Anda di halaman 1dari 1

HIV/AIDS DALAM PANDANGAN ISLAM

Pernikahan hendaknya dilakukan oleh dua orang yang memiliki kesehatan jasmani dan rohani.
Ulama fikih telah membicarakan hukum pernikahan bagi pengidap penyakit. Dewasa ini, penyakit
yang menular dan membahayakan justru telah diidap oleh banyak orang. Salah satunya penyakit
HIV/AIDS.

Terkait hukum pernikahannya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah memberikan fatwanya.
Pertanyaan mendasar penelitian ini yaitu bagaimana pandangan hukum terhadap perkawinan bagi
orang yang memiliki penyakit, bagaimana pandangan MUI tentang hukum menikah bagi pengidap
penyakit HIV/AIDS, bagaimana dalil dan metode istimbath MUI serta bagaiman analisis fatwa MUI
dilihat dari sudut maṣlaḥah. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan jenis studi
pustaka (library research).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam Islam, orang yang memiliki penyakit seperti impoten,
lepra, kusta dan penyakit belang tidak dianjurkan untuk menikah. Karena, dapat memberi mudharat
pada pasangannya. MUI melarang pernikahan bagi pengidap penyakit HIV/AIDS. Dalil hukum yang
digunakan MUI merujuk pada tiga macam.

Pertama, MUI merujuk pada ketentuan hadis qudsi terkait dengan diharuskannya bersikap dan
bergaul dengan baik kepada pengidap penyakit, termasuk pengidap HIV/AIDS.

Kedua, MUI merujuk pada hadis riwayat Ibnu Abbas. Dalil ini digunakan dalam hal batasan bergaul
antara seseorang dengan pengidap penyakit HIV/AIDS atau sebaliknya. Hal ini demi menghindari
bahaya yang ditimbulkan akibat penularan virus HIV.

Ketiga, MUI menggunakan dalil dua Kaidah Fiqhiyyah tentang kemaslahan dan kemudharatan.
Intinya, dua dalil Kaidah ini memperkuat dalil hadis dari Ibnu Abbas, dimana seseorang tidak boleh
membahayakan dirinya dan membahayakan orang lain, salah satunya dengan larangan melakukan
pernikahan. Adapun metode istinbath MUI adalah metode sād al-zara’ī. Di mana, larangan menikah
bagi pengidap penyakit tersebut sebagai jalan untuk menutup bahaya dan kerusakan yang lebih
besar, yaitu menghindari penularan virus HIV.Ditinjau dari sudut maṣlaḥah, larangan pernikahan bagi
pengidap penyakit HIV/AIDS seperti tersirat dalam Fatwa MUI Tentang Tuntunan Syari’ah Islam
dalam Bersikap, Bergaul dan Merawat Penderita HIV/AIDS, merupakan usaha untuk menghidarkan
dari bahaya bagi pasangan nikah. larangan tersebut masuk dalam kategori memenuhi maṣlaḥah
ḍaruriyyah, yaitu untuk menjaga jiwa (hifż nafs) dan keturunan (hifż al-nasl).

Anda mungkin juga menyukai