Anda di halaman 1dari 11

Analisis Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Mengenai Pemberhentian Kepala

Desa (Putusan Pengadilan Tata Usaha Semarang Nomor:074/G/2015/PTUN-SMG)

Ananda Auberta Az-zaka (0022039)/ Devia Fasha Prasmifta (E0022117)/ Nasywa Adinda
Rahmafitria (E0022344)/ Steffian Afifta Ekapasha (E0022441)

Abstrak

Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara adalah meninjau dan memutus serta
menyelesaikan perselisihan yang berkaitan dengan pengelolaan Tata Usaha Negara yang
dipercayakan kepadanya, dengan adanya Pertimbangan hukum yang meliputi dua bagian,
yakni: pertimbangan untuk duduk atas kasus atau peristiwa/fakta dan pertimbangan mengenai
hukumya, yang diungkapkan oleh hakim dalam persidangan. Pertimbangan hukum juga
mencakup alasan atau argumentasi hukum. Pertimbangan hukum meliputi uraian tentang
kolerasi antara fakta hukum yang terungkap di pengadilan dan penyelesaian hukum yang
menjadi sebuah dasar dalam persidangan. Analisis yang dilakukan terhadap Pengadilan Tata
Usaha Negara Nomor: 074/G/2015/PTUN.SMG, mempertimbangkan mengenai masalah
tersebut telah dikemukakan dan telah dijelaskan tentang argumentasi hukum.

Kata Kunci: Sengketa TUN, Pemberhentian Kepala Desa, Korupsi

Abstract

The authority of the State Administrative Court is to review and decide and resolve disputes
relating to the management of State Administration entrusted to it, with legal considerations
which include two parts, namely: considerations for sitting on cases or events/facts and
considerations regarding the law, which are expressed by the judge at trial. Legal
considerations also include legal reasons or arguments. Legal considerations include a
description of the correlation between the legal facts revealed in court and the legal
settlement that becomes the basis for the trial. The analysis carried out on the State
Administrative Court Number: 074/G/2015/PTUN.SMG, considering the issues that have
been raised and the legal arguments have been explained.

Keywords:TUN Dispute, Dismissal of Village Head, Corruption


A. LATAR BELAKANG

Sengketa Tata Usaha Negara (TUN) merupakan sengketa yang muncul pada
bidang tata usaha negara yang melibatkan orang atau badan hukum perdata dengan
badan atau pejabat tata usaha negara, sebagai bagian dari akibat dikeluarkannya
keputusan tata usaha negara yang meliputi sengketa kepegawaian berdasar peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
pengadilan Tata Usaha Negara memiliki tugas dan wewenang untuk
melakukan pemeriksaaan, memutuskan, serta menyelesaikan sebuah sengketa Tata
Usaha Negara (TUN). Untuk dapat menentukan bahwa sebuah sengketa termasuk
daripada sengketa TUN atau sengketa perdata (Kepemilikan), terdapat syarat atau
kriteria yang dapat digunakan sebagai penentu, diantaranya adalah :
- Jika yang menjadi objek sengketa berhubungan dengan keabsahan
Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) maka dikatakan hal ini adalah
sengketa TUN;
- Jika dalam positus gugatan mempermasalahkan kewenangan,
keabsahan prosedur penerbitan KTUN, maka dikataian hal ini adalah
sengketa TUN.
Lembaga kehakiman di Indonesia itu memiliki kekuasaan kehakimannya
sendiri yang dimana itu menjadi controlling tersendiri bagi kekukasaan kehakiman.
Seperti yang kita tau kekuasaan kehakiman di Indonesia itu dilaksanakan oleh
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Indonesia berupaya untuk menjaga konsistensi dalam menerapkan prinsip prinsip
sebagai negara hukum, hal ini dibuktikan dalam dasar hukum. Prinsip prinsip yang
dianggap sebagai ciri penting dalam negara hukum menurut The International
Commission of Jurist yaitu negara harus tunduk pada hukum, pemerintah
menghormati hak hak individu, dan peradilan yang bebas dan tidak memihak.
(Ashidiqqie, 2010) Pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang menyelenggarakan
peradilan ialah Mahkamah agung dan badan peradilan dibawahnya, guna peradilan
untuk menunjukkan proses mengadili. Tujuan dari mengadili tentu saja untuk
tercapainya kebenaran akan suatu tindakan dan tercapainya sebuah keadilan serta
tegaknya hukum.
Implementasi kekuasaan kehakiman dalam hal yang bersengketa tersebut salah
satunya adalah administrasi negara dan ketetapan tertulis yang merugikan rakyat
sebagai pangkal sengketanya, maka kekuasaan kehakiman tersebut dilaksanakan oleh
pengadilan administrasi yang berdiri sendiri, mempunyai kedudukan yang sederajat
dengan pengadilan-pengadilan lainnya dan bebas dari pengaruh kekuasaan lain.
(Maridjo, 2016) Menurut Soenaryati Hartono, pengadilan administrasi yang
memberikan perlindungan hukum itu tidak hanya selaku pemelihara ketertiban dan
tempat mencari keadilan saja, melainkan juga merupakan “stabilisator” hukum dalam
menjalankan fungsinya sebagai “penegak hukum”. (Utomo, 2012, #) Putusan
merupakan suatu pernyataan hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenangoleh
undang- undang yang diucapkan di persidangan, dan bertujuan untuk menyelesaikan
suatu perkara antara para pihak yang merupakan akhir suatu proses pemeriksaan
perkara yang dilakukan majelis hakim dengan terlebih dahulu dilakukan musyawarah
berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Sistem peradilan TUN membatasih hakim untuk memilih antara menyatakan
batalnya obyek gugatan yakni keputusan Tata Usaha Negara yang digugat, atau
menyatakan keabsahan obyek sengketa yang digugat tersebut. Berdasarkan Pasal 53
(2) huruf a dan b Undang-undang Nomor: 9 Tahun 2004, perubahan atas Undang-
undang Nomor: 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, mengadili harus
mengutamakan ketentuan hukum. Ketentuan pasal tersebut secara lengkap berbunyi:
Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah :
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan
peraturan perundang- undangan yang berlaku;
b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-
asas umum pemerintahan yang baik. Terjadinya sengketa merupakan sesuatu yang
mengganggu masyarakat, ketentraman masyarakat, tata tertib masyarakat, dan
kedamaian rakyat, sehingga keseimbangan masyarakat tergoncang karenanya.
Sengketa antara kedua pihak sukar didamaikan tanpa bantuan pihak ketiga
yaitu pihak penengah, yang netral/tidak berpihak, dan tidak berat sebelah. Sebagai
badan penengah (pengadilan) harus netral dan tidak boleh dipengaruhi oleh pihak lain.
Salah satu contoh sengketa peradilan TUN adalah pemberhentian kepala desa. Seperti
kasus yang diangkat yaitu pencabutan kepala desa yang ditangani oleh Pengadilan
TUN Semarang yang dimana sengketa tersebut didaftarkan pada tahun 2015 dengan
daftar register Nomor: 074/G/2015/PTUN.SMG dengan obyek sengketa Surat
Keputusan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Bupati Boyolali Nomor 141/387
tahun 2015 tentang Pemberhentian tidak dengan hormat saudara Budi Raharjo, ST.
dari yang awalnya ia kepala desa Guwokajen Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali
tanggal 2 September 2015 yang diterbitkan oleh PJ. Boyolali. Berdasarkan Surat
Perintah Penangkapan Kepolisian Klaten beliau diduga keras melakukan tindak
pidana penggelapan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 327 KUHP, yang
dimana dengan begitu saudara Budi Raharjo tidak dapat menjalankan tugasnya
sebagai Kepala Desa karena sedang menjalani proses hukum dan di tahan di Polres
Klaten. Karena adanya pertimbangan tersebut maka Bupati mengeluarkan Keputusan
pemberhentian sementara kepada saudara Budi Raharjo dari jabatannya. Jika
dihubungkan dengan ketentuan pasal 41 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014
tentang Desa menyebutkan Kepala desa diberhentikan sementara oleh
Bupati/Walikota setelah dinyatakan sebagai terdakwa yang diancam dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan register perkara di Pengadilan.
(Maridjo, 2016) Maka dari itu Kepala Desa mengambil langkah penyelesaian dengan
cara mengajukan gugatan ke PTUN Semarang.

B. PEMBAHASAN
Pertimbangan hukum putusan Pengadilan TUN

Segala putusan yang diberikan oleh pengadilan harus memuat alasan, dasar putusan
serta pasal tertentu dari peraturan perundang undangan yang bersangkutan atau sumber
hukum yang tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Alasan - alasan ini berupa
rangkaian argumentasi yuridis yang disusun secara sistematis dan rasional yang mana
kemudian dari hasil argumentasi tersebut dapat menunjukan arah, alur, dan pola berpikir yang
jelas.
Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam menguji sebuah keputusan didasari dengan
ketentuan daripada pasal 53 ayat (2) Undang Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang
Perubahan ke dua atas Undang Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Perdilan Tata Usaha
Negara yaitu :
1. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut mengetengahkan tiga hal dalam
pengertian “bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku” yaitu :
a. bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang
bersifat prosedural/formal
b. bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan yang bersifat material/substansial
c. dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang tidak berwenang.

2. Keputusan Tata Usaha Negara bertentangan dengan asas asas umum pemerintahan
yang baik.
Asas asas tersebut adalah asas asas umum penyelenggaraan negara sebagaimana
diatur dalam Undang Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara
yang bersih dan bebas dari KKN yang dalam penjelasan pasal tersebut hanya
menyebutkan enam asas diantaranya asas kepastian hukum, tertib penyelenggaraan
negara, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, dan akuntabilitas.
Adanya pertimbangan yang cukup memadai merupakan sebuah keharuasan dalam
setiap keputusan pengadilan yang dimaksudkan untuk :
a. dengan pertibangan, Hakim selalu diingatkan kepada pokok penilaian dan
pendapatnya tentang gugatan yang bersangkutan.
b. keputusan pengadilan selayaknya harus di ucapkan dalam sidang yang terbuka
untuk umum, maka dengan pertimbangan cukup baik akan dapat menimbulkan
rasa percata terhadap penyelesaian sengketa yang dilakukan dalam pengadilan
c. pertimbangan dapat berupa jaminan bahwa tidak terjadi pengambilan
keputusan secara sewenang - wenang dan bersifat memihak
d. pertimbangan dapat menjadi titik pangkal bagi para pihak untuk pengajuan
banding atau tidak
e. pertimbangan dapat menjadi ikitan pengujian bagi hakim banding dan kasasi
f. perinbangan dapat merupakan bahan referensi bagi badan atau pejabat Tata
Usaha Negara
g. pertimbangan adalah sarana ekspresi bagi pengadilan dalam melaksanakan
fungsinya dalam pembentukan hukum
h. pertimbangan dapat berupa bahan referensi umu bagi tindakan pemerintahan
di waktu yang akan datang mengenai segi segi yang perlu diperhatikan agar
keputusan administrasi di anggap sah menurut hukum
i. pertimbangan dapat menjadi objek penelitian dalam pengembangan ilmu
hukum
j. pertimbangan yang konstan dalam juriprudensi adalah sebuah penunjang
kepastian hukum yang penting
k. pertimbangan juga dapat menambah rasa keyakinan pada para pihak yang
dapat mendorong untuk menerima putusan atau menempuh jalan damai
dengan lawan.

Sebuah pertimbangan hukum putusan yang benar bila mendasarkan teori yang benar.
Pertimbangan hukum putusan adalah sebuah pertanggungjawaban hakim terhadap putusan
pengadilan. Sebuah pertanggungjawaban sudah semestinya disusun berdasarkan aturan
hukum penalaran yang baik dan benar. Bicara mengenai putusan pengadilan, selain harus
memenuhi syarat sah suatu putusan, maka tidak dapat lepas dari adanya asas yang harus
ditegakan agar suatu putusan yang dijatuhkan tidak mengandung cacat, kemudian oleh M.
Yahya Harahap asas tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
1. memuat dasar alasan yang disebutkan secara jelas dan terperinci
2. wajib mengadili seluruh bagian gugatan
3. tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan
4. disebutkan dan diucapkan di muka umum

Kemudian dari pertimbangan yang ada, keputusan Tata Usaha Negara yang
dimohonkan penggugat untuk dibatalkan atau tidak sah oleh pengadilan dalam sebuah
perkara berupa Surat Keputusan Tata Usaha Negara yaitu Keputusan Bupati Boyolali Nomor
141/387 tahun 2015 tentang Pemberhentian Tidak dengan hormat daripada saudara Budi
Raharjo, S.T., dari jabatannya yang berupa Kepala Desa Guwokajen Kecamatan Sawit
Kabupaten Boyolali pada tanggal 2 september 2015.
Mempertimbangkan bahwa Penggugat merasa dirugikan oleh tindakan yang
dilakukan oleh tergugat berupa mengeluarkan obyek sengketa yang mengandung cacat
hukum Penggugat menerima obyek sengketa yang mengandung cacat hukum yang kemudian
mendapatkan salinan surat keputusan Bupati Boyolali Nomor: 141/216 tentang
Pemberhentian sementara tertanggal pada 5 September 2015.
Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa Undang-Undang No. 5 tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara jo Undang-Undang No.9 tahun 2004 jo Undang-Undang No. 51
tahun 2009 tentang perubahan atas Undang Undang No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara bab IV, Hukum acara, Bagian Pertama, gugatan, pasal 53 ayat (1) menyatakan:
“Seorang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu
keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan Gugatan tertulis kepada Pengadilan yang
berwenang yang berisi tuntutan agar keputusan Tata Usaha negara yang disengketakan
dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau
rehabilitasi.”
Majelis Hakim memberi pertimbangan karena eksepsi Tergugat tidak diterima, oleh
sebab itu dipertimbangkanlah mengenai pokok perkara dan dicermati kembali serta dipelajari
secara seksama alasan dasar hukum. Gugatan Penggugat serta dalil bantahan yang diajukan
tergugat, muncul pendapat Majelis Hakim yang menyatakan dalam sengketa terdapat
perbedaan penilaian hukum antara Penggugat dengan Tergugat terhadap objectum litis, dan
menurut hemat Majelis Hakim perbedaan tersebut terletak pada penilaian masing-masing
pihak pada Keputusan Bupati Boyolali No.141/387 tahun 2015 tentang Pemberhentian tidak
hormat Saudara Budi Raharjo, S.T., dari jabatannya sebagai kepala Desa Guwokajen
Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali.
Seperti yang kita tau singkatnya dari objectum litis itu sendiri adalah praktek hukum
yang dikenal dengan istilah objek perkara atau objek sengketa, dan persoalannya merupakan
kewenangan konstitusional (constitutional issues) (umy, 2015). Dipertimbangkan oleh
majelis Hakim apakah tergugat memiliki kewenangan untuk mengeluarkan objectum litis,
sebagai berikut :
1. Berdasar pasal 40 ayat (3) Pemberhentian Kepala Desa sebagaimana
dimaksudkan pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati;
2. Pasal 131 ayat (4) dalam hal terjadi kekosongan jabatan Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah yang dimaksudkan pada ayat (3) sekretaris daerah
melaksanakan tugas sehari-hari
3. peraturan pemerintah No. 43 ayat (4) pemberhentian kepala desa sebagaimana
dimaksudkan pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan bupati
4. peraturan Menteri dalam Negeri No. 35 tahun 2013 pasal 1 ; “seseorang
pejabat bupati memiliki tugas, kewenangan dan kewajiban yang sama dengan
bupati definitif selaku kepala daerah.
Keputusan Tata Usaha Negara bertentangan dengan Asas-asas Umum Pemerintahan
Yang Baik. Asas-asas umum pemerintahan yang baik tersebut adalah asas-asas umum
penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor : 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN yang dalam penjelasan
pasal tersebut hanya menyebutkan 6(enam) asas diantaranya asas kepastian hukum, tertib
penyelenggaraan negara, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas dan akuntabilitas.
Sesuatu keharusan diadakannya pertimbangan yang cukup memadai dalam setiap putusan
pengadilan itu mengandung maksud, antara lain (Eksyar, 2020):

a) Dengan pertimbanganyang dibuatnya itu Hakim selalu diingatkan kepada pokok


penilaian dan pendapatnya tentang gugatan yang bersangkutan, kalau ia berpendapat
bahwa keputusan yang digugat itu bertentangan dengan salah satu asas umum
pemerintahan yang baik, maka ia perlu menunjukkan asas yang mana atau bagaimana
yang telah dilanggar itu.
b) Seperti halnya dengan keharusan agar keputusan Pengadilan itu diucapkan dalam
sidang yang terbuka untuk umum, maka dengan pertimbangan yang cukup baik akan
dapat menimbulkan rasa percaya terhadap penyelesaian sengketa yang dilakukan
Pengadilan.

c) Pertimbangan dapat merupakan jaminan, bahwa tidak terjadi pengambilan


keputusan secara sewenang-wenang dan bersifat memihak.

d) Pertimbangan merupakan titik pangkal bagi para pihak untuk pengajuan banding
atau tidak.

Kasus ini telah terjadinya kegiatan gugat menggugat dimana adanya pihak yang tidak
terima dari hasil putusan Bupati mengenai pemberhentian kerjanya karena kasus yang
menimpanya. PTUN memiliki wewenang dalam melakukan pemeriksaan, memutus dan
menyelesaikan sengketa yang ada yang berurusan dengan tata usaha negara. PTUN
mempunyai kompetensi menyelesaikan sengketa tata usaha negara di tingkat pertama.
Sedangkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) untuk tingkat banding. Akan
tetapi untuk sengketa-sengketa tata usaha negara yang harus diselesaikan terlebih dahulu
melalui upaya administrasi berdasarkan Pasal 48 UU No. 5 tahun 1986 jo UU No. 9 tahun
2004 maka PT.TUN merupakan badan peradilan tingkat pertama. Terhadap putusan PT.TUN
tersebut tidak ada upaya hukum banding melainkan kasasi (Wahyunadi, 2009).

Dalam hal ini eksepsi tergugat dinyatakan tidak diterima, dalam pokok perkara
sebagai berikut :
1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan batal Surat Keputusan Tata Usaha Negara yaitu Keputusan Bupati
Boyolali Nomor 141/387 Tahun 2015 Tentang Pemberhentian Tidak dengan hormat
Saudara Budi Raharjo,ST,. Dari Jabatannya sebagai Kepala Desa Guwokajen
Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali Tanggal 2 September 2015 yang diterbitkan
oleh Pj. Bupati Boyolali;
3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Tata Usaha Negara yaitu
Keputusan Bupati Boyolali No 141/387 tahun 2015 tentang pemberhentian tidak
dengan hormat Saudara Budi Raharjo, S.T. dari jabatannya sebagai kepala desa
Guwokajen, Kecamatan Sawit,Kabupaten Boyolali tanggal 2 September 2015 yang
diterbitkan oleh PJ. Bupati Boyolali;
4. Mewajibkan Tergugat untuk merehabilitasi, mengembalikan harkat, martabat, hak dan
kedudukan Penggugat seperti semula;
5. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar
Rp. 219.500,- ( Dua ratus sembilan belas ribu lima ratus rupiah).

Dalam konteks a quo Majelis Hakim mempertimbangkan terlebih dahulu


semua aspek terhadap pemenuhan terhadap peraturan perundang- undangan yang
berlaku yang tidak hanya menitikberatkan pada kewenangan pemberhentian atau
pengangkatan yang dimiliki Bupati saja, tetapi juga perlu mempertimbangkan
landasan lain yang jadi dasar atau alasan untuk menggugat dari pihak penggugat.
Kemudian baru mempertimbangkan terhadap pemenuhan asas-asas umum
pemerintahan yang baik. jika sudah diperoleh kesimpulan bahwa yang dijadikan alas
untuk menggugat tidak sesuai atau bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, maka menurut hemat penulis sudah tidak perlu
lagi dipertimbangkan mengenai pemenuhan asas-asas umum pemerintahan yang baik,
oleh karena dengan tidak dipenuhinya ketentuan peraturan perundang- undangan
sudah barang tentu tidak memenuhi asas-asas umum pemerintahan yang baik.

C. Penutup

Putusan merupakan langkah final dari sebuah persengketaan yang terjadi. Dimana hal
ini tentu saja harus memiliki alasan yang sangat jelas dan rasional, sebuah putusan yang valid
harus didasari oleh berdasarkan peraturan perundang undangan yang mengatur terkait
permasalahan yang ada baik tertulis maupun tidak tertulis karena itu yang akan menjadi dasar
dalam memberikan sebuah keputusan yang final. Dalam kasus diatas Pengadilan Tata Usaha
Negara melakukan pengujian terhadap sebuah keputusan menggunakan pasal 53 ayat (2)
Undang Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas Undang Undang
Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara untuk menjadi dasarnya.

Sebuah pertimbangan hukum putusan yang benar bila mendasarkan teori yang benar.
Pertimbangan hukum putusan adalah sebuah pertanggungjawaban hakim terhadap putusan
pengadilan. Sebuah pertanggungjawaban sudah semestinya disusun berdasarkan aturan
hukum penalaran yang baik dan benar. Bicara mengenai putusan pengadilan, selain harus
memenuhi syarat sah suatu putusan, maka tidak dapat lepas dari adanya asas yang harus
ditegakan agar suatu putusan yang dijatuhkan tidak mengandung cacat, kemudian oleh M.
Yahya Harahap asas tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
1. memuat dasar alasan yang disebutkan secara jelas dan terperinci
2. wajib mengadili seluruh bagian gugatan
3. tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan
4. disebutkan dan diucapkan di muka umum
Pertimbangan aturan terdiri 2 bagian yaitu:
pertimbangan tentang duduk kasus atau peristiwa atau kabar & pertimbangan mengenai
hukumnya. Pertimbangan duduk kasus atau peristiwanya memuat kabar-kabar aturan yg
terungkap pada persidangan. Pertimbangan aturan memuat alasan-alasan atau argumentasi
aturan serta penalaran aturan yg dilakukan sang hakim. Dalam pertimbangan aturan memuat
uraian mengenai hubungan antara kabar aturan yg terungkap pada persidangan menggunakan
peraturan perundang- undangan yg dijadikan dasar pada surat gugatan. Dalam pertimbangan
Putusan Nomor: 074/G/2015/PTUN.SMG, secara normatif sudah memenuhi kondisi suatu
pertimbangan, menggunakan demikian majelis hakim yg mengusut sudah melakukan evaluasi
terhadap pemenuhan landasan aturan terhadap pemberhentian jabatan pada desa yaitu
Keputusan Bupati: 141/387/2015 terhadap asas aturan & rapikan urutan peraturan perundang-
undangan yg berlaku. Majelis hakim disamping sudah mempertimbangkan adanya asas
aturan lex superior derogate legi inferior jua sudah mempertimbangkan menggunakan teori
kebiasaan (stufenbau theory) menurut Hans Kelsen buat menilai Keputusan Bupati:
141/387/2015 mengenai Pemberhentian menggunakan nir hormat sebagai Kepala Desa. Dari
analisa yg dilakukan terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor:
074/G/2015/PTUN.SMG, pada pertimbanganya sudah diuraikan tentang duduk perkaranya &
sudah juga diuraikan tentang argumentasi hukumnya. Salah satu argumentasi aturan yg
digunakan majelis hakim merupakan preferensi aturan atau asas aturan Lex Superior Derogat
Lege Inferior buat menilai kedudukan Keputusan Bupati Boyolali mengenai Pemberhentian
menggunakan nir hormat Kepala Desa. Asas aturan Lex Superior Derogat Lege Inferior
merupakan suatu asas dimana peraturan perundang-undangan yg lebih tinggi
mengesampingkan peraturan perundang-undangan yg lebih rendah., disamping majelis hakim
sudah mempertimbangkan asas aturan lex superior derogat legi inferior & menerapkannya
harus mengesampingkan keputusan bupati tersebut, juga mempertimbangkan tentang adanya
susunan kebiasaan menurut teori Hans Kelsen yg acap kali kali dianggap menggunakan
stufenbau theory yang diimplementasikan pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011
mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam theory kebiasaan dikatakan
bahwa norma yang berada dibawah atau yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
norma atau aturan yg berada pada atasnya atau kebiasaan yg lebih tinggi.
Sebab dari itu sebagai majelis Hakim perlu secara bijak dalam menangani sebuah kasus,
dimana perlu adanya pengolahan data administrasi yang harus diselesaikan agar tercapainya
sebuah keputusan yang sesuai dengan regulasi atau tata aturan yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
References

Ashidiqqie, J. (2010, Desember 28). GAGASAN NEGARA HUKUM INDONESIA.

GAGASAN NEGARA HUKUM INDONESIA.

https://www.pn-gunungsitoli.go.id/assets/image/files/Konsep_Negara_Hukum_Indone

sia.pdf

Eksyar, H. N. A. (2020, April 9). Analisis Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara

Mengenai Pemberhentian Kepala Desa di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang

(Studi Kasus Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang

Nomor:074/G/2015/PTUN-SMG). SCRIBD.

https://www.scribd.com/document/455724922/ANALISIS-PTUN-KEL-7-docx

Hasna Nur Aeni Eksyar. (n.d.). Analisis Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Mengenai

Pemberhentian Kepala Desadi Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang (Studi Kasus

Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang Nomor:074/G/2015/PTUN-SMG).

https://www.scribd.com/document/455724922/ANALISIS-PTUN-KEL-7-docx

Maridjo, M. (2016). Analisis Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Mengenai

Pemberhentian Kepala Desa di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang (Studi

Kasus Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang Nomor:

074/G/2015/PTUN-SMG) (5). Analisis Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara

Mengenai Pemberhentian Kepala Desa di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang

(Studi Kasus Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang Nomor:

074/G/2015/PTUN-SMG).

file:///C:/Users/Triana%20Ary%20M/AppData/Local/Microsoft/Windows/INetCache/

IE/C1MP3DXC/471-1553-1-PB[1].pdf

Pengertian dan Sengketa Tata Usaha Negara. (2022, June 6). SIP LAW FIRM.

https://siplawfirm.id/sejarah-pengertian-dan-sengketa-tata-usaha-negara/?lang=id
Tohadi, Frieda Fania dan Dadang Gandhi. (2020, Februari 17). Problem Teoritik Dan

Implikasi Praktis Atas Perubahan Keputusan Tata Usaha Negara.

https://journal.uii.ac.id/IUSTUM/article/download/13369/9899/35309

Ujang Abdullah. (n.d.). UPAYA ADMINISTRASI DALAM PERADILAN TATA USAHA

NEGARA.

file:///C:/Users/HP/Downloads/UPAYA%20ADMINISTRASI%20DALAM%20PER

ATUN.pdf

umy. (2015, November 26). SKLN di MK Masih Dianggap Sebagai Konflik. SKLN di MK

Masih Dianggap Sebagai Konflik.

https://www.umy.ac.id/skln-di-mk-masih-dianggap-sebagai-konflik

Utomo, L. (2012). Pemeriksaan Dari Segi Hukum Atau Due Diligence. Penerbit P.T. Alumni.

Wahyunadi, Y. M. (2009). KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM

SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. KOMPETENSI PENGADILAN TATA

USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA.

https://ptun-jakarta.go.id/wp-content/uploads/file/berita/daftar_artikel/Kompetensi%2

0Pengadilan%20Tata%20Usaha%20Negara%20Dalam%20Sistem%20Peradilan%20

Di%20Indonesia.pdf

Winarno, B. A., & Agus, R. A. (2017). Kewenangan PTUN dalam Penyelesaian Sengketa

Tata Usaha Negara terhadap Tindakan Penyidikan Jaksa Penuntut Umum. Jurnal Ilmiah

Mahasiswa Hukum, 2(2), 135-146.

Anda mungkin juga menyukai