Anda di halaman 1dari 4

TUGAS II – HUKUM PIDANA

NAMA : THEOFRANZ CHRISTIAN MANIHURUK


NIM : 043980645
JURUSAN/ PRODI : FHISIP - ILMU HUKUM
MATA KULIAH : HKUM4203

SOAL:

1. Sebutkan dasar hukum masing-masing dan berikan pula suatu kesimpulan Saudara disertai
dengan masing-masing contoh dari Asas Nasional Aktif dan Asas Nasional Pasif!

2. Contoh Kasus
Kagura adalah seorang wanita berkewarganegaraan Jepang yang bekerja sebagai seorang desain
grafis pada sebuah perusahaan di Filiphina. Karena keahliannya, Kagura mampu membuat uang
rupiah yang sangat mirip dengan aslinya. Kemudian Kagura mencetak uang palsu tersebut
sebanyak delapan puluh juta rupiah, kemudian ia tukarkan kepada warga negara Indonesia yang
ada di Filiphina. Salah satu korbannya adalah Badang yang pada suatu hari menukarkan mata
uang Filiphina dengan uang rupiah palsu hasil buatan Kagura tersebut sebelum kembali ke
Indonesia.
Ketika sampai di Indonesia, Badang pun membeli oleh-oleh di Bandara dengan uang palsu
tersebut. Setelah itu Badang pergi membeli sate dengan uang rupiah palsu yang dimilikinya,
ketika menerima uang, tangan pedagang sate yang basah melunturkan warna uang tersebut.
Badang ditangkap dengan tuduhan menyebarkan uang palsu.

*nama tokoh pada contoh kasus diatas adalah fiktif


Dalam kasus di atas, apakah Kagura dapat dituntut menurut hukum pidana di Indonesia?
Uraikan alasan dan sebutkan dasar-dasar hukumnya!

3. Dalam kasus No 2 di atas, Jika dilihat dari teori dan asas hukum pidana, apakah Badang dapat
dipidana? Uraikanlah alasannya!

JAWABAN:

Dasar Hukum:

1. 1. Asas Nasional Aktif (Asas Personalitas):

 Ketentuan: Pidana berlaku bagi warga negara di mana pun berada, termasuk di luar wilayah
negara asalnya, sepanjang menurut negara asal pelaku dan negara tempat perbuatan dilakukan
itu merupakan tindak pidana.
 Dasar Hukum:
1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
Pasal 4 ayat (1) dan (2), menyatakan bahwa tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh
warga negara Indonesia atau orang asing di wilayah Indonesia dapat diadili di Indonesia.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 5 dan Pasal 7, menegaskan bahwa
setiap orang yang melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia dapat dihukum sesuai
dengan undang-undang Indonesia.
Contoh Penerapan Konsep Asas Nasional Aktif:

Seorang warga negara Indonesia yang terlibat dalam tindak pidana korupsi di luar negeri dapat
dituntut di Indonesia berdasarkan prinsip Asas Nasional Aktif, sebagaimana diatur dalam UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan KUHP.

2. Asas Nasional Pasif:

 Ketentuan: Berlakunya ketentuan pidana didasarkan pada kepentingan hukum suatu negara
yang dilanggar oleh seseorang di luar negeri tanpa mempersoalkan kewarganegaraan pelaku.
 Dasar Hukum (Pasal 4 dan Pasal 8 KUHP):
Pasal 4 ayat (1) KUHP menyatakan bahwa hukum pidana Indonesia berlaku bagi siapa saja yang
melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia. Pasal 8 KUHP mengatur tentang berlakunya
hukum pidana bagi orang asing yang melakukan tindak pidana di luar wilayah Indonesia yang
merugikan kepentingan negara.
Contoh Penerapan Konsep Asas Nasional Pasif:

Orang asing yang melakukan kejahatan perjudian online yang merugikan kepentingan negara
Indonesia dapat dituntut dan dihukum di Indonesia.

Kesimpulan:
Menurut yang saya baca dan saya ketahui, prinsip-prinsip hukum pidana yang melibatkan
kewarganegaraan pelaku dan kepentingan hukum suatu negara. Asas Nasional Aktif
mencerminkan aplikasi ekstrateritorial hukum pidana berdasarkan kewarganegaraan, sementara
Asas Nasional Pasif menyoroti berlakunya hukum pidana tergantung pada pelanggaran terhadap
kepentingan hukum negara yang bersangkutan, tanpa memandang kewarganegaraan pelaku.
Pasal 4 dan Pasal 8 KUHP dapat dianggap sebagai dasar hukum untuk prinsip-prinsip tersebut.

2. Menurut saya, YA Dalam kasus tersebut, Kagura dapat dituntut menurut hukum pidana di Indonesia.
Beberapa alasan saya dan dasar hukumnya dapat diuraikan sebagai berikut:

 Penggunaan Mata Uang Palsu:


Alasan: Kagura mencetak dan menggunakan uang rupiah palsu.
Dasar Hukum: Tindakan ini melanggar ketentuan hukum pidana terkait dengan pencetakan dan
penggunaan mata uang palsu, yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Indonesia.
Pasal 242 KUHP:
"Barang siapa dengan sengaja membuat, mencetak, atau mengedarkan mata
uang yang ditiru atau yang dicetak dengan maksud untuk menyebarkan, meskipun tidak
disebarkan, atau dengan maksud untuk menggunakannya atau menyuruh orang lain
untuk menggunakannya sebagai uang yang asli, diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun."

 Penipuan terhadap Warga Negara Indonesia:


Alasan: Kagura menukarkan uang palsu kepada warga negara Indonesia di Filiphina.
Dasar Hukum: Perbuatan ini dapat dianggap sebagai penipuan terhadap warga negara Indonesia
dan melanggar ketentuan hukum pidana terkait penipuan di KUHP.
Pasal 378 KUHP:
"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain dengan cara merugikan orang lain, dengan menggunakan nama palsu atau
keterangan yang palsu, atau dengan menggunakan nama atau keterangan palsu,
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu barang, yang sepenuhnya atau
sebagian menjadi milik penipu, atau untuk memberi hutang, atau untuk menerima
utang, atau untuk menghapuskan utang, diancam, jika perbuatan itu menyebabkan
kerugian, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling
banyak sembilan ratus rupiah."

 Penyebaran Uang Palsu ke Indonesia:


Alasan: Kagura menyebabkan uang palsu tersebut beredar di Indonesia melalui tindakan
menukar dengan warga negara Indonesia.
Dasar Hukum: Perbuatan ini melanggar hukum pidana Indonesia karena menyebabkan uang
palsu beredar di wilayah negara, dan dapat dijerat dengan pasal-pasal terkait peredaran mata
uang palsu dalam KUHP.

Pasal 244 KUHP:


"Barang siapa dengan menipu memperkenalkan atau menaruh dalam
peredaran, sebagai uang yang sah dan syah, surat penggantian uang atau cek atau wesel
atau surat berharga lainnya yang sama atau sejenis dengan surat-surat itu, padahal ia
tahu atau dapat mengira-ngira bahwa surat-surat itu adalah palsu, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun."

 Tanggung Jawab terhadap Konsumen Terakhir:


Alasan: Kagura menyebabkan Badang tertangkap dengan uang palsu saat melakukan transaksi di
Indonesia.
Dasar Hukum: Menurut hukum pidana Indonesia, seseorang yang menyebabkan kerugian kepada
konsumen terakhir dapat bertanggung jawab atas tindakan pidana yang dilakukannya, sebagaimana
diatur dalam beberapa pasal KUHP terkait dengan tanggung jawab dalam tindak pidana.

Pasal 55 ayat (1) KUHP:


"Setiap orang yang sengaja melakukan perbuatan yang dengan ketentuan
undang-undang dinyatakan sebagai tindak pidana, adalah penanggung jawab karena
tindak pidana itu."

Kesimpulan:
Berdasarkan alasan-alasan yang saya kemukakan di atas, Menurut saya Kagura dapat dituntut menurut
hukum pidana di Indonesia karena melanggar ketentuan hukum pidana terkait pencetakan, penggunaan
mata uang palsu, penipuan, dan peredaran uang palsu di wilayah Indonesia.

3. Menurut saya, perbuatan Badang dapat dianggap sebagai tindak pidana pemalsuan uang, yang
diatur dalam Pasal 243 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia. Pasal tersebut
menyatakan bahwa "Barangsiapa, dengan sengaja, membuat atau menggunakan uang palsu yang
dapat diperbaurkan, atau mengetahui bahwa uang yang diterimanya adalah palsu, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun."
Alasan Badang dapat dipidana karena menurut saya melanggar beberapa asas dari peristiwa yang telah
pada kasus diatas yaitu:

 Asas Legalitas (nullum crimen, nulla poena sine praevia lege poenali): Asas ini menekankan
bahwa tidak ada perbuatan pidana dan tidak ada hukuman tanpa adanya undang-undang yang
mengatur secara tegas. Dalam hal ini, Pasal 243 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Indonesia menjadi dasar hukum yang mengatur tindak pidana pemalsuan uang.

 Asas Kesalahan (nulla poena sine culpa): Asas ini menyatakan bahwa tidak ada hukuman tanpa
kesalahan. Dalam konteks ini, Badang dapat dipidana karena melakukan tindak pidana
pemalsuan uang, yang termasuk dalam Pasal 243 KUHP. Badang disinyalir mengetahui bahwa
uang yang diterimanya adalah palsu, dan dengan sengaja menggunakan uang palsu tersebut.

 Asas Individualisasi (nulla poena sine individualization): Asas ini menekankan bahwa hukuman
harus disesuaikan dengan individu dan karakteristik kejahatannya. Dalam hal ini, hukuman yang
akan dijatuhkan pada Badang akan bergantung pada berbagai faktor, termasuk peran
individualnya dalam kejadian tersebut.

KESIMPULAN:

 Mengetahui bahwa uang adalah palsu: Badang memiliki pengetahuan bahwa uang yang
diterimanya adalah palsu. Hal ini terlihat dari fakta bahwa Badang menukarkan mata uang
Filipina dengan uang rupiah palsu buatan Kagura. Karena mengetahui sifat palsu uang tersebut,
Badang bisa dianggap telah melanggar Pasal 243 KUHP.
 Niat untuk menyebarkan uang palsu: Meskipun Badang mungkin tidak langsung terlibat dalam
pembuatan uang palsu, tindakannya menukarkan mata uang di Filipina dan menggunakan uang
palsu tersebut di Indonesia menunjukkan niat untuk menyebarkan uang palsu. Niat ini dapat
dianggap sebagai unsur kesengajaan yang diperlukan untuk dipidana berdasarkan Pasal 243
KUHP.
 Ketahuan menggunakan uang palsu: Saat Badang menggunakan uang palsu untuk membeli sate
dan tangan pedagang sate melunturkan warna uang tersebut, ini dapat dianggap sebagai bukti
bahwa Badang menyebarkan uang palsu secara tidak sah, yang dapat mendukung dakwaan
pidana.

TERIMA KASIH

Referensi:
 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
 KUHP Pasal 5, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 55, Pasal 242, Pasal 243, Pasal 244, Pasal 378
 BMP HKUM4203 Modul 5 (Hal 5.1-5.22), Modul 6 (Hal 6.1-6.26), Modul 7 ( Hal 7.1 – 7.43)
 Materi inisiasi tuton sesi-4 dan sesi-5
 Materi pengayaan tuton sesi-4 dan sesi-5

Anda mungkin juga menyukai