Tua
Terhadap Perilaku Agresif Remaja”
Hidayat, Anwar (2012) Hipotesis Adalah Dugaan Sementara Penelitian.
Pengertian, Jenis, Contoh
Liliweri, Alo, Komunikasi Antar Pribadi, Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
2007 Liliweri, A. (1997). Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: Cipta Aditya
Bakt
Rahayu, Leily Puji. “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dan Kontrol Diri Terhadap
Perilaku Agresif”
Shochib, M. (2010). Pola Asuh Orang Tua (Dalam Membantu Anak
Mengembangkan Disiplin Diri Sebagai Pribadi Yang Berkarakter). Jakarta:
Rineka Cipta
Supratiknya, A. (1995). Komunikasi Antarpribadi. Yogyakarta: PT Kanisius

Anda mungkin juga menyukai